Anda di halaman 1dari 10

20

3.Induksi persalinan
a.Pengertian induksi persalinan
1)Induksi persalinan ialah usaha agar persalinan mulai berlangsung
sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan cara
merangsang timbulnya his (Prawirohardjo, 2007).
2)Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang
aterm dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan,
dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan umur
kehamilan di atas 28 minggu (Manuaba, 2010).
b.Indikasi
Indikasi yang terpenting ialah postmaturitas dan hipertensi, apapun
sebabnya, pada kehamilan lebih dari 37 minggu. Selain itu induksi
dapat dilakukan pada rhesus-antagonismus, diabetes melitus, ketuban
pecah dini tanpa timbunya his, dan pada beberapa kelainan-kelainan
lain ( Prawirohardjo, 2007).
c.Kontra indikasi
Menurut Manuaba (2010), kontra indikasi induksi persalinan yaitu:
1)Terdapat distosia persalinan
a)Panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik
b)Kelainan posisi kepala janin
c)Kelainan letak janin dalam rahim
2)Over distansia uteri
a)
Hidramion
b)
Hamil gammeli
21
3)
Sefalo pelvis disproporsi
a)
Kepala masih melayang
b)
Prasat osborn positif artinya penonjolan kepala dua jari diatas
simfisis pubis
4)
Fetal distress dengan berbagai sebab:
a)
USG hasil menunjukan oligohidramion
b)
Amnioskopi cairan keruh atau kental
c)
Ketuban dipecah ternyata hujau, keruh dan kental

d.Faktor-faktor yang mempengaruhi induksi persalinan


Menurut Manuaba (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi induksi
pesalinan yaitu:
1)Semakin rendah kedudukan terendah janin, kemungkinan
keberhasilan induksi semakin besar oleh karena dapat menekan
pleksus Frankenhaouser.
2)Penempatan presentasi kepala dibanding dengan kedudukan
bokong, kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan
bokong.
3)Kondisi serviks yang lunak lebih berhasil dalam induksi persalinan
dibandingkan kondisi serviks yang kaku
4)
Multigravida lebih berhasil daripada primi gravida
5)
Kehamilan yang mendekati aterm, induksi persalinan pervaginam
akan lebih berhasil
22
e.
Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infus
intravena dengan jika perlu memecah ketuban, cukup aman bagi ibu
bila syarat-syarat seperti disebut di atas terpenuhi. Kematian
perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini
mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk
melakukan induksi persalinan (Wiknjosastro, 2007)
f.Metode induksi
Metode yang digunakan untuk induksi persalinan menurut
Manuaba (2010), adalah:
1)
Metode Steinsche
Metode ini merupakan metode lama, tetapi masih perlu
diketahui. Pasien diharapkan tenang pada malam harinya. Pada
pagi hari diberi enema dengan caster oil atau sabun panas.
Diberikan pil kinine sebesar 0,2 g setiap jam sampai mencapai
dosis 1,2 g.
2)
Metode infus oksitosin
Metode infus oksitosin adalah metode yang paling umum
dilakukan sebab induksi persalinan dengan oksitosin murah dan
efektif. Oleh karena itu perlu diketahui dengan baik. Tindakan
dengan metode drip oksitosin, yaitu:
a)
Di pasang infus dekstrosa 5% dengan 5 unit oksitosin
b)
Tetesan pertama antara 8-12 per menit
23
c)
Setiap 15 menit dilakukan penilaian, bila tidak ada his yang
adekuat, jumlah tetesan ditambah 4 tetes sampai maksimal
tercapai 40 tetes per menit.
d)
Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin
maksimal setiap menit adalah 30-40 plU atau tetesan sebanyak
40 tetes per menit dengan oksitosin sebanyak 10 unit.
3)
Metode oksitosin sublingual
Metode ini tidak banyak diterima karena besarnya unit
oksitosin dan tingginya kemampuan penyerapan oleh mukosa
lidah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot rahim
yang kuat, yang dapat membahayakan.
4)
Induksi persalinan dengan prostaglandin
Induksi persalinan dengan prostaglandin dapat dilakukan
dengan supositoria transvaginal atau infus. Yang paling efektif
untuk mencapai tujuan ini adalah PGE2 dan PGF2. Harganya
cukup mahal sehingga tidak terjangkau untuk pelayanan
masyarakat secara rutin.
5)
Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban merupakan salah satu bentuk induksi
persalinan. Dengan keluarnya sebagian air ketuban, terjadilah
pemendekan otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif
berkontraksi.
24
6)
Pemasangan laminaria stiff
Induksi persalinan dengan memasang laminaria stiff hampir
seluruhnya dilakukan pada janin yang telah meninggal.
Pemasangan laminaria stiff untuk janin yang hidup tidak
diindikasikan, karena bahaya infeksi. Pemasangan laminaria
jumlahnya dapat 2-3 buah dimasukkan dalam kanalis servikalis dan
ditinggal selama 24-48 jam, kemudian dipasangi tampon vagina.
B.
Teori manajemen kebidanan
1.Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien (Varney, 2004).
2.Proses manajemen asuhan kebidanan
Proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan
langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data
menurut varney ada 7 langkah mulai dari pengkajian, interpretasi data,
diagnosa potensial, tindakan segera, rencana tindakan, implementasi dan
evaluasi (Varney, 2004).

