Anda di halaman 1dari 9

TUMOR TROFOBLAS GESTASIONAL

1. Definisi

Tumor trofoblas gestasional (TTG) adalah jenis penyakit trofoblas gestasional ganas

yang ditandai adanya proliferasi abnormal dari trofoblas. Keganasan yang dimaksud dapat

bersifat destruktif yaitu pada mola invasive atau bersifat metastasis yaitu pada placental site

trophoblastic tumor, epitelioid trophoblastic tumor dan choriocarsinoma (Ngan, et al., 2015).

2. Tanda dan Gejala

Tumor trofoblas gestasional biasanya ditandai dengan adanya pendarahan ireguler dan

terdapat subinvolusi uterus. Pendarahan dapat berlanjut terus menerus atau terjadi

pendarahan intermiten. Pendarahan intermiten terkadang dapat disertai dengan pendarahan

mendadak yang masif. Selain pendarahan dari jalan lahir, biasanya akan ditemukan keadaan

intraperitoneal hemoragik. Intraperitoneal hemoragik terjadi akibat perforasi miometrium.

Jika terjadi metastasis pada organ lain, maka akan menimbulkan manifestasi sesuai dengan

organ (Cunningham, et al., 2014).

3. Penegakkan Diagnosis

Penegakkan diagnosis untuk tumor trofoblastic gestasional dapat dimulai dengan

ditemukannya tanda dan gejala seperti pendarahan abnormal jalan lahir atau pendarahan

intraperitoneal masif pada kehamilan. Pendarahan abnormal jalan lahir biasanya bersifat

irregular yang terus menerus ataupun intermiten. Pendarahan yang intermiten biasanya

disertai dengan periode pendarahan mendadak yang masif. Pendarahan intraperitoneal terjadi

akibat perforasi myometrium. Pasien biasanya ditemukan dalam keadaan anemis akibat

pendarahan. Selain pendarahan, biasanya pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

subinvolusi uterus, dimana terjadi peningkatan ukuran uterus dari ukuran normal. Tumor
trofoblas gestasional juga dapat bermetastasis ke beberapa organ, sehingga dapat

menimbulkan manifestasi sesuai dengan organ tersebut. Jika ditemukan bermetastasis ke

saluran genital, dapat ditemukan massa berwarna kebiru-biruan. Tumor trofoblastik

gestasional biasanya ditemukan pada pasien-pasien dengan riwayat obstetric yang buruk,

seperti riwayat molahidatidosa, riwayat abortus, dan riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

(Cunningham, et al., 2014).

Penanda penting TTG yang sering digunakan adalah kadar serum hCG, gambaran

histopatologi, serta gambaran radiologi. Berikut kriteria diagnosis untuk tumor trofoblastic

gestasional yang digunakan (Cunningham, et al., 2014):

1. Kadar beta hCG yang stabil (plateu state) untuk empat kali pemeriksaan dalam periode

tiga minggu atau lebih, yaitu pemeriksaan hari pertama, ketujuh, ke-14, dan ke-21.

2. Peningkatan kada beta hCG lebih dari 10%, tiga kali pemeriksaan dalam dua minggu

yaitu hari pertama, hari ke-7 dan hari ke-14.

3. Beta hCG masih terdeteksi dalam enam bulan atau lebih pasca evakuasi

4. Ditemukan secara histologist gambaran koriokarsinoma.

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada pasien TTG adalah pemeriksaan USG

abdominal. Jarang digunakan USG transvaginal, karena prosedur tersebut dapat memicu

terjadinya pendarahan. Hasil USG untuk TTG biasanya ditandai dengan adanya gambaran

pembesaran ukuran uterus. Gambaran masing-masing jenis TTG sebenarnya sulit untuk

dibedakan. Pada mola invasive dan koriokarsinoma dapat ditemukan massa heterogen

ekogenic, dengan gambaran nekrosis dan hemoragik. Ditandai dengan gambaran

hipervaskularisasi pada pemeriksaan Doppler. Perbedaan dari mola invasif dengan

koriokarsinoma adalah ada tidaknya vili korionik, namun sulit untuk dibedakan melalui
gambaran radiologi. Pada placental-site trophoblastic tumour ditemukan gambaran massa

heterogen hiperekoik dengan gambaran multiple kista pada miometrium uterus yang

membesar (Allen, et al., 2006).

