Anda di halaman 1dari 8

PRIVATISASI

Dosen Pembimbing Dr.Suhairi SE,M.Si,Ak

Oleh kelompok 13 :
 Cindy Octavia Manopi 1610532012
 Shintya Alvenia 1610533006
 Yolla Oktavia Putri 1610532032
 Wirasetya Ravanelli 1610532010

Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang
bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN
dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak
tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan
listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945,
seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi
BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan
lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan
kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan
perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra
kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan
pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar
lokasi BUMN.

Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum
belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan masih
sangat rendah. Sementara itu, saat ini Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk
melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan salah
satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah
dengan melakukan privatisasi BUMN.

Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus
tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat
karena terus merugi. Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa
pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat
mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.

PEMBAHASAN

Pengertian Privatisasi

Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah
privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti luas, seperti J.A. Kay dan
D.J. Thomson sebagai “…means of changing relationship between the government and private
sector”. Mereka mendefinisikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan antara
pemerintah dan sektor swasta.[1] Sedangkan pengertian privatisasi dalam arti yang lebih sempit
dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengertikan privatisasi sebagai
denasionalisasi suatu industri, mengubahnya dari kepemilikan pemerintah menjadi
kepemilikan swasta.
Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri dari
pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan saham akan
berpindah ke pemegang saham swasta. Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup
perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta, dimana perubahan yang paling
signifikan adalah adanya disnasionalisasi penjualan kepemilikan publik.

Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh pengertian bahwa privatisasi adalah
pengalihan aset yang sebelumnya dikuasai oleh negara menjadi milik swasta. Pengertian ini
sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN,
yaitu penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

Tujuan Privatisasi

Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditujukan untuk berbagai aspek harapan, dilihat dari
aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi), ekonomi dan
politik. Dari segi keuangan, privatisasi ditujukan untuk meningkatkan penghasilan pemerintah
terutama berkaitan dengan tingkat perpajakan dan pengeluaran publik; mendorong keuangan
swasta untuk ditempatkan dalam investasi publik dalam skema infrastruktur utama; menghapus
jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik. Tujuan privatisasi dari sisi pembenahan internal
manajemen (jasa dan organisasi) yaitu:

1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;

2. Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;

3. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan


dan perilaku bisnis yang menguntungkan;

4. Meningkatkan pilihan bagi konsumen.

Dari sisi ekonomi, tujuan privatisasi yaitu :

1. Memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan;

2. Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal swasta.

Tujuan dari segi politik yaitu :

1. Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu dan


memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;

2. Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta memperluas


kepemilikan kekayaan;

3. Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan menciptakan


kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;

4. Meningkatkan kemandirian dan individualisme.


Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah
perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan
hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta sekaligus
merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN. Privatisasi bukan
semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur
aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu
pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus
menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta di dalam
pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.

Metode Privatisasi

Ada beberapa metode yang digunakan oleh suatu negara untuk memprivatisasi BUMN,
diantaranya adalah :

1. Penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Penawaran ini
dapat dilakukan secara parsial maupun secara penuh. Di dalam transaksi ini, pemerintah
menjual sebagian atau seluruh saham kepemilikannya atas BUMN yang diasumsikan
akan tetap beroperasi dan menjadi perusahaan publik. Seandainya pemerintah hanya
menjual sebagian sahamnya, maka status BUMN itu berubah menjadi perusahaan
patungan pemerintah dan swasta. Pendekatan semacam ini dilakukan oleh pemerintah
agar mereka masih dapat mengawasi keadaan manajemen BUMN patungan tersebut
sebelum kelak diserahkan sepenuhnya kepada swasta.

2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of share). Di
dalam transaksi ini, pemerintah menjual seluruh ataupun sebagian saham
kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tunggal yang telah diidentifikasikan atau
kepada pembeli dalam bentuk kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan penuh
atau secara sebagian dengan kepemilikan campuran. Transaksinya dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, seperti akuisisi langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan
kepada kelompok tertentu. Cara ini juga sering disebut sebagai penjualan strategis
(strategic sale) dan pembelinya disebut invenstor strategis.

3. Penjualan aktiva BUMN kepada swasta (sale of government organization state-


owned enterprise assets). Pada metode ini, pada dasarnya transaksi adalah penjualan
aktiva, bukan penjualan perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi. Biasanya jika
tujuannya adalah untuk memisahkan aktiva untuk kegiatan tertentu, penjualan aktiva
secara terpisah hanya alat untuk penjualan perusahaan secara keseluruhan.

4. Penambahan investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (new private
investment in an state-owned enterprise assets). Pada metode ini, pemerintah dapat
menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi dengan
memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal. Dalam metode
ini, pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya, tetapi dengan tambahan
modal swasta, maka kepemilikan pemerintah mengalami dilusi (pengikisan). Dengan
demikian, BUMN itu berubah menjadi perusahaan patungan swasta dengan
pemerintah. Apabila pemilik saham mayoritasnya adalah swasta, maka BUMN itu telah
berubah statusnya menjadi milik swasta.
5. Pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan (management/employee buy
out). Metode ini dilakukan dengan memberikan hak kepada manajemen atau karyawan
perusahaan untuk mengambil alih kekuasaan atau pengendalian perusahaan. Keadaan
ini biasanya terkait dengan perusahaan yang semestinya dapat efektif dikelola oleh
sebuah manjemen, namun karena campur tangan pemerintah membuat kinerja tidak
optimal.

Dari beberapa cara tersebut, UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN di dalam pasal 78
hanya membolehkan tiga cara dalam privatisasi yakni :

1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal.

2. Penjualan saham langsung kepada investor.

3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.

Pro-Kontra Mengenai Privatisasi

Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih
disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang
menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.

Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi

a. Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi

BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak
professional dengan kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya.
Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan
tidak adanya persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli
yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi
BUMN.

Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan
didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal
meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar
akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga
memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa
bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan
membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara
keseluruhan.

b. Mendorong perkembangan pasar modal

Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu
terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada
perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.Privatisasi juga dapat
mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi
BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang
selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
c. Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah

Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang


berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi
pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan
penerimaan pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih
tinggi. Dengan demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran
pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.

Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi

Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi
sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra. Alasan
bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang
diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka
seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien,
produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan
perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya
menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang
sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya
disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru
kemudian dijual.

Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang
ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun
sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan
pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber
pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing.
Meskipun pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan
bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.

Dampak Privatisasi BUMN di Indonesia

Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan


pemerintah dan kontrol regulasi. Dimana dapat dikatakan sebagai sarana transisi menuju pasar
bebas, aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif,
dengan adanya jaminan tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi
maupun subsidi. Kebijakan privatisasi dikaitkan dengan kebijakan eksternal yang penting
seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi investor asing. Juga menyangkut kebijakan
domestik, antara lain keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan
regulasi yang adil, dan kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan
munculnya kasus perselisihan bisnis.

Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu menyebarnya
kepemilikan pemerintah kepada swasta, mengurangi sentralisasi kepemilikan pada suatu
kelompok atau konglomerat tertentu. Sebagai sarana transisi menuju pasar bebas, aktivitas
ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif, dengan jaminan
tidak ada hambatan dalam kompetisi, baik berupa aturan, regulasi maupun subsidi. Untuk itu
diperlukan perombakan hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dapat
membantu perkembangan dan menarik investasi swasta dengan memindahkan efek keruwetan
dari kepemilikan pemerintah. Seharusnya program privatisasi ditekankan pada manfaat
transformasi suatu monopoli publik menjadi milik swasta. Hal ini terbatas pada keuntungan
ekonomi dan politik. Dengan pengalihan kepemilikan, salah satu alternatif yaitu dengan
pelepasan saham kepada rakyat dan karyawan BUMN yang bersangkutan dapat ikut melakukan
kontrol dan lebih memotivasi kerja para karyawan karena merasa ikut memilki dan lebih
semangat untuk berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN yang sehat. Hal ini
dapat berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan yang berujung pada kenaikan
keuntungan.

Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an.


BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk., PT. Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT. Bank BNI 46 (Persero) Tbk.,
PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., dan PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk., ternyata mampu membrikan kontribusi yang signifikan terhadap likuiditas dan
pergerakan pasar modal.[16] Kondisi ini membuat semakin kuatnya dorongan untuk melakukan
privatisasi secara lebih luas kepada BUMN-BUMN lainnya. Namun demikian, diketahui pula
bahwa terdapat beberapa BUMN yang tidak menunjukkan perbaikan kinerja terutama 2-3
tahun pertama setelah diprivatisasi, misalkan pada PT. Indofarma (Persero) Tbk. dan PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Dimana target privatisasi BUMN masih belum tercapai sepenuhnya[17].

Selain itu, metode privatisasi yang dilakukan pemerintah pun kebanyakan masih
berbentuk penjualan saham kepada pihak swasta. Hal ini menyebabkan uang yang diperoleh
dari hasil penjualan saham-saham BUMN tersebut masuk ke tangan pemerintah, bukannya
masuk ke dalam BUMN untuk digunakan sebagai tambahan pendanaan dalam rangka
mengembangkan usahanya.

Bagi pemerintah hal ini berdampak cukup menguntungkan, karena pemerintah


memperoleh pendapatan penjualan sahamnya, namun sebenarnya bagi BUMN hal ini agak
kurang menguntungkan, karena dengan kepemilikan baru, tentunya mereka dituntut untuk
melakukan berbagai perubahan. Namun, perubahan tersebut kurang diimbangi tambahan dana
segar yang cukup, sebagian besar hanya berasal dari kegiatan-kegiatan operasionalnya
terdahulu yang sebenarnya didapatnya dengan kurang efisien.

Dari segi politis, masih banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan privatisasi saham
kepada pihak asing ini. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing dinilai akan menyebabkan terbangnya keuntungan
BUMN kepada pihak asing, bukannya kembali kepada rakyat Indonesia.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dampak kebijakan privatisasi BUMN jelas terlihat pada perubahan kebijakan
pemerintah dan kontrol regulasi seperti tarif, tingkat nilai tukar, dan regulasi bagi
investor asing. Juga menyangkut kebijakan domestik, antara lain keadaan pasar
keuangan, termasuk akses modal, penerapan pajak dan regulasi yang adil, dan
kepastian hukum serta arbitrase untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya kasus
perselisihan bisnis. Dampak lain yang sering dirasakan dari kebijakan privatisasi yaitu
menyebarnya kepemilikan pemerintah kepada swasta.
2. Diantara tiga metode privatisasi BUMN yang sering digunakan, yang dianggap relatif
sesuai dengan kondisi BUMN dewasa ini adalah penawaran saham BUMN kepada
umum dan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan. Pasalnya, dengan
metode penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti akan ada
pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal ini kurang
sesuai dengan jiwa demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan
kesejahteraaan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Erani Yustika. 2002. Pembangunan dan Krisis, Memetakan Perekonomian
Indonesia. Grasindo : Jakarta
Dewi Hanggraeni. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam Meningkatkan
Kinerja?, Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6 Tahun 2009
Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia : Teori dan Implemantasi. Salemba Empat :
Jakarta
Heidirachman Ranupandojo. 1990. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. UPP AMP YKN :
Yogyakarta
Kwik Gian Gie. 1994. Analisis Ekonomi Politik di Indonesia. Gramedia : Jakarta
Rahmat S.Labib. 2005. Privatisasi Dalam Pandangan Islam. Wadi Press : Jakarta
Sri Redjeki Hartono. 2000. Kapita Selekta Hukum Perusahaan. Mandar Maju : Bandung
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

Anda mungkin juga menyukai