Definisi Wilayah
Dalam membahas perencanaan wilayah, yang eprtama kali harus dibahas adalah pengertian
mengenai perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah terdiri atas dua kata, yaitu perencanaan
dan wilayah. Perencanaan sebetulnya suatu kata yang sangat tidak asing. Boleh dikatakan
semua orang serta semua badan, baik itu badan pemerintahan maupun swasta, melakukan
perencanaan.
Secara formal dapat didefinisikan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan yang tepat. Tindakan dikatakan tepat apabila sesuai dengan tujuan. Jadi,
perencanaan berhadapan dengan pertanyaan apa tujuan yang akan dicapai dan bagaimana
cara mencapainya. Dengan demikian, pilihan-pilihan yang harus dilakukan dalam proses
perencanaan terdiri atas tiga tahap. Yang pertama adalah pemilihan tujuan dan kriteria, yang
kedua adalah identifikasi dari alternatif yang sejalan dengan tujuan tersebut, dan yang ketiga
adalah pemilihan pedoman dari tindakan menuju tujuan tersebut (Davidoff dan Reine,1973:1).
Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai masalah sosial dan ekonomi. Perencanaan
berorientasi ke masa depan, sangat memikirkan hubungan antar tujuan dengan keputusan
bersama dan mengusahakan kekomprehensifan di dalam kebijakan dan program
(Friedman,1965:63).
Lebih rinci lagi, mengadopsi definisi operasional perencanaan yang didefinisikan oleh Fiedman
dalam bukunya yang terkenal, Planning in the public domain, perencanaan dapat didefinisikan
sebagai kegiatan yang melibatkan tahapan berikut :
Konsep memandang wilayah sebagai cara untuk mengklasifikasi berkembang sesuai dengan
kemajuan ekonomi. Dulu ketika ekonomi masih berupa sistem pertanian yang sederhana,
wilayah dipandang sebagai wilayah formal yang didefinisikan berdasarkan homogenitas. Fase
selanjutnya melihat wilayah sebagai wilayah fungsional dengan perhatian pada independensi.
Interaksi antar bagian-bagian wilayah didefinisikan berdasarkan hubungan fungsional (Glasson,
1978: 38).
Suatu wilayah formal adalah wilayah yang terbentuk berdasarkan kriteria homogenitas. Pada
awalnya homogenitas ini berdasarkan kriteria fisik dan berkaitan dengan konsep geografi,
misalnya topografi, iklim dan vegetasi. Kemudian homogenitas bergeser ke kriteria ekonomi,
misalnya wilayah yang homogen dilihat dari aktivitas pertanian maupun aktivitas industrinya.
Menetukan batas (deliniasi wilayah) kawasan ini dapat dilakukan misalnya dengan melihat
kesamaan dalam karakteristik ekonomi, seperti persentase penduduk petani terhadap seluruh
penduduk, kesamaan tingkat penghasilan penduduk, penggunaan tanah yang dominan, dan
sebagainya.
Suatu wilayah fungsional adalah suatu wilayah yang didefinisikan berdasarkan kriteri tertentu
serta memperlihatkan suatu hubungan fungsional atau interdependensi antara bagian-
bagiannya. Karena interdependensi ini biasanya terikat oleh suatu node (pusat), seringkali
wilayah ini disebut sebagai wilayah nodal atau wilayah terpolarisasi yang terdiri atas unit-unit
yang heterogen, seperti kota besar, kota kecil, dan permukiman.
Menentukan batas wilayah (deliniasi wilayah ) fungsional atau wilayah nodal ini dapat
dilakukan, misalnya dengan melihat besarnya volume lalu lintas. Apabila volume lalu lintas
masih besar berarti wilayah tersebut masih terikat denagn wilayah fungsional. Sebagai contoh
dapat dilihat pada gambar berikut :
Kota B,C,D, dan K jelas termasuk kedalam wilayah fungsional yang berpusat di Kota A.
Demikian juga kota E dan I walaupun ikatannya sudah lebih lemah. Kota G,I dan J sudah tidak
dapat dimasukkan lagi ke dalam wilayah fungsional karena interaksinya sudah sangat lemah.
Kota F dan H, walaupun interaksinya lemah, masih dapat masuk kedalam wilayah ini karena
letak geografisnya.
Analisis mengenai wilayah formal dan fungsional diatas menunjukan bahwa penetuan wilayah
secara subjektif bukanlah tujuan akhir. Penentuan wilayah hanyalah alat untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian wilayah formal dan wilayah fungsional dapat menjadi kerangka
penentuan klasifikasi ketiga dari wilayah subjektif, yaitu wilayah perencanaan (planning region).
