Anda di halaman 1dari 9

BAB I

ABSTRAK

A.ABSTRACT

Statua Rwanda created to handle cases of gross violations of ham that


occurred in Rwanda in particular crimes of genocide committed by high officials
on trial negara.Kasus of cases of gross violations of ham concerning
discrimination and ethnic or tribal massacres that occurred in the territory of
Rwanda.

Statua Rwanda dibuat untuk menangani kasus pelanggaran berat ham


yang terjadi di Rwanda khususnya kejahatan genosida yag dilakukan oleh Pejabat
tinggi negara.Kasus yang diadili berupa kasus pelanggaran berat ham yang
menyangkut diskriminasi dan pembantaian etnis atau suku yang terjadi di wilayah
Rwanda saja.

B.RUMUSAN MASALAH

1.Apa Maksud dari ICTR Rwanda?


BAB II

PEMBAHASAN

INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL FOR RWANDA

A.PASAL 1:Kompetensi Pengadilan Internasional Untuk Rwanda

Pengadilan Internasional untuk Rwanda akan memiliki kekuatan untuk


menuntut orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran yang serius
dalam hukum humaniter internasional yang dilakukan di wilayah Rwanda dan
kepada warga negara Rwanda yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut
dilakukan di wilayah tetangga Serikat antara 1 Januari 1994 dan 31 Desember
1994, sesuai dengan ketentuan Statuta ini.

Yang dimaksudkan didalam pasal satu ini adalah ICTR(International


Criminal Tribunal for Rwanda) merupakan suatu yuridiksi yang dibuat khusus
untuk Rwanda guna menumpas segala bentuk pelanggaran berat HAM yang
terjadi di wilayah Rwanda dan di wilayah Serikat Rwanda.Dari berbagai
pandangan dan jika mencari substansi uraian pada setiap karya ilmiah yang
membahas Pelanggaran Berat HAM,dapat ditarik kesimpulan bahwa kata
berat itu lebih mengacu pada tiga hal yang bersifat kumulatif,yaitu: (a)
menunjuk pada seriusnya perbuatan atau tindakan,baik dalam jenis perbuatan,cara
maupun metode tindakan; (b) akibat yang ditimbulkan; dan (c) pada jumlah
korban.Pembedaan hak-hak dalam kategori derogable dan non-derogable adalah
contoh pembedaan berdasarkan seriusnya suatu kejahatan kemanusiaan dibanding
kejahatan kemanusiaan lainya.1

2.PASAL 2: Genosida

1. Pengadilan Internasional untuk Rwanda akan memiliki kekuatan untuk


menuntut orang-orang melakukan genosida sebagaimana didefinisikan dalam ayat
2 pasal ini atau melakukan tindakan-tindakan lain yang disebutkan dalam ayat 3

1
Dr.Suparman Marzuki,Pengadilan HAM Di Indonesia,Penerbit Erlangga:2012,Jakarta.hlm 41
dalam pasal ini.2.Genosida berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian,negara, etnis, ras
atau agama.

Genosida adalah pembunuhan besar besaran secara berencana dan


sistematis terhadap suatu suku bangsa atau ras tertentu.Maka fenomena ini juga
dapat disebut sebagai kejahatan paling jahat:pelanggaran yang paling keji
terhadap hak hidup manusia!2Masalah-masalah yang lebih sukar timbul apabila
pihak yang mengancam dengan teror kematian itu(atau ikut di dalamnya) adalah
negara itu sendiri.Korban potensial dalam kasus-kasus seperti itu lalau terpksa
mencari perlindungan,bukan kepada pemerintah mereka sendiri lagi,akan tetapi
pada masyarakat Internasional.3Dengan pernyataan itu,maka Rwanda mendapat
yuridiksi dari PBB untuk melakukan penindaklanjutan hukum bagi pelanggar
HAM berat di wilayah Rwanda sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat
Rwanda.