a.Langkah pertama: Pengkajian


Pengkajian dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
(Simatupang, 2008).
1)Anamnesa (data subyektif)
Data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap
situasi dan kejadian (Nursalam, 2009).
a)Biodata
Isi biodata menurut Diah Wulandari (2008), adalah :
(1)Nama : dinyatakan dengan tujuan agar dapat
mengenal pasien dan tidak keliru dengan
pasien lain.
(2)Umur : untuk mengetahui faktor risiko dilihat
dari umur pasien.
(3)Agama : untuk memberikan motivasi pasien sesuai
dengan agama yang dianut, agar petugas
lebih mudah dalam pendekatan dan
pemberian dorongan moril pada pasien.
(4)Suku bangsa : mempermudah dalam pelaksanaan
asuhan kebidanan untuk mengetahui
faktor pembawaan atau ras.
(5)Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pendidikan
yang nantinya penting dalam memberi-
kan pendidikan kesehatan pasien sesuai
dengan tingkat pendidikannya agar
motivasi yang diberikan petugas dapat
diterima sesuai pengetahuannya.
(6)Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi.
(7)Alamat : untuk mengetahui dimana lingkungan
tempat tinggalnya dan untuk memper-
mudah bila sewaktu-waktu diperlukan.
b)Keluhan utama :
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat
pemeriksaan (Varney, 2004).
Pada pasien dengan kasus persalinan serotinus dapat
ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara
subyektif kurang dari 7 kali/20 menit (Sujiyatini, 2009).
Ibu menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati tafsiran persalinan akan menambah
frustasi ibu dan juga akan mempengaruhi janin (Prawirohardjo,
2008).
c)Riwayat menstruasi :
Untuk mengetahui kapan mulainya menstruasi, lamanya
menstruasi, banyaknya darah menstruasi, siklus menstruasi,
keluhan-keluhan yang dirasakan saat menstruasi dan
disminorhe (Nursalam, 2009).
d) menghasilkan suara dan mengindentifikasi lokasi, misalnya
pemeriksaan reflek patella (Prawirohardjo, 2007).
e)VT (pemeriksaan dalam) : untuk mengetahui keadaan vagina,
portio keras atau lunak, pembukaan servik berapa, penurunan
kepala, UUK dan untuk mendeteksi panggul normal atau tidak
(Prawirohardjo, 2007).
f)Data penunjang
Pada persalinan dengan serotinus dilakukan
pemeriksaan amnioskopi dan pemeriksaan USG (Sulistyawati,
2012).

Menurut Saifuddin (2002), pada kasus persalinan


serotinus pada hasil USG menunjukkan :
(1)Gerakan janin berkurang
(2)Air ketuban berkurang < 500 cc (oligohidramnion)
(3)Terjadi insufisiensi plasenta

b.Langkah kedua : interpretasi data dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis,
masalah, dan kebutuhan, pasien berdasarkan interpretasi yang benar
atas data-data yang telah dikumpulkan (Sulistyawati, 2012)
Interprestasi data dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut
:
1)Diagnosis kebidanan
diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan
(Varney, 2006).

Data dasar
a)Data subyektif
Mengetahui data subyektif dari pasien meliputi :
(1)
(2)Ibu mengatakan ini
(3)Ibu mengatakan belum merasa kenceng-kenceng
(4)Ibu mengatakan gerakan janinnya berkurang

b)Data obyektif
Menurut Prawirohardjo (2007), pada kasus ibu bersalin dengan
kehamilan serotinus didapat data :
(1)KU : Pada kasus ibu bersalin dengan
kehamilan serotinus keadaan umumnya
baik
(2)TTV : Pada ibu bersalin dengan kehamilan
serotinus TTV meliputi tekanan darah,
nadi, suhu dan respirasi pasien normal.
(3)Palpasi : Leopold I, II, III dan IV normal. Pada
pemeriksaan tinggi fundus, kasus ibu
bersalin dengan kehamilan serotinus
biasanya tidak mengalami penambahan
tinggi fundus, bahkan mengalami
penurunan.
(4)Auskultasi : pada kasus ibu bersalin dengan
kehamilan serotinus, janin bisa
mengalami fetal disstres dengan tanda
DJJ <120 x/menit atau >160 x/menit
(5)Vagina toucher : pada kasus ibu bersalin dengan
kehamilan serotinus belum terjadi
pembukaan, portio tebal atau tipis,
penurunan kepala di hodge berapa,
ubun-ubun apa, kulit ketuban +/-, lendir
darah ada atau tidak.
Masalah :
Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian yang disertai diagnose
Masalah yang mungkin timbul pada ibu bersalin dengan
serotinus adalah cemas (Manuaba, 2010).

