Trauma Tumpul

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kasus forensik.

Hasil
dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar atau hambatan dalam fungsi
organ.

Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain akibat
kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma
emboli.

Dalam prakteknya seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis
penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang
menyebabkan trauma. Dan dalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan mengenai
trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul.

Dasar Dasar Traumatologi

Definisi

Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya
diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan
tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artiya
orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang
dapat menimbulkan kecelderaan. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik
adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseoang.

Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul

Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami
atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau, panah,
martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak zaman pra sejarah
dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata-senjata
masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat pada tubuh
dapat dibedakan dari penyebabnya.

Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,
lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :

Tidak bermata tajam


Konsistensi keras / kenyal
Permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau
melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek
atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu
dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.
Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka
memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Luka Akibat Trauma Tumpul

Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.


2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka yakni:

1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan

a. Abrasi

Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya
epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam
lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat
digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang
kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda
yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka
adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai
beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat
jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.

b. Kontusio Superfisial.

Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam
waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil
dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari
nyeri tekan yang ditimbulkannya.

Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart
pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan
juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan
pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.

Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal
tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di
bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga
dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi
tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau
ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga
kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat
memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak
kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat
menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada
mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk
mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.

Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik
yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat
menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran,
koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan
gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang
mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran
yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan
pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung
dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.

d. Laserasi

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari
jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda
tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan
laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu
tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan
jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat
luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang
mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya
tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang
ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti
pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling
rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang
terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan
tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi
sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus
berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi
sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang
disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi
yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut
tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang
berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa.
Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk
eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara
bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan
skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi
kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau
memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari
beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi
saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus
menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian.
Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang
berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam
jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka
yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya
pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah
kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat
dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
hebat.

e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.

Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet
pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada
satu pukulan.

f. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki
sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana
dan komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor
seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila
terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang
hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah
mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya
fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto
polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah
kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan
berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap
orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang
dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara
radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis
dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari
metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh
tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum
terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan
lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila
terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat
menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur
tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada
emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan
dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan
kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah
fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom
ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang
mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran,
kejang, koma hingga kematian.

7. Kompresi

Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi
pertukaran udara.

8. Perdarahan

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.
Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna.
Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi
berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang
berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari
pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit
dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka
yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin
intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan
luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding
pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal
dari vena.

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili
dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan.
Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal,
sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian
yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk
mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau
memperberat situasi perdarahan.

Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena

Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah
sebagai berikut :

1. Kulit

1. Luka Lecet
2. Luka Memar
3. Luka Robek

2. Kepala

1. Tengkorak
2. Jaringan Otak

3. Leher dan Tulang Belakang

4. Dada

1. Tulang
2. Organ dalam dada

5. Perut

1. Organ Parenchym
2. Organ berongga

6. Anggota Gerak
Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit

A. Luka Lecet (Abrasion)

Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga
sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang..

Contohnya :

Benda kasar : terseret di jalan aspal


Tali tampar : gantung diri
Benda runcing : duri, kuku
Meninggalkan bekas : ban mobil

Ciri luka lecet :

1. Sebagian/seluruh epitel hilang


2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)
4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan


Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru
Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM


1. Coklat kemerahan 1. Kekuningan
2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel 2. Epidermis terpisah sempurna dari
dermis
1. Tanda intravital (+) 3. Tanda intravital (-)

2. Sembarang tempat 4. Pada daerah yang ada penonjolan


tulang

B. Luka Memar (Contusion)

Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga
darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak, berwarna
merah kebiruan.

Memperkirakan umur luka memar :


Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman
Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat
> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Perbedaan Luka Memar dan Lebam mayat

Luka Memar Lebam mayat


1. Di sembarang tempat 1. Bagian tubuh yang terendah
2. Pembengkakan (+) 2. Pembengkakan (-)
3. Tanda Intravital (+) 3. Tanda Intravital (-)
4. Ditekan tidak menghilang 4. Ditekan Menghilang

5. Diiris : tidak menghilang 5. Diiris : dibersihkan dengan kapas


menjadi bersih

C. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)

Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit yang mudah terjadi pada
kulit yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan
jaringan parut

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala

1. Kulit

L. Lecet
L. Memar
L. Robek

2. Tengkorak

Fraktur Basis Cranii


Fraktur Calvaria

3. Otak

Contusio Cerebri
Laceratio Cerebri
Oedema Cerebri
Commotio Cerebri

4. Selaput Otak

Epidural Haemorrhage
Sub dural Haemorrhage
Sub arachnoid Haemorrhage

Fraktur Calvaria

Sifat Atap Tengkorak :

Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama


Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis

Bentuk Fraktur :

1. Fracture Linear
2. Fracture Compositum
3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture )
4. Ring Fracture

Fraktur Basis Cranii

Gejala :

Keluar darah dari hidung, mulut, telinga


Brill Haematoma

Sifat Basis Cranii :

Posisi kurang lebih mendatar


Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama
Tulangnya tipis dan mudah patah
Berlubang-lubang

Contusio Cerebri

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa
dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau
daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan
terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio
yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal
medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan
parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala,
kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir,
hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit
kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut
coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak
mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan
pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-
kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan
pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua
komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi
yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.

Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan
terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras
lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak
memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih
atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar.
Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat.
Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi.
Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa
dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat
kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat
membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya


melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia
basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri
vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat
hipertensi.

Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal
yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah muda pada
mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis,
penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak
membuktikan adanya trauma kepala.

Laceratio Cerebri (Robek Otak)

Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater) disertai robeknya Arachnoid.

Ada 2 macam :
1. Direct Laceration (Coup)
2. Countre Coup Laceration

Bagian yang mengalami kekerasan langsung dengan benda tumpul adalah Coup
sedangkan yang berlawanan adalah Counter-Coup. Counter-Coup terjadi bila ada Oscilasi
(getaran) otak yang membentur duramater dan ini terjadi bila kepala dalam keadaan
bergerak atau bebas bergerak.

Mekanisme Terjadinya Countre-Coup :

Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.

Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak
berlawanan dengan arah impact

Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang otak
bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan tadi, sehingga
otak membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan
langsung.

Oedema Cerebri

Tanda-tandanya :

Permukaan gyri menjadi lebih rata


Sulci menjadi lebih dangkal
Otak bertambah berat
Ventrikel-ventrikel mengecil
Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan Foramen Magnum pada
Cerebellum bagian bawah
Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri
vascular

Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa dapat ditentukan kelainan
anatomisnya pada otak. Gegar otak merupakan pengertian klinis dengan gejala :

1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit


2. Muntah
3. Amnesia
4. Pusing kepala
5. Tidak ada kelainan neurologi

Cedera Kepala pada Penutup Otak


Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater,
atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan
tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang
disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh,
melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak
terlalu penting dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid.
Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural.
Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat
pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau
ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Perdarahan Epidural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak

Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.

a. Meningica Media (tersering)


a. Meningica anterior
a. Meningica posterior (jarang)
Sinus Lateralis (jarang)

Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala kompresi
otak. Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : PERIODE LATENT. Pada
anak anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage.

Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam
tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan
terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura
menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura
yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya
menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari
letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi
dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-
gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval

Perdarahan Subdural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.


Mekanisme terjadinya :

1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid


2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan
3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama
4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica
media
5. Jumlah perdarahan yang mematikan 60 gram

Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di
ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak
di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid
interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc,
sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada
otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang
lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada


perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke
seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi.
Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan
tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar,
sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat
menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada
perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi
tubuh setiap individu sendiri.

Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat
tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan
gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun
tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan
subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi
pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada
mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal.

Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat
lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak
melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai
ruang subdural.

Perdarahan Subarakhnoid
Merupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak.

Dapat diakibatkan karena :

1. Trauma
2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma.
Penyebabnya antara lain:

1. Nontraumatik:
1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan
perdarahan subarakhnoid
2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang
diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah
dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih
dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku
berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah
seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau
seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan
perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa
kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-
teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala
yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak.
Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil
pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat.
Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang
buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang
terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan
fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis
melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada
daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif
yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang
dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke
atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer
serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan
nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi
lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma
pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat
dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak.
Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis
pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak
selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma
terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada
daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher

Berakibat :

Patah tulang leher


Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
Kerusakan syaraf

Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada

Berakibat :

Patah os costae, sternum, scapula, clavicula


Robek organ jantung, paru, pericardium

Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut

Berakibat :

Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca


Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni

Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra

Dapat berakibat :
Fraktura, dislokasi os vertebrae

Dapat karena :

1. Trauma langsung
2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan

Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak

Berakibat :

Patah tulang, dislokasi sendi


Robek otot, P.darah, kerusakan saraf

Pola Trauma Tumpul

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang
mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :

1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi
kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-
fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang
berbentuk segiempat atau sudut.
2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur tersebut
yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,
memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan
bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh
kendaraan bermotor nose dive ketika mengerem mendadak, pengukuran
ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan
usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan
terjadi.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka
pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah.
Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan
karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan
tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun
menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi.
Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang
sering mendapat pukulan pada kepala

Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal.
Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena
pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto
korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.
Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah
latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.

DAFTAR PUSTAKA

Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari


www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen//LUKA%20TUMPUL.pdf

Traumatologi Forensik. Diunduh dari


http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm

Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan :
Percetakan Ramadhan. Hal 72-90

Anda mungkin juga menyukai