Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH IGNITION DELAY

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengujian bahan dengan dosen
pengampu mata kuliah Ahmad Mustamil Khoiron, S. Pd., M. Pd.

Disusun oleh :
Nama : Rizal Maulana
NIM : 5201411070
Prodi : Pend. Teknik Mesin, S1

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diesel berasal dari nama seorang insinyur dari Jerman yang menemukan mesin ini
pada tahun 1893, yaitu Dr. Rudolf Diesel. Ia mendapatkan paten (RP 67207) berjudul
'Arbeitsverfahren und fr Ausfhrungsart Verbrennungsmaschinen'. Pada waktu itu mesin
tersebut tergantung pada panas yang dihasilkan ketika kompresi untuk menyalakan bahan
bakar. Bahan bakar ini diteruskan ke silinder oleh tekanan udara pada akhir kompresi.

Pada tahun 1924, Robert Bosch, seorang insinyur dari Jerman, mencoba
mengembangkan pompa injeksi daripada menggunakan metode tekanan udara yang
akhirnya berhasil menyempurnakan ide dari Rudolf Diesel. Keberhasilan Robert Bosch
dengan mesin dieselnya tersebut sampai saat ini digunakan oleh masyarakat.

Mesin Diesel menggunakan prinsip pembakaran Ignition Delay (Pembakaran


Tertunda). Bahan bakar yang telah diinjeksikan oleh injektor tidak langsung terbakar. Saat
dimana bahan bakar mulai disemprotkan oleh injektor, bahan bakar yang bertekanan dan
berbentuk kabut tersebut akan bercampur dengan udara yang bersuhu dan bertekanan
tinggi. Sehingga pembakaran baru akan dimulai setelah itu.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses pembakaran mesin Diesel?
b. Apa itu Ignition Delay (Pembakaran Tertunda)?
c. Bagaimana pembentukan emisi pembakaran pada mesin Diesel?
3. Tujuan

Tujuan yang diharapkan setelah mahasiswa menyelesaikan makalah Ignition Delay


ini adalah:

a. Mahasiswa dapat memahami proses pembakaran mesin Diesel.


b. Mahasiswa dapat memahami prinsip pembakaran tertunda.
c. Mahasiswa dapat memahami proses pembentukan emisi pembakaran pada mesin
Diesel.
BAB II

ISI

1. Prinsip Pembakaran Mesin Diesel

Motor Diesel merupakan salah satu jenis dari mesin pembangkit tenaga. Motor
Diesel termasuk mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine, artinya proses
pembentukan energi panas terjadi di dalam mesin itu sendiri. Mesin berusaha merubah
energi kimia menjadi energi mekanik yang dimafaatkan sebagai sumber tenaga.

Energi kimia bahan bakar yang dikenal sebagai hidrocarbon (CH), disenyawakan
dengan oksigen agar dapat dilakukan proses pembentukan energi panas melalui proses
pembakaran. Pertama-tama mesin berusaha merubah bentuk fisik bahan bakar dari bentuk
cair menjadi bentuk gas. Bahan bakar dikabutkan, agar mudah menguap atau menjadi
bentuk gas. Kondisi ini baru memungkinkan bahan bakar bersenyawa dengan oksigen dari
udara. Konsentrasi ini akan memungkinkan terjadinya proses pembakaran, setelah ketiga
syarat pembakaran yaitu bakan bakar, oksigen dan panas saling berhubungan. Kalor hasil
pembakaran tersebut selanjutnya menyebabkan terjadi-nya pemuaian gas di dalam silinder,
yang diindikasikan naiknya tekanan. Tekanan tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi mekanik berupa putaran pada poros engkol. Dengan demikian mesin
akhirnya menghasilkan tenaga seperti yang diharapkan.

Mesin diesel menggunakan bahan bakar yang memerlukan perhatian khusus. Bahan
bakar tersebut harus bisa terbakar dengan sendirinya ketika diinjeksikan ke dalam udara
bertekanan tinggi. Makin rendah titik nyala sendiri dari bahan bakar akan menghasilkan
peningkatan kinerja pembakaran bahan bakar dan berarti meningkatkan kinerja mesin.
Untuk mengukur kemampuan bahan bakar menyala dengan sendirinya digunakan angka
cetane number.

