PENDAHULUAN
Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara
umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan
masih sangat rendah. Sementara itu, ssat ini pemerintah Indonesia masih harus berjuang
untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu.
Dan salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya
adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.
Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengandung Pro dan Kontra dikalangan
masyarakat. Sebagaian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset Negara yang
harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan
manfaat kara terus merugi. Namun adapula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa
pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat
mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi Negara dan masyarakat Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat banyak defenisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah
privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefenisikan privatisasi dalam arti luas, seperti J.A.
Kay dan D.J. Thomson sebagai means of changing relationship between the govermengt
and private sector. Mereka mendefenidikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah
hubungan antra pemerintah dan sektor swasta
Sesuai Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
pengertian Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya,
kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat.
Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut maka Kementerian Negara BUMN mengenai
privatisasi adalah: Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah
perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta
masyarakat dalam kepemilikan sahamnya.
Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditunjukkan untuk berbagai aspek harapan, dilihat
dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) ekonomi dan
politik. Tujuan privatisasi adalah :
1. a. Dari sisi pembenahan internal manajemen:
1. Meningkatkan efesiensi dan produktifitas
2. Mengurangi peran Negara dalam pembuatan keputusan
3. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada
keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan.
4. Meningkatkan pilihan konsumen
Manfaat dari program privatisasi pada dasarnya dapat ditinjau berdasarkan manfaat bagi
perusahaan BUMN itu sendiri, manfaat bagi negara serta manfaat bagi masyarakat
a. Bagi Pemerintah
Manfaat privatisasi bagi Negara adalah membantu memperkuat kapitalisasi pasar modal,
mengembangkan sarana investasi, menjadi sumber pendanaan bagi APBN (dari hasil
divestasi), membantu mengembangkan sektor riil, dan mendorong perbaikan iklim investasi
b. Bagi Perusahaan BUMN
(b) mendapat akses dan sumber pendanaan baru untuk pertumbuhan perusahaan sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan, dan
(c) dalam hal privatisasi melalui Strategic Sale (SS) bermanfaat untuk pengembangan pasar,
alih teknologi, networking dan peningkatan daya saing perusahaan.
c. Bagi Masyarakat
Banyak metode yang ada dalam rangka pelaksanaan privatisasi.BUMN di Indonesia, namun
agar dapat berjalan dengan baik tentunyapemilihan strategi privatisasi haruslah direncanakan
dengan matangagar berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Jenis BUMN,kondisi
BUMN, serta situasi sosial politik dari suatu negara jugaadalah beberapa faktor yang
menentukan sukses tidaknya privatisasidilakukan. Beberapa strategi yang dapat dipilih,
antara lain publicoffering, private sale, new private investment, sale of assets,fragmentation,
management/employee buy out, kontrak manajemen,kontrak/sewa aset, atau likuidas
1. Public Offering
Pada strategipublic offering, pemerintah menjual kepadapublik semua atau sebagian saham
yang dimiliki atas BUMNtertentu kepada publik melalui pasar modal. Umumnya,
pemerintahhanya menjual sebagian dari saham yang dimiliki atas BUMNtersebut. Strategi ini
akan menghasilkan suatu perusahaan yang dimiliki bersama antara pemerintah dan swasta.
Proporsi kepemilikan pemerintah atas BUMN ini akan menurun.
Public offering ini cocok untuk memprivatisasi BUMN yang cukupbesar, memiliki potensi
keuntungan yang memadai dalam waktudekat dapat direalisasi. BUMN harus bisa
memberikan informasi lengkap tentang keuangan, manajemen, dan informasi lainnya,yang
diperlukan masyarakat sebagai calon investor.
Public offeringini akan dapat terealisasi apabila telah tersedia pasar modal, atau suatu badan
formal yang dibentuk dalam rangkamenginformasikan, menarik, dan menjaring publik. Di
samping ituharus cukup tersedia likuiditas di pasar modal tersebut. Metode public offering
telah dipilih dalam rangka privatisasi beberapaBUMN di Indonesia, antara lain PT.
