Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ARITMIA VENTRIKULAR dan DEFIBRILASI


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen
Medical di Ruang Instalasi Paru Jantung Terpadu di
RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Frandiana
170070301111108

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1. ARITMIA VENTRIKULAR

1. Definisi
Aritmia adalah suatu tanda atau gejala dari gangguan detak jantung
atau irama jantung. Hal ini bisa dirasakan ketika misalnya, jantung berdetak
lebih cepat dari normal yang selanjutnya disebut takikardia atau ketika
jantung berdetak lebih lambat dari normal, yang disebut sebagai bradikardia
(Sekarini, 2014).
Aritmia timbul bilamana penghantaran listrik pada jantung yang
mengontrol detak jantung mengalami gangguan, ini dapat terjadi bila sel saraf
khusus yang ada pada jantung yang bertugas menghantarkan listrik tersebut
tidak bekerja dengan baik. Aritmia juga dapat terjadi bila bagian lain dari
jantung menghantarkan sinyal listrik yang abnormal (Suhartoyo, 2014).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Aritmia ventricular adalah gangguan
kelistrikan jantung yang bermula di bilik bawah jantung, yaitu bagian ventrikel.
Jenis ini adalah salah satu aritmia jantung yang dapat berakibat fatal dan
membutuhkan perawatan segera. Trdapat dua macam aritmia ventrikular
yaitu Ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikular.
Ventrikel Takikardi
Ventrikel Takikardi (VT) adalah gangguan irama jantung yang cepat lebih
dari 100 atau 120 denyut/menit, dengan 3 atau lebih denyut tidak teratur
berturut-turut. Penyakit takikardi ventrikular merupakan bagian dari
aritmia ventrikel. Fokus takikardi berasal dari ventrikel (kiri atau kanan)
atau akibat proses reentry pada salah satu bagian dari berkas cabang.
Dari rekaman EKG memberikan gambaran kompleks QRS yang lebar (>
0,12 detik). Pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan
kegawatdaruratan. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi
etiologi, sumber fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya,
dapat diterapi secara definitif dengan ablasi kateter dan sangat jarang
menyebabkan kematian mendadak serta memiliki prognosis yang baik.
Sebaliknya VT iskemia memberikan risiko tinggi untuk terjadinya
kematian mendadak (suddent cardiac death) akibat aritmia fatal.
Ventrikel Fibrilasi
Ventrikel Fibrilasi adalah kelainan ritme jantung, di mana jantung akan
berdenyut secara sangat cepat. Hal ini dipicu oleh adanya gangguan
pada rangsangan (impuls) listrik di jantung, sehingga bilik jantung
(ventrikel) bergetar secara tidak terkontrol. Akibatnya, jantung tidak
mampu melakukan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh tubuh,
dan pada akhirnya pasukan darah dan oksigen di organ-organ vital tubuh
akan terhenti. Kondisi ini merupakan kondisi medis yang harus segera
ditangani karena penderitanya dapat kehilangan kesadaran hanya dalam
hitungan detik saja.

2. Etiologi
Penyebab dari gangguan irama jantung secara umum menurut AHA, 2010
adalah sebagai berikut :
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena
infeksi. Adanya peradangan pada jantung akan berakibat terlepasnya
mediatormediator radang dan hal ini menyebabkan gangguan pada
penghantaran impuls.
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri
koroner, iskemi miokard, infark miokard). Arteri koroner merupakan
pembuluh darah yang menyuplai oksigen untuk sel otot jantung. Jika
terjadi gangguan sirkulasi 7 koroner, akan berakibat pada iskemi bahkan
nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan penghantaran impuls.
Karena intoksikasi obat misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia. Obat-
obat anti aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel
otot jantung. Dosis yang berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot
jantung sehingga terjadi gangguan irama jantung.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium
menentukan potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi
perubahan kadar elektrolit, maka akan terjadi peningkatan atau
perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium. Akibatnya potensial
istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan memicu
terjadinya gangguan irama jantung.
Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat
dapat memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA
dengan cara meninggikan konduktansi ion kalium.
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas
simpatis dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan depolarisasi
spontan.
Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme). Hormon tiroid
mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh melalui
perangsangan sistem saraf autonom yang juga berpengaruh pada
jantung.
Akibat gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan di mana
jantung tidak dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh.
Pada gagal jantung, fokus-fokus ektopik (pemicu jantung selain nodus
SA) dapat muncul dan terangsang sehingga menimbulkan impuls
tersendiri.
Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan
disertai dengan dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang
fokus-fokus ektopik dan menimbulkan gangguan irama jantung.
Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung.
Sel otot jantung akan digantikan oleh jaringan parut sehingga konduksi
jantung pun terganggu.

