Influenza
Influenza
PENDAHULUAN
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi 5
Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran nafas tersering pada
manusia, gejalanya ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung tersumbat
dan nyeri tenggorok. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini pada anak masih
cukup tinggi dengan manifestasi klinis yang sangat luas. Infeksi ini disebabkan
oleh virus famili Orthomyxoviridae, virus pertama pada saluran nafas manusia
yang berhasil diisolasi dan dipelajari secara rinci dari aspek biologis,
epidemiologis maupun gambaran klinisnya. Namun demikian, virus ini dapat
mengembangkan virus komposisi antigenik permukaan dan memunculkan strain
atau subtipe-subtipe baru sehingga keberadaan virus ini sulit dimusnahkan.
2.2. Epidemiologi
3
penyakit ini, 12 kali lebih tinggi dibandingkan usia 5-17 tahun. Angka kematian
tertinggi terjadi pada usia kurang dari 6 bulan (0,88/100.000 anak). Tidak
didapatkan perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk resiko
terjangkit influenza.5
Virus influenza A epidemiologinya kompleks, melibatkan hospes binatang
yang berepran sebagai reservoir berbagai strain virus yang mungkin dapat
menginfeksi populasi manusia. Sifat alamiah segmen genom influenza
memungkinkan penyatuan kembali antara virus binatang dan manusia bila terjadi
infeksi bersama. Di samping itu, hospes burung yang bermigrasi dapat
menyebabkan penyebaran penyakit. Influenza B mempunyai kemampuan lebih
kecil untuk mengubah antigen utama dan tidak dikenali reservoir binatang.5
Anak yang terpajan pertama kali terhadap strain influenza mengalami
pelepasan virus lebih tinggi dan lebih lama daripada orang dewasa, membuatnya
sebagai penular infeksi yang sangat efektif. Dalam satu negara atau sedcara
global, satu atau dua strain dominan menyebar sehingga menyebabkan epidemi
tahunan. Saat ini, strain influenza tipe A dengan serotipe: H1N1 dan H3N2 dan
strain tipe B bersirkulasi bersama, salah satu tipe dapat dominan dalam satu tahun,
tapi sangat sulit untuk memprediksi subtipe dan tingkat keparahan influenza yang
akan datang.5
Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada
individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-
penyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi
angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak berisiko tinggi adalah
100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970 hingga 1994-1995,
diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit 16.000 sampai
220.000/epidemik.
Kematian influenza dapat terjadi karena pneumonia dan juga eksaserbasi
kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya. Penelitian di Amerika dari 19
musim influenza diperkirakan kematian yang berkaitan influenza kurang lebih 30
hingga lebih dari 150 kematian / 100.000 penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih
4
dari 90% kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza terjadi pada
penderita usia lanjut. 2
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan
demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.
Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada
manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan terakhir Indonesia.
Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza.
Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena
wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya
sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti adanya penularan dari
unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan
antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih kecil lagi.
2.3. Etiologi 5
Virus influenza termasuk family Orthomixoviridae. Virus ini merupakan
virus RNA rantai tunggal, berukuran besar, dengan genom tersegmentasi yang
dibungkus dalam selaput berisi lipid. Dua protein permukaan utama yang
menentukan serotipe influenza adalah hemaglutinin dan neuraminidase, tampak
sebagai tonjolan melalui selaputnya. Berdasarkan nukleoprotein spesifik pada
permukaannya, virus influenza dibagi menjadi tiga tipe: A, B, dan C. Influenza
tipe A dan B adalah penyebab influenza primer dan menimbulkan penyakit
epidemi, sedangkan influenza tipe C timbul secara sporadik, mendominasi
penyakit saluran pernafasan atas. Influenza tipe A dan B dibagi lebih lanjut
menjadi strain yang terpisah secara serotip yang bersirkulasi setahun sekali pada
populasi. Saat ini WHO membuat suatu sistem nomenklatur dari galur virus
influenza berdasarkan tipe, pejamu (untuk galur yang berasal dari hewan),
geografi, nomor strain dan tahun isolasi, kode hemaglutinin dan subtipe
neuraminidase ditambahkan. Contohnya, influenza galur A disebut sebagai
5
A/USSR/90/77 (H1N1). Galur tersebut diberi nama oleh dua pusat influenza
WHO, yaitu di London (Inggris) dan Atlanta (Amerika Serikat).
