Anda di halaman 1dari 78

Penyakit Mulut

Penyakit mulut dalam perngertian yang luas dapat didefinisikan sebagai suatu bidang
dalam kedokteran gigi yang memusatkan padadiagnosa dan terapi dari penyakit mukosa
mulut dan keluhan lainnya yang mungkin merefleksikan penyakit mulut setempat.(1)

Seperti halnya kulit,warna dari mukosa mulut tergantung pada dekatnya suplay

darah kepermukaan mukosa. Dan sejumlah keratin yang bertambah pada permukaan

mukosa.pada mukosamulut ditemukan variasi warna merah muda yang merupakan sifat

yang khas dari mukosamulut yang normal. Warnanya bervariasi mulai dari merah muda

gelap (kemerah-merahan) sampaimerah muda yang pucat (hampir putih). (2,3)

Lesi pada mukosa mulut adalah hal yang paling sering ditemukan oleh seorang

dokter gigi ketika melakukan diagnosa terhadap suatu penyakit mulut. Hal ini disebabkan

karena sebagian besar kelainan sistemik maupun kelainan lokal bermanifestasi pada rongga

mulut dengan menyababkan kelainan pada jaringan lunak mulut dalam bentuk lesi. Lesi-lesi

yang bermanifestasi ke dalam mukosa mulut ini memiliki perbedaan-pe v rbadaan yang

khas antara satu dengan yang lainnya, misalnya dalam hal etiologi, diagnosa, karakteristik,

manifestasi oral, dan perawatannya.(1)

Dalam makalah ini akan dibahas tentang lesi pada mukosa mulut yang

diklasifikasinkan berdasarkan perubahan warna dan perubahan permukaan. Yang

berdasarkan permukaan yaitu lasi ulseratif dan lesi vesikulobulosa, dan yang berdasarkan

perubahan warna adalah lesi merah dan lesi putih.

2.1. Definisi Lesi

Lesi adalah istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal

pada tubuh. Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa penyakit sepertitrauma fisik,

kimiawi, dan elektris; infeksi, masalah metabolisme, dan otoimun.(4)

Lesi dapat ditangani dengan pembedahan, seperti pada daerah tertentu

pada otakuntuk menangani epilepsi. Namun tidak semua lesi memerlukan penanganan.
Kata lesi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti "cedera".

2.2. Klasifikasi Lesi

2.2.1. Lesi berdasarkan perubahan warna:(5)

1. Lesi merah

1.1.Definisi

Lesi merah adalah suatu keadaan yang abnormal pada mukosa dimana tampak kilinis

berwarna lebih merah darijaringansekitarnya dengan permukaan licin seperti adrofi atau

granuler. Pada lesi inijuga terlihat inflamiasi,tapi tanda-tandanya lebih mudah terlihat pada

selepitel premaligna.(6)

1.2.Etiologi

Lesi merah biasanya disebabkan antaralain oleh faktor lokal (merokok yang hebat,

alkohol serta kebersihan mulut yang buruk), faktorherediter atau bawaan, respon autoimun,

dan adanya infeksi terutama infeksi jamur kandida..(6)

1.3.Macam-macam lesi merah(5)

Purpura (Petechiae)

Varikositas (Varix)

Trombus

Telangiektasia Hemorhagik Herediter

Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)

2. Lesi putih

2.1. Definisi

Lesi putih adalah suatu keadaan yang abnormal pada mukosa dimana nampak

klinis berwarna lebih putih, lebih tingi, lebih kasar atau mempunyai tekstur yang berbeda

dari jaringan sekitarnya, dimana keadaan tersebut menggambarkan peningkatan lapisan

keratin, koloni jamur atau lapisan epithelium yang mati.(7)


2.2. Etiologi (7)

Etiologi dari lesi putih pada mukosa mulut, antara lain factor local, herediter,

respon autoimun, dan adanya infeksi.

Penyebab factor local yang paling sering adalah tembakau. Tembakau dapat

diisap, dicium, dikunyah-kunyah, atau diletakkan dalam mulut. Pada semua keadaan

tersebut, tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut. Tembakau yang tdak

dibakar (dicium, dikunyah, disumbatkan) dapat meninggalkan tanda-tanda khas di daerah

yang biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk

menyumbat atau mengunyah, sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai untuk

mencium bau.

Merokok tampaknya tidak berhubungan dengan peningkatan insiden kanker mulut

bila dibandingkan dengan efeknya pada saluran pernapasan bagian atas. Merokok, terutama

merokok dengan pipa, berhubungan dengan leukoplakia palatum dan hyperplasia kelenjar

mucous yang disebut stomatitis nikotina. Walaupun kebiasaan ini sendiri bukan merupakan

prakanker, tetapi merupakan factor pendorong dari karsinoma mulut, terutama bibir. Pada

beberapa daerah di India, sigaret digunakan dengan bagian yang menyala di dalam mulut,

kebiasaan tersebut menyebabkan insiden yang tinggi dari kanker palatum. Pada keadaan ini

aksi kimia tembakau diletakkan berkontak erat dengan epithelium mulut, tembakau akan

meneluarkan eek karsinogennya yang tampaknya bersifat kimia.

Kebiasaan mengunyah biasanya terbatas pada satu daerah mulut dan pada

daerah tersebut akan terjadi leukoplakia yang setelah 2o tahun atau lebih akan berubah

menjadi neoplasma, sehingga kebiasaan ini dianggap berhubungan dengan karsinoma pipih,

gingiva rahang bawah, dasar mulut dan lidah, yang lebih jarang terjadi.
Sayangnya merokok merupakan kebiasaan yang diterima secara umum, agak

tidak canggung dan untuk sedikit mengalihkan perhatian. Segaret dan cerutu dapat

dianggap sebagai lambing pergaulan dan keramahan.

Terdapat hubungan erat antara kebiasaan meminum alcohol dan karsinoma mulut

di Eropa dan Amerika: 51% penderita kanker mulut merupakan peminum alcohol berat.

Oleh karena itu, juga terdapat hubungan antara sirosis hati dan karsinoma mulut. Walaupun

alcohol memiliki aksi langsung tetapi mungkin alcohol bereaksi secara tidak langsung

dengan mekanisme yang tidak diketahui. Individu yang meminum sejumlah besar alcohol

biasanya juga perokok berat, ini akan menibulakn aksi sinergis untuk mempercepat

terjadinya kanker mulut. Pada beberapa penelitian terbukti bahwa meminum alcohol lebih

cepat 15 tahun (atau lebih) tgerjadi kanker mulut dibandingkan pada individu yang tidak

meminum alcohol dan merokok.

Kebersihan mulut yang buruk, restorasi yang tidak tepat, tepi-tepi gigi yang tajam

dan gigi tiruan yang longgar seringkali merupakan factor etiologi dari kanker mulut. Karena

frekuensi terjadinya factor iritasi ini sangat tinggi, sungguh sulit untuk membuktikan

hubungan sebab-akibat antara factor iritasi dan terjadinya kanker mulut. Peranan trauma

rongga mulut terhadap timbulnya kanker mulut sangta bervariasi.

Lesi putih dapat juga berkaitan dengan factor herediter. Herediter artinya

ditularkan secara genetic dari induk kepada keturunannya.

Lesi putih juga dapat terjadi karena adanya respon autoimun. Respon autoimun

adalah respon imun dimana antibody dan sel limfoit imun yang diproduksi justru menyerang

jaringan tubuh sendiri.

Infeksi juga merupakan etiologi dari lesi putih, contonya yaitu infeksi kandida.

Kira-kira 40% dari populasi mmpunyai spesies kandida di dalam mulut dalam jumlah kecil

sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral. Kandidiasis oral telah dinyatakan penyakit
dari yang berpenyakit karena kandiduasis seringkali mengindikasikan adanya penyakit yang

mendasari timbulnya proliferasi komponen kandida dari flora mulut. Spectrum

spesies Candida yang dapat terbentuk di dalam rongga mulut meliputi Candida

albicans, Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida

guillerimondi serta Candida krusei. walaupun spesies Candida dapat menimbulkan infeksi

mulut, sebagian besar kasus disebabkan oleh Candida albicans.

Infeksi Candida albicans biasanya terdapat di permukaan, pada bagian luar

epidermis mulut, vagina dan jarang (tidak normal) pada kulit; hanya pada pasien yang

sangat lemah dapat terjadi infeksi paru-paru atau sistemik. Organism penyebab merupakan

jamur bersel tunggal dari keluarga Cryptokokakeae.

2.3. Klasifikasi lesi putih

3.1. Lesi putih

Granula Fordyce

Linea Alba Bukalis

Leukoedema

Morsicatio Buccarum (Mukosa Tergigit)

White Sponge Nevus

Lesi Putih Traumatic (Chemical Burn)

Leukoplakia

2.3.2. Lesi putih yang berkaitan dengan tembakau

Keratosis Rokok

Stomatitis Nikotin

Bercak Snuff Dipper

Karsinoma Verukosa
3. Lesi merah/putih

3.1. Macam-macam lesi merah/putih

Eritroleukoplakia dan Bercak Eritroplakia

Karsinoma Sel Skuamosa

Lichen Planus

Lesi Putih Elekrogalvanik

Lepuh Lichenoid dan Seperti Lupus Akibat Obat

Kandidiasis Pseudomembran Akut (Thrush)

Kandidiasis Keratotik Kronis (Hiperplastik)

Kandidiasis Atrofik Akut

Kandidiasis Atrofik Kronis

2.2.2. Lesi berdasarkan perubahan permukaan: (5)

1. Lesi vesikulobulosa

1.1. Macam-macam lesi vesikulobulosa : kaya cacar yang ada cairannya,

ukuran 1 cm

Gingivostomatitis Herpetika Primer

Herpes Simpleks Kambuhan

Herpangina

Varicella (Cacar Air)

Herpes zoster (Shingles)

Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut

Reaksi Alergi

Sindrom Steven-Johnson

Pemphigus Vulgaris

Pemphigoid Membrane Mukosa (Cicatrical) Jinak


Pemphigoid Bullosa

2. Lesi ulseratif : bentuknya cekung kedalam

2.1. Macam-macam lesi ulseratif

Ulkus Traumatikus

Stomatitis Apthosa Kambuhan

Ulkus Pseudoapthosa

Apthosa Major

Ulserasi Herpetiformis

Sindrom Behcet

Ulkus Granulomatosus

Karsinoma Sel Skuamosa

Ulkus Khemoterapeutik

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Lesi Merah

Purpura (Petechiae)

Purpura adalah suatu keadaan yang ditanadai oleh genangan darah ekstravasasi.

Faktor yang menstimulasi iatrogenik, buatan atau tarauma kecelakaan pada jaringan-

jaringan vaskular yang ada di dalam kulit atau submukosa. Dalam keadaan dimana tidak ada

trauma, maka harus dicurigai keberadaan kurangnya keping darah baik kualitatif maupun

kuantitatif, faktor-faktor pembekuan, atau kerapuhan kapiler. Pada awalnya purpura tampak

merah terang, tetapi lama-kelamaan cenderung untuk berubah warna, menjadi ungu-biru

atau selanjutnya coklat-kuning. Karena lesi-lesi ini terdiri atas darah ekstravaskuler, lesi

tidak menjadi pucat bila ditekan.(5)


Salah satu contoh purpura adalah petechiae. Petechiae adalah lesi datar warna

merah atau keunguan. Berasal dari darah yang masuk ke subkutan.lesi ini bila ditekan tidak

berubah pusat jadi tetap berwarna kemerahan, contohnya yaitu scurvy. (6)

Palatum lunak adalah lokasi intra oral yang paling umum untuk petechiae multifokal.

Petechiae palatum dapat merupakan tanda awal dari mononukleosis menular, demam

scalet, leukemia, diatesis perdarahan atau kelainan darah. Juga dapat menunjukkan

robeknya kapiler-kapiler palatum akibat batuk, bersin, muntah atau fellatio. Petechiae

hisapan dibawah gigi tiruan atas bukanlah purpura yang sebenarnya. Hal itu terjadi sebagai

akibat dari infki kandida dan radang dari muara kelenjar-kelenjar liur tambahan, bukan

karena tekanan negatif dari gigi tiruan seperti yang dipercaya di masa lalu.(5)

Purpura lama-kelamaan menjadi pucat dan tidak memerlukan perawatan tertentu.

Menentukan penyebabnya adalah suatu pertimbangan utama.

Varikositas (Varix)(5)

Varix adalah suatu pembengkakan berfluktuasi yang berwarna merah-ungu dan

seringkali dijumapai pada orang lanjut usia. Pembengkakan tersebut menunjukkan suatu

dilatasi vena yang disebabkan oleh berkurangnya elastisitas dinding pembuluh darah

sebagai akibat dari menua atau oleh suatu rintangan internal pada vena. Permukaan ventral

dari dua sudut mulut adalah daera-daerah umum yang lain. Varises bibir tampak merah tua

sampai biru ungu. Umnya adalah tunggal, bulat, berbentuk kubah dan berfluktuasi. Palpasi

dari lesi akan menyebarkan darah dari pembuluhnya dan meratakan permukaannya;

karenanya lesi-lesi tersebut adalah positif pada diaskopi.

Varises adalah jinak dan tanpa gejala, serta tidak memerlukan perawatan. Jika

varises tersebut memprihatinkan secara kosmetis, maka dapat dibuang secara bedah tanpa

perdarahan yang mencolok. Kadang-kadang varises sedikit keras karena perubahan-

perubahan fibriotik. Trombosis merupakan komplikasi yang jarang. Jika banyak vena yang
menonjol pada ventral lidah, maka keadaan itu disebut plebektasia lingual atau caviar

tongue.

Trombus(5)

Suatu seri peristiwa yang meliputi trauma, pengaktifan urutan pembekuan dan

pembentukan beku darah yang secara khas mengakibatkan terhentinya perdarahan.

Beberapa hari kemudian pengahancuran beku darah terjadi dan aliran darah normal mulai

kembali. Dalam kasus-kasus tertentu, jika bekuannya tidak hancur, maka aliran darah

tersumbat dan terbentuk trombus. Trombus tampak sebagai nodula-nodula merah,bulat,

menimbul, khas pada mukosa bibir. Keras pada Palpasi dan dapat sedikit nyeri. Tidak ada

predileksi jenis kelamin, tetapi trombus paling umum dijumpai pada pasien diatas usia 30

tahun. Sumbatan-sumbatan vaskuler dapat membesar secara konsentris dan menutup

seluruh lumen pembuluhnya atau masak dan berkapur untuk membentuk suatu plebolit.

Plebolit adalah temuan oral yang jarang dan terdapat dalam pipi, bibir, atau lidah. Secara

radiografis tampak seperti donat, melingkar, fokus-fokus radiopak dengan tengah yang

radiolusen.

Telangiektasia Hemorhagik Herediter(5)

Telangiektasia hemorhargik herediter adalah suatu penyakit genetik yang diturunkan

sebagai suatu sifat dominan autosomal. Penyakit tersebut ditandai oleh telangiektasia yang

multiple dimana ada makula-makula ungu merah atau papula-papula sedikit merah yang

menunjukkan pembesaran secara permanen dari kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa dan

jaringan-jaringan lain. Lesi-lesi tersebut biasanya berukuran 1 sampai 3 mm, tidak ada

denyut pembuluh darah ditengahnya dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah pubertas,

ukuran dan banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan bertambahnya usia. Pria

dan wanita mengalaminya dengan rasio seimbang. Perdarahan adalah gambaran yang

mencolok dari penyakit ini.


Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak langsung dibawah lokusanya

dan mudah terkena trauma, berakibat robek, perdarahan dan pembentukan ulkus. Lesi-lesi

kulit tidak mudah robek karena ada epitel bertanduk yang menutupinya. Lokasi yang paling

umum pada kulit adalah telapak tangan, jari-jari, dasar kuku, wajah dan leher. Lesi mukosa

dapat dijumpai pada bibir, lidah, septum nasi dan konjungtiva. Gusi dan palatum jarang

terkena. Komplikasinya meliputi epistaksis, perdarahan gastrointestinal, melena, hematuria,

sirosis, fistula arteriovina paru-paru. Dianjurkan hati-hati dengan penggunaan analgesia

inhalasi, anestesi umum, prosedur bedah mulut dan obat-obat hepatotoksis serta anti-

hemostatik. Robeknya telangiektasia dapat menyebabkan perdarahan, yang paling baik

dikontrol dengan pak tekan. Riwayat, gambaran klinis dan gambaran histologis adalah

penting dalam membuat diagnosis.

Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)(5)

Sindrom sturge-weber adalah suatu kelainan congenital yang jarang. Manifestasinya

adalah angioma vena dari leptomeningea otak, hemangioma macula ipsilateral pada wajah,

deficit neuromoskuler, dan lesi-lesi okulo-oral. Hemangioma macula dari kulit wajah juga

disebutportwine stain atau nevus flammeus adalah gambaran yang paling mencolok dari

sindrom tersebut. Suatu hemangioma wajah berbatas jelas, rata atau sedikit menimbul dan

berwarna merah sampai ungu. Hemangioma tersebut menjadi pucat bila ditekan. Dijumpai

pada waktu lahir, penyebarannya di sepanjang saraf trigeminus dan secara khas meluas ke

garis tengah tanpa melintas kesisi lain. Divisi optalmikus dari sareaf trigeminus paling sering

terserang. Tidak ada nyeri atau peradagangan yang berkaitan dengan hemangioma dan

tidak membesar dengan bertambahnya usia.

Perubahan aliaran darah vena yang disebabkan olh angioma leptomeningea dapat

mengakibatkan degenerasi kortikal ceberal, kejang-kejang, keterbelakangan mental dan

hemiplegia. Pada radiograf tengkorak lateral, klasifikasi-klasifikasi gyriform secara khas


tampak sebagai tram-lines berkontur ganda. Kira-kira 30% dari pasien mengalami kelainan

okuler termasuk angioma, koloboma, atau glaucoma.

Hyperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan bibir adalah temuan oral yang

paling sering. Palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena. Penyebaran bercak-bercak

oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah yang dipasok oleh cabang-cabang saraf

trigeminus. Seperti lesi wajah, bercak-bercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan gusi

dapat membuat jaringan menjadi edema dan menyebabkan kesulitan dengan hemostasis

jika dilakukan prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi gig yang

abnormal, makrokeilia, makroglosia dan makrodonsia adalah akibat dari pertumbuhan yang

sangat berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah hyperplasia vaskuler, bedah

mulut harus dilakukan menurut ukuran hemostatik yang ketat.

3.2. Lesi Putih

Granula Fordyce(7)

Granula Fordyce timbul dan kelenjar sebasea yang secara embrionik terperangkap

selama penggabungan prosesus malcsilaris dan mandibula. Garanula-granula tersebut

menjadi lebih mencolok sesudah kematangan seksual, ketika sistem sebaseanya

berkembang.

