Anda di halaman 1dari 15

PRIVATISASI

A. Pengertian Privatisasi

Terdapat banyak defenisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah
privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefenisikan privatisasi dalam arti luas, seperti J.A.
Kay dan D.J. Thomson sebagai means of changing relationship between the govermengt and
private sector. Mereka mendefenidikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan
antra pemerintah dan sektor swasta

Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri dari


pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan saham akan
berpindah ke pemegang saham swasta. Privatisasi adalah suatu terminology yang mencakup
perubahan hubungan antara pemerintah denga sektor swasta, dimana perubahan yang paling
signifikan adanya disnasionalisasi penjualan kepemilikan public.

Sesuai Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
pengertian Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya,
kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.
Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut maka Kementerian Negara BUMN mengenai
privatisasi adalah: Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah
perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta
masyarakat dalam kepemilikan sahamnya.

B.Metode Privatisasi

Banyak metode yang ada dalam rangka pelaksanaan privatisasi.BUMN di Indonesia,


namun agar dapat berjalan dengan baik tentunya pemilihan strategi privatisasi haruslah
direncanakan dengan matang agar berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Jenis
BUMN,kondisi BUMN, serta situasi sosial politik dari suatu negara jugaadalah beberapa
faktor yang menentukan sukses tidaknya privatisasi dilakukan. Beberapa strategi yang dapat
dipilih, antara lain public offering, private sale, new private investment, sale of
assets,fragmentation, management/employee buy out, kontrak manajemen,kontrak/sewa aset,
atau likuidas

1. Public Offering
Pada strategi public offering, pemerintah menjual kepada publik semua atau
sebagian saham yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada publik melalui pasar modal.
Umumnya, pemerintah hanya menjual sebagian dari saham yang dimiliki atas
BUMNtersebut. Strategi ini akan menghasilkan suatu perusahaan yang dimiliki bersama
antara pemerintah dan swasta. Proporsi kepemilikan pemerintah atas BUMN ini akan
menurun.

Public offering ini cocok untuk memprivatisasi BUMN yang cukupbesar, memiliki
potensi keuntungan yang memadai dalam waktudekat dapat direalisasi. BUMN harus bisa
memberikan informasi lengkap tentang keuangan, manajemen, dan informasi lainnya,yang
diperlukan masyarakat sebagai calon investor.

Public offeringini akan dapat terealisasi apabila telah tersedia pasar modal, atau
suatu badan formal yang dibentuk dalam rangkamenginformasikan, menarik, dan menjaring
publik. Di samping ituharus cukup tersedia likuiditas di pasar modal tersebut. Metode public
offering telah dipilih dalam rangka privatisasi beberapaBUMN di Indonesia, antara lain PT.
SemenGresik, PT. Indosat,PT. Timah, PT. Telkom, PT. Aneka Tambang, dan Bank BNI.

2. Private Sale

Pada strategi ini, pemerintah menjual semua atau sebagiansaham yang dimiliki atas
BUMN tertentu kepada satu atau sekelompok investor tertentu. Calon investor pada
umumnya sudah diidentifikasi terlebih dulu, sehingga pemerintah dapat memilihinvestor
mana yang paling cocok untuk dijadikan partner usahanya.Strategi private sale ini fleksibel,
tidak harus melalui pasar modal.Cocok untuk privatisasi BUMN yang memiliki kinerja
rendah, yang belum layak untuk melakukan public offering. BUMN ini memerlukan investor
yang memiliki usaha di bidang industri yang sama, memiliki posisi keuangan yang kuat, dan
memiliki kinerja dan teknologi yang baik. Strategi ini juga cocok untuk negaranegara yang
belum memiliki pasar modal, atau belum memiliki badan formal yang mampu menjaring
investor.