Apabila diagnosis keganasan sudah tegak, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut untuk mengetahui kemungkinan metastasis. Beberapa tes yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi kemungkinan metastasis adalah tes fungsi hepar, fungsi ginjal, CT Scan thoraks,

abdomen dan otak jika memungkinkan (Cunningham, et al., 2014).

Tabel. Tumor Staging untuk TTG menurut FIGO

Tingkat Metastasis
I Penyakit terbatas pada uterus
II Penyakit menyebar pada uterus dan struktur genital yang lain (adneksa, vagina,
ligamentum)
III Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa filtrasi pada struktur genital
IV Ditemukan metastasis jauh

Tabel. Sistem skoring FIGO/WHO berdasarkan faktor prognostic (Ngan, et al., 2015).

Score 0 1 2 4
Usia <40 >40 - -
Jarak dengan kehamilan terakhir (bulan) <4 4-6 7-12 >12
Kadar beta hCG sebelum terapi <103 103-104 104-105 >105
Ukuran tumor (cm) <3 3-4 5 -
Metastasis - Lien, ginjal Saluran cerna Hepar,
otak
Jumlah metastasis - 1-4 5-8 >8
Gagal kemoterapi sebelumnya - - 1 obat 2 obat

Berdasarkan sistem scoring FIGO/WHO maka TTG dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu low risk dan high risk. Low risk apabila jumlah skor dari faktor prognostic kurang dari

sama dengan enam. High risk apabila jumlah skor dari faktor prognostic lebih dari tujuh
(Ngan, et al., 2015). Penggolongan tersebut penting untuk landasan pemberian terapi (Lurain,

2011).

4. Klasifikasi secara Histologi

a. Mola invasif

Mola invasif adalah mola komplit yang bersifat invasif secara lokal, tetapi tidak

memiliki potensi metastastik agresif seperti koriokarsinoma. Mola invasive

mempertahankan vilus hidropik yang menembus dinding uterus sehingga dapat

menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Keadaan ini beresiko menyebabkan

pendarahan masif. Jika dibiarkan dapat mengancam nyawa. Mola invasif tidak bersifat

metastasis, namun sering terjadi embolisasi ke organ jauh seperti otak dan paru. Keadaan

ini bukanlah metastasis sejati, biasanya vilus hidropik tersebut akan mengalami regresi

spontan (Crum, et al., 2007).

Mola invasif dapat didiagnosis menggunakan usg, CT scan atau MRI. Jika dari awal

sudah di curigai adanya mola invasif, maka tidak dibenarkan melakukan tindakan

evakuasi dan biopsi jaringan. Tindakan tersebut tidak boleh dilakukan karena ditakutkan

dapat menyebabkan pendarahan yang lebih masif. Penegakkan diagnosis hanya

berdasarkan gambaran radiologi dan pemeriksaan kadar beta hCG (Niemann, et al.,

2015).

b. Koriocarcinoma

Koriokarsinoma merupakan tumor ganas yang sangat agresif berasal dari dari epitell

korion gestasional atau lebih jarang dijumpai berasal dari sel totipoten di dalam gonad

atau tempat lain. Kejadian koriokarsinoma lebih sering dijumpai pada kasus-kasus

kehamilan abnormal. Koriokarsinoma 50% timbul setelah mola komplit, jarang terjadi
pada mola parsial. Sekitar 25% juga terjadi setelah abortus dan sebagian kecil sisanya

terjadi saat kehamilan normal (Crum, et al., 2007).

Morfologi dari koriokarsinoma adalah massa nekrotik hemoragik di dalam uterus.

Terkadang nekrosis sedemikian komplet sehingga diagnosis anatomic sulit ditegakkan

karena hanya sedikit jaringan neoplasma hidup yang masih dapat dikenali. Tidak

terbentuk vilus korion, terdiri dari sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas kuboid anaplastik

(Crum, et al., 2007). Koriokarsinoma dapat menyebar ke organ jauh, seperti paru, hepar,

lien, ginjal, saluran cerna dan otak (Ngan, et al., 2015). Biasanya pada koriokarsinoma

juga ditemukan kista theca-lutein pada ovarium (Cunningham, et al., 2014).

c. Epiteloid trophoblast tumor

Epithelioid trophoblastic tumour adalah jenis tumor trofoblas yang paling jarang

dijumpai. Tumor ini biasanya terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Secara klinis dan

histopatology, ETT mirip dengan Placental site trophoblast tumor, dimana keduanya

sama-sama berasal dari bagian intermediet trofoblas. Placental site trophoblast tumor

berasal dari tempat implantasi intermediete trofoblas, sedangkan ETT berasal dari tipe

korionik intermediete trofoblas (Niemann, et al., 2015).

Secara klinis, ETT biasanya ditandai dengan adanya amenore atau pendarahan

ireguler setelah kehamilan serta peningkatan tajam dari kadar serum hCG. Tumor ini

sering sampai kebagian serviks sehingga sering terjadi salah diagnosis sebagai karsinoma

planoseluler Sebelum terjadi ETT, biasanya sering ditemukan riwayat abortus spontan,

molahidatidosa, kehamilan ektopik serta bisa juga mengikuti pasca kelahiran aterm

(Niemann, et al., 2015).

d. Placental site trophoblast tumor (PTT)


Tumor jarang bersifat diploid dan berasal dari tempat plasenta atau trofoblas

intermediet. Tumor biasanya tumbuh beberapa bulan setelah kehamilan. Tumor bersifat

indolen dan umumnya berprognosis baik jika terbatas pada lapisan endometrium, namun

jika sudah keluar uterus biasanya berprognosis buruk. Tipe tumor ini tidak peka terhadap

radioterapi (Crum, et al., 2007).

Sel tumor yang ditemukan pada placental site trophoblastic tumor memiliki bentuk

membran nukleus yang ireguler, nukleus hiperkromatik, dan sitoplasma eosinofilik padat

sampai dengan amfofilik. Sel tumor lebih banyak menghasilkan human placental

lactogen (hPL) dibandingkan dengan hCG. Oleh karena itu, kadar hCG ditemukan

meningkat, namun peningkatannya tidak mencolok (Ngan, et al., 2015). Jenis hCG yang

ditemukan pada PTT biasanya lebih bervariasi dibandingkan tumor jenis lain, namun

tetap didominasi oleh kadar beta hCG (Cunningham, et al., 2014)

5. Tatalaksana

a. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi berdasarkan klasifikasi sistem skoring dan tumor staging.

Tingkat I dan kelompok low risk diberikan terapi single agent kemoterapi. sedangkan

kelompok high risk metastasis yaitu tingkat II, III, IV dan skor >6 diberikan terapi

multiagen kemoterapi ditambah adjuvant radiasi ataupun operasi (Lurain, 2011).

Kemoterapi untuk kelompok low risk, dapat diberikan dengan beberapa metode cara

pemberian. Metode cara pemberian ini disesuaikan dengan keadaan pasien sesuai dengan

kekurangan serta kelebihan masing-masing regimen. Berikut pilihan cara pemberian

single agent untuk kelompok low risk:


1) Metrotreksat (MTX) 0.4 mg/kg (maksimal 25 mg per hari) IV atau IM untuk

lima hari, diulang setiap 14 hari

2) MTX 30-50 mg/m2 IM setiap minggu

3) MTX 1 mg/kg IM hari 1, 3, 5, 7 dan folinic acid 0.1 mg/kg IM hari 2, 4, 6, 8.