Granula Fordyce adalah kelenjar-kelenjar sebasea ektopik yang dijumpai pada mulut,

yang dianggap sebagai variasi dari anatomi mulcosa mulut yang normal. Granula-granula ini

terdiri atas kelenjar sebasea, yang diameternya 1 sampai 2 mm. Secara khas tampak pada

mukosa pipi sebagai papula yang sedikit menimbul, berwarna putih, putih krem atau kuning.

Biasanya terjadi dalam jumlah banyak, membentuk kelompok-kelompok, plak, atau bercak-

bercak. Kelompok yang melebar dapat terasa kasar pada palpasi (Gambar 3.8). Biasanya

terlihat pada mukosa pipi dan tepi merah bibir atas, dengan distribusi yang simetris.
Kelenjar tersebut juga dapat dijumpai pada mukosa di atas alveolar dan pilar anterior fasia,

kelenjar sebasea besar paling sering terlihat pada sulkus alveolobukal bawah.

Granula Fordyce terjadi pada kira-kira 80% orang dewasa dan telah dilaporkan tidak

ada predileksi dalam ras dan jenis kelamin.

Gambar 3.8 Granula Fordyce

Secara histologis, tampak sarang-sarang sel-sel jernih yang membulat, 10 sampai 30

setiap sarang, dengan inti yang terletak di tengah, kecil, berwarna gelap, dan berkapsul

dalam lamina propria dan submukosa.

Gambaran klinisnya cukup untuk mendiagnosis granula Fordyce; biopsi biasanya

tidak diperlukan.

Kadang-kadang, kumpulan kelenjar pada mukosa eksternal yang berkeratinissi dan

vermillio border bibir (batas merah bibir) dianggap mengganggu dan diangkat melalui

pembedahan. Jika tidak, maka tidak ada alasan untuk melakukan terapi.

Linea Alba(7)

Seorang peneliti mengemukakan bahwa linea alba disebabkan oleh muskulus

buksinatorius yang menekan mukosa melalui tonjolan-tonjolan (cusp) gigi posterior rahang

atas ke dalam garis oklusi. Linea alba juga seningkali dikaitkan dengan creanated tongue

dan dapat merupakan tanda dan bruksisme, clenching, atau tekanan mulut yang negatif.

Linea alba tampak kurang lebih sebagai suatu garis tebal bergelombang pada

mukosa pipi setinggi bidang okiusi dengan panjang yang bervariasi. Biasanya terlihat

bilateral, cukup jelas pada beberapa orang dan berwarna kelabu pucat atau putih. Secara

umum kelainan bertanduk tanpa gejala ini lebarnya 1 sampai 2 mm dan memanjang dan

mukosa pipi daerah molar kedua sampai ke kaninus (Gambar 3.7).


Perubahan-perubahan epitel yang menebal yang terdiri atas jaringan hiperkeratotik

yang merupakan suatu respon terhadap gesekan pada gigi-gigi.

Gambaran klinisnya menunjukkan ciri diagnostik sehingga mudah didiagnosa.

Linea alba merupakan variasi normal dan tidak memerlukan perawatan.

Leukoedema(7)

Etiologinya tidak diketahui, dipekirakan berkaitan dengan faktor herediter atau

kerusakan stratified squamous epithelium pada saat proses maturasi. Leukoedema juga

diperkirakan dapat terjadi sebagai hasil dan fungsi mastikasi dan berkaitan dengan

kebersihan mulut yang buruk. Leukoedema secara signifikan lebih prevalen di antara orang-

orang yang mempunyai kebiasaan merokok sehari-hari daripada di antara yang tidak

merokok.

Leukoedema adalah suatu variasi mukosa yang umum dan berkaitan dengan orang-

orang berkulit gelap, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai pada orang-orang berkulit

putih. Insiden leukoedema cenderung meningkat dengan bertambahnya usia dan 50% dan

anak-anak kulit hitam dan 92% orang dewasa kulit hitam menderitanya. Leukoedema tidak

menunjukkan gejala apapun dan biasanya ditemukan selama pemeriksaan mulut rutin.

Leukoedema biasanya dijumpai bilateral pada mukosa pipi sebagai suatu film tipis

yang opak, putih atau abu-abu. Pada mukosa bibir dan palatum molle jarang ditemukan.

Leukoedema seringkali pucat dan sulit dilihat. Menonjolnya lesi berhubungan dengan derajat

pigmentasi melanin di bawahnya, derajat kebersihan mulut, dan banyaknya merokok.

Pemeriksaan yang cermat dan leukoedema menunjukkan garis-garis putih halus,

kerutankerutan dan lipatan-lipatan jaringan yang menumpuk. Tepi-tepi lesi tidak teratur dan

difus; lesi tersebut memudar ke jaringan disekitarnya sehingga sulit untuk menentukan

dimana lesi mulai dan berakhir. Diagnosis didapat dengan cara meregang mukosanya,
menyebabkan tampak putih hilang sama sekali dalam beberapa kasus. Menggosok lesi tidak

akan menghilangkannya (Gambar 3.6).

Epitel tampak lebih tebal daripada normalnya dan disertai dengan tonjolan rete pegs

yang lebar. Sel-sel dalam bagian superfisial stratum spinosum tampak bervakuola dalam inti

yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (H&E), karena mengandung glikogen dalam

jumlah besar. Sel-sel pada permukaannya mungkin menjadi gepeng, akan tetapi tetap

memiliki nukleus piknotik, dan biasanya rnemperlihatkan keratinisasi yang nyata.

Lesi yang biasanya membingungkan diagnosa dengan leukoedema adalah

leukoplakia, cheek-biting, dan white sponge nevus. Diskusi diagnosa banding dan lesi-lesi ini

dapat dilihat pada diagnosa banding leukoplakia.

Sejak leukoedema diketahui merupakan variasi normal, pengenalan lesi tersebut

adalah penting sebab leukoedema tidak membutuhkan perawatan.

Morsicatio Buccarum (Mukosa Tergigit)(5)

Morsicato buccarum atau menggigit pipi adalah kebiasaan umum yang membuat

meningkatnya perubahan-perubahan mukosa. Pada awalnya plak-plak dan lipatan-lipatan

putih sedikit menimbul, tampak dalam pola difus menutupi daera-daerah trauma. Cedera

yang lebih hebat akan menimbulkan suatu respon hiperplastik yang menambah

besarnyaplak. Kadang-kadang terlihat pola garis atau menyebar, dengan daerah tebal dan

tipis tampak berdampingan. Cedera yang menetap akan menimbulkan eritema dan ulserasi

traumatic yang berseblahan.

Mukosa tergigit biasanya terlihat pada mukosa pipi dan kurang sering pada mukosa

bibir. Lesi-lesi tersebut dapat unilateral atau bilateral dan dapat terjadi pada semua usia.

Tidak ada laporan redileksi jenis kelamin atau ras. Diagnosis memerlukan kepastian visual

dan verbal dari kebiasaan melampiaskan ketegangan. Meskipun morsicatio buccarum tidak

mempunyai potensi keganasan, pasien-pasien harus diingatkan terhadap perubahan-


perubahan mukosanya. Karena gambaran klinis yang sama, maka speckled leukoplakia dan

kandidiasis harus dibedakan. Secara mikroskopis ada perbedaan epitel yang masak normal

dengan permukaan parakeratotik berkerut dan peradangan subepitel minor.

White Sponge Nevus(7)

Merupakan gangguan kongenital pada mukosa oral yang secara genetika ditransmisi

oleh suatu cara autosomal dominan yang diturunkan, yang bermanifestasi pada masa anak-

anak dan meningkat sepanjang hidup.

White sponge nevus tidak menunjukkan predileksi ras, jenis kelamin; tetapi karena

pola transmisi dominan autosomal dan keadaan ini, maka banyak anggota keluarga dapat

menderita kelainan tersebut. Daerah-daerah mukosa ekstraoral yang dapat terlibat adalah

rongga hidung, esofagus, larings, vagina dan rektum.

Ditandai oleh lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut dan seperti busa.

Seringkali lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris. Lokasi yang paling umum

adalah di mukosa pipi, bilateral dan selanjutnya di mukosa bibir, lingir alveolar dan dasar

mulut. Keadaan ini dapat mengenai seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara

universal sebagai bercak-bercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah hampir tidak

pernah terkena, meskipun palatum lunak dan ventral lidah umum terlibat. Ukuran lesinya

bervariasi dan satu pasien ke pasien lain dan dan waktu ke waktu (Gambar 3.9).

Epitelium mengalami penebalan yang hebat karena akantosis dan

hiperparakeratosis. Terdapat spongiosis (edema intraselular) .yang terjadi di seluruh lapisan

sel prickle.

Penentuan diagnosa yang tepat diperlukan agar pasien tidak salah dirawat. Bila

diagnosa telah ditentukan, diagnosa harus diberitahukan kepada pasien sebaik mungkin,

agar ia dapat melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan.


Lesi dapat disalah diagnosa sebagai keratosis, tetapi biasanya hasil pemeriksaan

riwayat dapat memperjelas diagnosa tersebut, walaupun cheek biting, friksional keratosis,

dan keratosis pada pasien yang suka mengunyah atau mengisap tembakau, mempunyai

bentuk yang sama. Leukoedema sering mempunyal bentuk yang sama, kecuali bila mukosa

ditegangkan. Penyakit Darier-White walaupun bersifat herediter, tetapi dapat menghasilkan

lesi kutaneus dan mukosa. Tes seroiogi khusus dan biopsi dilakukan sekurang-kurangnya

satu kali pada keadaan yang meragukan.

White sponge nevus merupakan lesi jinak yang bersifat statis dan tidak menimbulkan

rasa sakit sepanjang hidup. Pasien diberitahu bahwa lesi mi bersifat herediter (menurun)

dan tidk memerlukan perawatan.

Lesi Putih Traumatic (Chemical Burn)(7)

Chemical burn seringkali ditemukan pada pasien yang menggunakan analgesik,

seperti aspirin atau asetaminofen dengan meletakkannya pada mukosa yang berdekatan

dengan gigi yang sakit. Kasus lain dapat terjadi pada praktek dokter gigi yang memberikan

obat-obat kaustik ke mukosa mulut pasien secara tidak hati-hati. Selain itu, chemical burn

juga dapat terjadi pada penggunaan obat-obat tetes untuk sakit gigi yang mengandung

creosote, gulacol, atau derivat fenol; penggunaan obat kumur yang berlebihan; larutan etil

alkohol 70%; dan kokain yang ditempatkan pada mukosa mulut.

Chemical burn dapat terjadi bila senyawa analgesik yang mengandung asam asetil

salisilat diletakkan dalam lipatan mukobukal untuk meredakan pulpitis, periostitis, atau

abses periapikal. Lesi pseudomembranous yang sangat sakit berwarna putih dan berbentuk

tidak teratur, akan timbul di daerah-daerah di mana obat-obatan tersebut berkontak dengan

mukosa mulut (Gambar 3.16). Seluruh mukosa pipi mungkin akan terserang secara difus.

Jaringan akan terasa sakit dan daerah bekas kauterisasi yang berwarna putih dapat diangkat

dengan mudah dan meninggalkan daerah perdarahan yang kasar dan sangat sakit.
Obat tetes untuk sakit gigi yang tersedia di pasaran yang mengandung creosote,

guiacol, atau derivat fenol juga memiliki aksi kaustik pada mukosa mulut. Karena obat-obat

yang meringankan sakit gigi ini jarang akan berada tetap di dalam lesi karies, maka luka

bakar mukosal akan terjadi bila obat ini digunakan oleh pasien.

Pada beberapa pasien aplikasi larutan etil alkohol 70% akan mengakibatkan

pengelupasan mukosa mulut. Pelunakan dan pengelupasan dari mukosa yang tidak

berkeratinisasi juga dapat terjadi dengan pemakaian obat kumur secara berlebihan.

Leukoplakia(7)

Hal-hal di bawah ini yang dicurigai sebagai etiologi dan leukoplakia yaitu :

- produk-produk tembakau

- temperatur dingin

- makanan panas dan/atau pedas

- alkohol

- trauma okiusi

- tepi-tepi tajam dan protesa atau gigi

- radiasi

- sifilis

- kandida albikan

Fakta kehadiran faktor-faktor di atas tidak dapat dibuktikan pada sekitar 20%

penderita kanker mulut sehingga dilakukan penyelusuran faktor penyebab tambahan.

Weaver,dkk melaporkan penemuan yang menarik dan penelitian 200 pasien dengan

karsinoma sel squamosa pada kepala dan leher. Peneliti ini melaporkan bahwa 11 pasien

tersebut dilaporkan tidak pernah menggunakan alkohol atau tembakau. Satu dan 11 pasien
tersebut dilaporkan telah menggunakan obat kumur yang mengandung 25% alkohol banyak

kali dalam sehari selama lebih dan 20 tahun.

Selain faktor lokal di atas, keadaan dan mukosa mulut juga dipengaruhi oleh faktor

sistemik. Sifihis tertier, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, dan mungkin defisiensi

nutrisi lainnya semuanya disertai dengan glositis atrofik dan perubahan atrofik di tempat lain

pada mukosa mulut yang menjadikan pasien-pasien ini sangat mudah terkena leukoplakia

dan karsinoma mulut. Namun yang lebih sering adalah pasienpasien penderita xerostomia

yang disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva, obat-obat antikolinergik, atau radiasi, di

mana saliva sebagai proteksi telah berku rang atau tidak ada.

Lesi leukoplakia tidak memberikan gejala dan sering ditemukan pada pemeriksaan

mulut rutin. Persentasi tertinggi yaitu pasien dengan usia antara 40 70 tahun, dan lesi ini

jarang ditemukan pada individu di bawah usia 30 tahun. Leukoplakia dapat timbul pada

lokasi manapun pada mukosa mulut, lokasi yang paling sering yaitu pada lidah, dasar mulut,

bibir bawah, kommisura, palatum, lipatan mukobukal, lingir alveolar, daerah retromolar dan

mukosa bukal. Lesinya dapat bervariasi dalam ukuran, bentuk, lokasi dan gambaran

klinisnya. Permukaan Iesinya dapat tampak licin dan homogen, tipis dan mudah hancur,

pecah-pecah, berkerut, verukoid, noduler, atau berbercak-bercak. Warnanya dapat

merupakan variasi lembut dan lesi-lesi putih translusen pucat sampai abu-abu atau putih

sampal coklat (Gambar 3.10).

Sistem klasifikasi yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menganjurkan 2 divisi untuk leukoplakia mulut: homogen dan nonhomogen. Leukoplakia

nonhomogen selanjutnya disubdivisikan menjadi enitroleukoplakia, nodular, bercak dan

verukoid.

Sebagian besar leukoplakia (80%) adalah jinak; kasus sisanya adalah displastik atau

kanker. Dilema klinisnya adalah dalam menentukan leukoplakia mana yang praganas dan
ganas, terutama karena 4 sampai 6% dan semua leukoplakia berkembang menjadi

karsinoma sel squamosa dalam 5 tahun.

Masalah terpenting dalam menegakkan diagnosa dan leukoplakia adalah

menentukan displasia selular melalui miknoskopik. Secara umum tidak adanya displasia

dalam biopsi dapat dengan aman menunjukkan suatu bentuk jinak.

Secara histologis, bentuk dan leukoplakia ditandai oleh pola yang berubah-ubah dan

hiperkeratosis dan infiltrasi sel radang kronis dalam korium. Displasia ditandai dengan

orientasi abnormal dan sel epitelnya, pleomorfisme selular dan atypia selular yang memberi

kesan sebagai keganasan dini (stratifikasi epitel yang tidak teratur, hiperplasia dan lapisan

basal, rete peg yang berbentuk seperti tetesan air mata, peningkatan jumlah gambaran

mitotik, hilangnya polaritas dan sel basal, peningkatan perbandingan nukleus-sitoplasma,

polimorfisme nukleus, dan hiperkromatism dan nukleus, pembesaran nukleolus, keratinisasi

dan sel tunggal atau sel kelompok dalam stratum spinosum, dan hilangnya pola seluler yang

lazim). Setiap derajat displasia dan atypia seluler mungkin memiliki makna sebagai

perubahan premaligna, lesi yang menunjukkan displasia dalam derajat yang parah dapat

disatukan dengan lesi yang dapat didiagnosa sebagai karsinoma in situ.

Ketika suatu lesi putih ditemukan, seorang dokter harus menentukan apakah lesi

putih tersebut dapat diangkat dengan mudah dengan cara mengeruknya atau tidak. Bila

tidak dapat dikeruk maka diagnosanya bukan jenis pseudomembran. Yang harus dibedakan

adalah lesi-lesi keratotik sebagai berikut : lupus eriternatosus, lichen planus, karsinoma

verukoid, veruka vulgaris, leukoedema, dan white sponge nevus.

White sponge nevus adalah kelompok yang jarang terjadi. Lagipula, white sponge

nevus terjadi segera setelah lahir atau setidaknya pada saat pubertas, dan biasanya

menyebar lebih luas di atas membran mukosa mulut. Sedangkan leukoplakia Iebih sering

terjadi pada pasien berusia 40 tahun ke atas dan biasanya tidak menyebar sampai ke
seluruh rongga mulut. Selain itu, white sponge nevus menunjukkan pola keturunan

sedangkan leukoplakia tidak.

Leukoedema biasanya mudah dibedakan dengan leukoplakia oleh karena

leukoedema secara klasik terjadi pada mukosa bukal, di mana leukoedema seringkali

menutupi hampir seluruh permukaan mulut bagian pipi dan meluas sampai mukosa labial

dengan warna opaselensi seperti susu. Yang membedakan leukoplakia dan leukoedema

yaitu jaringan parut yang menyolok dan lipatan khas yang terdapat pada leukoedema.

Veruka vulgaris harus dibedakan dan tipe leukoplakia verukoid; hal ini biasanya

disebabkan oleh karena veruka vulgaris yang jarang terjadi dalam rongga mulut, merupakan

suatu lesi putih kecil dengan diameter yang tidak lebih dan 0,5 cm. Di lain pihak leukoplakia

verukoid cenderung lebih besar dan biasanya dibatasi oleh suatu pinggiran mukosa yang

terinflamasi, gambaran ini biasanya tidak ditemukan pada veruka vulgaris. Apabila trauma

kronis pada daerah tersebut dapat diidentifikasi, maka akan Iebih mendukung untuk

diagnosa leukopiakia.

Semenjak karsinoma verukoid dapat berkembang dan suatu lesi leukoplakia, maka

seorang dokter harus menentukan apakah lesi tersebut betul-betul suatu karsinoma

verukoid.