3. New Private Investment

New private investment dapat ditempuh oleh pemerintah apabila pemerintah atau
BUMN menghadapi keterbatasan untuk mengembangkan usaha BUMN tersebut. Dalam hal
ini, pemerintah tidak menjual saham yang dimiliki atas BUMN, tetapi mengundang investor
untuk menyertakan modal, sehingga modal BUMN akan bertambah. Penambahan modal
tersebut sepenuhnya masuk ke BUMN, dan tidak ada dana yang diterima oleh pemerintah
secara langsung. Kebijakan ini akan menyebabkan proporsi kepemilikan saham pemerintah
atas BUMN tersebut menjadi berkurang. New private investment cocok untuk
mengembangkan BUMN, namun BUMN mengalami kekurangan dana, misalnya dalam
rangka meningkatkan kapasitas produksi atau menyediakan infrastruktur dalam rangka
peningkatan produksi. Jadi sasaran utamanya bukan untuk menjual BUMN tersebut.

4. Sale of Assets

Pada strategi ini pemerintah tidak menjual saham yangdimiliki atas saham BUMN
tertentu, tetapi menjual aset BUMNsecara langsung kepada pihak swasta. Alternatif lain,
pemerintahtidak menjual aset BUMN secara langsung, tetapimenggunakannya sebagai
kontribusi pemerintah dalampembentukan perusahaan baru, bekerjasama dengan
pihakswasta. Dalam memilih mitra usaha, tentunya pemerintah akanmemilih pihak-pihak
yang telah dikenal sebelumnya. Kebijakanpenjualan aset ini lebih fleksibel dan lebih mudah
dilaksanakan,dibandingkan menjual perusahaan secara keseluruhan. Kebiajakanini cocok
untukdilaksanakan apabila menjual perusahaan secarakeseluruhan merupakan target yang
sulit dicapai. Pemerintah dapatmenjual seluruh aset yang dimiliki BUMN, write off semua
utang, dan melikuidasi BUMN tersebut.

5. Fragmentation

Pada strategi fragmentation ini, BUMN direorganisasi ataudipecah-pecah


(fragmentation) menjadi beberapa perusahaanatau dibuat suatu holding company dengan
beberapa anakperusahaan. Salah satu atau beberapa anak perusahaankemudian dijual kepada
pihak swasta. Kebijakan ini akan menghasilkan beberapa pemilik baru atas satu BUMN
sehingga diharapkan dapat menciptakan suasana bisnis yanglebih kompetitif. Strategi ini
cocok untuk menjual BUMN yang besar dengan harga yang mahal. Karena mahal biasanya
tidak banyak calon investor yang tertarik untuk membeli. Dengan dipecah-pecah, harganya
menjadi lebih murah dan alternatif untuk seorang investor untuk membeli menjadi lebih
banyak, dimana ia dapat memilih bagian yang paling menarik untuk dibeli.

6. Management/Employee Buy Out

Pada strategi ini, Pemerintah mengalokasikan sejumlahsaham untuk dibeli oleh para
manajer dankaryawan BUMN, ataukoperasi karyawan BUMN. Strategi ini cocok
untuk transferkepemilikan BUMN dari pemerintah kepada para manajer dankaryawan
BUMN. Dengan memiliki saham, para manajer dan karyawan BUMN diharapkan akan
bekerja lebih serius, sehinggakinerja BUMN akan meningkat. Strategi ini juga cocok untuk
BUMNyang akan diprivatisasi, namun belum layak untuk melakukan publik offering karena
kinerjanya yang kurang baik. Daripada BUMN dilikuidasi, maka strategi ini merupakan
alternatif yang lebih baik.

7. Kontrak Manajemen

Dalam strategi kontrak manajemen, pemerintahmengundang perusahaan swasta


untuk mengelola BUMN selamaperiode tertentu, dengan memberikan imbalan tertentu
(dituangkandalam kontrak kerjasama). Perusahaan tersebut harus bergerakdibidang yang
sama, memiliki pengalaman yang cukup, memilikiteknologi dan sumber daya manusia yang
lebih baik. Strategikontrak manajemen dimaksudkan untuk meningkatkan kinerjaBUMN,
melalui peningkatan efisiensi dan atau efektifitas penggunaan aset BUMN, memperoleh
keuntungan yang optimal, transfer manajemen, budaya kerja, skill, dan teknologi.

