Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam adalah salah satu mata pelajaran yang menarik untuk dipelajari. Karena dengan mempelajarinya kita akan mengerti tentang kejadiankejadian yang ada di alam ini, baik secara langsung ataupun dengan percobaan. Dengan melakukan percobaan yang sesuai pada materi-materi yang disajikan, maka pembelajaran itu akan terasa lebih menarik dan siswa akan lebih mudah dalam memahaminya. Misalnya saja saat mempelajari bunyi. Manusia dalam kehidupannya tidak pernah luput dari lingkungan gelombang dan bunyi. Jika kita mempelajari gelombang, berarti kita mulai memahami gelombang yang ada dalam kehidupan sepanjang masa. Begitu halnya dengan bunyi. Semua orang berbicara, menimbulkan getaran merambat lalu ditangkap oleh telinga dan terdengarlah bunyi. Bunyi merupakan salah satu bentuk energi yang dapat didengar. Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Gelombang dan bunyi sangatlah berhubungan erat. Mempelajari teori gelombang dan bunyi akan dapat memberi wawasan terhadap kejadian di alam khususnya yang menyangkut gelombang, getaran, dan bunyi, serta menimbulkan cara bunyi yang bermanfaat atau mempergunakan gelombang untuk komunikasi dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, hendaknya seorang guru, khususnya saat mengajar IPA harus kreatif dalam menyajikan pembelajaran dan jika memang materi itu membutuhkan suatu percobaan, maka lebih baik dilakukan. Disini kami akan memaparkan mengenai kerasnya bunyi, resonansi, dan nada, yang disertai dengan percobaan. Karena dengan menggunakan percobaan biasanya siswa akan lebih tertarik dan benar-benar memperhatikan apa yang dilakukan guru, sehingga pembelajaran akan berjalan secara efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah 1. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kerasnya suara? 2. Apakah yang dimaksud resonansi? 3. Apakah yang dimaksud nada?

C. Tujuan 1. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kerasnya suara, serta melakukan percobaan. 2. Menjelaskan mengenai resonansi melalui percobaan. 3. Menjelaskan mengenai nada serta percobaannya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerasnya Suara Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi kerasnya suara. Sebagian besar faktor ini terdapat dalam daftar berikut :

1. Energi yangdikeluarkan untuk membuat suara. (Misalnya, memukul gong lebih keras, dan akan menghasilkan suara yang lebih keras) 2. Jarak dari sumber suara sampai ke si pendengar. Diterapkan aturan kuadrat terbalik: bila terjadi peningkatan jarak dengan faktor 2, maka bunyi kerasnya hanya seperempat kalinya. Bila jaraknya tiga kali jauhnya, maka suaranya hanya sekeras sepersembilannya. Apa hasil pecahannya bila jarak itu empat kali lipat? ( jawab :seperenambelas) 3. Permukaan bidang yang bergetar. Semakin luas bidang getarannya, maka kian keras suaranya. Ini merupakan faktor penting dalam pembahasan mengenai tekanan getaran (vibrasi) untuk mengikuti bagian akhir bab ini. 4. Resonansi suatu obyek. Yaitu, kemampuan segala sesuatu untuk

menggetarkan dengan menyerap enerji pada frekuensi alaminya sendiri.

Kerasnya suara diukur dalam unit-unit yang disebut desibel. suara pada umumnya ada dalam Tabel 7 -1

Intensitas

Tabel 7 -1 Kerasnya Suara Tingkat Suara Ambang pendengaran Bisikan Kegiatan di dalam kelas Desibel 0 10 20 20 40

Percakapan Lalu lintas padat Halilintar Ambang kesakitan/kepedihan

50 60 70 80 100 - 110 120

Sarana yang amat umum untuk mengeraskan suara adalah menggunakan tekanan getaran. Pembicara radio atau televisi mengecilkan suara karena

pembicara dipaksa untuk menggetarkan secara bertahap sesuai dengan sumber energi yang datang. Tekanan getaran dapat ditunjukkan melalui Peristiwa Pengeras Garpu Penala, adapun langkah-langkah percobaannya yaitu: Pukulkan garpu penala dan tekan bagian dasarnya pada meja atau pada nyaris setiap permukaan. Ketika anda menyentuh permukaannya, suara itu menjadi kian keras. Getaran garpu penala bergerak merambat ke permukaan yang lebih luas dan menyebabkan bergetarnya permukaan tersebut. Kian luas getaran permukaannya, maka kian keras suaranya. Ketika kita mencoba ragaman permukaan yang lain, seperti meja, bangku, papan tulis, dan jendela semua memunculkan hasil serupa. Beberapa permukaan dinding tembok juga memunculkan hasil serupa bila bukan terdiri dari beton atau bata. Beton atau tembok bata menyerap enerji, dan hanya akan

menghasilkan suara yang lemah atau bahkan tanpa suara. Peristiwa Megaphone Kotak Sampah. merupakan contoh lain bagaimana tekanan getaran menghasilkan suara yang lebih keras. Peganglah tempat sampah kosong dan bicaralah di muka corong tempat sampah tersebut. Suaramu akan terdengar seperti apa? Letakkan sebuah handphone ke dalam kotak keranjang sampah dan dengarkan deringan belnya. Apakah deringnya terdengar lebih keras?

Penyelidikan: 1. Mengamati kian kerasnya suara saat berbicara ke arah kotak keranjang sampah. 2. Membandingkan suara bel di dalam dan di luar kotak keranjang sampah. 3. Menyimpulkan bahwa kotak sampah itu serupa dengan megafon. 4. Menggeneralisasi bahwa terdapat hubungan positif permukaan yang bergetar degnan kerasnya suara. antara ukuran (keluasan)

B. Resonansi Banyaknya getaran obyek per detik dikenal sebagai frekuensi obyek. Satu

obyek akan bergetar secara paling baik hanya pada satu frekuensi yaitu pada frekuensi alami. Kita dapat mendengar bunyi alami dari setiap obyek dengan memukulkannya. Sumber energi dapat menyebabkan satu obyek bergetar meskipun getaran tersebut tidak pada frekuensi alami obyeknya. Apa yang terjadi ketika obyek itu bergetar pada frekuensi alaminya? Maka obyek tersebut akan beresonansi.

Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain. Syarat terjadinya resonansi adalah frekuensi yang sama dengan sumber getarnya. Ketika satu obyek beresonansi, maka bunyi yang ditimbulkannya akan terdengar lebih keras dari yang normal. Misal, bila kita membunyikan satu nada keras pada piano, maka kita akan mendengar jawaban piano dengan nada serupa. Hanya pada kawat yang tingkat getarannya sama dengan nada nyanyian yang akan beresonansi. Kawat-kawat itu akan bergetar cukup keras agar dapat didengar. Resonansi dapat dihasilkan dalam satu kolom udara dengan melakukan Peristiwa Menggetarkan Udara, yang dilakukan dengan cara:

Gambar 1. Percobaan Peristiwa menggetarkan udara Memegang garpu penala yang bergetar sebanyak 520 getaran per detik dengan jarak sekitar 1 atau 2 centimeter di atas permukaan atas terbuka dari satu silinder. Tegakkanlah silindernya, dan perlahan-lahan rendahkanlah ke dalam kontainer air yang dalam, sehingga hanya sekitar 12 sampai 14 centimeter dari silindernya yang berada di atas permukaan air. Kemudian gerakkan silinder itu ke atas dan ke bawah secara cermat pada ketinggian ini agar dapat menditeksi titik pengaruh terbesar. Apa yang dapat kita dengar? Penyelidikan yang dilakukan : 1. Mendengarkan suara dan mengira-ira (estimasi) peningkatan intensitasnya. 2. Bereksperimentasi dengan garpu tala melalui ragaman frekuensi. 3. Mengukur ketinggian pengaruh terbaik dari setiap garpu penala 4. Menyimpulkan adanya hubunan antara besaran (luas) garpu penala dengan panjangnya kolom udara yang bergetar. Dengan meninggikan dan menurunkan silindernya, akibatnya adalah kita mengubah panjang kolom udara di dalam silinder tersebut. Dengan cara ini kita dapat menentukan titik ketinggian akurat dari kolom udara yang akan

beresonansi bersama bunyi garpu penala. Misal, garpu penala dengan tingkat getaran 520 getaran per detik akan

beresonansi dalam kolom udara sekitar 12 sampai 14 sentimeter. Garpu penala dengan 260 getaran per detik akan memerlukan kolom udara yang tingginya dua kali lipat.

Contoh lain yang dapat diberikan adalah dengan menggunakan seorang anak di ayunan. Ayunan juga memiliki frekuensi alaminya sendiri, namun frekuensi itu amat rendah. Bila seorang anak mencoba memompa dengan cara acak, maka ayunannya tidak akan amat tinggi. Ayunan tersebut sekedar bergerak

secara acak dan berkelok dengan sendatan-sendatan. Ayunan yang dalam pergerakan lambat ini sebenarnya menggambarkan apa yang terjadi dengan resonansi. Energi masukan di desak-ulang sehingga

pengaruhnya bersifat kumulatif. Peristiwa Tiupan Badai topan, bekerja dengan cara serupa sebagaimana pada contoh ayunan. Peristiwa Meniupkan Topan! Apakah kita perlu mengambil dan membuang nafas dengan kekuatan bak angin topan agar dapat meniup buku besar dan berat? Temukan cara agar dapat menggoyang buku tanpa terlampau banyak tiupan.

Gambar 2. Percobaan meniupkan topan Penyelidikan : 1. Mengamati bahwa buku yang besar dan berat akan sedikit berayun setelah kita tiup. 2. Mengamati bahwa ayunan buku itu mengandung ritme alami. 3. Bereksperimentasi dengan tiupan dan pengaturan waktunya agar serentak dengan ayunan alami buku tersebut.

4. Menyimpulkan suara.

adanya hubungan antara ayunan buku dengan

kerasnya

Tiupan pada buku

dengan

hembusan acak hanya akan memunculkan

sentakan-sentakan pada buku. Maka lakukan penghembusan dengan rentang waktu yang tepat/benar, sesuai dengan pola ayunan alami, maka buku itu akan kian lebih tinggi.

C. Nada Suara merupakan alat musik tertua dan serbaguna. Suara manusia unggul dalam mengungkapkan perasaan dan jenis nada. Dengan suara yang dimiliki, penyanyi bebas mengungkapkan perasaannya melalui pilihan nada tertentu. Pengaruh frekuensi suara pada telinga dirujuk sebagai nada. Nada adalah gelombang bunyi yang frekuensinya teratur, sedangkan gelombang bunyi yang frekuensinya tidak teratur disebut desah. Ditinjau dari sudut lain, nada sekedar merujuk ke ketinggian atau kerendahan suara. Kian tinggi frekuensi, maka kian tinggi nadanya. Dalam musik kita mengenal adanya nada. Nada tinggi digunakan untuk bunyi tinggi dan nada rendah digunakan untuk bunyi rendah. Dalam musik, nada dikaitkan dengan not. Contohnya not C memiliki bunyi 262 getaran per detik, not E memiliki bunyi 327 getaran per detik. Manusia menciptakan alat musik dengan perubahan nada yang dimulai dari nada rendah ke tinggi. Yang penting untuk disadari adalah bahwa nada berbeda dengan volume. Suara dapat memiliki nada rendah meskipun volumenya tinggi, demikian pula sebaliknya. Tidak semua frekuensi dapat didengar oleh telinga. Manusia yang memiliki pendengaran sempurna dapat mendeteksi suara dengan rentang 20 sampai 20.000 geteran perdetik. Dalam beberapa hal anak memiliki pengetahuan yang nyaris intuitif mengenai nada. Nampaknya mereka tahu bahwa obyek yang besar menghasilkan suara rendah bila dibandingkan dengan obyek yang lebih kecil. Nada satu dari satu

obyek bergantung pada ragaman faktor. Untuk instrumen senar faktor tersebut adalah: (1) panjang (2) diameter (atau ketebalan) (3) tegangan (atau keketatan) Faktor ini dapat ditunjukkan percobaan ini yaitu dengan cara: dengan Peristiwa Paradok Gelang Karet,

Gambar 3. Peristiwa Paradok Gelang Karet Pertama, memperkenalkan peristiwanya dengan mengarahkan perhatian pada hubungan antara ukuran (besaran) instrumen dan nada iramanya. Instrumen yang besar memiliki suara rendah, instrumen kecil bersuara tinggi. Menggunakan gelang karet untuk mewakili kawat dengan ragaman panjang. Petiklah gelang karet itu ketika dalam kondisi agak merentang, lalu panjangkan dan petiklah lagi. Dalam posisi mana gelang karet memiliki suara tertinggi? Apakah kegiatan tersebut sesuaidengan instrumennya? Penyelidikan: 1. Menguji untuk dapat menemukan terjadinya nada yang lebih tinggi ketika gelang itu panjang alih-alih pendek. 2. Amati adanya perubahan kecil dalam diameter karet ketika dalam kondisi merentang. 3. Menyimpulkan bahwa karet gelang bergantung pada faktor-faktor panjang. Pada awalnya peristiwa tersebut di atas dapat membingungkan siswa. Hal ini karena nampak bertentangan dengan prinsip panjang. Ketika gelang karet kian selain

panjang, maka nada menjadi kian tinggi, bukannya kian rendah.