Lichen planus dapat memberikan gambaran suatu lesi seperti plak, dan dapat

dikelirukan dengan leukoplakia. Akan tetapi perbedaannya dengan leukoplakia yang lebih

sering dalam bentuk lesi tunggal, lichen planus biasanya terjadi sebagai lesi-lesi yang

tersebar di seluruh rongga mulut. Lichen planus juga berkembang menjadi beberapa

konfigurasi yang berbeda (seperti plak putih, stria Wickham, bulla, erosi). Ketika beberapa

vriasi lesi terjadi, maka akan lebih memudahkan dalam membedakan kedua jenis penyakit

ini. Bila disertai suatu lesi merah-putih pada kulit maka hal ini juga mendukung diagnosa

lichen planus.
Lesi oral diskoid lupus eritematosus lebih umum terjadi dan perkiraan. Lesi ini lebih

sering terjadi pada pasien dengan lesi diskoid lupus pada kulit dan pada pasien dengan

lupus enitematosus sistemik. Menariknya, lesi diskoid mulut mulanya tampak sebagai lesi

tunggal pada beberapa pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda adanya diskoid atau

sistemik lupus.

Penanganan leukoplakia yang terpenting adalah bahwa dokter menyadari bahwa

tidak semua leukoplakia mempunyai gambaran yang sama: Saat ini dikembangkan suatu

kategori dimana leukoplakia dapat dipertimbangkan beresiko berubah menjadi ganas yaltu :

a. Leukoplakia yang terjadi pada lidah, dasar mulut, bibir dan gingiva lebih dicurigai

merupakan leukoplakia yang ganas atau akan mengalami perubahan menjadi ganas

daripada leukoplakia yang terjadi pada tempat-tempat lain.

b. Leukoplakia dengan gambarah verukoid Iebih beresiko menjadi ganas dibandingkan

leukoplakia homogen.

c. Leukoplakia yang menunjukkan perubahan displastik lebih mudah berkembang menjadi

karsinoma sel squamosa daripada yang tidak menunjukkan displasia.

d. Leukoplakia pada pasien yang tidak pernah merokok mempunyai kecenderungan yang lebih

besar mengalami perubahan menjadi ganas.

e. Lesi leukoplakia pada lidah di pasien wanita lebih cepat mengalami perubahan menjadi

ganas daripada pada pasien pria.

Jadi pasien yang mempunyai satu dan kategori di atas mempunyai resiko menjadi

ganas. Jika suatu lesi mempunyai dua atau lebih gambaran diatas maka digolongkan

sebagai pasien dengan resiko tinggi mengalami perubahan menjadi ganas. Eksisi harus

dilakukan dengan cepat dan tindakan lanjut yang berkala dan hati-hat, direncanakan untuk

mendeteksi dan merawat rekuren yang terjadi.


Untuk lesi leukoplakia dengan resiko rendah, pendekatan konservasi diindikasikan.

Pendekatan ini digambarkan sebagal berikut dokter harus melakukan setiap usaha untuk

mengidentifikasi iritasi kronik lokal yang menyebabkan pertumbuhannya. Semua faktor iritan

harus dihilangkan dan pasien diperiksa kembali setiap minggu untuk menentukan apakah

lesi tersebut mengalami kemunduran. Jika bukti adanya kemunduran tidak dapat dideteksi

dalam 2 minggu, maka lesi tersebut seharusnya telah dikeluarkan secara sempurna.

Prosedur sederhana mi untuk lesi yang kecil tetapi untuk lesi besar atau banyak permukaan

yang terlibat, operasi lebih sulit.

Jika lesi besar atau tersebar luas, prosedur pengelupasan harus digunakan yaitu

dengan free graft dengan kelonggaran untuk permukaan yang gundul agar penyembuhan

sekunder epitel dapat terjadi.

Bilamana lesi yang besar atau menyebar luas dialarni, bedah eksisi secara lengkap

dapat meninggalkan luka bedah yang besar. Luka ml biasanya sulit untuk menutup dan

sering menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien di samping dapat menjadi rusak dan

kehilangan fungsinya. Graft dengan kulit digunakan untuk menutup beberapa luka ini tetapi

prosedur ini membutuhkan tindakan bedah lagi, dimana sulit dan tidak nyaman dan hasilnya

biasanya kurang memuaskan.

Beberapa tahun ini prosedur bedah krio telah digunakan untuk merawat lesi

leukoplakia yang besar dengan hasil yang bagus. Bedah laser juga telah digunakan untuk

menghilangkan lesi mulut termasuk leukoplakia.

3.3. Lesi Putih yang Berkaitan Dengan Tembakau

Keratosis Rokok(5)

Keratosis rokok adalah suatu bukti reaksi spesifik dari orang-orang yang mengisap

rokok tanpa filter atau marijuana dalam jangka waktu yang sangat pendek. Lesi-lesinya,

yang berdekatan satu sama lain ketika mulut ditutup, mengenai bibir atas dan bawah di
lokasi penempatan rokok. Bercak-bercak keratotik ini kira-kira 7 mm diameternya dan

umunya terletak lateral dari garis tengah. Papula-papula menimbulputih jelas terlihat

diseluruh bercak, membuat suatu permukaan keras dan kasar pada palpasi. Kadang-kadang

keratosis dapat meluas kedalam mukosa bibir, tetapi jarang sampai mengenai batas

vermilion. Pria-pria tua paling umum mendapatkannya. Menghentikan kebiasaan merokok

biasanya member kesembuhan. Terjadinya ulkus dan pembentukan keropeng akan

menimbulkan kecurigaan pada perubahan neoplastik.

Stomatitis Nikotin(7)

Stomatitis nikotin adalah tipe spesifik dan leukoplakia yang sering terlihat pada pria

yang merokok dengan pipa atau mengisap rokok secara terbalik dalam waktu yang lama.

Stomatitis nikotin biasa dijumpai pada pria-pria usia pertengahan dan tua, di

posterior rugae palatum, lesi ini menunjukkan perubahan progresif dengan berlalunya

waktu. MuIa-mua iritasinya menyebabkan erimatosus yang difus pada palatum. Akhirnya

palatum menjadi putih keabu-abuan selain dan hiperkeratosis. Terjadi banyak papula-papula

keratotik khas dengan tengah yang merah cekung dan berhubungan dengan lubanglubang

duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang melebar serta meradang. Papula-papula

tergabung dan membuat palatum tampak seperti berbatubatu yang khas. Papula-papula

yang terpisah, tetapi dengan tengah merah menonjol adalah umum ditemukan (Gambar

3.11).

Secara histologis, epitelium menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis. Lapisan

epitelium duktus kelenjar saliva minor sering menunjukkan suatu metaplasia skuamosa, dan

abstruksi dan duktus yang dapat menyebabkan pembentukan kista retensi kecil. Biasanya

terdapat peradangan kronis derjat sedang dalam jaringan ikat subepitelial dan di sekitar

kelenjar asini.
Karakteristik stomatitis nikotin adalah papula-papula keratotik dengan titik di tengah

yang merah cekung. Papula keratotik dapat juga ditemukan pada keratotik follikutaris

(penyakit Darier-White). Hiperplasia papilar dan stomatitis nikotin adalah lesi yang paling

sering timbul pada palatum. Perbedaannya yaitu hiperplasia papilar tidak keratotik dan tidak

menunjukkan cekung merah kecil di tengah papula dan ditemukan di bawah protesa akrilik.

Adanya stomatitis nikotin adalah suatu indikasi bahwa paslen menggunakan

tembakau sampai tingkat yang menyebabkan toksik pada mukosa. Stomatitis nikotin tidak

bersifat prakanker, namun plak leukoplakia mungkin ditemukan pada lokasi mukosa lainnya.

Kebiasaan harus dihentikan atau dikurangi dengan drastis agar lesi mi dapat mereda.

Bercak Snuff Dipper(5)

Suatu daerah kuning/putih berkerut pada lipatan mukosa gigi dan mukosa pipi atau

bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar.

Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan dalam berbagai bentuk (dihisab baunya,

dicelup, disumbatkan, atau dikunyah) dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah

yang biasa disispi tembakau tersebut. Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk

mencelup, menyumbat atau mengunyah, sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai

untuk mencium bau. Orang yang meletakkan tembakau di tempat yang berebeda-beda akan

mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling sering

keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari perusahaan-

perusahaan tembakau.

Bercak-bercak snuff dipper yang dini berwarna merah muda pucat, dengan

permukaan tampak berkerut-kerut dan berlipat-llipat. Perubahan menjadi putih, putih

kuning dan coklat kuning dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi pewarnaan

eksogen.
Penggunaan tembakau tanpa diisap yang kronis dapat dikaitkan dengan perubahan-

perubahan periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik efidermal dan karsinoma

verukosa. Untuk mendapat kesembuhan, dianjurkan menghentikan pemakaiannya. Jika

penampilan normalnya tidak kembali dalam 14 hari sesudah pemakaian tembakau

dihentikan, maka perlu dibiopsi.

Karsinoma Verukosa(5)

Massa keputih-putihan, seperti kembang kol, bertangkai, seperti kutil adalah suatu

jenis tumor sel skuamosa ganas yang dipertimbangkan sebagai berkelas rendah dan tanpa

metastasis. Mukosa pipi dan gusi rahang bawah adalah lokasi yang paling umum. Pria-pria

diatas 60 tahun yang memakai tembakau (bukan di rokok) paling sering mengidapnya.

Penyakit tersebut jarang dijumpai pada orang di bawah usia 40 tahun.

Karsinoma verukosa mepunyai gambaran permukaan yang jelas. Secara khas ada

permukaan keratotik putih dengan disertai papilla-papila berbintik-bintik merah muda-

merah. Pertumbuhan ke lateral akan membuat massanya membesar dan tumornya dapat

mencapai beberapa cm atau lebih diameternya. Lesi-lesi yang besar dapat merusak daerah

sekitar dengan menerobos dan menggerogoti tulang alveolar di bawahnya. Lesi-lesi dengan

gambaran yang sama meliputi hyperplasia epitel verukosa, piostomatitis vegetans dan

leukoplakia verukosa yang berproliferasi.

Perawatan yang dianjurkan adalah eksisi bedah yang luas. Terapi radiasi merupakan

kontra-indikasi karena ada perubahan resiko anaplastik menjadi karsinoma sel skuamosa.

3.4. Lesi Merah/Putih

Eritroleukoplakia dan Bercak Eritroplakia(5)

Eritroleukoplakia dan Speckled Eritroplakia atau speckled leukoplakia (istilah yang

lebih disukai beberapa pengarang), adalah lei-lesi merah dan putih prakanker.

Eritroleukoplakia adalah suatu bercak merah dengan daerah-daerah leukoplakia yang


terpisah-pisah, sedangkan speckled eritroplakia adalah suatu bercak merah yang

mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih merata di seluruh lesi. Suatu varian

lesi merah-putih yang tampak noduler disebut leukoplakia verukosa proliferative.

Eritroleukoplakia dan speckled eritroplakia mempunyai predileksi pria dan sebagian

besar lesi dijumpai pada pasien-pasien di atas usia 50 tahun. Dapat terjadi di setiap daerah

intraoral, tetapi seringkali terjadi pada tepi lteral lidah, mukosa pipi dan palatum lunak. Lesi-

lesi ini seringkali dihubungkan dengan merokok berat, alkoholisme dan kebersihan mulut

yang jelek.

Infeksi jamur adalah umum pada speckled eritroplakia. Candida albicans, suatu

organisme yang dominan, telah dapat diisolasi dalam sebagian besar kasus; karenanya,

perawatan dari lesi-lesi ini harus meliputi analisis untuk Candida. Hubungan sebab dan

akibat dari kandidiasis dan speckled leukoplakia tidak diketahui, tetapi eritroplakia dengan

daerah-daerah leukoplakia member risiko yang lebih besar untuk perubahan-perubahan

sitologis apical. Karena meningkatnya risiko karsinoma, maka biopsy merupakan keharusan

untuk semua lesi merah-putih.

Karsinoma Sel Skuamosa(5)

Karsinoma sel skuamosa adalh suatu neoplasma ganas yang berasal dari mukosa. Ini

adalah tipe yang paling umum dari kanker mulut, terhitung dari lebih 90% ari semua

neoplasma ganas rongga mulut. Kanker mulut dapat terjadi pada semua usia, tetapi

terutama merupakan penyakit pada orang-orang tua. Lebih dari 95% karsinoma mulut

terjadi pada orang dia tas usia 40 tahun. Pada masa lalu, prevalensinya jauh lebih besar

pada pria, tetapi perbandingan pria terhadap wanita secara dramatis telah menurun dalam

tahun-tahun terakhir, menjadi 2:1, karena meningkatnya jumlah wanit ayang merokok.

Penyebab pasti dari kanker mulut tidak diketahui. Atipisme sitologik dan mutagenesis

dapat merupakan akibat dari banyak factor yang berkaitan dengan penuaan dan pajanan
terhadap berbagai bahan biologic, kimia, fisik seperti berikut: infeksi Treponema pallidum,

virus herpes simpleks, virus papiloma manusia, atau Candida albicans; penggunaan

berlebihan dari tembakau dan alcohol; keadaan defisiensi nutrisi; mulut tak terawat; trauma

kronis; radiasi; dan imunosupresi.

Daerah yang paling umum untuk karsinoma sel skuamosa adalah tepi lateral dn

permukaan ventral lidah. Daerah-daerah intraoral lain, dalam urutan menurun adalah

orofaring, dasar mulut, gusi, mukosa pipi, bibir dan palatum. Terjadinya karsinoma sel

skuamosa pada bibir telah menurun secara dramatis dalam decade terakhir ini karena

meningkatnya pemakaian bahan-bahan pelindung sengatan matahari. Permukaan dorsal

lidah hampir tidak pernah terkena.

Penyebaran karsinoma sel skuamosa terjadi dengan perluasan setempat atau melalui

jalur pembuluh-pembuluh limfatik. Pentahapan suatu tumor menurut ukuran (T), kelenjar

limfe regional (N) dan jarak metastasis (M), merupakan usaha untuk memperkirakan

luasnya penyakit. Terapi bedah dan radiasi merupakan bentuk perawatan utama untuk

kanker.

Prognosis untuk kanker mulut tergantung pada ukuran luas, daerah yang terkena,

tahap klinis pada saat diagnosis, lebar tumor pada diameter terbesarnya, kemampuan

pasien untuk merawat kesehatan yang cukup baik, kemampuan untuk menghadapi atau

mengatasi respon imunologik. Perawatan dini adalah yang terpenting; karenanya biopsy

seharusnya segera dilakukan jika ada kecurigaan neoplasma.

Lichen Planus(7)

Lichen planus adalah suatu penyakit kulit biasa yang seringkali mempunyai

manifestasi pada mukosa. Etiologi dan patogenesisnya tidak diketahul, meskipun bukti

menunjukkan bahwa lichen planus adalah kelainan imunologik, kemungkinan suatu penyakit
autoimun, dimana limfosit T merusak lapisan sel basal dan epitel yang terkena. Subset sel T

CD4 maupun CD8 sudah dijumpai dalam populasi limfosit submukosa. Orang yang gugup

dan emosional merupakan predisposisi untuk lichen planus. Sebagian besar pasien adalah

wanita di atas usia 40 tahun.

Lesi kutaneus Lesi yang paling sering terlihat adalah papula baik yang kecil maupun

yang sangat luas dalam bentuk bercak-bercak gatal. Lesi secara klasik dapat terlihat paling

sering pada permukaan flexor lengan atau pada daerah yang terkena gesekan pakaian.

Tetapi seringkali lesi mempunyai bentuk yang sangat berbeda dan bentuk klasiknya, dan

dapat ditemukan pada semua daerah tubuh. Lesi mempunyai pola linear yang dianggap

mengikuti garis perjalanan saraf atau garukan, atau papula dapat tersusun sedemikian rupa

sehingga berbentuk anular. Papula sendiri terasa gatal, sehingga pasien cenderung

menggaruk-garuk, dan merubah bentuk aslinya. Beberapa papula hilang dengan cepat,

sedang beberapa diantaranya akan tetap selama beberapa bulan dan membentuk daerah

pigmentasi yang kecil, mungkin disebabkan oleh iritasi.

Bila diulaskan minyak pada papula, dan diusap kembali dengan sepotong kasa

kering, pola lesi dapat terlihat lebih jelas. Dengan bantuan lensa tangan, stria putih yang

ditemukan pertama kali oleh Wickham pada tahun 1895 dan disebut sesuai dengan

namanya dapat dilihat. Dengan bantuan lensa tersebut, tepi lesi sering terangkat. Kedua

tanda tersebut kadang-kadang sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa.

Sebagian besar papula berwarna keperakan atau keunguan, tetapi dapat berubah

menjadi tipe eritematus yang Iebih mempersulit penentuan diagnosa. Bula jarang terlihat,

walaupun terlihat, bula biasanya pecah sebelum pasien menyadarinya, menghasilkan lesi

borok yang tidak khas. Lesi atropi terlihat mempunyai stria Wickham pada permukaannya.

Bentuk vesikular lebih sering terlihat pada penggunaan arsen untuk pengobatan sifihis. Pada
semua bentuk lesi yang tidak biasa, lesi kiasik selalu dapat dilihat bila dilakukan

pemeriksaan dengan teliti.

Pada 10% kasus lichen planus dapat mengenai kuku, terutama kuku jari. Biasanya

kerusakan yang ditimbulkan ringan, yaitu berupa ridge vertikal sebagai cekungan yang

lama-lama hilang. Jarang terjadi kerusakan yang lebih hebat dan kuku jari, berupa daerah

tempat kuku yang mengalami kerusakan baik sebagian maupun menyeluruh.

Lesi oral : Lesi-lesi oral dan lichen planus dapat mempunyai 1 dan 4 gambaran :

atrofik, erosif, menyebar (retikular) atau mirip plak. Dapat Iebih dan 1 bentuk mengenai

seorang pasien. Daerah yang paling sering terkena adalah mukosa pipi. Lidah, bibir,

palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena. Lesi-lesi yang bilateral dan relatifsimetris

biasanya ditemukan.

Gambaran klinik yang dominan pada lichen planus oral atrofik adalah memerahnya

mukosa, disebabkan olh atrofi epitel. Pada batas daerah yang merah, tampak stria

Wickham yang keputih-putihan. Lichen planus atrofi pada gusi, terutama jika terjadi ruptur

pada epitel, dapat mempunyai sifat serupa dengan gingivitis deskuamativa, tetapi berupa

manifestasi gingiva nonspesifik pada beberapa gangguan sistemik.

Lichen planus erosif terjadi jika epitel permukaan sama sekali hilang dan

mengakibatkan ulserasi. Mukosa pipi dan lidah adalah daerah yang umum terkena. Pada

awalnya, dapat timbul vesikel atau bulla, yang akhirnya tererosi dan menjadi ulserasi. Lesi-

lesi yang matang mempunyai tepi-tepi merah tak teratur, pseudomembran sentral nekrotik

yang kekuning-kuningan dan bercak putih melingkar yang sering terdapat di perifernya

(Gambar3.12) Keadaan tersebut sangat sakit dan dapat terjadi cepat sekali.

Tipe yang paling sening adalah tipe retikular. Secara khas mempunyai banyak garis-

ganis atau papula-papula yang dikenal sebagai stria Wickham. Daerah-daerah yang putih
berkilauan tersebut seringkali tanpa gejala, tetapi memprihatinkan secara

kosmetik. Keadaan ini dapat mengenal daerah-daerah yang luas (Gambar 3.13).

Tipe yang paling jarang ditemukan dan lichen planus adalah bentuk plak tanpa

gejala. Lesi ini adalah plak atau bercak putih padat yang mempunyai permukaan yang licin

sampai sedikit tak teratur dan gambaran yang asimetris (Gambar 3.14). Untuk tipe plak,

dijumpai 51% di antara 611 orang Denmark yang terkena lichen planus oral, telah

dinyatakan bahwa orang yang tiap hari merokok secara signifikan mempunyai prevalensi

yang lebih rendah terhadap tipe retikular dan atropi serta prevalensi yang lebih tinggi

terhadap tipe plak. Diperkirakan bahwa penemuan itu tergantung pada mekanisme yang

menyebabkan tipe lesi atrofik dan tipe retikular diubah menjadi lesi plak akibat pengaruh

merokok.

Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa

histopatologik dan lichen planus yaitu daerah hiperparakeratosis atau hiperorthokeratosis,

sering disertai dengan penebalan lapisan sel granular dan gambaran gigi gergaji pada rote

peg; degenerasi liquefaction atau nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan

dengan pita eosinofilik dan suatu pita subepitelial yang padat dan limfosit.

Biasanya sulit untuk membedakan berbagai tipe keratosis mulut dengan lichen

planus, terutama pada tipe lichen planus yang saling bergabung. Walaupun riwayat dan

daerah lesi dapat membantu dalam menentukan diagnosa banding, biopsi mungkin

merupakan cara satusatunya untuk menentukan diagnosa akhir. Leukoedema dapat terlihat

seperti retikular lichen planus yang kasar, terutama bila mukosa ditegangkan selama

pemeriksaan. Pola retikular dapat terlihat juga pada penderita kandidiasis mulut, tetapi

daerah tersebut biasanya dapat dihilangkan dan bila tetap ada keraguan dapat dilakukan

pemeriksaan kultur. Kronik diskoid lupus eritematus menghasilkan ulser statis dengan
keratosis di bagian tepinya. Penyakit mi juga sering dikira sebagal lichen planus, kecuali bila

ada tanda-tanda lain. Hasil biopsi yang dilakukan oleh ahil histologis yang berpengalaman

dalam patologi mulut mungkin merupakan tanda diagnosa pertama. Pempigus dan

pempigoid tidak jarang menimbulkan kesulitan, karena mukosa di sekitarnya sangat Iemah.

Lichen planus yang parah dengan daerah erosi, juga mempunyai mukosa yang lemah.

Eksfoliatif sitologi untuk sel akantolitik atau biopsi merupakan cara pemeriksaan diagnosa

terakhir. Kelenjar sebasea yang ektopik (Fordyce spot) juga terlihat mirip dengan papula

lichen planus, bila dokter gigi tersebut kurang berpengalaman.

Bila diagnosis sudah dikonfirmasi secara histologis maka pasien harus ditentramkan

hatinya dengan memberitahu bahwa kondisi tersebut bersifat jinak, terutama bila tidak ada

gejala. Meskipun ada anggapan bahwa lichen planus, terutama lesi erosif mungkin

merupakan predisposisi kanker mulut, pendapat mi belum diterima secara bulat. Oleh

karena itu, lebih bijaksana bila dilakukan pemeriksaan dan biopsi ulang (tergantung keadaan

klinis) secara teratur pada setiap penderita lichen planus.

Pada kasus-kasus yang bersimtom pengobatan awal yang diberikan adalah kumur-

kumur dengan obat kumur yang mengandung antiseptik dikombinasikan dengan terapi

steroid secara topikal dalam bentuk pellet hidrokortison hemisuksinat (2,5 mg) atau

betametason sodium fosfat (0,5 mg) yang dibiarkan larut ke dalam daerah bersangkutan 2

4 kali sehari. Bentuk terapi steroid topikal lainnya seperti semprotan, obat kumur, krem,

dan salep, juga bermanfaat bagi beberapa penderita. Suntikan intralesi dengan

triamcinolone juga sudah dicoba dengan hash yang bervariasi.

Kemungkmnan adanya kandidiasis oral juga perlu diselidiki, dan bila ternyata positif

maka perlu diberi pengobatan antijamur. Lebih lanjut, stres tampaknya merupakan faktor

pemicu penting, terutama pada penderita yang lebih tua, dan oleh karenanya terapi

anxiolytic akan sangat bermanfaat.


Pada kasus-kasus berat terapi steroid dalam jangka pendek mungkin dibutuhkan

untuk meredakan gejala akut. Pemberian griseofulvin secara sistemik 500 mg dua kali sehari

untuk jangka waktu 3 bulan ternyata sangat membantu, sekatipun mekanisme

penyembuhannya belum dimengerti. Enzim hati harus diperiksa dulu kadarnya sebelum

griseofulvin diberikan serta sesudah pengobatan selesai. Pasien yang memakai kontrasepsi

oral harus diberitahu bahwa keefektifan kontrasepsi akan berkurang selama pengobatan

dengan griseofulvin.

Lesi Putih Elekrogalvanik(5)

Lesi-lesi putih elektrogalvanik sangat mirip dengan bentuk hipertrofi dari lichen

planus. Kelainan ini lebih jelas setelah usia 30 tahun dan seringkali terjadi pada mukosa pipi,

tepat di sebelah restorasi logam. Kasus-kasus ringan adalah tanpa gejala, sedangkan kasus-

kasus erosive dapat menyebabkan tipe sakit seperti terbakar. Secara histologis, lesi ini mirip

dengan lichen planus. Arus mikro-listrik yang disebabkan oleh restorasi-restorasi yang tidak

sama adalah salah satu penjelasan untuk fenomena ini. Yang menarik, reaksi obat lichenoid

yang tampaknya sama dengan lesi putih elektrogalvanik, dapat disebabkan oleh pemakaian

sistemik dari logam-logam yang sama (air raksa dan emas) yang dijumpai dalam restorasi

gigi. Perawatan terdiri atas mengganti restorasi tersebut dengan bahan restorasi lain,

terutama bahan emas porcelen, ionomer kaca, komposit. Prognosisnya baik sekali.

Lepuh Lichenoid dan Seperti Lupus Akibat Obat(5)

Lesi retikuler dan erosive tampak sama dengan lichen planus dan lupus eritematosus

dapat terjadi dalam kaitan dengan berbagai obat sistemik.Meskipun gambarannya dapat

bervariasi, plak linear putih dengan tepi merah adalah umum. Lesi-lesi tersebut dapat timbul

segera atau sesudah penggunaan obat yang berkepanjangan. Perubahan peradangan yang

menetap dapat mengakibatkan daerah-daerah eritematosus yang lebar, akhirnya ulserasi

mukosa dan sakit. Lupus eritematosus akibat obat eringkali diakitkan dengan artritis,
demam, dan penyakit ginjal. Hydralazine dan procainamide adalah penyebab paling umum

dari lepuh seperti lupus akibat obat. Obat-obat lain yang dikenal menyebabkan lepuh-lepuh

seperti lupus meliputi emas, griseofulvin, isoniazid, methyldopa, penisilin, phenytoin,

procainamide, streptomisin,dan trimethadione. Obat-obat yang dikenal mengakibatkan

lepuh-lepuh lichenoid meliputi: chloroquine, dapsone, furosemide, emas, merkuri,

methyldopa, palladium, penicilinamine, phenothiazines, quinidine, thiazides, antibiotic

tertentu dan logam-logam berat. Konsultasi dengan dokter dan menghindari obat-obat

penyebab akan meredakan lesinya. Obat pengganti biasanya diseleksi untuk merawat

masalah sistemik pasien.

Kandidiasis Pseudomembran Akut (Thrush)(7)

Penyebab utama kandidiasis ialah kandida albikan. Spesies lain seperti kandida

crusei, kandida stellatoidea, kandida tropikalis, kandida pseudotropikalis dan kandida

parapsilosis umumnya bersifat apatogen.

Banyak faktor yang mempermudah terjadinya infeksi kandida pada seseorang. Faktor

predisposisi dalam terjadinya kandidiasis oral yaitu pada anak-anak (defisiensi zat besi), usia

tua (defisiensi vitamin B12), kehamilan (diabetes mellitus yang tidak terdiagnosa atau

kurang terkontrol), iritasi mukosa (pemakalan protesa), pengobatan (hipoti roidisme),

antibiotik (leukimia), kortikosteroid (agranulositisis), imunosupresif (infeksi H IV), sitotoksik

(xerostomia), dan malnutrisi (diet kaya karbohidrat).

Tanda khas kandidiasis pseudomembranosa akut ialah bercak seperti krim berwarna

putih mutiara atau putih kebiruan yang dapat dikeruk dan meninggalkan dasar yang

berwarna merah (Gambar 3.15). Bercak tersebut terdiri dan epitel deskuamasi, keratin,

fibrin, jaringan nekrotik, sisa makanan, sel radang dan kuman yang terinfiltrasi hifa. Umur

merupakan faktor terpenting dalam perkembangan kandidiasis oral karena pada umumnya

trush menyerang kira-kira 5% bayi yang baru tahir serta 10% lansia yang lemah.
Setiap daerah dan mukosa mulut dapat terkena : daerah kemerahan atau daerah

putih dapat timbul di bawah gigi tiruan sebagian atau gigi tiruan penuh; plak putih mungkin

hanya ditemukan datam daerah yang terlindungi dengan baik. Lesi dapat menyerang

seluruh mukosa mutut atau daerah setempat, di mana mekanisme pembersihan normalnya

kurang baik yaltu langit-langit, lipatan mukobukal (mucobuccal fold), atau reglo retromolar.

Pemeriksaan dengan elektron mikroskop dan lesi trush memperlihatkan pseudohifa

dan spora pada sel-sel berkeratinisasi. Elemen jamur ini tampaknya memasuki sel epitel

melalui lubang-lubang dalam sel yang berkeratinisasi. Asal-usul dan lubang ini tidak

diketahui, apakah dihasilkan oleh organisme ataukah merupakan kerusakan seluler lainnya

yang memberikan suatu kesempatan bagi jamur tersebut untuk masuk.

Seluruh lesi keratotik yaitu lesi yang tidak dapat dikeruk dapat diabaikan dalam

mendiagnosa kandidiasis.

Lesi-lesi putih nekrotik berikut ini harus dipertimbangkan dalam diagnosa banding

yaitu chemical burn, stomatitis gangren, infeksi bakteri supertisial, ulser traumatik, ulser

nekrotik dan penyakit sistemik dan mucous patch sifilis.

Mucous patch sifilis biasanya mempunyai ciri-ciri tersendiri, kecil dan merupakan lesi

putih nekrotik yang terdapat di lidah, palatum dan bibir sedangkan kandidiasis biasanya

lebih difus. Lesi kulit sifilis sekunder disamping pemeriksaan serologi membedakan mucous

patch sifilis dengan kandidiasis.

Ulser nekrotik dan stomatitis gangren yang timbul akibat daya tahan yang menurun

karena menderita penyakit sistemik mungkmn sulit untuk dibedakan dengan kandidiasis

karena lesi tersebut biasanya juga ditemukan pada pasien dengan penyakit sekunder. Jika

ulser lebih dalam daripada kandidiasis artinya bukan merupakan akibat primer walaupun

ulser seperti itu dapat pula merupakan infeksi sekunder dengan kandida albikan.
Ulser traumatik dengan permukaan nekrotik biasanya berkaitan dengan riwayat

trauma.

lnfeksi bakteri superfisial dapat terjadi pada pasien dengan kondisi badan yang

lemah dan lesinya menyerupai kandidiasis pseudomembran. Diagnosa ditegakkan melalui

kultur bakteri.

Chemical burn dapat menyerupai kandidiasis. Perbedaannya biasanya diketahui

melalui riwayat yaltu menyingkap obat-obat apa saja yang telah diaplikasikan pada mukosa.

Perawatan yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki kondisi sistemik seperti diabetes,

malnutrisi, anemia dan menghentikan pemakaian antibiotik yang menyebabkan kandidiasis.

Daya tahan lokal juga harus ditingkatkan yaitu kebersihan mulut yang baik dan melepaskan

protesa sesering mungkin.

Terapi polyene secara topikal harus membawa kesembuhan dalam 7-10 hari.

Pengobatan harus dilanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis, yang dalam

istilah klinis berarti aplikasi selama 4 minggu.

Kandidiasis Keratotik Kronis (Hiperplastik) (5)

Kandidiasis keratotik kronis disebabkan oleh organism candida sp, yang menerobos

permukaan mukosa dan menstimulasi respons hiperplastik.iritasi kronis, kebersihan mulut

yang jelek, dan serostomia adalah factor-faktor predisposisi; jadi, perokokdan pemakai gigi

tiruan seringkali terkena. Yang terkena terutama adalah dorsum lidah, palatum, dan sudut-

sudut bibir. Lesi tersebut selalu mempunyai tepi menimbul yang tegas dan permukaan putih

berbintil-bintil dengan beberapa daerah merah karenanya keadaan tersebut dapat mirip

dengan leukoplakia atau eritroleukoplakia. Komponen eritematosus yang berpencar adalah

akibat dari kaerusakan lapisan sel mukosa.

Bercak putih dari kandidiasis keratotik kronis tidak dapat dikupas, sehingga diagnosis

harus ditentukan dengan biopsi. Secara mikroskopis, organism tersebut dapat dikenal
dengan cara pewarnaan hematoxylin dan eosin rutin atau yang lebih sesuai dengan

pewarnaan PAS. Dengan pemakaian topical yang memadai dari obat-obat anti jamur, maka

biasanya terjadi penyembuhan. Dalam beberapa hal, pengupasan secara bedah diperlukan.

Semua pasien dengan kandidiasis keratotik kronis seharusnya diamati dengan cermat

karena bentuk ini dapat dikaitkan dengan bercak eritroplakia, suatu lesi yang seringkali

merupakan awl keganasan.

Kandidiasis Atrofik Akut(6)

Lesi ini disebsbkan oleh ketidakseimbangan flora dalam mulut karena penggunaaan

antibiotik berspektrum luas, khususnya penggunaan tetrasiklin dan tablet hisap antibiotik.hal

ini berkaitan dengan ekologi mulut, dimana adanya hubungan antara kuman laktobasili

(lactobasillus acidophilus) dengan jamur kandida (Candida albicans) secara

alamiah. Laktobasili memerlukan beberapa produk akhir metabolik dari kandida untuk

tumbuh dan memperbanyak diri.

Kemungkinan yang paling besar penyebab kandidiasis atrofik akut yaitu supresi imun

yang parah.

Infeksi jamr tersebut membuat daerah-daerah jamur mukosa permukaan

mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang tidak menimbul. Sakit

sepertiterbakar adalah keluhan utama yang paling sering.

Perawatan kandidiasis atrofik akut dapat dilakukan dengan mudah dengan larutan

nystatin 1 ml (100.000 IU) 4 kali sehari. Pada orang dewasa, faktor predisposisinya harus

dihilangkan dan dilakukan perawatan lokal dengan tablet nystatin (500.000 IU) yang dihisap

4 kai sehari. Obat lain yang bisa digunakan untukmengganti nystatin karena mempunyai

rasa tidak enak adalah amphoterisin B 10 mg yang digunakan dengan cara sama.

Kandidiasis Atrofik Kronis(6)


Umumnya disebabkan oleh pemakaian protesa atau denture yang kurang baik

sehingga biasa disebut dengan denture sore mouth, atau bisa juga disebabkan oleh

organosme kandida yang ada di bawah didasar gigi. Kekeurangan vitamin B tidak berperan

pada etiologi kandidiasis atrofik kronis.

Kandidiasis antofik kronis merupakan manifestasi kandidiasis yang paling sering

terjadi. Daerah yang paling sering terserang adalah palatum di bawah gigi tiruan sebagian

bawah dan sangat jarang timbul pada gigi tiruan penuh bawah. Trauma meningkat dengan

adanya gigi tiruan longgar, hubungan oklusi yang tidak tepat dan permukaan jaringan gigi

tiruan yang kasar (mungkin dipengaruhi oleh bahan cetak alginat).

Walaupun lesi berupa bercak tetapi lesi biasanya mengenai seluruh permukaan

jaringan dibawah gigi tiruan atas, sampai puncak ridge tatapi jarang meluas sampai

kepermukaan bukal atau labial dari alveolar.

Gambaran mikroskopnya terdapay epitelium yang bersifat atrofik dan terdapat ulser

didaerah tersebut.

Perawatan kandidiasis atrofik kronos adalah dengan melepas gigi tiruan dan

memberikan tablet nistatin atau amphoterisin B. Selain itu,diperlukan kerjasama dengan

protetis untuk mendapatkan dasar pencegahan yang baik biasa perlu dibuat gigi tiruan baru.

Tapi ada beberapa pasien menolak untuk melepas gigi tiruan pada siang hari sehingga cara

perawatan tersebut harus di modifikasi dengan relining gigi tiruan dan memperbaiki kelainan

oklusinya.

Gigi tiruan harus dilepas selama mungkin terutama pda malam hari dimana gigi

harus direndam dalam larutan cetrimide 1%. Pada siang hari, larutan nystatin dapat

dioleskan pada permukaan gigi tiruan atas 3 kali perhari. Kadang-kadang perawan oprasi

untuk menghilangkan lipatan juga diperlukan.


3.5. Lesi Vesikulobulosa

Gingivostomatitis Herpetika Primer(5)

Virus herpes simpleks (HVS) tipe 1 dan 2 termasuk dalam keluarga Herpesviridae,

yang juga meliputi sitomegalovirus, virus varicella zoster, Epstein Bar dan virus herpes IV

manusia yanag baru-baru ini ditemukan. Virus-virus ini ada dimana-mana di alam dan

menginfeksi varietas yang luas dari spesies binatang.

Kira-kira 80 sampai 90% penduduk dewasa telah terinfeksi dengan HSV. Penularan

virus terjadi secara kontak mukokutan langsung dari sekresi-sekresi yang terinfeksi,

mengakibatkan lebih dari juta kasus gingivostomatitis herpetika primer setiap tahun di

Amerika Serikat. HSV 1 adalah organism penyebab dalam sebagaian besar kasus; tetapi

virus herpes tipe 2, yang mempunyai kecenderungan kulit di bawah pinggang dapat

menyebabkan gingivostomatitis herpetika secara kontak oral-genital atau oral-oral.

Manifestasi-manifestasi dari infeksi primer dapat ringan atau hebat. Infeksi yang

ringan dapat menimbulkan tanda-tanda infeksi subklinik yang seringkali berlangsung dengan

tidak diketahui atau gejala-gejala seperti flu. Infeksi permulaan dari gingivostomatitis

herpetika terutama mengenai anak-anak di bawah 10 tahun dan selanjutnya orang dewasa

muda usia 15 sampai 25 tahun.