Rata-rata mesin diesel membutuhkan bahan bakar dengan bilangan cetane antara 40
hingga 45. Cetane number atau bilangan cetane adalah sebuah angka yang menentukan
titik bakar dari bahan bakar. Angka ini diperlukan sebagai batasan pemakaian bahan bakar
terhadap mesin. Apabila angka cetane yang dipergunakan tidak sesuai dengan rancangan
mesin, timbul masalah sebagai berikut:
a. Jika terlalau tinggi, timbul efek panas yang berlebihan terhadap mesin sehingga
komponen mesin cepat rusak.
b. Jika terlalu rendah, mengakibatkan timbulnya gejala ngelitik/knocking, sehingga
opasitas gas buang akan berlebihan karena pembakaran mesin tidak terjadi
dengan sempurna. Asap gas buangan mesin menjadi hitam pekat.

2. Pembakaran Tertunda

Mesin/motor diesel (diesel engine) merupakan salah satu bentuk motor pembakaran
dalam (internal combustion engine) di samping motor bensin dan turbin gas. Motor diesel
disebut dengan motor penyalaan kompresi (compression ignition engine) karena penyalaan
bahan bakarnya diakibatkan oleh suhu kompresi udara dalam ruang bakar. Dilain pihak
motor bensin disebut motor penyalaan busi (spark ignition engine) karena penyalaan bahan
bakar diakibatkan oleh percikan bunga api listrik dari busi.

Cara pembakaran dan pengatomisasian (atomizing) bahan bakar pada motor diesel
tidak sama dengan motor bensin. Pada motor bensin campuran bahan bakar dan udara
melelui karburator dimasukkan ke dalam silinder dan dibakar oleh nyala listrik dari busi.
Pada motor diesel yang diisap oleh torak dan dimasukkan ke dalam ruang bakar hanya
udara, yang selanjutnya udara tersebut dikompresikan sampai mencapai suhu dan tekanan
yang tinggi. Beberapa saat sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA) bahan bakar
solar diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Dengan suhu dan tekanan udara dalam silinder
yang cukup tinggi maka partikel-partikel bahan bakar akan menyala dengan sendirinya
sehingga membentuk proses pembakaran. Agar bahan bakar solar dapat terbakar sendiri,
maka diperlukan rasio kompresi 15-22 dan suhu udara kompresi kira-kira 600C.
Meskipun untuk motor diesel tidak diperlukan system pengapian seperti halnya pada motor
bensin, namun dalam motor diesel diperlukan sistem injeksi bahan bakar yang
berupapompa injeksi (injection pump) dan pengabut (injector) serta perlengkapan bantu
lain. Bahan bakar yang disemprotkan harus mempunyai sifat dapat terbakar sendiri (self
ignition).
Pada mesin Diesel, pembakaran terjadi pada siklus A-B. Tahap tersebut merupakan
tahap persiapan pembakaran. Pada tahap ini, bahan bakar disemprotkan oleh injektor
berupa kabut ke udara panas dalam ruang bakar sehingga bercampur menjadi campuran
yang mudah terbakar. Bahan bakar belum terbakar atau dengan kata lain pembakaran
belum dimulai. Pembakaran akan mulai pada titik B. Peningkatan tekanan terjadi secara
konstan karena piston terus bergerak ke Titik Mati Atas. Oleh karena itu, pembakaran ini
disebut pembakaran tertunda.

