Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hindu-Budha merupakan dua agama yang memiliki pengaruh yang besar di


Indonesia dimana terdapat beberapa teori yang menyatakan bagaimana agama Hindu-
Budha masuk ke Indonesia. Terlepas dari teori-teori itu, banyak kerajaan yang pada
akhirnya berdiri di Indonesia dengan corak Hindu-Budha. Bedirinya kerajaan-kerajaan
tersebut menghasilkan banyak peninggalan. Salah satunya yaitu peninggalan dari
Kerajaan Tarumanegara dengan salah satu prasastinya yaitu Prasasti Ciaruteun.

Penjelasan ini dibutuhkan dalam rangka memberikan informasi mengenai


pengetahuan yang kita dapat dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan. Untuk
lebih memahami bahwa peninggalan budaya zaman dulu sungguh banyak dapat kita
temui di Indonesia. Dimana peninggalan tersebut dapat kita jadikan sebagai warisan
budaya yang harus dijaga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Prasasti Ciaruteun?
2. Berasal dari kerajaan manakah Prasasti Ciaruteun?
3. Bagaimana isi dari Prasasti Ciaruteun?
4. Adakah hubungan Prasasti Ciaruteun dengan prasasti lain atau benda sejarah
lain?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana sejarah prasasti ciaruteun dan
penemuannya.
2. Untuk mengetahui kerajaan mana yang meninggalkan prasasti ciaruteun
dan siapa raja yang menulisnya.
3. Untuk memahami isi dari penulisan prasasti ciaruteun.
4. Untuk mengetahui hubungan Prasasti Ciaruteun dengan prasasti lain atau
benda sejarah lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun,


tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan
kerajaan Tarumanagara.

Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir,


kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat
63123,6LS dan 1064128,2 BT. Lokasi ini terletak sekitar 19 kilometer sebelah
Barat Laut dari pusat Kota Bogor.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang
diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19,
tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta
Tjampa (=Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).
Tak jauh dari prasasti ini, masih dalam kawasan Ciaruteun terdapat Prasasti Kebonkopi
I.

Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161
disebutkan bahwa Tarumanagara mempunyarajamandala (wilayah bawahan) yang
dinamai "Pasir Muhara".

Pada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah batu besar dengan ukiran aksara
purba dilaporkan ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari Buitenzorg
(kini Bogor). Batu berukir itu ditemukan di Kampung Muara, di aliran sungai
Ciaruteun, salah satu anak sungai Cisadane.[1]:15 Segera pada tahun yang sama,
Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di Batavia. Akibat banjir besar pada
tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang
bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti
ini dipindahkan ke tempat semula.

Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah


dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan
memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang. Selain itu
prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk melindungi prasasti ini dari curah
hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil. Replika berupa cetakan resin
dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum Nasional
Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung.

Prasasti Ciaruteun dibuat dari batu kali atau batu alam. Batu ini berbobot delapan
ton dan berukuran 200 cm kali 150 cm.

Yang menarik perhatian dari prasasti ini ialah lukisan laba-laba dan tapak kaki
yang dipahatkan di sebelah atas hurufnya. Prasasti ini terdiri dari empat baris, ditulis
dalam bentuk puisi India dengan irama anustubh. Melihat bentuknya, prasasti ini
mengingatkan adanya hubungan dengan prasasti raja Mahendrawarman I dari keluarga
Palla yang didapatkan di Dalavanur. (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2008: 48-50)

B. Asal Kerajaan Prasasti Ciaruteun


Dalam Prasasti Ciaruteun disebutkan Sang Punawarman adalah seorang raja dari
Kerajaan Tarumanegara.