Respons radang akut dari infeksi primer HSV biasanya terjadi setelah periode

inkubasi 3 sampai 10 hari. Orang-orang yang terinfeksi akan mengeluh demam, malaise,

dan mudah marah. Awalnya daerah-daerah fokal dari tepi gusi menjadi merah padam dan

edema. Papilla-papila interdental akan membengkak, berdarah sesudah trauma ringan

karena kerapuhan kapiler dan meningkat permeabilitasnya. Terjadi radang yang luas pada

tepid an gusi cekat, dan kelompok-kelompok vesikel kecil dengan cepat timbul di seluruh

mulut. Vesikel tersebut pecah, membentuk ulkus kekuning-kuningan yang masing-masing

dibatasi oleh lingkaran merah. Penggabungan dari lesi-lesi yang berdampingan, akan
membentuk ulkus besar pada mukosa pipi, mukosa bbir, gusi, palatum,lidah dan bibir. Erosi

dangkal dari kulit di sekitar mulut dapat terlihat jelas. Keropeng-keropeng perdarahan pada

bibir adalah khas. Biasanya ada kepala pusing, limfadenopati dan faringitis.

Problem mencolok pada penderita gingivostomatitis herpetika primer adalah sakit

yang disebabkan oleh ulkus mulut. Pengunyahan dan penelanan dapat tidak memadai,

sehingga mengakibatkan dehidrasi dan selanjutnya peningkatan suhu. Kepastiannya adalah

dengan kultur virus, antibody serum, dan sitologi. Perwatannya adalah suportif dan harus

memakai acyclovir dalam kasus yang parah.

Gingivostomatitis herpetika primer adalah penyakit menular yang biasanya sembuh

dengan sendirinya dalam waktu 12 sampai 20 hari tanpa terjadi jaringan parut. Komplikasi

yang berakitan denga infeksi primer tersebut meliputi otoinokulasi dari daerah-daerah

epidermal lain, terjadinya keratokonjungtivitasdan herpetic whitlow, infeksi epidermal yang

luas pada atopic, yang disebut erupsi varicelliform Kaposi; meningitis, ensefalitis dan infeksi-

infeksi menular pada pasien imunosupresi. Kekebalan terhadap HSV adalah relative dan

pasien yang sebelumnya telah terinfeksi dengan virus dapat terinfeksi lagi dengan starin

HSV yang lain.

Herpes Simpleks Kambuhan

Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks(virus herpes hominis)

tipe I atau II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa di

daerah mukokutan. Herpes Simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes labiris,

herpes genitalis.(8)

Setelah infeksi awalnya, HSV menginfeksi derabut-serabut saraf sensoris, berpindah

ke ganglion saraf regional dan mengkait stabil pada inti sel yang terinfeksi secara

tersembunyi dan tak dapat dideteksi. Pengaktifan kembali virus, pembentukan kembali

partikel-partikel turunan dan kekambuhan klinis terjadi dalam kira-kira 40% dari orang-
orang yang membawa virus tersembunyi tersebut. Timbulnya kembali tergantung dari

kemampuan mekanisme kekebalan tubuh untuk meniadakan HSV yang aktif kembali.

Kekambuhan seringkali diakibatkan oleh suatu peristiwa pencetus, seperti sinar matahari,

panas, stress, trauma, atau imunosupresi.(5)

Herpes simpleks kambuhan (RHS) cenderung membentuk kelompok-kelompok

vesikel yang berulseras. Vesikel tersebut berkembang dengan cepat pada daerah yang sama

mengikuti penyebaran dari saraf yang terinfeksi. Kekambuhan pada tepi vermilion bibir

(herpes labialis kambuhan) secar klinis lebih jelas daripada kekambuhan intraoral (stomatitis

herpetika kambuhan). Lesi dari herpes labialis kambuhan ditandai oleh gambaran kelompok-

kelompok vesikel kecil yang timbul, menggabung dan membentuk ulkus kuning-coklat,

sedikit cekung yang mempunyai lingkaran merah yang jelas. Penyebaran ke kulit perioral

adalah umum, terutama jika dipakai saleb pelembab bibir yang memungkinkan aliran

horizontal dari cairan vesikuker. Kontak dari cairan terinfeksi dengan struktur epidermal

yang lain dapat berakibat otoinokulasi dari mata (keratokonjungtivitas), jari (herpetic

whitlow) atau genitalia (herpes genital). Pada orang-orang yang relative sehat, stomatitis

herpetika kambuhan terbatas pada periosteal, mukosa berkeratin yang terdiri atas gusi

cekat dan palatum keras. Kekambuhan pada mukosa pipi dan lidah tak sering jika pasien

tidak mengalami imunosupresi.

Sebagian besar pasien RHS mengeluh sakit, meskipun beberapa orang hanya

sebelumnya seperti kesemutan, berdenyut-denyut dan rasa terbakar seringkali mendahului

timbulnya lesi dalam waktu 24 jam. Pelindung matahari efektif dalam mencegah

kekambuhan. Untuk pasien imunosupresi perawatan juga mencakup lysine, vitamin C dan

obat-obat antivirus (acyclovir).

Herpangina(5)
Herpangina adalah suatu infeksi sembuh dengan sendirinya yang mengenai

rongga mulut, disebabkan oleh virus-virus Coxsackie grup A. infeksi ini terutama di jumpai

pada anak-anak selama bulan-bulan musim panas yang lebih hangat dan sangat menular.

Herpangina membentuk vesikel papiler abu-abu muda, yang pecah dan membungkus ulkus

dangkal, multiple dan besar. Ulkus tersebut mempunyai tepi eritematosus dan terbatas pada

pilar-pilar anterior dari faucea, palatum lunak, uvula dan tonsil. Eritema faringeal difus,

disfagia, dan sakit tenggorokan adalah gambaran yang umum seperti halnya demam,

malaise, sakit kepala, limfadenetis, nyeri perut, dan muntah. Kejang-kejang jarang terjadi.

Perawatan adalah paliatif dan penyembuhan spontan terjadi dalam 1 sampai 2 minggu.

Varicella (Cacar Air) (5)

Varicella dan herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama yaitu varicella

zoster. Varicella adalah infeksi primer yang sangat menular, sedangkan herpes zozter adalah

infeksi neurodermal kambuhan. Khasnya, anak-anak kecil terinfeksi dengan virus tersebut

selama musim hujan. Setelah terpajan virus dan masa inkubasi 2 sampai 3 minggu, akan

timbul gambaran pendahulu ringan.

Demam, malaise dan ruam merah mencolok pada batang tubuh adalah tanda-

tanda pertama yang dapat dikenali dari penyakit ini. Ruam merah gatal tersebut dengan

cepat menyebar ke leher, wajah dan anggota gerak, dan segera diikuti oleh timbulnya

papula-papula yang membentuk vesikel dan pustula. Masing-masing vesikal pecah dan

terjadi gambaran tetesan embun pada kelopak mawar. Lesi kulit yang pertama dan

terbesar disebut herold spot. Lesi seringkali terletak pada wajah dan jika dikerok, akan

dapat sembuh dengan pembentukan jaringan parut.

Lesi-lesi intraoral dari varicella hanya sedikit dan seringkali terjadi tanpa diketahui.

Lesi tersebut tampak sebagai lesi vesikuler yang pecah dan membentuk ulkus-ulkus dengan

lingkaran eritematosus. Palatum lunak adalah daerah yang dominan, diikuti oleh mukosa pipi
dan lipatan mukobukal. Anoreksia, menggigil, demam, nasofaringitis dan sakit

muskuloskleletal dapat menyertai jalannya penyakit. Komplikasi tidak sering dan vesikel

akhirnya berkeropeng dan menghilangkan spontan dalam 7 sampai 10 hari. Infeksi selama

kehamilan akan member resiko yang bermakna pada fetusnya.

Herpes Zoster (Shingles) (5)

Herpes zoster adalah infeksi kambuhan dari cacar air. Faktor-faktor tidak diketahui

mengakibatkan kembali virus varicella dormant dari ganglion sensoris dan perpindahan virus

di sepanjang saraf-saraf sensoris yang terkena. Kekambuhan oleh virus biasanya terjadi

pada orang dewasa yang melampaui usia 50 tahun, meskipun dapat juga dijumpai pada

orang dewasa muda atau anak-anak. Sebelum timbul, terjadi tanda-tanda pendahulu yaitu

rasa gatal, kesemutan, rasa terbakar, nyeri dan parestesia. Lesi ditandai oleh lepuh-lepuh

vesikuler yang sangat sakit pada kulit dan mukosa yang menyebar unilateral disepanjang

jalannya saraf dan berhenti tiba-tiba di garis tengah. Dua daerah yang mengalami paling

parah, batang tubuh antara vertebra T3 dan L2 dan wajah disepanjang divisi opthalmikus

dari saraf trigeminus.

Lesi-lesi kulit dari shingles mulai sebagai mokula eritomatus yang diikuti oleh

vesikuler dan pustule. Pembentukan keropeng terjadi dalam 7 sampai 10 hari dan menetap

selama bebrapa minggu. Sakit hebat, tetapi biasanya menghilang jika keropeng-

keropengnya menghilang.

Lesi-lesi intraolar adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah

sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif

unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua

dari saraf trigeminus secara khas akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang

meluas ke atas, tetapi keluar dari raphe palatum. Malaise, demam dan penderitaan yang
cukup berat dapat menyertai herpes zoster. Pasien seringkali dating dengan sakit hebat 1

sampai 2 hari sebelum vesikel-vesikel virusnya timbul.

Herpes zoster biasanya sembuh tanpa pembentukan jaringan parut dalam kira-

kira 3 minggu, tetapi banyak pasien mengalami pengalaman sakit menetap setelah lesi-

lesinya mereda. Keadaan ini disebut postherpetic neuralgia yang dapat berlanjut selama 6

bulan sampai 1 tahun sebelum akhirnya hilang. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan

dengan kebanyakan terapai. Penderita imunosupresi sangat rentan terhadap shingles dan

mempunyai angka morbibitas yang sangat tinggi. Pada masa lalu, serangan shingles yang

langka disebut tanda kematian karena korban-korban ini pasti meninggal. Infeksi virus

zoster varicella kadang-kadang disertai dengan sindrom Ramsay Hunt (herpes zoster,

kelumpuhan wajah unilateral dan lepuh-lepuh telinga) dan sindrom Reye (demam tinggi,

edema serebral, degenerasi hati, mortalitas tinggi dan peggunaan salisilat).

Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut(5)

Penyakit tangan-kaki dan mulut adalah suatu penyakit agak menular yang

disebabkan oleh sejumlah virus Coxsackie A dan B. Biasanya mengenai anak-anak tetapi

dapat dijumpai pada orang dewasa muda. Penyakit itu khas terjadi pada musim semi dan

musim panas. Seperti dinyatakan dari namanya, penyakit tersebut menimbulkan lesi-lesi

ulseratif kecil dalam mulut bersama dengan ruam eritematosus dan vaskuler pada

permukaan dorsal dan ventral tangan, jari dan telapak kaki. Vesikel-vesikel kecil multiple

yang berulserasi dan berkeropeng adalah ciri khasnya. Mungkin ada beberapa sampai lebih

dari 100 lesi kecil dengan lingkaran eritematosus yang mencolok.

Lesi pral dari penyakit tangan-kaki dan mulut terutama menyebar pada lidah,

palatum keras, mukosa pipi dan mukosa bibir. Pada suatu lesi-lesi bergabung membentuk

daerah erosi yang luas. Biasanya tidak mengenai orofaring. Jumlah seluruh lesi intraolar

biasanya kurang dari 20. Sakit adalah gejala yang umum, bersama dengan meningkatnya
suhu, malaise dan limfadenopati. Diagnosisnya dapat dibuat dengan cara kultur virus dan

studi antibodi serum, tetapi penyebaran klasik dari lesi pada telapak tangan, telapak kaki

dan mukosa mulut adalah diagnostik dalam sebagian besar kasus. Terlepas dari macam

perawatannya, penyembuhan terjadi dalam kira-kira 10 hari.

Reaksi Alergi(5)

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas terhadap bahan-bahan tertentu,

yang diperoleh dengan cara pemajanan berulang terhadap suatu alergen. Raeksi

hipersensitivitas biasanya mengakibatkan kerusakan jaringan sebagai suatu akibat dari

reaksi antigen-antibodi (meningkatnya rangsang antigenic atau tingkat

kekebalan). Manifestasi alergi dapat menyeluruh atau setempat dan dapat terjadi pada usia

berapapun. Predisposisi genetik pada alergi dan sensitivitas yang menetap adalah gambaran

yang umum.

Reaksi hipersensitivitas diklasifikasikan dalam beberapa tipe menurut faktor-

faktor berikut: kecepatan terjadinya gejala (cepat atau lambat); gambaran klinisnya; dan

respons seluler serta jaringan (Tipe I- hipersensitivitas cepat diperantarai IgE, Tipe II-

hipersensitivitas sitotoksik tergantung antibody, Tipe III-hipersensitivitas kompleks, Tipe IV-

hipersensitivitas lambat atau diperantarai sel, dan Tipe V-hipersensitivitas stimulori). Yang

bermakna secara klinis bagi dokter gigi adalah hipersensitivitas cepat tipe I (syok anafilaktik,

urtikaria, edema angioneurotik, stomatitis alergika) dan reaksi hipersensitivitas lambat tipe

IV (alrgi kontak).

Respons alergi cepat seperti anafilaksis diperantarai oleh histamine dan terjadi

dalam beberapa menit setelah pepemjanan antigen. Jika keadaan tersebut terbatas pada

pembuluh darah superficial, maka pelepasan histamine diperantarai IgE berakibat

vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas kapiler, pembengkakan jaringan dan gatal-gatal.


Secara khas, masing-masinglepuh, juga dikenal sebagai urtikaria atau hives,timbul setelah

menelan makanan-makana tertentu seperti kerang, buah jeruk, coklat, atau obat-obat yang

diberikan secara sistemik.

Angiodema adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang ditandai oleh pengumpulan

serum didalam jaringan, dibawa oleh vasodilatasi yang diperantarai histamin. Ada bentuk

turunan dan dapatan, dengan bentuk turunan lebih serius karena kemungkinan keterlibatan

organ-organ dalam.

Pembengkakan adalah gambaran angiodema yang paling menonjol. Timbul

dengan cepat dan menghilang selama 24 sampa 36 jam. Disertai dengan sensasi rasa

hangat, tegang dan gatal. Umumnya mengenai jaringan perioraldan periorbital. Angiodema

seringkali kambuh dan tak dapat diramalkan. Jika suatu allergen dapat dikenali, maka

dianjurkan menghindari bahan-bahan tersebut dan pemakaian antihistamin dianjurkan.

Stomatitis alergika, juga disebut mukositis alergika adalah sutu reaksi

hipersensitivitas tipe I oral terhadap obat atau makanan yang digunakan secara sistemik.

Manifestasi oral dari lepuh bervariasi dan mungkin secara klinis mirip dengan eritema

multiformis, lichen planus atau lupus eritematosus. Secara intraoral biasanya tampak jelas

daerah merah yang kering mengkilat. Daerah-daerah putih dapat ada di sekitarnya. Akan

tetapi pembentukan vesikel multiple yang mengelupas dan akhirnya membentuk ulkus yang

tertutup fibrin. Tepi meradang dan eritematosus dan rasa sakit terbakar adalah hal biasa.

Responsnya dapat terbatas pada mukosa pipi, gusi, bibir, atau lidah atau dapat melibatkan

seluruh rongga mulut. Mungkin juga disertai dengan lesi kulit. Perawatannya adalah

menghindari allergen dan pemakaian antihistamin.

Anafilaksis menyeluruh adalah suatu reaksi hipersensitivitas cepat (Tipe I) yang

dapat membahayakan jiwa jika mengenai jaringan laring. Hal itu akibat dari interaksi

antigen-antibody yang membuat degranulasi sel batang dan pelepasan amine vasoaktif dan
mediator seperti histamin. Pada kasus yang hebat, suatu peningkatan yang menyeluruh

dalam permeabilitas vaskkuler kontraksi otot menyebabkan urtikaria, dispnea, hipotensi,

edema laring dan kolaps vaskuler. Reaksi hipersensitivitas cepat setempat ringan dirawat

dengan antihistamin, sedangkan epinefrin dibutuhkan untuk merawat secara efektif reaksi-

reaksi anafilaktik menyeluruh parah. Perawatan seharusnya selalu termasuk meniadakan

alergennya.

Hipersensitivitas lambat (Tipe IV) adalah suatu respons dari system kekebalan

terhadap allergen yang masuk secara lokal dan sistemik, yang biasanya bekerja lambat dan

mencapai tingkat maksimumnya 24 sampai 48 jam setelah pemajanan antigen. Alergen

yang dipakai secara topical seperti sarung tangan atau desinfektan kimia ternyata dapat

mengakibatkan respons hipersensitivitas lambat seperti gatal, lesi kulit eritematosus

(dermatitis kontak) yang akhirnya meradang dan berulserasi di daerah kontaknya.

Bentuk hipersensitivitas lambat yang lain adalah stomatitis kontak (stomatitis

venenata), yang dapat terjadi pada daerah-daerah mukosa introarol manapun. Keadaan ini

secara khas mengakibtkan eritema didaerah kontak dengan allergen topikalnya. Reaksi

terhadap lipstik atau preparat pelindung matahari dapat menyebabkan bibir tampak merah,

membengkak, pecah-pecah atau kering dan ada rasa terbakar.

Gusi juga dapat menunjukkan tanda-tanda hipersensitivitas lambat.Gingivitis sel

plasma mengakibatkan edema difus dan gusi merah padam disebabkan bahan-bahan

pengharum dalam beberapa pasta gigi dan permen karet. Seringkali mengenai bibir dan

sudut mulut dan mengakibatkan keilitis.

Antiseptik, tablet isap anti-biotik, anastetik topical, preparat euganol dan obat

kumur dapat mengakibatkan lesi rasa terbakar yang sama. Ini tampak pada mukosa

alveolar, dorsum lidah dan palatum sebagai ulkus eritematotus yang tertutup oleh

pseudomembran kelabu-putih. Restorasi dan kerangka gigi tiruan sebagian dari aloi tuangan
yang mengandung logam-logam berat seperti cobalt, merkuri, nikel atau perak, dapat juga

mengakibatkan reaksi hipersensitivitas lambat pada mukosa di sekitar daerah yang

direstorasi tersebut. Biasanya daerah tersebut merah dan berulserasi dan ada rasa terbakar.

Alergi terhadap monomer bebas yang ada dalam gigi tiruan dahulu dianggap merupakan

kejadian umum, sekarang sudah jarang ada.

Hipersensitivitas cepat setempat diobati dengan antihistamin, sedangkan

hipersensitivitas lambat paling baik dirawat dengan kortikosteroid.

