Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

A. Kasus SFAS No. 2


SFAS No. 2 membahas mengenai Accounting Research and Development Costs. FASB
melalui SFAS No. 2 menerapkan rigid uniformity dalam pengakuan biaya riset dan
pengembangan, yaitu langsung diakui sebagai biaya pada periode dikeluarkannya biaya
riset dan pengembangan. Akan lebih representational faithfulness bila biaya research and
development (succesful effort) sebagai finite uniformity, misal dalam akuntansi minyak dan
gas. Pendekatan finite uniformity akan lebih relevan tetapi kurang verifiable. Sterling
(1985), ia melihat bahwa representational faihtfulness dalam konteks binary, bahwa dalam
pengukuran karakteristik aset bisa representational faithfulness atau tidak. Dalam hal
manfaat pengambilan keputusan Sterling percaya representational faithfulness merupakan
karakteristik utama dari usefulnees yang tidak dapat di-trade off dengan veriability,
walaupun dalam beberapa kualitas pengukuran kurang tepat.
Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi berbeda dengan industri lainnya.
Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik dari industri minyak dan gas bumi, maka
terdapat beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut yang berbeda dengan
industri lainnya, seperti:
1. Adanya sifat untung-untungan (gambling) dari usaha explorasi menimbulkan beberapa
alternatif dalam penggunaan metode pengakuan biaya atas cadangan yang tidak berisi
minyak atau gas (dry hole).
2. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan biaya harus dikaitkan dengan
aktivitas sampai diketemukannya cadangan minyak atau gas di suatu negara, sehingga
semua biaya yang terjadi ditangguhkan dan akan dikapitalisasi sebagai bagian dari
cadangan minyak yang ditemukan di negara tersebut.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa biaya yang terjadi untuk pencarian minyak dan gas
harus dikaitkan dengan hasil dari aktivitas pencarian suatu cadangan.

Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya perbedaan pandangan dalam


perlakuan biaya yang dikapitalisasikan, beban yang diakui serta perhitungan
amortisasinya. Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya memperkenalkan konsep
pencatatan biaya dengan dasar Full Cost Method dan Successful Effort Method yang pada
akhirnya mengakibatkan perbedaan pada laporan keuangan yang dihasilkan.

1
Metode successful effort hanya akan mengakui biaya-biaya penelitian atas sumur yang
sukses mendapatkan cadangan terbukti saja yang akan dikapitalisasikan. Biaya-biaya atas
sumur-sumur yang tidak berhasil dinyatakan tidak memiliki manfaat di masa mendatang
dan karena itulah harus dibebankan pada periode terjadinya. Sebaliknya, karena tidak ada
cara untuk menghindarkan biaya-biaya unsuccessful (tidak berhasil) dalam pencarian
cadangan minyak dan gas bumi, maka full cost method menganggap baik biaya-biaya yang
terjadi pada sumur sukses menemukan cadangan minyak dan gas bumi maupun tidak, tetap
diakui sebagai bagian biaya penemuan cadangan minyak dan gas bumi. Hubungan
langsung antara biaya-biaya yang terjadi dengan penemuan cadangan minyak dan gas
bumi tidaklah penting dalam metode full cost. Dengan demikian, bila digunakan metode
full cost baik biaya yang sukses maupun tidak, akan dikapitalisasikan walaupun biaya yang
terjadi pada sumur yang tidak sukses tidak memiliki manfaat sama sekali bagi perusahaan
dimasa mendatang.
Menurut SFAS No. 2 tentang Accounting Research and Development Costs, FASB
menyimpulkan bahwa semua riset dan pengembangan biaya yang diungkapkan mencakup
pembebanan biaya ketika terjadi. Asumsinya secara implisit nilai yang diharapkan dari
biaya R&D adalah nol. FASB menyimpulkan hal tersebut dari berbagai premis dasar yang
diterima sebagai kebenaran. Ada lima faktor oleh FASB yang dianggap mendukung
kesimpulan tersebut:
1) Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan oleh biaya riset dan
pengembangan.
Pengeluaran biaya R&D adalah tingkat ketidakpastian manfaat di masa depan karena
pengeluaran biaya R&D mengakibatkan risiko. Risiko tersebut terjadi akibat kegagalan
profitabilitas dari sebuah proyek. Diperlukan kehati-hatian dalam memberikan definisi
dari risiko karena profitabilitas historis yang tinggi dari pengaruh R&D.
2) Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan
manfaat yang dihasilkan.
Pernyataan FASB mengenai kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset
dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan dapat dipertanyakan. Hasil penelitian
Angiley (1973), menunjukkan bahwa hasil penjualan perusahaan farmasi secara signifikan
berhubungan dengan output produk yang inovatif. Output yang bersifat inovatif tersebut
secara signifikan berhubungan dengan jumlah biaya riset dan pengembangan yang
dikeluarkan perusahaan.

2
3) Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep akuntansi untuk dapat
dikelompokkan sebagai aktiva.
4) Matching concept antara pendapatan dan biaya.
Karena manfaat masa depan biaya riset dan pengembangan kurang dapat ditentukan
atau dilihat, maka biaya tersebut langsung dibebankan sebagai biaya pada saat dikeluarkan.
Sedangkan, bagi perusahaan alasan mengeluarkan biaya riset dan pengembangan adalah
adanya manfaat masa depan, yaitu adanya pendapatan yang dihasilkan dari biaya tersebut.
Dengan mengakui riset dan pengembangan segera sebagai biaya, maka matching concept
tidak terpenuhi.
5) Kurangnya relevansi informasi yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan
investasi dan kredit.

B. Kasus SFAS No. 33


Tahun 1970, FASB menerbitkan sebuah draft eksposur yang akan mewajibkan
perusahaan untuk melaporkan informasi harga-tingkat disesuaikan dalam laporan
tambahan. Masalah khusus timbul dalam penerapan persyaratan biaya saat pernyataan ini
untuk jenis aset tertentu, terutama sumber daya alam dan menghasilkan pendapatan
properti real estate. Dewan akan mempertimbangkan masalah lebih lanjut dan alamat
mereka dalam Exposure Draft dengan maksud untuk menerbitkan Statement pada tahun
1979.
Selanjutnya, pada tahun 1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (Statement of Financial Accounting Standards-SAFS ) No. 33 berjudul
Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga, yang mana pernyataan ini mengharuskan
perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap (sebelum dikurangi
dengan depresiasi) yang bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1 Miliar
(setelah dikurangi dengan akumulasi depresiasi) untuk selama lima tahun mencoba
melakukan pengungkapan daya beli konstan dan biaya beli konstan biaya kini.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS
No. 33 menemukan bahwa :
1) Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
2) Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda terlalu besar.
3) Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.

3
FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar laporan
keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan harga
seharusnya disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan. Didukung
dengan pendekatan dolar yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai sekarang.
FASB menyimpulkan perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain
informasi utama dengan pendekatan pengukuran yang berbeda. Selama pelaporan dolar
konstan, SFAS mensyaratkan pengungkapan atas:
1) Informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar berbasis
kos historis atau dolar konstan.
2) Keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak tahunan.
Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah:
1) Informasi pendapatan dan operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak tahunan
berdasarkan basis biaya sekarang.
2) Jumlah dari biaya sekarang dari persediaan property, tanah dan perlengkapan di akhir
peredaran pajak tahunan.
3) Peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga sekarang
sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada saat inflasi.
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran
dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang
digunakan, pertanyaan tentang dan penggunaan untuk tujuan prediktif.

C. Kasus Standar Pengukuran Instrumen Keuangan


Instrumen Keuangan merupakan setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan
entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan
diukur pada pengakuan awal sebesar nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi kecuali
untuk instrumen yang diukur dengan menggunakan nilai wajar. Pengukuran instrumen
keuangan sebesar nilai amortisasi, premium dan diskon dimartisasi dengan menggunakan
effective interest rate.
Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement,
dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial
asset tersebut akan dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula
ditambah keuntungan. Pada kasus tersebut walaupun terjadi transfer financial asset dan
juga arus kas atas aset yang ditransfer, perusahaaan masih memiliki kontrol
terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak membeli financial asset tersebut
4
kembali. Karena hal tersebut, maka financial asset yang telah ditransfer tersebut masih
tetap dicatat di Balance sheet.
Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas dari
financial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan jika dia
memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang diterima tersebut kepada
satu atau pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi syarat sebagaimana yang telah
dijelaskan pada PSAK No. 55 (revisi 2006) paragraf 16. Transaksi ini tidak diatur pada
PSAK No. 50 (1998), dan oleh IAS diistilahkan sebagai pass through arrengement.
Transaksi ini biasanya ditemui pada sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE).
a) Pengukuran Awal
Pada saat pengakuan awal, entitas pada umumnya mengukur aset keuangan
menggunakan akuntansi tanggal transaksi pada nilai wajar ditambah biaya transaksi
(fair value plus transaction costs), kecuali aset keuangan yang diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi. Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi pada
awalnya hanya diakui pada nilai wajar (fair value). Biaya transaksi (transaction costs)
adalah biaya-biaya tambahan, seperti biaya pendaftaran dan komisi lain yang
ditetapkan, biaya yang dibayarkan kepada penasehat hukum, akuntan, dan penasehat
profesional lain, biaya percetakan dan meterai.
Biaya transaksi ini meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen
(termasuk karyawan yang berperan sebagai agen penjual/selling agent), konsultan,
perantara efek dan pedagang efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh pihak
regulator dan bursa efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang
dilakukan. Biaya-biaya transaksi tidak termasuk premium atau diskonto utang, biaya
pendanaan (financing costs), biaya administrasi internal, atau biaya penyimpanan
(holding costs).
b) Pengukuran Berikutnya
Setelah pengakuan awal, aset keuangan dan liabilitas keuangan diukur pada
nilai wajar, biaya perolehan diamortisasi atau biaya perolehan tergantung klasifikasi
apakah nilai wajar dapat ditentukan dengan andal. Pengukuran awal (initial
measurement) dan pengukuran berikutnya (subsequent measurement) atas instrumen
keuangan dan perlakuan akuntansi atas perubahan nilai wajar (keuntungan atau
kerugian kepemilikan yang belum direalisasi unrealized holding gain or loss) .

KESIMPULAN
5
SFAS No. 2 membahas mengenai Accounting Research and Development Costs. FASB
melalui SFAS No. 2 menerapkan rigid uniformity dalam pengakuan biaya riset dan
pengembangan, yang akan lebih representational faithfulness bila biaya research and
development (succesful effort) sebagai finite uniformity, misal dalam akuntansi minyak dan gas.
Perbedaan perlakuan akuntansi, pada akhirnya memperkenalkan konsep pencatatan biaya
dengan dasar Full Cost Method dan Successful Effort Method. FASB menyimpulkan bahwa
semua riset dan pengembangan biaya yang diungkapkan mencakup pembebanan biaya ketika
terjadi. Asumsinya secara implisit nilai yang diharapkan dari biaya R&D adalah nol.
Pada tahun 1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Statement
of Financial Accounting Standards-SAFS ) No. 33 berjudul Pelaporan Keuangan dan
Perubahan Harga, yang mana pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang
memiliki persediaan dan aktiva tetap yang bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih
dari $1 Miliar untuk selama lima tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan
dan biaya beli konstan biaya kini. Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang
telah sesuai dengan SFAS No. 33 menemukan bahwa: 1) Pengungkapan ganda yang
diwajibkan oleh FASB membingungkan; 2) Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda
terlalu besar; 3) Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini. Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu
adanya kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah
pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang dan penggunaan untuk tujuan prediktif.
Instrumen Keuangan merupakan setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas
dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan diukur pada
pengakuan awal sebesar nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi kecuali untuk instrumen
yang diukur dengan menggunakan nilai wajar. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai
amortisasi, premium dan diskon dimartisasi dengan menggunakan effective interest rate.
Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement, dimana
perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial asset tersebut akan
dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula ditambah keuntungan.

DAFTAR RUJUKAN

6
Astika, I. B. Putra. 2010. Teori Akuntansi: Konsep-Konsep Dasar Akuntansi Keuangan.
Denpasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Hanafi, Rustam. 2008. Uniformity Jalan Menuju Comparability:(Studi Terhadap Standar


Akuntansi Keuangan Indonesia). Vol. 3, No. 6. AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. PSAK 55 Revisi (2006) Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.

http://jibonk168.blogspot.co.id/2013/06/akuntansi-untuk-riset-dan-pengembangan.html
(Diakses pada tanggal: 14 Oktober 2017)
http://maristafitri.blogspot.co.id/2015/06/akuntansi-perubahan-harga-inflasi.html.
(Diakses pada tanggal: 14 Oktober 2017)

Anda mungkin juga menyukai