Anda di halaman 1dari 162

MODUL HASIL PENYELARASAN

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SESUAI KEBUTUHAN INDUSTRI

KOMPETENSI KEAHLIAN
TEKNIK OTOTRONIKA

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
2017
Foto Cover : labtech.org/wp-content/uploads/2016/11/HC-AC4-T.png
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan modul hasil penyelarasan Kurikulum
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai kebutuhan kompetensi di industri Kegiatan
penyelarasan kurikulum dan silabi ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas Instruksi
Presiden No. 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam
rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.

Modul ini berisi materi kompetensi sisipan yang dibutuhkan oleh industri sebagai
pelengkap atas materi pembelajaran yang telah diberikan selama ini kepada peserta didik
di SMK. Untuk mencapai kompetensi yang sesuai kebutuhan industri tersebut,
pembelajaran dengan modul ini dilaksanakan dengan sistem modular, yaitu pembelajaran
diselesaikan untuk satu materi pembelajaran sebelum dilanjutkaan pada materi
pembelajaran berikutnya.

Penyusunan modul ini melibatkan berbagai pihak yang terkait, mulai dari praktisi
pada sektor industri; guru SMK di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
serta guru dan dosen unit pendidikan di lingkungan Kementerian Perindustrian. Modul ini
merupakan pelengkap bahan ajar pada SMK-SMK yang terkait sehingga kemampuan
peserta didik dapat sesuai dengan kebutuhan di sektor industri,

Akhir kata, semoga modul ini dapat meringankan tugas guru dalam mengajar serta
mempermudah peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan oleh industri.
Kami menyadari bahwa modul ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan
masukan dari para pemangku kepentingan, khususnya para praktisi di sektor industri.

Juni 2017
Tim Penyusun Modul
Penyelarasan Kurikulum dan Silabi
Pusdiklat Industri
MODUL
CHASSIS MANAGEMENT SYSTEM

MATERI SISIPAN
SISTEM REM DENGAN KONTROL ELEKTRONIK
Antilock Braking System (ABS)
Electronic Brake Device (EBD)
Brake Assistant (BA)

i
ii
Daftar Isi

Halaman

Daftar Isi iii

Peta Kedudukan Bahan Ajar v

Glosarium vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Deskripsi 1

B. Prasyarat 2

C. Petunjuk Penggunaan Modul 2

D. Tujuan Akhir 3

E. Cek Kemampuan 3

BAB II. PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Peserta Diklat 4

B. Kegiatan Belajar 1 4

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1 4

2. Uraian Materi 1 5

3. Rangkuman 1 16

4. Tugas 1 17

5. Tes Formatif 1 17

C. Kegiatan Belajar 2 18

1. Tujuan Kegiatan Belajar 2 18

2. Uraian Materi 2 18

3. Rangkuman 2 22

4. Tugas 2 23

iii
5. Tes Formatif 2 23

BAB III. EVALUASI 24

A. Soal 24

B. Kriteria Kelulusan 25

BAB IV. PENUTUP 26

DAFTAR PUSTAKA 27

iv
Peta Kedudukan Bahan Ajar

Perawatan dan Perbaikan Chassis Management System (CMS) terhadap mata pelajaran
yang lain :

v
Glosarium

ABS : Antilock Braking System

Actuator rem : Elemen mekanik yang memperlambat laju kendaraan

BA : Brake Assist

CAN : Controller Area Network

DTC : Diagnostic Trouble Codes

DLC : Data link Connector

EBD : Electronic Brake Device

ECU : Electronic Control Unit

Holding : Mode pada solenoid untuk monitor kecepatan

Hydraulik, hidrolik : penggerak dengan menggunakan tekanan fluida

Malfungsi : kesalahan prosedur

Port : Ujung keluaran dan masukan dari solenoid valve

Pressure increase : Setting mode pada solenoid untuk menaikkan tekanan


pengereman

Relay : saklar otomatis

Signal : Tegangan listrik dengan nilai tertentu sebagai tanda dari


hasil pengukuran dan perintah secara elektronik

Solenoid valve : Katup yang dikendalikan secara elektrik

SST : Special Service Tools

VIN : Vehicle Identification Number

Wheel cylinder : Silinder penggerak roda

W/M : Workshop manual

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Modul ini menjelaskan mengenai Chassis Management System tingkat dasar


dengan fokus pada sistem rem kontrol elektronik yaitu Antilock Brake System (ABS),
sistem pengereman Electronic Brake Device (EBD) dan Brake Assistance (BA). Chassis
merupakan kerangka internal yang menjadi dasar untuk produksi suatu objek yang
disatukan dengan mesin atau alat elektronik dari objek tersebut.

Bagian-bagian yang terpasang di chassis kendaraan ringan :

1. Transmisi
Untuk konversi torsi dan kecepatan dari mesin untuk menjadi torsi dan kecepatan
yang berbeda-beda untuk diteruskan ke penggerak akhir
2. Mesin
Inilah bagian terpenting untuk semua kendaraan bermotor, karena berperan
penting dalam penggerakan
3. Suspensi
Merupakan bagian yang berfungsi untuk menyerap/menerima bantingan saat
kendaraan melewati jalan yang bergelombang ataupun rusak sehingga membuat
penumpang merasa lebih nyaman
4. Roda
Semua kendaraan sebagai elemen akhir penggerak
5. Rem
Rem termasuk bagian yang harus ada di semua jenis kendaraan bermotor karena
fungsinya untuk menghentikan gerakan roda ataupun memperlambat gerakan
roda

Biasanya chassis dibuat dari kerangka besi/ baja yang berfungsi memegang body dan
mesin engine dari sebuah kendaraan. Syarat utama yang harus terpenuhi adalah Material
tersebut harus memiliki kekuatan untuk menopang beban dari kendaraan. Chassis juga
berfungsi untuk menjaga agar mobil tetap rigid, kaku dan tidak mengalami bending atau
deformasi waktu digunakan.

1
B. Prasyarat pembelajaran

Agar dapat mempelajari sistem pemgereman Chassis Management System ini,


disyaratkan peserta diklat sudah memiliki pengetahuan tentang alat ukur dan pengukuran,
membaca gambar teknik dan wiring diagram, dan dapat melakukan instalasi dan
pengecekan pada chassis.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat


Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam menggunakan modul ini, langkah-
langkah yang perlu dilaksanakan antara lain :
a. Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada masing-
masing kegiatan belajar. Materi yang kurang jelas dapat ditanyakan pada guru
maupun instruktur yang mengampu kegiatan ini.
b. Kerjakanlah tugas-tugas yang diberikan pada setiap kegiatan belajar. Hal ini
akan menambah kedalaman peserta diklat pada penguasaan materi-materi
yang dibahas pada kegiatan belajar yang bersangkutan.
c. Kerjakan tes formatif dengan baik. Tes ini menunjukkan tingkat penguasaan
peserta diklat pada materi-materi yang dibahas dalam kegiatan yang
bersangkutan.
d. Jangan berpindah pada kegiatan belajar berikutnya, jika penguasaan materi
pada kegiatan belajar sebelumnya masih belum dikuasai. Ulangi kegiatan
belajar ini dan bertanyalah hal-hal yang belum dikuasai kepada guru atau
instruktur yang mengampu.

2. Petunjuk Bagi Guru/ Guide for Teachers


Peran guru pada setiap kegiatan belajar modul adalah :
a. Membantu siswa dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing siswa melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
c. Membantu siswa dalam memahami konsep dan praktik baru dan menjawab
pertanyaan siswa mengenai proses belajar siswa.
d. Membantu siswa untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.

2
f. Merencanakan seorang ahli / pendamping guru dari tempat kerja untuk
membantu jika diperlukan.
g. Melaksanakan penilaian.
h. Menjelaskan kepada siswa mengenai bagian yang perlu untuk dibenahi dan
merundingkan rencana pembelajaran selanjutnya.
i. Mencatat pencapaian kemajuan siswa.

D. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari seluruh materi kegiatan belajar dalam modul ini, diharapkan
peserta diklat dapat:
1. Membedakan ABS, EBD, dan BA
2. Menyebutkan fungsi dari ABS, EBD, dan BA
3. Membedakan mode pengereman pada kendaraan dengan ABS, EBD, dan BA
dibanding yang tidak menggunakan
4. Membaca gambar instalasi dan mengidentifikasi wiring diagram

E. Cek Kemampuan

1. Sebutkan macam-macam Instrument line symbols pada sistem pengereman !


2. Sebutkan fungsi simbol-simbol pada diagram pengereman !
3. Jelaskan mengenai sistem pengereman dengan menggunakan ABS, berikan
perbedaan sistem pengereman yang menggunakan ABS dan tanpa ABS !
4. Jelaskan mengenai sistem pengereman dengan menggunakan EBD !
5. Jelaskan mengenai sistem pengereman dengan menggunakan Brake Assist
dalam membantu memperlambat laju kendaraan !
6. Identifikasikan dan jelaskan wiring diagram pada sistem pengereman
menggunakan ABS, EBD dan BA

3
BAB II
PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Peserta Diklat

Standar Kompetensi : Sistem Rem Kontrol Elektronik

Kompetensi dasar : Menjelaskan fungsi, tujuan, cara kerja, wiring dan prosedur
diagnosa pada Sistem Rem Kontrol Elektronik (ABS, EBD,
dan BA)

Tulislah semua jenis kegiatan yang anda lakukan di dalam tabel kegiatan di bawah ini.
Jika ada perubahan dari rencana semula, berilah alasannya kemudian mintalah tanda
tangan kepada guru atau instruktur anda.
Jenis Tanggal/ Waktu/ Tempat Alasan perubahan/ Tanda tangan
kegiatan/ date time belajar/ reason for the change guru/ signature
kind of place of of plan
activity study

B. Kegiatan Belajar 1
Antilock Brake System ( ABS ) pada sistem rem kontrol elektronik

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1


Peserta dapat Mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi ABS pada sistem
pengereman kendaraan agar kondisi pada saat penghentian laju kendaraan.

4
2. Uraian Materi 1
Antilock Braking System
Untuk menghindari penguncian ban dan hilangnya kemampuan membelok
pada roda depan (steering) saat pengereman darurat, dapat dilakukan secara efektif
dengan cara menekan dan melepaskan rem berkali-kali. Tetapi, cara pengereman
seperti itu tidak mungkin dilakukan saat pengereman darurat karena tidak tidak
tersedia waktu. ABS menggunakan komputer untuk menentukan kondisi putaran
keempat roda saat pengereman dan dapat menekan dan melepaskan rem secara
otomatis.
Perbedaan rasio antara kecepatan bodi kendaraan dan kecepatan roda dikenal
dengan "slip ratio". Bila perbedaan antara kecepatan roda dan kecepatan kendaraan
menjadi terlalu besar, maka akan terjadi selip antara ban dan permukaan jalan.
Dengan ABS juga akan menghasilkan gesekan dan pada akhirnya akan berfungsi
sebagai tenaga pengereman dan memperlambat kecepatan kendaraan. Hubungan
antara tenaga pengereman dan slip ratio dapat dijelaskan lebih mendalam seperti
terlihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 1. Grafik hubungan pengereman dan slip ratio

5
Pengereman tidak sebanding dengan slip ratio, berada pada kondisi maksimum
bila prosentase slip ratio antara 10 hingga 30%. Di atas 30%, tenaga pengereman
secara bertahap akan menurun. Karenanya, untuk mempertahankan tenaga
pengereman pada tingkat maksimum, slip ratio harus dipertahankan antara 10 hingga
30% setiap saat.
Sebagai tambahan, sangat penting untuk mempertahankan gaya belok pada
tingkat optimum untuk menjaga stabilitas arah pengemudian. Untuk melakukan hal ini,
ABS didesain untuk mengoptimalkan kinerja rem dengan menggunakan slip ratio 10-
30% apapun kondisi jalannya, pada saat yang sama juga menjaga gaya belok setinggi
mungkin untuk mempertahankan stabilitas arah pengemudian.
Petunjuk cara kerja dari sistem ABS dalam pengereman pada berbagai kondisi
jalan adalah sebagai berikut :
1. Pada jalan licin, permukaan jalan mempunyai koefisien gesek rendah (),
sehingga jarak pengereman bertambah bila dibandingkan dengan pengereman
pada permukaan jalan mempunyai nilai tinggi, meski saat itu ABS diaktifkan.
Oleh karena itu dikurangi kecepatan bila berjalan di atas permukaan jalan basah.
2. Pada jalan kasar, atau pada jalan berbatu
atau jalan dengan salju baru, kerja ABS akan menyebabkan jarak henti lebih
panjang dibandingkan dengan kendaraan yang tidak dilengkapi dengan ABS.

2.1 Konstruksi dan Instalasi ABS


Konstruksi ABS terdiri dari komponen komponen berikut :
1. ECU Skid Control
ECU skid control menentukan jumlah selip antara roda dan permukaan jalan
berdasarkan signal dari sensor, dan juga mengontrol aktuator rem. Belakangan,
beberapa model mempunyai ECU Skid Control yang dibuat dalam aktuator rem.
2. Actuator Rem
Aktuator rem mengontrol tekanan hidrolis dari wheel cylinder dengan signal output
ECU Skid Control.
3. Sensor kecepatan
Sensor kecepatan mendeteksi kecepatan tiap roda dari keempat roda dan
mengirimkan signal ke ECU skid control
4. Meter kombinasi
(1) Lampu peringatan ABS Bila ECU mendeteksi adanya malfungsi pada ABS
atau pada sistem bantu rem, lampu ini menyala untuk memberi peringatan
kepada pengemudi.

6
(2) Lampu peringatan sistem rem Bila lampu ini menyala bersama-sama dengan
lampu peringatan ABS, lampu ini akan memberi peringatan kepada
pengemudi bahwa ada malfungsi pada sistem ABS dan EBD.
5. Switch lampu rem
Switch ini akan mendeteksi bahwa pedal rem telah ditekan dan mengirimkan
signal ke ECU Skid Control. ABS menggunakan signal switch lampu rem,namun
walaupun signal switch lampu rem tidak memberikan input sewaktu switch lampu
rem tak berfungsi, kontrol ABS tetap dilakukan
Ketika ban akan terkunci. Dalam kondisi seperti ini, pengontrolan dilakukan
setelah terdapat kecepatan selip yang kian tinggi (roda cenderung mengunci)
ketimbang saat switch lampu rem sedang berfungsi normal.
6. Sensor Deselerasi (pada beberapa model)
Sensor deselerasi merasakan tingkat deselerasi kendaraan dan mengirimkan
signal ke ECU Skid Control. ECU menentukan kondisi permukaan roda yang
sebenarnya menggunakan signal ini dan mengambil ukuran kontrol.
Konstruksi dan letak dari komponen-komponen sistem ABS diatas dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Konstruksi komponen - komponen ABS

2.2 Pengontrolan pada sistem ABS


1. Skid Control ECU
Berdasarkan signal dari sensor kecepatan, ECU Skid Control merasakan
kecepatan rotasional roda dan kecepatan kendaraan. Saat pengereman,
walaupun kecepatan putar roda menurun, jumlah deselerasi akan berbeda

7
tergantung dari kecepatan kendaraan saat pengereman dan kondisi permukaan
jalan, seperti aspal kering, permukaan basah atau tertutup es, dan lain-lain,
dengan kata lain, ECU menentukan jumlah selip antara roda dan permukaan jalan
dari perubahan kecepatan rotasi roda saat pengereman.
ECU mengontrol katup solenoid dari aktuator rem dalam 3 cara yaitu
penurunan tekanan, penahanan tekanan, dan penambahan tekanan. Hal ini
dilakukan supaya dapat mengontrol kecepatan roda secara optimal.

Gambar 2. Skema Kontrol pada Skid Control ECU

ECU secara kontinyu menerima signal kecepatan roda dari empat sensor
kecepatan, dan mengukur kecepatan kendaraan dengan menghitung kecepatan
dan deselerasi setiap roda.
Bila pedal rem ditekan, tekanan hidrolis pada tiap wheel cylinder mulai naik
dan kecepatan roda kemudian menurun. Bila ada roda yang akan mengunci, ECU
menurunkan tekanan hidrolis didalam wheel cylinder roda tersebut.
A. Wheel speed control
1. Section A
ECU Skid Control mengeset katup solenoid menjadi mode penurunan tekanan
sesuai dengan kecepatan deselerasi roda, sehingga menurunkan tekanan
hidrolis pada wheel cylinder. Setelah tekanan turun, ECU mengubah katup
solenoid menjadi mode "holding" untuk memonitor perubahan pada kecepatan
roda. Bila ECU merasa bahwa tekanan hidrolis perlu lebih diturunkan, ECU
akan mengurangi tekanan kembali.

8
2. Section B
Saat tekanan hidrolis di dalam wheel cylinder berkurang (bagian A), tekanan
hidrolis yang dipakai pada roda menurun. Hal ini membuat roda yang akan
mengunci menjadi berjalan lagi. Tetapi, bila tekanan hidrolis diturunkan,
tenaga pengereman pada roda akan menjadi terlalu rendah. Untuk
menghindari ini, ECU mengeset katup solenoid menjadi mode ''pressure
increase'' dan mode ''holding" secara bergantian sehingga roda yang akan
mengunci kembali mendapatkan kecepatannya.
3. Section C
Ketika tekanan hidrolis secara bertahap pada wheel cylinder ditambahkan
oleh ECU (bagian B), roda cenderung akan mengunci kembali. Karenanya,
ECU sekali lagi mengubah katup solenoid menjadi mode ''pressure reduction''
untuk mengurangi tekanan hidrolis di dalam wheel cylinder.
4. Section D
Karena tekanan hidrolis di dalam wheel cylinder diturunkan lagi (bagian C),
ECU mulai menaikkan tekanan kembali seperti pada bagian B.

Grafik 2. Hubungan penurunan kecepatan dengan waktu

9
B. Fungsi penegecekan awal
ECU Skid Control mengoperasikan katup solenoid dan motor pompa
secara berurutan untuk mengecek sistem kelistrikan dari ABS. Fungsi ini bekerja
setiap kali saat kunci kontak diputar ke ON, dan kendaraan berjalan dengan
kecepatan lebih dari 6 km/jam dengan lampu rem OFF. Alat ini hanya bekerja
sekali setiap kali kunci kontak diputar ke ON.

Grafik 3. Sinyal Kontrol pada solenoid system dari ECU

C. Fungsi diagnostik
Bila terjadi malfungsi pada sistem signal, lampu peringatan ABS pada
meter kombinasi akan menyala, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.

10
Gambar 3. Kombinasi nyala lampu pada sistem pengereman ABS

Lampu peringatan pada ABS juga akan memperingatkan pengemudi


bahwa telah terjadi malfungsi. Pada saat yang sama, DTC (Diagnosis Trouble
Codes) disimpan dalam memori.
DTC dapat dibaca dengan menghubungkan hand-held tester ke DLC untuk
berkomunikasi dengan ECU secara langsung atau membuat sirkuit pendek
antara terminal-terminal TC dan CG dari DLC3 dan dengan mengamati pola
kedip dari lampu peringatan ABS.
Sistem ini mempunyai fungsi pengecekan signal sensor. Signal sensor
dapat dibaca dengan menghubungkan hand-held tester ke DLC atau membuat
sirkuit pendek antara terminal-terminal
TS dan CG dari DLC3 dan dengan mengamati pola kedip dari lampu
peringatan ABS. DTC dapat dihapus dengan menghubungkan hand-held tester
ke DLC3 atau membuat sirkuit pendek antara terminal-terminal TC dan CG dari
check connector dan dengan menekan pedal rem sebanyak 8 kali atau lebih
dalam waktu 5 detik.

