Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS

Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman


Penerapan Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Pada Lembaga Pemasyarakatan

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sistem Penyelenggaraan


Makanan Institusi

Oleh:
KELOMPOK :

1. DINDA FITRIA HERLENA (201532141)


2. DIVA CYNTHIA P (201532299)
3. INDAH SEPTIA (201532187)
4. WIDYA MUSLIHA (201532241)
5. SISKA MEGAWATI (201532264)
6. NOVA ANDRIANI (201532245)

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Konsumen semakin
sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh.
Makanan dapat membuat orang menjadi sehat atau sakit. Makanan yang baik dan aman
membuat tubuh menjadi sehat, namun makanan yang sudah terkontaminasi dapat menyebabkan
penyakit. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah terjamin baik dari
segi kualitas dan kuantitasnya.
Dalam rangka peningkatan penyelenggaraan makanan di Lapas dan Rutan yang
memenuhi syarat higiene sanitasi, diperlukan perbaikan dan penyempurnaan pedoman yang ada
terkait dengan penyelenggaraan makanan di Lapas dan Rutan, sesuai dengan perkembangan
situasi dan kondisi terakhir.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penerapan prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman di Lembaga
Permasyarakatan kelas IIA Salemba?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip hygiene sanitasi makanan dan
minuman di Lembaga Permasyarakatan kelas IIA Salemba.

BAB II
ANALISIS
Lembaga Permasyarakatan Salemba termasuk Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-05.OT.01.01 tahun 2011, Lapas
Kelas IIA terdiri dari sub bagian tata usaha, seksi bimbingan narapidana atau anak didik dan
kegiatan kerja, seksi administrasi keamanan dan tata tertib, dan kesatuan pengamanan lapas.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah narapidana, tahanan, anak didik dan klien
pemasyarakatan.Narapidana adalah seorang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lapas. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di Rutan untuk kepentingan
penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan
Berdasarkan hasil survei diperoleh beberapa data terkait dengan Hygiene Sanitasi
Makanan dan Minuman sebagai berikut:
Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan
1. Pengamanan / Pemilihan Bahan Makanan
a. Pemilihan Bahan Makanan
Di Lapas Salemba tidak melakukan pemilihan bahan makanan sendiri, tetapi pihak lapas
sudah memberikan kepercayaan terkait pasokan bahan makanan kepada pemborong yang sudah
diberikan tanggung jawab dan dipercaya yang setiap hari bertugas untuk menyediakan bahan
makanan di Lapas. Upaya pemilihan bahan makanan di Lapas Salemba didasarkan atas sifat dan
karakteristik dari bahan makanan itu sendiri, antara lain bahan makanan mentah (segar) dan
bahan makanan tahan lama. Bahan makanan mentah (segar), misalnya sayur mayur, sedangkan
bahan makanan yang tahan lama misalnya beras.
Pengamanan bahan makanan merupakan upaya untuk mengamankan bahan makanan dari
supliyer sampai ke Lapas Salemba melalui proses pengangkutan bahan makanan. Pengangkutan
ini dilakukan dengan menggunakan becak yang biasanya dilakukan pada pukul 04.00 WIB setiap
hari. Dari hasil pengamatan, proses pengangkutan bahan makanan di Lapas Salemba masih
kurang baik karena selama perjalanan menuju lapas, bahan makanan tidak dipisahkan oleh suatu
sekat dan peletakannya tidak ditata dan terkadang ditumpuk sehingga memungkinkan terjadinya
kerusakan fisik pada bahan makanan. Jika bahan makanan tersebut sudah mengalami kerusakan
secara fisik maka mempermudah kemungkinkan terjadinya kontaminasi.