Dengan mempergunakan mikroskop elektron, virus influenza terlihat sebagai
partikel tidak beraturan berbentuk sferis dengan diameter 80-120 nm, atau dapat
pula memperlihatkan struktur filamen atau icosahedral. Hemaglutinin dan
neuraminidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan
virus. Hemaglutinin diperlukan untuk melekatnya virus pada membran sel
pejamu, sedangkan neuraminidase diperlukan untuk melepaskan virus dari sel
yang terinfeksi. Di dalam partikel fragmen kadang-kadang tampak nukleokapsid
yang berbentuk rantai. Sampai saat ini dikenal 3 jenis hemaglutinin, yaitu H1, H2,
dan H3, serta 2 neuraminidase yaitu N1 dan N2 pada virus influenza A yang
menyerang manusia.
Hampir setiap tahun muncul variasi pada kompisisi antigenik protein
permukaan, sehingga memberi manfaat selektif pada strain baru, dan pada
akhirnya menyebabkan epidemi penyakit yang terlokalisasi dengan mortalitas
yang sebagian besar terbatas pada orangtua dan pada mereka yang mempunyai
penyakit kardiopulmonal. Setiap tahun strain virus merupakan infeksi baru pada
bayi karena mereka tidak mempunyai antibodi yang ada sebelumnya kecuali
antibodi yang dipindahkan secara maternal pada bayi yang baru lahir.
2.4. Penularan5
Penularan influenza secara alami berasal dari percikan air ludah atau
partikrl besar virus yang berasal dari percikan batuk dan bersin. Penyebaran dapat
pula berasal dari kontak langsung, kontak tak langsung atau terhusapnya patikel
halus. Hal ini diduga berperan pada patogenesis terjadinya pneumonia influenza
primer.
Virus B dapat menulat waktu sehari sebelum gejala timbul, namun pada
influenza tipa A, virus menular setelah 6 hari. Penularan virus pada anak dapat
bervariasi, tetapi biasanya hanya berangsung selama kurang dari seminggu pada
influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. Pada puncak
perjalanan penyakit, sekresi saluran nafas mengandung tidak kurang dari 106
6
partikel virus per mililiter. Masa inkubsi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari,
tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.
Infeksi nosokomial dapat muncul pada epidemi influenza di masyarakat
dan telah dibuktikan adanya kejadian tersebut pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, baik dewasa, anak dan bayi baru lahir. Di rumah sakit sebaiknya pasien
yang rentan segera dipisahkan dari pasien yang menderita penyakit saluran nafas
akut. Ruang isolasi umumnya sangat diperlukan bagi pasien yang sakit influenza.
Orang yang menderita infeksi saluran nafas dan diduga berhubungan dengan
influenza, sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja.
7
terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen-gen pada H
dan N diantara human dan avian influenza virus melalui perantara host ketiga.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift akan
memungkinkan terbentuknya virus yang lebih ganas, sehingga keadaan ini
menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena sistem imun host baik
seluler maupun humoral belum sempat terbentuk.
Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah
adanya penduduk yang bermukim didekat daerah peternakan unggas dan babi.
Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human virus
makan hewan tersebut dapat berperan sebagai lahan pencampur (mixing vesel)
untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersebut,
sehingga menyebabkan terbentuknya subtiper virus baru. 7
2.6. Patogenesis 5
Mekanisme imun yang terlibat dalam penghentian infeksi primer dan proteksi
terhadap reinfeksi belum dimengerti dengan baik. Masa inkubasi influenza yang
sangat pendek dan pertumbuhannya pada permukaan mukosa merupakan masalah
dalam mendapatkan respon imun protektif. Penyajian antigen terutama pada
mukosa yang bekerja melalui saluran limfoid bronkus. Respon humoral utama
terhadap hemaglutinin dan kadar antibodi serum yang tinggi dihasilkan oleh
vaksin yang diinaktifkan dan ada hubungannya dengan proteksi. Antibodi
imunoglobulin (Ig) A yang dihasilkan mukosa diduga paling efektif dan segera
berespon melawan influenza. Antibodi Ig A terhadap influenza yang dapat diukur
menetap dalam masa yang relatif pendek, dan reinfeksi influenza dapat ditemukan
pada interval 3-4 tahun.
Masa inkubasi influenza berlangsung 48-72 jam. Virus melekat pada residu
asam sialat pada sel melalui hemaglutinin, dan masuk ke vakuola secara
endositosis, dengan asidifikasi progresif, selanjutnya terjadi fusi pada membran
endosom yang melepaskan RNA virus ke dalam sitoplasma. RNA dipindahkan ke
nukleus dan direkam. RNA yang baru disintesis dikirim ke sitoplasma dan
dibentuk menjadi protein, yang dipindahkan ke membran sel. Pada proses ini
8
sintesis disisipi pertunasan virus melalui membran sel. Mekanisme pembungkusan
segmen genom belum dimengerti dengan baik. Pemecahan proteolitik
hemaglutinin yang terjadi pada beberapa titik dalam penggabungan dan pelepasan
virus sangat penting untuk keberhasilan reinfeksi dan peningkatan titer virus. Pada
manusia, siklus replikasi ini terbatas pada epitel saluran nafas. Pada infeksi primer
replikasi virus berlanjut selama 10-14 hari. Keberhasilan replikasi selengkapnya
dalam saluran nafas merupakan anggapan bahwa kunci enzim proteolitik ada pada
tempat ini. Pemecahan hemaglutinin pada sekresi saluran pernafasan dapat
dibuktikan, tetapi asal seluler enzim masih belum diketahui pasti.
9
Influenza merupakan penyakit infeksi epitel saluran nafas yang bersifat lokal
dan bukan penyakit sistemik, maka sebagai peneliti meragukan derajat
perlindungan yang diperankan oleh antibodi lokal dan humoral. Beberapa
penelitian melaporkan peran antibodi lokal dan antibodi humoral, antibody lokal
berperan sebagai faktor pertahanan terdepan, namun antibodi serum tetap
memegang peran pada proses pertahanan tubuh. Antibodi neutralizing yang
terbanyak pada sekret hidung adalah IgA sekretori, sedangkan antibodi
neutralizing pada sekresi trakeobronkial adalah IgG. Dari data yang ada terlihat
IgA sekretori yang disekresi hidung berperan penting pada pencegahan infeksi
saluran nafas yang ditularkan melalui droplet. Antibodi serum dan IgG lokal
berperan pada netralisasi infeksi yang ditularkan melalui saluran nafas bagian
bawah atau mencegah meluasnya infeksi dari saluran nafas atas ke paru.
Mekanisme imunitas seluler turut berperan pada infeksi dan vaksinasi influenza.
Sel T helper berperan sebagai antibodi humoral strain-spesifik terhadap
hemaglutinin. Meskipun pada percobaan ditemukan sel T sitotoksik yang non
spesifik dan spesifik, tetapi ternyata hanya sel T sititoksi yang berperan pada
manusia.
10
2.7. Manifestasi Klinis 5
Influenza tipe A dan B terutama menyebabkan penyakit pernafasan. Gejala
dan tanda influenza A pada anak dan dewasa berbeda. Pada anak diawali dengan
sakit mendadak dan ditandai oleh koryza, konjungtivitis, faringitis dan batuk
kering disertai anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, dan pembesaran kelenjar
servikal dan demam sampai 38,90C. Virus influenza B dan C menyebabkan gejala
yang sama, tetapi gejala lebih ringan dibandingkan virus influenza A dan
penyakitnya tidak berlangsung lama
Tabel 1. Frekuensi Relatif Gejala dan Tanda Influenza Klasik pada Anak dan Remaja
11
2.8. Gejala Klinis Pada Anak Yang Lebih Muda 5
Pada anak yang lebih muda atau bayi, influenza memiliki gambaran klinis
yang kurang khas, manifestasi tergantung pada lokasi saluran nafas. Anak tampak
demam dan toksik, sehingga perlu segera dilakukan pemeriksaan diagnostik
lengkap. Walaupun tanda-tanda influenza khas, penyakit ini sering tidak dapat
dibedakan dari penyakit disebabkan oleh virus pernafasan lain seperti virus
sinsitial respiratori, virus parainfluenza dan adenovirus.