Boudeville mendefinisikan wilayah perencanaan atau disebut juga sebagai wilayah
pemograman (programming region) sebagai suatu wilayah yang memperlihatkan keterkaitan
atau kesatuan atas keputusan-keputusan ekonomi.
Jadi sebagai kesimpulan menurut pandangan subjektif dikenal tiga klasifikasi wilayah, yaitu
wilayah formal atau disebut juga sebagai wilayah homogen, wilayah fungsional atau disebut
juga sebagai wilayah nodal atau wilayah interdependensi, serta wilayah perencanaan atau
wilayah pemrograman.
Selain istilah wilayah, terdapat beberapa istilah lain yang menunjukan kesatuan ruang, seperti
zona, kawasan dan daerah. Semua istilah ini menunjukan kesatuan ruang, akan tetapi
pengertiannya berbeda satu sama lain.
Zona adalah area yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari ruang sekelilingnya.
Misalnya, zona industri, yaitu ruang yang sebagian besar lokasinya digunakan untuk bangunan
industri atau penunjangnya (Richardson,1978:18). Secara umum wilayah didefinisikan sebagai
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait, yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan batas administratif maupun fungsional, misalnya kawasan
industri dan kawasan perdagangan karena mempunyai fungsi dominan yang sama, sedangkan
daerah adalah wilayah yang ditentukan berdasarkan batas administratif. Dengan demikian,
daerah sebenarnya merupakan istilah Indonesia untuk menunjuk konsep wilayah administratif,
dan kawasan untuk konsep wilayah fungsional. Pengertian wilayah yang mencakup konsep
wilayah homogen, fungsional, administratif, dan perencanaan tentu saja dapat mencakup
pengertian daerah dan kawasan.
Dalam perencanaan wilayah haruslah tergambar bagaimana keadaan penduduk pada masa
datang terutama penyebarannya serta keadaan sosial ekonominya. Karena keadaan ini,
bersama-sama dengan keadaan sumberdaya alam yang ada, berpengaruh terhadap kegiatan-
kegiatan ekonomi yang akan terjadi serta lokasinya. Lokasi ini harus dapat digambarkan dalam
suatu pola penggunaan lahan. Selain peta penggunaan lahan, dokumen perencanaan juga
dilengkapi dengan peta sistem kota, jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota tersebut, serta
jaringan prasarana, seperti jaringan listrik, telekomunikasi, bila ada irigasi dan sebagainya.
Dalam Bab III Pasal 5 diberikan penjelasan dari klasifikasi tersebut, yaitu penataan ruang
berdasarkan sistem, terbagi atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang
berdasarkan fungsi utama wilayah terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terbagi atas penataan ruang nasional,
penataan ruang provinsi dan penataan ruang kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan
kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang
kawasan pedesaan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan
ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Salah satu tujuan utama didalam perencanaan wilayah adalah mengurangi kesenjangan.
Kesenjangan sendiri merupakan hal yang wajar apabila satu wilayah berkembang lebih tinggi
dari wilayah lainnya. Persoalan timbul apabila perbedaan ini sudah terlalu besar dari wilayah
lainnya, maka pengembangan wilayah tersebut akan menjadi sulit. Tujuan lain dari
perencanaan wilayah adalah pengintegrasian ekonomi wilayah kedalam sistem ekonomi
nasional. Dalam sistem ekonomi nasional yang terintegrasi, terbentuk ruang ekonomi yang
memiliki sistem kota yang mempunyai interdependensi, spesialisasi ruang atas fungsinya
masing-masing seta terintegrasinya pasar kedalam pasar nasional.
Tujuan selanjutnya adalah efisiensi dalam penentuan lokasi aktivitas. Hal ini berarti bahwa
dalam pemilihan lokasi oleh swasta tidak terlalu jauh berbeda dari lokasi yang diinginkan oleh
pemerintah. Atau, agar swasta berinvestasi disuatu wilayah, tidak perlu subsidi yang terlalu
besar untuk keefektifan. Tujuan berikutnya adalah alokasi investasi di wilayah haruslah
diarahkan agar didapat kesempatan untuk perkembangan ekonomi nasional lebih lanjut. Hal ini
perlu karena ekonomi wilayah tidak mungkin berkembang tanpa perkembangan ekonomi
nasional yang memadai. Jadi, pertimbangan perkembangan ekonomi nasional yang berlanjut,
haruslah menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan wilayah. Tujuan yang terakhir
adalah didapatnya keseimbangan antarwilayah, paling itdak untuk mencapai stabilitas nasional,
sehingga dapat menjadi pendukung pertumbuhan nasional (Friedman dan Alonso, 1974:113).
Semua tujuan diatas sudah tentu tidak dapat dicapai sekaligus dalam perencanaan swilayah.
Untuk tiap-tiap wilayah terdapat tujuan yang diprioritaskan. Untuk mencapai tujuan yang
diprioritaskan, seringkali tujuan-tujuan yang lain harus mengalah (Friedman dan
Alonso,1965:113)
Teori pertumbuhan dan perkembangan wilayah mempunyai banyak perbedaan dengan teori
pertumbuhan ekonomi secara umum. Teori pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, yang
biasanya membahas teori pertumbuhan dan perkembangan negara, mempunyai asumsi-
asumsi yang spesifik, misalnya ekonomi negara adalah ekonomi tertutup. Di wilayah sudah
pasti asumsi ini tidak mungkin berlaku. Akan tetapi, pada beberapa prinsip terntentu, kedua
teori pertumbuhan tersebut banyak persamaannya. Berikut merupakan penjelasan dari teori-
teoripertumbuhan dan perkembangan wilayah yang dikenal saat ini.
1. Teori Neoklasik
Teori ini dikembangkan dan banyak dianut oleh ekonom regional dengan mengembangkan
asumsi Neoklasik. Tokohnya adalah Harry W. Richradson (1973) dalam bukunya Regional
Economic Growth. Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan wilayah tergantung tiga faktor
yaitu tenaga kerja, ketersediaan modal (investasi), dan kemajuan teknologi (eksogen,
terlepas dari faktor investasi dantenaga kerja). Semakin besar kemampuan wilayah dalam
penyediaan 3 faktor
tersebut, semakin cepat pertumbuhan wilayah.Selain tiga faktor di atas, teori ini
menekankan pentingnya perpindahan (mobilitas) faktor produksi, terutama tenaga kerja dan
modal (investasi) antar wilayah, dan antar negara. Pola pergerakan ini memungkinkan
terciptanya keseimbangan pertumbuhan antar wilayah (Ingat paradigma keseimbangan
regional-red). Sebagai antitesis dari teori Neoklasik yang percaya adanya keseimbangan
wilayahmuncul teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah, yang intinya tidak percaya
pada mekanisme pasar, karena akan semakin memperburuk ketimpangan wilayah(Ingat
paradigma ketidakseimbangan regional-red). Mryrdall adalah tokohnya, melalui Teori
Penyebab Kumulatif atau Cummulative Caution Theory yang mengungkapkan 2 kekuatan
yang bekerja pada proses pertumbuhan wilayah, yaitu efek sebar (spread effect) yang
bersifat positip, dan efek balik yang negatif (backwash effect). Efek kedua lebih besar
dibanding yang pertama.
Pertumbuhan output wilayah ditentukan oleh peningkatan produktivitas (merupakan output
dari 3 faktor Neoklasik). Kuncinya adalah produktivitas, selanjutnya berpengaruh terhadap
ekspor wilayah. Semakin tinggi produktivitas semakin berkembang, sehingga wilayah lain
akan sulit bersaing. Pentingnya produktivitas ini juga digunakan untuk menjelaskan siklus
kemiskinan, yang berawal dari (1) produktivitas rendah, ke (2) kemiskinan, (3) pendapatan
rendah, (4) tabungan, (5) kekurangan modal (investasi), kembali ke no (1), dan seterusnya.
2. Teori Export Base atau Economic Base
Teori ini dikemukakan Douglass C. North tahun 1964, merupakan perluasan dari teori
reources endowment. Teori ini mengatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam
pertumbuhan wilayah, karena sektor ekspor dapat memberikan kontribusi yang penting,
tidak hanya kepada ekonomi wilayah tapi juga ekonomi nasional. Kalau teori pertama lebih
berorientasi pada inward looking (strategi ke dalam), maka teori ekspor base
mengandalkan pada kekuatan permintaan eksternal (outward looking). Wilayah dengan
tingkat permintaan yang tinggi akan menarik investasi (modal) dan tenaga kerja. Kegiatan
ekspor akan mempengaruhi keterkaitan ekonomi ke belakang (kegiatan produksi) dan
kedepan pada sektor pelayanan (service). Dengan kata lain, kegiatan ekspor secara
langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksidan pendapatan wilayah. Syarat
utama bagi pengembangan teori ini adalah sistem wilayah terbuka, ada aliran barang,
modal, teknologi antar wilyah, dan antarawilayah dengan negara lain.