Pemberian diulang tiap 15-18 hari sekali atau jika dibutuhkan

4) MTX 100 mg/m2 bolus, kemudian 200mg/m2 dalam 500 D5W selama 12 jam;

folinic acid 15 mg IM atau per oral 12 jam untuk empat dosis, dimulai 24 jam

setelah pemberian MTX; diulang 18 hari atau jika dibutuhkan

5) Actinomicin D 10-13 g/kg IV untuk lima hari, diulang tiap 14 hari

6) Actinomicin D 1.25 mg/m2 IV tiap 2 minggu

7) Alternative MTX/ actinomicin D, regimen satu dan lima.

Kemoterapi pilihan untuk kelompok low risk yang paling sering dipilih dan terbukti

paling baik dalam memberikan efek pada tumor adalah regimen pertama, yaitu pemberian

MTX 0.4 mg/kg IV atau IM untuk lima hari pemberian yang diulang setiap dua minggu

(Lurain, 2011).

Pasien dengan high risk metastasis harus diterapi dengan multiagent dengan atau

tanpa adjuvan operasi ataupun radioterapi. Kombinasi yang digunakan adalah MTX,

actinomisin D, cyclopospamid dan vincristin. Cara pemberain dapat dilihat pada tabel

dibawah.

Tabel. Kemoterapi untuk kelompok high risk (Lurain, 2011)

Hari Obat Pemberian


ke-
1 Etoposid 100 mg/m2 IV dalam 30 menit
Actinomisin D 0.5 mg/m2 bolus
MTX 100 mg/m2 bolus kemudian 200 mg/m2 dalam 500
ml D5W dalam 12 jam
2 Etoposid 100 mg/m2 IV dalam 30 menit
Actinomisin D 0.5 mg/m2 bolus
Folinic Acid 15 mg IM atau per oral tiap 12 jam untuk empat
dosis, dimulai 12 jam setelah MTX dimulai
4 Cychloposphamide 600 mg/m2 IV
Vincristine 1.0 mg/m2 bolus

b. Histerektomi

Histerektomi merupakan terapi pilihan untuk TTG. Histerektomi biasanya

dilakukan apabila terjadi kegagalan berulang pada metode kemoterapi, pendarahan yang

masif, serta sudah tidak menginginkan untuk hamil kembali (Niemann, et al., 2015).

Biasanya histerektomi juga menjadi pilihan utama pada TTG yang bersifat lokal dan

tidak sensitive terhadap kemoterapi seperti mola invasive dan placental-site trophoblastic

tumor (Lurain, 2011).


Ngan HYS, Seckl MJ, Berkowitz RS, Xiang Y, Golfier F, Sekharan PK, Lurain JR. 2015.
Update on The Diagnosis and Management of Gestational Trophoblastic Disease. International
Journal of Gynecology and Obstetrics 131: S123S126

Crum CP, Lester SC, Cotran RS. 2007. Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. Dalam Buku
Ajar Patologi: Robbins. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC

Niemann I, Vejerslev LO, Frding L, Blaakr J, Maroun LL, Hansen ES, Grove A, Lund H,
Havsteen H, Sunde L. 2015. Gestational Trophoblastic Diseases Clinical Guidelines for
Diagnosis, Treatment, Follow up, and Counselling. Dannish Medical Journal 62 (11)

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM,
Sheffield JS. 2014. William Obstetric. Edisi 24. New York: McGraw Hill

Lurain JR. 2011. Gestational trophoblastic disease II: classification and management of
gestational trophoblastic neoplasia. American Journal of Obstetrics & Gynecology

Anda mungkin juga menyukai