Sindrom Steven-Johnson(5)

Bentuk parah atau varian major dari eritema multiformis disebut sindrom Steven-

Jhonson. Nama ini berasal dari nama 2 penyelidik yang pertama menguraikan gambaran

klinis dari penyakit tersebut pada permulaan tahun 1920-an. Sering mengenai anak-anak

dan orang dewasa muda terutama pria. Tanda-tanda oral dari sindrom Steven-Jhonson

adalah sama dengan eritema multiformis, tetapi ada keterlibatan yang lebih luas dari kulit

dan srtuktur-strukturstomatologik, bersama dengan lebih banyak tanda-tanda umum,

termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, muntah dan artralgia.

Triad klinis klasik dari sindromSteven-Jhonson terdiri atas lesi mata

(konjungtivitis), lesi genital (balanitis, vulvovaginitis) dan stomatitis. Sebagai tambahan, ada

lesi kulit target yang khas pada wajah, dada dan perut, yang selanjutnya berkembang

menjadi lesi vesikulobulosa barair yang sakit.

Seperti eritema multiformis, gusi biasanya jarang terkena bulla yang mengelupas

dibanding dengan mukosa yang tidak berkeratin. Lesi ulseratif dan hemoragik yang luas

pada bibir dan daerah-daerah gundul mukosa mulut adalah san gat sakit dan biasanya

membuat pasien tidak dapat makan dan menelan. Asupan nutrisi yang tak cukup, dehidrasi,

dan kesehatan yang buruk adalah akibat umum yang mengharuskan pasien dirawat inap di

rumah sakit.
Morbiditas dan mortalitas yang mencolok dapat terjadi jika terapi suportif tidak

diberikan. Perawatan terdiri atas terapi cairan intra-vena dan nutrisi, kotrikosteroidjangka

pendek dan mengurangi rasa sakit dengan kumur-kumur anestetik local, memakai bahan

yang melapisi dan melindungi lesinya dan obat kumur antiseptic. Infeksi sekunder dirawat

dengan antibiotic, demam yang mengikuti dengan cairan dan antipiretik. Keadaan tersebut

berlangsung lebih lama daripada eritema multiformis, tetapi biasanya hilang dalam 6

minggu. Beberapa kasus sindrom Steven-Jhonson akibat sulfa tercatat mengakibatkan

kematian.

Pemphigus Vulgaris(5)

Pemphigus adalah suatu penyakit vesikulobulosa, berpotensi fatal yang

dikategorikan dalam 4 tipe: vulgaris dan vegetans, yang mempunyai manifestasi intraoral

dan foliasesus dan eritematosus, yang tidak selalu mengakibatkan penyakit mulut. Aspek

paling penting dari keadaan ini adalah pengenalan dini dari lesi-lesi oral, yang biasanya

mendahului lesi kulit selama beberapa bulan. Kenyataannya, lesi oral mungkin merupakan

satu-satunya manifestasi dari penyakit. Diagnosis selama tahap dini sangat meningkatkan

manfaat dari terapi kortikosteroid dan imunosupresif, dan juga prognosis jangka

panjangnya.

Vulgaris, tipe paling umum dari pemphigus intraoral, biasanya terjadi antara usia

30 dan 50 tahun. Dapat dijumpai pada pasien lebih muda atau lebih tua, tetapi jarang

terjadi pada pasien di atas usia 60 tahun. Dijumpai dengan kekerapan yang seimbang pada

pria dan wanita dan biasanya terjadi pada pasien-pasien berkulit pucat, Yahudi atau berasal

dari Laut Tengah. Pemphigus vulgaris barangkali adalah kelainan otoimum yang melibatkan

suatu reaksi dari IgG terhadap substansi interseluler dan mengakibatkan pemisahan sel

terhadap sel epitel. Ada bentuk akut dan kronis, bentuk kronis yang lambat merupakan yang

paling umum.
Gambaran klinis yang paling mencolok dari pemphigus adalah perkembangan

cepat dari bulla multiple yang cenderung pecah dan meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan

membrane mukosa mulut. Jika ada keterlibatan sistemik, maka kelemahan parah dapat

mengakibatkan kematian. Lesi-lesi mukokutan dini terdiri atas bulla atau plak gelatin

berair yang jernih dan berkilauan. Bullah tersebut sangat rapuh dan cepat pecah, berdarah

dan berkeropeng. Lesi cenderung kambuh pada daerah yang sama dan selanjutnya

menyebar kedaerah-daerah sekitarnya. Tekanan lateral ringan pada suatu bulla akan

menyebabkan bulla menyebar dengan cara meluas (tanda nikolsky). Temuan khas dan

konsisten adalah tutup superficial keputih-putihan, merupakan atap bulla yang mengempis,

yang dapat dengan mudah dikelupas. Kasus yang menunjukkan daerah-daerah yang

mengelupasyang mengenai gusi, secara klinis disebut gingivitis desquamatif.

Pemphigus dapat tampak sebagai sayatan epitel dengan lipatan-lipatan jaringan

yang putih, ulkus apthosa atau traumatic atau pada keadaan yang melibatkan banyak

daerah bibir, mukosa pipi, lidah, gusi palatum dan orofaring, suatu keadaan yang mirip

eritema multiformis. Lesi tunggal seringkali mempunyai tepi membulat, sedangkan erosi

yang luas pada mukosa pipi umumnya merah, kasar dan mempunyai tepi tak teratur yang

difus. Seringkali lepuh dapat saling bertumpuk di atas lesi yang sedang menyembuh

sedemikian sehingga periode remisi tidak ada. Lidah kurang umum terlibat dibandingkan

dengan bibir, mukosa pipi, dan gusi. Keropeng-keropeng perdarahan yang tebal dan fetor

oris adalah khas dari lesi yang luas. Penderita pemphigus seringkali terganggu oleh sakit

hebat yang menyertai keadaan ini.

Diagnosis pemphigus dipastikan oleh tanda Nikolsky positif, biopsi dan teknik

pewarnaan imunofloresen. Sebelum terapi steroid, maka dehidrasi dan septikimia

merupakan komplikasi fatal dari pemphigus.s

Pemphigoid Membrane Mukosa (Cicatrical) Jinak dan Pemphigoid Bullosa(5)


Pemphigoid adalah suatu penyakit mukokutan yang kronis, membatasi diri, sedikit

lebih umum dalam rongga mulut daripada pemphigus, tetapi dengan morbiditas dan

mortalitas yang lebih kecil. Dua tipe yang mengakibatkan lesi oral yang mirip dapat dijumpai

dalam mulut, pemphigoid membrane mukosa jinak dan pemphigoid bullosa.

Pemphigoid bullosa yaitu tipe yang jarang dari keduanya, terjadi pada kulit dan

rongga mulut, tidak mempunyai predileksi jenis kelamin atau ras. Lipatan-lipatan kulit di

daerah ketiak, lipat paha dan perut paling sering terserang. Tipe kedua yaitu pemphigoid

membrane mukosa jinak (BMMP), juga disebut cicatrical terbatas pada membrane

mukosa, terutama membrane okuler dan oral. Penyakit ini terjadi dua kali lebih sering pada

wanita daripada pria, biasanya setelah usia 50 tahun. Kadang-kadang terjadi pada orang-

orang yang lebih muda. Tidak ada predileksi ras.

Lesi kulit pemphigoid biasanya mendahului lesi oral, cenderung mengelupas

setempat dan menyembuh secara spontan. Bibir jarang terkena. Bulla intraoral biasanya

merupakan gelembung tegang, kecil, kuning atau berdarah. Bulla-bulla tersebut terbentuk

perlahan-lahan dan cenderung terjadi di palatum, gusi, dan mukosa pipi. Karena bulla

pemphigoid terjadi akibat dari pemisahan subepitel, maka berdinding lebih tebal, tidak

rapuh dan bertahan lebih lama daripada pemphigus. Dalam beberapa kasus bulla menetap

selama beberapa hari sebelum pecah, keutuhan ini yang menunjukkan diagnosis dari

pemphigoid. Ulkus yang besar dan dangkal dapat terjadi dari penggabungan dari beberapa

lesi yang berdekatan. Ulkus tersebut dikelilingi oleh cincin-cincin eritematosus, menunjukkan

pola simetris dan kadang-kadang berdarah.

Jika keadaan tersebut terbatas pada gusi, yang mana sering terjadi, maka telah

dipakai istilah klinis gingivitis desquamatif untuk menyebut gusi yang gundul, terang,

merah, dan rasa terbakar. Gingivitis desquamatif adalah istilah deskriftif dan dapat
menggambarkan beberapa keadaan klinis yang sama seperti lichen planus erosive,

pemphigoid dan pemphigus yang diagnosisnya belum ditentukan.

BMMP dapat terjadi pada anus, vagina, dan mukosa faring, tetapi komplikasi

BMMP yang paling parah adalah mata yang mengakibatkan konjungtivitis, kadang-kadang

bulla, kornea kabur, dan pembentukan jaringan parut fibrosa. Kebutaan adalah akibat serius

dari penyakit mata yang menonjol.

Meski pemphigoid jarang fatal, pemantauan yang cermat dianjurkan untuk kasus-

kasus progresif, karena karsinoma rectum dan uterus mempunyai kaitan dengan kelainan

ini. Dosis sedang dari kortikosteroid saja atau bersama-sama dengan obat-obat

imunosupresi seperti azathioprine merupakan perawatan yang efektif untuk keadaan ini.

3.6. Lesi Ulseratif

Ulkus Traumatikus(5)

Ulserasi oral kambuhan adalah suatu keadaan yang umum akibat dari beberapa

penyebab, dimana trauma merupakan penyebab yang paling umum.Ulkus dapat terjadi

pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Kiranya lokasi ulkus traumatikus adalah

mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer dari lidah.

Ulkus traumatikus dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau

gaya mekanik, dan seringkali diklasifikasikan menurut sifat penyebabnya. Tekanan dari

dasar atau sayap gigi tiruan yang tidak pas atau dari kerangka gigi tiruan sebagian adalah

sumber dari ulkus dekubitus atau tekanan.Ulkus ulkus tropic atau iskemik terutama terjadi

pada palatum di daerah tempat dilakukan penyuntikan. Suntikan gigi juga dianggap

berkaitan dengan ulserasi traumatic yang dapat dijumpai pada bibir bawah pada anak-anak

yang mengigit bibirnya setelah perawatan gigi selesai dilakukan. Sebagai tamabahan dari

cedera tiruan terebut, anak kecil dan bayi rentan terhadap ulkus traumatikus palatum lunak

akibat dari menghisap ibu jari yang disebut apthae Bednar.


Ulkus dapat diakibatkan oleh kontak dengan gigi patah, cengkeraman gigi tiruan

sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja. Luka bakar dari makanan atau minuman

yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum. Ulkus traumatikus lain disebabkan oleh

cedera akibat kuku jari yang mencungkil-cungkil mukosa mulut. Diagnosis dari keadaan ini

sederhana dan seringkali diperoleh dari riwayat cermat dan pemerikaan temuan fisik.

Gambaran dari ulkus traumatikus akibat factor mekanis bervariasi, sesuai dengan

intensitas dan ukuran dari penyebabnya. Ulkus tersebut biasanya tampak sedikit cekung dan

oval bentuknya. Pada awalnya daerah eritematosus dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan

menjadi muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya kuning-kelabu.

Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya batasnya

tidak jelas dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas. Setelah

pengaruh traumatic hilang, ulkus akan sembuh akan sembuh dalam waktu dua minggu, jika

tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsy.

Stomatitis Apthosa Kambuhan(5)

Stomatitis Apthosa Kambuhan diklasifikasikan dalam tiga kategori menurut

ukurannya: Apthae minor, apthae major, dan ulkus herpetiformis. Kira-kira 20% dari

penduduk menderita apthae minor atau canker sore nama yang biasa disebut oleh pasien.

Dapat dijumpai pada setiap orang, tetapi wanita dan orang dewasa muda sedikit lebih

rentan. Pola keturunan telah terbukti disini dan orang-orang yang merokok lebih jarang

terkena daripada bukan perokok. Faktor-faktor yang memicu apthae meliputi atopi, trauma,

endokrinopati, menstruasi, defisiensi nutrisi, stress, dan alergi makanan. Meskipun

etiologinya tidak diketahui, studi-studi dewasa ini mencurigai proses imunopatik yang

melibatkan aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respon terhadap HLA atau antigen

asing. Bentuk L dari streptococcus dicurigai menjadi penyebab dalam pembentukan ulserasi

apthosa.
Ulkus apthosa minor mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak

yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan

pipi, tapi ulkus jarang dijumpai pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum

keras. Kadang-kadang dilaporkan adanya gejala-gejala pendahulu seperti parastesia dan

hiperestesia.

Apthae minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, kuning-kelabu, dengan diameter

kira-kira 2 sampai 5 mm. Tepi eritematosus yang mencolok mengelilingi pseudomembrane

fibrinosa. Tidak ada pembentukan vesikel pada penyakit ini, gambaran diagnostik cukup

jelas. Ulkus-ulkus yang terjadi di sepanjang lipatan mukobukal seringkali tampak lebih

memanjang.

Rasa terbakar adalah keluhan awal, diikuti dengan sakit hebat selama beberapa hari.

Seringkali kelenjar submandibuler, servikal anterior dan parotis terasa nyeri, terutama jika

ulkus tersebut terkena infeksi sekunder.

Apthae tidak bervariasi, kambuh dan pola terjadinya bervariasi. Kebanyakan orang

terserang ulkus tunggal, sekali atau dua kali setahun, mulai sejak masa anak-anak atau

remaja. Kadang-kadang ulkus tampak dalam kelompok-kelompok, tetapi biasanya kurang

dari 5 terjadi sekaligus. Ulkus multiple dapat menetap dalam jangka waktu beberapa bulan.

Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai gambaran tak

teratur. Tindakan yang lebih ekstrim mungkin diperlukan untuk dengan efektif untuk

merawat pasien tersebut. Ulkus apthosa minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa

pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari.

Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk stomatitis apthosa,

pasien terbukti member respon terhadap suspense antibiotic, koagulasi, kauterisasi, dan

obat-obat anti-peradangan.

Ulkus Pseudoapthosa(5)
Pseudoapthae adalah suatu istilah ciptaan Binney yang menunjuk pada ulkus-ulkus

mukosa kambuhan di mulut yang mirip apthosa, dan dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.

Penelitian menunjukkan bahwa 20% dari penderita stomatitis apthosa kambuhan mengalami

defisiensi asam folat besi dan vitamin B12. Pseudoapthae seringkali disertai dengan penyakit

peradangan usus, penyakit Crohn, intoleransi gluten, anaemia pernisiosa.

Pseudoapthae mirip ulkus apthosa, tetapi secara khas lebih menetap.Ada sedikit

predileksi untuk wanita antara usia 25 dan 50 tahun. Ulkus-ulkusnya cekung, membulat dan

sakit. Tepi-tepinya dapat menimbul dan kencang, tetapi pengerasan jarang dijumpai.

Perubahan papilla lidah dapat member petunjuk bagi pakar diagnostic tentang keadaan

defisiensi nutrisi yang mendasarinya. Penyembuhannya lambat dan mungkin pasien

mengeluh tidak pernah bebas dari ulserasi. Penyakit yang kronis dan menetap harus

dievaluasi untuk mengetahui defisiensi nutrisi, termasuk pemeriksaan hematologic. Jika hasil

laboratorium abnormal, maka diperlukan rujukan medis.

Apthosa Major(5)

Apthosa major adalah suatu varian besar dri apthosa minor, mengakibatkan ulkus-

ulkus yang lebih merusak, berlangsung lebih lama dan kambuh lebih sering. Etiologinya

tidak diketahui, beberapa pakar mencurigai bahwa adanya keterlibatan cacat kekebalan.

Yang lain berspekulasi bahwa suatu ulkus besar adalah bentuk parah dari stomatitis apthosa

kambuhan, yang berasal dari penggabungan beberapa ulkus lebih kecil. Umumnya terjadi

pada wanita dewasa muda yang mempunyai kepribadian mudah cemas.

Ulserasi apthosa major seringkali multiple. Ulserasi tersebut mengenai palatum

lunak, faucea tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah, kadang-kadang meluas ke gusi cekat.

Khasnya ulkus asimetris dan unilateral. Gambaran yang paling mencolok adalah ukurannya

yang paling besar dan bagian tengahnya yang nekrotik dan cekung. Tepi peradangan yang

menimbul dan merah adalah umum. Tergantung pada ukuran, pengaruh traumatic dan
infeksi sekunder, ulkus dapat sembuh dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan. Karena ulkus mengerosi jaringan ikat, bila sembuh lesi akan membentuk jaringan

parut dan distorsi jaringan. Kerusakan otot dapat mengakibatkan fenestrasi jaringan dan jika

periodontiumnya terlibat, perlekatan jaringan dapat rusak. Sakit hebat dan limfadenopati

adalah gejala yang umum.

Penyembuhan dapat dipercepat dan pembentukan jaringan ikat dapat dikurangi

dengan menggunakan steroid. Ulkus yang sama dengan ulkus PNMR cukup sering dijumpai

dalam hubungannya dengan siklik neutropenia, agranulositosis, dan intoleransi gluten. Ulkus

yang terletak pada lidah dapat sangat mirip karsinoma. Adanya pembentukan jaringan parut

berguna untuk menentukan diagnose, untuk membedakan dengan keganasan.

Ulserasi Herpetiformis(5)

Ulserasi herpetiformis adalah tipe ulserasi fokal kambuhan pada mukosa mulut yang

secara klinis mirip ulkus yang dijumpai pada herpes primer; karena itu namanya dari ulserasi

apthosa kambuhan. Gambaran mencolok dari penyakit adalah erosi-erosi kelabu putih, yang

jumlahnya banyak, berukuran sekepal jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak

jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1 sampai 2 mm dan timbul

berkelompok dan terdiri atas 10 sampai 100. Mukosa disekitar ulkus adalah eritematosus

dan perkirakan akan ada gejala sakit.

Setiap bagian dari mukosa mulut dapat terkena ulserasi herpetiformis, tetapi

khususnya pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa bibir. Ukuran yang lebih

kecil ini membedakannya dari apthae, sedangkan tidak adanya vesikel dan gingivitis

bersama dengan sifat kambuhnya membedakannya dari herpes primer dan infeksi-infeksi

virus oral lainnya. Virus tidak dapat dibiak dari lesi dan lesi tersebut tidak menular.

Episode pertama dari ulserasi herpetiformis biasanya terjadi pada pasien diakhir usia

20 tahun, yaitu 10 tahun sesudah puncak terjadinya apthae.Lamanya serangan bervariasi,


tak dapat diramalkan dan penyebabnya belum diapastikan. Ulserasi herpetiformis kambuhan

member respon yang sangat baik terhadap suspense tetrasiklin dan keadaan tersebut

seringkali menghilang secara spontan setelah beberapa tahun.

Sindrom Behcet(5)

Syndrome Behcet, sesuai nama seorang dokter Turki yang pertama-tama

menguraikan kelainan ulseratif yang terutama mengenai 3 daerah: mata, rongga mulut, dan

kelamin. Karena alasan ini maka keadaan tersebut dikategorikan sebagai kompleks 3 gejala

dengan manifestasi ulseratif. Dalam tahap perkembangan lanjutnya, dapat dijumpai lesi

kulit, artritis sendi-sendi besar, ulserasi gastro-intesnital, manifestasi neurologis, dan

thromboplebitis, meskipun jarang semua komponen ada pada pasien yang sama.

Penyebabnya tetap tidak dapat diketahui, tetapi reaksi hipersensitivitas lambat yang

kemungkiana menyangkut antigen-antigen HLA, kompleks immune dan vaskulitis, dicurigai.

Sindrom Behcet adalah 2 tau 3 kali lebih sering pada pria daripada wanita, dan

timbul antara usia 20 dan 30 tahun. Paling umum terjadi pada orang Asia, pantai

Mediterania dan Inggris.

Manifestasi mata dari sindrom Behcet meliputi foto phobia, konjungtivitas dan iritis

kambuhan kronis dengan hypopyon yang kadang-kadang menjurus kekebutuan. Manifestasi

mata dapat timbul bersama dengan atau terjadi bertahun-tahun sesudah ulkus oral dan

genital. Perubahan kulit ditandai oleh nodula-nodula subkutan dan lepuh-lepuh makula dan

popula yang bervesikel, berulserasi dan berkeropeng. Ulkus genital dapat mengenai

mukosa atau kulit dan cenderung menjadi lebih kecil dan kurang umum daripada lesi oral.

Ulkus oral, lesi yang paling sering dari sindrom Behcet dapat merupakan tanda awal

dari penyakit tersebut. Satu atau beberapa sekelompok mirip apthosa pada mukosa pipi

atau bibir adalah khas; tetapi dapat terjadi disetiap daerah mukosa mulut. Sama dengan

apthosa, ulkusnya rata, dangkal, dan oval dengan ukuran yang bervariasi. Lesi-lesi kecil
cenderung terjadi lebih sering daripada lesi yang besar. Eksudat serofibrinosa menutupi

permukaannya dan tepi-tepinya merah serta berbatas jelas. Sering ada keluhan sakit dan

periode kambuh dari eksaserbasi dan remisi adalah khas. Pasien dengan keterlibatan

mukokutan terbatas dirawat secara simtomatik dengan steroid topikal neuro-okuler

memerlukan perawatan dokter umum. Azathioprine, cyclophosphamide, thalidomide dan

colchine telah dipakai dengan sukses pada kasus-kasus tertentu. Semua obat-obat ini

mempunyai efek samping yang cukup serius.

Ulkus Granulomatosus(5)

Dua infeksi granulomatosus umumyang dapat mengakibatkan ulkus oral adalah

tuberculosis (TB) dan histoplasmosis. Ini adalah lesi jarang dijumpai pada orang yang lebih

tua sesudah penyakit tersebut berkembang jauh. Kelainan yang mendasari seperti AIDS,

mengakibatkan ulkus tersebut terjadi pada kelompok penduduk yang lebih muda. Karena

lesi paru-paru seperti batuk yang menetap adalah temuan riwayat yang penting.

Penyebaran organism dari paru-paru ke mulut melalui saliva yang terinfeksi, dapat

mengakibatkan infeksi mulut. TB mulut dan infeksi histoplasmosis ditandai oleh ulserasi.

Ulkus-ulkus ini dapat terjadi pada setiap permukaan mukosa; tetapi, lesi tuberculosis terjadi

lebih sering pada dorsum lidah dan mukosa bibir di sudut mulut. Gambaran klinisnya

bervariasi dan dapat mirip dengan ulkus traumatikus atau karsinoma epidermoid, terutama

jika lesinya terletak pada tepi lateral lidah. Lesi-lesi pada lengir alveolar seringkali mirip

suatu daerah pencabutan yang bergranulasi. Bagian tengah ulkus granulomatosa berwarna

kuning-kelabu atau bahkan kebiru-biruan, nekrotik dan cekung beberapa mm. daerah perifer

dari ulkus tersebut bergelombang atau membenjol dan digambarkan seperti batu

bulat. Tepi lesinya tidak teratur, berbatas jelas dan bergaung. Komponen-komponen

noduler dan vegetative seringkali dijumpai dalam kaitannya dengan ulkus histoplasmosis.

Limfadenopati servikal adalah temuan yang umum. Tergantung pada lokasi dan factor-faktor
iritasi, beberapa pasien jarang mengeluh sakit dan temuannya dapat merupakan suatu

kebetulan, pasien-pasien lain mengalami ketidaknyamanan yang parah. Lesi tuberculosis

dan histoplasmosis menular dan organism aktif dapat ditularkan dalam kondisi yang sesuai.

Suatu biopsy atau biakan diperlukan untuk memastikan diagnosisnya. Gambaran

histologist dan pewarnaan khusus menunjukkan organisme penyebabnya. Perawatan untuk

gangguan paru-paru primer adalah dengan antibiotic jangka panjang khusus; untuk TB,

streptomisin biasanya diikuti oleh isoniazid (INH); untuk histoplasmosis diberiakan

amphotericin B. Masalah paru-paru primer harus dirawat sebelum perawatan gigi.

Karsinoma Sel Skuamosa(5)

Karsinoma sel skuamosa seringkali tampak sebagai suatu ulkus. Dalam tahap dini

biasanya kecil, tidak sakit, dan tidak berulserasi; tetapi sifat menetap dari penyakitnya

mengakibatkan proliferasi neoplastik yang segera mempengaruhi pasokan darah,

mengakibatkan telangektasia permukaan dan akhirnya pembentukan ulkus. Ulkus yang

lebuh lanjut cenderung menjadi besar, berbentuk kawah dan bagian tengahnya tertutup

oleh selaput nekrotik yang kunig-kelabu. Kadang-kadang ada fokus kasar merah, sedangkan

tepi-tepinya keras, menimbul dan kadang-kadang berjamur.

Karsinoma dapat terjadi di setiap tempat dalam mulut. Daerah-daerah yang paling

umum adalah sakit, kebas, leukoplakia, eritoplakia, pengerasan, perlengketan

danlimfadenopati. Limfadenopati metastatik ditandai oleh kelenjar limfe seperti karet yang

tidak sakit, cekat didasarnya dan menempel bersama-sama. Penggunaan berlebihan dari

alcohol dan tembakau oleh pasien akan meningkatkan kecurigaan pemeriksa akan

karsinoma mulut, jika suatu ulkus menetap tidak sembuh dalam 14 hari. Biopsi harus

dilakukan oleh klinisi yang member perawatan utomo

Ulkus Khemoterapeutik(5)
Pasien-pasien yang menerima obat-obat imunosupresan untuk berbagai penyakit

serius, termasuk transpalantasi organ, kondisi autoimun, atau neoplasma, dapat mengalami

ulserasi oral dan stomatitis. Efek samping dari obat kemoterapeutik dapat langsung atau

tidak langsung berbahaya untuk mukosa mulut. Antimetabolit seperti methotrexate bias

menghambat pembelahan sel-sel yang cepat, termasuk epitel mulut, sedangkan alkaloid

seperti cyclophosphamide mengakibatkan leucopenia dan pembentukan ulkus sekunder.

Ulkus kematerapeutik, suatu tanda awal dari keracunan obat, timbul selama minggu

kedua dari terapi dan biasanya menetap selama 2 minggu. Ulkus-ulkus ini dapat terjadi pada

setiap daerah mukosa mulut. Terjadi paling sering pada bibir, mukosa pipi, lidah, dasar

mulut dan palatum. Pada awalnya daerah tersebut merah dan rasa terbakar. Epitel

permukaan hilang dan terbentuk ulkus yang biasanya besar, dalam, nekrotik dan sakit. Tepi-

tepi ulkus tidak teratur dan seringkali tidak ada tepi radang merah yang khas, karena

kurangnya respons radang oleh pasien. Jika sakitnya menjadi parah dan nutrisi serta cairan

tidak cukup, maka dosis obat harus dikurangi.

Kultur sangat dianjurkan untuk semua lesi karena kecenderungannya untuk terinfeksi

organism Gram negative dan jamur dank arena kemiripinannya, maka ulkus-ulkus tersebut

dapat menyerupai kekambuhan dari virus herpes simpleks laten. Anastesi topikal dipakai

untuk mengurangi gejala, sedangkan tindakan kebersihan mulut, termasuk bahan-bahan

antimikrobial seperti klorheksidin penting untuk mencegah infeksi sekunder, nekrosis

jaringan lunak dan nekrosis tulang. Konsultasi dan komunikasi antara dokter umum dan

dokter gigi dapat membantu mengurangi komplikasi dan meningkatkan kenyamanan mulut.
2. Habitual cheek biting
Trauma yang terjadi bersifat kronis dan dihubungkan dengan kebiasaan gugup yang tidak
disadari, pergerakan lidah, dan rahang yang tidak terkontrol. Umumnya terjadi pada pasien
dengan gangguan saraf motorik. Secara klinis lebih sering terlihat pada mukosa pipi; lesi
tampak superfisial karena gosokan yang berulang-ulang, isapan, atau gerakan mengunyah
berbatas jelas dan terasa kasar bila diraba. Penatalaksanaannya dengan pemberian obat
kumur antiseptik dan terapi kelainan neuromuskular.
3. Luka bakar
Lesi putih yang terjadi karena trauma fisik termis dan dapat disebabkan makanan yang
panas, asap rokok, instrumen gigi yang panas, dan lain-lain. Lesi putih ini nonkeratotik dan
bersifat sementara. Ulkus berwarna abu-abu keputihan dan jika disebabkan makanan yang
panas biasanya terletak di bagian tengah palatum durum. Luka bakar ini dapat terjadi
karena obat analgesik asam asetilsalisilat yang sering diletakkan pada lipatan mukosa bukal
untuk meredakan rasa sakit pulpitis danperiodontitis pada beberapa pasien. Bentuk lesi
tidak teratur, putih, di mana pseudomembran dan seluruh mukosa pipi bisa terkena. Jika
pseudomembran diangkat akan timbul rasa sakit dan daerah yang terangkat kasar serta
berdarah. Penatalaksanaannya adalah dengan menghentikan aplikasi aspirin, mengontrol
infeksi dengan antiseptik dan antibiotik, serta irigasi lesi dengan akuades untuk
menghilangkan obat yang masuk.

4. Radiation mucocitis

Terjadi karena terapi radiasi pada keganasan daerah leher dan kepala yaag terjadi pada
akhir minggu pertama radioterapi. Lesi berwarna merah difus terutama pada mukosa
berkeratin tipis, lama-kelamaan terjadi pseudomembran, dan jika epitel terlepas akan terjadi
ulkus. Penatalaksanaannya adalah mengontrol terjadinya infeksi sekunder, peningkatan
kebersihan mulut, dan pemberian antiseptik dengan bahan dasar klorheksidin glukonat
0,12% dan antibiotik spektrum luas.

C. Lesi putih hiperkeratosis tanpa kecenderungan menjadi ganas

1. Stomatitis nikotina
Merupakan lesi spesifik pada perokok berat yang menggunakan pipa atau cerutu. Terjadi
pada palatum dan terbatas pada daerah yang terpapar uap tembakau rokok. Pada tahap
awal, mukosa tampak kemerahan tapi kemudian berubah menjadi putih keabu-abuan,
menebal, dan berfisur. Penebalan terbatas pada muara kelenjar liur minor palatum yang
tampak sebagai umbilicated noduleputih dengan bagian tengah merah dan dapat berubah
menjadi coklat karena deposit tar. Lesi ini bersifat reversibel sehingga akan hilang jika
kebiasaan merokok dihilangkan.
2. Traumatic keratosis
Suatu daerah yang terbatas pada mukosa mulut, berupa penebalan
berwarna keputihan dan jelas berhubungan dengan iritasi lokal berupa gigi yang tajam,
kawat gigi tiruan, dan lain-lain yang akan sembuh jika iritasi dihilangkan.

3. White sponge nevus


Merupakan penyakit keturunan autosom dominan yang dapat terjadi di mukosa mulut,
genital, dan anal. Dalam mulut dapat terjadi di mukosa bukal, labial, alveolar ridge, dan
dasar mulut. Banyak terdapat pada ras kulit putih, tidak ada predileksi jenis kelamin, dan
terjadi pada orang dewasa.

D. Lesi putih dan lesi metah hiperkeratosis dengan kecenderungan menjadi ganas

l. Leukoplakia
Merupakan lesi putih keratolitik pada mukosa mulut, yang baik secara klinis maupun
histopatologik, tidak dapat dimasukkan pada penyakit lain. Identik dengan eritroplakia dan
sering dihubungkan dengan keganasan.

Etiologi

o Lokal, misalnya penggunaan tembakau, kandidosis

o Sistemik, misalnya sifilis tersier, defisiensi vitamin B dan asam folat, anemia, xerostomia,
radiasi dan obat antikolinergik.

Leukoplakia dapat ditemukan pada berbagai tempat, terutama di mukosa bukal, gingiva,
dan batas bibir kulit (vermillion). Lesi di dasar mulut dan lidah lebih jarang namun
keganasan lebih tinggi. Semula lebih sering pada pria, namun sekarang perbandingannya
lebih kurang sama, mungkin akibat perubahan kebiasaan merokok. Kedua lesi ini sering
terjadi pada usia 60-70 tahun.

Manifestasi Klinis

1. Leukoplakia homogen. Secara keseluruhan tampak homogen dengan pola garis halus
(crustae), berkerut, dan papilomatosa
2. Leukoplakia nonhomogen
o Eritroleukoplakia (eriosit): lesi berwarna putih merah.

o Nodular: permukaan lesi berbenjol-benjol seperti nodul

o Verukosa: pada permukaan lesi terdapat proyeksi-proyeksi tajam dari epitel.

Yang berpotensi menjadi ganas berturut-turut adalah eritroplakia, eritroleukoplakia,


nodular leukoplakia, verukosa leukoplakia, dan homogen leukoptakia.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sitologi atau biopsi untuk menentukan ada
tidaknya displasia sel. Bila perlu, dilakukan biopsi ulang dalam waktu 6-12 bulan, terutama
bila terdapat perubahan ukuran atau karakteristik lesi.

Penatalaksanaan

Dapat dengan dua cara yaitu terapi nonbedah dan terapi bedah. Terapi nonbedah dengan
pemberian vitamin A 1 x 25.000 IU atau 50.000 IU/hari selama tiga bulan, vitamin E,
makanan dengan kadar karoten tinggi, penghentian rokok dan pemakaian obat kumur
beralkohol, serta pemakaian obat jamur selama 1-2 minggu.

2. Eritroplakia

Daerah mukosa yang kemerahan, memiliki tekstur seperti beludru, dan berdasarkan
pemeriksaan klinis serta histopatologi tidak disebabkan inflamasi atau penyakit lain.
Sebagian besar lesi ini, terutama yang berada di bawah lidah, dasar mulut, palatum molle,
dan pilar faucialanterior memiliki kecenderungan menjadi ganas. Diduga sebagai lesi
awal karsinoma sel skuamosa oral. Jarang ditemukan karena tidak mencolok dan
asimtomatik, karena itu pemeriksaan mulut harus dilakukan dalam keadaan kering dan
dengan teliti. Tidak memiliki predileksi jenis kelamin, meski mungkin berhubungan dengan
kebiasaan merokok dan minuman keras.
Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur.
Diagnosis pasti dengan biopsi.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sama dengan leukoplakia. Biopsi harus dilakukan namun observasi selama
1-2 minggu sambil menghilangkan iritan yang dicurigai dapat diterima.

Diagnosis Banding

Kandidosis, stomatistis dentata, tuberkulosis, histoplasmosis, iritasi mekanis.

3. Liken Planus
Suatu penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronik, dan mudah terjadi
eksaserbasi. Etiologinya belum jelas tetapi diduga karena stres, pemakaian obat, dan
defisiensi vitamin B kompleks jangka panjang.

Mirip dengan leukoplakia, namun liken planus lebih difus, distribusinya menyeluruh, terdapat
minimal satu lesi seperti renda. Kelenturan kulit tidak berubah.

Manifestasi Klinis

o Kulit

Khas adanya papul dengan permukaan dan berbentuk poligonal, berwarna keungu-unguan,
mengkilat, gatal, diameter 1 cm dan distribusinya terutama pada ekstremitas.

o Mukosa mulut

Distribusi lesi pada nukosa bukal, bibir, lidah, dan gingiva. Lesi biasanya bilateral tetapi tidak
simetris. Bentuk lesinya bervariasi yaitu retikular, papular, lesi seperti plak, atopik, bula dan
erosif.

Merupakan suatu kondisi prakanker karena pada pemeriksaan histopatologis terlihat adanya
hiperkeratosis, parakeratosis, ortokeratosis, penebalan lapisan granulosum, rete pegs, dan
degenerasi likuifaksi sel basal.

Penatalaksanaannya adalah menghilangkan faktor predisposisi, pemberian kortikosteroid,


vitamin A dosis tinggi, dan obat-obat imunomodulator. Bila setelah pengobatan lesi tidak
hilang maka harus dilakukan biopsi .
4. Reaksi Likenoid
Merupakan lesi yang identik dengan lesi liken planus tetapi disebabkan oleh pemakaian
obat-obatan. Bila pemakaian obat dihentikan, maka lesi akan hilang. Obat-obatan yang
dapat menginduksi adalah obat antihipertensi, antibiotik, antiparasit, antiartritis, obat
antihiperglikemia, dan lain-lain. Anamnesis harus lengkap sehingga diketahui riwayat
pemakaian obat pada pasien. Penatalaksanaannya adalah mengganti jenis obat.

5. Kandidosis
Kandidosis adalah lesi akibat infeksi Candida albicansdengan gambaran papul putih
menyebar dan plak yang bila dirobek akan berdarah.
Faktor Predisposisi

Pemakaian obat seperti antibiotik spektrum luas, antibiotik multipel, kortikosteroid,


sitotoksik, imunosupresif, antikolinergik; kelainan endokrin seperti diabetes melitus,
hipotiroid, hipoparatiroid, hipoadrenalin, poliendokrinopati; kelainan hematologi
seperti anemiaaplastik, agranulositosis, limfoma, leukemia; defisiensi imun seperti HIV,
hipoplasia timus; kelainan leukosit seperti leukopenia, agranulositosis, neutropenia;
keganasan seperti leukemia, timoma, dan kanker lanjut; defisiensi nutrisi seperti defisiensi
vitamin, malnutrisi, malabsorpsi; dan keadaan lain seperti kehamilan, usia lanjut,
radioterapi.

Manifestasi Klinis
Papul putih menyebar dan plak yang bila dirobek akan berdarah.

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit yang menjadi faktor predisposisi,
contohnya:

o Urinalisa untuk mencari diabetes melitus

o Hematologi: pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis leukosit

o Serologi: HIV
Diagnosis Banding

Plak susu, debris makanan.

Penatalaksanaan

o Cari faktor predisposisi dan diterapi.

o Beri terapi oral atau sistemik dengan obat golongan azol, mikostatin oral 1-2 mg.

Definisi
Banyak penyakit mulut yang memiliki gejala klinis lesi ulseratif, vesikular, dan bula. Untuk
itu diperlukan keterangan tambahan tentang riwayat penyakit selain pemeriksaan klinis.
Sedikitnya harus ditanyakan sejak kapan lesi itu muncul untuk membedakan apakah akut
atau kronik, riwayat penyakit sebelumnya, dan banyaknya lesi yang ada. Penyakit mulut
dengan manifestasi lesi ulseratif, vesikular, dan bula dapat dikelompokkan menjadi:

a. Lesi multipel akut


Lesi multipel akut dapat disebabkan virus Herpes simpleks1 dan 2, virus varicella zoster, dan
virus Coxsackie. Penyakit mulut yang termasuk lesi multipel akut adalahherpes
simpleks primer, varisela, herpes zoster, eritema multiformis, stomatitis alergika,
dan acute necrotizing ulcerative gingivitis.

Infeksi Herpes Simpleks Primer


Manifestasi Klinis
Pada infeksi Herpes simpfeks primer, 1 atau 2 hari setelah gejala prodromal (demam,
malaise, sakit kepala) muncul vesikel-vesikel berdinding tipis dengan dasar inflamasi dan bila
pecah akan menjadi ulkus terutama di mukosa berkeratin tebal, yaitu palatum durum, dorsal
lidah, dan gingiva. Petanda lain adalah gingivitis marginal akut pada seluruh gingiva,
inflamasi faring posterior, serta pembesaran kelenjar getah bening submandibula dan
servikal. Lesi ekstraoral sama dengan lesi intraoral tetapi ditutupi krusta kekuningan dan
terletak di daerah merah bibir dan sirkum oral.

Faktor Predisposisi
Rekurensi dapat terjadi karena virus laten pada saraf. Faktor predisposisi yang dapat
mengaktifkan virus laten adalah demam, stres, trauma lokal pada ganglion saraf, alergi,
defisiensi nutrisi, dan kelelahan fisik.
Penatalaksanaan
Pemberian asiklovir, terapi simtomatik, terapi suportif, dan pencegahan rekurensi dengan
menghindarkan faktor-faktor predisposisi.

Infeksi Virus Varicella Zoster


Manifestasi Klinis
Infeksi virus Varicella zoster menyebabkan infeksi primer atau rekurens yang bersifat laten
bila menyerang jaringan saraf. Virus Varicella zoster menimbulkan
penyakitvarisela dan herpes zoster. Petanda varisela adalah lesi mukopapular yang
berkembang menjadi vesikel dengan dasar eritema dan cepat pecah menjadi ulkus di
seluruh tubuh, termasuk mukosa mulut. Pada penderita herpes zoster akan didahului
gejala prodromal selama 2 sampai 4 hari. Lalu muncul erupsi yang khas, yaitu vesikel
berkelompok dengan dasar eritem sesuai dermatom saraf yang terkena dan lesi pada
mukosa mulut maupun wajah akan timbul bila virus ini menyerang cabang ketiga atau
cabang pertama nervus trigeminus. Herpes zoster ditegakkan berdasarkan riwayat nyeri dan
adanya lesi yang khas, segmental, dan unilateral.

Komplikasi
Pada keadaan tertentu infeksi dapat sangat hebat sehingga menimbulkan komplikasi, yaitu:
Neuralgia pascaherpetik yaitu rasa sakit yang hebat akibat inflamasi fibrosis pada
saraf sensoris.
Sindrom Ramsay Hunt, yaitu suatu kumpulan gejala kelumpuhan yang mengenai saraf
motorik nervus fasialis (kelumpuhan muka).

Penatalaksanaan
Untuk penderita varisela maupun herpes zoster pada usia muda diberikan pengobatan
simtomatis atau ditambah dengan asiklovir untuk mempercepat penyembuhan, dan
mengurangi rasa nyeri. Beri vitamin neurotropik, dan lakukan perawatan lesi ekstraoral
dengan antiseptik atau bedak salisil untuk mencegah infeksi sekunder yang dapat
menyebabkan skar. Kortikosteroid prednison 3 x 5 mg selama 5 hari diberikan untuk
mencegah komplikasi neuralgia maupun mengurangi komplikasi pada mata.

Eritema Multiforme
Etiologi
Eritema multiforme adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan mukosa yang
menyebabkan berbagai bentuk lesi akibat deposit imunokompleks. Etiologinya belum jelas
tetapi ada beberapa faktor yang diduga berperan yaitu obat-obatan golongan sulfa,
penisilin, analgesik, antipiretik, mikroorganisme, penyakit autoimun, radiasi, psikis atau
keganasan.
Patogenesis
Diduga merupakan suatu reaksi hipersensitivitas dan adanya deposit imunokompleks pada
pembuluh darah superfisial kulit serta mukosa menyebabkan aktivasi komplemen,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan penarikan leukosit yang akan melepaskan
enzim proteolitik sehingga terjadi kerusakan jaringan.
Manifestasi Klinis
Kelainan ini timbul cepat dengan gejala prodromal kurang dari 48 jam. Lesi patognomonik
adalah lesi target pada kulit yang terdiri dari bula dikelilingi oleh edema dan eritema. Lesi
pada eritema multiforme lebih besar, tidak teratur, lebih dalam, biasanya berdarah, dan
dapat terjadi pada semua mukosa mulut. Lesi pada bibir khas berbentuk lesi yang ditutupi
krusta merah kehitaman.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus eritema multiforme yang ringan cukup dengan pengobatan
suportif, seperti obat anestesi kumur dan diet makanan lunak. Sedangkan pada eritema
multiforme sedang maupun berat memerlukan kortikosteroid, contohnya prednison atau
metilprednisolon dengan dosis awal 30-50 mg/hari selama beberapa hari.

Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis


Acute necrotizing ulserative gingivitis adalah suatu infeksi bakteri khas yang mengenai
papila dan tepi gingiva. Sering terjadi pada orang dewasa muda dekade dua.

Etiologi
Bakteri penyebab adalah Bacillus fusiformis dan Borellia vincentii. Adanya bakteri-bakteri
tersebut tidak selalu memberikan gejala, kadang gejala baru timbul bila ada faktor
predisposisi yang menurunkan daya tahan jaringan mulut.

Faktor Predisposisi
Kebersihan mulut yang buruk sehingga terjadi penimbunan makanan dan karang gigi,
merokok, emosi/stres, kelelahan fisik, dan penyakit kelainan darah.

Manifestasi Klinis
Terdapat rasa sakit akut pada gingiva yang menyeluruh, keluhan perdarahan gingiva,
hilangnya pengecapan dan bau mulut, dan adanya gejala sistemik seperti sakit kepala,
demam, dan limfadenopati.
Pada gingiva terlihat nekrosis yang menyeluruh atau lokal, terdapat pseudomembran,
hilangnya papil interdental, jaringan mudah sekali berdarah, dan bagian mukosa mulut lain
yang menempel pada gingiva, di mana lesi terdapat juga akan terkena sehingga timbul
ulkus datar, multipel, dan teratur sebagai abkatch ulcera.

Penatalaksanaan
o Hilangkan gejala aktif dengan cara mematikan dan mengontrol bakteri dengan penisilin 4
x 500 mg/hari, kumur dengan H2O2 1,5-2%, dan pemberian roboransia vitamin C atau B
kompleks.
Hilangkan atau memperbaiki faktor lokal atau sistemik.
Beri penyuluhan perbaikan kebersihan mulut dan pemeriksaan rutin.

b. Lesi multipel rekurens


Lesi multipel rekurens merupakan masalah yang tersering ditemukan pada penyakit mulut.
Penyakit mulut yang termasuk lesi ini adalah stomatitis aftosa rekurens, sindrom Behcet,
infeksi Herpes simpleks rekurens, eritema multiformis rekurens, dan neutropenia siklik.

Stomatitis Aftosa Rekurens


Etiologi
Stomatitis aftosa rekurens ditandai dengan ulserasi rekurens pada mukosa mulut tanpa
petanda lain. Penyakit ini dapat dihubungkan dengan kelainan imunologi, kelainan
hematologis, kelainan psikologis, maupun alergi.

Manifestasi Klinis
Berdasarkan penampakan lesi, stomatitis aftosa rekurens dapat dibagi menjadi ulserasi
minor bila diameter kurang dari 1 cm dengan penyembuhan tanpa skar; ulserasi mayor bila
diameter lebih dari 1 cm, penyembuhan lebih lama, dan meninggalkan skar; ulserasi
herpetiformis bila ulserasi kecil-kecil dan berkumpul.

Penatalaksanaan
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti
orabase, pada kasus yang ringan dengan 2-3 lesi ulserasi minor. Pada kasus yang lebih
berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak
3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetrasiklin dapat
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulserasi. Bila tidak responsif terhadap
kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dapson dan bila gagal juga maka diberikan
talidomid.
Infeksi Herpes Simpleks Rekurens
Infeksi Herpes simpleks rekurens pada mulut, yaitu pada bibir atau intraoral terjadi pada
pasien yang pernah menderita infeksi Herpes simpleks dan memiliki antibodi pelindung,
sehingga disebut juga sebagai reaktivasi bukan reinfeksi. Pemicunya adalah demam, haid,
sinar ultraviolet, stres, dan imunosupresi.

Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul adalah gejala prodromal diikuti timbulnya vesikel-vesikel kecil
berdiameter 1-3 mm yang berkelompok sebesar 1-2 cm pada bibir. Lesi pada intraoral sama
dengan lesi yang muncul pada bibir, tapi sangat cepat pecah sehingga membentuk ulserasi.
Biasanya pada mukosa berkeratin tebal, yaitu gingiva, palatum, dan jembatan alveolar. Lesi
akan bertambah besar dan menyebar ke mukosa di sekitarnya, pada daerah yang
mengandung sedikit keratin, seperti mukosa rongga mulut, mukosa bibir, dan dasar rongga
mulut. Penyakit ini akan sembuh dalam 1-2 minggu.

Penatalaksanaan
Tergantung keluhan pasien. Pemberian asiklovir 5 x 200 mg dapat diberikan sebagai
profilaksis bukan saat penyakit ini kambuh.
c. Lesi multipel kronik

Penyakit mulut dengan manifestasi lesi multipel kronik adalah pemfigus, pemfigoid sikatrik,
dan liken planus erosif.

Pemfigus
Penyakit autoimun yang melibatkan kulit dan mukosa dan ditandai dengan adanya bula
intradermal. Ada 4 bentuk, yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus vegetans, pemfigus foliaseus,
dan pemfigus eritematosus. Bentuk lesi pada pemfigus tidak bulat, iregular, dan dangkal
dengan tanda Nikolsky yang khas.

Penatalaksanaan
Pemberian kortikosteroid sistemik dosis tinggi bersama dengan imunosupresan seperti
siklosporin atau azatioprin.
d. Ulkus traumatik

Lesi ini disebabkan trauma karena gigi, makanan, alat yang dipasang pada rongga mulut,
panas, atau bahan kimia dan akan sembuh dalam 1 minggu. Lesi ini harus dibedakan
dari karsinoma sel skuamosa.
. Stomatitis aphtosa
minor (MiRAS).
Sebagian besar pasien
menderita stomatitis
aphtosa bentuk minor ini.
Yang ditandai oleh luka
(ulser) bulat atau oval,
dangkal, dengan diameter
kurang dari 5mm, dan
dikelilingi oleh pinggiran
yang eritematus. Ulserasi
pada MiRAS cenderung
mengenai daerah-daerah
non-keratin, seperti
mukosa labial, mukosa
bukal dan dasar mulut.
Ulserasi bisa tunggal atau
merupakan kelompok
yang terdiri atas empat
atau lima dan akan
sembuh dalam jangka
waktu 10-14 hari tanpa
meninggal beka.
2. Stomatitis aphtosa
major (MaRAS).
Hanya sebagian kecil dari
pasien yang terjangkit
stomatitis aphtosa jenis
ini. Namun jenis stomatitis
aphtosa pada jenis ini
lebih hebat daripada
stomatitis jenis minor
(MiRAS). Secara klasik, ulser
ini berdiameter kira-kira
1-3 cm, dan berlangsung
selama 4minggu atau
lebih dan dapat terjadi
pada bagian mana saja
dari mukosa mulut,
termasuk daerah-daerah
berkeratin. Stomatitis
aphtosa major ini
meninggalkan bekas,
bekas pernah adanya ulser
seringkali dapat dilihat
penderita MaRAS; jaringan
parut terjadi karena
keseriusan dan lamanya
lesi.
3. Ulserasi herpetiformis
(HU).
Istilah herpetiformis
digunakan karena bentuk
klinis dari HU (yang dapat
terdiri atas 100 ulser kecil-
kecil pada satu waktu)
mirip dengan
gingivostomatitis herpetik
primer, tetapi virus-virus
herpes initidak
mempunyai peran etiologi
pada HU atau dalam setiap
bentuk ulserasi aphtosa.
Cara Mengatasi
Stomatitis.
a. Bentuk Pengobatan.
Bentuk-bentuk
pengobatan stomatitis :
Obat kumur.
Obat-obat pelindung.
Anestetik local.
Obat-obat antibakteri
atau antijamur.
Kortikosteroid.
Untuk mengatasi penyakit
ini dapat menggunakan
beberapa jenis obat baik
dalam bentuk salep, obat
tetes maupun obat kumur.
Saat ini sudah tersedia
pasta gigi yang dapat
mengurangi terjadinya
sariawan, jika ternyata
sariawan terlanjur parah,
dapat digunakan
antibiotik dan obat
penurun panas (bila
disertai demam), sariawan
umumnya akan sembuh
dalam waktu 4 hari,
namun bila sariawan tidak
kunjung sembuh, segera
periksa ke dokter karena
hal itu dapat menjadi
gejala awal adanya kanker
mulut.
b. Pencegahan
Stomatitis.
Cara mencegah penyakit
ini dengan mengetahui
penyebabnya, apabila
kita mengetahui
penyebabnya
diharapkan kepada kita
untuk menghindari
timbulnya sariawan ini
diantaranya dengan :
Menjaga kebersihan
mulut.
Mengkonsumsi nutrisi
yang cukup, terutama
yang mengandung
vitamin B12, vitamin C
dan zat besi.
Menghadapi stress
dengan efektif.
Menghindari luka pada
mulut saat menggosok
gigi atau saat
menggigit makanan.
Menghindari makanan
yang terlalu panas atau
terlalu dingin.
Menghindari makanan
dan obat-obatan atau
zat yang dapat
menimbulkan reaksi
alergi pada rongga
mulut.
Konsep Asuhan
Keperawatan.
a. Pengkajian.
Kebersihan rongga
mulut meliputi :
mukosa pipi bagian
dalam, bibir bagian
dalam, lidah serta di
langit langit
Frekuensi kunjungan ke
dokter gigi.
Kesadaran akan adanya
lesi atau area iritasi
pada mulut, lidah, atau
tenggorokan.
Masukan makanan
setiap hari meliputi:
jenis makanan, asupan
vitamin dan mineral
(vit.c, vit.b, dan zat besi)
.
Penggunaan alcohol
dan tembakau.
Pemeriksaan fisik.
Dimulai dengan insfeksi
terhadap bibir untuk
kelembapan, hidrasi,
warna, tekstur,
simetrisitas dan adanya
ulserasi atau fisura.
Gusi diinspeksi
terhadap inflamasi,
perdarahan, retraksi,
dan perubahan warna.
Lidah.
Dorsal (punggung)
diinspeksi untuk
tekstur, warna dan lesi.
Inspeksi bagian mulut
terhadap adanya lesi,
bercak putih terutama
pada bagian mukosa
pipi bagian dalam, bibir
bagian dalam, lidah
serta di langit langit.
b. Diagnosa
Keperawatan.
1. Perubahan membran
mukosa oral yang
berhubungan dengan
kondisi patologis,
infeksi atau trauma
kimia atau mekanis.
Perubahan nutrisi,
kurang dari kebutuhan
tubuh, yang
berhubungan dengan
ketidakmampuan
untuk mencerna nutrisi
adekuat akibat kondisi
oral atau gigi.
Gangguan cairan tubuh
berhubungan dengan
intake cairan yang
kurang.
Nyeri yang
berhubungan dengan
lesi oral atau
pengobatan.
Kerusakan komunikasi
verbal yang
berhubungan dengan
pengobatan.
Risiko terhadap infeksi
yang behubungan
dengan penyakit.
Kurang pengetahuan
tentang proses
penyakit.
c. Intervensi
Keperawatan.
1. Perubahan membran
mukosa oral yang
berhubungan dengan
kondisi patologis, infeksi
atau trauma kimia atau
mekanis. yang
berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk
mencerna nutrisi
adekuat akibat kondisi
oral atau gigi.
Intervensi keperawatan :
Peningkatan
perawatan mulut.
Menjamin masukan
makanan dan cairan
adekuat.
Meningkatkan control
infeksi.
2. Perubahan nutrisi,
kurang dari kebutuhan
tubuh.
Intervensi keperawatan :
Peningkatan
perawatan mulut.
Menjamin masukan
makanan dan cairan
adekuat.
3. Gangguan cairan
tubuh berhubungan
dengan intake cairan
yang kurang.
Intervensi keperawatan :
Menjamin masukan
makanan dan cairan
adekuat.
Control intake dan
output cairan pasien.
4. Nyeri yang
berhubungan dengan
lesi oral atau
pengobatan.
Intervensi keperawatan :
Meminimalkan
ketidaknyamanan dan
nyeri.
Melakukan tindakan
distraksi dan
mengajarkan klien
melakukan teknik
relaksasi untuk
meminimalisir nyeri.
5. Kerusakan komunikasi
verbal yang
berhubungan dengan
pengobatan.
Intervensi keperawatan :
Mendukung citra diri
positif.
Meningkatkan
komunikasi efektif.
6. Risiko terhadap infeksi
yang behubungan
dengan penyakit.
Intervensi keperawatan :
Peningkatan
perawatan mulut.
Meminimalkan
ketidaknyamanan dan
nyeri.
Meningkatkan control
infeksi.
7. Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit.
Intervensi keperawatan :
Pendidikan kesehatan
dan pertimbangan
perawatan di rumah
tentang pentingnya
perawatan kebersihan
mulut, rongga mulut,
dan gigi.
Mengajarkan teknik
menggosok gigi yang
benar.
d. Implementasi.
Sasaran : sasaran utama
untuk pasien mencakup
perbaikan pada kondisi
membran mukosa oral.
e. Evaluasi.
Menunjukkan bukti
membran mukosa
secara utuh.
Mencapai dan
mempertahankan berat
badan yang diinginkan.
Mempunyai cirri diri
positif.
Mendapatkan tingkat
kenyamanan yang
dapat diterima.
Mengalami penurunan
rasa takut yang
berhubungan dengan
nyeri, isolasi dan
ketidakmampuan.
Bebas dari infeksi.
Mendapatkan informasi
tentang proses
penyakit dan program

Anda mungkin juga menyukai