D. Fungsi fail-safe
Bila ECU Skid Control mendeteksi adanya malfungsi pada sistem signal
atau adanya malfungsi pada relay, arus listrik yang menuju ke aktuator dari ECU
dimatikan. Sebagai akibatnya, sistem rem bekerja seakan-akan ABS tidak
bekerja, namun fungsi pengereman tetap bekerja normal

11
2.3 Cara kerja sistem ABS
1. Aktuator rem
Aktuator rem terdiri dari pressure holding solenoid valve, pressure
reduction solenoid valve, pump, motor, dan reservoir. Ketika aktuator rem
menerima signal dari ECU Skid Control, solenoid menyala atau mati dan tekanan
hidrolis dari wheel cylinder ditambah, diturunkan, atau ditahan untuk
mengoptimalkan kecepatan selip dari tiap roda. Sebagai tambahan, sirkuit hidrolis
diubah untuk memenuhi persyaratan dari setiap tipe kontrol. Aktuator rem dan
komputer skid control disatukan dalam satu unit sehingga kecil dan ringan. Cara
kerja aktuator rem adalah sirkuit hidrolik di ABS untuk kendaraan dibagi menjadi
sistem roda kanan depan dan roda kiri belakang, dan roda kiri depan dan roda
kanan belakang seperti yang diperlihatkan gambar.

Gambar 4. Sirkuit hidrolik sistem ABS pada kendaraan

Cara kerja aktuator rem dengan ABS pada aktuator rem untuk menahan laju
kendaraan adalah sebagai berikut :
1. Saat pengereman normal (Saat system tidak bekerja)
Saat pengereman normal, signal kontrol dari ECU Skid Control bukan
merupakan input, karenanya, katup solenoid penahan tekanan dan katup solenoid
penurun tekanan dalam keadaan mati, port (1) pada bagian solenoid penahan
tekanan terbuka, dan port (1) pada bagian solenoid seperti pada Gambar 5
dibawah ini.

12
Gambar 5. Kondisi solenoid valve pada saat pengereman normal

Dari gambar diatas diketahui bahwa pada saat kondisi normal penurun
tekanan dalam keadaan tertutup. Saat pedal rem ditekan, cairan rem dari master
cylinder mengalir melalui port 1 pada bagian solenoid penahan dan dikirimkan
secara langsung ke wheel cylinder. Pada saat ini, operasi dari check valve
mencegah cairan rem dikirimkan ke bagian pompa.

2. Saat pengereman darurat (waktu ABS bekerja)


a. Mode penurun tekanan
Signal kontrol dari ECU Skid Control mengaktifkan solenoid penahan
tekanan dan solenoid penurun tekanan dengan menutup port 1 pada bagian
solenoid penahan tekanan dan membuka port 2 pada bagian solenoid penurun
tekanan. Hal ini membuat cairan rem mengalir melalui port 2 ke reservoir untuk
menurunkan tekanan hidrolis pada wheel cylinder.
Pada saat ini port keluaran ditutup oleh decent dari reservoir. Pompa terus
bekerja saat ABS beroperasi, sehingga cairan rem yang masuk reservoir ditarik
masuk oleh pompa dan dikembalikan. Gambar dari aliran cairan rem dalam
solenoid valve dapat dilihat pada gambar berikut.

13
Gambar 6. Kondisi solenoid valve pada saat pengereman mode penurun tekanan

b. Mode penahan
Signal kontrol dari ECU Skid Kontrol mengaktifkan solenoid penahan
tekanan dan mematikan solenoid penurun tekanan dengan mematikan port 1 dan
port 2. Hal ini mematikan tekanan hidrolis dari wheel cylinder dari kedua bagian
master cylinder dan reservoir untuk menahan tekanan hidrolis dari wheel cylinder
konstan

Gambar 7. Kondisi solenoid valve pada saat pengereman mode penahan tekanan

14
c. Mode penambah tekanan
Signal kontrol dari ECU Skid Control mematikan solenoid penahan tekanan
dan solenoid penurun tekanan dengan membuka port 1 pada bagian solenoid
penahan tekanan dan menutup port 2 pada bagian solenoid penurun tekanan
sama seperti pada pengereman normal. Ini menyebabkan tekanan hidrolis dari
master cylinder bekerja pada wheel cylinder yang menyebabkan tekanan hidrolis
wheel cylinder menjadi naik.

Gambar 8. Kondisi solenoid valve pada saat penambah tekanan

Sirkuit Hydraulic
Aktuator rem mempunyai tipe-tipe berikut.
1. Solenoid valve 2 posisi (4) dengan katup pengontrol aliran (4)
Katup pengontrol aliran secara mekanis bekerja (tanpa instruksi langsung dari
ECU) untuk mengontrol tekanan hidrolis setiap rem
2. Solenoid valve 2 posisi (6) dengan katup penambah tekanan (2)
Katup penambah tekanan secara mekanis bekerja mengontrol tekanan hidrolis
rem belakang bersama-sama dengan katup solenoid belakang (rear solenoid
valve).
3. Solenoid valve 3 posisi (3) dengan katup mekanis (1)
Katup mekanis bekerja untuk mengendalikan tekanan hidrolis dari rem
belakang kanan dan kiri. (Sebuah katup mekanis digunakan bila ada pipa
diagonal.)

15
4. Solenoid valve 3 posisi (4)
Solenoid valve 3 posisi mengontrol tekanan hidrolis dari tiap rem berdasarkan
signal dari ECU.

Gambar 9. konfigurasi solenoid valve pada brake aktuator

3. Rangkuman 1
ABS menggunakan komputer untuk menentukan kondisi putaran keempat roda
saat pengereman dan dapat menekan dan melepaskan rem secara otomatis. Petunjuk
cara kerja dari sistem ABS dalam pengereman pada berbagai kondisi jalan licin,
permukaan jalan mempunyai koefisien gesek rendah (), sehingga jarak pengereman
bertambah bila dibandingkan dengan pengereman pada permukaan jalan mempunyai
nilai tinggi, meski saat itu ABS diaktifkan. Oleh karena itu dikurangi kecepatan bila
berjalan di atas permukaan jalan basah. Sedangkan pada jalan kasar, atau pada jalan
berbatu atau jalan dengan salju baru, kerja ABS akan menyebabkan jarak henti lebih
panjang dibandingkan dengan kendaraan yang tidak dilengkapi dengan ABS. Cara
kerja aktuator rem adalah sirkuit hidrolik di ABS untuk kendaraan FF dibagi menjadi
sistem roda kanan depan dan roda kiri belakang, dan roda kiri depan dan roda kanan
belakang

16
4. Tugas 1
Perhatikan diagram solenoid valve pada sistem pengereman berikut ini.
Jelaskan bagaimana ECU skid control beekrja pada saat ABS aktif pada pengerema
darurat dengan cara menambah tekanan rem.

5. Tugas Formatif 1
1. Apa yang dimaksud dengan ABS ?
2. Bagaimanakah cara kerja dari sistem ABS ?
3. Sebutkan sensor sensor yang digunakan pada ABS !
4. Pada grafik pengendalian ECU skid control dibawah ini, grafik mana yang
menunjukkan ban dalam kondisi terkunci ?

5. Jelaskan kondisi pada saat ABS bekerja

17
C. Kegiatan Belajar 2
Mengetahui Electronic Brake Device (EBD) dan Brake Assist (BA) pada sistem rem
kontrol elektronik

1. Tujuan Kegiatan 2

Peserta diklat dapat mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi EBD pada sistem
pengereman kendaraan pada saat penghentian laju kendaraan.

2. Uraian Materi 2

Electronic Brake Device

Electronic Brake Device (EBD) mengontrol pemakaian ABS, merealisasikan


distribusi gaya pengereman secara benar antara roda depan dan roda belakang
sesuai dengan kondisi pengendaraan. Sebagai tambahan, pada saat pengereman di
belokan, EBD juga mengontrol gaya pengereman pada roda kanan dan roda kiri,
membantu untuk menjaga tingkah laku kendaraan.

Pengendali EBD menggunakan ABS, membantu menghasilkan distribusi


tenaga rem yang sesuai antara roda-roda depan dan belakang sesuai dengan kondisi
mengemudi. Sebagai tambahan, selama pengereman pada tikungan , alat ini juga
mengontrol tenaga pengereman roda-roda kanan dan kiri, untuk membantu
mempertahankan keseimbangan kendaraan.

Gambar 10. Ilustrasi penggunaan EBD pada saat pengereman

18
Konstruksi dan Kontrol EBD
Cara kerja dari Electronic Breaking Device pada saat pegereman adalah sebagai berikut :
1. Distribusi tenaga pengereman roda depan/belakang
Bila rem digunakan saat kendaraan bergerak ke depan, mentransfer beban
mengurangi beban yang diberikan ke roda belakang. ECU Skid Control menentukan
kondisi ini dari signal yang diberikan oleh sensor kecepatan, dan mengontrol ABS
aktuator untuk mengontrol distribusi tenaga pengereman untuk roda belakang secara
optimal.
Sebagai contoh, jumlah beban yang diberikan pada roda belakang selama
pengereman berbeda tergantung apakah kendaraan membawa beban atau tidak.
Jumlah dari beban yang diberikan pada roda belakang juga berbeda tergantung dari
jarak deselerasi. Sehingga distribusi tenaga pengereman pada roda belakang secara
optimal dikontrol untuk dapat secara efektif menggunakan tenaga pengereman dari
roda belakang dalam kondisi seperti ini

2. Distribusi tenaga pengereman roda kanan/kiri (Selama pengereman cornering)


Bila pengereman dilakukan saat kendaraan dalam posisi membelok, beban yang
diberikan pada roda dalam menurun. Skid Control ECU menentukan kondisi ini
berdasarkan signal dari sensor kecepatan, dan ECU mengontrol ABS aktuator untuk
secara optimal mengontrol distribusi tenaga pengereman untuk roda dalam.

Brake Assistant
Tujuan utama Brake Assist adalah untuk menyediakan tekanan rem bantuan untuk
membantu pengemudi yang tidak dapat menghasilkan tekanan remyang cukup besar
selama pengereman mendadak, dengan demikian akan membantu memaksimalkan
kinerja rem kendaraan.

Brake Assist dikombinasikan dengan ABS membantu meyakinkan kinerja


pengereman kendaraan. Brake Assist memperkirakan dorongan cepat ke pedal rem
sebagai pengereman darurat dan gaya pengereman tambahan dipakai bila pengemudi
tidak cukup kuat menginjak pedal rem.

Dalam keadaan darurat, pengendara yang panik mungkin bisa menekan pedal rem
secara cukup cepat tetapi tidak cukup kuat untuk menghasilkan tenaga rem yang
diperlukan. Untuk ilustrasi pengereman dapat dilihat dalam contoh grafik pada halaman
berikut.

19
Grafik 4. Grafik simulasi pengereman dengan menggunakan BA

Pengendara dalam situasi seperti grafik diatas mungkin tidak bisa untuk menahan
pedal rem kebawah cukup jauh untuk menghasilkan tenaga rem yang diperlukan seperti
pada simulasipada grafik (b) dalam grafik diatas. Mekanisme bantuan rem membantu
dalam situasi seperti itu dengan mengira bahwa injakan cepat pada pedal rem berarti
pengendara ingin menghentikan kendaraan dengan sekali injak dan menghasilkan tenaga
rem yang cukup, bahkan jika dia tidak menekan secara penuh pada rem-rem.
Simulasinya terdapat pada grafik (c) pada grafik diatas.
Jika pengendara kemudian mengerem pelan dengan disengaja, mekanisme
bantuan rem mengurangi tenaga rem tambahan yang dihasilkan oleh booster agar
pengendara bisa melakukan ini tanpa merasakan sesuatu kesalahan dengan gaya
pengereman. Simulasinya dapat dilihat pada grafik (d) pada grafik.

Mekanisme Brake Assist


Selama pengereman darurat, pengemudi yang panik akan menginjak pedal rem
secara cepat, sehingga pedal rem tidak mendapat tekanan yang cukup, atau setiap pedal
rem diinjak dengan keras, sulit bagi pengemudi mempertahankan penekanan yang keras
pada rem. Oleh karena itu, pada kendaraan tidak diperkenankan menginjak remnya
dengan kekuatan penuh.
Brake booster dilengkapi dengan sebuah mekanisme brake assist, yaitu system
yang menambah kekuatan pengereman dengan menggunakan brake booster setelah
pedal rem diinjak secara berlebihan, dengan demikian dapat meningkatkan kekuatan
pengereman, termasuk ABS, pada saat yang genting.

20
Hal hal yang perlu diperhatikan pada Brake Assist adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme brake booster adalah bukan sistem yang memungkinkan rem-
rem untuk memberikan kemampuan lebih tinggi dari kemampuan secara
aktual yang dimiliki. Oleh karena itu, untuk berkendaraan aman, perhatikan
dengan seksama pada kecepatan kendaraan dan jarak antara mobil
pengemudi dengan kendaraan yang didepan.
2. Mekanisme brake booster bekerja jika pengendara menginjak pada rem
untuk menghentikan kendaraannya dengan sekali injak, tetapi tidak
membuat keadaannya dapat diketahui

Cara kerja Brake Booster dengan Mekanisme Brake Assist Mekanikal.


Bagian bagian dari komponen Brake assist dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Gambar 11. Bagian-bagian Brake Assist

Servo ratio adalah karakteristik booster rem. Istilah servo ratio mengacu ke
perbandingan dari pertambahan masukan (input) untuk meningkatkan output, dan booster
rem dengan servo ratio lebih tinggi menghasilkan output lebih tinggi dengan tingkat
masukan yang sama. Servo ratio berubah-ubah sesuai dengan area pada permukaan
dimana valve body dan reaction disk saling kontak dengan yang lain dan pada permukaan
dimana plunger dan reaction disk saling kontak dengan lainnya, dan oleh karena itu servo
ratio bertambah dengan bertambahnya daerah kontak pada sisi valve body dengan
respek pada sisi plunger. Jika daya pedal rem mencapai tingkat tertentu, mekanisme

21
bantuan rem memakai pertambahan servo ratio pada saat ini untuk menghasilkan tenaga
rem untuk pengereman darurat.

Mekanisme pengontrolan Brake Assist


a. Pengontrolan BA saat pengereman normal
Dalam pengereman normal, plunger kontak dengan reaction disk melalui
permukaan ujung plat, dan valve body melalui plane kecuali bagian alur di bagian luar.
b. Pengontrolan BA saat membantu pengereman
Jika menginjak pedal rem dalam keadaan darurat menghasilkan tenaga lebih dari
yang diperlukan untuk pengereman normal, reaction disk berubah bentuk untuk
menghalangi alur dalam valve body.
Secara kontras dengan pengereman normal, ini hanya menambah daerah pada
permukaan yang kontak dengan valve body, dengan hasil bahwa perbandingan dari
daerah kontak pada sisi valve body dengan daerah kontak dari plat pada sisi plunger
bertambah dan servo ratio juga bertambah. Untuk alasan ini, booster rem ini bisa
menghasilkan output lebih tinggi dari booster rem konvensional.

Ketika Skid Control ECU mengalami Kerusakan


Biasanya, lampu peringatan dijaga tetap padam oleh sinyal yang dikirim ke meter
kombinasi atau relay kontrol ABS oleh ECU. Jika ECU rusak dan tidak ada sinyal, lampu
peringatan ABS, lampu peringatan system rem, lampu indikator TRC OFF (pada
kendaraan yang dilengkapi dengan TRC), dan lampu peringatan VSC (pada kendaraan
yang dilengkapi dengan VSC) selalu menyala

3. Rangkuman 2

Pengendali EBD menggunakan ABS, membantu menghasilkan distribusi tenaga


rem yang sesuai antara roda-roda depan dan belakang sesuai dengan kondisi
mengemudi. Sebagai tambahan, selama pengereman pada tikungan , alat ini juga
mengontrol tenaga pengereman roda-roda kanan dan kiri, untuk membantu
mempertahankan keseimbangan kendaraan. Brake Assist dikombinasikan dengan
ABS membantu meyakinkan kinerja pengereman kendaraan. Brake Assist
memperkirakan dorongan cepat ke pedal rem sebagai pengereman darurat dan gaya
pengereman tambahan dipakai bila pengemudi tidak cukup kuat menginjak pedal rem.
Brake booster dilengkapi dengan sebuah mekanisme brake assist, yaitu system yang
menambah kekuatan pengereman dengan menggunakan brake booster setelah pedal

22
rem diinjak secara berlebihan, dengan demikian dapat meningkatkan kekuatan
pengereman, termasuk ABS, pada saat yang genting.

4. Tugas 2
Jelaskan mekanisme kontrol kekuatan pengereman dengan menggunakan Brake Assist
dan tanpa Brake Assist pada grafik berikut :

5. Tes Formatif 2
1. Apa yang dimaksud dengan EBD ?
2. Bagaimana cara kerja dari EBD saat membantu pengereman pada roda
belakang?
3. Bagaimana distribusi tenaga pengereman dengan menggunakan EBD pada roda
kanan/kiri ?
4. Bagaimana fungsi ABS dengan menggunakan EBD ?
5. Jelaskan cara kerja Brake booster !

23
BAB III
EVALUASI

A. Soal
I. Berilah tanda centang pada pernyataan berikut ini, Benar atau Salah !
No. Pernyataan Benar atau Salah
1. ABS mengontrol tekanan hidraulik pada
master cylinder dan menghindarkan
penguncian ban
2. ABS bekerja ketika slip ratio dari ban
pada permukaan jalan melebihi 30 %
3. ABS dengan sistem EBD
mendistribusikan tenaga pengereman
yang sesuai kepada roda-roda, sesuai
kondisi kendaraan
4. Sistem BA memperbaiki tenaga
pengereman saat ECU skid control
menetapkan bahwa rem daryrat sedang
bekerja

II. Pilih waktu ketika cek awal ABS dilakukan dari kondisi dibawah ini !
Cek awal ABS Pengecekan
Saat rem ditekan dalam kondisi ignition
switch off
Selama 30 detik setelah mesin berhenti
Selama mesin tidak bekerja
Saat kendaraan berjalan pada kecepatan
lebih besar dari 6 km/h dengan switch lampu
rem dalam keadaan OFF

24
B. Kriteria Kelulusan
Kriteria Skor (1-100) Bobot Nilai Keterangan

Antilock Brake System (ABS) 60% Agar dapat lulus,


peserta diklat
Electronic Brake Device (EBD) harus mencapai
40%
dan Brake Assist (BA) nilai minimal 70

Kategori kelulusan:
70 79 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja dengan bimbingan.
80 89 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.
90 100 : Di atas kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.

25
BAB IV
PENUTUP

Modul Chassis Management dengan materi pada Sistem rem dengan kontrol
elektronik ini disusun agar siswa memiliki kompetensi dalam sistem pengereman
berbasis elektronik. Antilock brake System (ABS), Electronic Brake Device (EBD) dan
Brake Assist (BA) merupakan tahapan pembelajaran tambahan pada sistem pengereman
berbasis elektronik pada mata diklat Chassis Management System kelas XI yang
diperlukan di dunia Industri. Dengan tuntasnya mempelajari modul ini diharapkan siswa
mempunyai bekal untuk bekerja di sektor industri kendaraan ringan.

Untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan secara utuh, siswa memahami


dan mampu melakukan wiring dan pengecekan mengenai ABS, EBD, dan BA pada
kendaraan ringan. Peran guru dan pihak-pihak terkait dalam memfasilitasi siswa sangat
diperlukan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

26
Daftar Pustaka

Training Center Technical Service Division, Daihatsu-Service Technical Education


Program, PT. Astra Daihatsu Motor
M. Saiful Rohman Dkk, Teknik ototronik, Direktorat Pembinaan Sekolah menengah
Kejuruan, Jakarta, 2008

27
28
MODUL
ENGINE MANAGEMENT SYSTEM

Materi Sisipan Sistem Pengapian :


Electronic Fuel Injection (EFI)
Electronic Spark Advance (ESA)

i
ii
Daftar Isi

Halaman

Daftar Isi iii

Peta Kedudukan Bahan Ajar v

Glosarium vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Deskripsi 1

B. Prasyarat 2

C. Petunjuk Penggunaan Modul 2

D. Tujuan Akhir 3

E. Cek Kemampuan 3

BAB II. PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Peserta Diklat 4

B. Kegiatan Belajar 1 4

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1 4

2. Uraian Materi 1 5

3. Rangkuman 1 34

4. Tugas 1 34

5. Tes Formatif 1 34

C. Kegiatan Belajar 2 35

1. Tujuan Kegiatan Belajar 2 35

2. Uraian Materi 2 35

3. Rangkuman 2 47

4. Tugas 2 46

5. Tes Formatif 2 49

iii
BAB III. EVALUASI 50

A. Soal 50

B. Kriteria Kelulusan 51

BAB IV. PENUTUP 52

DAFTAR PUSTAKA 53

iv
Peta Kedudukan Bahan Ajar

Perawatan dan Perbaikan Chassis Management System (CMS) terhadap mata pelajaran
yang lain :

v
Glosarium

Bahan bakar bensin Salah satu jenis bahan bakar minyak untuk kendaraan

Crank Keadaan mesin yang bekerja atau berputar

ECU mesin Electronic Control Unit pada mesin

EFI Electronic Fuel Injection

ESA Electronic Spark Advance (ESA)

Fuel tank Tanki bahan bakar pada kendaraan

Fuel pump Pompa yang akan menyalurkan bahan bakar dari tanki ke
ruang pembakaran

Fuel pump filter Penyaring pada pompa bahan bakar

Ignition switch Saklar untuk menghasilkan pengapian

knocking Kondisi putaran mesin dimana terasa ada ketukan berulang


karena proses pengapian yang tidak tepat

Kunci kontak ON Posisi kunci kontak dimana mesin sudah siap dihidupkan

Kunci kontak START Posisi kunci kontak dimana EFI mulai bekerja untuk pengapian
awal

Pressure regulator Pengatur tekanan bahan bakar yang masuk ke ruang


pembakaran

rpm Rotation per minute, kecepatan rotasi mesin permenit

sensor Alat pendeteksi atau pengukur besaran tertentu

sinyal Tegangan listrik dengan nilai tertentu sebagai tanda dari hasil
pengukuran dan perintah secara elektronik

Shut-off pompa Pompa menghentikan aliran bahan bakar dari tanki untuk
alasan keamanan

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Modul ini menjelaskan mengenai Engine Management System tingkat dasar


dengan fokus pada sistem pembakaran kontrol elektronik yaitu Electronic Fuel Injection
(EFI) dan Electronic Spark Advance (ESA). Mesin bensin menghasilkan tenaga melalui
ledakan
campuran bensin dan udara. Tiga elemen penting agar mesin bensin bekerja
menghasilkan
tenaga :
1. Campuran udara-bahan bakar yang baik
2. Kompresi yang baik
3. Loncatan bunga api yang baik
Untuk mencapai ketiga elemen ini secara simultan, perlu dilakukan kontrol secara
tepat terhadap formasi campuran udara-bensin dan waktu loncatan bunga api. Sistem
kontrol mesin dimulai dengan sebuah sistem menggunakan komputer untuk mengontrol
volume injeksi bahan bakar yang dinamakan sistem EFI (Electronic Fuel Injection).
Selain EFI, sekarang terdapat sistem-sistem kontrol komputer lain, termasuk ESA
(Electronic Spark Advance), ISC (Idle Speed Control), sistem diagnostik, VVT-I (Variable
Valve Timing Intelejent) dll.
Sistem EFI menggunakan beragam sensor untuk mendeteksi kondisi kerja mesin
dan kendaraan. Sesuai dengan sinyal dari sensor-sensor ini, ECU mengkalkulasikan
volume injeksi bahan bakar yang optimal dan mengoperasikan injektor untuk
menginjeksikan volume bahan bakar yang cukup.
Selama berkendara dengan normal, ECU mesin menentukan volume injeksi
bahan bakar untuk mencapai perbandingan teoritis udara-bahan bakar, untuk memastikan
tenaga, konsumsi bahan bakar, dan level emisi gas buang yang baik secara simultan.
Pada keadaan yang lain, seperti selama pemanasan mesin, akselerasi,
deselerasi, atau membawa beban berat, ECU mesin mendeteksi kondisi-kondisi tersebut
dengan berbagai sensor dan mengatur volume injeksi bahan bakar untuk menjamin
campuran udara-bahan bakar yang optimal sepanjang waktu.
Sistem ESA mendeteksi kondisi mesin berdasarkan sinyal yang diberikan bebagai
sensor, dan mengontrol busi untuk menghasilkan loncatan api pada waktu yang tepat.

1
Berdasarkan putaran dan beban mesin, ESA secara tepat mengontrol timing pengapian
agar mesin dapat menghasilkan tenaga yang lebih baik, memurnikan gas buang, dan
mencegah knocking dengan cara yang efektif.

B. Prasyarat pembelajaran
Agar dapat mempelajari sistem pemgereman Engine Management System tingkat
dasar ini, disyaratkan peserta diklat sudah memiliki pengetahuan tentang alat ukur dan
pengukuran, membaca gambar teknik dan wiring diagram, dan dapat melakukan instalasi
dan pengecekan pada sistem pembakaran dengan kontrol elektronik.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat


Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam menggunakan modul ini, langkah-
langkah yang perlu dilaksanakan antara lain :
a. Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada masing-
masing kegiatan belajar. Materi yang kurang jelas dapat ditanyakan pada guru
maupun instruktur yang mengampu kegiatan ini.
b. Kerjakanlah tugas-tugas yang diberikan pada setiap kegiatan belajar. Hal ini
akan menambah kedalaman peserta diklat pada penguasaan materi-materi
yang dibahas pada kegiatan belajar yang bersangkutan.
c. Kerjakan tes formatif dengan baik. Tes ini menunjukkan tingkat penguasaan
peserta diklat pada materi-materi yang dibahas dalam kegiatan yang
bersangkutan.
d. Jangan berpindah pada kegiatan belajar berikutnya, jika penguasaan materi
pada kegiatan belajar sebelumnya masih belum dikuasai. Ulangi kegiatan
belajar ini dan bertanyalah hal-hal yang belum dikuasai kepada guru atau
instruktur yang mengampu.

2. Petunjuk Bagi Guru


Peran guru pada setiap kegiatan belajar modul adalah :
a. Membantu siswa dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing siswa melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
c. Membantu siswa dalam memahami konsep dan praktik baru dan menjawab
pertanyaan siswa mengenai proses belajar siswa.

2
d. Membantu siswa untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Merencanakan seorang ahli / pendamping guru dari tempat kerja untuk
membantu jika diperlukan.
g. Melaksanakan penilaian.
h. Menjelaskan kepada siswa mengenai bagian yang perlu untuk dibenahi dan
merundingkan rencana pembelajaran selanjutnya.
i. Mencatat pencapaian kemajuan siswa.

D. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari seluruh materi kegiatan belajar dalam modul ini, diharapkan
peserta diklat dapat:
1. Membedakan sistem EFI dan ESA
2. Menyebutkan fungsi dari EFI dan ESA
3. Membedakan pembakaran pada mesin dengan EFI dan ESA dibandingkan mesin
yang tidak menggunakan
4. Mengidentifikasi wiring diagram pada instalasi EFI dan ESA

E. Cek Kemampuan

1. Sebutkan fungsi EFI dan ESA !


2. Jelaskan mengenai sistem pembakaran dengan EFI, berikan perbedaan sistem
pengereman yang menggunakan EFI dan tanpa EFI !
3. Jelaskan mengenai sensor-sensor yang digunakan pada EFI !
4. Jelaskan mengenai ESA pada proses pengapian !
5. Identifikasikan dan jelaskan wiring diagram pada EFI dan ESA !

3
BAB II
PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Peserta Diklat

Standar Kompetensi : Sistem pengapian Kontrol Elektronik

Kompetensi dasar : Menjelaskan fungsi , tujuan, cara kerja, wiring dan


prosedur
diagnosa pada Sistem pengapian Kontrol Elektronik (EFI
dan ESA)

Tulislah semua jenis kegiatan yang anda lakukan di dalam tabel kegiatan di bawah ini.
Jika ada perubahan dari rencana semula, berilah alasannya kemudian mintalah tanda
tangan kepada guru atau instruktur anda.
Jenis Tanggal/ Waktu/ Tempat Alasan perubahan/ Tanda tangan
kegiatan/ date time belajar/ reason for the change guru/ signature
kind of place of of plan
activity study

B. Kegiatan Belajar 1

Electronic Fuel Injection ( EFI ) pada sistem pengapian mesin kendaraan berbahan
bakar bensin

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1

Peserta dapat Mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi EFI pada sistem
pengapian bahan bakar untuk mesin kendaraan dengan bahan bakar bensin.

4
2. Uraian Materi 1

Electronic Fuel Injection (EFI)

Sistem kontrol mesin terdiri dari tiga bagian, yakni sensor (dan sinyal output
sensor), ECU mesin, dan aktuator. materi ini menjelaskan tentang sensor (sinyal),
rangkaian daya, rangkaian ground, dan voltase terminal sensor. ECU mesin dibagi
menjadi beberapa fungsi, yakni: kontrol EFI, kontrol ESA, kontrol ISC, fungsi diagnosis,
fungsi fail-safe dan backup, dan fungsi lainnya.

Rangkaian Daya
Rangkaian daya adalah sirkuit listrik yang mensuplai daya ke ECU mesin.
Sirkuit listrik ini termasuk ignition switch, relay utama EFI. dll. Rangkaian daya yang
digunakan kendaraan terdiri dari dua tipe berikut.
1. Dikontrol oleh ignition switch
Seperti tampak pada gambar dibawah in, diagram itu menunjukkan
tipe dimana relay utama EFI dioperasikan langsung dari ignition switch. Pada
saat ignition switch dinyalakan, arus mengalir ke kumparan relay utama EFI,
yang menyebabkan titik kontak tertutup. Sehingga daya dialirkan ke terminal
+B dan +B1 dari ECU mesin. Voltase baterai akan mensuplai setiap waktu
ke terminal BATT dari ECU mesin untuk mencegah kode diagnostik dan data
lain dalam memori terhapus ketika ignition switch dimatikan.

Gambar 1. Wiring diagram rangkaian daya dengan ignition switch

5
2. Dikontrol oleh ECU mesin
Rangkaian daya pada gambar adalah tipe dimana operasi relay
utama EFI dikontrol oleh ECU mesin. Untuk tipe ini, daya harus disuplai ke ECU
mesin beberapa detik setelah ignition switch dimatikan. Karenanya, ON dan
OFF dari relay utama EFI dikontrol oleh ECU mesin. Ketika ignition switch di-set
ke ON, tegangan baterai disuplai ke terminal IGSW dari ECU mesin, dan sirkuit
kontrol relay utama EFI pada ECU mesin mengirimkan sinyal ke terminal MREL
dari ECU, dan mengaktifkan relay utama EFI. Sinyal ini menyebabkan arus
mengalir ke kumparan, menutup kontak relay utama EFI dan mensuplai daya
ke terminal +B dari ECU mesin.
Voltase baterai selalu disuplai ke terminal BATT dengan alasan yang
sama dengan tipe yang dikontrol ignition switch. Selain itu, beberapa model
menambahkan relay khusus untuk sirkuit heater sensor rasio udara bahan
bakar ,yang membutuhkan arus dalam jumlah besar.

Gambar 2. Wiring diagram rangkaian daya dengan ECU mesin

6
Sistem EFI menggunakan beragam sensor untuk mendeteksi kondisi kerja mesin
dan kendaraan. Sesuai dengan sinyal dari sensor-sensor ini, ECU mengkalkulasikan
volume injeksi bahan bakar yang optimal dan mengoperasikan injektor untuk
menginjeksikan volume bahan bakar yang cukup. Gambar dibawah ini menunjukkan
pengaturan bahan bakar menggunakan EFI.

Gambar 3. pengaturan bahan bakar dengan EFI

Selama berkendara dengan normal, ECU mesin menentukan volume injeksi


bahan bakar untuk mencapai perbandingan teoritis udara-bahan bakar, untuk memastikan
tenaga, konsumsi bahan bakar, dan level emisi gas buang yang baik secara simultan.
Pada keadaan yang lain, seperti selama pemanasan mesin, akselerasi,
deselerasi, atau membawa beban berat, ECU mesin mendeteksi kondisi-kondisi tersebut
dengan berbagai sensor dan mengatur volume injeksi bahan bakar untuk menjamin
campuran udara-bahan bakar yang optimal sepanjang waktu.
Gambar pada halaman berikut ini menunjukkan konfigurasi dasar dari sistem EFI dan
bagian-bagian didalamnya.

7
Gambar 4. Konfigurasi sistem EFI

Bagian bagian dari EFI antara lain :


ECU mesin
Bagian ini mengkalkulasikan durasi injeksi bahan bakar optimal berdasarkan
sinyal dari sensor-sensor.
Intake air pressure sensor dan manifold pressure sensor
Tugasnya mendeteksi massa udara atau tekanan manifold.
Crankshaft position sensor
Untuk mendeteksi sudut crankshaft dan putaran mesin.
Camshaft position sensor
Untuk mendeteksi posisi camshaft.
Water temperature sensor
Mendeteksi suhu air pendingin mesin.
Throttle position sensor
Untuk mendeteksi sudut pembukaan Thottle valve.
Oxygen sensor
Untuk mendeteksi konsentrasi oksigen didalam gas buang.

8
Gambar 5. Alur pengapian dengan sistem EFI

Tipe-tipe EFI
a. D-EFI (Tipe kontrol Tekanan Manifold )
Tipe ini mengukur tekanan didalam intake untuk mendeteksi jumlah udara
masuk memakai kerapatan udara(air density). Berdasarkan ini banyaknya udara
dan sinyal dari beberapa sensor,banyaknya injeksi bahan bakar dan waktu
pengapian akan dapat ditentukan.
b. L-EFI (Tipe kontrol Air Flow Meter)
Tipe ini menggunakan air flow meter untuk mendeteksi jumlah udara yang
mengalir di dalam intake manifold. Ada dua tipe metode pendeteksian dari L-EFI
yaitu metode dengan cara langsung mengukur massa intake udara, dan metode
dengan membuat koreksi berdasarkan volume udara.

9
2.1 Sistem Bahan Bakar
Bahan bakar diambil dari tangki oleh pompa bahan bakar dan di injeksikan
oleh injector kedalam intake manifold berdasarkan sinyal dari ECU. Tekanan
bahan bakar dalam saluran bahan bakar harus diatur oleh Pressure Regulator dan
Pulsation damper agar injeksi bahan bakar stabil.
Bagian bagian dari sistem bahan bakar pada mesin kendaraan ringan
dengan menggunakan bahan bakar bensin dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 6. Sistem bahan bakar pada kendaraan ringan

Komponen-komponen Utama dari sistem bahan bakar pada kendaraan


ringan dengan bahan bakar bensin pada gambar 5 diatas adalah sebagai berikut :
1. Fuel tank
2. Fuel pump assembly
3. Fuel pump
4. Fuel pump filter
5. Fuel filter
6. Pressure regulator

10
7. Delivery pipe
8. Injector
9. Pulsation damper

1. Pompa bahan bakar (fuel tank)


Pompa bahan bakar dipasang dan digabungkan dengan fuel filter,
pressure regulator, fuel sender gauge, dll. Pump impeller diputar oleh motor
untuk mengkompresi bahan bakar. Check valve tertutup saat pompa
dihentikan untuk menjaga tekanan dalam jalur bahan bakar agar mesin
mudah di-start kembali.
Apabila tidak ada tekanan residual, penguncian uap dapat dengan
mudah terjadi pada suhu tinggi, menyebabkan mesin sulit di-start kembali.
Relief valve terbuka saat tekanan pada sisi outlet terlalu tinggi untuk
mencegah tekanan bahan bakar menjadi terlalu tinggi. Bagian dari
komponen bahan bakar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 7. Bagian-bagian dari pompa bahan bakar

2. Pressure Regulator
Pressure regulator mengontrol tekanan bahan bakar ke injektor pada
324 kPa atau 3.3 kgf/cm2 (Nilai bisa berbeda tergantung pada model
kendaraan). Sebagai tambahan, pressure regulator menjaga tekanan

11
residual dalam saluran bahan bakar dengan cara sama dengan check valve
pompa bahan bakar. Bagian-bagian dari pressure regulator bahan bakar
dapat dilihat pada gambar pada halaman berikut.

Gambar 8. Pressure Regulator

Ada dua tipe metode regulasi bahan bakar.


a. Tipe 1
Tipe ini mengontrol tekanan bahan bakar pada tekanan konstan.
Saat tekanan bahan bakar melewati gaya pegas pressure regulator,
valve terbuka untuk mengem balikan bahan bakar ke tangki dan
meregulasi
tekanan.

12
Hal yang harus diperhatikan pada tipe ini adalah lubang injeksi
dari injektor terkena vakum oleh vacuum manifold, yang dapat menarik
keluar bahan bakar. Vakum ini selalu berubah tergantung dari kondisi
mesin. Karena itu, untuk tipe ini ECU mesin menghitung injeksi jumlah
bahan bakar per durasi injeksi sesuai dengan perubahan dalam vacuum
intake manifold untuk menjamin bahwa injektor menyemprotkan bahan
bakar dengan sempurna.
b. Tipe 2
Tipe ini dilengkapi dengan delivery pipe yang terus mengatur
tekanan bahan bakar untuk menjaga tekanan bahan bakar lebih tinggi
dari tekanan yang ditentukan oleh manifold pressure.
Cara kerja dasar sama dengan pada tipe 1, tetapi karena
vacuum manifold diberikan ke ruang atas diafragma, tekanan bahan
bakar dikontrol dengan mengubah tekanan ketika katup dibuka sesuai
dengan vacuum manifold. Bahan bakar dikembalikan ke tangki melalui
fuel return pipe.

13
Gambar 9. Pressure regulator tipe 2

Hal yang perlu diperhatikan pada tipe 2 ini adalah Lubang injeksi
dari injektor terkena vakum oleh vacuum manifold, yang dapat menarik
keluar bahan bakar. Vakum ini selalu berubah tergantung dari kondisi
mesin, karena itu, untuk tipe ini tekanan bahan bakar secara terus
menerus diatur sesuai dengan vacuum intake manifold untuk menjamin
tekanan bahan bakar di atas tekanan setting guna menjaga pengaturan
jumlah penyemprotan per durasi injeksi.

3. Sistem filter bahan bakar (Fuel Filter/Fuel Pump Filter)


a. Saringan bahan bakar (Fuel filter)
Saringan bahan bakar menyingkirkan debu dan kotoran lain dari
bahan bakar yang dikompresi dalam pompa.

14
b. Saringan pompa bahan bakar
Saringan pompa bahan bakar menyingkirkan debu dan kotoran lain
dari bahan bakar sebelum memasuki pompa bahan bakar.

Gambar 10. Sistem filter bahan bakar

Petunjuk service Filter bahan bakar :


Bila saringan sampai tersumbat, ini akan mengurangi tekanan
bahan bakar yang dikirim ke injektor, dan menyebabkan kesulitan starter
atau kondisi berkendara yang tidak enak.
Beberapa pompa bahan bakar dipasang dibagian luar tangki, dan
pada beberapa model baut union atau beragam tipe konektor cepat
digunakan untuk menghubungkan saluran bahan bakar.

