Anda di halaman 1dari 2

Pada mulanya terdapat sebuat batu besar yang berdiri disebuah lereng

dengan ketinggian kurang lebih 30m dan orang setempatnya menyebutnya Batu Ke'de'
Batu tersebut sebelumnya belum pernah di sentuh oleh siapapun.
Kira-kira 700 tahun yang lalu lahirlah seorang bernama Ma'dika Tulaklangi'.
Beliau memiliki "Tongkonan" yang dilengkapi dengan :
1.Perkebunan (Tumbuhan bambu)
2.Persawahan
3.Panglambaran (Tempat memelihara kerbau)
4.Bubun (Sumur alam)
Ma'dika Tulaklangi' adalah seoarang yang memiliki strata yang tinggi dalam
masyarakat,
hal ini dapat dilihat ketika musim panen tiba. Dimana semua masyarakat berjejer
untuk mengopor
hasil panen (padi) dari sawah sampai ke tongkonan. Ketika padi akan di naikkan ke
Alang (lumbung tempat menyimpan padi)
yang biasanya menggunakan tangga, namun Ma'dika Tulaklangi' menggunakan beberapa
dari "kaunanna" untuk dijadikan sebagai tangga.

Dari waktu ke waktu Beliau mencapai masa tuanya, dan akhirnya beliau meninggal
dunia. Kemudian keluarga membuat liang pada Batu Ke'de' tepat ditegah-tengahnya.
Liang tersebut berbeda dari yang lain karena berbentuk lingkaran dengan diameter
150cm dan menggunakan batu sebagai pintunya.

Pemakaman almarhum Ma'dika Tulaklangi' belum bisa dilaksanakan karena saat itu
belum ada "Lilli'na" yang artinya belum ada mayat "Kaunanna" yang dikubur di tempat
itu sebagai alas liang,
jadi mayat almarhum di tempatkan di atas rumah, sambil menunggu ada "Kaunanna"
(atau yang kita kenal dengan sebutan hambanya)
yang meninggal dunia untuk dijadikan sebagai "Lilli'na". Biasanya Kaunan di paksa
untuk bunuh diri, atau tidak diberi makan oleh tuannya sehingga lapar dan
meninggal.
Namun tidak ada seorangpun yang tega dengan cara tersebut.

Karena keluarga sudah terlalu lama menunggu dan tak ada seorangpun dari "Kanunanna"
yang meninggal, maka diadakannya pertemuan
antara keluarga dan tokoh-tokoh yang berpengaruh penting dalam masyarakat.

Pada saat pertemuan tersebut, diambil kesepakatan bersama yaitu menyuruh seorang
"Kaunanna" masuk terlebih dahulu kedalam liang
dengan alasan untuk menjemput mayat tuannya.

Setelah mendapat kesepakatan bersama, upacara pemakaman almarhum Ma'dika


Tulaklangi' pun dilaksanakan di Tongkonan keluarga yang bernama Tongkonan Buttu.
Dibuatlah pondok keluarga dan pondok penerimaan tamu di Rante Puratedong
(Pantunuan) yang terletak kurang lebih 500m dari tongkonan.
Upacara tersebut dilaksanakan selama 5 hari berturut-turut :
1. Hari pertama yaitu Ma'doya Tallang (Merrambu)
2. Hari kedua yaitu Ma'pasonglo' (arak - arakan dari rumah Tongkonan ke Pantunuan)
3. Hari ketiga yaitu Penerimaan Tamu dari semua rumpun keluarga, andaitaulan,
sahabat dan masyarat.
4. Hari keempat yaitu Mantunu (pemotongan semua hewan yang telah disiapkan yaitu
kerbau dan babi)
5. Hari kelima yaitu Pemakaman

Pada saat pemakaman, dilaksanakanlah sesuai dengan kesepakatan, yaitu menyuruh


seorang "Kaunanna" untuk masuk duluan.
Tanpa berpikir panjang seorang hamba itupun masuk terlebih dahulu, padahal liang
tersebut hanya dibuat khusus untuk satu mayat.
Mayat almarhum Ma'dika Tulaklangi dibungkus dengan karoro' dan kain sehingga
berbentuk bundar yang sama dengan bundaran liang tersebut.

Setelah mayat dimasukkan kedalam liang tersebut, Kaunan yang terlebih dahulu masuk
kedalam tidak dapat lagi keluar dan liang pun ditutup.
Keluarga dan masyarakat yang ikut penguburan kemudian meninggalkan liang tersebut
seolah - olah tidak menghiraukan dan tidak peduli terhadap
teriakan dan rintihan Kaunan tersebut yang meminta tolong dari dalam liang yang
sudah ditutup itu.

Setelah kejadian itu, masyarakat yang tinggal di sekitar batu ke'de' tidak tahan
dan sangat sedih mendengar rintihan dan teriakan kesakitan dari dalam liang
tersebut,
yang terjadi selama 3 hari 3 malam. Sehingga masyarakat sekitar memilih untuk
meninggalakan rumah dan mengungsi ke kampung tetangga atau keluarga.

Sekarang ini masyarakat lebih mengenal liang itu dengan nama tungga' liang, yang
berarti liang yang khusus untuk satu orang.
Tutup liang itu sekarang sudah miring diakibatkan gempa yang pernah terjadi.

Anda mungkin juga menyukai