Tidak ada transfer kepemilikan dalam strategi ini. Privatisasi yang dilakukan hanya
bersifat privatisasi pengelolaan, bukan privatisasikepemilikan. Strategi kontrak manajemen
dapat dipakai sebagaistrategi antara sebelum privatisasi kepemimpinan dilaksanakan.Kontrak
manajemen merupakan strategi yang baik apabila kondisiBUMN belum layakuntuk dijual.
Strategi ini dapat dipakai untukmeningkatkan kinerja BUMN, baik untuk BUMN yang
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, maupun BUMN yang akan diprivatisasi
kepemilikannya.

8. Kontrak/Sewa Aset

Kontrak/sewa aset adalah strategi di mana pemerint mengundang perusahaan swasta


untuk menyewa aset atau fasilitas yang dimiliki BUMN selama periode tertentu.

Pemerintah/BUMN dengan segera akan mendapatkan uang sewa dari perusahaan


penyewa, tanpa melihat apakah perusahaan tersebut memperoleh keuntungan atau tidak.
Perusahaan penyewa berkewajiban untuk memelihara aset atau fasilitas
yang disewanya.Aset atau fasilitas yang disewa bisa termasuk SDM yang mengelola fasilitas
atau aset tersebut.

Strategi ini cocok untuk meningkatkan return on assets (ROA), sehingga aset
BUMN bisa dimanfaatkan secara optimal. PT. Tambang Timah (Indonesia) telah menerapkan
metode ini. Demikian pula Port Kelang dan National Park Facilities dari Malaysia, serta Port
of Singapore dari Singapura. BUMN-BUMN tersebut telah menyewakan asset yang dimiliki
dalam rangka meningkatkan ROA.

9. Likuidasi

Likuidasi merupakan alternatif terakhir yang dapat dilakukan pemerintah terhadap


BUMN. Alternatif ini dapat dipilih apabila BUMN tersebut adalah BUMN komersial, bukan
BUMN public utilities atau memberikan public services, tetapi dalam kenyataannya tidak
pernah mendapatkan keuntungan dan selalu menjadi beban negara

10. Initial Public Offering (IPO)

Initial Public offering merupakan strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual
sebagian saham yang dikuasai pemerintah kepada investor publik untuk yang pertama
kalinya. Artinya, saham BUMN tersebut belum pernah dijual melalui pasar modal pada
waktu sebelumnya. Metode IPO dapat menghasilkan dana segar dalam jumlah yang besar
bagi pemerintah, tanpa harus kehilangan kendali atas BUMN tersebut. Investor publik pada
umumnya membeli saham untuk tujuan investasi, dengan persentase kepemilikan yang relatif
kecil.

Pada umumnya mereka tidak bermaksud untuk ikut serta dalam kegiatan
operasional perusahaan. Dengan demikian IPO ini cocok untuk dipilih apabila nilai saham
yang akan diprivatisasi jumlahnya cukup besar, BUMN memiliki kondisi keuangan yang
baik, memiliki kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan IPO,
serta cukup tersedia likuiditas dana di pasar modal.

11. Right Issue (RI)

Right Issue adalah strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian saham
yang dikuasai pemerintah kepada publik, di mana BUMN tersebut telah melakukan penjualan
saham melalui pasar modal pada waktu sebelumnya.

Pada dasarnya metode Right Issue tidak jauh berbeda dengan metode initial
public offering. Metode Right Issue tidak menyebabkan pemerintah lepas kendali atas
BUMN yang diprivatisasi selama masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Right issue cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan diprivatisasi
jumlahnya cukup besar, BUMN pernah melakukan penawaran saham melalui IPO, memiliki
kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu
untuk melaksanakan Right Issue, serta tersedia likuiditas dana di pasar modal.

12. Strategic Sales

Strategic sales (SS) merupakan strategi privatisasi untuk menjual saham BUMN
yang dikuasai pemerintah kepada investor tunggal, atau sekelompok investor tertentu.
Beberapa metode yang termasuk didalam SS antara lain strategic private sale, new
private investment, management/employee buy out dan fragmentation.

Pada dasarnya, SS dimaksudkan untuk mendatangkan dan melibatkan investor baru


dalam pengelolaan BUMN. Disamping membawa dana segar, diharapkan investor baru juga
membawa sesuatu yang strategis untuk meningkatkan kinerja BUMN seperti teknologi baru,
budaya, metode kerja yang efektif dan efisien, perluasan penguasaan pasar dan sebagainya.

Dengan demikian pemilihan investor baru sangatlah selektif dikaitkan dengan


permasalahan yang ada di BUMN yang akan diprivatisasi.

Strategic Sales merupakan pilihan yang baik bila BUMN yang diprivatisasi memiliki
kinerja yang kurang baik atau permasalahan keuangan yang kurag sehat. Strategi ini juga
dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat dengan biaya yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan IPO, sehingga cocok untuk strategi privatisasi dengan waktu yang
relatif terbatas atau nilai saham yang diprivatisasi kecil, atau bila pasar modal sedang dalam
kondisi kekurangan likuiditas.

C. Tujuan Privatisasi

Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditunjukkan untuk berbagai aspek harapan, dilihat
dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) ekonomi dan
politik.

a. Dari sisi pembenahan internal manajemen:

Meningkatkan efesiensi dan produktifitas


Mengurangi peran Negara dalam pembuatan keputusan
Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan
dan perilaku bisnis yang menguntungkan.
Meningkatkan pilihan konsumen

b. Dari sisi ekonomi tujuanya adalah :

Meperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan.


Mengurangi ukuran sektor public dan membuka pasar baru untuk modal swasta.

c. Dari segi politik

Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu dan


memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;
Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta memperluas
kepemilikan kekayaan;
Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan
menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;
Meningkatkan kemandirian dan individualisme.

D. Dampak Privatisasi Terhadap Fiskal

Situasi fiskal cenderung diuntungkan oleh privatisasi. Secara khusus, baik pada
tingkat data perusahaan maupun data agregatmendukung dampak positip terhadap
penerimaan, dan berkurangnya defisit. (Davis, 2000)

F. Penerapan Privatisasi di Luar Negeri

Berdasar data Bank Dunia, privatisasi berkembang dramatis. Pada tahun 1988 baru
12 negara melakukan privatisasi, tetapi tahun 1995 berkembang menjadi 45 negara. Periode
1988-1995, sekitar 46 persen dari nilai keseluruhan privatisasi dunia terjadi di wilayah
Amerika Latin, menyusul Asia Timur (25 persen), kawasan Eropa dan Asia Tengah (17
persen), serta wilayah lainnya (12 persen).

Privatisasi yang dominan di sektor primer dan infrastruktur. Metode privatisasi


dominan adalah penawaran umum (40 persen). Metode lainnya yang diminati adalah
strategic sale (Pranoto, 2000)

a. Inggris
Pada akhir tahun 1970 BUMN di Inggris menyumbang sekitar 10 persen dari PDB
dan mempekerjakan sekitar 10 persen dari total pekerja. BUMN mendominasi trasnportasi
(bus, KA, penerbangan), komunikasi (pos dan telekomunikasi), dan sektor energi. Pada akhir
1980, gambaran di atas telah berubah banyak. Sektor komunikasi, transportasi, dan energi
sebagian besar telah dikelola swasta (Bishop, 1993).

Tujuan privatisasi di Inggris adalah (i) peningkatan efisiensi; (ii) mengurangi the
public sector borrowing requirement (PSBR) yaitu kebutuhan pendanaan yang tidak dapat
ditutup dari tabungan BUMN; (iii) mengurangi keterlibatan pemerintah dalam pengambilan
keputusan BUMN; (iv) memperluas struktur pemilikan saham; (v) mendorong pemilikan
saham oleh karyawan; (vi) meningkatkan kemampuan pendanaan BUMN; (vii) mendapat
keuntungan politis (Vickers, 1997)

Privatisasi berdampak tekanan pada anggaran negara berkurang drastis. Hal lainnya
bahwa populasi pemilikan saham perorangan meningkat tajam. Sebelum privatisasi, jumlah
penduduk yang mempunyai saham hanya 3 juta orang, meningkat menjadi 9 juta orang dalam
waktu 8 tahun setelah privatisasi. Berarti privatisasi berhasil mempercepat proses pemerataan
pendapatan (Swa, Juli 1990).

Dari 13 perusahaan skala besar yang diprivatisasi selama periode 1981-1987, maka
terlihat bahwa 10 perusahaan (75 persen) menunjukkan kinerja yang membaik secara
signifikan. Dari 3 perusahaan lainnya, British Airways dan Rolls-Royce tidak tersedia data,
sementara Britoil cenderung menurun kinerjanya. Selengkapnya Tabel 5 Tingkat penjualan
(turnover) dan output BUMN yang diprivatisasi di Inggris, sebagian besar menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Walaupun demikian terdapat 3 (tiga) BUMN yang
menunjukkan penurunan tingkat penjualan setelah privatisasi, dan 3 (tiga) BUMN
menunjukkan penurunan pertumbuhan output. Selengkapnya tabel 6.
Berdasar tingkat pengembalian, digunakan dua metode yaitu Return on Capital
Employed (RoCE) dan Return on Sales (RoS). Menggunakan metode RoCE, terlihat bahwa 4
(empat) BUMN menunjukkan penurunan RoCE, walaupun demikian dibandingkan BUMN
yang tidak mengalami privatisasi maka BUMN yang telah diprivatisasi secara rata-rata
menunjukkan proporsi RoCE yang lebih besar. Menggunakan metode RoS, BUMN yang
telah diprivatisasi menunjukkan proporsi RoS yang jauh lebih besar dibanding BUMN yang
tidak diprivatisasi, namun demikian terdapat 4 (empat) BUMN yang menunjukkan proporsi
RoS yang menurun setelah diprivatisasi. Selengkapnya lihat Tabel 7.
Kajian Bishop (1993) terhadap kinerja 9 (sembilan) BUMN di Inggris berdasar
produktifitas tenaga kerja menunjukkan bahwa 6 (enam) dari 9 (sembilan) BUMN
menunjukkan peningkatan produktifitas tenaga kerja. Sementara selebihnya menunjukkan
penurunan kinerja. Secara keseluruhan kualitas pelayanan tidak menunjukkan penurunan.
Dampak Privatisasi di Indonesia 39 39 Tabel 8 Pertumbuhan

b.Perancis

Privatisasi perusahaan air minum di Perancis menggunakan metode kontrak


manajemen (swa kelola). Pihak swasta melakukan penawaran dan negosiasi secara individual
dengan 36 ribu walikota. Pemerintah Perancis tidak perlu mengeluarkan dana untuk
membangun jaringan pipa, dan tetap memperoleh pemasukan. Pemerintah bertindak sebagai
badan regulasi. Pemerintah menjadi lebih obyektif. Sementara pelayanan menjadi lebih baik
karena pengelola swasta terikat kontrak (Swa, Juli 1990)

c. Italia

Salah satu metode privatisasi yang dilakukan di Italia dan sangat berhasil adalah
sistem kontrak manajer. Seorang manajer swasta diangkat menjadi pengelola konglomerat
BUMN. Keberhasilan metode ini karena kewenangan yang diberikan untuk menjalankan
bisnis seperti perusahaan swasta (Swa, Juli 1990)

d.Korea Selatan

Salah satu metode privatisasi yang cukup berhasil di Korea Selatan adalah dalam
bentuk penjualan saham khusus untuk masyarakat golongan ekonomi lemah. Melalui
National Stock Plan (lembaga yang didirikan untuk pemerataan saham BUMN) pada tahun
1988, 34,1 persen saham Pohang Iron Steel Co (POSCO) dijual pada masyarakat miskin.
Jumlah pemilikan saham melesat dari 7,5 persen menjadi 20,3 persen dari populasi. Hal ini
mengakibatkan tidak timbulnya keresahan atau penolakan di kalangan bawah. Kondisi di atas
ditunjang oleh adanya sistem pemisahan pasar modal. Pasar I terbuka untuk asing dan orang
kaya sementara Pasar II hanya untuk lokal dan penduduk miskin. Privatisasi hanya dilakukan
pada pasar II. Inipun masih dilakukan pembatasan, misalnya dalam satu bulan seorang
maksimal cuma boleh membeli 10 saham.Selain itu, saham yang boleh dibeli oleh satu
perusahaan atau keluarga paling maksimal 8 persen dari total saham. Saham yang dianggap
penting oleh pemerintah tetap dipertahankan sebesar 8 persen, tetapi saham Korea Airlines,
Korea Elecricity dan POSCO sudah dimiliki masyarakat 100 persen (Swa, Juli 1990)

e. Chili

Pembahasan privatisasi di Chili menjadi menarik karena penguasa negara tersebut


adalah rezim militer yang identik dengan penolakan terhadap privatisasi. Ditambah lagi
bahwa privatisasi Chili ternyata sukses yang ditandai dengan penyebaran kepemilikan saham
meningkat, perusahaan swasta menjadi lebih efisien, membuka kesempatan investasi,
berkurangnya ketergantungan pada sektor publik.

Privatisasi di Chili dilakukan dalam 2 (dua) gelombang, yaitu gelombang I (1974-


1979) dan gelombang II (1984-1989). Selama periode tersebut telah berhasil diprivatisasi
sebanyak 550 BUMN, dan sumbangan BUMN terhadap PDB turun dari 39 persen menjadi 16
persen. Pada gelombang I, privatisasi dijual terbatas dalam bentuk paket untuk mendapatkan
harga yang tinggi. Kurangnya modal swasta, maka pemerintah memberi kredit. Ternyata di
kemudian hari pemilik yang baru mengalami kebankrutan sehingga BUMN yang telah
diprivatisasi kemudian dibeli kembali oleh pemerintah. Kemudian pada gelombang II
dilakukan penjualan kembali BUMN secara lelang, dan sebagian besar dibeli secara patungan
oleh perusahaan lokal dan asing. Selebihnya dijual secara popular capitalism, berupa
penawaran saham pada masyarakat dengan memberikan kredit tanpa bunga. Sementara
BUMN yang baru pertama kali diprivatisasi, diitawarkan dengan cara labor capitalism
berupa penawaran pada karyawan, institutional capitalism berupa penawaran pada institusi
seperti yayasan dana pensiun (Siahaan, 2000).

Hachette dan Luders (1993) menganalisis proses privatisasi di Chili dan


menyimpulkan: (i) keberhasilan privatisasi Chili menunjukkan bahwa privatisasi di negara
berkembang dapat berjalan dengan baik. Meskipun pasar tidak sempurna di negara
berkembang tetapi tetap dapat berfungsi baik untuk menghasilkan harga penjualan saham
yang memadai dan mendorong perusahaan privatisasi bekerja efisien. Sumber daya finansial
selalu ada walaupun di negara berkembang. BUMN dapat dijual pada masyarakat atau pihak
asing; (ii) Beragam BUMN dan aktifitasnya dapat diprivatisasi. Pada kasus utilitas publik
(monopoli alamiah) dan pelayanan sosial, maka regulasi dan pengendalian yang memadai,
kebijakan ekonomi yang tepat adalah hal mendasar untuk mencapai efisiensi; (iii) beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, melengkapi persyaratan sebelumnya, untuk mensukseskan
privatisasi yang terkait dengan aspek politis dan intitusi adalah (a) kepemimpinan; (b)
dukungan politis; (c) transparan, pelibatan karyawan dan masyarakat akan meningkatkan
dukungan; (d) pengembangan pasar modal; (iv) privatisasi butuh waktu. Dibutuhkan
pembenahan sistem, kebijakan, penyiapan dana dan personil.