D. Manifestasi Klinis
1) Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; berdebar (palpitasi).
2) Sinkop, pusing, lemah, berdenyut, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
3) Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
4) Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi).
5) Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
6) Penurunan kesadaran

3. Faktor Resiko
Ketidakseimbangan Elektrolit
Beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium
terlibat dalam kontraksi dan relaksasi jantung. Konduksi impuls saraf
jantung dimulai saat kanal ion kalsium terbuka. Saat kanal terbuka, kalium
keluar dari sel dan natrium masuk ke dalam sel secara cepat dan
menyebabkan jantung kontraksi. Hampir sama cepatnya, ion magnesium
memicu kalium untuk kembali ke dalam sel yang akan mendorong
natrium keluar sel dan menyebabkan jantung menjadi relaksasi.
Ketidakseimbangan kalium merupakan penyebab aritmia jantung paling
sering yang berhubungan dengan elektrolit paling sering. Kalium yang
memainkan peran penting bada konduksi saraf dan kemampuan jantung
untuk mengirimkan impuls listrik. Kadar kalium darah rendah mampu
menyebabkan aritmia yang relatif stabil sedangkan kadar kalium tinggi
bisa menyebabkan secara cepat pada aritmia yang letal atau mematikan.
Natrium, magnesium dan kalsium yang tidak seimbang juga bisa
menyebabkan jantung aritmia namun menurut penelitian aritmia akan
terjadi ketika kadar natrium, magnesium, dan kalsium sangat rendah atau
tinggi dalam kondisi ekstrim yang pada umumnya tidak mampu membuat
manusia berfungsi yang menyebabkan kematian.
Kadar normal serum kalium ialah 3,5-5,0 mEq/L. Kadar normal serum
natrium ialah 135-145 mEq/L. Kadar normal serum kalsium ialah 8,4-10,2
mEq/L. Kadar normal serum magnesium ialah 1,5-2,0 mEq/L. Kadar
tersebut berbeda tergantung laboratorium.
Perubahan Struktur Jantung
Perubahan struktur jantung sangat bisa sekali menyebabkan aritmia,
sebagai contoh ialah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penyakit
otot jantung. Pada kardiomiopati, otot jantung membesar, menebal atau
kaku. Pada kasus langka jaringan otot digantikan oleh jaringan parut.
Ketika kardiomiopati menjadi lebih parah, jantung menjadi lebih lemah. Ini
mengakibatkan jantung memompa darah lebih sedikit ke seluruh tubuh
dan lebih sulit menjaga ritme elektrik jantung. Akibatnya bisa terjadi gagal
jantung atau aritmia.

