Anda di halaman 1dari 3

Judul : Sandiwara Bumi, hal 8 Namun, Hukum kehidupan sering kali berubah,

menjadi kejam. Kejam, bukan karena alam menghendakinya, melainkan orang-


orang yang hidup itu sendirilah yang menciptakan. Kitab suci telah memperingatkan
agar manusia tidak merusak alam. Tetapi, kitab suci selalu berbicara dalam bahasa
langit. Sementara manusia sering berbicara dengan bahasa bumi. Langit memiliki
cerita dan bumi pun membentangkan sandiwara, ya sebuah sadiwara. Sandiwara
bumi. Seperti bumi duku ketoyan ini !.

Tema

Latar
Hal 19, Mereka sedang meninggalkan ladang
Hal 20, Ketika hastadi dan kedua anaknya sampai di rumah
Hal 26, Ditelusuri aliran sungai sedayu
Hal 49, di teras rumah mba sarno
Hal 52, sekali waktu ia turun ke sungai
Hal 65, tak di ragukan lagi bahwa duku waru sudah ada di depan mata
Hal 68, rumah pak jadi menjadi gempar
Hal 75, melalui pengeras suara di mesjid
Hal 84, dukuh sengon
Hal 103, hastadi berhenti di dekat pohon

Suasana
Hal 71, sedih. Dari semua yang sudah di identifikasi ternyata belum ada jasad istri
dan kedua anak hastadi.
Hal 79, suasana seidh dan haru tanpak di wajah mereka.

Waktu
Hal 10, siang itu, matahari tengah bersinar seterik-teriknya.
Hal 41, malam semakin larut, tetapi mereka tampak masih enggan untuk beranjak
Hal 48, pagi ini langit kembali mendung setelah beberapa hari cerah dan matahari
sinag bersinar dengan terik
hal 54, siang menuju sore, sore berganti senja
hal 62, malam itu juga ketiga lelaki tersebut meguburkan dua jasad yang ditemukan
hastadi
hal 88, sore itu mbah rodiyah tengah berjalan tertatih meninggal
hal 101 pagi menjelang siang seperti ini
hal 109
Tokoh
Hatasti
Badrun
Baihaqi
Mba jumi
Pak junedi
Tini
Mba sarno
Iskandar
Jenedi
Sukimin
Pak haji
Hasyim
Ratno
Mbah rodiyah
Pak polisi
Rusmanto
Ismail

Penokohan
Hal 23, hastadi berlari kencang ke arah selatan, tanpa menyadari langkag kakinya
yang berkali kali terantuk batu ( peduli )
Hal 37, mbah jumi menagis walau air matanya hanya setets tetes
Hal 41, pak junedi menghelus rambut anak semata wayangnya ( penyayang )
Hal 45, tini memperhatikan luka- luka di kaki dan lengan hastadi ( peduli )
Hal 46 , mas tinggal disini aja ucap tini ( baik hati )
Hal 51 biarlah aku, mas hastadi dan mas junedi yang mencarinya ( peduli )
Hal 55 tini tak pernah meninggalkan sholat ( Shaliha)
Hal 56 kalau begitu, ayo sekarang kita sholat
Hal 66, sukimin sendiri telah menggambil perbekalan yang ditinggalkan istrinya
(baik)
Hal 69 pak haji memanggil orang orang yang waktu itu menemukan jasad yang
terbawa arus sungai
Hal 71 kita menemukan sembilan jasad waktu itu
Hal 80
Hal 81 pak haji ( pantang menyerah )
Hal 81 pak haji ( sholeha)
Hal 85 saya tak percaya seru hastadi dengan suara bergertar
Hal 86 ia sudah pikun, mbah rodhiyah ( pikun )
Hal 90 Mbah rodhiyah adalah nenek yang jujur dan baik hati
Hal 96, hastadi biarlah Allah yang membingbing saya ( percaya diri )
Hal 101 hastadi melangkah dan taerus melangkah,. Pikirannya kalut kacau ( pantang
menyerah )
Hal 103 badrun memang memiliki perwatakan lebih kuat ketimbang kakanya
Hal 105 hastadi memandanginya. Ia besabar karena tidak ingin menganggu orang
lain atas kebauannya
Hal 107 rusmadi,bapak bisa tinggal sementara waktu di kontrakan saya ( baik )

Anda mungkin juga menyukai