Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Neolitikum

Neolitikum adalah zaman batu yang paling dekat dengan zaman sekarang, oleh karena itu zaman
ini juga disebut zaman batu muda. Seperti yang telah diungkapkan Soetjipto(1995:33).
jaman batu muda (Neolitikum) dinamakan demikian karena jaman ini adalah zaman
termuda dari urutan zaman-zaman batu. Muda disini sebetulnya lebih mencerminkan pengertian
jarak waktu antara jaman tersebut dengan jaman kita sekarang. jadi pengertian muda disini tidak
berhubungan dengan pengertian batu. Bukan batu yang dipergunakan dalam jaman ini muda
tetapi muda lebih dalam arti waktu.
Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh Anwarsari(1995:67).
setelah jaman mesolitikum dilampaui, manusia menginjak suatu jaman disebut zaman
Neolitik atau juga disebut dengan kebudayaan batu baru (neo=baru, litikum=jaman batu).
Dikatakan jaman batu baru karena sebagian alat-alat yang dihasilkan telah diasah dan diumpan,
sehingga berbentuk halus. Sehingga jaman neolitikum ini dianggap sebagai masa revolusi yang
sangat besar dalam peradaban indonesia.
Wirjosuprapto juga mengungkapkan bahwa neolitikum sudah menciptakan kebudayaan yang
lebih tinggi tarafnya sehingga zaman ini dikenal sebagai zaman terakhir zaman Prasejarah
(Wirjosuprapto,1964:2).
Selain itu pada zaman ini masyarakatnya sudah mengenal kepercayaan kepada nenek
moyang. Mereka sudah mengenal upacara yang ditujukan kepada orang yang meninggal,
terutama mereka yang dianggap terkemuka dimasyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa neolitikum adalah zaman batu baru dimana zaman ini
dijadikan sebagai tonggak awal masa revolusi peradaban indonesia karena sebagian alat yang
dihasilakan telah diasah atau diupam serta manusia neolitik sudah mulai mengenal bercocok dan
kegiatan berburu serta menegenal kepercayaan kepada nenek moyang.

Bukti yang Menandakan Bahwa Zaman Neolitik Adalah Zaman Bercocok Tanam
Pada Neolitikum ini mulai mengenal bercocok tanam dimana sebelumnya meraka masih
mengandalkan alam penuh. Ini terjadi sekitar(7500 hingga 3500 tahun yang lalu). Ini adalah
peralihan yang sangat besar bagi kehidupan manusia pada saat itu. Seperti yang diungkapkan
oleh Paemi(2009:17)
babakan prasejarah berikutnya ialah babakan yang disebut dengan masa bercocok tanam
(7500 hingga 3500 tahun yang lalu). Pada babakan ini kehidupan mereka sudah mengalami
perubahan yang amat besar yaitu dari kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan
(foodgethering) beralih ke bercocok tanam (foodproducing). Pada masa bercocok tanam mereka
telah hidup menetap dalam perkampungannya yang telah dihuni oleh kelompok-kelompok
keluarga. Pada huniannya ini pada umumnya terletak pada daerah yang subur seperti ditepi-tepi
sungai, danau dan pantai. Kehidupan pada masa ini didominasi oleh kegiatan bercocok tanam
yang disertai dengan kegiatan pemeliharaan beberapa jenis binatang dari hasil tangkapan
perburuan, dan alat yang digunakan berupa beliung persegi dan kapak lonjong yang telah diasah.


Tempat Ditemukan Kapak Persegi dan Kapak Lonjong
Kapak persegi
Kapak-kapak persegi di indonesia terutama di dapatkan di sumatra,jawa, dan bali. Di
bagian timur negeri Indonesia di temukan di nusa tenggara, maluku, sulawesi,
kalimantan(suprapta, 1991:46). Sedangkan menurut Samidi (1991:6)Kapak persegi ditemukan di
Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Profinsi Jawa Barat.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa persebaran kapak persegi meliputi daerah timur dan
daerah barat Nusantara

Kapak Lonjong
Daerah penemuan kapak lonjong di Indonesia, hanya terbatas di daerah bagian timur, yaitu
Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leti Tanimbar, dan Papua.(soejono 2009:221).
Sedangkan menurut Soekmono dalam Suprapta (1991:48) .... Daerah pusat pembuatan kapak
lonjong Diperkirakan di daerah Irian atau Papua sedangkan daerah persebarannya meliputi
daerah-daerah Seram, ..., Tanibar, Leti, Minahasa dan Serawak terutama Kalimantan Utara.
Dari pernyataan dua tokoh diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa persebaran
peninggalan kapak lonjong terdapat didaerah timur Nusantara. Bahkan kapak lonjong ini
memiliki istilah lain neolitikum papua

Fungsi Dari Kapak Persegi Dan Kapak Lonjong Pada Neolitikum :

1 Fungsi Kapak Persegi :

1.Sebagai tajak untuk menanam tumbuhan.
2.Sebagai pisau untuk mengetam padi.
3.Alat pembuat perahu(memotong, mengerat, memukul).
4.Alat yang kecil sebagai pahat.
5.Komoditas dagang (barter).
6.Sebagai bekal kubur.

2 Fungsi Kapak Lonjong :
pada dasarnya fungsi dari kapak lonjong ini sama dengan kapak persegi. Kapak lonjong
pada umumnya digunkan sebagai alat bercocok tanam. Kapak lonjong yang berukuran besar
digunakan sebagai alat perkakas sedangkan kapak yang berukuran kecil digunakan sebagai
wasiat atau pusaka yang mengandung usur mistis. Kapak lonjong yang kecil ini tidak digunakan
sebagai alat perkakas.


Cara Pembuatan Kapak Persegi Dan Kapak Lonjong Pada Neolitikum
1 Kapak Persegi


Kapak persegi ini berbentuk persegi empat, buatannya sudah halus dan bagian tajamnya
sudah diasah (samidi, 1991:6). Kapak ini berasal dari batu api yang sudah diasah atau diupam
Dengan halus.
Kapak ini pada zaman sebelumnya masih dipegang secara langsung. Akan tetapi pada
zaman ini kapak persegi sudah mengalami modovikasi dengan adanya tangkai sebagai pengikat
kapak dan untuk pegangan.
Kapak persegi ini dipasang dengan cara memasukkan kapak ke tangkai yang sebelumnya
sudah diberi lubang. Kapak diikat secara menyiku dengan tangkai (nugroho, 2011)

2 Kapak Lonjong
Dalam perkembangannya alat-alat tersebut mengalami perubahan dari zaman ke zaman,
demikian juga dengan bahan baku yang mereka gunakan itu berasal dari batu kali yang berwarna
hitam, seperti kapak yang sampai saat ini masih di pakai di papua. Bahan baku dari kali ini
mempermudah mereka dalam perkembangannya, karena bahan baku yang mudah didapatkan.
Setelah bahan baku di dapatkan, mereka akan mengasah batu itu dengan batu yang lain yang
sama kerasnya (jalil, 2010).
Pada dasarnya pembuatkan kapak lonjong dengan kapak persegi ini sama dengan
pembuatan kapak lonjong, yakni dengan mengikat kapak dengan tangkai yang sebelumnya sudah
diberi lobang untuk menancapkan kapak. Kapak diikat secara menyiku dengan tangkai.



Ciri-ciri zaman neolitikum
Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Manusia tidak
hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam. Masa ini penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa penemuan baru
berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan
dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat
ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah menguasai lingkungan
alam beserta isinya.

Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup menetap dalam suatu perkampungan yang
dibangun secara tidak beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk
kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak
rumah paling tua di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor,
Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang
lebih besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun berdekatan
dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang dibangun bertiang itu
dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang buas.

Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam suatu perkampungan maka tentunya dalam
kegiatan membangun rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong
tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan, membakar
semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat gerabah, berburu, dan
menangkap ikan.

Masyarakat bercocok tanam ini memiliki ciri yang khas. Salah satunya ialah sikap terhadap alam
kehidupan sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang
meninggal sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Upacara yang paling menyolok adalah
upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh
masyarakat. Biasanya yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari
seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain agar perjalanan si mati ke alam arwah terjalin
keselamatannya.

Jasad seseorang yang telah mati dan mempunyai pengaruh kuat biasanya diabadikan dengan
mendirikan bangunan batu besar. Jadi, bangunan itu menjadi medium penghormatan, tempat
singgah, dan lambang si mati. Bangunan-bangunan yang dibuat dengan menggunakan batu-batu
besar itu pada akhirnya melahirkan kebudayaan yang dinamakan megalitikum (batu besar).

Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari corak kehidupan
mereka, tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan budaya mereka. Yang jelas mereka
semakin meningkat kemampuannya dalam membuat alat-alat kebutuhan hidup mereka. Alat-alat
yang berhasil mereka kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian,
mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum.

Beliung persegi ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti
desa Sikendeng, Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu (Banyuwangi),
Leles Garut (Jawa Barat), dan sepanjang aliran sungai Bekasi, Citarum, Ciherang, dan Ciparege
(Rengasdengklok). Beliung ini digunakan untuk alat upacara.

Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya di wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi,
Sangihe-Talaud, Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini umumnya lonjong dengan
pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah
sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang simetris.

Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian ini
berkembang secara terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi),
Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau Tondano (Minahasa),
dan sedikit di Flores Barat.
Pengertian Masa / Zaman Neolitikum, Ciri-ciri, Peninggalan, Kehidupan, Kebudayaan

Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai
sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat,
dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan
memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung
untuk menghindari bahayabinatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai
membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan
padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu
menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras
dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah
mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni
beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat,
diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan
selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang
didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian
dan kepulauan Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu,
terbuat dari batu kalsedon; berukuran 11,73,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap
upacara atau bekal kubur. Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat
dari batu agats; berukuran 5,52,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh
leluhur.
Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran 29,519,5
cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur. Anda
sekarang sudah mengetahui Zaman Neolitikum.

Ciri-ciri Zaman Batu Neolitikum (Zaman Batu Muda)
Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Manusia
tidak hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam.
Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini
beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai
macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai
dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia
sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup menetap dalam suatu perkampungan
yang dibangun secara tidak beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk
kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak
rumah paling tua di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor,
Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang
lebih besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun berdekatan
dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang dibangun bertiang itu
dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam suatu perkampungan maka tentunya
dalam kegiatan membangun rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-
royong tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan,
membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat gerabah, berburu,
dan menangkap ikan.
Masyarakat bercocok tanam ini memiliki ciri yang khas. Salah satunya ialah sikap
terhadap alam kehidupan sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat
orang meninggal sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Upacara yang paling menyolok
adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh
masyarakat. Biasanya yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari
seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain agar perjalanan si mati ke alam arwah terjalin
keselamatannya. Jasad seseorang yang telah mati dan mempunyai pengaruh kuat biasanya
diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Jadi, bangunan itu menjadi medium
penghormatan, tempat singgah, dan lambang si mati. Bangunan-bangunan yang dibuat dengan
menggunakan batu-batu besar itu pada akhirnya melahirkan kebudayaan yang dinamakan
megalitikum (batu besar).
Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari corak
kehidupan mereka, tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan budaya mereka. Yang
jelas mereka semakin meningkat kemampuannya dalam membuat alat-alat kebutuhan hidup
mereka. Alat-alat yang berhasil mereka kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong,
alat-alat obsidian, mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum. Beliung persegi
ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti desa Sikendeng,
Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu (Banyuwangi), Leles Garut (Jawa
Barat), dan sepanjang aliran sungai Bekasi, Citarum, Ciherang, dan Ciparege (Rengasdengklok).
Beliung ini digunakan untuk alat upacara.
Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya di wilayah Indonesia bagian timur seperti
Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini
umumnya lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagiantajaman. Bagian
tajaman diasah dari dua arah sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang simetris.
Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian
ini berkembang secara terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi),
Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau Tondano (Minahasa),
dan sedikit di Flores Barat.

Kebudayaan Batu Muda (Neolithikum)
Hasil kebudayaan zaman batu muda menunjukkan bahwa manusia purba sudah
mengalami banyak kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan
manusia, bahan masih tetap dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada sentuhan rasa seni.
Fungsi alat yang dibuat jelas untuk pengggunaannya. Hasil budaya zaman neolithikum, antara
lain.

a. Kapak Persegi





Kapak
persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap
tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau jugadisebut beliung persegi
banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa tenggara.

b. Kapak Lonjong

Kapak ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya
ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan
memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi
Utara.

c. Mata Panah

Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu.
Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

d. Gerabah

Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.

e. Perhiasan

Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan
anting-anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
f. Alat Pemukul Kulit Kayu
Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan
sebagai bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia
pra- aksara sudah mengenal pakaian.


Peninggalan zaman neolitikum

Zaman ini di sebut juga zaman batu baru, perkembangan kebudayaan pada zaman ini sudah lebih
maju lagi, seiring dengan datangnya rumpun Proto Melayu dari wilayah Yunan, di Cina Selatan,
ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.orang-orang Proto Melayu ini datang dengan
membawa serta hasil budaya berupa kapak persegi dan kapak lonjong serta menyebarkannya di
daerah-daerah yang mereka lalui dan tuju.

Kapak persegi banyak di temukan di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Bahan
dasar adalah batu api (chalcedon) dengan buatan yang sangat halus karena diasah. Kebudayaan
kapak persegi diperkirakan masuk ke indonesia melalui jalan barat, yaitu dari Yunan ke
Semenanjung Malaka, lalu masuk ke Jawa melalui Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Maluku. Para arkeolog memperkirakan bahwa benda tersebut di buat sebagai
lambang kebesaran, jimat, alat upacara, atau alat tukar. Misalnya : Beliung, Pacul dan Torah
untuk mengerjakan kayu. Ditemukan diSumatera, Jawa, bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi
dan Kalimantan.

Fungsi:

-sebagai cangkul/pacul.

-sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Bahan untuk membuat kapak disamping dibuat dari batu api/chalcedon yang hanya dipergunakan
sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran.

Kapak Bahu. Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi, hanya di bagian yang diikatkan pada
tangkainya diberi leher. Hanya di temukan di Minahasa.

Kapak lonjong adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong, ujungnya agak lancip
sehingga dapat dipasangi tangkai. Kapak lonjong mempunyai dua ukuran, yaitu ukuran kecil
(kleinbeil) dan ukuran besar (walzenbeil). Sebagian besar wilayah temuan kapak lonjong
terdapat di Papua, karenanya kebudayaan kapak lonjong sering juga di sebut dengan
Neolithikum Papua. Di daerah lain di indonesia kapak lonjong juga di temukan di Sulawesi,
Sangihe Talaud, Flores, Maluku, dan Kepulauan Tanimbar.

Peninggalan lainnya
Gerabah dari tanah liat. Gerabah dari tanah liat, ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa (antara
Yogyakarta-Pacitan), Kaliumpang (Sulawesi), Melolo (Sumba).

Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah). Jenis perhiasan ini banyak di temukan di
wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga
yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi
kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-
alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini
dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.


Pakaian dari kulit kayu. Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit
kayu yang sederhana yang telah di perhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan
pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai larangan atau pantangan
yang harus di taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat
lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman
neolithikum sudah berpakaian.

Tembikar (Periuk belanga). Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-
barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di
Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun
bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar.
Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang
manusia.

Hasil budaya lainnya dari zaman ini adalah semakin majunya tradisi gerabah, yang berfungsi
sebagai wadah untuk keperluan rumah tangga. Namun di beberapa tempat, gerabah di gunakan
sebagai tempat menyimpan tulang belulang manusia seperti yang di temukan di wilayah pantai
selatan Jawa (antara Yogya, Pacitan), Kandang Lembu di Banyuwangi, Melolo (Sumba), dan
Minanga Sipakka di Sulawesi Barat. Sedangkan di Gilimanuk (Bali) ditemukan gerabah yang
digunakan sebagai bekal kubur.

Kira-kira 2000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih
maju dan tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba.

Ciri-Ciri Zaman Neolitikum

Peralatan sudah dihaluskan dan diberi tangkai.
Alat yang digunakan antara lain kapak persegi dan lonjong.
Pakaian terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang.
Perhiasan terbuat dari kulit kerang, terrakota dan batu.
Tempat tinggal menetap (sedenter).
Memiliki kemampuan bercocok tanam.
Menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Cara Hidup

Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada zaman itu
manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama dalam kampung.
Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja sama.
Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara penghidupan di dalam
ikatan kerjasama itu.
Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan
manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang.

Kebudayaan di Zaman Neolithikum

Religi (Kepercayaan)
Pada masa ini kepercayaan masyarakat semakin bertambah, bahkan masyarakat juga mempunyai
konsep tentang apa yang terjadi dengan seseorang yang telah meninggal yaitu penghormatan dan
pemujaan kepada roh nenek moyang sebagai suatu kepercayaan yang disebut dengan Animisme.
Serta kepercayaan bahwa benda-benda disekitar kita memiliki jiwa atau kekuatan yang disebut
dengan Dinamisme.

Ekonomi
Dengan dikenalnya sistem bercocok tanam, maka ada banyak waktu yang terluang yaitu waktu
antara musim tanam hingga datangnya musim panen. Pada saat itulah mereka mulai
mengembangkan perekonomian mereka dengan mengenal sistem barter, dimana terjadi
pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem barter merupakan
langkah awal bagi munculnya sistem perdagangan/ sistem ekonomi dalam masyarakat. Untuk
memperlancar diperlukan suatu tempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan pembeli
yang pada perkembangannya disebut dengan pasar. Melalui pasar masyarakat dapat memenuhi
sebuah kebutuhan hidupnya.

Adat I stiadat
Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam,
kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk
menciptakan kebudayaan yang lebih baik dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, pada
masa Neolithikum budaya manusia telah maju dengan pesat. Berbagai macam pengetahuan telah
dikuasai, misalnya pengetahuan tentang perbintangan, pranatamangsa (cara menentukan musim
berdasarkan perbintangan atau tanda-tanda lainnya), pelayaran, kalender (menentukan hari baik
atau buruk).

Kesenian
Banyak unsur-unsur kebudayaan Neolithikum yang masih hidup hingga sekarang. Salah satunya
adalah kesenian seperti pertenunan dengan menggunakan tenun gendong. Unsur-unsur lainnya
yang dapat disebutkan dan masih hidup hingga sekarang misalnya gamelan dan wayang.

sistem kepercayaan zaman neolitikum

Masyarakat zaman praksara terutam pada zaman neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan
,mereka sudah memahami adanya kehidupan setelah mati .mereka meyakni bahwa roh
seseorang telah meninggal akan ada dialam lain,oleh karena itu ,roh orang sudah meninggal akan
senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya.
Dalam upacara penguburan ini orang yang meninggal orang kaya maka upacara kematiaan
semakin mewah dan barang ikut dikubur semakin banyak dan sebaliknya
Selain upacara-upacara penguburan,ada juga upacara pesta mendirikan bangunan suci ,mereka
percaya manusia yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika mayatnya ditempatkan
pada susunan batu-batu besar biasa disebut sarkofagus
Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar telah mendorong berkembangnya kepercayaan
animisme,kepercayaan yang memuja roh nenek moyang,disamping itu kepercayaan dinamisme
muncul seakan mempercayai benda-benda memiliki kekuatan gaib sehingga dihormati dan
dikeramatkan.

Anda mungkin juga menyukai