Coronary Artery Disease


Coronary artery disease menghasilkan iskemi atapun infark yang
mengakibatkan sel jantung kekurangan oksigen. Hal ini menyebabkan
mereka depolarisasi yang menyebabkan berubahnya formasi impuls
dan/atau berubahnya kondusi impuls. Perubahan konduksi impuls mampu
menyebabkan aritmia pada jantung.
Tekanan Darah Tinggi
Pada hipertensi, beberapa mekanisme menurunkan stabilitas elektrik
myokardium dan mempercepat ventricular arrhythmia. Pada tahap awal
hipertensi, perubahan elektrofisiologi seperti durasi depolarisasi yang
memanjang umumnya terjadi karena perubahan penanganan kalsium dan
pertukaran natrium dan kalsium. Kehilangan connexin dan pelambatan
konduksi tidak terjadi pada tahap awal.
Hipertensi menurunkan variabilitas denyut jantung dan mengurangi
sensitivitas baroreflex. Apoptosis kardiomiosit terjadi pada tahap akhir
hipertensi dan semakin memburuknya sifat elekrik myokardium.
Kurangnya aliran darah balik mampu menyebabkan iskemi ketika aktivitas
fisik atau bradikardia. Meningkatkan aktivitas simpatetik jantung akan
meningkatkan resiko aritmia dengan meningkatkan jumlah prematur
denyut ventrikular.
Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi
cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial
fibrillation).
Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup
melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi
(bradycardia).
Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak
lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap risiko aritmia jantung yang
lebih serius.
Obat-obatan
Terdapat beberapa obat-obatan yang mampu menyebabkan aritmia.
Sebagai contoh obat anti alergi seperti diphenhydramine, obat flu seperti
pseudoephedrine, obat asma seperti theophylline, obat anti malaria
chloroquine, bahkan beberapa obat anti aritmia pun bisa memperparah
keadaan aritmia seperti propanolol, amiodaron, digoxin. Oleh karena itu
dalam penggunaan obat, terutama yang bisa dibeli dengan mudah dibaca
efek samping yang mungkin terjadi untuk mencegah atau menghindari hal
yang tidak diinginkan.
Diabetes
Diabetes mampu menyebabkan kardiomiopati diabetika. Hal ini mampu
menyebabkan aritmia. Selain itu kondisi hipoglikemi parah ketika
mengontrol kadar gula darah diasosiasikan dengan kejadian aritmia. Hal
ini diperkirakan menjadi penyebab kematian di tempat tidur, karena
malam hari merupakan saat dimana kadar gula darah menjadi sangat
rendah yang diasosiasikan dengan aritmia.
Tidur Apnea
Tidur apnea merupakan gangguan tidur umum dimana terdapat episode
jeda dari bernafas ketika tidur. Jeda yang terjadi bisa beberapa detik
sampai beberapa menit. Bisa terjadi 30 kali atau lebih dalam sejam.
Umumnya setelah itu bernafas kembali normal, kadang diikuti dengan
dengkuran yang kuat.
Terdapat banyak penelitian yang mengatakan tidur apnea berhubungan
dengan aritmia terutama atrial fibrilasi dan sick sinus sindrom. Dipercaya
orang yang mengalami tidur apnea cenderung memiliki tekanan darah
tinggi. Selain itu tidur apnea mampu memicu keadaan kurang oksigen,
perubahan kadar karbon dioksida, efek langsung pada jantung karena
perubahan tekanan, dan peningkatan kadar marker inflamasi yang
meningkatkan resiko aritmia.
Genetik
Terdapat beberapa kondisi genetik yang mampu menyebabkan aritmia
seperti congenital abnormality of hearts electrical system dimana
seseorang mengalami abnormal serabut otot yang menghubungkan
ruangan atas dan bawah jantung. Kehadiran serabut ekstra ini bisa
mengarah ke paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT) di
kemudian hari.
Selain itu juga ada kondisi genetik seperti arrhythmogenic right ventricular
dysplasia (ARVD) yang dimana kondisi seseorang mendapatkan jantung
normal ketika lahir, namun seiringnya waktu otot jantung digantikan oleh
lemah dan jaringan parut yang menyebabkan aritmia.
E. Patofisiologi

Peradangan jantung Gangguan sirkulasi Intoksikasi Gangguan elektrolit Gangguan metabolik Gangguan endokrin

Perubahan irama dan


frekuensi jantung

Aritmia

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B6 (Bone)

Suplai O2
Curah jantung Gangguan Hipertensi dan Curah jantung Suplai O2 Jaringan
menurun Ventrikel kiri Hipotensi menurun Jaringan
Gangguan
Perubahan irama Suplai O2 ke Sinkop O2 jantung metabolisme
paru menurun Kerja jantung
dan bunyi nafas meningkat Suplai O2
Jaringan Penurunan Iskemia Lemah dan letih
Sesak nafas Kontraksi jantung kesadaran
Peningkatan
PCO2 menurun Sianosis Palpitasi Nyeri Intoleransi
aktivitas
Pola Nafas Gangguan Penurunan curah Ansietas Kurang
tidak efektif Pertukaran jantung Resiko Ketidakefektifan
Gas Pengetahuan
Perfusi Jaringan
Cerebral
F. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
2) Monitor Holter: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3) Foto dada: Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4) Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5) Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk medemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6) Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7) Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8) Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9) Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10) GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

G. Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya, terapi penanganan ventrikel takikardi adalah bertujuan
untuk:
- Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control)
- Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control)
- Mencegah terbentuknya bekuan darah.
Ventrikular takikardi sangat berbahaya dan jika dibiarkan terus menerus,
akan mengakibatkan henti jantung. Oleh karena itu pengobatan harus
cepat. Sifat pengobatan tergantung pada keadaan klinis pasien, yaitu:
- Pasien sadar dengan episode intermiten VT, maka penatalaksanaannya
harus dengan menggunakan obat-obatan.
- Pasien sadar dengan VT yang sedang berlangsung, dipicu
(disinkronkan) dengan menggunakan arus searah (DC) kardioversi
dibawah anestesi umum.
- Pasien terganggu dan tidak sadar dengan VT yang sedang
berlangsung,dipicu (disinkronkan) dengan DC kardioversi sesuai
dengan pedoman ACLS.
Terapi mekanis
1) Kardioversi: mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur
elektif.
2) Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat.
3) Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi
dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau
pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4) Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

5. Prognosis
Ventrikel takikardi merupakan penyebab kematian mendadak terbanyak.
Adanya gejala-gejala awal dan fraksi ejeksi ventrikel, mungkin, merupakan
penentu prognosis terpenting. Pingsan akibat ventrikel takikardi biasanya
memiliki prognosis yang buruk. Pada penyakit ventrikular takikardi idiopatik
prognosis nya tidak terlalu parah dibandingkan dengan ventrikular takikardi
iskemik dan ventrikular takikardi pada kardiomiopati dilatasi non-iskemik karena
dapat menyebabkan henti jantung.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas : kelelahan umum
2. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun
berat.
3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas,
takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit
5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi,
bingung, letargi, perubahan pupil.
6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat
hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk,
perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal; hemoptisis.
8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
Diagnosa Keperawatan
1 . Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
2 . Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke jaringan.
3 . Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi
medis/kebutuhan terapi.
4 . Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang
dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat,
nadi teraba sama, status mental biasa
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi Keperawatan
1) Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,
amplitudo dan simetris.
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi.
3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi
jaringan.
4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia
atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas
selama fase akut.
6) Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal
relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Kolaborasi :
1) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
3) Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
4) Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
5) Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
6) Masukkan/pertahankan masukan IV
7) Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
8) Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator
2 . Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke jaringan
Kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan aktivitas secara bertahap dan mandiri.
Intervensi Keperawatan
1) Catat frekuensi jantung, irama, serta perubahan tekanan darah selama
dan sesudah aktivitas.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang
tidak berat
3) Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan
saat defekasi
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.
contoh: bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat
selama 1 jam setelah makan
5) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6) Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut
7) Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
8) Berikan waktu untuk istirahat dan beraktivitas.
9) Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
10) Selama aktivitas, kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas
serta keluhan subyektif.

Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan


dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping
obat
Intervensi Keperawatan
1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik
pada pasien/keluarga
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh
kelemahan, perubahan mental, vertigo.
4) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila
dosis terlupakan
5) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
6) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa
pulang
8) Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
9) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu
jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
10) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan
karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu

4 . Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan


tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.
Kriteria hasil :
1) Kecemasan berkurang atau hilang
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
2) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan
yang tenang dan suasana yang penuh istirahat
3) Temani pasien selama periode kecemasan tinggi, beri kekuatan, dan
gunakan suara tenang
4) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut
5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
7) Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab, serta penanganan yang
akan dilakukan.
8) Tanyakan keluhan dan masalah psikologis yang dirasakan klien saat ini.
9) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat, bila mungkin rujuk
kepenasihat spiritual

Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon
klien (Patricia A. Potter, 2005:205).
Implementasi untuk masing-masing diagnosa keperawatan adalah sebagai
berikut;
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia
1) Meraba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,
amplitudo dan simetris.
2) Mengauskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi.
3) Memantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
4) Menentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia
atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
5) Memberikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas
selama fase akut.
6) Mendemonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal
relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Menyelidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Menyiapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Berkolaborasi dalam:
(1) Memantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
(2) Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
(3) Memberikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
(4) Menyiapkan untuk bantu kardioversi elektif
(5) Membantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
(6) Memasukkan/pertahankan masukan IV
(7) Menyiapkan untuk prosedur diagnostik invasive
(8) Menyiapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator
2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke jaringan.
1) Mencatat frekuensi jantung, irama, serta perubahan tekanan darah
selama dan sesudah aktivitas.
2) Meningkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang
yang tidak berat
3) Menganjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya
mengejan saat defekasi
4) Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.
contoh: bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat
selama 1 jam setelah makan
5) Mempertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6) Mempertahankan klien tirah baring sementara sakit akut
7) Mengevaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
8) Memberikan waktu untuk istirahat dan beraktivitas.
9) Mempertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
10) Selama aktivitas, mengkaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi
nafas serta keluhan subyektif
3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi
medis/kebutuhan terapi.
1) Mengkaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Menjelaskan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik
pada pasien/keluarga
3) Mengidentifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh
kelemahan, perubahan mental, vertigo.
4) Menganjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila
dosis terlupakan
5) Mendorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
6) Mengkaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa
pulang
8) Menganjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
9) Mengkaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu
jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
10) Mengkaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan
karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu
4. Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan
1) Mengkaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
2) Memulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana yang penuh istirahat
3) Menemani pasien selama periode kecemasan tinggi, beri kekuatan, dan
gunakan suara tenang
4) Membantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut
5) Mengorientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan
6) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
ansietasnya
7) Memberikan penjelasan tentang penyakit, penyebab, serta penanganan
yang akan dilakukan.
8) Menanyakan keluhan dan masalah psikologis yang dirasakan klien saat
ini.
9) Memberikan privasi untuk klien dan orang terdekat, bila mungkin rujuk
kepenasihat spiritual

Evaluasi Keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan
dan seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter,
2005:216).
3. DEFIBRILASI

1. Pengertian Defibrilasi (Kejut Jantung)


Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran
listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda
yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk
koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan
dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi
diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non-pulse atau
VF, yaitu 3 menit atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit
atau kurang dalam setting luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar
rumah sakit karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang bisa dioperasikan
oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrillation (AED).
AED adalah defibrillator yang menggunakan system computer yang dapat
menganalisa irama jantung, mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu
memberikan petunjuk bagi penolong dengan memberikan petunjuk secara visual
untuk peletakan elektroda.
Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-
pulse, penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan
resusitasi. kardiopulmonari (RKP) berperan aktif dari penolong atau tenaga
kesehatan pada saat mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian
besar menunjukkan VF dan VT, untuk bertahan terbukti meningkat.
Dikutip dari AHA dalam ACLS: principle and practice, dalam 4 studi
disebutkan bahwa terdapat hubungan antara interval dari kolaps dengan
dimulainya pemberian RKP

2. Prinsip Defibrilasi Kejutan


Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat
(beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding
dada atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada pasien.
Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi
jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat
singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya
aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah
berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan berrepolarisasi secara
spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi
secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini
memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas
kontraksi kembali.
Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi
1) Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme
miokards dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena
arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka
semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk bergetar
sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai habis dan
keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
2) Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi
pemulihan aktivitas kontraksi jantung.
3) besarnya jantung Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan
untuk defibrilasi.
4) Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12
cm dan untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar
membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan
menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu,
penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran
tubuhnya.
5) Letak pedal Hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah
peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad
harus diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyabaran
arus listrik kesemua arah jantung. - posisi sternal, pedal diletakkan dibagian
kanan atas sternum dibawah klavikula - pedal apeks diletakkan disebelah
kiri papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada
di spasi interkosta 5-6 pada posisi mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang
pacemaker permanent, harus dihindari peletakan padel diatas generator
pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat itu. Defibrilasi
langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace
maker secara temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau
kardioversi, PPM harus dicek ambang pacing dan sensinya serta dilihat
apakah alat masih bekerja sesuai dengan setting program. Hal yang harus
diperhatikan pada saat melakukan defibrilasi adalah posisi pedal atau pads,
keduanya tidak boleh saling menyentuh atau harus benar-benar terpisah.
6) Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule,
sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang
diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB
7) Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus
untuk defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media
konduksi untuk penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah
untuk mengurangi resistensi transtorakal dan mencegah luka bakar pasien.
Yang harus diperhatikan juga adalah jangan sampai gel tersebut teroles
dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari salah satu atau ekdua
pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke dada
pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir
dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing
memancarkan bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada
pasien dan alat-alat operator.

3. Pengertian Defibrillator
Defibrillator adalah peralatan elektronik yang dirancang untuk
memberikan kejut listrik dengan waktu yang relatif singkat dan intensitas yang
tinggi kepada pasien penyakit jantung. Pengulangan pemberian kejut listrik paling
lama 45 detik sejakjantung berhenti. Energi Externalyang diberikan antara 50
sampai 400 Joule. Posisi elektroda (paddles) : anterior - anterior (apex - sternum)
atau anterior posterior. Diameter elektroda antara 8 - 10 cm untuk dewasa.
Sebelum Pemberian pulse defibrillator pada permukaan elektroda diberikan gel
elektrolit.

4. Jenis-jenis defibrillator
a. DC Defibrillator
DC defibrillator selalu dikalibrasi dalam satuan watt-detik atau joule
sebagai ukuran dari energi listrik yang tersimpan dalam kapasitor.
b. Advisory Defibrillator
Mampu dengan akurat menganalisis ECG dan membuat keputusan
menyalurkan kejutan yang handal.
a. Implan Defibrillator
Bisa digunakan oleh pasien yang beresiko tinggi mengalami
ventricular fibrillation.

5. Prosedur Pengoperasian Defibrillator


a. Pemilihan besarnya energi dan mode pengoperasian
b. Pengisian energi (charge) pada kapasitor
c. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien (discharge)

6. Metode defibrillator
a. Asinkron
Pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi lagi, secara
manual setelah pulsa R.
b. Sinkron
Pemberian shock listrik harus disinkornkan dengan signal ECGdalam
keadaan berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun maka
akan membuang setelah pulsa R secara otomatis.

7. Petunjuk Operasional
1) Ambil paddles dari sisi samping alat
2) Yakinkan dalam keadaan kering
3) Beri krim pada permukaan paddle
4) Tempelkan paddle pada pasien diposisi apeks dan sternum
5) Tekan tombol energy
6) Lakukan pengisian dengan menekan satu tombol pada paddle, lalu
proses pengisian dapat dilihat di monitor
7) Jangan menyentuh pasien
8) Setelah proses pengisiian selesai maka akan terdengar suara beep,
pada display muncul tulisan Defibrillator Ready dan pada tombol paddle
akan menyala
9) Tekan paddle agak menekan ke tengkorak
10) Untuk pengosongan tekan kedua tombol pada paddle secara bersamaan
11) Lihat pada monitor
12) Setelah selesai pilih switch pada tombol energy menunjukkan angka 0
13) Tekan tombol power
8. Petunjuk Pengamanan
Selama terapi kejut ada yang harus diperhatikan, yaitu Pasien harus :
1) Tidak ada kontak dengan orang lain.
2) Tidak ada kontak dengan barang berbahan metal atau konduktor.
3) Saat paddle kontak dengan pasien, pastikan juga paddle tidak terhubung
dengan barang berbahan metal.
4) Pastikan dada pasien kering
5) Karena dialiri arus yang besar, kemungkinan terjadi luka bakar pastikan
peletakkan paddle yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Gleneagles Singapore (n.d.). Apakah Itu Aritmia?.Diunduh 25 Februari 2016 dari


https://www.gleneagles.com.sg/id/id/Useful-Information/Diseases-
Conditions/Heart/What-is-Arrhythmia.html
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (n.d.). Rokokdan Kesehatan Jantung.
Retrieved March 19, 2016,from
http://www.pjnhk.go.id/index.php/pelayanan/86-rokok-dan kesehatan-
jantung-artikelReferensi Sehat (2015, March). Aritmia Jantung.Diunduh 19
Maret 2016 dari http://www.referensisehat.com/2015/03/definisigejala-
penyebab-pengobatan-aritmia-jantung.html
Yuniadi, Y. (2011, March). Gangguan Irama Jantung (Aritmia Jantung). Retreived
September 21,2015, from http://mitrakeluarga.com/kelapag
ading/gangguan-irama-jantung-aritmia-jantung/
Michael RS, Marc DB, Robert AB, Farhan B, John EB, Clifton WC, et al.
Highlights of the 2010 AHA guidelines for CPR and ECC. AHA 2010;2-5
Koplan BA, Stevenson WG. Ventricular Tachycardia and Sudden Cardiac Death.
Mayo Clinic Proceedings. 2009;84(3):289-97.
Yamin M, Harun S. Aritmia ventrikel dalam Buku Ajar IPD. Jilid II edisi ke-5.
Jakarta:Interna publishing; 1623-9.
Michael HC, Komandoor S. Essentials of diagnosis and treatment in cardiology.
Boston: Mc.Graw Hill Companies, Inc; 2004.p. 160.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

Anda mungkin juga menyukai