2.2 Kontrol Pompa bahan bakar.


Pengoperasian Dasar kontrol pompa bahan bakar
Pompa bahan bakar hanya bekerja saat mesin hidup. Meskipun kunci
kontak pada posisi ON,jika mesin tidak hidup,pompa bahan bakar tidak akan
bekerja. Pengontrolan pompa bahan bakar pada kondisi kunci kontak ON, START,
serta beberapa kondisi mesin adalah sebagai berikut :
1. Kunci kontak ON:

15
Jika kunci kontak diputar ke posisi ON, relay EFI menyala selama 3 detik.
Jika kunci kontak diputar ke posisi ON, ECU mesin akan mengaktifkan transistor
dan membuka rangkaian relay ON. Kemudian, arus akan mengalir ke pompa
bahan bakar agar pompa bahan bakar bekerja.
2. Kunci kontak START:
Ketika kunci kontak diputar START (posisi start) relay EFI bekerja selama
2 detik. Jika sinyal STA masuk ke ECU mesin, ECU akan meng ON kan
transistor dan membuka rangkaian relay ON. Kemudian,arus mengalir ke pompa
bahana bakar agar supaya pompa bahan bakar bekerja.
3. Mesin berputar/cranking
Saat sinyal putaran mesin telah di-input ke ECU mesin, relay EFI akan
ON selama 2 detik. Saat sinyal putaran mesin yang telah di-input ke ECU mesin,
ECU akan meng- ON kan transistor dan membuka rangkaian relay ON selama 2
detik. Kemudian arus akan mengalir ke pompa bahan bakar agar pompa bekerja
dan jika sinyal putaran mesin pada 20 rpm atau lebih, maka pompa akan bekerja
terus.
4. Apabila mesin dimatikan
Bahkan saat ignition switch pada posisi ON, apabila mesin dimatikan,
sinyal NE tidak lagi diinput ke ECU mesin, sehingga ECU mesin mematikan
transistor, selanjutnya circuit opening relay juga OFF, lantas pompa bahan bakar
berhenti. Wiring diagram dari sistem bahan bakar dapat dilihat pada gambar
pada halaman berikut.

16
Gambar 11. wiring diagram sistem bahan bakar

Petunjuk service:
DLC
Jika kunci kontak diputar ke posisi ON pada kondisi terminal EFI-T
terhubung dengan terminal E,maka ECU mesin akan meng ON kan transistor dan
rangkaian relay ON selama 8 detik. Dengan cara ini, pemeriksaan tekanan bahan
bakar atau kerja pompa dapat dilakukan melalui pompa bahan bakar yang
bekerja.

Sistem shut-off pompa bahan bakar.


Beberapa model kendaraan memiliki mekanisme dimana kontrol pompa
bahan bakar menghentikan pompa pada kondisi-kondisi berikut, untuk menjaga

17
keamanan. Salah satu kondisi dimana pompa bahan bakar akan otomatis mati
adalah saat airbag mengembang
Pompa bahan bakar akan OFF ketika kontrol komputer mesin
mendeteksi penyebaran sinyal dari air bag. Setelah kontrol fuel cut-off bekerja,
fuel cut-off dapat kembali normal dengan memutar kunci kontak OFF satu kali

Gambar 12. Wiring diagram sistem shut-off pompa bahan bakar saat air bag aktif

2.3 Injection duration control (Metode injeksi dan pewaktuan injeksi bahan bakar)
Ada dua metode injeksi bahan bakar, bahan bakar diinjeksikan secara
independen ke setiap silinder atau bahan bakar disemprotkan secara simultan ke
semua silinder. Timing injeksinya juga beragam, ada yang penyemprotannya
dilakukan pada waktu yang ditentukan atau injeksi disesuaikan dengan perubahan
jumlah udara intake atau putaran mesin. Metode dasar injeksi bahan bakar dan

18
timing injeksi adalah sebagai berikut. Sebagai tambahan, semakin besar volume
injeksi, maka awal timing injeksi harus semakin cepat.

Gambar 13. Metode injeksi bahan bakar

Injection duration control dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu :


1. Independent (Sequential)
Pada tipe ini, Bahan bakar diinjeksikan secara independen untuk tiap
silinder sekali setiap dua putaran crankshaft.

19
Gambar 14. Injection duration control secara independen (sekuensial)

2. Groups
Pada sistem injection duration control dengan cara groups ini, bahan bakar
diinjeksikan untuk tiap group sekali setiap dua rotasi crankshaft.

Gambar 15. Sistem injection duration control dengan tipe grup

20
3. Simultaneous
Bahan bakar secara serempak disuntikkan ke masing-masing silinder
sekali setiap putaran crankshaft. Jumlah bahan bakar yang dibutuh kan
untuk pembakaran diinjeksikan dalam dua kali injeksi.

Gambar 16. Sistem injection duration control dengan tipe simultaneous

2.4 Injection Duration Control


ECU mesin mengubah volume injeksi bahan bakar dengan mengubah
durasi injeksi dari injektor. Durasi aktual ditentukan oleh dua hal berikut.
1. Durasi ditentukan oleh jumlah udara intake dan putaran mesin.
2. Beragam durasi injeksi korektif ditentukan oleh sinyal dari berbagai sensor.
Durasi injeksi dari ECU akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi
perjalanan yang dilakukan, seperti pada saat start, memanaskan mesin, saat
kendaraan mulai melaju, saat melakukan percepatan kendaraan, maupun saat
dilakukan pengereman.
Perhitungan untuk mendapatkan berapa durasi injeksi adalah total dari
durasi injeksi dasar ditambah dengan durasi injeksi perbaikan. Ilustrasi dari durasi
injeksi dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

21
Gambar 17. Injection Duration Control pada beberapa kondisi perjalanan

Durasi yang akhirnya di output ECU mesin ke dalam injektor ditambahkan


berbagai koreksi ke durasi dasar injeksi Terdapat koreksi atau perbaikan pada
kondisi mesin berikut ini :
1. Start enrichment
2. Warm-up enrichment
3. Air-fuel ratio feedback correction
4. Acceleration enrichment
5. Fuel cut-off
6. Power enrichment
7. Other corrections
Berbagai macam koreksi/perbaikan dari injection duration control terhadap
kondisi perjalanan pada Gambar 15 diatas adalah sebagai berikut.
1. Start enrichment
Durasi dasar injeksi tidak dapat dihitung dari jumlah udara intake
karena putaran mesin rendah dan adanya perubahan jumlah udara intake
yang besar saat starting. Oleh karena itu, durasi injeksi bahan bakar saat

22
starting ditentu- kan dari temperatur cairan pendingin. Temperatur cairan
pendingin dideteksi oleh water temperature sensor. Semakin rendah suhu
air, penguapan bahan bakar semakin buruk. Karenanya, campuran udara-
bahan bakar di perkaya dengan memperlama durasi injeksi. ECU mesin
menentukan bahwa mesin sedang distarting bila putaran mesin 400 rpm
atau kurang. Saat putaran tiba-tiba turun di bawah 400 rpm akibat
penambahan beban mendadak, hysteresis digunakan, untuk mencegah ECU
mesin menentukan bahwa mesin telah siap di-start dan di-start ulang,
kecuali putaran mesin turun hingga di bawah 200 rpm.

Grafik 1. Koreksi injection duration control saat start enrichment

Petunjuk service injection duration control saat start enrichment:


Apabila ada kerusakan dengan water temperature sensor, dapat
dianggap kondisi start paling buruk. Untuk meningkatkan kemampuan
start saat mesin dingin, EFI tipe lama memiliki injektor starter dingin dan

23
cold start time switch sebagaitambahan injektor biasa untuk
meningkatkan volume bahan bakar saat starting.

2. Warm-up enrichment
Jumlah injeksi bahan bakar di tingkatkan karena penguapan bahan
bakar buruk selama mesin dingin. Saat suhu pendingin rendah, durasi
ditambah agar campuran udara-bahan bakar lebih kaya untuk mendapatkan
kemampuan berkendara selama mesin dingin. Koreksi maksimum adalah
dua kali lebih panjang dari suhu normal. Grafik koreksi pada injection
duration control pada saat warm-up enrichment ada pada grafik dibawah ini.

Grafik 2. Koreksi injection duration control pada warm-up enrichment

Petunjuk service injection duration control saat warm-up enrichment:


Apabila ada kerusakan dengan water temperature sensor, dapat
dianggap kondisi berkendara buruk.

24
3. Air-fuel ratio feedback correction
Apabila tidak ada fluktuasi besar pada beban atau putaran mesin,
seperti ketika mesin idling atau berkendara dengan kecepatan konstan
setelah pemanasan, bahan bakar (campurannya dekat dengan rasio teoritis)
disuplai sesuai dengan udara intake. Grafik pengontrolan air-fuel ratio
feedback correction dapat dilihat pada halaman berikut.

Grafik 3. Pengontrolan air-fuel ratio feedback correction

Koreksi berikut diberikan saat berkendara dengan kecepatan konstan


setelah pemanasan.
1. Feedback control menggunakan oxygen sensor pada air-fuel ratio
feedback control
Pada feedback control menggunakan oxygen sensor, ECU mesin
menentukan durasi dasar untuk mencapai perbandingan teoritis.

25
Tetapi, perubahan kecil dari perbandingan teoritis terjadi menuruti
kondisi aktual mesin, perubahan akibat waktu dan kondisi lain.
Karenanya, oxygen sensor mendeteksi konsen trasi oksigen pada
gas buang untuk menentukan apakah durasi sudah mencapai
perbandingan teoritis.
Bila ECU mesin dari sinyal oxygen sensor menentukan bahwa
perbandingan udara-bahan bakar lebih kaya dibanding rasio teoritis,
ECU mesin memperpendek durasi agar campuran lebih
miskin. Sebaliknya apabila perbandingan miskin,mesin akan
memperpanjang durasi campuran menjadi lebih kaya. Kontrol
feedback bekerja untuk menjaga agar berada di sekitar rasio teoritis
dengan melakukan koreksi kecil secara berulang. ( disebut operasi
"closed-loop" ). Koreksi rasio dari udara-bahan bakar dengan
menggunakan sensor oksigen dapat ditampilkan pada grafik dibawah
ini.

Grafik 4. air-fuel correction ratio dengan menggunakan oxygen sensor

Dapat dilihat pada Grafik 4, titik tengah (a) berubah selama kontrol feed-
back seperti waktu berlalu. Dalam hal ini, titik tengah dipaksa
kembali ke tengah, bila tidak, kontrol feedback akan keluar dari
rentang koreksinya. Ini disebut air-fuel ratio learned control atau long
fuel trim.

26
Untuk mencegah overheating katalis dan menjamin operasi mesin yang
bagus, feedback rasio tidak terjadi untuk kondisi (pada operasi open
loop) yaitu :
1. Selama Starter mesin.
2. Selama enrichment setelah start.
3. Selama power enrichment
4. Ketika suhu air pendingin dibawah level yang ditentukan.
5. Saat terjadi fuel cut-off .
6. Saat sinyal kurus (lean) lebih lama dari yang ditentukan.

2. Kontrol feedback menggunakan sensor rasio udara-bahan bakar (Air-


fuel sensor):
Pada feeback control dengan menggunakan air-fuel sensor, voltase
output sensor oksigen berubah dengan cepat di sekitar rasio teoritis
seperti tampak pada gambar dibawah ini.

27
Grafik 5. Kontrol feedback menggunakan Air-fuel ratio sensor

Data A/F sensor yang diperoleh ECU di tampilkan pada tester genggam.
(Saat rasio tipis, voltase tinggi dan sebaliknya). Sebagai hasilnya
keakuratan deteksi semakin baik. Apabila rasio berubah dari rasio
teoritis seperti pada gambar (bawah), ECU mesin akan terus
mengoreksi rasio dengan menggunakan sinyal oxygen sensor.
Untuk sensor Air-fuel Ratio (A/F), ECU mesin mengoreksi seketika
dengan menentukan jumlah perubahan dari ratio teoritis.

3. Koreksi kontrol emisi CO bagi kendaraan tanpa oxygen sensor atau


sensor A/F:
Untuk kendaraan tanpa oxygen sensor atau sensor A/F,
resistor variabel digunakan untuk mengatur konsentrasi CO (%)
selama mesin idling. Memutar resistor ke sisi R memperkaya

28
konsentrasi, dan memutarnya ke sisi L membuat konsentrasi udara
menjadi sedikit.
Untuk kendaraan yang memiliki sensor oksigen atau sensor
A/F, penyetelan CO selama idling tidak diperlukan karena mobil
melakukan penyetelan secara otomatis ke rasio udara-bahan bakar
yang baik menggunakan sinyal sensor.

Gambar 18. Proses pengaturan bahan bakar

4. Acceleration enrichment
Perbandingan udara-bahan bakar menjadi lebih kurus, terutama
selama awal akselerasi karena suplai bahan bakar cenderung terhambat
selama akselerasi akibat perubahan udara intake saat pedal gas diinjak.
Untuk mengatasi ini, durasi injeksi diperpanjang untuk menambah volume
injeksi bahan bakar untuk mengimbangi udara intake guna mencegah
campuran udara bahan bakar yang menjadi tipis.

29
Akselerasi ditentukan oleh kecepatan perubahan sudut bukaan
throttle valve. Koreksi selama akselerasi meningkat tajam pada awal
akselerasi dan berkurang sampai peningkatan berakhir. Sebagai tambahan,
semakin sering diakselerasi, penambahan volume injeksi kian membesar.
Diagram injection duration control pada saat acceleration enrichment adalah
sebagai berikut.

Grafik 6. Injection duration control pada saat acceleration enrichment

5. Fuel cut-off
Selama deselerasi, operasi injeksi berhenti sesuai kondisi deselerasi
untuk mengurangi gas buang berbahaya dan meningkatkan efek rem mesin.
Kemudian sistem fuel cut-of diaktifkan untuk memutus injeksi bahan bakar.
Kondisi deselerasi ditentukan oleh pembukaan throttle valve dan putaran
mesin. Saat katup throttle tertutup dan kecepatan mesin masih tinggi,

30
keadaan ini akan ditentukan bahwa kendaraan sedang diperlambat. Grafik
injection duration control pada saat fuel cut-off dapat dilihat dibawah ini.

Grafik 7. Injection duration control pada saat fuel cut-off

Injection duration control saat Fuel cut-off


Kontrol fuel cut-off menghentikan injeksi bahan bakar saat putaran
mesin lebih tinggi dari kecepatan yang ditentukan dan throttle valve tertutup.
Injeksi bahan bakar dilanjutkan saat putaran mesin berkurang atau throttle
valve terbuka. Pemutus dan bahan bakar putaran mesin (Fuel cut-off engine
speed) dan pelanjutan injeksi bahan bakar putaran mesin (fuel injection
resumption engine speed) akan bertambah bila temperatur air pendingin
rendah.
Fuel cut-off engine speed dan fuel injection resumption engine speed
juga akan bertambah bila switch AC posisi on untuk mencegah putaran
mesin dari pincang dan mesin menjadi mati. Ada beberapa model mesin
yang putarannya turun ketika di rem (misalnya saat lampu rem menyala).

6. Power enrichment
Seperti saat udara yang masuk ke intake dalam jumlah besar ketika
beban berat, misalnya saja sewaktu menanjak bukit curam, adalah sangat
sulit mencampur bahan bakar yang diinjeksikan dengan udara masuk itu.
Karena udara masuk itu tidak digunakan seluruhnya dalam proses
pembakaran. Ada sebagian udara yang tersisa. Oleh karena itu dibutuhkan

31
injeksi bahan bakar yang lebih banyak dari perbandingan campuran udara-
bahan bakar teoritis, untuk membakar semua udara masuk guna
meningkatkan tenaga. Beban berat ditentukan dari besarnya pembukaan
throttle position sensor, putaran mesin, dan massa udara yang masuk (PIM).
Semakin besar massa udara masuk (PIM) atau kecepatan mesin yang lebih
tinggi, maka pertambahan jumlah rasio yang ditingkatkan akan lebih besar
pula. Jumlah itu juga akan ditambah saat sudut bukaan throttle valve
mencapai nilai tertentu atau lebih dari nilai itu. Koreksi pertambahannya
mulai dari kisaran 10% hingga 30%.

Koreksi injection duration control terhadap suhu udara masuk.


Densitas udara berubah tergantung suhu udara. Karenanya, koreksi
dilakukan untuk meningkatkan atau mengurangi volume bahan bakar sesuai
dengan suhu udara intake untuk mengoptimalkan rasio campuran. Sesuai
dengan kebutuhan kondisi mesin. Suhu udara masuk dideteksi oleh sensor
suhu udara masuk(intake air temperature sensor). ECU mesin menstandar
kan suhu udara masuk adalah 20C (68F).
Jumlah koreksi ditentukan saat suhu naik diatas atau kurang dari
suhu ini. Saat suhu udara intake rendah, jumlah dinaikkan karena densitas
udara tinggi. Saat suhu tinggi, jumlah dikurangi karena densitas udara
rendah. Koreksi perbaikan penambahan/pengurangan kira-kira 10%. Grafik
koreksi suhu udara masuk pada injection duration control daat dilihat
dibawah ini.

Grafik 8. Koreksi suhu udara masuk

32
Petunjuk servis air-fuel control ratio injection duration control untuk
pengaturan suhu udara yang masuk adalah sebagai berikut :
Untuk air flow meter tipe hot-wire, air flow meter itu sendiri yang
menghasilkan output sinyal korektif untuk temperatur udara intake.
Karenanya, tidak diperlukan koreksi temperatur udara intake.

Koreksi Tegangan pada injection duration control


Ada sedikit jeda antara waktu dimana ECU mesin mengirim sinyal
injeksi ke injektor, dan saat injektor menginjeksikan bahan bakar. Bila
kejadian ini dibarengi dengan penurunan voltase baterai, maka jeda atau
delay ini akan semakin lama. Ini artinya waktu saat injektor menyemprotkan
bahan bakar menjadi lebih pendek dibanding waktu yang dikalkulasikan ECU
mesin. Karenanya,rasio udara lebih tinggi (dengan kata lain kurus) dari rasio
campuran yang diminta oleh mesin. Karenanya, ECU mesin
menyesuaikannya dengan menambah durasi injeksi sesuai dengan turunnya
tegangan baterai. Grafik koreksi tegangan pada injection duration control
dapat dilihat dibawah ini.

Grafik 9. Koreksi tegangan

33
3. Rangkuman 1
ECU mesin dibagi menjadi beberapa fungsi, yakni: kontrol EFI, kontrol ESA,
kontrol ISC, fungsi diagnosis, fungsi fail-safe dan backup, dan fungsi lainnya.
Sistem EFI menggunakan beragam sensor untuk mendeteksi kondisi kerja mesin
dan kendaraan. Sesuai dengan sinyal dari sensor-sensor ini, ECU
mengkalkulasikan volume injeksi bahan bakar yang optimal dan mengoperasikan
injektor untuk menginjeksikan volume bahan bakar yang cukup. Bagian-bagian
dari EFI antara lain adalah ECU mesin, Intake air pressure sensor dan manifold
pressure sensor, Crankshaft position sensor, Camshaft position sensor, Water
temperature sensor, Throttle position sensor, dan Oxygen sensor. Berdasarkan
tipenya EFI dibagi menjadi 2, yaitu D-EFI (Tipe kontrol Tekanan Manifold ) dan L-
EFI (Tipe kontrol Air Flow Meter)

4. Tugas 1
Dari tabel dibawah mengenai sensor-sensor pada EFI, beri centang pada setiap
koreksi yang dilakukan

5. Tes Formatif 1
1. Jelaskan fungsi dari EFI !
2. Apakah fungsi check valve pada komponen EFI ?
3. Jika mesin mati, apa yang terjdi pada pompa bahan bakar ?

34
4. Kapan sinyal NE masuk ke ECU ?
5. Jelaskan bagaimana durasi aktual injeksi !

C. Kegiatan Belajar 2
Electronic Spark Advance ( ESA ) pada sistem pengapian mesin kendaraan
berbahan bakar bensin.

1. Tujuan Kegiatan 2
Peserta diklat dapat mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi ESA pada sistem
pengapian mesin kendaraan dengan bahan bakar bensin.