3.PASAL 3 : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Pengadilam internasional Rwanda mempunyai kekuasaan untuk


mengadili orang yang bertanggung jawab untuk penduduk atas dasar
nasional,politik,etnis,ras,atauagama:a.Pembunuhan,b.Pemusnahan,c.Perbudakann,
d.Deportasi/Pembuangan,e.HukumanPenjara,f.Penyiksaan,g.Pemerkosaan,h.Peng
aniayaan atas dasar politik rasial/agama,i.Tindakan tidak manusiawi lainya

Begitu kudusnya ide hukum humaniter.di mana manusia,terutama dalam keadaan


emosional yang sangat tinggi menghadapi lawan,diharapkan mampu menghadapi
dengan mengedepankan akalal budi (hati nurani).Dari sini,Milan Bartos
mengemukakan bahwa hukum humaniter menmpunyai cabang lagi,yaitu hukum
damai(law of peace) yang terdiri atas beragam instrumen
hukum/konvensi,konvenan,trakktat,dan perjanjian internasional lainya sebagai

2
Peter Davies,Hak-Hak Asasi Manusia Sebuah Bunga Rampai,Yayasan Obor
Indonesia:1994,Jakarta.hlm77
3
Ibid,hlm 78
pelindung manusia.4 Dalam hal humaniter ini diatur juga dalam konvensi
jenewa,Konvensi Jenewa yang disebut juga hukum humaniter mengatur pula
anggota militer yang sedang istirahat/tidak ikut berperang dan yang tidak lagi
turut serta (hirs de combat/out of action),karena luka,sakit,dan sebagainya.Dalam
arti luas melindungi penduduk sipil di daerah-daerah yang diduduki lawan serta
mengatur pula orang-orang yang tertawan(baik sipil maupun orang yang tidak lagi
aktif dalam permusuhan).5

4.PASAL 4 : Pelanggaran Pasal 3 Umum Untuk Konvensi Jenewa Dan Protokol


Tambahan II

Pengadilan internasional Rwanda akan memiliki kekuatan untuk


menuntut orang orang yang melakukan tindakan tidak manusiawi untuk
berkomitmen mengenai pelanggaran serius dari Pasal 3 umum untuk konversi
jenewa pada 12 Agustus 1949 untuk perlindungan korban perang dan tambahan
protokol II tanggal 8 Juni 1977...

Pada Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa menekankan pada landasan


bagi dihormatinya seseorang manusia dalam peristiwa sengketa bersenjata yang
bersifat bukan internasional.Berdasar pada Protokol II ini dimaksudkan bahwa
terjadi Kejahatan kemanusiaan dan Genosida serta Pelanggaran berat HAM
Rwanda dapat melakukan perlindungan atas dasar Konvensi Jenewa di dalam
lingkup negara Rwanda sendiri,tidak harus ada pengkhususan sengketa itu harus
internasional.6
5.PASAL 5 :Yuridiksi Pribadi

Pengadilan Internasional untuk Rwanda harus memiliki yurisdiksi atas


subyek hukum sesuai dengan ketentuan Statuta ini.

6.PASAL 6: Tanggung Jawab Pidana Individu

4
Prof.A.Mahsyur Effendi,S.H.,M.S.,HAM Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis,Sosial,Politik,Ghalia
Indonesia:2010,Bogor.hal 224
5
Ibid, hlm 208-209
6
Pendapat Kelompok ICTR-Rwanda IH-A
1. Orang yang merencanakan, menghasut, memerintahkan,
melakukan atau membantu dan bersekongkol dalam perencanaan, persiapan atau
pelaksanaan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam artikel 2 sampai 4
dari Statuta ini, akan bertanggung jawab secara individu atas kejahatan itu.

2. Posisi resmi dari setiap orang yang dituduh, apakah sebagai Kepala
Negara atau Pemerintah atau sebagai pejabat pemerintah yang bertanggung jawab,
tidak akan membebaskan orang tersebut dari tanggung jawab pidana atau
mengurangi hukuman.