3. Jenis-Jenis Perencanaan
Jenis-jenis perencanaan dapat dilihat dari berbagai sisi. Ada yang melihat dari
perbedaan isinya. Ada yang melihat dari sudut visi perencanaan. Ada yang melihat dari
perbedaan luas pandang (skop) atas bidang yang direncanakan. Ada yang melihat dari
institusi yang dilibatkan dan wewenang dari masing-masing institusi yang terlibat. Ada
yang melihat dari sudut pengelolaan atau koordinasi antarberbagai lembaga, ada pula
yang merupakan gabungan antarberbagai unsur yang telah disebutkan. Ada yang
mengategorikannya sebagai jenis perencanaan, tetapi ada pula yang
mengategorikannya sebagai tipe-tipe perencanaan. Jenis atau tipe perencanaan dapat
berbeda diantara satu negara dengan negara lain, juga bahkan diantara satu sektor
dengan sektor lain dalam satu negara. Hal ini berarti dalam suatu negara akan ada
kombinasi dari berbagai jenis perencanaan tergantung kondisi lingkungan dimana
perencanaan itu diterapkan.
Atas dasar berbagai kriteria diatas, dapat ditetapkan skala prioritas tentang sektor/komoditi
apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai.
Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah,
karena keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.
Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas aktivitas yang
akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan ruang dimasa
yang akan datang. Analisis regional (spasial) didasarkan pada anggapan bahwa
perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa
orang (juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik suatu daerah yang lebih kuat
dari daerah lain. Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah
sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya
tariknya masing-masing. Hal ini yang membuat mereka saling menjalin hubungan untuk
mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi, perlu dilihat dan dianalisis dinamisme
pergerakan dari faktor-faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak daru suatu daerah ke
daerah lain. Daya tarik itu sendiri berupa potensi dan peluang yang lebih tinggi di suatu
daerah disbanding dengan daerah lain.
Struktur ruang adalah hierarki di antara atau lokasi berbagai kegiatan ekonomi. Analog
antara struktur organisasi dengan struktur ruang dapat dikemukakan pada bagan berikut
ini.
Dari bagan diatas dapat ditarik analog antara struktur organisasi dengan struktur ruang.
Masing- masing memiliki hierarki. Didalam struktur organisasi tingkat hierarki menggambarkan
besarnya kekuasaan/kewenangan sedangkan dalam struktur hierarki menggambarkannya
besarnya daya tarik atau luasnya wilayah pengaruh. Garis penghubung dalam struktur
organisasi adalah alur perintah dan pelaporan sedangkan dalam struktur ruang hal ini terkait
dengan jarak dan daya tarik dimana daya tarik dipengaruhi oleh potensi masing-masing lokasi
dan jarak yang menghubungkan dua potensi.
Struktur ruang merupakan pembangkit berbagai aktivitas di dalam wilayah dan sangat
berpengaruh dalam menentukan arah penggunaan lahan di masa yang akan datang. Atas
dasar kondisi struktur ruang dan penggunaan lahan saat ini serta kaitan suatu wilayah terhadap
wilayah tetangga, dapat diperkirakan arus pergerakan orang dan barang di wilayah tersebut.
Perencanaan wilayah adalah perencanaan mengubah struktur ruang ata mengubah
penggunaan lahan kea rah yang diinginkan dan memperkirakan dampaknya terhadap wilayah
sekitarnya termasuk wilayah tetangga.
Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena investasi pemerintah
atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi investasi swasta perlu mendapat izin
pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan struktur tata ruang atau
penggunaan lahan yang menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran
pembangunan. Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat,
penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan wilayah, terciptanya sturktur
perekonomian yang kokoh, terjaganya kelestarian lingkungan, serta lancarnya arus pergerakan
orang dan barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.
Pendekatan regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum terjawab
apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral seperti berikut ini:
Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan
tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada
masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut
seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses
perencanaan tersebut. Landasan penataan ruang wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang
Penataan Ruang (UUPR) Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang
wilayah dilakukan pada tingkat nasional (rencana tata ruang wilayah nasional), tingkat provinsi
(rencana tata ruang wilayah provinsi disingkat RTRW provinsi), dan pada tingkat kabupaten
(RTRW Kabupaten). Setiap rencana tata ruang haurs mengemukakan kebijakan makro
pemanfaatan ruang berupa :