3. Emisi Pembakaran Pada Mesin Diesel

Pada prakteknya pembakaran dalam motor tidak pernah terjadi dengan sempurna
meskipun sudah dilengkapi dengan kontrol yang canggih. Pada motor diesel, besarnya
emisi bentuk opasitas (ketebalan asap) tergantung banyaknya jumlah bahan bakar yang
disemprotkan dalam silinder, karena pada motor diesel yang dikompresikan adalah udara
murni. Dengan kata lain semakin kaya campuran maka semakin besar konsentrasi NOx,
CO dan asap (smoke). Sementara itu semakin kurus campuran konsentrasi NOx, CO dan
asap juga semakin kecil.
a. Pembentukan Karbon Monoksida (CO)
Pada proses pembakaran, bila karbon di dalam bahan bakar terbakar dengan
sempurna akan menghasilkan CO2 (karbon dioksida). Tetapi jika unsur oksigen
(udara) tidak cukup maka yang terjadi adalah pembakaran tidak sempurna,
sehingga karbon di dalam bahan bakar terbakar dalam suatu proses sebagai
berikut :
C + O2 CO
Dengan kata lain, emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi oleh
perbandingan campuran antara udara dengan bahan bakar yang masuk ke ruang
bakar (Air-Fuel Ratio). Jadi untuk mengurangi CO perbandingan campuran ini
harus dibuat kurus (excess air). Namun akibat lain HC dan NOx lebih mudah
timbul dan output motor menjadi berkurang. Emisi karbon monoksida tidak
beraroma dan tidak berwarna, namun sangat beracun. Pengaruh buruk pada
motor apabila CO berlebihan adalah pembentukan deposit karbon yang
berlebihan katup, ruang bakar, kepala piston, dan busi (untuk motor bensin).
Deposit yang ditimbulkan tersebut secara alami mengakibatkan fenomena Self-
Ignition (dieseling) dan mempercepat kerusakan mesin. Emisi CO berlebihan
banyak disebabkan oleh faktor kesalahan pencampuran udara dan bahan bakar
yang masuk ke dalam motor.
b. Pembentukan Hidrokarbon (HC)
Pada proses pembakaran, gas buang hidrokarbon yang dihasilkan dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi
gas mentah, atau bahan bakar terpecah karena reaksi panas yang berubah menjadi
gugus HC lain dan keluar bersama gas buang. Ada beberapa penyebab utama
timbulnya hidrokarbon (HC) diantaranya adalah sebagai berikut :
Dinding-dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah mengakibatkan
hidrokarbon (HC) di sekitar dinding tidak terbakar.
Terjadi misfiring (gagal pengapian) ini bisa terjadi pada saat motor diakselerasi
ataupun deselerasi.
Adanya overlap intake valve (kedua valve bersama-sama terbuka) sehingga HC
berfungsi sebagai gas pembilas/pembersih.
Ignition delay yang panjang merupakan faktor yang mendorong terjadinya
peningkatan emisi HC. Selain mengganggu kesehatan, emisi HC yang berlebihan
juga menyebabkan fenomena photochemical smog (kabut). Karena HC
merupakan sebagian bahan bakar yang tidak terbakar, makin tinggi emisi HC
berarti tenaga motor makin berkurang dan konsumsi bahan bakar semakin
meningkat.
c. Pembentukan Nitrogen Oksida (Nox)
Nitrogen oksida dihasilkan akibat adanya N2 (nitrogen) dalam campuran udara
dan bahan bakar serta suhu pembakaran yang tinggi, sehingga terjadi
pembentukan NOx. Biasanya timbul ketika mesin bekerja pada beban yang berat.
Bila terdapat N2 dan O2 pada temperatur 1800 - 2000 C akan terjadi reaksi
pembentukan gas NO seperti di bawah ini : N2 + O2 2 NO
Selanjutnya gas NO bereaksi lebih lanjut di udara menjadi NO2. Temperatur
pembakaran yang melebihi 2000C dalam ruang bakar mengakibatkan gas NOx.
Sementara itu gas buang terdiri dari 95% NO, 3-4% NO2, sisanya N2O dan
N2O3. Substansi NOx tidak beraroma, namun terasa pedih di mata. Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi konsentrasi NOx selama pembakaran diantaranya
maksimum temperatur yang dapat dicapai dalam ruang bakar, dan perbandingan
udara - bahan bakar (AFR). Sehingga solusi untuk mengurangi kandungan NOx
dalam gas buang yaitu dengan mengupayakan temperatur ruang bakar tidak
mencapai 1800 C atau dengan mengusahakan sesingkat mungkin mencapai
temperatur maksimum. Cara lain yaitu dengan mengurangi konsentrasi O2.
d. Pembentukan Partikulat (Particulatte Matter)
Partikulat dihasilkan oleh adanya residu bahan bakar yang terbakar dalam ruang
bakar, dan keluar melalui pipa gas buang. Partikel-partikel seperti jelaga, asap
dan debu secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu partikel-partikel yang
merupakan emisi langsung biasanya disebut partikel utama (primary particles)
dan partikel-partikel hasil transformasi gas lain atau disebut partikel sekunder
(secondary particles). Ukuran partikel bervariasi, dengan ukuran besar cenderung
berasal dari faktor geologi, seperti debu dan pasir yang ditiup angin. Sedangkan
yang berukuran kecil terutama dari sumber-sumber pembakaran dan perubahan
dari gas-gas emisi yang lain, seperti sulfur dioksida menjadi sulfat dan nitrogen
oksida menjadi nitrat. Dari sini jelas bahwa emisi gas buang merupakan unsur
yang berbahaya.
Sebagian besar partikulat mengandung unsur karbon dan kotoran lain berbentuk
butiran atau partikel dengan ukuran 0,01 10 m. Gas buang diesel sebagian
besar berupa partikulat dan berada pada dua fase yang berbeda namun saling
menyatu yaitu fase padat, terdiri dari residu atau kotoran, abu, bahan aditif,
bahan korosif, keausan metal, dan fase cair terdiri dari minyak pelumas yang tak
terbakar. Gas buang yang berbentuk cair akan meresap ke dalam fase padat.
Buangan ini disebut partikel. Partikel-partikel tersebut berukuran mulai dari 100
mikron hingga kurang dari 0,01 mikron. Partikulat yang berukuran kurang dari
10 mikron memberikan dampak terhadap visibilitas udara karena partikulat
tersebut akan memudarkan cahaya.
e. Pembentukan Emisi Asap (Smoke)
Emisi asap (smoke) merupakan polutan utama pada mesin diesel. Pembentukan
smoke pada mesin diesel terjadi karena kekurangan oksigen, hal itu terjadi pada
inti (core) spray yang mempunyai 0,8. Dalam proses pembakaran
berlangsung ketika bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder yang
berbentuk butir-butir cairan yang halus saat keadaan di dalam silinder tersebut
sudah bertemperatur dan bertekanan tinggi sehingga butir-butir tersebut akan
menguap. Namun jika butir-butir bahan bakar yang terjadi karena penyemrotan
itu terlalu besar atau apabila beberapa butir terkumpul menjadi satu, maka akan
terjadi dekomposisi.
Dekomposisi itu akan menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat (angus).
Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi
penguapan dan pencampuran dengan udara yang ada di dalam silinder tidak
dapat berlangsung sempurna. Terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak
bahan bakar yang disemprotkan, yaitu pada waktu daya mesin akan diperbesar.
Misalnya untuk akselerasi maka angus akan terjadi. Jika angus yang terjadi itu
terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan
mengotori udara serta mengganggu pemandangan.
BAB III