3. Fakta bahwa salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam artikel 2


sampai 4 dari Statuta ini dilakukan oleh sebuah bawahan tidak membebaskan
atasannya dari tanggung jawab pidana jika dia tahu atau punya alasan tahu bahwa
bawahan itu mau melakukan tindakan semacam itu atau telah melakukannya dan
atasan tidak mengambil tindakan yang diperlukan dan masuk akal untuk
mencegah tindakan tersebut atau menghukum pelakunya.

4. Fakta bahwa orang yang dituduh bertindak sesuai dengan perintah dari
Pemerintah atau dari atasan tidak akan meredakan dia dari tanggung jawab
pidana, tetapi dapat dipertimbangkan dalam mitigasi hukuman jika Pengadilan
Internasional untuk Rwanda menentukan bahwa keadilan sehingga membutuhkan.

1. Orang yang merencanakan, menghasut, memerintahkan, melakukan


atau membantu dan bersekongkol dalam perencanaan, persiapan atau pelaksanaan
suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam artikel 2 sampai 4 dari Statuta
ini, akan bertanggung jawab secara individu atas kejahatan itu.

2. Posisi resmi dari setiap orang yang dituduh, apakah sebagai Kepala
Negara atau Pemerintah atau sebagai pejabat pemerintah yang bertanggung jawab,
tidak akan membebaskan orang tersebut dari tanggung jawab pidana atau
mengurangi hukuman.

3. Fakta bahwa salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam artikel 2


sampai 4 dari Statuta ini dilakukan oleh sebuah bawahan tidak membebaskan
atasannya dari tanggung jawab pidana jika dia tahu atau punya alasan tahu bahwa
bawahan itu mau melakukan tindakan semacam itu atau telah melakukannya dan
atasan tidak mengambil tindakan yang diperlukan dan masuk akal untuk
mencegah tindakan tersebut atau menghukum pelakunya.

4. Fakta bahwa orang yang dituduh bertindak sesuai dengan perintah dari
Pemerintah atau dari atasan tidak akan meredakan dia dari tanggung jawab
pidana, tetapi dapat dipertimbangkan dalam mitigasi hukuman jika Pengadilan
Internasional untuk Rwanda menentukan bahwa keadilan sehingga membutuhkan.

7.PASAL 7 : Yuridiksi Teritorial dan Temporal

Yurisdiksi wilayah Pengadilan Internasional untuk Rwanda akan meluas


ke wilayah Rwanda termasuk permukaan tanah dan udara serta wilayah tetangga
Serikat sehubungan dengan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan
internasional yang dilakukan oleh warga Rwanda. yurisdiksi temporal Mahkamah
Internasional untuk Rwanda akan meluas ke periode yang dimulai pada 1 Januari
1994 dan berakhir pada 31 Desember 1994.

Dalam Yuridiksi Pengadilan Ham di Indonesia memiliki hal yang hampir


sama dengan yuridiksi Temporal dan Teritorial Rwanda,Indonesia memiliki
Temporal Juridiction( rationae Temporis) juga.Berlakunya UU No.26 Tahun 2000
adalah sejak udang-undang ini diundangkan,atau pada 23 November
2000.Meskipun demikian,berdasarkan Pasal 43 Ayat (1),dinyatakan
bahwa:pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum
diundangkanya undang-undang ini,diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM
ad-hoc.Ini berarti diberlakukan pula asas retroaktif atas penyelesaian kasus-kasus
pelanggaran HAM berat sebelum 23 November 2000,seperti kasus
pembumihangusan Timor Timur pascajarak pendapat 1999,kasus pembantaian
DOM aceh,kasus Tanjung Priok,Kasus Talangsari,dan kasus Trisakti,Semanggi I-
II.Pasal 43 ayat (1) dan (2) pernah diujimateriilkan oleh Abilio Jose Osorio Soares
ke Mahkamah Konstitusi,namun mayoritas hakim mahkamah konstitusi
berpendapat bahwa retroaktif bisa dijalankan terhadap kasus kasus kejahatan
paling serius sebagai extra ordinary crimes yang menjadi perhatian masyarakat
internasional.Menyangkut pelanggaran HAM yang berat masa lalu,pernah pula
dipersoalkan mengenai wewenang DPR dan keputusan Presiden melalui
Mahkamah Konstitusi,yang mana kedua lembaga non-yudisial tersebut
mempengaruhi pembentukan pengadilan HAM add-hoc.Sebelum putusan MK
No.18/PUU-V/2007,pengaturan kasus-kasus masa lalu,haruslah ditempuh melalui
DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden,khususnya atas
dugaan pelanggaran HAM yang berat.Kontrol kekuasaan non-yudisial terjadi di
indonesia saat itu bisa dipahami karena suasana transisi politik pasca rezim
otoriter,yang kekuatan politiknya masih terlampau kuat di eksekutif dan
legislatif.7

Yuridiksi Teritorial(rationae loci).Pasal 5 UU No.26 Tahun 2005


menyatakan bahwa Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat di luar batas teritorial wilayah
negara indonesia.8

8.PASAL 8 : Yuridiksi Konkuren

1. Pengadilan Internasional untuk Rwanda dan pengadilan nasional


memiliki yurisdiksi konkuren untuk menuntut orang-orang yang melakukan
pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional yang dilakukan di
wilayah Rwanda dan warga Rwanda untuk pelanggaran tersebut dilakukan di
wilayah negara tetangga, antara 1 Januari 1994 dan 31 Desember 1994.

2. Pengadilan Internasional untuk Rwanda harus memiliki keunggulan atas


pengadilan nasional dari semua Negara. Di setiap tahap prosedur, Pengadilan
Internasional untuk Rwanda dapat secara resmi meminta pengadilan nasional
untuk tunduk kepada kompetensinya sesuai dengan Statuta ini dan Aturan
Prosedur dan Bukti dari Pengadilan Internasional untuk Rwanda.

7
Dr.Harifin A.Tumpa,S.H.M.H,Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di
Indonesia,Perenada Media Gruop:2010,Jakarta hlm xv
8
Ibid, hlm xvi
9.PASAL 9 : Non Bis In Idem

1. Seseorang harus diadili di depan pengadilan nasional untuk tindakan


yang merupakan pelanggaran serius internasional hukum humaniter di bawah
Statuta ini, yang ia telah diadili oleh Pengadilan Internasional untuk Rwanda.

2.Seseorang yang telah diadili di depan pengadilan nasional untuk


tindakan yang merupakan pelanggaran serius hukum humaniter internasional
dapat kemudian diadili oleh Pengadilan Internasional untuk Rwanda hanya jika:

a) Tindakan yang ia diadili ditandai sebagai kejahatan biasa; atau

b) proses pengadilan nasional tidak imparsial atau independen, dirancang


untuk melindungi terdakwa dari tanggung jawab pidana internasional, atau
kasus itu ditutupi.

3.Mempertimbangkan hukuman yang akan dikenakan pada orang yang


dihukum karena kejahatan di bawah Statuta ini, Pengadilan Internasional
untuk Rwanda harus memperhitungkan sejauh mana hukuman yang
dijatuhkan oleh pengadilan nasional pada orang yang sama untuk tindakan
yang sama

10.PASAL 10 :

Pengadilan Internasional untuk Rwanda terdiri dari organ-organ berikut:

a) Majelis;b) Jaksa;c) Panitera.

Majelis:Majelis umum memiliki wewenang yang luas dalam memberikan


saran dan berdasarkan BAB IV Piagam (Pasal 9-14 Piagam).Pasal terpenting
dalam Paiagam PBB adalah pasal 10.Pasal ini menyatakan bahwa majelis dapat
membicarakan segla persoalan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam atau
yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi suatu badan seperti yang ada
dalam piagam.Berdasarkan pasal 12,Majelis dapat mengajukan rekomendasi
kepada anggota PBB atau Dewan Keamanan atau Kepada kedua badan Tersebut
mengenai setiap masalah atau persoalan.9

9
Huala Adolf,S.H.,LL.M.,Ph.D,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,Sinar
Grafika:2004,Jakarta hlm 107

Anda mungkin juga menyukai