SemenGresik, PT. Indosat,PT. Timah, PT. Telkom, PT. Aneka Tambang, dan Bank BNI.
1. Private Sale
Pada strategi ini, pemerintah menjual semua atau sebagiansaham yang dimiliki atas BUMN
tertentu kepada satu atau sekelompok investor tertentu. Calon investor pada umumnya sudah
diidentifikasi terlebih dulu, sehingga pemerintah dapat memilihinvestor mana yang paling
cocok untuk dijadikan partner usahanya.Strategi private sale ini fleksibel, tidak harus melalui
pasar modal.Cocok untuk privatisasi BUMN yang memiliki kinerja rendah, yang belum layak
untuk melakukan public offering. BUMN ini memerlukan investor yang memiliki usaha di
bidang industri yang sama, memiliki posisi keuangan yang kuat, dan memiliki kinerja dan
teknologi yang baik. Strategi ini juga cocok untuk negaranegara yang belum memiliki pasar
modal, atau belum memiliki badan formal yang mampu menjaring investor.
New private investment dapat ditempuh oleh pemerintah apabila pemerintah atau BUMN
menghadapi keterbatasan untuk mengembangkan usaha BUMN tersebut. Dalam hal ini,
pemerintah tidak menjual saham yang dimiliki atas BUMN, tetapi mengundang investor
untuk menyertakan modal, sehingga modal BUMN akan bertambah. Penambahan modal
tersebut sepenuhnya masuk ke BUMN, dan tidak ada dana yang diterima oleh pemerintah
secara langsung. Kebijakan ini akan menyebabkan proporsi kepemilikan saham pemerintah
atas BUMN tersebut menjadi berkurang. New private investment cocok untuk
mengembangkan BUMN, namun BUMN mengalami kekurangan dana, misalnya dalam
rangka meningkatkan kapasitas produksi atau menyediakan infrastruktur dalam rangka
peningkatan produksi. Jadi sasaran utamanya bukan untuk menjual BUMN tersebut.
3. Sale of Assets
Pada strategi ini pemerintah tidak menjual saham yangdimiliki atas saham BUMN tertentu,
tetapi menjual aset BUMNsecara langsung kepada pihak swasta. Alternatif lain,
pemerintahtidak menjual aset BUMN secara langsung, tetapimenggunakannya sebagai
kontribusi pemerintah dalampembentukan perusahaan baru, bekerjasama dengan
pihakswasta. Dalam memilih mitra usaha, tentunya pemerintah akanmemilih pihak-pihak
yang telah dikenal sebelumnya. Kebijakanpenjualan aset ini lebih fleksibel dan lebih mudah
dilaksanakan,dibandingkan menjual perusahaan secara keseluruhan. Kebiajakanini cocok
untukdilaksanakan apabila menjual perusahaan secarakeseluruhan merupakan target yang
sulit dicapai. Pemerintah dapatmenjual seluruh aset yang dimiliki BUMN, write off semua
utang, dan melikuidasi BUMN tersebut.
4. Fragmentation
Pada strategi ini, Pemerintah mengalokasikan sejumlahsaham untuk dibeli oleh para manajer
dankaryawan BUMN, ataukoperasi karyawan BUMN. Strategi ini cocok untuk
transferkepemilikan BUMN dari pemerintah kepada para manajer dankaryawan BUMN.
Dengan memiliki saham, para manajer dan karyawan BUMN diharapkan akan bekerja lebih
serius, sehinggakinerja BUMN akan meningkat. Strategi ini juga cocok untuk BUMNyang
akan diprivatisasi, namun belum layak untuk melakukan publik offering karena kinerjanya
yang kurang baik. Daripada BUMN dilikuidasi, maka strategi ini merupakan alternatif yang
lebih baik.
6. Kontrak Manajemen
Tidak ada transfer kepemilikan dalam strategi ini. Privatisasi yang dilakukan hanya bersifat
privatisasi pengelolaan, bukan privatisasikepemilikan. Strategi kontrak manajemen dapat
dipakai sebagaistrategi antara sebelum privatisasi kepemimpinan dilaksanakan.Kontrak
manajemen merupakan strategi yang baik apabila kondisiBUMN belum layakuntuk dijual.
Strategi ini dapat dipakai untukmeningkatkan kinerja BUMN, baik untuk BUMN yang
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, maupun BUMN yang akan diprivatisasi
kepemilikannya.
7. Kontrak/Sewa Aset
Kontrak/sewa aset adalah strategi di mana pemerint mengundang perusahaan swasta untuk
menyewa aset atau fasilitas yang dimiliki BUMN selama periode tertentu.
Pemerintah/BUMN dengan segera akan mendapatkan uang sewa dari perusahaan penyewa,
tanpa melihat apakah perusahaan tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Perusahaan
penyewa berkewajiban untuk memelihara aset atau fasilitas yang disewanya.Aset atau
fasilitas yang disewa bisa termasuk SDM yang mengelola fasilitas atau aset tersebut.
Strategi ini cocok untuk meningkatkan return on assets (ROA), sehingga aset BUMN bisa
dimanfaatkan secara optimal. PT. Tambang Timah (Indonesia) telah menerapkan metode ini.
Demikian pula Port Kelang dan National Park Facilities dari Malaysia, serta Port of
Singapore dari Singapura. BUMN-BUMN tersebut telah menyewakan asset yang dimiliki
dalam rangka meningkatkan ROA.
8. Likuidasi
Likuidasi merupakan alternatif terakhir yang dapat dilakukan pemerintah terhadap BUMN.
Alternatif ini dapat dipilih apabila BUMN tersebut adalah BUMN komersial, bukan BUMN
public utilities atau memberikan public services, tetapi dalam kenyataannya tidak pernah
mendapatkan keuntungan dan selalu menjadi beban negara
Initial Public offering merupakan strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian
saham yang dikuasai pemerintah kepada investor publik untuk yang pertama kalinya.
Artinya, saham BUMN tersebut belum pernah dijual melalui pasar modal pada waktu
sebelumnya. Metode IPO dapat menghasilkan dana segar dalam jumlah yang besar bagi
pemerintah, tanpa harus kehilangan kendali atas BUMN tersebut. Investor publik pada
umumnya membeli saham untuk tujuan investasi, dengan persentase kepemilikan yang relatif
kecil.
Pada umumnya mereka tidak bermaksud untuk ikut serta dalam kegiatan operasional
perusahaan. Dengan demikian IPO ini cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan
diprivatisasi jumlahnya cukup besar, BUMN memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki
kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan IPO, serta cukup
tersedia likuiditas dana di pasar modal.
Right Issue adalah strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian saham yang
dikuasai pemerintah kepada publik, di mana BUMN tersebut telah melakukan penjualan
saham melalui pasar modal pada waktu sebelumnya.
Pada dasarnya metode Right Issue tidak jauh berbeda dengan metode initial public offering.
Metode Right Issue tidak menyebabkan pemerintah lepas kendali atas BUMN yang
diprivatisasi selama masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Right issue cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan diprivatisasi jumlahnya cukup
besar, BUMN pernah melakukan penawaran saham melalui IPO, memiliki kondisi keuangan
yang baik, memiliki kinerja manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan
Right Issue, serta tersedia likuiditas dana di pasar modal.
Strategic sales (SS) merupakan strategi privatisasi untuk menjual saham BUMN yang
dikuasai pemerintah kepada investor tunggal, atau sekelompok investor tertentu. Beberapa
metode yang termasuk didalam SS antara lain strategic private sale, new private investment,
management/employee buy out dan fragmentation.
Pada dasarnya, SS dimaksudkan untuk mendatangkan dan melibatkan investor baru dalam
pengelolaan BUMN. Disamping membawa dana segar, diharapkan investor baru juga
membawa sesuatu yang strategis untuk meningkatkan kinerja BUMN seperti teknologi baru,
budaya, metode kerja yang efektif dan efisien, perluasan penguasaan pasar dan sebagainya.
Dengan demikian pemilihan investor baru sangatlah selektif dikaitkan dengan permasalahan
yang ada di BUMN yang akan diprivatisasi.
Strategic Sales merupakan pilihan yang baik bila BUMN yang diprivatisasi memiliki kinerja
yang kurang baik atau permasalahan keuangan yang kurag sehat. Strategi ini juga dapat
dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat dengan biaya yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan IPO, sehingga cocok untuk strategi privatisasi dengan waktu yang relatif terbatas atau
nilai saham yang diprivatisasi kecil, atau bila pasar modal sedang dalam kondisi kekurangan
likuiditas
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak
professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya.
Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan
tidak adanya persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak
monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya
efisiensi BUMN.
Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan
didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal
meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar
akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga
memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa
bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan
membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara
keseluruhan.
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana
telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra.
Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan
yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya,
maka seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien,
produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan
perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan
kinerjanya menjadi lebih bagus.
Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien. Jika
ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu
sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual.
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika
terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun sebagaimana
layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-
aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan
menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun
pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian
dari modal menjadi milik perusahaan asing
Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan pemerintah
dan regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas
ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan adanya
jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi.
Krbijakan privatisasi dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang penting seperti tariff, tingkat
nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing.
Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya kepemilikan
pemerintah kepada swasta, megurangi sentralisasi kepemilikan kepada suatu keompok atau
konglimerat tertentu. Sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas ekonomi akan
lebih terbuka maju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan tidak ada hambatan
dalam kompetisi, baik aturan, regulasi maupun subsudi.untuk itu diperlukan perombakan
hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dapat membantu perkembangan
dan menarik investasi swasta dengan memindahakan efek keruwetan dari kepemilikan
pemerintah.
Seharusnya program privatisasi ditekankan pada manfaat transformasi suatu monopoli public
menjadi milik swasta. Hal ini terbatas pada keuntungan ekonomi dan politik. Dengan
pengalihan kepemilikan, salah satu alternative yaitu dengan melakukan pelepasaan saham
kepada rakyat dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut melakukan control dan
lebih memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memiliki dan lebih semangat untuk
lebih berpartisipasi dalam rngka meningkatkan kinerja BUMN yang sehat. Hal ini datpat
berdampak pada peningkatan produktifitas karyawan yang berujung pada kenaikan
keuntungan.
Privatisasi BUMN di Indonesia mulai direncanakan pemerintah sejak tahun 1990-an. BUMN-
BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT Telkom (persero)Tbk., PT. Perusahaan Gas Negara
(persero) Tbk., PT bank Mandiri (persero) Tbk,. PT Bank BNI 46 (persero) TBK., PT Indosat
(persero) Tbk., ternyata mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditas
dan pergerakan pasar modal.
Selain itu, metode privatisasi yang dilakukan pemerintah pun kebanyakan masih berbentuk
penjualan saham kepada pihak swasta. Hal ini menyebabkan uang yang diperoleh dari hasil
penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ketangan pemerintah, bukan masuk ke dalam
BUMN untuk digunakan sebagai tambahan pendanaan dalam rangka mengembangkan
usahanya.
Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena pemerintah memperoleh
pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi BUMN hal ini agak kurang
menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru, tentunya mereka dituntut untuk
melakukan berbagai perubahan. Namun, perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan
dana segar yang cukup, sebagian besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya
terdahulu yang sebenarnya didapatnya denga kurang efesien.
Dari segi politis, masih bnyak pihak yang kontra terhadap kebijakan privatisasi saham kepada
pihak asing ini. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing ini dinilai akan menyebabkan terbangnya
keuntungan BUMN kepada pihak asing, bukannya kembali kepada rakyat Indonesia.
Upaya pemerintah untuk melakukan reformasi BUMN telah dimulai pada tahun 1980-an
melalui penerbitan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 1988 yang dijabarkan lebih lanjut
dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740 dan 741 tahun 1989. Regulasi ini
memberikan wewenang kepada BUMN untuk menggunakan berbagai perangkat reformasi
seperti restrukturisasi, penggabungan usaha (merger), kerjasama operasi (KSO) dan bentuk-
bentuk partisipasi swasta laintermasuk penawaran saham kepada masyarakat dan penjualan
strategis.
Sektor-sektor yang dibuka bagi partisipasi pihak swasta tidak saja dalam sektor yang
kompetitif, tetapi juga dimungkinkan dalam bentuk kerjasama usaha di sektor infrastruktur,
transportasi dan energi. Sebagai akibat dari kebijakan reformasi BUMN di atas, dalam kurun
waktu 1990-1998 pihak investor swasta, asing dan domestik diundang untuk berpartisipasi
dalam memiliki saham BUMN.
Sebagian saham negara pada enam BUMN besar telah ditawarkan melalui Bursa Efek
Jakarta, Surabaya New York dan London dalam kurun waktu tersebut. Penjualan saham ini
sangat sukses dalam terminologi pasar modal, di mana sebesar US$ 4,34 miliar berhasil
diperoleh dari penjualan tersebut. Sebanyak 55% dari hasil penjualan masuk kepada
Pemerintah serta 45% kepada perseroan-perseroan.
Saham- saham perusahaan tersebut memiliki prestasi sangat baik di bursa efek Jakarta dan
menjadi saham unggulan di bursa tersebut. Dalam kurun waktu yang sama dilakukan dua
penjualan strategis (strategic sales), yaitu PT Intirub pada tahun 1991 dan diikuti oleh PT
Aneka Gas Industri pada tahun 1997.
Jumlah saham pemerintah yang dilepas dalam program privatisasi di atas tidak lebih dari
49%, kecuali dalam kasus penjualan strategis PT Intirub, PT Aneka Gas Industri dan
Terminal Kontainer Jakarta.
Meskipun demikian langkah penawaran saham ini minimal memberikan pengalaman kepada
pemerintah dan publik mengenai inisiatif privatisasi serta mendorong transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan perusahaan. Reformasi BUMN telah menjadi progam negara
dengan dimasukkannya masalah pengelolaan dan privatisasi BUMN pada butir 12 dan 28
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 2004.
Secara umum reformasi BUMN diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan kondisi-kondisi
yang dirasakan menghambat perekonomian dan memperburuk keuangan Pemerintah.
Biaya produksi yang relatif tinggi menyebabkan tingkat laba yang yang dicapai menjadi
rendah dan ketidaksanggupan perseroan untuk membiayai perluasan usaha dari laba yang
ditahan.
Keuangan Pemerintah menyebabkan investasi baru tidak dapat dibiayai dari APBN,baik
melalui dana segar Pemerintah, maupun proyek pemerintah yang dialihkan sebagai aset
(PMP) serta adanya kebijakan nasional untuk mengurangi subsidi.
Tidak banyak sumber daya baru yang dapat diharapkan dari sistem perbankan karena saat
ini masih dalam proses recovery Kerjasama usaha yang selama ini dijalankan oleh BUMN,
hanya memiliki peranan terbatas dan tidak dapat menggantikan restrukturisasi BUMN itu
sendiri. Dengan reformasi BUMN diharapkan tercipta peluang-peluang baru untuk investor
swasta dalam negeri dan asing sehingga akan membantu mengembalikan kepercayaan
investor dan dengan demikian akan memulihkan perekonomian dari resesi dan sekaligus juga
menciptakan akses kepada modal, teknologi dan pasar.
Karena alasan-alasan tersebut diatas, Pemerintah sejak awal tahun 1998 bertekad untuk
merestrukturisasi BUMN.Untuk itu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Menyatukan tanggung jawab reformasi dan pembinaan BUMN dari yang pada
awalnya di Departemen Teknis ke Menteri Negara BUMN, melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 12 dan 13 diikuti dengan PP Nomor 50 dan 64 tahun 1998,
kemudian diperbaharui dengan PP Nomor 96 dan Nomor 98 tahun 1999, diikuti PP
Nomor 1 dan Nomor 89 tahun 2000, terakhir dengan PP Nomor 64 tahun 2001.
2. Percepatan langkah restrukturisasi dan privatisasi BUMN.antara lain dengan
memperbanyak metode privatisasi
3. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2000, Pemerintah juga
telah merestrukturisasi unit-unit kegiatan pelayanan Pemerintah yang sudah mandiri
menjadi suatu badan usaha bisnis (BUMN), diantaranya adalah Yayasan TVRI
menjadi Perjan TVRI dan RRI menjadi Perjan RRI, serta Swadana Rumah Sakit
Umum menjadi Perjan Rumah Sakit
4. Memaksimalkan nilai/kepentingan Pemegang Saham, antara lain mendorong
peningkatan value creation serta value of the firm
5. Menyiapkan rencana jangka panjang bagi reformasi BUMN, terutama dalam hal
privatisasi.
Butir-butir reformasi BUMN seperti yang dimuat dalam GBHN mengandung semangat
bahwa masa mendatang secara bertahap Pemerintah akan lebih berkonsentrasi dan
memposisikan diri sebagai pembuat kebijakan untuk menjamin bahwa semua pelaku ekonomi
mendapat kesempatan yang sama (level playing field). Dengan berkonsentrasi sebagai
regulator,
Pemerintah dapat menghindari benturan kepentingan sebagai pembuat kebijakan dan pelaku
ekonomi. Pemerintah tetap memiliki komitmen untuk mengembangkan sektor korporasi,
dengan tidak mengabaikan pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi. Tujuannya
adalah menciptakan kondisi dan mendorong agar perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat
memberikan sumbangan yang terbaik bagi kesejahteraan bangsa dan bagi konsumen. Sesuai
dengan perannya sebagai regulator, pemerintah akan lebih berkonsentrasi untuk
mengembangkan perangkat regulasi sebagai berikut:
A. Sasaran Nasional
B. Sasaran Financial
Sasaran program reformasi BUMN di bidang finansial dapat dibagi dalam dua komponen
yaitu untuk perseroan dan untuk pemerintah.
Pemerintah dapat membebaskan diri dari tanggungan BUMN yang merugi ataupun tidak
memiliki prospek pengembangan di masa datang.
Reformasi BUMN juga berarti mengurangi peran pemerintah dalam pengelolaan perusahaan.
Apabila industri tersebut akan diregulasi, dengan tetap menyeimbangkan pertanggung-
jawaban tersebut, pengelola perusahaan harus melaksanakan beberapa sasaran tambahan yang
ditetapkan oleh regulator seperti adanya kewajiban layanan publik. Para manajer profesional
akan tahan uji dan sadar terhadap resiko pengambilalihan manajemen perusahaan oleh
manajer dan investor baru dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan.
Manfaat reformasi BUMN bagi konsumen adalah untuk menjamin bahwa konsumen akan
mendapatkan barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang bersaing seperti di dalam
industry yang kompetitif dan industri yang bersaing dengan barang-barang impor. Sementara
itu di industi. yang perlu diregulasi seperti telekomunikasi, energi atau air bersih, tujuan
pemerintah sebagai regulator adalah untuk merangsang persaingan dan menjamin harga
produk serendah mungkin.
Apabila pemerintah menetapkan harga pada tingkat di bawah harga yang wajar, maka
pemerintah dapat memberikan subsidi sepanjang keuangan Negara memungkinkan.
Salah satu alat reformasi BUMN adalah restrukturisasi dan privatisasi disamping beberapa
alat lainnya seperti deregulasi dan debirokratisasi. Terdapat tiga alasan utama mengapa
restrukturisasi dan privatisasi BUMN perlu dilaksanakan dengan segera yaitu:
1. Privatisasi adalah bagian dari reformasi struktural yang akan menolong bangsa
Indonesia keluar dari resesi saat ini, terutama dengan penyerahan pengelolaan sektor-
sektor yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak
Kendala serius yang harus diatasi dalam pelaksanaan reformasi BUMN secara cepat:
1. Kapasitas pasar modal saat ini tidak dapat menampung pelaksanaan privatisasi
sejumlah besar BUMN melalui penawaran umum karena masih terbatasnya aliran
dana dalam negeri dan investasi portofolio dari luar negeri.
2. Keterbatasan pengalaman dalam mengelola program reformasi yang sebesar ini.
Sebagai contoh kegiatan perencanaan, penempatan karyawan dan pengoperasian dari
badan-badan regulator yang baru tentu akan memerlukan waktu.
3. Belum adanya kesamaan persepsi dalam upaya reformasi BUMN membutuhkan
sosialisasi yang menyeluruh kepada stakeholder (Manajemen, karyawan, DPR-MPR,
masyarakat dll).
4. Kendala regulasi sektoral yang sering kali tidak sinkron tujuan reformasi
2.2.5. BUMN Penerapan Good Corporate Govermance (GCG) dan BUMN Online
Kajian empiris maupun pengalaman di lapangan sekilas membuktikan bahwa investor akan
kembali menanamkan modalnya di suatu perekonomian baik melalui pasar saham, obligasi
maupun dalam sector riil, jika negara tersebut telah berhasil menunjukkan kesungguhannya
dalam nenerapkan Good Corporate GovernmentInvestor sesungguhnya ingin merasa yakin
bahwa:
Belajar dari pengalaman tersebut, pemerintah telah membuat komitmen dalam penerapan
praktek- praktek GCG dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor S106/M-
PM.PBUMN/2000 pada tanggal 17 April 2000 yang menyerukan agar BUMN melaksanakan
praktek-praktek GCG. Pedoman lebih lanjut mengenai GCG dituangkan dalam bentuk Surat
Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor KEP23/M
PM.PBUMN/2000 mengenai Pengembangan Praktek GCG dalam Perusahaan Perseroan
(Persero).
Praktek-praktek Good Corporate Governance didasarkan pada tiga prinsip dasar yakni
transparansi, kemandirian dan akuntabilitas.
Transparansi
Kemandirian
diartikan sebagai keadaan dimana Persero bebas dari pengaruh/tekanan pihak lain yang tidak
sesuai dengan mekanisme korporasi.
Akuntabilitas
Praktek-praktek Good Corporate Governance yang diperkenalkan kepada BUMN antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Peran dan tanggung jawab Komisaris/ Dewan Pengawas akan didorong untuk lebih
aktif dalam mengawasi dan memberikan pendapat kepada Direksi dalam pengelolaan
BUMN;
2. Peran dan tanggung jawab Direksi akan diperjelas, khususnya sehubungan dengan
tujuan utama masing-masing BUMN;
3. Pembentukan Komite Audit sebagai sub-komite Komisaris secara bertahap
akan diterapkan kepada seluruh BUMN;
4. Kriteria seleksi (fit and proper test) dan proses penunjukan yang transparan dan
terencana bagi Komisaris/ dan Direksi akan diimplementasikan.
5. Surat Penunjukan bagi Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi secara formal
menjelaskan ntara lain tugas, tanggungjawab serta harapan-harapan Pemerintah
6. Dokumen Statement of Corporate Intent (SCI) akan diterapkan bagi semua BUMN
yang 100% sahamnya dimiliki Pemerintah. Dokumen ini merupakan dokumen
pernyataan maksud perusahaan yang telah disetujui oleh BUMN dan Pemerintah
sebagai pemegang saham/ yang intinya memuat target-target kinerja dan indikator-
indikator lain yang harus dicapai dan dipertanggungjawabkan oleh BUMN serta
sistem pemantauan pencapaian target-target kinerja