Anda di halaman 1dari 13

CASE REPORT

Konjungtivitis Blenore

Disusun Oleh:
Windri Sekar Nilam
1102013304

Pembimbing :
dr. Hj. Elfi Hendriati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU MATA


PERIODE 20 NOVEMBER 22 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 29 November 2017
Nama : Bayi Ny. B
Umur : 11 hari
Alamat : Garut Kota
Pekerjaan Ibu : Guru

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan ibu pasien di ruang Aster
RSUD dr Slamet, Garut

Keluhan Utama : Keluar kotoran dari kedua mata terus-menerus

Anamnesa Khusus :
Bayi berusia 11 hari datang dengan kedua orangtuanya dengan keluhan keluar
kotoran dari kedua matanya terus-menerus. Bayi baru lahir 11 hari yang lalu dan baru
disadari pada hari kedua sejak lahir. Awalnya, ibu bayi menyadari hanya mata kanan
saja hingga saat ini mata kiri juga mengeluarkan kotoran. Kotoran berwarna kuning
dan kental.
Pasien kemarin lahir di bidan dengan usia 9 bulan dan berat badannya 2.9 kg.
pasien lalu dibawa ke dokter anak terdekat dan diberikan obat salep mata.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya atau
pada anak pertamanya.

Anamnesa Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ibu pasien bekerja sebagai guru dan suaminya sebagai karyawan swasta. Pasien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Kesan: Sosial ekonomi menengah

Riwayat Gizi
Ibu pasien mengaku anak mendapatkan gizi yang cukup. Ibu pasien tidak
pernah merokok dan konsumsi alkohol sebelumnya. Ibu pasien mengatakan cukup
sering memakan sayur dan buah-buahan.
Kesan: Gizi cukup

PEMERIKSAAN VISUS & REFRAKSI

Visus OD OS
SC Tidak dilakukan Tidak dilakukan
CC - -
STN - -
Koreksi - -
ADD - -
Gerakan Bola Mata Sulit dinilai Sulit dinilai

2
Gerakan bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai

PEMERIKSAAN EKSTERNAL

OD OS

Sekret (+/+)

OD OS
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Margo Palpebra Tenang Tenang
Silia Tumbuh teratur, trichiasis Tumbuh teratur, trichiasis
(-), madarosis(-), Sekret (-), madarosis(-), Sekret
Purulen (+) Purulen (+)
Ap. Lakrimalis Refluks(-) Refluks(-)
Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi
Kornea Jernih Jernih

3
COA Tenang Tenang
Pupil Bulat, sentral, isokhor Bulat, sentral, isokhor
Diameter pupil 2 mm 2 mm
Reflex cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Coklat, kripti (+) Coklat, kripti (+)
Lensa Jernih Jernih

PEMERIKSAAN SLIT LAMP & BIOMICROSCOPY


Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY
Tidak dilakukan

RESUME
Bayi berusia 11 hari datang dengan kedua orangtuanya dengan keluhan keluar
kotoran dari kedua matanya terus-menerus. Bayi baru lahir 11 hari yang lalu dan baru
disadari pada hari kedua sejak lahir. Awalnya, ibu bayi menyadari hanya mata kanan
saja hingga saat ini mata kiri juga mengeluarkan kotoran. Kotoran berwarna kuning
dan kental.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 114 x/menit

4
Status Oftalmologis :
Pemeriksaan OD OS
Visus Tidak Dilakukan Tidak dilakukan
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior edema edema
Palpebra inferior Tenang Tenang
Conjunctiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat. Ishokor,ditengah Bulat, ishokor, ditengah
Iris Coklat,kripti(+),sinekia(-) Coklat,kripti(+),sinekia(-)
Lensa Jernih Jernih

DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis Purulenta ec Neisseria Gonorrheae

DIAGNOSIS BANDING
- Konjungtivitis Klamydia
- Konjungtivitis Viral

RENCANA TERAPI
Medikamentosa
- Salep antibiotik
- Injeksi Ceftriaxone 100mg/kgbb dosis tunggal, 1x sehari
- Bersihkan mata dengan kapas yang dibasahi dengan NaCl setiap 30 menit

PROGNOSIS

5
- Quo ed vitam : Ad bonam
- Quo ed functionam : dubia ad bonam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjugtiva akut dan hebat yang
disertai secret purulent. Gonokok merupakan kuman yang sangat pathogen, virulen dan
bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Pada neonates infeksi konjugtiva terjadi pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Oada orang
dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Penyakit ini umumnya dilihat dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-
3 hari), konjugtivitis gonore infantum (usia >10 hari) dan konjugtivitis gonore
adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya.
Merupakan penyebab utama oftalmia nenaotum.
Memberikan sekret purulent padat dengan masa inkubasi antara 1 jam hingga 5
hari, disertai perdarahan subkonjugtiva dan konjugtivitis kemotik (Ilyas & Sri, 2017).

2.2 Epidemiologi
Saat ini di Amerika Serikat, konjungtivitis neonatal infeksius terjadi sebesar 1%-
2% kelahiran. Sayangnya, pada negara-negara berkembang, konjugtivitis neonatal
menjadi masalah utama dikarenaka tidak adekuatnya maternal care (perawatan
kehamilan) dan kurangnya penyebaran luas terapi profilaksis untuk mencegah infeksi-
infeksi yang dapat terjadi segera setelah melahirkan.
Secara garis besar, konjugtivitis infeksius terjadi sebanyak 12% neonatus. Laga
et al dalam Palafox et al menyebutkan bahwa di rumah sakit di Nairobi tidak ada
profilaksis oftalmia neonatorum yang digunakan sedangkan angka kejadiannya sebesar

6
23.2 per 100 kelahiran hidup. Angka kejadian yang disebabkan oleh bakteri gonococcal
dan chlamydial adalah 3.6 dan 8.1 per 100 angka kelahiran hidup. Kedua agen infeksius
ini, Chlamydia trachomatis (31%) dan N gonorrhea (12%) dan keduanya (3%) pada
181 kasus konjungtivitis neonatal. Sebanyak 67 neonatus terpapar infeksi gonokokus
maternal dan 201 naonatus terpapar infeksi chlamydial menunjukkan transmisi melalui
mata sebesar 42% dan 31%.
Transmisi dari ibu terinfeksi ke neonates dilaporkan sebesar 30%-45% pada N
gonorrhoea dan 30% untuk C trachomatis. Adanya perbedaan organisme penyebab
oftalmia neonatorum di beberapa negara disebabkan karena adanya variasi
epidemiologis dan gambaran jangkauan prevalensi PMS (Palafox et al, 2011).

2.2 Etiologi
Neisseria gonorrheae
Kurang dari 1% dari oftalmia yang dilaporkan disebabkan oleh Neisseria
gonorrheae. Sebesar 30%- hingga 40% neonatus yang dilahirkan pervaginam pada ibu
terinfeksi akan berkembang menjadi oftalmia neonatorum gonokokal disebabkan tidak
adekuatnya profilaksis. Angka transmisi lebih tinggi pada ibu dengan infeksi
chlamydial konkommiatan (ikutan). Neonatus yang lahir dari ibu diketahui dengan
infeksi gonokokus harus diberikan dosis tunggal parenteral cefotaxime atau
ceftriaxone. Jika tidak ditangani, dapat berkembang menjadi sebabkan luka pada
kornea, ulserasi, panoftalmitis, dan perforasi dalam 24 jam.
Biasanya ditemukan dengan kemosis, edema palpebra, dan sekret purulent
masif dalam 2 sampai 5 hari dari lahir dan gejala dapat timbul 2 hingga 3 minggu
setelah lahir (Matejcek & Goldman, 2013).

2.3 Patofisiologi
Transmisi secara vertikal dari ibu merupakan jalur transmisi yang dapat
menularkan kepada neonatus. Kedua orangtuanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan
PMS. Permukaan okular secara anatomis dan fungsional dibentuk untuk mencegah

7
infeksi bacterial ke mata yang sehat, baik pada anak atau dewasa. Ada beberapa enzim
yang ditemukan pada air mata seperti immunoglobulin, lisozim, dan enzim antimikorba
lainnya. Lapisan air mata yang terus berganti menciptakan kondisi yang sulit untuk
bakteri tumbuh. Dasarnya, N gonottheae berhasil melakukan invasi pada pertahanan
dinding epitel yang utuh. Sayangnya, kebanyakan bakteri bersifat melisiskan fungsi
pertahanan (Palafox et al, 2011).

2.4 Gambaran Klinis


Tanda dan gejala oftalmia neonatorum dapat ditemukan adanya injeksi
konjungtiva atau edema palpebral hingga periorbital dan sekret yang purulent. Injeksi
konjugtiva ringan dengan adanya sedikit sekret berair hingga mukopurulent berat
dengan edema palpebral, kemosis dan pembentukan pseudomembran. Hilangnya
penglihatan jarang ditemukan.

Gambar 1. Konjungtivitis gonokokus


(blenore) pada neonatus . (Palafox et al.
2011. Opthalmia Neonatorum).

Disamping belum sempurnanya sistem imun pada neonatus, jalur lahir dapat
menjadi salah satu jalur infeksi. Adanya trauma atau lahir kurang bulan (prematur)
dapat meningkatkan risiko infeksi. Serta, adanya infeksi serviks atau vagina aktif pada
ibu meningkatkan risiko konjungtivitis neonatus.
Dapat ditemukan pseudomembran atau true membrane, dan scarring jika tidak
ditangani segera, serta infeksi kornis yang dapat berlangsung berbulan-bulan.
Biasanya ditemukan bilateral dan gejalanya lebih berat daripada infeksi non-
gonokokus. Eksudat awalnya serosanguinis dapat berganti menjadi sekret

8
mukopurulent dalam 24 jam serta dapat ditemukan adanya membrane (Palafox et al,
2011).

2.5 Diagnosis
Neonatus dengan konjungtivitis sebaiknya diambil spesimen dari konjungtiva
dan faringnya untuk dikultur. Biasanya pada agar darah atau coklat.
Pemeriksaan lain dilakukan dengan pewarnaan Gram menggunakan metilen
biru yang akan positif jika ditemukan diplokokus. Pewarnaan Giemsa untuk
mengidentifikasi jenis sel inflamasi, tapi tidak untuk informasi diagnostik (Palafox et
al, 2011).

2.6 Tatalaksana
Oftalmia neonatorum merupakan keadaan emergensi. Penanganan khusus pada
tiap jenis konjungtivitis berdasar gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang
(pewarnaan Gram dan Giemsa). Penanganannya tak hanya pada bayi, tetapi pada ibu
dan pasangannya dikarenakan penyebabnya merupakan organisma yang ditularkan
melalui hubungan seksual.
Neonatus dengan oftalmia neonatorum gonokokus sebaiknya dirawat dirumah
sakit, dirawat dengan irigasi berkala konjungtiva dan diberikan ceftriaxone (25-
50mg/kgbb hingga dosis maksimum 125mg) secara intravena atau intramuskular. Ibu
dan pasangannya sebaiknya diberikan terapi gonorrhea (Matejcek & Goldman, 2013).
Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan suntikan. Bayi diberikan 50.000
IU/kgbb selama 7 hari dan kloramfenikol tetes mata 0.5-1.0 %. Sekret dibersihkan
dengan kapas yang dibasahin dengan air bersih atau dengan garam fisiologik dan
diolekan salep penisilin setiap jam. Penisilin tetes mata diberikan dalam bentuk
larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ml tiap 1 hingga 30 menit. Salep diberikan
setiap 5 hingga 30 menit, disusup pemberian salep penisilin tiap 1 jam selama 30 hari.

9
Pemberian antibiotik sistemik dihentikan jika saat pemeriksaan mikroskopik dibuat
tiga hari berturut-turut negative (Ilyas & Sri, 2013).

(Gambar 2. American Academy of Ophthalmology. 2013. Preferred,Practice, Patern)

2.7 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kejadian
konjungtivitis infeksius neonatal dimulai dengan menggunakan silver nitrate pada
tahun 1881. Keefektivannya dalam menginaktifasi gonokokus dengan aglutinasi. Silver

10
nitrate menyebabkan inflamasi konjungtiva ringan dan sementara pada 90% kasus
yang ditandai dengan kemerahan dan berair dalam waktu 24-48 jam.
Cara paling baru dengan menggunakan eritromisin di Amerika Serikat.
Penggunaan povidon iodin juga digunakan pada beberapa tempat. Sebuah meta-
analisis mengatakan bahwa penggunaan kombinasi eritromisin dan povidon iodin lebih
baik disbanding dengan penggunaan silver nitrate (Palafox et al, 2011).

2.8 Komplikasi
Infeksi yang tidak ditangani dapat berubah cepat menjadi ulserasi kornea, perforasi
dan endoftalmitis. Infeksi konjungtivitis gonokokus pada neonatus dapat berkembang
menjadi stomatitis, artritis, rhinitis, septisemia, dan meningitis (Palafox et al, 2011).

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

11
DAFTAR PUSTAKA

Garatt et all. 2013. Preferred Practice Pattern: Conjunctivitis. American Academy of


Opthalmology

Ilyas, Sidarta & Yulianti, Sri Rahayu. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI

Matejcek, Adela & Goldman, Ran D. 2013. Treatment and prevention of ophthalmia
neonatorum)

Palafox, Suzanne Katrina V., Jasper, Smitha., Tauber, et al. 2011. Ophthalmia
Neonatorum. Palafox et al. J Clinic Experiment Ophthalmol 2011, 2:1.
http://dx.doi.org/10.4172/2155-9570.1000119

12

Anda mungkin juga menyukai