Pembelokkan cahaya di gagaskan awalnya oleh fisikawan besar Albert Einstein tahun
1915 telah mengubah cara pandang manusia tentang diri dan semestanya.
Teori ini memprediksi berbagai fenomena (efek) yang diakibatkan oleh adanya medan gravitasi di sekitar
suatu massa (benda).
Menurut teori Einstein, cahaya dibelokkan di sekitar medan gravitasi yang dibangkitkan obyek bermassa
besar.
Gravitasi benda bermassa besar (matahari) itu juga akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya.
Cahaya yang melintasi ruang dan waktu yang melengkung itu juga akan berbelok mengikuti
kelengkungan ruang dan waktu yang dilaluinya. Konsekuensinya, pembelokan cahaya di dekat benda
bermassa besar akan kian lebar.
"Matahari dipilih sebagai benda yang membelokkan cahaya bintang karena Matahari benda terbesar
dan termasif di tata surya," kata peneliti astronomi dan astrofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika, Rukman Nugraha.
Pembuktian pembelokan cahaya bintang berdasar teori relativitas umum itu tidak hanya
dilakukan Eddinton dan Dyson. Sejumlah penelitian dilakukan setelah itu. Salah satunya,
pembuktian astronom Jerman, Erwin F Freundlich, saat mengamati GMT 9 Mei 1929 di
Takengon, Aceh.
Karena beberapa kali dibuktikan, Rhorom menilai pengukuran pembelokan cahaya bintang saat
GMT 9 Maret 2016 kurang punya arti istimewa secara saintifik. "Namun, secara historis tetap
menarik," katanya.
Tim peneliti Lapan akan menghitung pembelokan cahaya bintang saat GMT di Ternate, Maluku
Utara. Rukman menilai, pengukuran pembelokan cahaya bintang saat GMT masih relevan.
Bukan semata mengukuhkan teori relativitas umum, melainkan juga wadah edukasi.
Efek lensa gravitasi (gravitational lensing) terjadi ketika cahaya dari suatu obyek sangat terang dan jauh
dari Bumi dibelokkan oleh medan gravitasi obyek bermassa besar (berfungsi sebagai lensa gravitasi)
yang berada di depannya. Dengan kata lain, Bumi, lensa gravitasi, dan obyek jauh membentuk suatu
garis lurus.
Dalam penelitiannya, Einstein mengambil kasus obyek bermassa besar itu adalah sebuah bintang
tunggal. Ia akhirnya membuat kesimpulan, fenomena lensa gravitasi tidak akan pernah teramati sampai
kapan pun. Karena ukuran lensa gravitasi sebuah bintang tunggal terlalu kecil untuk diamati dengan
teleskop.
Suatu lensa gravitasi terbentuk ketika cahaya dari sumber yang sangat jauh dan terang (seperti quasar)
"dibelokkan" disekitar objek yang sangat besar (seperti gugusan galaksi) di antara benda sumber cahaya
dan pengamat. Proses ini dikenal sebagai pelensaan gravitasi dan merupakan salah satu prediksi dari
teori relativitas umum dari Albert Einstein.\
Gravitasi dari benda yang sangat besar seperti gugusan galaksi atau lubang hitam dapat
membengkokkan ruang-waktu, membengkokkan apapun di dalamnya - termasuk jalur yang dilalui
berkas cahaya dari sumber yang terang di latar belakang. Ini mengubah waktu yang ditempuh cahaya
untuk mencapai seorang pengamat, dan dapat memperbesar dan mengubah bentuk citra tampak dari
sumber latar.
Tidak seperti lensa optik, "pembelokan" maksimum terjadi terdekat dari, dan "pembelokan" minimum
terjauh dari pusat lensa gravitasi. Akibatnya, sebuah lensa gravitasi tidak punya satu titik fokus,
melainkan garis fokus. Jika sumber, benda pelensa yang sangat besar, pengamat berada pada garis lurus,
sumber akan kelihatan sebagai cincin di belakang benda raksasa itu.
(Gambar) Cahaya yang membelok di sekitar benda raksasa dari sumber yang jauh. Panah jingga
menunjukkan letak kelihatannya sumber di latar belakang. Panah putih menunjukkan jalur cahaya dari
letak yang sebenarnya sumber cahaya itu.
Menurut relativitas umum, massa "melengkungkan" ruang-waktu menghasilkan medan gravitasi dan
menyebabkan berbeloknya cahaya. Teori ini dibuktikan kebenarannya tahun 1919 saat terjadi gerhana
matahari, ketika Arthur Eddington mengamati cahaya dari bintang-bintang yang berlalu dekat dengan
matahari agak berbelok, sehingga bintang-bintang tersebut nampak agak tidak berada pada posisi
sebenarnya.
Einstein menyadari bahwa juga mungkin benda langit membelokkan cahaya, dan pada kondisi
yang benar, seseorang dapat mengamati citra ganda dari satu sumber, hal ini disebut lensa
gravitasi atau kadang-kadang mirage gravitasi. Namun, karena Einstein hanya
memperhitungkan pelensaan gravitasi oleh bintang tunggal, ia menyimpulkan bahwa fenomena
itu mungkin tetap tidak teramati pada masa yang akan datang. Tahun 1937, Fritz Zwicky pertama
kali memperhitungkan kasus dimana galaksi dapat bertindak sebagai sumber, sesuatu yang
menurut perhitungannya mesti ada dalam jangkauan pengamatan.
Tidak sampai tahun 1979 lensa gravitasi pertama ditemukan. ia menjadi dikenal sebagai "Quasar
Kembar" karena mulanya ia nampak seperti dua quasar identik; ia secara resmi diberi nama
Q0957+561. Lensa gravitasi ini tak sengaja ditemukan oleh Dennis Walsh, Bob Carswell, dan
Ray Weymann menggunakan teleskop 2,1 meter di Kitt Peak National Observatory.
yang merupakan nilai Newtonian dan sudut yang sama yang sebelumnya diterbitkan
oleh Soldner Tampak bahwa Einstein dan komunitas ilmiah di
Waktu tidak sadar akan kertas von Soldner dan baru pada tahun itu
1921 ketika karya Soldner ditemukan kembali.
Kira-kira empat tahun setelah makalah pertamanya di tahun 1911, Einstein
melakukannya
mengembangkan Teori Relativitas Umum (1915) yang mendorongnya
untuk memodifikasi nilai Newtonian di atas dengan menambahkan efek melengkung
Sedangkan yang kita tahu Newton sendiri tidak mengindikasikan bagaimana gaya gravitasi
bekerja. Ia hanya mengatakan bahwa gravitasi adalah satu gaya yang sudah dibawa oleh benda
bermassa. Menurut Newton, sebuah benda bermasssa akan mengerjakan gaya tarik kepada benda
bermassa lain yang berada dalam jangkauan gaya gravitasi benda yang bermassa lebih besar.
Gaya tarik gravitasi itu bekerja dan menjelajah ruang hampa diantara dua benda tadi dalam
waktu sesaat.
Hal ini bertentangan dengan pendapat Einstein yang menyatakan bahwa tidak ada energi maupun
massa yang bisa memiliki kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Mengingat jangkauan gaya
gravitasi yang mencapai ribuan bahkan jutaan kilometer, maka gaya gravitasi tidaklah mungkin
menjelajah angkasa luar dalam waktu yang singkat. Jika gaya gravitasi bergerak dengan cara
yang sama seperti cahaya bergerak, maka Einstein berkesimpulan bahwa kecepatan gaya
gravitasi bekerja juga tidak boleh melebihi kecepatan cahaya. Dengan jarak jangkauan yang jauh
maka jelas gravitasi memerlukan waktu yang panjang untuk menjelajah ribuan bahkan jutaan
kilometer.
Perhitungan Einstein itu memancing sejumlah ahli untuk membuktikannya. Salah satunya
fisikawan asal Cambridge, Inggris, Arthur Eddington. Sejak 1916, ia merancang proses
pembuktian dengan menghitung pembelokan bintang di sekitar Matahari saat gerhana matahari
total (GMT) pada 29 Mei 1919.
Matahari dipilih sebagai benda yang membelokkan cahaya bintang karena Matahari benda
terbesar dan termasif di tata surya.
GMT dipilih sebagai momentum penghitungan karena saat tak terjadi gerhana, cahaya bintang di
belakang Matahari tidak bisa dilihat, terkalahkan terangnya sinar Matahari. Karena itu, GMT
satu-satunya cara melihat pembelokan cahaya bintang di sekitar Matahari karena selama GMT,
sesaat siang berubah jadi malam sehingga bintang-bintang di sekitar Matahari terlihat.
Citra langit di belakang Matahari yang dipotret saat GMT berlangsung akan dibandingkan
dengan citra langit di areal yang sama saat tidak ada Matahari. Biasanya, citra langit di lokasi
yang sama itu dipotret dengan jeda enam bulan sebelum atau sesudah GMT terjadi.
GMT pada 29 Mei 1919 yang dijadikan obyek penelitian Eddington melihat pembelokan cahaya
bintang itu melintasi Brasil, Samudra Atlantik, dan berakhir di Afrika Barat. Eddington bersama
rekannya, Frank Dyson, mengamati GMT di Pulau Principe, Afrika Barat. Saat gerhana,
Matahari tepat di depan gugus bintang Hyades di bagian kepala rasi Taurus.
Meski sempat terkendala akibat Perang Dunia I, Eddington dan Dyson berhasil mengambil citra
langit saat GMT. Dengan membandingkan citra langit di arah yang sama beberapa waktu
kemudian, Eddington mengukur pembelokan bintang-bintang di gugus Hyades sebesar 1,61 detik
busur. Hasil yang mendekati perhitungan Einstein itu membuktikan teori Einstein-lah yang lebih
tepat menjelaskan fenomena pembelokan cahaya bintang oleh benda bermassa besar.