2. Upaya Pengumpulan Bahan Makanan


Pengumpulan bahan makanan di Lapas Salemba dibedakan menjadi dua, yaitu bahan
makanan basah dan kering. Untuk bahan makanan kering seperti beras, ikan asin, dan kelapa
disimpan di gudang penyimpanan bahan makanan. Kondisi gudang di Lapas Salemba kurang
baik, hal ini terlihat dari kondisi bangunan fisik gudang. Cat dari tembok gudang sudah mulai
mengelupas, luas ventilasi <10% luas lantai, pencahayaan kurang, masih nampak
kotor karena tidak dibersihkan secara berkala seperti halnya tempat pengolahan, tidak adanya
batas atau sekat khusus untuk membedakan bahan makanan seperti rempah-rempah. Rempah
rempah diletakkan begitu saja dalam kantong kresek. Akibat peletakan ini rempah - rempah
akan lebih mudah busuk dan mengalami kerusakan lainnya. Sedangkan untuk bahan makanan
basah tidak perlu disimpan, melainkan langsung diolah oleh petugas pengolah.
Dari hasil pengamatan di Lapas Salemba, upaya pengumpulan bahan makanan sudah
baik. Pengumpulan sudah dibedakan berdasarkan sifat dan karakteristiknya. Tetapi, untuk tempat
pengumpulan bahan makanannya kurang memadai, seperti wadah yang digunakan masih
terbuka, dapat dimungkinkan terjadinya kontaminasi vektor dan rodent.
3. Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan proses mengolah bahan makanan yang sudah
terpilih menjadi makanan jadi. Dalam proses pengolahan makanan terdiri dari beberapa kriteria
yaitu:
a. Persiapan tempat pengolahan
Dalam persiapan tempat pengolahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , yaitu :
a) Kebersihan tempat pengolahan
Sebelum dan sesudah proses memasak, tempat pengolahan (dapur) harus diperhatikan
kebersihannya. Dari hasil pengamatan, tempat pengolahan (dapur) di Lapas Salemba dibersihkan
secara periodik. Hal ini nampak pada kondisi tempat pengolahan makanan Lapas dalam kondisi
bersih baik sebelum maupun sesudah memasak.
b) Konstruksi bangunan tempat pengolahan
Dari hasil pengamatan, konstruksi bangunan tempat pengolahan di Lapas Salemba :
a. Dinding : terbuat dari tembok, tidak mudah roboh, dan tidak lembab.
b. Lantai : terbuat dari keramik, kedap air, dan mudah dibersihkan.
c. Pencahayaan : cukup terang, berasal dari lampu dan pencahayaan alami.
d. Ventilasi : luasnya lebih dari 10% luas lantai, cukup memadai.
e. Langit-langit : terbuka dan tidak berplafon.
f. Pintu : terbuat dari bahan yang kuat yakni kayu dan dapat dibuka serta ditutup
dengan baik.
g. Jendela : terbuat dari kayu, tetapi tidak dapat mencegah masuknya vektor dan rodent
karena terbuka.
h. Tidak tersedia cerobong asap.
c) Tersedianya fasilitas sanitasi
Di tempat pengolahan (dapur) Lapas Salemba telah tersedia fasilitas sanitasi yang cukup
memadai, meliputi :
1. Persediaan Air Bersih (PAB)
Sarana air bersih diperoleh dari sumur bor yang airnya ditampung di tandon yang terletak di
dekat masjid di antara sel-sel narapidana. Satu tahun yang lalu air ini telah bersertifikasi ISO,
tetapi saat ini sudah tidak lagi. Hal ini karena ISO memiliki batasan waktu yaitu selama 2 tahun.
Lapas Salemba memperoleh sertifikasi ISO pada tahun 2011 2013. Selain waktu, biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikasi ini cukup mahal sehingga Lapas Salemba tidak dapat
memperpanjang sertifikasi ISO.
2. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah tidak diolah terlebih dahulu, melainkan langung disalurkan ke selokan terbuka.
3. Pengolahan Sampah
Tidak terdapat pengolahan khusu untuk sampah, tetapi hanya disediakan tempat sampah di setiap
ruangan termasuk di dapur dan tempat cuci peralatan dan cuci bahan makanan. Tempat sampah
terbuka dan tidak permanen. Sampah dikumpulkan dan diangkut oleh petugas setiap24 jam.
4. Tempat cuci tangan, tempat cuci peralatan, dan tempat cuci bahan makanan.
Tempat ini tersedia di samping dapur, cukup bersih, dan mudah dijangkau. Tempat cuci tangan
tidak dilengkapi dengan sabun. Jadi dimungkinkan petugas pengolah makanan tidak mencuci
tangannya dengan sabun sebelum dan sesudah mengolah makanan.
d) Proses pengolahan bahan makanan
Proses pengolahan makanan dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali, yaitu pada pukul
05.00, 10.00 dan pada pukul 15.00. Pada pukul 05.00, bahan makanan segar langsung diolah
untuk sarapan. Sedangkan bahan makanan untuk makan siang dan makan malam, sudah dipotong
sekalian dan dimasukkan dalam sebuah wadah khusus yang tertutup. Pengolahan dilakukan oleh
petugas khusus yang terdiri dari Kepala Bagian Dapur dan warga binaan.
b. Penjamah makanan
Penjamah makanan berjumlah 6 -7 orang yang terdiri dari petugas khusus dan dibantu oleh
narapidana yang telah terpilih menjadi warga binaan dan diutamakan narapidana laki-laki, karena
jumlah narapidana laki-laki lebih banyak dibanding wanita, sehingga lebih dimaksimalkan
narapidana laki-laki. Selain itu, masa tahanan narapidana wanita lebih pendek dibanding laki-
laki.
Menurut Bapak Hendra S selaku Kasi Binatik dan Kegiatan Kerja untuk menjadi penjamah
makanan, diperlukan persyaratan khusus, yaitu :
1. Berkelakuan baik
2. Sudah memenuhi sepertiga masa pidana
3. Cakap
4. Layak, berdasarkan pemeriksaan kesehatan
Hal yang perlu diperhatikan dari penjamah makanan adalah Hygine dari penjamah makanan
itu sendiri. Hygine dari penjamah makanan di Lapas Salemba ini kurang baik karena masih
belum menggunakan celemek, penutup kepala, dan baju khusus memasak. Selain itu, mereka
juga merokok saat mengolah makanan.
c. Persiapan rancangan menu
Rancangan menu telah ditetapkan setiap 10 hari pergantian. Untuk menghindari kebosanan
karena menu makanan yang tetap dan tidak bervariasi. Penetapan menu makanan ini telah
didasarkan oleh aturan khusus, yaitu Pedoman Penyelenggaraan Makanan
di Lembaga Pemasyarakatan dan RumahTahanan Negara.
Menu dirancang menurut Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.Hh-01.Pk.07.02 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah
Tahanan Negara. Biaya makan per orang per hari sebesar Rp 8000,00.
d. Peralatan masak
Di Lapas Salemba peralatan masak sudah disimpan dengan baik di sebuah rak tertutup
dengan tertata rapi. Peletakan peralatan pun sesuai dengan jenisnya, sehingga mudah untuk
dicari. Sesudah digunakan, peralatan masak langsung dicuci oleh petugas pengolah makanan,
yang terdiri dari petugas khusus dan warga binaan.
Peralatan masak di Lapas Bondowoso terdiri dari 3 spatula yang terbuat dari stainless steel, 3
kompor gas, 1 wajan besar terbuat dari stainless steel, 5 panci besar untuk memasak beras dari
aluminium, sendok sayur, piring, gelas plastik, ember plastik.
4. Upaya Pengangkutan Makanan
Makanan yang sudah matang langsung ditempatkan di sebuah wadah khusus berupa
kotak makan yang terbuat dari plastik tanpa penutup. Setelah itu, makanan diangkut menuju ke
masing-masing sel menggunakan kereta dorong. Kereta tersebut terbuat dari bahan yang kuat,
bersih, tidak mudah berkarat, dan tertutup sehingga tidak terjadi kontaminasi pada makanan saat
proses pengangkutan.
Pengangkutan dilakukan oleh petugas pengolah dan warga binaan yang juga mengolah
makanan. upaya pengangkutan ini dilakukan usai bahan makanan selesai diolah menjadi
makanan yang masak dan siap disajikan. Dimana pengangkutan dilakukan sebanyak 3 kali dalam
sehari.
5. Upaya Penyimpanan Makanan
Makanan yang sudah masak tidak disimpan, melainkan langsung diletakkan di kotak
makan segi empat, kecuali nasi yang masih sisa disimpan di sebuah kotak khusus terbuat dari
aluminium. Nasi sisa sarapan dapat digunakan kembali untuk makan siang.
6. Upaya Penyajian Makanan
Penyajian makanan di Lapas Salemba dilakukan dengan menggunakan kotak makan yang
terbuat dari plastik, sehingga bisa dimungkinkan berbahaya apabila digunakan berulang-ulang.
Wadah tersebut juga hanya diganti apabila telah rusak dan tidak memiliki penutup. Wadah ini
memiliki sekat untuk memisahkan nasi, sayur, dan lauknya.
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey di Lapas Salemba dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. 7 Prinsip HSM
1) Upaya Pengamanan Bahan Makanan
2) Upaya Pengumpulan Bahan Makanan
3) Upaya Pengolahan Bahan Makanan
4) Upaya Pengangkutan Makanan
5) Upaya Penyimpanan Makanan
6) Upaya Penyajian Makanan
7) Upaya Pengemasan Makanan

2. Lapas Salemba telah menerapkan ketujuh prinsip Hygiene Sanitasi Makanan, tetapi masih
terdapat beberapa hal yang kurang sesuai dengan penerapan prinsip HSM. Hal ini terlihat
pada :
a. Upaya pengamanan bahan makanan yang masih kurang baik, yaitu melakukan pengangkutan
bahan makanan hanya dengan menggunakan becak terbuka, tanpa dipisahkan, dan ditumpuk
begitu saja. Selain itu bahan makanan seperti beras, ikan asin, dan kelapa disimpan di gudang
penyimpanan yang kondisi fisik bangunannya kurang baik, serta tidak adanya sekat dan tempat
khusus untuk rempah-rempah.
b. Upaya pengumpulan bahan makanan sudah baik, hanya saja tempat pengumpulan bahan
makanannya masih menggunakan wadah terbuka.
c. Upaya pengolahan bahan makanan di Lapas Salemba sudah dilakukan dengan baik mulai dari
kebersihan tempat, bangunan fisik, dan tersedianya fasilitas sanitasi. Namun untuk penjamah
makanan, Lapas Salemba masih kurang memperhatikan hygiene dari penjamah. Buktinya,
penjamah makanan belum menggunakan celemek, penutup kepala, atau baju khusus memasak,
bahkan merokok saat mengolah makanan.
d. Upaya pengangkutan makanan juga cukup baik.
e. Upaya penyimpanan makanan dilakukan dengan baik untuk nasi yang masih tersisa.
Sedangkan untuk makanan lain, langsung disajikan, tanpa disimpan terlebih dahulu.
f. Upaya penyajian makanan kurang baik, karena menggunakan wadah plastik tanpa tutup yang
diigunakan berulang-ulang. Sedangkan untuk upaya pengemasan, di Lapas Salemba tidak
menggunakan makanan yang perlu untuk dikemas, jadi tidak dilakukan prinsip yang ketujuh
ini.

4.2 Saran
Bagi petugas yang mengawasi dapur di Lapas Salemba, seharusnya lebih memperketat
hygiene dari penjamah makanan. Misalnya dengan mewajibkan penjamah untuk menggunakan
celemek, memakai penutup kepala, tidak merokok saat memasak, dan membiasakan diri mencuci
tangan sebelum serta sesudah memasak. Untuk tempat yang digunakan untuk menyajikan
makanan bagi para Napi dan tahanan, hendaknya menggunakan tempat yang tertutup dan tidak
diletakkan begitu saja di lantai guna mencegah kontaminasi makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Candra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran
Purnawijayanti, Hiasinta. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan
Makanan. Yogyakarta: Penerbit Konisius
Mukono, J.H. 2008. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University
Press.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Di Lembaga
Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara. [seril online]
[http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/pedoman-PMB-Lapas-2009.pdf ] (29
Oktober 2014).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia N0. 715/MENKES/SK/V/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga [seril
onlinehttp://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20715%20ttg
%20Persyaratan%20Hygiene%20Sanitasi%20Jasaboga.pdf] (29 Oktober 2014)
file.upi.edu/Direktori/.../JUR.../SUSIWI-28)._Kerusakan_Pangan.pdf
http://kmpvtb.wordpress.com/2011/08/14/mengenal-istilah-food-borne-disease/
Sumber: Mia (2007), Van de Venter (1999) dan drh. Hernita Rini Damayanti (2008)
(www.pdhi-online.org)
http://artikelkesehatanwanita.com/artikel-penyakit-akibat-makanan.html
https://www.academia.edu/5029255/BAB_4

Anda mungkin juga menyukai