2. Uraian Materi 2
Electronic Spark Advance
Sistem ESA (Electronic Spark Advance) adalah sistem yang menggunakan
ECU mesin untuk menentukan timing pengapian berdasarkan sinyal dari berbagai
macam sensor. ECU mesin mengkalkulasi ignition timing dari ignition timing optimal
yang disimpan dalam memori untuk disesuaikan dengan kondisi mesin, dan mengirim
sinyal pengapian ke igniter. Timing pengapian yang optimal pada dasarnya
ditentukan oleh putaran mesin dan massa udara intake intake (tekanan manifold).
Grafik pemetaan antara ignition timing dan intake air pada ESA dapat dilihat dibawah
ini.

35
Grafik 10. Pemetaan antara ignition timing dan intake air pada ESA

Sistem ESA terdiri dari berbagai macam sensor, ECU mesin, igniters, ignition coil, dan
busi. Penjelasan masing-masing komponen adalah sebagai berikut :
1. Sensor-sensor pada sistem ESA
a. Camshaft position sensor (sinyal G )
Sensor ini mendeteksi sudut crank standar dan timing camshaft.
b. Crankshaft position sensor (sinyal NE )
Sensor ini mendeteksi sudut crank dan putaran mesin.
c. Air flow meter atau manifold pressure sensor (sinyal PIM )
Sensor ini mendeteksi massa udara atau tekanan manifold.
d. Throttle position sensor (sinyal IDL )
Untuk mendeteksi kondisi putaran idling.
e. Water temperature sensor (sinyal THW )
Untuk mendeteksi suhu air pendingin mesin.
f. Knock sensor (sinyal KNK ):
Sensor ini mendeteksi kondisi knocking.
g. Oxygen sensor (sinyal OX )
Sensor ini mendeteksi konsentrasi oksigen didalam gas buang.

36
Gambar 19. Sensor-sensor pada ESA
2. ECU mesin
ECU mesin berfungsi menerima sinyal dari sensor, menghitung ignition
timing optimal untuk kondisi mesin, dan mengirim sinyal pengapian (IGT) ke
igniter.
3. Igniter
Igniter memiliki peranan dalam merespon output sinyal IGT oleh ECU
digunakan untuk memberikan arus primer secara terputus-putus ke ignition coil.

Rangkaian Pengapian
ECU mesin menentukan waktu pengapian berdasarkan sinyal G, sinyal
NE dan sinyal dari sensor lain. Saat ignition timing sudah ditentukan, ECU
mesin mengirim sinyal IGT ke igniter. Ketika sinyal IGT yang dikirim ke igniter
adalah ON, arus primer mengalir ke ignition coil. Ketika sinyal IGT mati, arus
primer juga terputus
Saat ini, sirkuit pengapian yang digunakan adalah DLI (Distributor Less
Ignition). ECU mesin mendistribusikan arus tegangan tinggi ke cylinder
dengan mengirim setiap sinyal IGT ke igniter sesuai dengan urutan
pengapian. Dengan cara ini didapatkan kontrol saat pengapian (ignition
timing) yang sangat akurat.

37
Gambar 20. Wiring diagram pengapian dengan igniter DLI

Sinyal IGT dari ECU ke igniter


ECU mesin mengkalkulasikan ignition timing optimal sesuai dengan
sinyal dari berbagai sensor dan mengirim sinyal IGT ke igniter. Sinyal IGT
diset ke ON segera sebelum ignition timing yang dikalkulasioleh
microprocessor didalam ECU mesin,dan kemudian di matikan (OFF). Ketika
sinyal IGT dimatikan (OFF) busi memercikkan bunga api listrik. Sinyal IGT
yang dikirimkan ke igniter dapat digambarkan pada grafik berikut.

38
Grafik 11. Grafik sinyal IGT dari ECU ke igniter

Kontrol Timing pengapian


Kontrol timing pengapian terdiri dari dua kontrol dasar, yaitu :
1. Kontrol pengapian saat start.
Kontrol pengapian starting dilakukan pada sudut crankshaft yang
ditentukan sebelumnya apapun kondisi operasi mesin. Sudut crankshaft ini
disebut sudut awal ignition timing.
2. Kontrol pengapian setelah start.
Kontrol ignition timing setelah start dilakukan dengan sudut awal
ignition timing, sudut dasar pengajuan pengapian, yang dikalkulasikan
dengan beban dan putaran mesin, dan koreksi lainnya.

39
Gambar 21. Diagram garis besar kontrol timing pengapian

Pengontrolan ESA
Peranan ESA pada kontrol pengapian dapat dibedakan menjadi 2 yaitu saat
starting dan kontrol pengapian setelah start.
1. Kontrol pengapian saat starting
Ketika menghidupkan mesin, putaran mesin rendah dan massa intake
udara tidak stabil, jadi sinyal PIM tak dapat digunakan sebagai sinyal kontrol.
Karenanya, ignition timing diset ke sudut awal ignition timing starting. Sudut awal
ignition timing dikontrol dalam backup IC ECU mesin.
Sebagai tambahan, sinyal NE digunakan untuk menentukan kapan mesin
di-starter, dan putaran mesin 500 rpm atau kurang mengindikasikan sedang terjadi
starting. Wiring diagram dari ECU saat starting dapat dilihat pada gambar berikut.

40
Gambar 22. Kontrol pengapian saat starting

2. Kontrol pengapian setelah starting


Kontrol pengapian setelah start adalah kontrol yang diaktifkan ketika mesin
hidup setelah starting. Kontrol ini dilakukan dengan melakukan berbagai koreksi ke
sudut awal ignition timing dan sudut dasar pengajuan pengapian. Ignition timing
adalah sama dengan sudut awal ignition timing ditambah sudut dasar pengajuan
pengapian ditambah sudut koreksi pengajuan pengapian.
Saat kontrol pengapian setelah start diaktifkan, sinyal IGT dikalkulasikan
oleh mikroprosesor dan di output melalui IC backup. Wiring diagram pada kontrol
pengapian setelah starting dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

Gambar 23. Kontrol pengapian setelah starting

3. Sudut dasar pengajuan pengapian. (Basic Ignition Advance Angle)

41
Sudut dasar pengajuan pengapian ditentukan dengan menggunakan sinyal
NE dan sinyal PIM. Data sinyal NE dan PIM yang digunakan untuk menentukan
sudut dasar pengajuan pengapian disimpan di dalam memori ECU mesin.
4. Kontrol ketika sinyal IDL sedang ON
Saat sinyal IDL ON, ignition timing dimajukan sesuai dengan putaran
mesin. Grafik pengintrolan ESA pada saat sinyal IDL dari ECU aktif adalah
sebagai berikut.

Grafik 12. Grafik pengontrolan ESA ketika sinyal IDL sedang ON

Petunjuk:
Pada beberapa model mesin, sudut dasar pengajuan pengapian diubah
baik pada kondisi AC sedang ON atau OFF. (Lihat bertitik di kiri.) Sebagai
tambahan, untuk model ini, beberapa memiliki sudut lanjut 0 selama putaran idle
standar.
5. Kontrol ketika sinyal IDL sedang OFF
Ignition timing ditentukan sesuai dengan sinyal NE dan sinyal PIM berdasarkan
data dalam ECU mesin.

42
Koreksi kontrol Pengajuan Pengapian (Corrective Ignition Advance Control)
1. Koreksi Warm-up
Sudut pengajuan pengapian digunakan ketika suhu air pendingin masih
rendah guna memperbaiki kemampuan berkendara. Sudut Timing Pengapian
dimajukan berdasarkan nilai fungsi koreksi pada kondisi sangat dingin.

2. Koreksi pada suhu berlebih (Overtemperature)


Ketika suhu air pendingin sangat tinggi, waktu pengapian dimundurkan
untuk mencegah knocking dan overheating. Koreksi waktu pengapian pada
saat over temperature dapat digambarkan pada grafik berikut.

Grafik 13. Koreksi waktu pengapian saat suhu berlebih

Koreksi putaran idling stabil


Apabila putaran mesin berubah dari target putaran idling, ECU mesin akan
mengatur ignition timing untuk menstabilkan putaran mesin. ECU mesin terus
menerus menghitung putaran mesin rata-rata, jadi apabila putaran turun di bawah
target putaran mesin, ECU mesin akan mengajukan ignition timing ke sudut yang
ditentukan sebelumnya. Grafik pengoreksian putaran oleh ECU pada saat idling
terukur stabil adalah sebagai berikut.

43
Grafik 14. Grafik koreksi putaran oleh ECU saat idling stabil dan perbedaan dari
target idle speed

Knocking correction
Apabila terjadi knocking dalam mesin, knock sensor akan mengkonversikan
getaran yang dihasilkan oleh knocking itu menjadi tegangan sinyal voltase (sinyal
KNK) dan mengirimkannya ke ECU mesin. ECU mesin akan menentukan apakah
knocking itu kuat, sedang atau lemah dari kekuatan sinyal KNK, kemudian ECU
mesin akan mengkoreksi ignition timing dengan memundurkannya sesuai dengan
kekuatan sinyal KNK, dengan kata lain, saat ketukan kuat, ignition timing banyak
dimundurkan, saat ketukan lemah, ignition timing dimundurkan sedikit. aat knocking
berhenti, ECU mesin berhenti memundurkan ignition timing dan sedikit mengajukan
sesuai dengan timing yang ditentukan sebelumnya. Pengajuan ini dilakukan apabila

44
terjadi knocking lagi. Ketika masih muncul knocking lagi, pengontrol akan
mengulang pengunduran ignition timing.

Grafik 15. Knocking correction dengan memundurkan ignition timing

Koreksi lainnya pada sistem ESA


Ada beberapa model mesin yang menambahkan koreksi berikut ke sistem
ESA agar lebih tepat dan akurat dalam mengontrol ignition timing.
1. Air-fuel ratio feedback correction
Selama koreksi ini,putaran mesin bervariasi sesuai dengan
peningkatan/pengurangan volume injeksi bahan bakar. Untuk menjaga mesin
idling yang stabil, ignition timing dimajukan selama koreksi untuk mengimbangi
jumlah injeksi. Koreksi ini tidak dilakukan selama kendaraan melaju.
2. Koreksi EGR (Exhaust Gas Re-circulation)
Saat EGR beroperasi dan Throttle valve terbuka, ignition timing
dimajukan sesuai dengan massa udara intake dan kecepatan udara untuk
meningkatkan kemampuan pengendaraan.
3. Koreksi kontrol Torque
Untuk kendaraan yang dilengkapi dengan ECT (Electronically-Controlled
Transmission), pada unit roda gigi planetary transmisi atau transaxlenya

45
terdapat clutch and brake yang membangkitkan sejumlah kejutan (shock ) saat
perpindahan gigi. Beberapa model memundurkan ignition timing ketika
perpindahan gigi pada torsi mesin rendah.
4. Koreksi Transition
Sewaktu berubah dari akselerasi ke deselerasi, ignition timing dimajukan
atau dimundurkan sesuai dengan akselerasi.
5. Koreksi kontrol Traction
Ignition timing dimundurkan saat traction control beroperasi untuk
merendahkan torque mesin

Kontrol sudut Pengajuan Maximum dan Minimum (Minimum and Maximum Advance
Angle) pada control ESA
Apabila ada masalah dengan ignition timing yang telah ditentukan
sebelumnya dari ignition timing awal, sudut pengajuan pengapian, dan sudut
koreksi pengajuan pengapian masalah itu akan mempengaruhi performa mesin
secara negatif. Untuk mencegahnya, ECU mesin mengontrol sudut pengapian
aktual (ignition timing) untuk membuat seluruh dari sudut pengajuan pengapian
dan koreksi sudut pengajuan pengapian lebih kurang sama dengan nilai yang
telah ditentukan. Data mengenai sudut dan perhitungan sudut pengajuan dapat
dilihat pada gambar di halaman berikut.

Gambar 24. Minimum and maximum advance angle

Pemeriksaan Ignition Timing


Sudut ignition timing yang diset sewaktu penyetelan /pemeriksaan disebut
dengan "standar ignition timing". Standar ignition timing terdiri ignition timing awal
dan fixed ignition advance angle. Penggambaran sudut dan koneksi jumper pada
DLC untuk pemeriksaan ignition timing dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

46
Gambar 25. Penggambaran sudut dan koneksi jumper pada DLC
untuk pemeriksaan ignition timing

Fixed ignition advance angle adalah nilai yang di output selama penyetelan
ignition timing yang telah disimpan ECU mesin. Sudut ini tidak terkait dengan
sudut yang telah dikoreksi selama pengendaraan normal.

Penyetelan atau pemeriksaan ignition timing dilakukan seperti berikut


sesuai dengan gambar diatas dapat dijabarkan pada langkah-langkah berikut:
1. Hubungkan terminal EFI-T dan terminal E pada DLC, pada saat ini waktu
pengapian di set pada Igition Timing standard.
2. Standar waktu pengapian berbeda tergantung pada model ,seperti
ditunjukkan pada tabel diatas.
3. Ketika sinyal IDL off, meskipun terminal EFI-T dan E telah dihubungkan,
Timing Ignition tidak dapat di set.
4. Untuk kendaraan ringan tipe model sekarang, Timing Ignition tidak dapat di
setel karena sensor G dan sinyal NE telah fix(tetap) pada mesin.

3. Rangkuman 2
Sistem ESA (Electronic Spark Advance) adalah sistem yang menggunakan
ECU mesin untuk menentukan timing pengapian berdasarkan sinyal dari berbagai
macam sensor. ECU mesin mengkalkulasi ignition timing dari ignition timing optimal
yang disimpan dalam memori untuk disesuaikan dengan kondisi mesin, dan mengirim

47
sinyal pengapian ke igniter. Sistem ESA terdiri dari berbagai macam sensor, ECU
mesin, igniters, ignition coil, dan busi

ECU mesin mengkalkulasikan ignition timing optimal sesuai dengan sinyal dari
berbagai sensor dan mengirim sinyal IGT ke igniter. Sinyal IGT diset ke ON segera
sebelum ignition timing yang dikalkulasioleh microprocessor didalam ECU mesin,dan
kemudian di matikan (OFF). Ketika sinyal IGT dimatikan (OFF) busi memercikkan
bunga api listrik. Kontrol timing pengapian terdiri dari dua kontrol dasar, yaitu kontrol
pengapian saat start yaitu ketika menghidupkan mesin, putaran mesin rendah dan
massa intake udara tidak stabil, jadi sinyal PIM tak dapat digunakan sebagai sinyal
kontrol. Karenanya, ignition timing diset ke sudut awal ignition timing starting. Sudut
awal ignition timing dikontrol dalam backup IC ECU mesin. Dan kontrol pengapian
setelah start yaitu Kontrol ini dilakukan dengan melakukan berbagai koreksi ke sudut
awal ignition timing dan sudut dasar pengajuan pengapian. Ignition timing adalah sama
dengan sudut awal ignition timing ditambah sudut dasar pengajuan pengapian
ditambah sudut koreksi pengajuan pengapian.

4. Tugas 2
Dari pengontrolan dibawah ini, isilah ke dalam setiap nomor pada tabel di halaman
berikut !
a. basic ignition advance angle
b. maximum and minimum advance angle control
c. initial ignition timing angle
d. corrective ignition advance control

48
5 Test Formatif 2
1. Apa yang dimaksud dengan ESA ?
2. Jelaskan fungsi ECU pada ignition system !
3. Jelaskan mengenai standard ignition timing !
4. Jelaskan mengenai timing advance pada ESA
5. Jelaskan koreksi pengapian pada ESA !

49
BAB III
EVALUASI

A. Soal
I. Dari pernyataan dibawah ini pilihlah yang bernilai benar ( lebih dari 1 ) mengenai
ilustrasi rangkaian pengontrol pompa bahan bakar berikut.
a. ECU mesin membuka
rangkaian relay pompa ON dan
pompa bahan bakar bekerja
sementara kunci kontak pada
posisi IG
b. Sinyal STA masuk ke ECU
mesin dan pompa bahan bakar
bekerja sementara kunci kontak
pada posisi ST
c. Sinyal NE masuk ke ECU
mesin ketika mesin hidup dan
pompa bahan bakar bekerja
terus menerus
d. Jika mesin mati, pompa bahan
bakar akan berhenti karena
tidak ada sinyal NE yang
masuk ke ECU meskipun kunci
kontak pada posisi IG

II. berilah tanda centang pada pernyataan berikut ini, benar atau salah !
No. Pernyataan Benar Salah
1. ECU mesin menghitung ignition timing optimum untuk
mencocokkan kondisi mesin dengan menerima sinyal-sinyal
dari berbagai sensor
2. ECU mesin mengirim sinyal pengapian (IGT) ke igniter
3. Igniter menanggapi sinyal IGT yang dikeluarkan oleh ECU
mesin untuk secara terputus-putus memberikan arus primer
ke koil pengapian

50
No. Pernyataan Benar Salah
4. Igniter mengirim konfirmasi pengapian (IG) ke ECU mesin
ketika busi meloncatkan bunga api listrik

B. Kriteria Kelulusan
Kriteria Skor (1-100) Bobot Nilai Keterangan
Electronic Fuel Injection Agar dapat
50%
(EFI) lulus, peserta
diklat harus
Electronic Spark Advance
50% mencapai nilai
(ESA)
minimal 70

Kategori kelulusan:
70 79 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja dengan bimbingan.
80 89 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.
90 100 : Di atas kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.

51
BAB IV
PENUTUP

Modul Engine Management System dengan materi pada Sistem pengapian pada
bahan bakar bensin dengan kontrol elektronik ini disusun agar siswa memiliki kompetensi
dalam sistem pengapian bahan bakar berbasis elektronik. Electronic Fuel Injection (EFI)
dan Electronic Spark Advance (ESA) merupakan tahapan pembelajaran tambahan pada
sistem pengapian pada kendaraan berbahan bakar bensin pada mata diklat Engine
Management System kelas XI yang diperlukan di dunia Industri. Dengan tuntasnya
mempelajari modul ini diharapkan siswa mempunyai bekal untuk bekerja di sektor industri
kendaraan ringan.

Untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan secara utuh, siswa harus mampu
memahami dan mampu melakukan wiring dan pengecekan terhadap siste pengapian
dengan kontrol elektronik diantaranya EFI dan ESA pada kendaraan ringan. Peran guru
dan pihak-pihak terkait dalam memfasilitasi siswa sangat diperlukan untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan.

52
Daftar Pustaka

Training Center Technical Service Division, Daihatsu-Service Technical Education


Program, PT. Astra Daihatsu Motor
M. Saiful Rohman Dkk, Teknik ototronik, Direktorat Pembinaan Sekolah menengah
Kejuruan, Jakarta, 2008

53
54
MODUL
ENGINE MANAGEMENT SYSTEM

MATERI SISIPAN PEMERIKSAAN KENDARAAN


DENGAN SISTEM DIAGNOSA
Multiplex Communication System (Mpx)
On-Board Diagnostic (Obd)
Idle Speed Control (Isc)

i
ii
Daftar Isi

Halaman

Daftar Isi iii

Peta Kedudukan Modul v

Glosarium vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Deskripsi 1

B. Prasyarat Pembelajaran 2

C. Petunjuk Penggunaan Modul 2

D. Tujuan Akhir 5

E. Cek Kemampuan 5

BAB II. PEMBELAJARAN 6

A. Rencana Belajar Peserta Diklat 6

B. Kegiatan Belajar 1 6

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1 6

2. Uraian Materi 1 7

3. Rangkuman 1 24

4. Tugas 1 25

C. Kegiatan Belajar 2 25

1. Tujuan Kegiatan Belajar 2 25

2. Uraian Materi 2 25

3. Rangkuman 2 40

4. Tes Formatif 2 41

iii
D. Kegiatan Belajar 3 41

1. Tujuan Kegiatan Belajar 3 41

2. Teori Dasar 41

3. Rangkuman 3 52

4. Tes Formatif 3 53

BAB III. EVALUASI 54

A. Soal 54

B. Kriteria Kelulusan 54

BAB IV. PENUTUP 56

DAFTAR PUSTAKA 57

iv
Peta Kedudukan Bahan Ajar
Perawatan dan Perbaikan Chassis Management System (CMS) terhadap mata pelajaran
yang lain :

v
Glosarium

ABS : Antilock Braking System


Actuator rem : Elemen mekanik yang memperlambat laju kendaraan
BA : Brake Assist
CAN : Controller Area Network
DTC : Diagnostic Trouble Codes
DLC : Data link Connector
EBD : Electronic Brake Device
ECU : Electronic Control Unit
Holding : Mode pada solenoid untuk monitor kecepatan
Hydraulik, hidrolik : penggerak dengan menggunakan tekanan fluida
Malfungsi : kesalahan prosedur
Port : Ujung keluaran dan masukan dari solenoid valve
Pressure increase : Setting mode pada solenoid untuk menaikkan tekanan
pengereman
Relay : saklar otomatis
Signal : Tegangan listrik dengan nilai tertentu sebagai tanda dari
hasil pengukuran dan perintah secara elektronik
Solenoid valve : Katup yang dikendalikan secara elektrik
SST : Special Service Tools
VIN : Vehicle Identification Number
Wheel cylinder : Silinder penggerak roda
W/M : Workshop manual

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Modul ini menjelaskan mengenai Engine Management System tingkat lanjut


dengan fokus pada pemeriksaan kendaraan dengan sistem diagnosa pada kendaraan
ringan yaitu Multiplex Communication System (MPX), On-Board Diagnostic (OBD), dan
Idle Speed Control (ISC).
Pemeriksaan awal adalah pekerjaan verifikasi yang dilakukan sebelum mulai
troubleshooting. Pemeriksaan awal termasuk pemeriksaan diagnosis, pengecekan gejala,
dan pemeriksaan dasar. Fungsi diagnosis (self-diagnostics function) menyimpan nama
sistem ketika malfungsi terjadi dalam system sinyal ECU (Electronic Control Unit). Saat
troubleshooting, anda dapat mempersempit focus anda pada area malfungsi dengan
menampilkan kode abnormal yang disimpan oleh sistem diagnosis. Oleh karena itu,
pemeriksaan diagnosis sebagai pemeriksaan awal memungkinkan untuk melakukan
troubleshooting dengan efisiensi yang luar biasa.
Saat membaca kode diagnosis yang ditampilkan, perlu untuk mempertimbangkan
apakah ini adalah malfungsi yang terjadi sekarang atau satu yang telah terjadi
sebelumnya. Ini penting untuk mengecek apakah atau bukan sistem yang sekarang
bekerja dengan normal.Jelasnya, diagnosis diperiksa dua kali, sebelum dan sesudah
pengecekan gejala, untuk memastikan status sekarang seperti pada tabel. Melakukan
pemeriksaan awal sesuai dengan prosedur ini memungkinkan untuk membatasi dengan
efisien sehingga fokus ke sistem malfungsi
Ketika teknisi melakukan reproduksi gejala yang disampaikan pelanggan, ingat
beberapa poin berikut ini. Agar troubleshooting berhasil, perlu diciptakan kondisi dan
keadaan yang serupa dengan suasana ketika gejala itu muncul, berdasarkan informasi
yang dikumpulkan dari pertanyaan diagnostik. Alur dari prosedur pemeriksaan kendaraan
dapat digambarkan pada urutan di halaman berikut.

1
Diagram 1. Urutan prosedur pemeriksaan awal kendaraan

Beberapa pengujian yang perlu dilakukan untuk menemukan malfungsi pada


kendaraan dan sebelum melakukan troubleshooting adalah sebagai berikut.
1. Konfirmasi gejala dengan road test
Tes ini harus dilakukan dengan kondisi yang serupa ketika gejala itu terjadi,
berdasarkaninformasi yang diperoleh dari pertanyaan diagnostik dan freeze frame
data dari ECU.
2. Metode reproduksi saat kendaraan berhenti
Tes ini dilakukan dengan kondisi kendaraan sedang berhenti untuk melakukan
reproduksi gejala masalah, jika reproduksi gejala berada pada level rendah atau
gejala yang timbul ketika kendaraan sedang dikemudikan
3. Memeriksa kode diagnosis
a. Saat muncul kode malfungsi
Jika kondisi malfungsi telah ditampilkan, pusatkan perhatian pada
sistem yang terkait dengan kondisi tersebut, untuk mereproduksi gejala
dengan menggunakan metode reproduksi.
b. Saat muncul kode normal
Jika kodenya normal, pusatkan perhatian pada sistem aktuator
yang tidak terdeteksi, reproduksi gejala itu menggunakan metode
reproduksi.
c. Menentukan Apakah Gejala merupakan Malfungsi atau Tidak

2
Saat ada keluhan dari pelanggan, teknisi perlu menentukan apakah
penyebab gangguan berasal dari kendaraan atau cara pelanggan berkendara,
teknisi juga perlu menentukan performa kendaraan milik pelanggan, baik
diminta oleh tidak oleh pelanggan, dengan membandingkan kendaraan
tersebut dengan kendaraan lain yang sama modelnya. Jika performa
kendaraan pemakai terbukti sama, hampir tidak mungkin menghilangkan
kemungkinan keluhan dengan perbaikan, sehingga teknisi juga perlu
menentukan apakah keluhan tersebut bukan merupakan gejala malfungsi, tapi
lebih pada tuntutan pelanggan. Hal ini perlu agar masalah dapat diselesaikan
dengan menggunakan perspektif yang berbeda. Jika kemampuan performa
kendaraan ternyata lebih buruk daripada kendaraan lain dari model yang
sama, maka teknisi mungkin dapat menganggap keluhan pelanggan sebagai
malfungsi, dan melakukan proses troubleshooting yang diperlukan.
Berkaitan dengan pemeriksaan untuk troubleshooting, selain
metode pemeriksaan yang telah anda pelajari, juga dibutuhkan metode untuk
mengidentifikasi lokasi malfungsi. Saat anda troubleshooting, kombinasikan
beberapa pemeriksaan untuk melakukan estimasi untuk menemukan
penyebabnya.

Pemeriksaan Diagnostik
Agar proses troubleshottong efisien, gunakan kode diagnostik untuk
mengidentifikasi areamalfungsi. Berikut adalah perkiraan dengan melakukan
identifikasi kode-kode.
a. Saat DTC muncul
Sensor, aktuator, wiring dan ECU dalam sistem yang memiliki kode
malfungsi mungkin terjadi malfungsi.
b. Saat normal DTC muncul
Sistem yang memiliki kode diagnostik dapat dinilai normal. Karena
itu, malfungsi mungkinterjadi pada sistem yang tidak memiliki fungsi
diagnostik, teruskan pemeriksaan pada sistem ini.
c. Saat DTC tidak muncul
ECU itu sendiri tidak bekerja atau terjadi malfungsi pada system
power source ECU.
Alur pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui kondisi malfungsi
dan troubleshooting yang harus dilakukan pada kendaraan yang bermasalah
dapat dilihat pada halaman berikut.

3
Diagram 2. Alur pemeriksaan diagnostik

B. Prasyarat pembelajaran

Agar dapat mempelajari sistem diagnostik Engine Management System tingkat


dasar ini, disyaratkan peserta diklat sudah memiliki pengetahuan tentang alat ukur dan
pengukuran, membaca gambar teknik dan wiring diagram, dan dapat melakukan instalasi
dan pengecekan sambungan pada alat-alat diagnostik.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat


Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam menggunakan modul ini, langkah-
langkah yang perlu dilaksanakan antara lain :
a. Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada masing-
masing kegiatan belajar. Materi yang kurang jelas dapat ditanyakan pada guru
maupun instruktur yang mengampu kegiatan ini.
b. Kerjakanlah tugas-tugas yang diberikan pada setiap kegiatan belajar. Hal ini
akan menambah kedalaman peserta diklat pada penguasaan materi-materi
yang dibahas pada kegiatan belajar yang bersangkutan.
c. Kerjakan tes formatif dengan baik. Tes ini menunjukkan tingkat penguasaan
peserta diklat pada materi-materi yang dibahas dalam kegiatan yang
bersangkutan.
d. Jangan berpindah pada kegiatan belajar berikutnya, jika penguasaan materi
pada kegiatan belajar sebelumnya masih belum dikuasai. Ulangi kegiatan

4
belajar ini dan bertanyalah hal-hal yang belum dikuasai kepada guru atau
instruktur yang mengampu.

2. Petunjuk Bagi Guru


Peran guru pada setiap kegiatan belajar modul adalah :
a. Membantu siswa dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing siswa melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
c. Membantu siswa dalam memahami konsep dan praktik baru dan menjawab
pertanyaan siswa mengenai proses belajar siswa.
d. Membantu siswa untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Merencanakan seorang ahli / pendamping guru dari tempat kerja untuk
membantu jika diperlukan.
g. Melaksanakan penilaian.
h. Menjelaskan kepada siswa mengenai bagian yang perlu untuk dibenahi dan
merundingkan rencana pembelajaran selanjutnya.
i. Mencatat pencapaian kemajuan siswa.

D. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari seluruh materi kegiatan belajar dalam modul ini, diharapkan
peserta diklat dapat:
1. Menggunakan diagnostic tools sesuai keperluan pemeriksaan
2. Menyebutkan kode-kode diagnosis (Diagnosis Trouble Code)dari diagnostic tools
3. Memahami prosedur troubleshooting yang akan dilakukan sesuai dengan kode
diagnostic dari On-Board Diagnostic
4. Mengidentifikasi cara kerja dan fungsi dari Idle Speed Control

E. Cek Kemampuan

1. Sebutkan fungsi dari OBD !


2. Mengapa dibutuhkan pengetahuan Diagnostic Trouble Code pada teknisi ?
3. Sebutkan transmisi sinyal komunikasi pada MPX !
4. Jelaskan jenis-jenis OBD pada kendaraan !

5
BAB II
PEMBELAJARAN

A. Rencana Belajar Peserta Diklat

Standar Kompetensi : Sistem Diagnostik pada Engine Management System

Kompetensi dasar : Menjelaskan fungsi , tujuan, cara kerja, wiring dan


prosedur diagnosa dengan menggunakan MPX
communication system, On-Board Diahgnostic dan Idle
Speed Control

Tulislah semua jenis kegiatan yang anda lakukan di dalam tabel kegiatan di bawah ini.
Jika ada perubahan dari rencana semula, berilah alasannya kemudian mintalah tanda
tangan kepada guru atau instruktur anda.
Jenis Tanggal/ Waktu/ Tempat Alasan perubahan/ Tanda tangan
kegiatan/ date time belajar/ reason for the change guru/ signature
kind of place of of plan
activity study

B. Kegiatan Belajar 1

Multiplex communication system (MPX) pada sistem diagnostic kendaraan ringan.

1. Tujuan Kegiatan Belajar 1

Peserta dapat Mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi MPX pada sistem
komunikasi dan diagnosis mesin kendaraan.

6
2. Uraian Materi 1

Multiplex Communication System

MPX (multiplex communication) System adalah suatu komunikasi yang


mengirimkan dan/atau menerima dua atau lebih data menggunakan satu jalur komunikasi.
Timbulnya masalah dimana jumlah wiring harness meningkat secara pesat dikarenakan
meningkatnya sistem yang dikontrol secara elektronik. Untuk memecahkan masalah ini,
setiap pabrik mengembangkan Multiplex Communication System (MPX) yang ada saat
ini.

Dengan memakai MPX, membuat penurunan jumlah wiring harness dengan


menghubungkan ECU pada setiap sistem menggunakan metode multiplex
communication. Posisi ECU pada kendaraan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Lokasi ECU pada kendaraan

Mengadopsi MPX menciptakan manfaat yaitu :


Memungkinkan untuk mengurangi jumlah switch dan sensor, karena signal dari
sensor tunggal dan switch dapat dibagi untuk setiap sistem yang berbeda
Saat ECU di dekat switch dan atau sensor membaca informasi signal dan
mengirimkan signal tersebut ke ECU lain, akibatnya panjang harness dapat
dipendekkan.

7
Gambar dibawah ini menunjukkan ilustrasi pengkabelan dengan menggunakan
MPX dan tanpa MPX dimana umlah kabel yang dibutuhkan dengan menggunakan MPX
dapat dikurangi.

(a) (b)
Gambar 2. Wiring diagram komunikasi : (a) dengan MPX ; (b) tanpa MPX

Contoh pengurangan wiring dengan menggunakan MPX adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Penyederhanaan wiring dari serial communication menjadi CAN


communication

8
1. Gambaran
Tergantung modelnya, struktur MPX amat berbeda. Dalam materi latihan ini,
LS430 (seri UCF30) digunakan untuk menjelaskan fungsi MPX. Tergantung pada
model,susunan MPX pada umumnya berbeda.

Gambar 4. Ilustrasi penempatan sensor dan ECU pada kendaraan ringan

2. Komunikasi Multi-bus
Sesuai dengan area kontrol yang diperluas dan meningkatnya control data
dikarenakan diversifikasi dan performa yang lebih tinggi pada sistem komunikasi,
MPX telah diadopsi, yang terdiri dari dua bus. (LIN dan CAN)

3. Komposisi jaringan
Setiap jaringan terdiri dari komputer (ECU: Electronic Control Unit) yang
berhubungan dengan data biasa dan penting yang diperlukan untuk kontrol dasar
setiap bagian. Karenanya, meskipun jika kesalahan terjadi pada sistem power train
(EFI ECU dan AT ECU), ia tidak akan mengganggu sistem VSC.

9
Gambar 5. Komposisi jaringan pada LIN dan CAN pada kendaraan ringan

Karakteristik utama MPX


1. Jika line komunikasi terputus maka sinyal tidak dapat sampai ke ECU

Gambar 6. Ilustrasi line komunikasi terputus pada MPX


2. Sleep dan wake-up
Saat pengguna memakai kendaraan, MPX berada di "wake-up state," namun,
sistem menilai bahwa pengguna diluar kendaraan, ini menghentikan komunikasi
semua node (ECUs) untuk mencegah arus yang bersifat parasit. Kondisi ini disebut
"Sleep". Pada saat ini, semua ECU menjadi energy-saving mode kecuali untuk fungsi
"wake-up detecting

Perubahan kondisi dari "Sleep" and "wake-up"


1. Saat sistem mendeteksi kondisi dimana pengguna telah menjauh dari
kendaraan, semua node berhenti berkomunikasi. Kondisi ini disebut "Sleep."
2. ECU di dalam sistem memasuki energysaving mode, kecuali fungsi wake-up
detecting.
3. Selama sleep, jika ada switch terkait yang dioperasikan (saat pengguna
membuka pintu atau membuka penguncian dengan kunci, sebagai contoh),

10
ECU yang mendeteksi pengoperasian tersebut akan meninggalkan energy-
saving mode dan kembali mulai komunikasi.
4. Pada waktu awal pengiriman setelah wake-up, ia akan mengirim sebuah pesan
"wake-up" ke ECU lain untuk mengaktifkan.

Gambar 7. Line komunikasi data pada MPX

Jenis sistem komunikasi pada MPX

Berikut adalah metode komunikasi yang digunakan pada MPX :

1. LIN
(1) Kecepatan pengiriman data: 9.6 kbps (bps: bit per second)
(2) Sistem ini digunakan sebagai MPX untuk sistem body electrical.

LIN adalah singkatan dari Local Interconnect Network dan ini adalah
semacam communication protocol pada LAN. LIN adalah sebuah protocol yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan kecepatan kontrol yang tidak
dibutuhkan, dan digunakan untuk sistem body electrical.

11
Kecepatan pengiriman data pada LIN termasuk lebih rendah
dibandingkan CAN, namun, hanya satu line yang digunakan untuk pengiriman
data. Akibatnya, jaringan dapat terhitung lebih murah daripada CAN

Gambar 8. Wiring diagram sistem komunikasi LIN dengan menggunakan MPX

Communication Line (LIN)


Saat transistor dinyalakan, bus level menjadi Tinggi = "1." Ini disebut Dominant.
Saat transistor dimatikan, bus level menjadi Rendah = "0." Ini disebut Recessive.
Jika ada dari node-node ini yang terhubung ke communication line output adalah
"1," bus signal level akan menjadi "1". Hanya saat semua node output "0" maka
akan membuat bus signal level "0. (node yang outputnya adalah "1" mendahului
lainnya.) Bus status adalah "dominant" (atau "active") "1" di dalam LIN

Tabel 1. Perbedaan CAN dan LIN sebagai sistem komunikasi

12
Recessive
Bus status adalah "recessive" (atau "passive"). "0" di dalam LIN

Fungsi Communication line selama pengiriman dan penerimaan adalah sebagai


berikut.
1.Selama pengiriman
Setiap node memonitor status bus saat mengirimkan data. (untuk arbitrasi dan
penilaian RSP)
2. Selama penerimaan
Meskipun tidak ada node yang dapat mengirimkan data selama penerimaan,
part yang mengirimkan akan diaktifkan hanya pada saat penerimaan RSP.

Struktur komunikasi LIN


Pesan LIN terdiri dari "Start of frame" dan "End of frame." Untuk komunikasi yang
efisien, "periodic transmission" dikirim secara terus menerus dan "event
transmission" dikirim pada saat sesuatu terjadi

Detail Pesan
Detail pesan pada komunikasi sisem LIN mengacu pada tabel pada halaman
berikut.

13
Tabel 2. Kode diagnosis dan keterangannya

Reception error (RSP) and retry


Jika sebuah node pada receiving end mendeteksi adanya kesalahan di
dalam sebuah pesan, maka kesalahan tersebut akan diinformasikan ke node
pada akhir pancaran oleh RSP. Kemudian, node tersebut akan mengirimkan
kembali pesan yang sama. (Sampai tiga kali termasuk pengiriman awal)

14
Kode CRC (error check of transmitted data)
Urutan data dari PRI ke DATA diset dalam angka biner. Saat angka
biner dibagi oleh nilai tertentu (X8+X4+X+1), maka kemungkinan ada sebuah
sisa. CRC code diwakili oleh angka sisa. Jika angka biner pada data dari PRI
ke CRC dapat dibagi dengan tepat oleh nominal pada akhir penerimaan
(dengan kata lain, sisa adalah "0"), maka data akan dinilai sebagai normal.

Periodic Transmission dan Event Transmission


Di dalam LIN, tersedia tiga jenis waktu pengiriman sebagai berikut.
1. Periodic transmission:
Data dikirim pada interval berkala.
Periodic transmission timing (lamanya interval: t)
2. Event transmission:
Data dikirimkan dengan pengoperasian switch.
Event transmission timing
3. Combination type (periodic and event transmission)
Saat switch ON, waktu untuk periodic transmission diset ulang.

15
Gambar 9. Periodic dan event transmission timing

Karakteristik Utama LIN


1. Pengadopsian multi-master (CSMA/CD) system
Semua node yang terhubung ke communication line memiliki hak yang
sama untuk mengirimkan (meminta) pesan mereka sendiri.

16
Gambar 10. Komunikasi sistem LIN pada kendaraan ringan

2. Tujuan pesan
Untuk penggantian antara broadcast communication dan point-to-point
communication mungkin dilakukan.
Broadcast communication: Mengirim sebuah pesan ke semua node
Point-to-point communication: Mengirim sebuah pesan ke node yang
ditentukan (s)

17
Gambar 11. Broadcast dan point to point communication

3. Pengadopsian metode non-destructive arbitration


Ketika lebih dari satu node mulai meminta, sistem ini menentukan mana
yang memiliki prioritas menurut urutan yang telah ditentukan (arbitrasi) dan
mencegah data agar tidak rusak saat tabrakan. Ilustrasi metode non-destructive
arbitration dapat dilihat pada gambar pada halaman berikut.

18
Gambar 12. Pengurutan pengiriman data berdasarkan prioritas

Sebuah contoh dari tiga node yang secara simultan mulai mengirimkan pesan-
pesan:
Node 1 mulai output "1""110010..."
Node 2 mulai output "1""110001..."
Node 3 mulai output "1""011111..."

PETUNJUK:
Jika sebuah node secara terus-menerus mengeluarkan "1" dari awal, maka
prioritas tertinggi akan dipastikan.
1. Semua node akan mengeluarkan "1" sebagai SOF (start bit).
2. Node 3 mengeluarkan 0 pada saat ini, node 3 juga memonitor
pengeluaran node lain dan menghentikan pengiriman data saat output
pada node lain adalah 1.

19
3. Node 2 mengeluarkan 0 pada saat ini, node 2 juga memonitor
pengeluaran node lain dan menghentikan pengiriman data saat output
pada node lain adalah 1. Hak untuk megirim permintaannya pertama
kali diberikan pada Node 1.

Arbitration function menugaskan prioritas ke setiap pesan. Node-


node yang ditolak oleh arbitrasi menarik pesan-pesan mereka dan pada
saat yang lain bus tidak padat, mereka akan mencoba mengirimkannya
kembali.

Gambar 13. Komunikasi arbitrase pada node 1, 2 dan 3

Harap diingat bahwa arbitrasi hanya berfungsi ketika banyak node


mulai mengirimkan pesan mereka pada saat yang bersamaan.
Karenanya, jika sebuah node telah mulai mengirimkan pesan signalnya,
node-node lain tidak dapat mengganggunya. Konsep dasarnya adalah
"Siapa datang terlebih dahulu, dilayani terlebih dahulu." Jika banyak node
berada di dalam status standby, pada titik dimana pesan yang utama
telah selesai dan bus menjadi kosong, SOF (sebuah start bit) akan
dikeluarkan oleh semua node. Beberapa node dapat sedikit tertunda;
namun, sedikit penundaan dapat diterima.

20
4. Mendeteksi error pada receiving node dan mengirim informasi ERROR ke
sending node
Saat sebuah error terdeteksi dan diinformasikan (komunikasi tidak selesai
secara normal), node pada transmitting end akan secara otomatis mengirim
kembali pesan tersebut.
5. Panjang pesan variabel
Panjang sebuah pesan dapat diubah di dalam MPX circuit.

2. CAN
CAN adalah singkatan dari Controller Area Network", dan ini adalah metode
komunikasi seri sesuai dengan standar (ISO11898) pada ISO (International
Organization for Standardization) dan sebuah metode yang dapat melakukan
komunikasi berkecepatan tinggi yang jauh lebih lebih besar daripada LIN.
CAN communication system memiliki dua communication line (bus) yang
berperan sebagai pasangan dan bus level ditentukan oleh perbedaan tegangan
diantara kedua line tersebut disebut CAN high (CANH) dan CAN low (CANL). Data
dikirimkan pada 500kbps sebagai digital signal menurut communication protocol
yang diperuntukkan bagi CAN.
CAN communication system yang mengontrol data terkait dengan power
train yang membutuhkan pengiriman data berkecepatan tinggi untuk semua
kendaraan. Sistem CAN mengirimkan banyak item informasi dengan menggunakan
pasangan kabel puntir dan data yang telah diubah ke dalam bentuk digital oleh
communication circuit. CAN communication system yang digunakan adalah jaringan
jenis bus dengan beberapa komputer yang dihubungkan ke sepasang
communication line.
Pada CAN, Kecepatan pengiriman data: 500 kbps (bps: bit per second).
Sistem ini digunakan untuk komunikasi pada sistem kontrol pada power train.
Hubungan antara ECU dan CAN communication line dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

21
Gambar 14. Koneksi antar ECU dengan CAN communication line

Spesifikasi CAN
Sistem komunikasi CAN memiliki protokol komunikasi yang disebut
SMA/CD kependekan dari Carrier Sense Multiple Access dengan Collision
Detection. Ini adalah communication access protocol dimana ECU memeriksa
status communication line (carrier) dan jika tidak ada data lain yang mengalir
maka mereka akan mulai mengirim datanya sendiri. Selanjutnya, jika benturan
data terjadi (seperti dengan data yang telah dikirimkan oleh ECU lain pada saat
yang sama), ECU yang terganggu akan menunggu periode waktu tertentu dan
kemudian mengirim data kembali atau tidak mengirimkannya.

Metode CSMA/CD
Waktu mulai pengiriman pada saat bus tidak padat (saat tidak ada node
yang mengirimkan signal), maka semua node memiliki kesempatan yang sama
untuk mengirimkan pesan signal
PETUNJUK:
- "Bus tidak padat" berarti rangkaian 7 bits atau lebih "0" (recessive
signal) dikenali pada bus line. Aturannya, saat sebuah node
mengirimkan signal, node yang lain tidak dapat memulai
pengiriman.
- Jika occupancy rate menjadi sangat tinggi, pesan dengan prioritas
yang lebih rendah dapat tertunda atau kadang-kadang tidak dapat

22
dikirimkan. (Dalam metode CSMA/CD, bus occupancy rate
dikontrol sehingga rate ini harus 70 % atau kurang dari kondisi
terburuk. )

CAN controller dilengkapi di dalam CPU dan diperiksa apakah pengiriman


dan penerimaan data sesuai dengan protocol pada CAN. CAN transceiver adalah
penggerak pada CAN bus, dan data dikirim dan diterima. Selanjutnya, ECU
dengan terminator disediakan di kedua ujung circuit.

Gambar 15. Terminasi konektor pada ECU dalam CAN controller

Selanjutnya, dengan menggunakan kabel puntir (twist wire) yang


memungkinkan untuk menangkal gaya counter electromotive yang dibangkitkan di
dalam wire harness seperti ditunjukkan. Karakteristik ini mencegah untuk
menerima pengaruh (noise). Namun, perlu untuk menjaga kondisi yang disebutkan
dibawah ini selama perbaikan yaitu :
Melakukan penggulungan kaset setelah menyolder bagian perbaikan
Pastikan bahwa bus (communication wire) terpuntir saat merakit
(Puncak puntiran harus diset ke 25mm -/+ 10mm
Jangan membuat celah diantara CANH dan CANL
Jaga perbedaan panjang pada CANH dan CANL dalam 100mm

23
Rumbaian puntiran pada connector dalam 80mm
Jika kondisi tersebut tidak dijaga, pengiriman data tidak akan dilakukan.

Gambar 16. Koneksi kabel pada CAN

3. Rangkuman 1

Timbulnya masalah dimana jumlah wiring harness meningkat secara pesat yang
disebabkan meningkatnya system yang dikontrol secara elektronik. Untukm emecahkan
masalah ini setiap pabrik mengembangkan Multiplex Communication System (MPX).
Dengan memakai MPX, maka mengurangi jumlah wiring harness dengan
menghubungkan ECUpada setiap system menggunakan metode Multiplex
Communication. Adalah sebuah sistem dimana beberapa ECU yang berlainan
dihubungkan menjadi satu jalur komunikasi (bus line)dan data (pesan) secara bersamaan
dikirim diantara ECU melalui jalur (line). Harap diingat bahwa individual control unit
(ECU)yang terhubung ke bus line disebut "node" pada MPX.
Node menunjukkan satu logical structure pada jaringan. Jaringan computer terdiri
dari berbagai macam terminal dan peralatan. Node member tanda angka pada komponen
ini dan menentukan struktur atau peran. Beberapa produsen mobil mengadopsi kedua
jenis metode multiple Communication yang disebut "LIN" and "CAN". Kedua LIN dan CAN
adalah metode komunikasi. Namun,system yang sesuai dengan persyaratan kebutuhan
dari masing-masing oleh transmission rate telah diadopsi. Dasar troubleshooting adalah
sangat penting pada MPX.

24
4. Tugas 1
Dari pernyataan pada tabel berikut, berikan tanda benar atau salah pada pernyataan
pemecahan masalah dengan menggunakan MPX

No. Pertanyaan Benar atau salah


1. Perkirakan lokasi yang tidak berfungsi dari gejala
kerusakan dan lanjutkan dengan metode pemecahan
masalah
2. Pada pemecahan masalah MPX, ini sangat efektif untuk
menjalankan aktif tes dengan menggunakan DS-II
3. Jika terdapat kode output ECU terhubung atau
komunikasi terhenti berarti terdapat masalah pada wire
harness, sehingga dengan memeriksa wire harness yang
terhubung ke ECU akan dapat diketahui penyebabnya
4. Ketika ada hubungan pendek atau korsleting dalam MPX
communication bus line, tidak efektif untuk memecahkan
masalah menggunakan aktif tes dan data list dari DS-II,
karena komunikasi ke semua ECU terhenti

C. Kegiatan Belajar 2

On-Board Diagnostic

1. Tujuan Kegiatan 2

Peserta diklat dapat mengetahui OBD dan memonitor setiap sensor dan aktuator untuk
diagnosis permasalah pada kendaraan ringan.

2. Uraian Materi 2

ECU mesin memiliki fungsi OBD (On-Board Diagnostic) yang secara konstan
memonitor setiap sensor dan aktuator. Bila kerusakan terdeteksi, kerusakan direkam
sebagai DTC (Diagnostic Trouble Code) dan MIL (Malfunction Indicator Lamp) pada
meter kombi nasi akan menyala untuk membertahukan kepada pengemudi. Dengan
menghubungkan DS-II ke DLC, komunikasi langsung dengan ECU mesin dapat
dilakukan untuk konfirmasi DTC. Juga,bila menghubungkan terminal EFI-T dengan
terminal E (ground terminal) pada DLC, kode diagnosis dapat diperiksa dengan

25
menghitung jumlah dan interval kedipan pada MIL tanpa memakai DS-II. MIL disebit
juga lampu check engine atau lampu alarm check engine.

Gambar 17. On board diagnosys dan Malfunction Indication lamp

Tipe OBD
Untuk mengkonfirmasi data yang direkam oleh ECU mesin, sistem diagnosa
yang disebut OBD, CARB OBD II, EURO OBD atau ENHANCED OBD II digunakan
untuk berkomunikasi langsung dengan ECU mesin. Setiap sistem ini menampilkan
5-digit atau 2-digit DTC pada DS-II.
1. CARB OBD II
CARB OBD II adalah sistem diagnosa emisi yang digunakan di AS
dan Kanada. Ia digunakan untuk memeriksa DTC atau data untuk item-
item yang di syaratkan oleh peraturan di AS dan Kanada.

26
2. EURO OBD
EURO OBD adalah sistem diagnosa emisi yang digunakan di
Eropa. Ia digunakan untuk memeriksa DTC atau data untuk item-item yang
disyaratkan oleh peraturan di Eropa.
3. ENHANCED OBD II
ENHANCED OBD II adalah sistem diagnosa yang digunakan di AS
dan Kanada. Sistem ini digunakan untuk memeriksa item-item yang
disyaratkan oleh peraturan di AS dan Kanada, dan memeriksa DTC atau
data
PETUNJUK:
Tipe awal OBD menggunakan pola kedipan MIL untuk memeriksa DTC.
Sistem membaca data yang di output oleh ECU mesin tanpa
berkomunikasi dengan ECU mesin.

Gambar 18. Tipe OBD


Prinsip diagnosis
ECU mesin mendapat sinyal dari sensor dalam bentuk tegangan. ECU
mesin dapat menentukan kondisi mesin atau kendaraan yang melaju dengan
mendeteksi perubahan dalam tegangan sinyal yang di output oleh sensor. Jadi,
ECU mesin secara konstan memonitor sinyal input (tegangan),
membandingkannya dengan nilai referensi dalam memori ECU mesin, dan
menentu kan kondisi-kondisi tidak normal.

27
Grafik 1. Sistem diagnosis

Grafik di atas menunjukkan karakteristik water temperature sensor.


Normalnya, tegangan sensor bervariasi antara 0,1 V dan 4,8 V. Saat tegangan
ada dalam kisaran ini, ECU mesin menentukan bahwa kondisi adalah normal.
Apabila arus pendek (tegangan kurang dari 0,1 V) atau kabel putus (tegangan
input lebih dari 4,8 V) terjadi, ia akan mendeteksi ketidak normalan. Akan tetapi,
walaupun kisaran 0,1 V hingga 4,8 V adalah normal untuk tujuan diagnosa, ia
mungkin mengindikasikan kerusakan tergantung kepada kondisi mesin. Kondisi
monitor DTC dari ECU mesin berbeda menurut DTC, seperti persyaratan untuk
mengemudi, perubahan pada suhu pendingin dll., karenanya dapat dilihat pada
Pedoman Service untuk detailnya.

28
Grafik 2. Contoh DTC monitoring condition pada OBD
*Siklus mengemudi: Satu siklus mengacu kepada periode dari mesin di starter hingga
mesin dimatikan.

Diagnostic Trouble Code ( DTC )

Output DTC
DTC di output baik sebagai kode 5 digit atau 2 digit. Pada Pedoman
Reparasi, item deteksi, kondisi deteksi dan area masalah disertakan untuk tiap
DTC, jadi lihatlah Pedoman Reparasi untuk troubleshooting.

Gambar 19. Output Diagnostic Trouble Code

29
1. DTC 5-digit
Untuk DTC 5-digit,hubungkan DS-II (diagnosis tester) ke DLC untuk
berkomunikasi langsung dengan ECU mesin dan menampilkan DTC
padalayar tester untuk konfirmasi.
2. DTC 2-digit
Konfirmasi DTC 2 digit, dengan melihat pola kedipan MIL. Hubungkan
terminals EFI-T dengan E dari DLC untuk membuat MIL berkedip dan
menghasilkan DTC. Contoh dari DTC ditunjukkan seperti pada gambar
dibawah ini dengan kode error adalah 21.

Gambar 20. Tampilan error code pada DTC


Seandainya ada dua atau lebih kode kerusakan ,indikasi dimulai dari
nomor yang kecil dan selanjutnya ke nomor yang besar. Untuk menghubungkan
antar terminal,gunakan kabel periksa diagnosa (SST: 09843- 18020 atau 09843-
18040).
Petunjuk:
- Pada beberapa kendaraan dengan DLC, tidak mungkin meng-output DTC 2-
digit.
- Ada juga model dimana DTC 2 digit dapat diperiksa dengan menggunakan
tester genggam. Hubungkan tester genggam ke DLC dan baca pola kedipan
MIL untuk mengkonfirmasikan DTC 2 digit pada layar tester.

30
Menghapus DTC
ECU mesin menyimpan DTC menggunakan power supply konstan. Jadi
DTC tidak dapat dihapus hanya dengan mematikan kunci kontak. Sehubungan
dengan itu untuk menghapus DTC dibutuhkan sebuah diagnosis tester (DS-II)
untuk berkomunikasi dengan ECU mesin dan menghapus DTC, atau putuskan
hubungan back up power supply dengan mencabut sekring EFI dan kunci kontak
posisi OFF,atau lepaskan kabel negatip battery selama 60 detik atau lebih.Waktu
yang diperlukan untuk menghapus DTC berbeda tergantung pada kapasitas
kondensor pada rangkaian, seperti sistem high output audio atau transceiver dan
sebagainya.
Bagaimanapun juga, diperlukan kehati-hatian karena jika melepas
hubungan power supply ke ECU mesin, seluruh data nilai yang tersimpan didalam
ECU mesin akan terhapus. Pada waktu yang sama data yang tersimpan pada
radio, dan stereo, dan sebagainya akan ikut terhapus.

Gambar 21. Wiring diagram untuk menghapus DTC

Referensi:
Komunikasi diagnosis tester dengan ECU mesin,memungkinkannya untuk
melakukan hal-hal berikut ,selain menampilkan dan menghapus DTC.
- Memeriksa freeze frame data
- Memeriksa data yang dimonitor oleh ECU mesin.

31
- Melakukan aktif test yang memaksa actuator bekerja.
Diagnosis tester (DS-II) memungkinkan untuk berkomunikasi dengan ECU
mesin dan membaca atau menghapus DTC, juga memungkinkan untuk melakukan
fungsi berikut :
1. Fungsi seleksi mode Diagnostic
Sistem diagnosa pada beberapa sistem mempunyai dua mode : Normal
mode dan check mode.
a. Normal mode
Mode ini digunakan untuk diagnosa normal.
b. Check mode
Mode ini dilengkapi alat deteksi diagnosa yang sangat sensitive
dibandingkan dengan normal mode dan membuatnya sangat
mudah mendeteksi kerusakkan pada inflator ,dalam hal ini adalah
sistem AIR BAG. Hal ini memudahkan untuk mendeteksi DTC jika
terjadi duplikasi kerusakan guna menentukan kerusakkan yang
sesungguhnya pada kendaraan. Seluruh DTC dan freeze frame
data dapat dihapuskan pada mode ini.

Petunjuk:
Terdapat dua jenis untuk check mode:
Dengan memindahkan switch dari normal mode ke komunikasi dengan ECU
mesin jika memakai diagnosis tester (DS-II) , atau dengan memindahkan switch
dari normal mode setelah memperbaiki (VSC, ABS).

32
Gambar 22. Contoh pemilihan diagnosis dengan 2 mode

Fail-safe dan back-up function


Fail-safe berfungsi untuk mengamankan kondisi ketika terjadi
permasalahan pada kendaraan. Beberapa contoh permasalahan dan kondisi fail-
safe agar kondisi kendaraan tidak bermasalah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Kondisi masalah dan fail-safe

33
Fungsi Fail-safe
Bila ECU mesin mendeteksi kerusakan pada sistem sinyal input yang
manapun, fungsi fail-safe mengontrol mesin dengan menggunakan nilai standar
yang terdapat pada ECU mesin, atau menghentikan mesin untuk mencegah
masalah pada mesin atau overheating pada katalis yang dapat terjadi bila terus
berlanjut berdasarkan sirkuit dengan sinyal abnormal. Hubungan antara sirkuit
dengan sinyal abnormal dan fungsi fail-safe ditunjukkan pada tabel di bawah.

Tabel 4. Sinyal abnormal dan kondisi fail safe

Fungsi Back-up
Fungsi back-up mengambil alih kontrol sinyal tetap (fixed signal control)
dengan IC back-up untuk mengizinkan pengendaraan bila mana terjadi malfungsi
mikrokomputer di dalam ECU mesin. Fungsi back-up ini hanya mengontrol fungsi
dasar saja, sehingga fungsi ini tidak bisa memberikan performa mesin sama
seperti dalam kondisi normal.
ECU mesin berpindah ke mode back-up jika mikrokomputer tidak dapat
memberikan output sinyal ignition timing (IG). Ketika mode back-up dijalankan,
durasi injeksi bahan bakar dan ignition timing diaktifkan pada nilai tetap masing-
masing sesuai dengan sinyal starter (STA) dan sinyal IDL. MIL juga menyala untuk
menginformasikan pengendara adanya malfungsi (ECU mesin tidak merekam
DTC)

34
Nilai-nilai tetap untuk durasi injeksi bahan bakar dan ignition timing sesuai dengan
sinyal STA dan IDL ditunjukan dalam tabel dibawah.

Tabel 5. Kondisi failsafe dan fungsi back up

Prinsip Diagnosis
Diagnosis MIL
Fungsi MIL adalah sebagai berikut :
1. Fungsi cek Lampu ( mesin mati)
MIL menyala saat ignition switch di set ke ON, dan mati saat mesin mencapai 400
rpm atau lebih, untuk memeriksa apakah bola lampu berfungsi atau tidak
2. Fungsi indikator kerusakan (Mesin hidup)
Bila ECU mesin mendeteksi kerusakan didalam rangkaian, ECU memonitor mesin
ketika hidup dan akan menyalakan MIL untuk menginformasikan kepada
pengendara tentang adanya kerusakan. Bila kerusakkan sudah diatasi ,lampu
akan mati setelah 5 detik.Selanjutnya bila kerusakkan sudah kembali normal, MIL
akan mati jika tidak ada kerusakkan yang terdeteksi.

Petunjuk :
Ada beberapa DTC yang tersimpan di ECU tapi lampu MIL tidak menyala
meskipun sistem mendeteksi adanya kerusakkan.

35
Gambar 23. MIL pada driving cycle

Fungsi tampilan kode Diagnostic


Jika menghubungkan terminal EFI-T dan E pada DLC, maka DTC ditampilkan
dengan pola kedipan lampu.
1. Deteksi satu siklus berkendara MIL-ON
Bila kerusakkan terdeteksi dalam satu silkus pengendaraan,ECU mesin
menyalakan MIL. DTC dan data freeze frame secara simultan disimpan didalam
ECU mesin ketika MIL menyala.

Petunjuk :
Data freeze frame adalah data sinyal input/output yang disimpan dalam ECU
mesin ketika DTC terdeteksi.

36
Gambar 24. Deteksi satu siklus fail

2. Deteksi dua siklus berkendara MIL-ON


Bila kerusakan yang sama terdeteksi dalam dua siklus berurutan, ECU mesin
menyalakan MIL pada dua siklus . Saat MIL menyala, DTC dan data freeze frame
secara simultan disimpan dalam ECU mesin. Dalam hal ini, kerusakan yang
terdeteksi pada satu siklus disimpan sebagai kode pending dalam ECU mesin. Akan
tetapi, kode pending dihilangkan bila kerusakan yang sama dideteksi pada dua siklus.
Fungsi diaktifkan ketika kerusakan timbul terutama pada sistem emisi.

37
Gambar 25. Deteksi 2 siklus fail yang berbeda
3. Kedipan MIL
Bila misfire yang dapat merusak catalytic converter terdeteksi dalam siklus
pertama berkendara, MIL akan berkedip. Bila misfire yang sama terdeteksi pada
siklus kedua, MIL berkedip, dan DTC dan data freeze frame direkam dalam memori
ECU mesin. Bila gejala misfire berkurang, MIL berubah dari bekedip menjadi menyala
terus.

38
Gambar 26. Kondisi kedipan MIL

Terminal VF Output
Terminal VF adalah terminal output yang keluar dari data ECU mesin. Data
terminal VF outputs sebagai berikut.
1. Air-fuel ratio feedback corrective value
Output tetap normalnya adalah 2.5 V, tetapi bila output feedback 5 V
banyaknya bahan bakar akan bertambah, sehingga memungkinkan
perbandingan campuran udara bahan bakar untuk dikuruskan. Sebaliknya,
output feedback adalah 0 V jumlah bahan bakar akan berkurang, sehingga
memungkinkan perbandingan campuran bahan bakar untuk digemukkan.

39
Diperlukan perhatian kalau output nya 0 V,ketika kondisi mesin tidak pada
kondisi kerja dari feedback seperti misalnya saat mesin dingin.
2. Sinyal Oxygen sensor
Jika terminal EFI-T dan E, di jumper, dan kontak throttle position sensor
(IDL) di set OFF,sinyal output oxygen sensor adalah 5 V untuk sinyal campuran
kaya,dan 0 V untuk sinyal campuran kurus.bagaimanapun juga jika feedback
control tidak bekerja , 0 V adalah standard.

Diagnosis results
Jika terminal EFI-T dan E di jumper (IDL kontakon), 5 V adalah output diagnose
normal,atau jika 0 V maka DTC akan disimpan.

Gambar 27. Gelombang keluaran terminal VF

3. Rangkuman 2
ECU mesin memiliki fungsi OBD (On-Board Diagnostic) yang secara konstan
memonitor setiap sensor dan aktuator. Bia kerusakan terdeteksi, kerusakan di rekam
sebagai DTC (Diagnostic Trouble Code) dan MIL (Malfunction Indicator Lamp) pada
meter kombinasi akan menyala untuk memberitahukan kepada pengemudi.
Dengan menghubungkan DS-II ke DLC, komunikasi langsung dengan ECU mesin
akan dilakukan lewat terminal SIL untuk konfirmasi DTC. Juga, dengan menghubungkan

40
terminal EFI-T dan Earth (ground terminal) dalam DLC, kode diagnosis dapat diperiksa
dengan menghitung jumlah dan interval kedipan MIL tanpa DS-II.

4. Test formatif 2
1. Apakah yang dimaksud dengan DTC ? apa fungsi DTC pada perbaikan kendaraan
?
2. Bagaimana cara membaca hasil diagnosis DTC 3 digit ?
3. Bagaimana cara membaca hasil diagnosis DTC 5 digit ?
4. Jelaskna mengenai pola kedipan MIL !
5. Apa fungsi fail-safe pada sistem pengamanan kendaraan ?

D. Kegiatan Belajar 3
Idle Speed Control untuk meminimalisir penggunaan bahan bakar pada kecepatan rendah

1. Tujuan Kegiatan Belajar 3


Mengetahui fungsi, prinsip kerja dan instalasi DTC dalam membantu analisa kerusakan
pada kendaraan ringan.

2. Teori Dasar
Sistem ISCV (Idle Speed Control) dilengkapi dengan sirkuit yang mem-bypass
katup throttle, dan menghisap volume udara kedalam sirkuit bypass itu yang dikontrol oleh
ISCV (Idle Speed Control Valve).
ISC menggunakan sinyal dari ECU mesin untuk mengontrol putaran idling mesin
yang optimal pada setiap saat.

41
Gambar 28. Bagan Idle Speed Control pada ECU

1. Saat Starting
Sikuit bypass dibuka untuk meningkatkan stabilitas.
2. Saat memanaskan mesin
Saat suhu air pendingin rendah, putaran idle bertambah agar mesin bekerja
dengan halus (fast idle). Bila suhu air pendingin naik, putaran idle berkurang

3. Feedback control dan kontrol estimate


a. Saat menggunakan A/C
b. Saat lampu depan menyala.
c. Ketika tuas transmisi dipindah dari N ke D atau dari D ke N saat kendaraan
berhenti. Pada kasus diatas, bila beban ditambah atau diubah,putaran
idel bertambah atau dijaga agar tidak berubah.

Tipe ISCV
ISCV adalah alat pengontrol jumlah udara yang masuk (intake) pada saat idle
dengan menggunakan sinyal dari ECU mesin untuk mengatur putaran idle.
Terdapat dua tipe ISCV yaitu :
1. Tipe yang mem-bypass throttle valve dan mengontrol jumlah udara intake:
Karena throttle valve tertutup rapat selama putaran idle, ISC mem-bypass
volume udara yang diperlukan selama idle.

42
Rotary Solenoid Type
ISCV tipe rotary solenoid terdiri dari kumparan, IC, magnet permanen,
valve. ISCV ini ditempelkan ke throttle body. IC menggunakan duty signal dari
ECU mesin untuk mengontrol arah dan jumlah arus yang mengalir dalam
kumparan dan mengontrol jumlah udara yang melewati throttle valve,
merotasikan valve.

Gambar 29. Solenoid valve pada ISC

Cara kerja.
Saat duty rasio tinggi, IC menggerakkan valve ke arah membuka,
dan ketika duty rasio rendah, IC menggerakkan valve ke arah menutup.
ISCV melakukan pembukaan dan penutupan dengan cara ini.

43
Gambar 30. Sinyal duty ratio dari ECU ke solenoid valve

Petunjuk:
Apabila ada masalah, misalnya sirkuit terbuka (putus), yang menyebabkan listrik
berhenti mengalir ke ISCV, katup dibuka pada posisi tertentu oleh gaya magnet
permanen. Ini akan menjaga rata-rata putaran idle 1.000 hingga 1.200 rpm.

2. Tipe Stepper Motor


ISCV tipe motor stepper diletakkan ke ruang intake. Katup yang dipasang di
ujung rotor masuk atau keluar akibat putaran rotor untuk mengontrol volume
udara yang mengalir dalam saluran bypass.
Cara kerja
Stepper motor menggunakan prinsip menarik dan memantulkan
magnet permanen (rotor) ketika medan magnet dihasilkan listrik yang
mengalir dalam kumparan. Pada gambar di kiri bawah, arus mengalir pada
C1 menyebabkan magnet tertarik Ketika arus ke C1 diputus pada saat
yang sama, arus dibuat mengalir ke C2, dan magnet ditarik ke C2.
Pergantian arus dari C3 dan C4 dengan cara yang sama digunakan untuk
merotasi magnet. Magnet juga dapat berotasi ke arah berlawanan dengan
mengubah arah arus dari C4 ke C3, C2, dan C1.

44
Gambar 31. Stepper motor

Pengaturan digunakan untuk memindahkan magnet ke posisi yang


ditentukan sebelumnya. Stepper motor aktual menggunakan 4 kumparan untuk
menciptakan 32 langkah untuk 1 rotasi magnet (rotor). (Beberapa motor memiliki
24 langkah per rotasi.)

Saat Katup terbuka


Saat listrik dikirim ke kumparan A (RSO) untuk waktu yang lama, katup
digerakkan ke arah membuka.

45
Gambar 32. Posisi motor stepper saat katup terbuka

Katup tertutup
Saat listrik dikirim ke kumparan B untuk waktu yang lama, katup digerakkan ke
arah menutup.

Gambar 33. Katup tertutup

46
Cara kerja tipe Rotary Solenoid
1. Kontrol Starter
Saat ECU mesin menerima sinyal STA, ECU mesin menentukan mesin
sedang starting dan membuka ISCV untuk meningkatkan kemampuan
starter. Pembukaan ISCV dikontrol sesuai sinyal NE dan sinyal THW.
2. Kontrol pemanasan mesin(fast-idle)
Setelah mesin di-starting, ECU mesin membuka ISCV sesuai dengan
suhu pendingin (THW) untuk meningkatkan putaran idle. Saat suhu
pendingin naik, ECU mesin mengontrol ISCV ke arah menutup untuk
mengurangi putaran idle. Saat mesin dingin, putaran idle tidak stabil
karena faktor-faktor seperti kekentalan oli mesin tinggi atau atomisasi
bahan bakar yang buruk. Karena alasan ini, idle speed harus dibuat lebih
tinggi dari normal untuk menstabilkan. Ini disebut fast idling.
3. Kontrol Feedback
Untuk kontrol feedback, kecepatan target yang tersimpan dalam ECU
mesin akan dibandingkan dengan idle speed aktual. Lantas, ISCV
dikontrol untuk mengoreksi idle speed aktual ke kecepatan target. Ketika
idle speed aktual lebih rendah dari kecepatan target: ISCV dibuka untuk
mengoreksi kecepatan menjadi kecepatan target. Ketika idle speed
aktual lebih tinggi dari kecepatan target, maka ISCV ditutup untuk
mengoreksi kecepatan menjadi kecepatan target.
Ketika idle speed aktual lebih rendah dari kecepatan target, maka ISCV
dibuka untuk mengoreksi kecepatan menjadi kecepatan target. Ketika idle
speed aktual lebih tinggi dari kecepatan target, maka ISCV ditutup untuk
mengoreksi kecepatan menjadi kecepatan target.
Sebagai tambahan, kecepatan target bervariasi tergantung kondisi mesin,
seperti apakah switch netral ON atau OFF, atau switch AC ON atau OFF.

47
Grafik 3. Coolant temperatur pada ISCV
4. Kontrol estimasi perubahan putaran mesin.
Kontrol estimasi perubahan putaran mesin akan memperkirakan
perubahan idle speed dari beban mesin dan mengontrol ISCV. Bila tuas
pemindah dirubah dari D ke n atau dari N ke D, atau jika terjadi
perubahan beban mesin segera setelah komponen kelistrikan diaktifkan
atau dimatikan seperti relay lampu belakang,relay deffoger,atau switch
A/C dioperasikan maka kecepatan idling akan bertambah atau
berkurang. Kontrol feedback lalu meningkatkan atau mengurangi
kecepatan. Tetapi kecepatan ini tidak stabil hingga dicapai kecepatan
target. Untuk ini, ketika ECU mesin menerima sinyal beban mesin dari
komponen listrik dll, ISCV dikontrol sebelum idle
speed berubah untuk mengurangi besarnya perubahan.

48
5. Kontrol lainnya
ECU mesin membuka ISCV ketika titik IDL dari throttle position sensor
ditutup (pedal gas dilepas) untuk mencegah turunnya putaran mesin
secara tiba-tiba.
Cara kerja tipe Stepper Motor
1. Starting set-up
Starting set-up mengeset ISCV pada posisi terbuka penuh saat
mesin dimatikan (ketika ECU mesin tidak mendapat sinyal NE)
untuk meningkatkan kemampuan starting pada waktu mesin distart
berikutnya.
ECU mesin menginstruksikan bahwa daya listrik terus disuplai ke
relay utama sesaat setelah switch pengapian diputar ke OFF untuk
mengeset agar ISCV pada posisi terbuka penuh. Setelah ISCV
diset, ECU mesin menghentikan supplay daya ke relay utama.
2. Kontrol setelah start,pemanasan (fast-idle) dan kontrol feedback.
Kontrol-kontrol ini pada dasarnya sama dengan tipe rotary solenoid.
Setelah mesin di-start katup menutup dari posisi terbuka penuh ke
posisi terbuka tergantung putar an mesin dan suhu pendingin, dan
kemudian katup menutup secara berangsur-angsur seiring
meningkatnya temperatur pendingin. Saat suhu pendingin mencapai
80 C (176 F), kontrol feedback digunakan untuk menjaga target
idle speed.

Grafik 4 Coolant temperatur pada saat terbuka penuh

49
Rotary Solenoid ISCV tipe lama
Tipe lama rotary solenoid ISCV yang menerima sinyal penugasan dari ECU
mesin memberikan arus ke dua kumparan untuk mengubah jumlah yang dibuka
oleh katup dan mengontrol jumlah intake udara. Lempeng bimetal pada ISCV
merespon suhu pendingin mesin untuk menjaga bukaan katup yang sesuai
untuk pemanasan mesin. Pengaman juga diinstal untuk mencegah katup
terbuka atau tertutup terus apabila terjadi masalah pada kelistrikannya

Katup terbuka
Saat listrik dikirim ke kumparan A (RSO) untuk waktu yang lama,katup
digerakkan ke arah bukaan.

Gambar 34. Solenoid valve saat katup terbuka

50
Katup tertutup
Saat listrik dikirim ke kumparan B untuk waktu yang lama, katup di arahkan
menutup.

Gambar 35. Solenoid valve saat katup tertutup

Tipe-tipe lain Bypass ISCV


1. Tipe Duty-control ACV
ISCV tipe duty-control ACV mengontrol jumlah udara intake
yang mengalir ke dalam rangkaian bypass dengan duty signal dari
ECU mesin yang menyebabkan arus mengalir ke kumparan solenoid
untuk membuka katup. Semakin besar duty ratio listrik yang mengalir
ke kumparan solenoid, maka katup akan membuka semakin lebar.
2. Tipe ON-OFF kontrol VSV
ISCV tipe ON-OFF control VSV mengontrol jumlah udara
intake yang mengalir ke dalam rangkaian byass dengan ON/OFF
signal dari ECU mesin yang menyebabkan arus mengalir ke
kumparan ke kumparan solenoid guna membuka katup. Saat arus
mengalir ke kumparan solenoid, putaran idling naik sekitar 100 rpm.

51
Gambar 36. Idle speed control tipe on/off

3. Rangkuman 3
Sistem ISC mengontrol idling speed agar selalu cocok di berbagai kondisi
(pemanasan, beban listrik, dll.). Untuk meminimalisir konsumsi bahan bakar dan suara,
mesin harus bekerja pada putaran serendah mungkin dan menjaga kondisi idling yang
stabil. Dan lagi, idling speed harus ditingkatkan untuk menjamin pemanasan yang
memadai saat mesin dingin atau saat AC sedang digunakan.
Sistem ISCV (Idle Speed Control) dilengkapi dengan sirkuit yang mem-bypass
katup throttle, dan menghisap volume udara kedalam sirkuit bypass itu yang dikontrol oleh
ISCV (Idle Speed Control Valve)) ISC menggunakan sinyal dari ECU mesin untuk
mengontrol putaran idling mesin yang optimal pada setiap saat.

52
4. Tugas Formatif 3
Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan ISC. Tentukan mana pernyataan
yang Benar dan Salah
No. Peryataan Benar atau Salah
1. Sistem ini mengontrol saluran bypass untuk mengambil
( sejumlah udara) dan putaran mesin akan idle
sepanjang waktu
2. Saat starter, ISC akan menyempitkan sudut bukaan
sirkuit bypass untuk meningkatkan kemampuan start
3. Saat mesin dingin, ISC mengontrol sirkuit bypass agar
terbuka lebar supaya putaran idle stabil
4. Pada kontrol starter, ISCV dibuka untuk meningkatkan
kemampuan starter
5. Pada kontrol feedback, ISCV dikontrol pada arah
menutup saat idle speed aktual lebih rendah dari target

53
BAB III
EVALUASI

A. Soal
1. Pernyataan berikut adalah kondisi sleep dan wake-up dari Multiplex system, tentukan
mana pernyataan yang Benar dan Salah
No. Pernyataan Benar atau Salah
1. Ketika kinci kontak diset ke posisi ACC atau LOCK, ECU
memasukkan mode sleep untuk menghemat konsumsi
daya
2. Saat sistem mendeteksi kondisi dimana pemakai jauh dari
kendaraan, semua node berhenti komunikasi dan keadaan
ini disebut wake up
3. Saat pemakai membuka pintu kendaraan, hanya ECU
terkait yang berganti dari mode sleep ke mode awake
4. Saat mesin berhenti, ECU emmasukkan mode sleep untuk
menghemat konsumsi daya

2. Jelaskan mengenai tipe-tipe dari ISC dari gamba berikut!

B. Kriteria Kelulusan
Kriteria Skor (1-100) Bobot Nilai Keterangan
Multiplex Communication
40%
System Agar dapat
lulus, peserta
On Board Diagnostic 30%
diklat harus
mencapai nilai
minimal 70
Idle Speed Control 30%

54
Kategori kelulusan:
70 79 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja dengan bimbingan.
80 89 : Memenuhi kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.
90 100 : Di atas kriteria minimal. Dapat bekerja tanpa bimbingan.

55
BAB IV
PENUTUP

Modul Engine Management System dengan materi pada Sistem pengapian pada
bahan bakar bensin dengan kontrol elektronik ini disusun agar siswa memiliki kompetensi
dalam sistem pengapian bahan bakar berbasis elektronik. Electronic Fuel Injection (EFI)
dan Electronic Spark Advance (ESA) merupakan tahapan pembelajaran tambahan pada
sistem pengapian pada kendaraan berbahan bakar bensin pada mata diklat Engine
Management System kelas XI yang diperlukan di dunia Industri. Dengan tuntasnya
mempelajari modul ini diharapkan siswa mempunyai bekal untuk bekerja di sektor industri
kendaraan ringan.

Untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan secara utuh, siswa harus mampu
memahami dan mampu melakukan wiring dan pengecekan terhadap siste pengapian
dengan kontrol elektronik diantaranya EFI dan ESA pada kendaraan ringan. Peran guru
dan pihak-pihak terkait dalam memfasilitasi siswa sangat diperlukan untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan.

56
Daftar Pustaka

Training Center Technical Service Division, Daihatsu-Service Technical Education


Program, PT. Astra Daihatsu Motor
M. Saiful Rohman Dkk, Teknik ototronik, Direktorat Pembinaan Sekolah menengah
Kejuruan, Jakarta, 2008

57
58

Anda mungkin juga menyukai