Salah satu kritik terhadap proses privatisasi di Chili adalah kurangnya transparansi
dalam prosesnya. Hal ini mungkin dikondisikan oleh bentuk pemerintahan yang dikendalikan
oleh militer, dan bentuk privatisasi yang dilakukan secara massal. Walaupun demikian tujuan
privatisasi tersebut berupa penyebaran pemilikan saham, dan peningkatan penerimaan
pemerintah dapat dicapai.

f. Negara Transisi

Satu dekade lalu, dengan pecahnya Uni Sovyet, dan dimulainya reformasi orientasi
pasar di banyak negara Eropa Timur dan Tengah, maka privatisasi menjadi suatu jalan keluar
dari ketidakefisienan perencanaan terpusat. Ternyata terdapat dua pelajaran penting yang
didapatkan yaitu (i) perusahaan swasta selalu lebih baik kinerjanya dibanding BUMN.
Dengan kata lain, setiap langkah privatisasi lebih baik dari pada tidak sama sekali, tanpa
mempedulikan apakah telah tercipta kestabilan pasar dan lingkungan yang kompetitif; (ii)
perusahaan swasta yang mulai dari bawah menunjukkan kinerja terbaik, disusul BUMN yang
diprivatisasi dan dikendalikan orang luar (non birokrat), baru kemudian BUMN.

Kendala soft budget, yang ditandai masih diberikannya subsidi, bunga pinjaman
lunak, penghapusan hutang, menghalangi restrukturisasi perusahaan. Pihak manjemen akan
lebih banyak melakukan lobby dibanding melaksanakan strukturisasi. Terdapat
kecenderungan menyimpulkan bahwa pasar bebas dan lingkungan kompetitif lebih penting
dari pada metode privatisasi (Gardner, 1999)
Kesimpulan

Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri dari


pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan saham akan
berpindah ke pemegang saham swasta. Strategi privatisasi haruslah direncanakan dengan
matang agar berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Jenis BUMN,kondisi BUMN,
serta situasi sosial politik dari suatu negara juga adalah beberapa faktor yang menentukan
sukses tidaknya privatisasidilakukan. Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditunjukkan untuk
berbagai aspek harapan, dilihat dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa
dan organisasi) ekonomi dan politik.

Situasi fiskal cenderung diuntungkan oleh privatisasi. Secara khusus, baik pada
tingkat data perusahaan maupun data agregatmendukung dampak positip terhadap
penerimaan, dan berkurangnya defisit. (Davis, 2000)

Privatisasi mengalami perkembangan secara drastis. Pada tahun 1988 baru 12 negara
melakukan privatisasi, tetapi tahun 1995 berkembang menjadi 45 negara. Periode 1988-1995,
sekitar 46 persen dari nilai keseluruhan privatisasi dunia terjadi di wilayah Amerika Latin,
menyusul Asia Timur (25 persen), kawasan Eropa dan Asia Tengah (17 persen), serta
wilayah lainnya (12 persen). Privatisasi yang dominan di sektor primer dan infrastruktur.
Metode privatisasi dominan adalah penawaran umum (40 persen). Metode lainnya yang
diminati adalah strategic sale (Pranoto, 2000).
Referensi:

https://merahkuning.wordpress.com/2012/12/23/contoh-makalah-privatisasi-bumn-di-
indonesia/

file:///C:/Users/Acer/Downloads/Dampak_Privatisasi_di_Indonesia._Studi_K.pdf

Anda mungkin juga menyukai