Gambaran klinis influenza pada anak kecil dan bayi saat ini mulai diteliti
secara intensif, oleh karena terlihat adanya peningkatan sensitivitas dan spesifitas
dalam mendiagnosis infeksi virus pada saluran nafas. Dilaporkan pula
peningkatan jumlah pasien yang dirawat, yang menunjukan adanya gambaran
influenza berat. Gejala dan tanda yang muncul seringkali hampir sama dengan
infeksi virus saluran nafas lainnya (parainfluenza, respiratory syncytial,
rhinovirus, dan adenovirus). Manifestasi klinis dapat berupa laringotrakeitis,
bronkiolitis, bronkiothis, pneumonia atau influenza biasa. Secara umum jumlah
anak yang dirawat di rumah sakit atas indikasi infeksi saluran nafas bawah sama
dengan yng disebabkan oleh virus influenza, tetpi virus ini lebih banyak
menyerang anak yang umurnya lebih tua.
Pada anak yang lebih muda yang mendapatkan infeksi virus influenza A
primer menunjukkan gejala serupa sehingga sulit untuk membedakan dengan
gejala penyakit demam pada infeksi saluran nafas atas. Anak yang berumur
kurang dari 12 tahun bila sedang ada endemi virus influenza A (H3N2) harus
dirawat untuk kemungkinan menderita sepsis yang disebabkan oleh bakteri.
Demam pada umumnya sangat tinggi, sebagian besar pasien dapat melebihi
39,5oC. Anak tampak agak toksik, dengan sekret hidung jernih, batuk dan rewel.
Tampak ada tanda faringitis, faring kemerahan disertai pembesaran tonsil. Sekitar
5-10% pasien ini dapat menunjukan gejala terlibatnya paru, sedangkan pada
pasien yang dirawat di rumah sakit angka kelainan paru dapat meningkat sampai
50%. Muntah, diare, otitis media, pneumonia dan croup seringkali ditemukan
sedangkan bercak makula atau makulopapular hanya kadang kadang ditemukan.
12
Gejala gastrointestinal pada anak yang lebih muda lebih menonjol daripada
gejala saluran nafas, Kadang kadang pada umur 4-10 tahun dapat dijumpai gejala
akut abdomen sehingga menyebabkan dilakukan tindakan bedah yang tidak perlu.
Pada bayi, infeksi influenza virus A meneyababkan terjadinya diare dan muntah,
hanya 23% yang menunjukan gejala saluran nafas. Diare dapat menyebabkan
dehidrasi sedang sampai berat. Maka, berbeda dengan dewasa, bayi dan anak kecil
sebenarnya menunjukan gejala gastric flu.
Kejang yang dicetuskan oleh demam diaporkan sebagai indikasi rawat inap
pada pasien dengan influenza. Lebih dari 35% anak yang terserang influenza jenis
A menderita kejang demam dan sebagian besar berumur kurang dari 3 tahun,
sesuai dengan kerentanan anak golongan umur tersebut untuk menderita kejang
demam.
Laringotrakeobronkitis (croup) telah dikenal sebagai gejala yang menonjol
sebagai gambaran klinis pada bayi dengan influenza A. Gejalanya lebih berat
dibandingkan dengan sindrom croup yang disebabkan oleh infeksi virus
parainfluenza. Adanya sekret yang kental dapat sampai menyebabkan adanya
indikasi untuk trakeostomi khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pada bayi baru lahir, infeksi influenza dapat berupa gejala sepsis bakterial, seperti
: letargi, tidak mau makan, petekiae, penurunan sirkulasi perifer sampai apneic
spells. Influenza A pernah dilaporkan menimbulkan infeksi nosokomial di sebuah
rumah sakit.
2.9. Diagnosis 5
Influenza lebih mudah dikenal dari data epidemiologi, dibandingkan dari
gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam menegakkan
diagnosis banding influenza dengan penyakit saluran nafas yang disebabkan
karena temuan laboratorium klinik yang dikaitkan dengan influenza adalah
nonspesifik. Leukopenia relatif sering ditemukan, namun pada bayi tampak
gambaran leukosistosis. Radiografi dada menunjukan buki adanya ateletaksis atau
infiltrat pada sekitar 10% anak. Foto thoraks brmanfaat untuk melihat adanya
penyulit pneumonia lobaris atau intersitial.
13
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi virus dan sekresi saluran
nafas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa
kovalesens. Berbeda dengan adenovirus atau herpes simpleks dari saluran nafas,
maka tidak ada pengidap virus influenza, sehingga adanya isolasi virus sudah
menunjukan tanda pasti adanya infeksi virus influenza. Antigen influenza dapat
pula dideteksi secara cepat dari sel epitel nasofaring dengan antibodi fluoresens
yang spesifik.
Diagnostik serologik dapat dilakukan dengan tehnik complement-fixation atau
hemagglutination-inhibition. Reagen uji komplemen fiksasi tersedia secara
komersial, dan banyak digunakan di laboratorium. Kekurangan dari uji dengan
antibodi komplemen fiksasi ialah karena waktu pemeriksaan yang lama, sampai 6
bulan. Pendekatan yang tampaknya menunjukan hasil yang baik adalah
pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan
metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunai kelebihan dapat mengidentifikasi
secara spesifik antibodi IgA, IgM, IgG. Banyak penyakit demam sebagai
diagnosis banding influenza, khususnya yang disebabkan oleh virus saluran nafas
dan Streptococcus pyogenes.
2.10. Penyulit5
Penyulit influenza yang terbanyak adalah pneumonia, otitis media dan
sinusitis. Penyulit timbul pada masa dini penyembuhan , terjadi oleh karena
adanya invasi bakteri pada saluran nafas yang menyebabkan rusaknya silia epitel
sehingga mengganggu transport mukosilier. Infeksi nosokomial yang disebabkan
oleh mukosilier. Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh influenza A dapat
menyerang bangsal bayi, biasanya pada bayi dengan penyakit jantung paru.
Penyulit terjadi pada 10% bayi, dengan gejala terbanyak otitis media. Angka
kejadian otitis media setelah terkena infeksi influenza A dan B dapat sampai 28%
kasus, dan biasanya menunjukan adanya infeksi yang berulang.
Pneumokokus merupakan penyebab terbanyak pneumonia bakteri, diikuti
pneumonia stafilokokus. Gambaran foto ditandai dengan infiltrat difus. Klinis
terihat adanya sesak yang berat dan terlihat perbaikan setelah diberikan
14
antimikroba dan pengobatan suportif. Pneumonia Stafilokokus dapat terjadi
sebagai penyulit pneumonia virus yang dapat melanjut menjadi pneumatoceles
dan empyema. Pneumonia Stafilokokus yang berhubungan dengan influenza,
biasanya ganas dan dapat berakhir dengan kematian. Infeksi Staphylococus aureus
pada infeksi virus A anak menunjukan gejala pneumonitis necrotizing dengann
mikroabses.
Miosistis Akut
Miosistis akut timbul pada masa penyembuhan dini sebagai gambaran yang
khusus dari penyakit influenza. Nyeri yang hebat dapat terjadi pada kedua tungkai
yang datang secara tiba-tiba sehingga anak tersebut tidak dapat berjalan.
Meskipun dapat menyerang semua kelompok otot gastroknemius dan soleus yang
biasanya terkena. Baik influenza B maupun A dapat menyebabkan penyulit ini,
ditandai dengan adanya peningkatan kadar fosfokinase serum dan aspartat
transferase. Penyulit semacam ini pada anak biasanya self-limited.
15
terjadinya sindrom Reye, untuk itu diperingatkan agar tidak menggunakan salisilat
pada anak yang terkena influenza.
Selain ensefalopati atau sindrom Reye, kelainan saraf yang berat jarang
ditemukan pada infeksi virus influenza. Sindrom Guillain-Barre dan mielitis
transversa juga merupakan penyulit yang jarang pada influenza. Dari pemeriksaan
laboratorium dan data epidemiologi terdapat tanda-tanda yang meunjukan
sejumlah kasus penyakit parkinson yang diakibatkan oleh virus influenza.
2.11. Tatalaksana 5
Sebagian besar kasus infeksi influenza tidak menimbulkan penyulit, tetapi
meskipun demikian influenza merupakan penyakit yang mengganggu, oleh karena
itu pengobatan utama dalam tatalaksana. Pasien perlu pula istirahat, hidrasi yang
cukup, pengendalian demam dan nyeri otot dengan pemberian asetaminofen,
mempertahankan kenyamanan bernafas dengan dengan pemberian dekongestan
nasal. Pemberian antibiotik sebagai tindakan pencegahan tidak dianjurkan. Batuk
kering yang menetap pada fase penyembuhan dapat dikurangi dengan pemberian
kodein atau dekstrometrofan.
Penyulit diobati sesuai dengan gejala klinis. Adanya infeksi bakteri ditandai
dengan adanya peningkatan suhu atau berulangnya demam pada saat pasien
memasuki masa awal penyembuhan. Sebaiknya segera diambil biakan darah dan
pengobatan antibiotik disesuaikan dengan hasil pewarnaan Gram. Penyebab
infeksi terbanyak biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
dan Sterptococcus pyogens, maka ampisilin atau amoksisilin biasanya dapat
mengatasi masalah ini. Penyebab lain yang dapat menyebabkan gambaran klinis
berat seperti pneumoniae, seingkali disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
bakteri patogen Gram-negatif.
Amantadin hidroklorida dapat digunakan pada pengendalian wabah influenza
tipe A, dalam institusi, dan untuk terapi pada kasus perseorangan. Jika diberikan
dalam 48 jam pertama, obat ini mengurangi keparahan dan lamanya gejala
influenza. Keracunan dan ketidakmampuan berkonsentrasi atau mengantuk
ditemukan pada sebagian kecil anak yang diberi amantadin hidroklorida tidak
16
efektif melawan influenza tipe B, informasi mengenai strain yang sedang
bersirkulasi sangat penting untuk pengguanaan obat yang rasional.
Sampai saat ini obat antivirus yang berkhasiat baik terhadap influenza A dan
B adalah ribavirin. Sama seperti obat antivirus yang lain, obat ini terbukti berhasil
untuk pasien dewasa, tetapi kurang baik untuk pasien anak. Pada kasus influenza
tanpa penyulit, prognosisnya sangat baik. Prognosis menjadi kurang baik apabila
terjadi penyulit yang menyerang saluran pernafasan.
2.12. Pencegahan5
Vaksin influenza yang tersedia dalam bentuk inactived (formalin-treted).
Vaksin ini ditemukan pertama kali pada tahun 1903, dan akhir-akhir ini mulai
dikembangkan produksi vaksin rekombinan, dengan tujuan mengurangi efek
toksik vaksin. Efek samping vaksin in-actived diantara demam, finlike symptoms
dan rasa sakit pada daerah suntikan. Sindrom Guillain-Barre dapat muncul pada 1
dari 100.000 kasus vaksinasi. Di antara vaksin influenza yang sedang diteliti,
terdapat cold-adapted reassortant influenza virus vaccines. Vaksin ini telah
dibuktikan memperlihatkan hasil yang baik untuk anak dan dewasa. Terlihat
adanya peningkatan respons antibodi baik humoral maupun seluler, dan tidak
tampak efek samping yang berarti.
Keputusan untuk melakukan tindakan vaksinasi sebagai pencegahan sampai
saat ini masih kontroversial. Vaksinasi massal pada anak yang merupakan
kelompok umur paling rentan terhadap serangan influenza pada kejadian epidemi
masih belum dilakukan secara rutin di Amerika Serikat, kecuali pada pasien
dengan resiko tinggi. Masih ada klinisi yang berpendapat bahwa penyakit ini
meskipun cukup mengganggu, tetapi bersifat ringan. Strategi saat ini bukan hanya
pencegahan di masyarakat, tetapi meliputi pula petugas kesehatan dan mereka
yang kontak erat dengan pasien risiko tinggi.
2.13. Prognosis
Prognosis sangat baik meskipun pengembalian ke tingkat aktivitas normal
sepenuhnya dan bebas dari batuk biasanya memerlukan berminggu-minggu
17
BAB 3
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19