Kebutuhan :
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien
berdasarkan keadaan dan masalahnya (Sulistyawati, 2012).
Kebutuhan untuk ibu bersalin dengan serotinus dalam
menghadapi persalinan adalah informasi dan edukasi tentang

kehamilan serotinus dan penatalaksanaannya, serta support


mental dari keluarga dan tenaga kesehatan (Manuaba, 2010).

c.Langkah III : Merumuskan Diagnosa Potensial


Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau potensial
berdasarkan rangkaian masalah atau diagnosa yang ada dan
membutuhkan penanganan segera untuk mengatasi kemungkinan
buruk yang timbul.
Pada kasus ibu bersalin dengan serotinus diagnosa potensialnya adalah
1)Pada bayi terjadinya fetal distress dan IUFD
2)Pada ibu terjadi rupture uteri dan partus lama

d.Langkah IV : Antisipasi dan Tindakan segera


Langkah ini mengidentifikasi tindakan yang harus dilakukan
untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin. Tindakan ini perlu
dikonsultasikan dan ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang sesuai dengan kondisi klien apabila terlambat merumuskan
tindakan akan menimbulkan kefatalan.
Antisipasi pada ibu bersalin dengan induksi pada kehamilan
serotinus adalah kolaborasi dengan dokter SpOG untuk penanganan
induksi persalinan dengan oxytosin drip, mulai 8 tetes selama 15 menit
dinaikkan dengan interval 15 menit sebanyak 4 tetes, sampai mencapai
kontraksi maksimal. Tetesan maksimal 40 tetes, jumlah cairan
seluruhnya 500 cc (Saifuddin, 2002).
40
e.Langkah V : merencanakan asuhan kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
berdasarkan langkah sebelumnya. Semua perencanaan yang harus
dibuat harus berdasarkan pertimbangan yang tepat, meliputi
pengetahuan, perawatan berdasarkan bukti (Sulistyawati, 2012)
Perencanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan serotinus
pada kehamilan serotinus menurut Manuaba (2010) antara lain :
1)Jelaskan tentang proses persalinan pada kehamilan serotinus
dengan induksi
2)Jelaskan tentang rasa sakit saat persalinan itu fisiologis
3)Anjurkan ibu untuk bernafas panjang bila ada kontraksi sebelum
pembukaan lengkap
4)Observasi DJJ, nadi dan kontraksi setiap 30 menit. Tekanan darah
dan VT setiap 4 jam
5)Observasi pemberian induksi oxytosin setelah 15 menit, mulai dari
8 tetes per menit dinaikkan sampai tetesan infuse maksimal 40
tetes per menit
6)Siapkan partus set dan resusitasi bayi

f.Langkah VI : pelaksanaan asuhan kebidanan


Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
diuraikan langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman,
sehingga tidak muncul komplikasi (Varney, 2004).

g.Langkah VII : evaluasi


Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang kita
berikan kepada pasien (Sulistyawati, 2012).
Evaluasi pada ibu bersalin menurut Manuaba (2010) dengan
induksi pada kehamilan serotinus adalah:
a.Keadaan umum dan tanda-tanda vital ( tensi, nadi, suhu, respirasi)
normal.
b.Input dan out put cairan seimbang
c.Induksi persalinan berhasil
d.Terjadinya kemajuan persalinan.
e.Bayi lahir dengan selamat

Data Perkembangan
Berdasarkan evaluasi selanjutnya rencana asuhan kebidanan
dituliskan dalam catatan perkembangan yang menggunakan SOAP yang
meliputi :
S : Subyektif
Menggambarkan hasil pendokumentasian hasil pengumpulan data melalui
anamnesa sebagai langkah Varney.
O : Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
lab dan test diagnostic lain dirumuskan dalam fokus untuk mendukung
asuhan sebagai langkah Varney.

A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dalan suatu identifikasi :
1.Diagnosa atau masalah
2.Antisipasi diagnosa lain atau masalah potensial
3.Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter konsultasi atau
kolaborasi
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan assement.
C.Landasan hukum
Bidan dalam menjalankan prakteknya berlandaskan pada Kepmenkes
RI Nomer 900/MENKES/SK/VII/2002 pasal 16 yaitu pertolongan pada
kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus, hiperemesis
gravidarum tingkat I, serotinus, anemia ringan. Pre eklamsi dan eklam
si adalah salah satu komplikasi dari persalinan serotinus, sehingga seora
ng bidan boleh memberikan asuhan kebidanan kepada ibu bersalin dengan serotinus
berupa memberikan dukungan moral dan spiritual kepada ibu, dalam proses
persalinan, berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan induksi (IBI,
2002)

Anda mungkin juga menyukai