Ini hanya

merupakan lawan dari apa yang harusnya diharapkan. Pencermatan lebih rinci akan memberikan beberapa isyarat bagi siswa. Mereka kerap memperhatikan bahwa hal-hal lain terjadi pula pada gelang karet ketika ditarik. Tak hanya lebih panjang, melainkan juga (1) kian tipis dan (2) kian tegang. Panjang itu sendiri akan merendahkan nadanya, tapi dalam kegiatan ini panjang tidak terjadi dengan sendirinya. Meningkatnya tegangan dan

berkurangnya ketebalan melampaui pengaruh panjang karet. Peristiwa ini akan menunjukkan pentingnya mengendalikan variabel dalam satu eksperimen. Bila terdapat lebih dari satu variabel , maka tak mungkin mengetahui variabel mana yang mempengaruhi hasil satu eksperimen. Contoh peristiwa lain yang berkaitan dengan nada adalah percobaan dengan menggunakan botol. Peristiwa ini dapat kita beri nama Peristiwa Botol-botol yang membingungkan.

Gambar 4. Peristiwa botol-botol membingungkan

Merupakan kegiatan lain yang juga mengejutkan ketika pertamakali disajikan. Ketika meniupkan udara pada beberpa botol agar menghasilkan nada, maka botol yang berisi air akan memberi nada tinggi. Sebaliknya dengan botol yang kosong. Namun ketika dipukul dengan pensil atau batang kayu lain, suara yang dihasilkan adalah sebaliknya. Prinsip apa yang mengatur suara itu? Apakah prinsip tersebut saling

bertentangan? Jawabannya tidak sama sekali. Hal yang perlu diingat adalah

10

bahwa kian banyak terdapat sesuatu, akan kian rendah bunyinya, sebaliknya kian sedikit terkandung sesuatu di dalamnya, akan kian tinggi bunyinya. Ketika ditiup, udara bergetar, dan kian besar kolom udara (botol kosong) akan mengahasilkan bunyi rendah. Ketika dipukul, botol dan isinya akan bergetar dan lagi-lagi kian lebih besar massa (botol berisi) akan menghasilkan bunyi rendah. Hanya massanya yang berubah, bukan prinsip suaranya. Ada lebih banyak kegiatan yang menunjukkan variasi dalam nada. Kegiatan itu meliputi : 1. Indikator nada yang terdapat pada gigi sisir. Gesekan pensil pada gigi sisir. Kian cepat gerakan pensil kian tinggi nadanya. 2. Indikator nada gergaji. Penggunaan gergaji tangan pada papan. Kian cepat penggergajian kian tingi nadanya.. 3. Indikator nada penggaris plastik. Letakkan penggaris plastik sehingga memanjang pada tepi meja, petikan dan perhatikan nadanya. Kian panjang bagian yang menonjol dari meja, kian rendah nada yang dihasilkan. 4. Indikator nada dari tumpahnya air. Tuangkan air ke dalam kontainer. Perhatikan ketika kontainer itu penuh, nadanya menjadi lebih tinggi. Dalam artian ilmiah ketat, nada musik merupakan suara yang dihasilkan oleh getaran reguler dari sesuatu benda. Dalam artian informalnya, biasanya terasa bahwa musik harus mengandung kualitas tertentu yang menyenangkan. Pada umumnya, komposisi musik mengandung (1) melodi (disebut juga

irama), pengaruh rangkaian not tunggal ; (2) ritme, pola penentuan waktu; dan (3) harmoni, pengaruh menyenangkan dari dua atau lebih not yang terdengar serentak. ( pengaruh tak menyenangkan dari dua atau lebih not yang terdengar serentak disebut discord). Instrumen musik dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama: perkusi, senar, dan angin (tiup). Instrumen perkusi menghasilkan suara melalui pukulan. Instrumen bersenar menghasilkan suara melalui petikan atau gesekan, misalnya pada alat musik gitar. Instrumen angin menghasilkan suara dengan menggetarkan 11

kolom udara, misalnya pada alat musik terompet. Instrumen angin ini dikelompokan lagi menjadi tiga sub kelompok : flute (suling), horns (terompet), dan reeds (buluh). Kualitas musik adalah karakteristik musik yang menjadikannya enak didengar telinga. Pengaruh kualitas dalam bicara dapat ditunjukkan dengan meminta siswa mengatakan spring is coming. Pertama-tama, minta siswa untuk mengatakan kata-kata tersebut secara normal. Kemudian minta seorang anak mengatakan katakata itu seraya memencet hidungnya. Apakah kualitas suaranya berubah? Cara lain untuk dapat menunjukan pentingnya mulut, gigi, bibir, lidah, dan hidung pada kualitas bicara termasuk mengatakan alfabet (1) tanpa membuka mulut, (2) tanpa menutup mulut seseorang; dan (3) tanpa sentuhan antara lidah dengan gigi.

12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi kerasnya suara. Sebagian besar faktor ini terdapat dalam daftar berikut : 1. Energi yang dikeluarkan untuk membuat suara. (Misalnya, memukul gong lebih keras, dan akan menghasilkan suara yang lebih keras) 2. Jarak dari sumber suara sampai ke si pendengar. Diterapkan aturan kuadrat terbalik: bila terjadi peningkatan jarak dengan faktor 2, maka bunyi kerasnya hanya seperempat kalinya. Bila jaraknya tiga kali jauhnya, maka suaranya hanya sekeras sepersembilannya. Apa hasil pecahannya bila jarak itu empat kali lipat? ( jawab :seperenambelas) 3. Permukaan bidang yang bergetar. Semakin luas bidang getarannya, maka kian keras suaranya. Ini merupakan faktor penting dalam pembahasan mengenai tekanan getaran (vibrasi) untuk mengikuti bagian akhir bab ini. 4. Resonansi suatu obyek. Yaitu, kemampuan segala sesuatu untuk

menggetarkan dengan menyerap enerji pada frekuensi alaminya sendiri. Sumber energi dapat menyebabkan satu obyek bergetar meskipun getaran tersebut tidak pada frekuensi alami obyeknya. Obyek yang bergetar pada

frekuensi alaminya disebut beresonansi. Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain. Syarat terjadinya resonansi adalah frekuensi yang sama dengan sumber getarnya. Ketika satu obyek beresonansi, maka bunyi yang ditimbulkannya akan terdengar lebih keras dari yang normal. Suara merupakan alat musik tertua dan serbaguna. Suara manusia unggul dalam mengungkapkan perasaan dan jenis nada. Nada adalah gelombang bunyi yang frekuensinya teratur, sedangkan gelombang bunyi yang frekuensinya tidak

13

teratur disebut desah. Pengaruh frekuensi suara pada telinga dirujuk sebagai nada. Ditinjau dari sudut lain, nada sekedar merujuk ke ketinggian atau kerendahan suara. Kian tinggi frekuensi, maka kian tinggi nadanya. Dalam musik kita mengenal adanya nada. Nada tinggi digunakan untuk bunyi tinggi dan nada rendah digunakan untuk bunyi rendah.

B. Saran Seorang guru haruslah mampu memahami karakteristik belajar siswanya. Jadi ia seharusnya guru tidak hanya berceramah saja dan siswa hanya mendengarkan, tetapi juga melakukan kegiatan lain, seperti melakukan percobaan. Karena dengan melakukan demonstrasi siswa akan tertarik dan pembelajaran di kelas tidak terasa monoton dan membosankan. Sehingga guru harus lebih kreatif dalam mengemas suatu pembelajaran.

14

DAFTAR PUSTAKA

Riedl, Alfred E. 1991. Teaching Science to Children Integrated Approach Second Edition. New York: Mc Graw-Hill.

Hendro Darmodjo. 1992. Pendidikan IPA 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Saeful Karim dkk. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Yanti Herlanti dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas 4 Sekolah Dasar. Jakarta: Quadra Yudhistira.

15

Anda mungkin juga menyukai