Kerajaan Terumanegara di bangun oleh raja Jayasinghawarman ketika


memimpin pelarian keluarga kerajaan dan berhasil meloloskan diri dari musuh yang
terus menerus menyerang kerajaan Salakanagara.
Di pengasingan, tahun 358 M, Jayasinghawarman mendirikan kerajaan baru di
tepi Sungai Citarum, di Kabupaten Lebak Banten dan diberi nama Tarumanegara.
Nama Tarumanegara diambil dari nama tanaman yang bernama tarum, yaitu tanaman
yang dipakai untuk ramuan pewarna benang tenunan dan pengawet kain yang banyak
sekali terdapat di tempat ini. Tanaman tarum tumbuh di sekitar Sungai Citarum. Selain
untuk pengawet kain, tanaman ini merupakan komoditas ekspor dan merupakan devisa
pemasukan terbesar bagi Kerajaan Tarumanegara.
Raja Jayasinghawarman berkuasa dari tahun 358-382 M. Setelah raja mencapai
usia lanjut, raja mengundurkan diri untuk menjalani kehidupan kepanditaan. Sebagai
pertapa, Jayasinghawarman bergelar Rajaresi. Nama dan gelar raja menjadi Maharesi
Rajadiraja Guru Jayasinghawarman.
Raja Jayasinghawarman digantikan oleh Rajaresi Darmayawarmanguru.
Setelah itu, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Purnawarman. Purnawarman
adalah raja besar Kerajaan Tarumanagara yang tertera pada beberapa prasasti pada
abad V dan menjadi raja ke-3 yang memerintah tahun 317-356 Saka (395-434 Masehi).
Kerajaan Tarumanegara banyak meninggalkan Prasasti, sayangnya tidak
satupun yang memakai angka tahun. Untuk memastikan kapan Tarumanegara berdiri
terpaksa para ahli berusaha mencari sumber lain. Dan usahanya tidak sia sia.
Setelahnya ke cina untuk mempelajari hubungan cina dengan Indonesia di masa
lampau mereka menemukan naskah naskah hubungan kerajaan Indonesia dengan
kerajaan Cina menyebutnya Tolomo. Menurut catatan tersebut, kerajan Tolomo
mengirimkan utusan ke cina pada tahun 528 M, 538 M, 665 M, 666M. sehingga dapat
di simpulkan Tarumanegara berdiri sejak sekitar abad ke V dan ke VI.

C. Isi Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk


seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari empat baris dan
pada bagian atas tulisan terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar umbi dan
sulur-suluran (pilin) dan laba-laba. Isi dari Prasasti Ciaruteun adalah sebagai berikut:

Vikrantasyavanipateh

Crimatah purnavarmmanah

Tarumanagarendrasya

Vishnoriva padadvayan
Yang artinya: Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki
Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia.

Dari pesan yang tertera pada prasasti ada beberapa fakta yang terungkap tentang
kondisi kerajaan Tarumanegara di masa silam.

Pertama, kita mengetahui bahwa kerajaan Tarumanegara pada abad ke 5 Masehi


dipimpin oleh seorang raja yang bernama Purnawarman. Karena kegagahan dan
keberaniannya, raja Purnawarman berhasil membawa Tarumanegara mencapai
kejayaannya. Hal ini didukung oleh isi prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara
lainnya seperti prasasti prasasti Jambu, Kebon Kopi, dan prasasti Tugu.

Kedua, kerajaan Tarumanegara bercorak Hindu Wisnu dan sudah memperoleh


pengaruh kebudayaan India. Hal ini dibuktikan dengan nama raja yang memiliki
akhiran Warman. Akhiran nama tersebut lazim ditemukan dalam budaya India masa
silam.

Ketiga, pahatan gambar telapak kaki yang terdapat pada prasasti menunjukan
bahwa wilayah di sekitar sungai Cisadane dulunya merupakan wilayah kekuasaan
kerajaan Tarumanegara. Pahatan telapak kaki lazim digunakan sebagai penanda atas
kuasa.

D. Hubungan Prasasti Ciaruteun dengan Prasasti Lain atau Benda Sejarah


Lainnya
Prasasti Ciaruteun memiliki keterkaitan dengan benda sejarah lainnya yaitu
keterkaitan dengan batu telapak kaki Cadasari Pandeglang dimana keterkaitannya
perihal telapak kaki.

Batu telapak kaki Cadasari merupakan permasalahan umum yang dibahas


keterkaitan antara telapak kaki Cadasari Pandeglang dengan telapak kaki
Purnawarman prasasti Ciaruteun. Batu tapak dipandang sebagai salah satu wujud
kebudayaan materi yang digunakan oleh masyarakat masa lalu dalam mengekspresikan
kebudayaannya muncul dan berkembang pada masa klasik/Hindu-Buddha. Menurut
para ahli, bahwa tadisi batu telapak kaki mulai berkembang bersamaan dengan
berkembangnya masa Tarumanagara. Masa Tarumanagara ditandai dengan sejumlah
prasasti. Hasil analisis melalui aspek kebudayaan, dimensi ruang, waktu dan bentuk
serta menelaah simbol dan makna mengindikasikan bahwa telapak kaki
Cadasari memiliki keterkaitan dengan batu telapak kaki Purnawarman dalam prasasti
Ciaruteun. Telapak kaki Cadasari dengan telapak kaki Purnawarman memiliki simbol
dan makna budaya sejajar. Telapak kaki Cadasari menunjukkan simbol pengesahan
atau legitimasi dari penguasa pada masa itu. Dengan demikian batu telapak Cadasari
mengandung arti/makna bahwa kawasan Cadasari merupakan bagian dari kekuasaan
Tarumanagara di bawah pemerintahan Purnawarman.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Prasasti Ciaruteun merupakan prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara


yang terletak di sungai Ci Sadane, Bogor. Dibuktikan dengan isi dari Prasasti Ciaruteun
bahwa Kerajaan Tarumanegara pada abad ke 5 Masehi dipimpin oleh seorang raja yang
bernama Purnawarman. Kerajaan Tarumanegra didirikan oleh Jayasinghawarman
tahun 358 M di tepi Sungai Citarum, di Kabupaten Lebak Banten.

Isi dari Prasasti Ciaruteun yaitu yang artinya: Ini (bekas) dua kaki, yang seperti
kaki dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma,
raja yang gagah berani di dunia.

Dari pesan yang tertera pada prasasti ada beberapa fakta yang terungkap tentang
kondisi kerajaan Tarumanegara di masa silam.

Prasasti Ciaruteun memiliki keterkaitan dengan benda sejarah lainnya yaitu


keterkaitan dengan batu telapak kaki Cadasari Pandeglang dimana keterkaitannya
perihal telapak kaki yaitu memiliki simbol dan makna budaya sejajar.

B. Saran
Untuk mengembangkan lebih lanjut maka penyusun memberikan saran yang
bermanfaat supaya lebih memahami tentang prasasti khususnya Prasasti Ciaruteun dan
Kerajaan Tarumanegara.
DAFTAR PUSTAKA

[] Prasasti Ciaruteun. [Online] tersedia di:


https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Ciaruteun

[...] Purnawarman. [Online] tersedia di: https://id.wikipedia.org/wiki/Purnawarman

[] Prasasti Ciaruteun. [Online] tersedia di: http://computer-


science.infokelaskaryawan.com/id3/2587-2471/Prasasti-
Ciaruteun_110962_up45_computer-science-infokelaskaryawan.htmlaka
http://kumpulan-jurnal-dunia-q.andrafarm.com/id3/2906-
2783/Tarumanagara_26360_stiemb_kumpulan-jurnal-dunia-q-andrafarm.html
Anonim. 2017. Prasasti Ciaruteun: Isi Pesan Peninggalan Kerajaan Tarumanegara.
[Online] tersedia di: http://www.ipsmudah.com/2017/08/prasasti-ciaruteun-isi-
pesan.html

Latifundia, Effie. 2015. Batu Telapak Kaki Cadasari Pandeglang: Keterkaitannya


Dengan Prasasti Ciaruteun. [Online] tersedia di
http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/vi
ew/100

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Pustaka.
LAMPIRAN

Prasasti Ciaruteun
Sumber : Dokumen Pribadi

Anda mungkin juga menyukai