Penutup

1. Kesimpulan
a. Motor Diesel merupakan salah satu jenis dari mesin pembangkit tenaga. Motor
Diesel termasuk mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine,
artinya proses pembentukan energi panas terjadi di dalam mesin itu sendiri.
Mesin berusaha merubah energi kimia menjadi energi mekanik yang dimafaatkan
sebagai sumber tenaga.
b. Rata-rata mesin diesel membutuhkan bahan bakar dengan bilangan cetane antara
40 hingga 45. Cetane number atau bilangan cetane adalah sebuah angka yang
menentukan titik bakar dari bahan bakar. Angka ini diperlukan sebagai batasan
pemakaian bahan bakar terhadap mesin.
c. Pada mesin Diesel, pembakaran terjadi pada siklus A-B. Tahap tersebut
merupakan tahap persiapan pembakaran. Pada tahap ini, bahan bakar
disemprotkan oleh injektor berupa kabut ke udara panas dalam ruang bakar
sehingga bercampur menjadi campuran yang mudah terbakar. Bahan bakar
belum terbakar atau dengan kata lain pembakaran belum dimulai. Pembakaran
akan mulai pada titik B. Peningkatan tekanan terjadi secara konstan karena piston
terus bergerak ke Titik Mati Atas. Oleh karena itu, pembakaran ini disebut
pembakaran tertunda.

2. Saran

Gunakan bahan bakar dengan angka cetane yang sesuai untuk mesin Diesel agar sisa
pembakaran dari mesin dapat diminimalisir.
Daftar Pustaka

http://www.agussuwasono.com/artikel/mechanical/426-teori-dasar-mesin-diesel.html

http://mojotomotif.blogspot.co.id/2014/10/proses-pembakaran-dalam-motor-diesel.html

Panjaitan M Subaja, 2004, Engine Colt Diesel FE 3 dan 4 Series, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai