Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Resusitasi hemostatik menjelaskan proses memulihkan dan


mempertahankan perfusi jaringan normal pada pasien yang datang dengan syok
hemoragik tidak terkontrol, dengan penekanan pada mekanisme pembekuan darah
yang efektif. Konsep ini menggabungkan unsur pertolongan pertama, operasi
trauma dan anestesi operasi, dan mencakup perawatan medis yang relevan dari
saat terjadi cedera sampai stabilitas hemodinamik tercapai.1
Perdarahan merupakan penyebab paling umum syok setelah cedera, dan
hampir semua pasien dengan beberapa luka-luka memiliki unsur hipovolemia.
Oleh karena itu, jika tanda-tanda syok hadir, pengobatan biasanya dilakukan
selayaknya pasien hipovolemik. Namun, pengobatan yang dilakukan, penting
untuk mengidentifikasi sejumlah kecil pasienmemiliki syok dengan penyebab
yang berbeda (misalnya, kondisi sekunder seperti tamponade jantung, ketegangan
pneumotoraks, cedera tulang belakang, atau cedera jantung tumpul, yang
mempersulit hipovolemik/syok hemoragik). Fokus utama dalam syok hemoragik
adalah untuk segera mengidentifikasi dan menghentikan perdarahan. Sumber
potensi kehilangan darah pada dada, perut, panggul, retroperitoneum, ekstremitas,
dan perdarahan eksternal harus dengan cepat dinilai dengan pemeriksaan fisik dan
studi ajuvan yang sesuai. x-ray Dada, x-ray panggul, penilaian perut dengan
focused assessment sonography in trauma (FAST) atau diagnostic peritoneal
lavage (DPL), dan kateterisasi kandung kemih semua mungkin diperlukan untuk
menentukan sumber kehilangan darah.2, 3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Resusitasi hemostatik merupakan proses pemulihan dan upaya


mempertahankan perfusi jaringan normal pada pasien syok hemoragik.
Sumberperdarahan, volumeyang diharapkandandurasiperdarahan merupakan hal -
hal yang harus diperhatikan dalam resusitasi hemostatik.1

Perdarahan merupakan penyebab syok paling umum pada trauma dan


hamper semua pasien-pasien dengan trauma multiple terjadi hipovolemia. Sebagai
tambahan, kebanyakan pasien dengan syok non hemoragik memberikan respon
yang singkat terhadap resusitasi cairan. Namun tidak lengkap (parsial). Oleh
karena itu bila terdapat tanda-tanda syok pad pasien trauma, maka penanganannya
dilakukan sebagaimana pasien hipovolemia. Namun demikian ketika penanganan
dilakukan, penting untuk diketahui bahwa ada sejumlah kecil pasien syok dengan
etiologi yang berbeda (contoh: kondisi-kondisi seperti temponade jantung, tension
pneumothoraks, cidera saraf tulang belakang, atau trauma tumpul jantung yang
memberikan penyulit pada syok hemoragik/hipovolemik).3

Perdarahan merupakan penyebab syok yang paling sering pada pasien


trauma. Respon pasien trauma terhadap kehilangan darah lebih kompleks karena
terjadi pergeseran cairan antara kompartemen-kompartemen cairan di dalam
tubuh, khususnya kompartemen ekstraseluler. Respon klasik terhadap kehilangan
darah harus dipertimbangkan terhadap adanya pergeseran cairan tersebut dalam
kaitannya dengan cidera jaringan lunak. Perubahan-perubahan akibat kondisi syok
berat dan berkepanjangan, hasil-hasil patofisiologis dari resusitasi dan reperfusi
jaringan harus juga dipertimbangkan.3

Definisi perdarahan adalah kehilangan volume darah sirkulasi secara


akut. Walaupun ada variasi, volume darah orang dewasa normal mendekati 7%
dari berat badan. Sebagai contoh, seorang laki-laki dengan berat badan 70 kg
memiliki volume darah sirkulasi lebih kurang 5 liter. Pada orang dewasa gemuk,
volume darah diperhitungkan berdasarkan berat badan ideal, karena perhitungan

2
yang didasarkan atas berat badan sebenarnya bisa menghasilkan estimasi volume
darah yang melampaui batas. Volume darah pada anak-anak dihitung antara 8-9%
dari berat badan (80-90 ml/kg).3

Patofosiologi syok hemoragik bermula dari trauma yang menyebabkan


kerusakan jaringan dan nyeri. Pembuluh darah dan parenkim mengalami
perdarahan dan penurunan cardiac output. Sehingga terjadi kompensasi sistemik
tubuh melalui peningkatan aliran simpatis, yaitu meningkatkan cardiac output dan
vasokontriksi jaringan. Jika perdarahan yang terjadi mengalahkan kompensasi
sistemik tubuh, maka terjadilah hipoperfusi jaringan dan syok.4

Secara tidak langsung hipoperfusi jaringan akibat dari vasokonstriksi


mengakibatkan metabolisme anaerob dan asidosis. Metabolisme anaerob
menghasilkan laktat dan asam yang dapat membuat kerusakan lebih lanjut baik
lokal dan sistemik. Karena terjadi sel iskemik, sehingga melepaskan mediator -
mediator inflamasi seperti interleukin(IL), tumor necrosis faktor(TNF). Mediator

3
inilah yang dapat menyebabkan penyakit sitemik. Kebanyakan iskemik sel terjadi
akibat trombosis, hal ini merupakan respon maladaptif untuk perdarahan.
Koagulopati menyebabkan peningkatan perdarahan dan iskemik jaringan,
sehingga terjadi kerusakan sel lebih lanjut yang dapat menyebabkan kematian.
Pemberian cairan selama perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
peningkatan perdarahan, berhubungan dengan fenomena ini jika volume cairan
meningkat akan meningkatkan juga kerja jantung (Cardiac output).4

Klasifikasi perdarahan menjadi empat kelas berdasarkan tanda-tanda


klinis, merupakan perangkat penting untuk memperkirakan persentase hilangnya
darah secara akut. Pengganti volume darah hendaknya didasarkan atas respon
pasien terhadap terapi awal dan bukan atas klasifikasi kehilangan darah. Sistem
klasifikasi ini bertujuan untuk menekan tanda-tanda klinis awal dan patofisiologi
kondisi syok.3

1. Perdarahan kelas I : Kehilangan volume darah hingga 15%


Gejala klinis dari kehilangan volume dengan perdarahan kelas I umumnya
tidak terlihat. Dalam situasi tanpa komplikasi dapat timbul Aokikardia yang
minimal. Tidak terjadi perubahan-perubahan dalam tekanan darah, tekanan
nadi, atau frekuensi pernapasan. Untuk pasien sehat tidak memerlukan
penggantian darah. Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi
mengembalikan volume darah dalam 24 jam. Namun, bila ada kehilangan
cairan karena sebab lainnya, kehilangan darah ini dapat menimbulkan gejala-
gejala klinis, dimana penggantian cairan primer yang hilang dapat
memperbaiki keadaan sirkulasi, dan biasanya tidak memerlukan transfuse
darah.
2. Perdarahan kelas II : Kehilangan volume darah 15%-30%
Pada pria dengan berat badan 70 kg, mengalami perdarahan kelas II berarti
kehilangan volume darah sekitar 750-1500 ml. Tanda-tanda klinis meliputi
takikardia (denyut jantung diatas 100 pada orang dewasa), takipnea, dan
tekanan nadi yang menurun. Penurunan ini berkaitan dengan meningkatnya
komponen diastolic akibat bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat

4
inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah
perifer. Tekanan sistolik hanya berubah minimal pada awal syok hemoragik,
karena itu sangat penting untuk lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi
daripada tekanan sistolik. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan
pada kehilangan darah sebanyak ini meliputi perubahan pada SSP yang tidak
begitu jelas seperti cemas, takut, rasa permusuhan. Walaupun terjadi
kehilangan darah yang nyata dan perubahan-perubahan kerdiovaskuler,
produksi utin hanya terpengaruh sedikit. Aliran urin biasanya 20-30 ml per
jam untuk orang dewasa. Pada beberapa pasien kadang-kadang memerlukan
transfuse darah, tetapi awalnya dapat distabilkan dengan larutan kristaloid.
3. Perdarahan kelas III : Kehilangan volume darah 30%-40%
Kehilangan darah pada kelas III (kira-kira 2000ml pada orang dewasa), sudah
cukup parah. Pasien-pasien hampir selalu memiliki tanda-tanda klasik perfusi
organ yang tidak adekuat yang meliputi takikardi dan takipnea yang nyata,
perubahan pada status mental dan penurunan tekanan sistolik. Pada pasien
tanpa komplikasi, jumlah kehilangan darah inilah yang mulai dapat
menyebabkan menurunnya tekanan sistolik. Pada tingkat kehilangan darah ini,
pasien hampir selalu memerlukan transfuse darah. Tetapi prioritas
penangannya adalah menghentikan perdarahan, bila perlu dengan pembedahan
dalam upaya untuk menekan kebutuhan transfusi. Keputusan untuk
memberikan transfusi darah didasarkan pada respon pasien terhadap resusitasi
cairan awal serta terpenuhinya perfusi dan oksigenasi end-oergan.
4. Perdarahan kelas IV : Kehilangan volume darah lebih dari 40%
Derajat kehilangan darah pada kelas IV adalah sangat berat (segera
mengancam jiwa pasien). Gejala-gejalanya meliputi takikardi yang jelas,
penurunan tekanan darah sistolik yang signifikan dan tekanan nadi yang
sangat kecil (atau tekanan diastolic yang tidak teraba). Produksi urin hampir
tidak ada dan kesadaran jelas menurun. Kulitnya dingin dan pucat. Pasien-
pasien seringkali memerlukan transfusi dan intervensi pembedahan segera.
Hal tersebut didasarkan atas respon pasien terhadap resusitasi cairan yang

5
diberikan. Kehilangan lebih dari 50% volume darah pasien, mengakibatkan
pasien tidak sadar, penurunan denyut nadi, dan tekanan darah. 3

Beberapa faktor dapat mempengaruhi respon hemodinamik klasikal


terhadap kehilangan volume darah sirkulasi akut. Faktor-faktor tersebut meliputi:

a) Umur pasien
b) Parahnya cidera, difokuskan pada tipe dan lokasi anatomi cedera
c) Rentang waktu antara cidera dan penangannya
d) Pemberian cairan pra-rumah sakit dan pemakaian PSAG
e) Penggunaan obat-obatan sebelumnya untuk kondisi-kondisi klinis

Tujuan dari resusitasi awal dilihat dari sumber perdarahan, jumlah darah
yang hilang,dan durasi perdarahan. Mengembalikan transport oksigen darah
normal merupakan tujuan utama dari resusitasi cairan sehingga menurunkan
resiko terjadinya iskemik jaringan. Terapi resusitasi diberikan untuk mensupport
koagulasi dan menurunkan kerja jantung untuk mempertahankan organ vital
lainnya. Terapi cairan yang diberikan tergantung dengan kondisi pasien, hal-hal
yang perlu diperhatikan diantaranya stabilisasi vital sign, hasil laboratorium dan
darah. Terapi cairan lebih lanjut harus diikuti dengan pemasangan monitor
termasuk penilain invasif dan non invasif, perfusi jaringan, analisa gas darah, dan
serum laktat. Resusitasi hemostatik yang biasa digunakan adalah mengkontrol
perdarahan dan mempertahankan keadaan hipotensi, berikut penjelasannya : 1,5

Mempercepat'pengendalian perdarahan' operasi


Konsep pengendalian perdarahan bertujuan menjaga pasien hidup cukup
lama untuk mencapai perawatan berikutnya. Untuk perdarahan aktif
difokuskan pada pengontrolan perdarahan. Contoh pada pasien yang menjalani
laparotomi eksplorasi, misalnya, akan memiliki eksposur perut lebar,
pengepakan, ligasi perdarahan pembuluh darah, dan eksisi cepat organ padat
yang rusak. Penutupan definitif dilakukan dengan penutupan sementara
dengan drape steril. Setelah hemostasis tercapai, pasien dipindahkan ke unit
perawatan intensif untuk menyelesaikan resusitasi. Pengendalian kerusakan

6
dimaksudkan untuk meminimalkan lama operasi, meminimalkan pemberian
cairan yang sedang berlangsung, dan menjaga pasien dalam kondisi
normothermia, sehingga mengurangi resiko pembedahan selanjutnya dan
mengurangi resiko terjadinya inflamasi yang akan timbul dari rekonstruksi
jaringan lunak. atau prosedur yang kurang penting lainnya.Konsep
pengendalian perdarahan ini sangat sering dilakukan oleh para dokter.6
Hipotensiyang disengaja
Selamaperdarahanaktif, setiappemberian cairanyangmeningkatkan
tekananarterijuga akan meningkatkankehilangan darah. Pemberian
cairanmenyebabkan peningkatanaliran balik venake jantung, sehingga
meningkatkanketegangan dinding miokard danmeningkatkancurah jantung.
Peningkatancurah jantungmengurangirefleksvasokonstriksisyok hemoragik,
yang memungkinkan peningkatanaliran darahke tempatvaskularcedera.
Peningkatantekananjugaakanmerusakdanmembersihkangumpalanekstraluminal
yang awalnyamembatasiperdarahan. Cairan
asanguineousdigunakanuntukresusitasiakanmenurunkankekentalan
darahdanakanmencairkan konsentrasifaktorpembekuan, sel-seldarah merah,
dan trombositdi lokasiperdarahan. Hasildari beberapapercobaanresusitasiyang
telah dilakukan, menunjukkan bahwakehilangan
darahberkurangselamahipotensi. Kelangsungan
hidupditingkatkandenganresusitasistrategiyang membatasijumlah cairanyang
diberikanataudititrasiuntuklebih rendahdari tekananarteri rata-ratanormal. Ada
percobaan yang menunjukkan dengan meningkatkan tensi ke tensi normal pada
perdarahan aktif, cenderung meningkatkan resiko kematian. Tetapi
mempertahankan tensi pada kondisi hipontesi ini juga memiliki berbagai risiko
misalnya orang-orangdengan penyakitkardiovaskular, geriatri, dan perdarahan
pada trauma otak.7
Resusitasi cairan dan menghindari terjadinya hipotensi merupakan
prinsip terpenting pada penanganan awal pasien akibat trauma tumpul,
terutama mereka dengan cedera kepala. Pada cedera tembus dengan
perdarahan, penundaan resusitasi cairan yang agresif hingga perdarahan benar-

7
benar terkontrol dapat mencegah terjadinya perdarahan tambahan. Walaupun
komplikasi-komplikasi yang berkaitan dengan trauma resusitasi tidak disukai,
adanya perdarahan berat sampai eks-sanguinai lebih tidak disukai lagi. Kehati-
hatian dan penanganan seimbang dengan reevaluasi yang berulang kali sangat
dibutuhkan. Keseimbangan tercapainya perfusi organ dengan resiko perdarahan
ulang pada kondisi tekanan darah yang sedikit rendah (dibawah normal)
memiliki beberapa istilah yaitu resusitasi terkontrol, resusitasi seimbang,
resusitasi hipotensif dan hipotensif permisif.3
Tujuan utamanya adalah kembalinya keseimbangan, bukan hipotensinya.
Strategi resusitasi seperti itu adalah cara, bukan pengganti tindakan bedah pada
control perdarahan.3

Dukungankoagulasi

Tujuan utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapaistas


angkut oksigen di dalam volume intravaskuler. Resusitasi volume cairan tubuh
dapat dicapai dengan pemberian cairan kristaloid dengan manfaat tambahan
volume cairan interstitial dan intraseluler yang terkoreksi. Pemberian darah
sesuai crossmatch adalah lebih baik. Tetapi proses crossmatching secara
lengkap pada umumnya memerlukan waktu sekitar satu jam.3

Terapitransfusiseringharusdimulai sebelumgambaran yang


jelasdaricederapasiendanfisiologitersedia. Dimulaidengan kontroldari
setiapperdarahaneksternalyang signifikan. Penekanan langsungpada luka,
pemerbanan, penggunaan tourniquetbila diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. 1,2,8,9
Trauma berat dengan perdarahan massif akan meningkatkan penggunaan
faktor-faktor pembekuan darah dan menimbulkan koagulopati. Transfusi
massif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
bersamaan dengan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade (akibat
hipotermia) akan menyebabkan timbulnya koagulopati pada pasien-pasien
trauma. Waktu protrombin, partial thromboplastine time, dan jumlah trombosit

8
adalah pemeriksaan dasar yang berharga untuk diketahui/diperoleh pada jam
pertama trauma, terutama bila pasien punya riwayat kelainan pembekuan
darah, menggunakan obat-obatan yang mengganggu koagulasi (warfirin,
aspirin atau NSAID) atau terdapat riwayat perdarahan yang tidak dapat diatasi.
Transfusi trombosit, cryopresipitate, dan plasma beku hendaknya didasarkan
atas parameter-parameter pembekuan tersebut di atas, termasuk jumlah
fibrinogen. Penggunaan rutin produk-produk tersebut pada umumnya tidak
dianjurkan kecuali bila pasien diketahui mempunyai kelainan koagulasi atau
pernah diberikan antikoagulan untuk penanganan suatu masalah medis yang
spesifik.3
Pemberian agenanti fibrinolytik sangat dibutuhkan, seperti asam
traneksamat dapat diberikan jika berpotensiperdarahan masif.
Uncrossmatchedsel darah merahjenis-Omemiliki catatankeamanan yang sangat
baikdanmerupakan produkresusitasipilihanpada pasiensyok hemoragik berat.
RasiooptimalplasmaunitRBCmasih kontroversial. Seluruhdarah segar,
cairanresusitasiyang ideal, memiliki rasio1:1. Cairansalinenormalmempunyai
rasio 1:1, pemberian carian menjadi titikawal resusitasiketikatingkat
keparahanperdarahan meningkat tanpa harus menunggu nilai laboratoriumyang
tersedia. Untuk pasien dengan perdarahan aktif dapat dilakukan
pengujiankoagulasi. Beberapa
penelitiantentangpenggunaanpengujianviskoelastikseluruhdarahuntuk
memanduresusitasiyangsedang berlangsung.Tes
viskoelastikjugadapatmenilaibeberapa aspekdarifungsi trombosit, kadar
fibrinogen, danfibrinolisis. Pengujianviskoelastikjuga dapat digunakanuntuk
memandufaktor berbasisresusitasi.
Dukunganawalkoagulasimeliputiadministrasisenyawaanti fibrinolytic,
biasanyaasam traneksamatuntukmenjaga stabilitasbekuanselama resusitasi.
Asam traneksamat sudah terbukti dapat meningkatkan kelangsungan
hidupyang signifikan pada terapi resusitasi syok perdarahan yang mungkin
mempunyai efek lain selain anti fibrinolitik.2,8,9

9
Memulihkanperfusi jaringan
Salah satu komponen dari praktek resusitasi modern yang telah terbukti
menguntungkan, dan termasuk dalam algoritma militer dan sipil adalah
administrasi awal dan agresif agen anestesi untuk mengurangi aliran simpatis
dan vasodilatasi pembuluh darah. Di mana anestesi tidak memiliki efek
samping. Sayangnya, obat-obatan yang mengurangi kesadaran atau nyeri juga
akan mengurangi aliran simpatik, dan cardiac output. Banyak anaesthetics
umum seperti propofol, midazolam, gas volatile adalah vasodilator langsung
dan inotropik negatif. Tetapi relatif sangat aman pada pasien dengan kondisi
darah normal. Pemberian ketamin, opioid, etomidate dapat menyebabkan
hipotensi mendadak dan bahkan henti jantung bila diberikan pada pasien
dalam syok hemoragik. Konsekuensi hipotensi baik vasodilatasi langsung dan
tidak langsung dalam pengurangan pelepasan katekolamin lebih diperburuk
lagi dengan intubasi dan institusi ventilasi tekanan positif. Belum ada studi
terkontrol yang menilai kedalaman anestesi dengan aktivitas otak selama
perdarahan berat. Tetapi banyak pasien syok hemoragik di ruang operasi yang
telah menerima dosis kecil dari amnestik (misalnya skopolamin), agen
neuromuscular blocking, dan tidak ada analgesik atau obat penenang lainnya.
Dengan infus intra vena cepat, dan obat-obatan onset cepat, ahli anestesi
memiliki kemampuan untuk melakukan titrasi misalnya, dengan pemberian
bolus kecil cairan (200 ml) dengan dosis kecil fentanil (50-100 mg). Hal ini
akan meningkatkan perfusi jaringan, pengurangan pelepasan senyawa
fibrinolitik dan inflamasi, tanpa dengan meningkatkan laju perdarahan. Untuk
saat ini bagaimanapun, tidak ada studi klinis yang telah mengevaluasi
penggunaan awal anestesi yang mendalam pada pasien trauma.10,11

10
BAB III

KESIMPULAN

Resusitasiideal untukpasientraumapendarahan aktif telah


berkembangpesatdalam dekade terakhir, danakanterus berubahdalamtahun-tahun
mendatang. Terapi cairan, transfusidarah, mediasiinflamasi,
danmanajemenanestesipenting dilakukan dalam kasus perdarahan aktif.

Syok adalah ketidaknormalan system sirkulasi yang mengakibatkan perfusi


organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Penanganan syok yang
didasarkan pada prinsip-prinsip dasar fisiologi biasanya berhasil.

Prinsip dasar penanganan syok adalah menghentikan perdarahan dan


mengganti volume darah yang hilang.

Penanganan syok hemoragik meliputi resusitasi cairan dengan kristaloid dan


darah. Multak dilakukan identifikasi dini dan control terhadap sumber perdarahan.

Pengelompokkan kelas/ tingkat perdarahan berguna sebagai panduan awal


resusitasi yang tepat. Monitoring secara cermat terhadap respon fisiologik dan
kemampuan untuk mengontrol perdarahan akan menentukan upaya0upaya
resusitasi selanjutnya.

11
12

Anda mungkin juga menyukai