Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KULIT YANG MENULAR (HERPES SIMPLEX)

Oleh :
Kelompok 6/ B-13
Rendy Hidarta Pratama 131011190
Sri Herlin Ernawati 131011195
Theresia Stephania I.B 131011198
Muhammad Hartono 131011200
Pria Santoso 131011201
Muhammad Junaid 131011202

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2011
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan kulit yang menular (herpes simplex).
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini guna memenuhi salah satu penilaian
tugas Ilmu Keperawatan Sistem Integumen Semester 3 Tahun 2011.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kerja keras berbagai pihak yang dengan
tulus dan ikhlas membantu penulis sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ni Ketut Alit Armini, S.Kp. selaku PJMA Ilmu Keperawatan Sistem Integumen
2. Joni Haryanto, S.Kp., M.Kes. selaku fasilitator dalam penyusunan makalah ini.
3. Anggota keluarga penulis yang telah memberikan fasilitas yang diperlukan penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
4. Teman-teman penulis yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
5. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha untuk menyelesaikan
dengan sebaik-baiknya berdasar kemampuan yang ada pada penulis. Akan tetapi,
pengetahuan penulis masih kurang dan terbatas, maka makalah ini tidak luput dari
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pihak pembaca
pada umumnya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, . September 2011

Penulis

ii
3

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................i2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................i3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Definisi Herpes Simplex...............................................................................................4
2.2 Penyebab dan Epidemiologi.........................................................................................5
2.3 Patogenesis....................................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................12
2.6 Komplikasi..................................................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................................14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................16
3.1 Pengkajian...................................................................................................................16
3.2 WOC Herpes Simpleks...............................................................................................17
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................................18
3.4 Intervensi Keperawatan..............................................................................................18
BAB 4 PENUTUP................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................20
4.2 Saran...........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini penyakit herpes simplex terutama herpes genital menjadi salah satu
penyakit menular seksual dan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien
beserta pasangannya. Kebanyakan individu mengalami gangguan psikologis dan
psikososial sebagai akibat dari nyeri yang timbul, gejala lain yang menyertai ketika terjadi
infeksi aktif, kekambuhan yang tinggi, dan komplikasinya seperti meningitis aseptic serta
transmisi neonatus menyebabkan penyakit ini mendapat perhatian yang besar dari
penderita dan petugas kesehatan.( http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex ).
Berdasarkan medical record RSCM FKUI, di Indonesia insiden herpes genitalis
berkisar 3 - 4% dari seluruh penyakit hubungan seksual. Penderita herpes genitalis
kebanyakan adalah kalangan orang dewasa muda berusia 20 30 tahun dan penularannya
melalui kontak seksual. Penyakit tersebut disebabkan oleh HSV-1 (sekitar 16,1%) akibat
hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui tangan. Risiko tinggi
penularan HSV ini terutama terjadi pada wanita hamil dengan infeksi primer, yaitu ibu
yang belum memiliki antibodi terhadap HSV namun pasangannya seropositif; atau
dilakukannya prosedur invasif saat intrapartum (saat proses kelahiran) terhadap bayi dari
ibu dengan riwayat herpes genitalis atau seropositif HSV. Penularan pada bayi sebagian
besar (90%) terjadi saat proses kelahiran, 5% pada janin melalui plasenta atau langsung
mengenai fetus (janin). Selebihnya, 5%, infeksi HSV diperoleh sehabis masa persalinan.
Kontak lama dengan cairan terinfeksi dapat meningkatkan risiko bayi tertular. Maka, pada
wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer, dalam enam minggu terakhir masa
kehamilannya dianjurkan untuk menjalani bedah caesar sebelum atau dalam empat jam
sesudah pecah ketuban ( http://www.ihmf.org/82aoki ).
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini
sebagian karena banyak orang dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat
menularkannya. Orang yang tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui
mereka dapat menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang
terbuka. Angka penularan HSV dapat dikurangi dengan penggunaan kondom. Namun

1
2

kondom tidak dapat mencegah semua penularan. Infeksi HSV dapat menulari dan ditulari
dari daerah kelamin yang agak luas, lebih luas daripada yang ditutup oleh celana dalam
dan juga di daerah mulut. Disamping itu penularan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem
kekebalan tubuh seseorang.
Oleh karena penyakit herpes genital tidak dapat disembuhkan serta bersifat
kambuh-kambuhan, maka terapi sekarang difokuskan untuk meringankan gejala yang
timbul, menjarangkan kekambuhan, serta menekan angka penularan sehingga diharapkan
kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud herpes simplek genetalia ?


2. Bagaimana penyebab dan epidemiologi herpes simplek genetalia ?
3. Bagaimana patogenesis herpes simplek genetalia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis herpes simplek genetalia ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang herpes simplek genetalia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan herpes simplek genetalia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes simplek genetalia ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian herpes simplek genetalia .


2. Menjelaskan penyebab dan epidemiologi herpes simplek genetalia
3. Menjelaskan patogenesis herpes simplek genetalia
4. Menjelaskan manifestasi klinis herpes simplek genetalia
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang herpes simplek genetalia
6. Menjelaskan penatalaksanaan herpes simplek genetalia
7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes simplek genetalia.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis
Mendapatkan informasi tentang herpes simplek genetalia.
2. Manfaat Praktis
Sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes
3

simplek genetalia
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Simplex

Herpes adalah infeksi virus pada kulit yang paling umum. Kondisi yang muncul
karena infeksi ini sangat bervariasi meliputi infeksi tanpa gejala, pilek dan herpes pada
genital.
Herpes genetalia merupakan infeksi akut pada genetalia dengan gambaran khas berupa
vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren.
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada lesi kulit atau
mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika terjadi penghambatan
pada virus, maka akan terjadi reepitelisasi pada lesi ( Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto ).
Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan mengenai organ-
organ seks tubuh seperti vagina dan daerah sekitamya (bokong, anal dan paha) atau melalui
aktivitas seksual oral (organ oral seks). Tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau
melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang.
Infeksi ini dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta
daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel
berkelompok di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah
satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada
penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.

Gambar 2.1 Contoh lokasi

3
5

herpes simplek

2.2 Penyebab dan Epidemiologi

1. Penyebab : Herpes Simpleks Virus merupakan penyebab terjadinya infeksi herpes simpleks.
Sedangkan herpes simplex genetalia umumnya disebabkan oleh herpes simplek virus
tipe 2 ( herpes virus hominis tipe 2 ), sebagain kecil dapat pula oleh tipe 1.
2. Umur : dewasa muda / masa seksual aktif.
3. Jenis kelamin : insiden yang sama pada pria dan wanita.
4. Ras : kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
5. Risiko mendapatkan infeksi genetalia adalah keaktifan seksual yang bertambah, umur
muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks, bertambahnya jumlah
pasangan seksual, status imun penderita.
6. Faktor pencetus : menstruasi, koitus, gangguan pencernaan, stress emosi, kecapaian,
dan obat obatan
7. Klasifikasi :
Herpes simpleks dibagi dalam 2 serogroup, yaitu:
Herpes Simpleks tipe 1 ( HSV-1)

HSV-1 menyebabkan infeksi oral, ocular dan wajah.


Herpes Simpleks tipe 2 ( HSV-2)

HSV-2 atau disebut dengan herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual
dan menyebabkan vagina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul
iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit
(jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang.
HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4 - 6 hari. Tetapi,
bagaimanapun kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dibagian tubuh
manapun
6

Gambar 2.2 Virus herpes simplex

2.3 Patogenesis

Infeksi herpes simpleks mengikuti pola yang biasa pada family virus herpes yaitu:
a. Infeksi primer
Hampir semua orang yang terinfeksi tidak mengetahui episode pertama dari infeksi
herpes simpleks. Pada gejala individu, infeksi primer adalah tahap di mana mungkin
rasa nyeri muncul dan gejala memanjang pada tahap ssesudah itu. Infeksi primer
mungkin berlangsung selama beberapa hari.
b. Masa laten (inkubasi)
Virus yang awalnya menginfeksi sel epitel membran mukosa dan kulit akan
menyerang sel saraf sensori selama masa laten. Pada masa ini virus tidak melakukan
replikasi tetapi hidup. Pada keadaan ini adanya stressor emosi atau fisiologik dapat
menyebabkan virus aktif kembali.
c. Infeksi sekunder (reaktivasi)
Virus melakukan replikasi pada reaktivasi dari infeksi baik dengan menunjukan
gejala atau tanpa gejala. Pada kasus lain dapat terjadi penyebaran virus pada orang
lain. Umumnya reinfeksi simtomatik tidak terlalu parah dan dalam waktu yang lebih
singkat dari infeksi primer. Gejala yang muncul kembali dari infeksi mempunyai
periode prodromal dan dapat diketahui dengan adanya sensasi gatal, panas,atau
kesemutan.
Infeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan
terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. HSV
menjadi inaktif, melekat pada sel epitel masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi menghasilkan banyak vinon
sehingga sel-selnya akan mati. Virus juga memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi
7

saluran genital. Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia sensorik.
Infeksi oleh virus herpes 1 atau 2 akafi menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada
permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan
seluler akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Pada
hewan coba tikus, antibodi spesifik akan muncul dalam serum setelah 3 hari, sel T sitotoksik
setelah 4 hari dan imunitas seluler fungsional setelah 5 hari.
Sifat virus berbeda dari bakteri, di mana bakten bersifat independent, dapat
bereproduksi sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi. Virus
masuk ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga pada sel
manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan melepas virus baru sebelum
mati. Sel yang mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada jaringan yang ditandai atau
dimulai dengan munculnya gambaran vesikula.
Virus herpes dapat juga menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat virus baru
lagi untuk kemudian virus tersebut akan bersembunyi di dalam sel. Bersifat hanya menunggu.
Virus yang tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut sebagai neuron. Dan masa menunggu
tersebut kita sebut sebagai masa laten. Virus laten dapat menunggu dalam neuron dalam
beberapa hari, bulan atau tahun.
Pada suatu waktu virus aktif kembali dan menyebabkan sel tersebut menghasilkan
virus baru sehingga mfeksinya menjadi aktif. Kadang-kadang infeksi yang aktif tersebut
tidak menimbulkan gejala atau asimtomatis. Tetapi dapat menularkan ke orang lain. Jadi
seseorang yang tanpa gejala, dapat juga menularkan ke orang lain.
Infeksi aktif ini akan dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase penyembuhan dari
sakitnya. Di antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat timbul masa laten. Pada masa
laten selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi menyebabkan terjadinya sakit. Dan
keadaan ini disebut sebagai rekurensi.
Bersamaan dengan infeksi awal, virus herpes simpleks ini akan menuju saraf sensorik
perifer masuk ke ganglion sensorik atau otonom pada masa laten. Kekambuhan yang rerjadi
biasanya berhubungan dengan adanya reaktivasi strain virus awal dari ganglion yang
terinfeksi secara laten. Mekanisme atau pun faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya
peningkatan frekuensi reaktivasi belum diketahui dengan pasti.
Diduga faktor yang meningkatkan frekuensi reaktivasi adalah faktor dari virus itu
sendiri juga dari hospes, di mana pada penderita yang mempunyai imunitas yang rendah akan
mengalami reaktivasi yang lebih sering dengan kondisi yang parah.
Tidak terdapat imunitas alami terhadap virus herpes simpleks yang menginfeksi untuk
8

pertama kalinya. Jadi tidak ada antibodi di dalam sirkulasi yang melawan virus tersebut. Atau
tidak ada imunitas seluler yang melawan herpes (sebagaimana ditunjukkan oleh
pembentukan limfosit) terhadap antigen virus herpes.
Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks dapat
menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama daripada infeksi herpes rekurens.
Keadaan ini memburuk secara klinis danNiibedakan dengan cara, menghitungjumlah din
melihat karakteristik dari imunitas seluler. Ketika imunitas tubuh seseorang dirangsang maka
gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan muncul sehingga fungsi antibodi
menjadi kurang berarti.
Kekambuhan yang sering terjadi pada penderita dengan infeksi herpes simpleks, akan
menyebabkan terjadinya peningkatan imunitas seluler pada kebanyakan penderita.
Sel-sel T yang sebelumnya menginfeksi seseorang secara in vitro akan membentuk bias atau
sel darah baru setelah terpapar dengan antigen Herpes. Selama 12 minggu akan terjadi
peningkatan pembentukan sel-sel darah yang jumlahnya sama dengan antigen herpes.
Secara in vivo hal ini dapat atau tidak dapat mencegah munculnya imunitas seluler tetapi dapat
juga dipakai dalam membatasi daerah yang terinfeksi virus Herpes, dengan masa
penyembuhan kurang dari 2 minggu.
Seperti infeksi virus yang lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan terbentuk
antibodi IgG, IgM dan IgA. Titer antibodi IgG dan IgM akan menurun lebih cepat setelah
infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinitif, yang menunjukkan bahwa imunitas
humoral protektif yang muncul adalah akibat dari rangsangan oleh virus hidup atau oleh
vaksinasi. Keberadaan antibodi terhadap virus herpes simpleks 1 merupakan peningkatan
perlindungan paling tinggi melawan infeksi yang disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau
sebaliknya, atau disebabkan oleh reaktivasi silang.
Faktor status imunologi seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan dengan
efek dari faktor imunologi penyakit ini.4 Kekambuhan dibedakan dari infeksi primer dalam hal,
ukuran vesikelnya yang kecil dan dalam kelompok yang tersendiri juga tidak disertai gejala
konstitusional. Adanya keluhan gatal dan panas terjadi pada 1 sampai 2 jam. Secara normal akan
terjadi penyembuhan dalam 710 hari. Tanpa meninggalkan sikatriks, muncul juga gambaran
lesi yang kecil-kecil yang sama dengan lesi pada labia, vagina atau serviks yang dapat
menyebabkan terjadinya nyeri yang hebat.
9

2.4 Manifestasi Klinis

Derajat keparahan penyakit dapat dilihat dari gambaran klinis dan frekuensi serta seringnya
kekambuhan dari herpes genitalis ini juga dipengaruhi oleh faktor hospes dan virus, seperti tipe
virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang ikut mempengaruhi derajat keparahan
penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau latar belakang genetik.
Masa inkubasi dari herpes simpleks ini umumnya berkisar antara 37 hari tetapi dapat
lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi bisa juga asimtomatis, terutama bila
lesi pertama herpes genitalis, ditemukan di daerah serviks.
Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode yang pertama
dengan episode kekambuhan herpes genitalis. Pada episode pertama herpes genitalis,
sering bersama-sama dengan gejala sistemik disertai gejala pada genital maupun
ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul seperti nyeri, sakit tenggorokan, panas, pusing, gatal,
kesemutan, limfadenopati, malaise dan myalgia dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan
70% pada wanita dengan HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya
pada hari ke-34 setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal,
disuria dan adenopati inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga
pasien laki-laki dengan infeksi HSV2.
Pada keadaan imunokompeten, bila seseorang terinfeksi virus herpes simpleks maka
manifestasinya sebagai berikut : dapat berupa episode pertama infeksi primer, episode
nonprimer, lesi rekuren, lesi asimtomatis atau terjadi infeksi yang tidak khas atau atipik.
1. Episode Primer Pertama Infeksi Herpes Simpleks Genitalis
Infeksi primer adalah infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak
dalam 2-1 hari setelah inokulasi.
a. Sering kali disertai gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan mialgia.
b. Sifat lesi dan pelepasan virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak tempat di
genital atau luar genital.
c. Gejala klinis berupa nyeri dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama
sakit dan men- capai puncaknya antara 7-11 hari sakit.
d. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di mana lesi di genital berupa papula,
berkembang menjadi vesikel berdingding tipis di atas dasar eritematosa sebelum pecah
menjadi ulkus. Ulkus basah akan menjadi krusta basah yang mengering. Reepitelisasi kulit
yang terkena terjadi di bawah krusta kering yang akhirnya lepas.
10

Pada masa laten dan masa infeksi aktif, adanya infeksi ini dapat dengan mudah
dipahami dengan melihat gambaran lesi yang muncul pada genital dan disebut sebagai
infeksi primer.

Gambar 2.3 Herpes simpleks genetalis, tampak vesikula bergerombol di atas kulit
yang eritematus.

Gambar 2.4 Herpes simpleks genetalis, tampak erosi multipel akibat vesikula yang sudah
pecah dan di beberapa tempat masih terdapat vesikula.

2. Episode nonprimer pertama infeksi herpes simpleks genitalis


Individu yang pernah terpapar dengan HSV1 dan 2 sebelumnya telah mempunyai
seropositif pada saat episode pertama yang disebut nonprimer. Episode ini menyerupai
masa rekurensi yaitu lebih ringan dan infeksi primer dengan masa tunas yang lebih panjang.
Sebagian besar orang, pada pemeriksaan serologisnya telah mendapat infeksi HSV1 jarang
didapatkan pada seorang yang pernah terinfeksi HSV2 sebelumnya.
11

Pada episode pertama nonprimer infeksi sudah berlangsung lama, tetapi belum
menimbulkan gejala klinis dan tubuh sudah membentuk zat anti sehingga gejala yang
muncul lebih ringan.

3. Herpes genitalis rekurens


a. Lebih bersifat ringan dan bersifat lokal.
b. Sebagian besar infeksi dengan HSV2 ini akan terjadi kekambuhan
Yaitu infeksi utama bersifat subklinis atau asimtomatis.Dikatakan bahwa kekambuhan
pada HSV2 terjadi 6 kali lebih sering daripada HSV1. Sebagian besar pasien yang
mempunyai seropositif untuk HSV2 tidak dapat dikenali adanya infeksi pada HSV. Dua
puluh persen pasien sering kambuh dan 60% dari lesi klinisnya mempunyai kultur positif
untuk HSV2.
Pria lebih sering mengalami kekambuhan. Kekambuhan pada pria rata-rata 5 kali per
tahun sedangkan pada wanita rata-rata 4 kali per tahun. Secara keseluruhan 60% pasien
dengan HSV akan mengalami rekurensi klinis dalam tahun pertama.
Kekambuhan akan terjadi bila ada faktor pencetus yang akan menyebabkan reaktivasi
virus dalam ganglion sehingga virus turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit
yang dipersyarafinya. Untuk kemudian bereplikasi dan multiplikasi dan menimbulkan lesi
2. Virus akan terus-menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktoij pencetus
menyebabkan kelemahan pada daerar tersebut dan lesi menjadi rekurens. Faktor pencetus
kekambuhan:
1) Adanya trauma minor,
2) Infeksi lain termasuk panas yang bersifat ringan atau pasien tidak mengeluh panas,
3) Infeksi saluran nafas atas,
4) Radiasi ultraviolet,
5) Neuralgia trigeminal,
6) Juga pada kasus setelah operasi intrakranial karena penyakit ini, operasi gigi,
atau oleh tindakan dermabrasi.
7) Bahkan kadang-kadang seorang wanita mendapat kekambuhan dari keadaan
ini saat dirinya menstruasi.
Pada anak-anak biasanya mempunyai gambaran vesikel yang lebih besar walau
angka kejadian munculnya jarang. Rekurensi lebih sering terjadi pada bagian tubuh yang
sama. Meskipun vesikel biasanya berbentuk tidak teratur dalam satu garis atau satu
distribusi saraf.
12

Pada keadaan laten, bila ada faktor pencetus maka akan terjadi replikasi virus
sehingga terjadi lesi rekurens. Pada saat itu di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga gejalanya lebih ringan daripada saat infeksi primer.
c. Gejala Klinis:
1) Nyeri
2) Iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dari masa
sakitnya
3) Pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat nonf luktuasi
serta nyeri pada perabaan.
d. Gambaran klinis infeksi herpes genitalis yang rekuren sebagai berikut.
1) Vesikel kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit yang
normal atau daerah kemerahan, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh
dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10 hari, lesi yang matang
terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang eritematosa
dengan dasar edema. Gerombolan vesikel dan erosi ini biasanya tampak pada vagina,
rektum atau penis dan dapat muncul vesikel baru lagi pada hari ke-7-14. Lesi bisa
bilateral dan sering meluas. Gejala sistemik yang muncul berupa panas dan flu
tetapi sering pada wanita gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada vagina dan
nyeri saat kencing.
2) Adanya krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya
superinfeksi dengan bakteri
3) Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan.
4) Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan infeksi HIV dan
berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis.

4. Herpes genitalis atipikal


Atipikal adalah istilah yang menggambarkan manifestasi herpes simpleks genitalis yang
tidak khas atau atipikal. Tidak berupa vesikel sering berupa fisura, furunkel, ekskoriasi dan
eritema vulva nonspesifik disertai rasa nyeri dan gatal pada wanita sedangkan pada pria berupa
fisura linier pada preputium dan bercak merah pada glans penis.

5. Reaktivasi subklinis atau herpes simpleks genitalis asimtomatis


Episode transmisi seksual dan vertikal terjadi pada fase ini. Reaktivasi HSV
subklinis paling tinggi terjadi dalam 6 bulan setelah terinfeksi. Di mana jika seseorang yang
13

telah menderita herpes genitalis selama bertahun-tahun akan melepaskan virus secara subklinis
separuhnya dibandingkan wanita yang menderita kurang dari 2 tahun.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Pemeriksaan Kulit


1. Lokalisasi : pada wanita biasanya pada labia mayora, labia minora, klitoris dan
introitus vagina. Pada pria vesikel biasanya terdapat pada prepusium, glans penis
dan korpus penis.
2. Efloresensi : vesikel berkelompok diatas daerah eritematosa pada alat kelamin.
Vesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus ulkus kecil, dangkal dan jika sembuh
tidak menimbulkan jaringan parut

2.5.2 Diagnosis Klinis


Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital baik infeksi
atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran
sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri. Hal ini harus dibedakan dengan ulkus
yang disebabkan oleh Treponema pallidun. Walaupun dapat terjadi koinfeksi antara keduanya.

2.5.3 Diagnosis Laboratorium


1. Isolasi virus.
2. Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction (PCR).
3. Pemeriksaan serologi
a. Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay (EIA).
b. Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan sesudah 1
episode memiliki keterbatasan. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi.
4. Pemeriksaan histopatologi
Didapatkan gambaran yaitu Vesikel vesikel pada lapisan stratum spinosum berisi
cairan yang mengandung sel sel epitel akntolitik, leukosit, sel raksasa dan fibrin. Vesikel
mukosa berbeda dengan vesikel kulit yaitu vesikel mukosa relative tak berisi cairan,
jumlah fibrin lebih banyak serta sel sel diatas vesikel lebih tebal dan edema.

2.5.4 Diagnosa Banding


14

1. Sifilis
2. Ulkus Mole
3. Limfagranuloma venerum
4. Balanopstitis
5. Skabies
6. Lesi septic dan trauma

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan kasus
fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti pneumonia,
colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat
menimbulkan infeksi congenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi
lokal sampai dengan kelainan dan kadang meninggal.
Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan
penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga terjadi
superinfeksi jamur. Pada pria dapat terjadi impotensia. Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada
toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau
kehamilan.

2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan herpes umumnya sama, di manapun herpes tersebut timbul. Yang


penting si penderita harus menjaga daerah tersebut tetap bersih dan kering. Anda dapat
membersihkan daerah sekitar dengan saline (larutan garam) dan sesudahnya harus segera
dikeringkan. Jika daerah terinfeksi terlalu lembab, dapat mengundang infeksi sekunder
(infeksi lanjutan).
1. Medis
a. Pengobatan lesi inisial / episode pertama yang diberikan dapat dibagi
menjadi 3 bagian.
1) Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya,
psikoterapi dan proteksi individual.
2) Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis
3) Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus
herpes.
15

Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah acyclovir, di samping itu ada 2
macam obat lagi antivirus baru yaitu valacyclovir dan famacyclovir. Efek obat antivirus
tersebut belum dapat mengeradikasi virus, yang ada hanya mengurangi viral shedding,
memperpendek hari sakit dan memperpendek rekurensi.
Semua pasien dengan episode pertama sebaiknya diobati dengan obat antivirus oral.
Pengobatan yang diberikan secara dini dapat mengurang gejala sistemik dan mencegah
perluasan lokal ke saluran genital atas.
Semua orang dengan aktivitas seksual yang aktif sebaiknya diberikan penjelasan tentang
risiko penularan penyakit infeksi menular seksual ini. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita yang tanpa gejala atau asimptomatik kurang mengenal
penyakitnya sehingga dapat menularkan kepada pasangannya. Maka dianjurkan untuk
melakukan hubungan seksual secara lebih aman dan juga setia pada pasangan masing-masing
(http://www.ihmf.org/112Braig ).
Pengobatan simtomatis dan antivirus berupa asiklovir 5 x 200 mg/hari /oral selama 7
10 hari atau 3 x 400 mg. Jika ada komplikasi berat dapat diberikan asiklovir intravena 3 x 5
mg/kgBB/hari selama 710 ban.
Pada keadaan imunokompeten resistensi terhadap asiklovir diperkirakan sekitar 3%.
Pada penderita dengan frekuensi rekurensi yang tinggi dapat diberikan terapi asiklovir sebagai
obat supresif kronis dalam dosis 400 mg dua kali sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari
lesinya.
Pemberian terapi topikal juga mempunyai beberapa keuntungan dalam
penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat rekuren. Di Amerika Serikat preparat asiklovir
5% topikal dalam propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi hanya sedikit
keuntungan klinis yang didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat asiklovir 5% dalam
krim aqua lebih efektif.

b. Lesi Rekurens
Jika lesi ringan: simtomatis
Jika lesi berat : dapat diberikan asiklovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X
400 mg/hari atau Valasiklovir 2 x 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 x 125-250 mg /hari.

2. Non Medis
a. Menjaga kebersihan local
b. Menghindari trauma atau factor predisposisi
16

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal.
2. Data Obyektif
a. Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema.
b. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat
menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul
infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik
c. Pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan
bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
d. Paralitas otot muka
3. Data Penunjang
Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

15
17

3.2 WOC Herpes Simpleks

Faktor pencetus reaktivasi virus : Etiologi Herpes Simpleks : Herpes Transmisi/penularan


- Panas badan (demam) Virus Hominis (HVH)/ Herpes melalui : Kontak langsung
- ISPA Simplek Virus (HSV) dengan individu yang
- Gangguan GIT (saluran cerna) terkena virus melalui
- Trauma local permukaan kulit dan mukosa
- Paparan sinar matahari dalam sekresi oral, genital
- Menstruasi
Herpes Simpleks

Virus masuk melalui Pengetahuan tentang


permukaan kulit dan secret penyakit pasien yang
genital kurang

Masuk ke sel epitel MK : Ansietas


mukosa/permukaan kulit
dan melebur dalam
membran sel

Terjadi Replikasi di dalam


sel

Menghasilkan banyak
Virion

Virion masuk ke dalam inti


sel neuron dan ganglia
sensoris dan menginfeksi
MK : Kerusakan
Integritas Kulit

MK : Risiko
penyebaran
Sel melepas virus baru Timbul Vesikula dan
penyakit
sebelum selnya mati Ulkus
MK : Gangguan
fungsi sexsual

Demam, myalgia,
Menularkan melalui Sistem imunitas terangsang malaise
permukaan kulit dan dan merespon
secret mukosa

MK : Nyeri
18

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri b.d infeksi virus
2. Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
3. Cemas b.d adanya lesi
4. Risiko penyebaran penyakit b.d infeksi virus

3.4 Intervensi Keperawatan


1.Nyeri b.d infeksi virus, ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bias istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang
Kaji kualitas & kuantitas nyeri
Kaji respon klien terhadap nyeri
Intervensi Keperawatan
a. Jelaskan tentang proses penyakitnya
b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
c. Hindari rangsangan nyeri
d. Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program

2. Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula
Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi
19

Intervensi Keperawatan
a. Kaji tingkat kerusakan kulit
b. Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
c. Kelola tx topical sesuai program
d. Berikan diet TKTP

3. Cemas b.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :


DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat
DO : tampak khawatir lesi pada wajah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
Lesi tidak ada infeksi sekunder
Intervensi Keperawatan
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
c. Tingkatkan hubungan teraupeutik
d. Libatkan keluarga untuk member dukungan

4) Risiko penyebaran penyakit b.d infeksi virus


Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit
Intervensi Keperawatan
a. Isolasikan klien
b. Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
c. Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
d. Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya
20

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Herpes simplek genetalia merupakan penyakit menular seksual, penularannya
melalui hubungan seksual maupun permukaan kulit.
2. Gejala yang sering adalah nyeri serta klien kebanyakan mengalami gangguan
psikologi maupun psikososial.
3. Penanganan dapat berupa medis maupun nnon medis dimana peran perawat disini
adalah penanganan non medis yaitu memberikan health education dalam mencegah
penularan herpes genetalia

4.2 Saran
1. Sebagai ilmu pengetahuan untuk memberikan intervensi pada pasien herpes
simplek genetalia.
2. Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada makalah ini, maka dapat
dikembangkan untuk penulisan lebihy lanjut.

20
21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Herpes Simplex. Dalam Wikipedia yang diakses melalui


http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex. Diakses pada tanggal 17 Oktober
2009.

Braig ,Suzanne. 2004. Management of Genital Herpes during Pregnancy: the French
Experience. Herpes Journal of IHMF. http://www.ihmf.org/112Braig . Diakses
pada tanggal 17 Oktober 2009.

Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku
kedokteran EGC

Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto. 2007. Infeksi Menular Seksual: Herpes Genitalis edisi
ketiga, hal 125-139. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitasb Indonesia.

Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai