LAPORAN PENDAHULUAN
(Inception Report)
PEKERJAAN:
KAJIAN REVIEW POLA PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI PROGO
OPAK SERANG
Nomor Kontrak:
HK 0203 / SBBWS.SO.02 / 24
Tanggal:
14 April 2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Disetujui: Disusun:
Mengetahui
PPK Perencanaan dan Program
Satker Balai Besar WS Serayu Opak
i
KATA PENGANTAR
Laporan Pendahuluan ini berisi mengenai: (1) Pendahuluan, (2) Deskripsi Wilayah
Studi, (3) Metodologi dan Pendekatan Masalah, (4)Hasil Kajian Awal, dan (5) Rencana
Kerja Berikutnya.
Demikian atas tersusunnya Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu seluruh tahapan pelaksanaan pekerjaan
ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
3.4.5 Pertumbuhan Komunitas Peduli Sungai .......................... 3-11
3.4.6 Perubahan Kebijakan Pemerintah (Pusat) ........................ 3-11
3.5 Komparasi P-PSDA WS POS 2010 dengan Kondisi Sekarang ......... 3-11
3.5.1 Aspek dan sub aspek ...................................................... 3-11
3.5.2 Permasalahan................................................................. 3-13
3.5.3 Strategi .......................................................................... 3-13
3.5.4 Kebijakan operasional ..................................................... 3-14
3.6 Validasi ....................................................................................... 3-15
3.6.1 Kriteria dan Asumsi dalam penyusunan Pola Pengelolaan
SDA WS POS .................................................................. 3-15
3.6.2 Suvei Lapangan tentang Demand-Supply ........................ 3-22
3.6.3 Collecting Tambahan Data dari Instansi Terkait .............. 3-23
3.6.4 PKM-1 untuk Penjaringan Aspirasi ................................. 3-24
3.7 Perumusan Pengelolaan Sumber Daya Air .................................... 3-24
3.7.1 Updating Kondisi Demand-Supply dan Potensi Sumber Daya
Air .................................................................................. 3-24
3.7.2 Penyelarasan dengan Tata Ruang ................................... 3-24
3.7.3 Daerah Resapan Air, Daerah Tangkapan Air, Zona
Pemanfaatan Sumber Air ................................................ 3-25
3.7.4 Simulasi Neraca Air (Pendayagunaan SDA) ..................... 3-27
3.7.5 Pengendalian Daya Rusak Air ......................................... 3-31
3.7.6 Pengembangan SISDA .................................................... 3-39
3.7.7 Peningkatan Peran Serta Stakeholder .............................. 3-56
3.8 Verifikasi ..................................................................................... 3-58
3.8.1 Penyesuaian model simulasi dengan kondisi lapangan .... 3-58
3.8.2 PKM-2 untuk penyelarasan kebijakan operasional .......... 3-60
3.8.3 Pembagian peran dengan Instansi terkait ........................ 3-61
BAB 4 HASIL KAJIAN AWAL .............................................................................. 4-1
4.1 Pengkajian Regulasi ....................................................................... 4-1
4.1.1 Isi/Substansi Pola Menurut Regulasi ................................ 4-1
4.1.2 Dasar Hukum Review Pola ................................................ 4-3
4.1.3 Konsekuensi Hasil Review ................................................. 4-4
4.1.4 Regulasi menurut UU No. 11 Tahun 1974 dan Permen PUPR
No. 10/PRT/M/2015 ........................................................ 4-4
4.2 Komparasi Kesesuaian Dengan Regulasi ........................................ 4-7
4.2.1 Pokok-Pokok Isi Yang Harus Ada ...................................... 4-7
4.2.2 Daftar Isi .......................................................................... 4-8
iv
1. Kebutuhan air total di WS Progo-Opak-Serang (hasil dari ribasim) 4-11
2. Kondisi Imbangan Air .................................................................. 4-12
4.2.3 Hal Yang Tidak Perlu Ada Dalam P-PSDA 2010 ............... 4-17
4.2.4 Hal Yang Belum Ada Dalam P-PSDA 2010 ....................... 4-17
4.2.5 Komentar Atas Skenario Pada P-PSDA 2010.................... 4-18
4.3 Identifikasi Potensi dan Permasalahan SDA Terkini ...................... 4-18
4.3.1 Wilayah Pengembangan Baru.......................................... 4-18
4.3.2 Tren Sebaran Penduduk ................................................. 4-18
4.3.3 Perubahan Paradigma Pembangunan Wilayah ................. 4-18
4.3.4 Erupsi Merapi................................................................. 4-19
4.3.5 Pertumbuhan Komunitas Peduli Sungai .......................... 4-19
4.3.6 Perubahan Kebijakan Permerintah (Pusat) ...................... 4-19
4.4 Komparasi P-PSDA WS POS 2010 dengan Kondisi Sekarang ......... 4-19
4.4.1 Aspek dan sub aspek ...................................................... 4-19
4.4.2 Permasalahan................................................................. 4-21
4.4.3 Strategi .......................................................................... 4-21
4.4.4 Kebijakan operasional ..................................................... 4-22
BAB 5 RENCANA KERJA SELANJUTNYA ........................................................... 5-1
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB 1 PENDAHULUAN
Memperhatikan permasalahan yang terjadi maka Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Wilayah Sungai Progo Opak Serang yang disahkan pada tanggal 2 Desember 2010,
Nomor: 590/KPTS/M/2010 oleh Menteri Pekerjaan Umum, perlu untuk
dilaksanakan review (kajian kembali) agar lebih terpadu, dengan memperhitungkan
berbagai kemungkinan perubahan di masa yang akan datang. Hasil tinjauan dan
evaluasi (review) dari studi ini dimaksudkan untuk mengkaji secara teknis beberapa
alternatif perubahan kebijakan operasional atau perubahan skenario dan/atau
alternatif pilihan strategi atau perubahan lainnya yang diperlukan untuk
terselenggaranya Pola Pengelolaan Dumber Daya Air yang terpadu khususnya pada
Wilayah Sungai Progo Opak Serang.
Lokasi Kegiatan Review Pola Pengelolaan SDA WS Progo Opak Serang ini meliputi
wilayah-wilayah administrasi yang berada di Wilayah Sungai Progo Opak Serang
dimana merupakan wilayah sungai lintas propinsi dan lintas kabupaten, yang
meliputi di 2 propinsi dan 8 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Magelang, dan Kota Magelang (Propinsi Jawa Tengah), serta Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten
1-1
Gunungkidul (Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). DAS-DAS utama di WS Progo
Opak Serang adalah DAS Progo, DAS Opak dan DAS Serang.
Maksud dari pekerjaan ini adalah mereview (mengkaji kembali) Pola Pengelolaan SDA
Wilayah Sungai Progo Opak Serang, sehingga menjadi sebuah kerangka dasar
kebijakan Pengelolaan SDA WS Progo Opak Serang yang dapat dipergunakan di masa
mendatang.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk mereview dan/atau menyusun kembali
kebijakan operasional, skenario dan/atau alternatif pilihan strategi dan rencana
program-program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang menjadi
kerangka dasar dalam pengelolaan SDA WS Progo Opak Serang, dan melalui
sosialisasi kepada instansi dan unsur masyarakat yang terkait.
Ruang lingkup pekerjaan Review Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Progo Opak
Serang ini, meliputi:
1. Mengkaji kembali dan mendetilkan (mereview) hasil dari Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak Serang Nomor : 590/KPTS/M/2010, Tanggal
2 Desember 2010, serta mengevaluasi dan/atau merubah dan/atau
menambahkan data potensi yang sudah ada yang tercantum dalam Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air WS Progo Opak Serang Nomor: 590/KPTS/M/2010,
Tanggal 2 Desember 2010,
2. Melakukan kajian kembali beserta rekomendasi penanganannya dari Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak Serang Nomor:
590/KPTS/M/2010, Tanggal 2 Desember 2010,di WS Progo Opak Serang,
meliputi:
1-2
Mengkaji kualitas air pada sumber-sumber air dan cekungan yang berpotensi.
(dengan memakai data sekunder dengan panjang data minimal 5 tahun series
jika memungkinkan)
Mengkaji sistem pengendalian daya rusak air; prasarana dan keadaan
eksistingnya, penerapan perencanaan yang sudah ada;
Kerusakan akibat banjir; kerugian material dan non material;
Penggunaan air tanah;
Sehingga strategi yang terpilih tersebut untuk dibahas dan disahkan dalam
wadah koordinasi pengelolaan SDA.
1-3
Melakukan kajian prioritas peran masing-masing stakeholder/
penanggungjawab yang terdapat pada matriks seperti yang tercantum dalam
matriks dalam Pola WS Progo Opak Serang yang sesuai dengan fungsinya dan
untuk melengkapi data organisasi terkait
Program masing-masing organisasi yang terkait dengan kegiatan perencanaan
pengelolaan sumber daya air, beserta sumber pendanaannya
Membuat kajian dan rekomendasi kegiatan pemberdayaan dan peningkatan
kapasitas masyarakat melalui pendidikan dan kampanye publik dalam kaitan
budaya konservasi lingkungan hidup dan pengelolaan air
Membuat kajian kerjasama dalam pelaksanaan pengelolaan melalui Public
Private Partnership, berikut jenis skema yang memungkinkan sesuai kondisi.
10. Penambahan Informasi terkini berkaitan dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya
Air WS Progo Opak Serang.
11. Melakukan kajian kembali hasil inventarisasi data dan informasi pada masing-
masing DAS dan Sub DAS di WS Progo Opak Serang, sebagai dasar pertimbangan
dalam menyusun kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan
sumber daya air yang meliputi kajian terhadap :
Hidrologi (curah hujan, debit, data kebutuhan air RKI, data air untuk
penggelontoran, pemeliharaan sungai dll).
Pertanian (pola tanam, hasil tanam, luas DI, dll).
Water District (tingkat kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan air, dll), yang
akan digabungkan berdasar sub das dan kemudian berdasarkan DAS.
Pendayagunaan air (alokasi pemenuhan kebutuhan air pada berbagai sektor).
Kualitas air (sumber pencemar, beban pencemaran, kelas mutu air, dll).
Daya rusak air (banjir air, banjir bandang, kekeringan, erosi dan sedimentasi,
dll).
Sosial ekonomi budaya (RTRW, proyeksi jumlah penduduk, PDB, PDRB, dll).
Kajian konservasi SDA (luas lahan kritis, hutan dan tutupan lahan, tata guna
lahan, dll).
Sinkronisasi tata guna lahan antara Pola PSDA dan RTRW Provinsi dan
Kabupaten (penggunaan lahan pada saat ini serta arahan penggunan lahan
pada masa yang akan datang, dll).
Kombinasi upaya-upaya strategis (kombinasi upaya struktural dan non
struktural, dll).
Peraturan perundang-undangan dan kelembagaan (Undang-undang yang
mengatur manajemen dan pengelolaan WS beserta lembaga-lembaga
pengelolanya, dll).
12. Analisis Sosial Ekonomi dan Kependudukan, untuk mengetahui kondisi saat ini
maupun prediksi kedepan.
13. Pengadaan Peta Rupa Bumi atau Foto Udara dan/ atau citra satelit pada lokasi
yang terpilih untuk arahan konservasi, pendayagunaan SDA dan pengendalian
daya rusak air khususnya untuk pemetaan daerah rawan banjir pada WS Progo
Opak Serang. Pengadaan peta dan pengolahannya juga digunakan untuk
menunjang SISDA.
1-4
14. Analisis Hidrologi (neraca air/ imbangan air), alokasi air dan analisis hidrologi
lainnya pada WS Progo Opak Serang untuk setiap DAS, Sub DAS dan Water
District
15. Pengumpulan Data Potensi Sumber Air dan Kajian Teknis
Pengumpulan data pada tahap ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
inventarisasi sumber air yang berpotensi untuk program penyediaan/ pemenuhan
air di berbagai kebutuhan kemudian dilakukan kajian teknis potensi dari hasil
inventarisasi tersebut yang meliputi antara lain: prakiraan volume, kapasitas
aliran, dll
Dari data potensi sumber air yang diperoleh kemudian dilakukan kajian ekonomi
teknik untuk memberi penilaian apakah potensi tersebut dapat dipakai sebagai
dasar pengelolaan SDA dengan berbagai skenario dan strategi.
BBWS Serayu Opak melakukan penyebarluasan Hasil kegiatan ini kepada instansi
/institusi yang terkait dan masyarakat yang mmerlukan informasi kebijakan
pengelolaan SDA di WS POS. Penyerbarluasan hasil tersebut dapat berupa
pembuatan pamflet, lieflet atau melalui media social yang dapat diakses oleh
masyarakat luas.
1-5
BAB 2 DESKRIPSI WILAYAH SUNGAI
2-1
2.1.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
WS POS terdiri atas 3 (tiga) DAS utama, yaitu DAS Progo, DAS Opak, dan DAS
Serang. Pada DAS Opak terdapat Sungai Oyo, yang merupakan anak Sungai Opak
yang paling besar, yang dalam pengembangan sumber daya airnya seringkali
diperhitungkan sebagai DAS tersendiri, yaitu Sub DAS Oyo.
Secara administrasif DAS Progo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Luas DAS
Progo 2.421 km2, dengan panjang sungai utamanya 138 km. Debit rerata bulanan
Sungai Progo tercatat di beberapa tempat yaitu di Kali Bawang 58,50 m 3/dt, di Duwet
44,78 m3/dt, di Badran 17,6 m3/dt dan di Borobudur 30,30 m3/dt. Sedangkan debit
maximum yang tercatat di Stasiun Duwet sebesar 213,00 m 3/dt dan minimum 1,06
m3/dt, di stasiun Kalibawang tercatat maksimum sebesar 331 m 3/dt dan minimum
sebesar 12,00 m3/dt. Stasiun Badran maksimum 103 m 3/dt dan minimum 5,76
m3/dt, Stasiun Borobudur maksimum 205 m3/dt dan minimum 6,56 m3/dt.
DAS Opak yang berada di DIY. Luas DAS Opak adalah 1.376,34 km2 dengan panjang
sungai 171,75 km. Sungai Opak mempunyai anak sungai yang besar yaitu Sungai
Oyo. Sungai Opak mempunyai beberapa anak sungai utama dan cukup penting
untuk keseimbangan alam di DIY , yaitu antara lain Kali Gajahwong, Kali Code, Kali
Winongo, Kali Kuning, Kali Belik, Kali Tambakbayan, Kali Gendol.
Debit rerata bulanan Sungai Opak yang tercatat di Karangsemut adalah sebesar
12.35 m3/dt, dengan debit maksimum sebesar 83,2 m 3/dt dan minimum sebesar 1,89
m3/dt.
Sungai Oyo merupakan anak sungai Opak dengan panjang sungai 106,75 km. Debit
rerata bulanan Sungai Oyo yang tercatat di Automatic Water Level Recorder (AWLR)
Bunder adalah 9,31 m3/dt, dengan debit maksimum sebesar 128,0 m3/dt, dan debit
minimum sebesar 0,26 m3/dt.
DAS (DAS) Serang mempunyai luas DAS 280 km2 dengan panjang sungai
utamanya 28 km. Debit rerata bulanan di Sungai Serang, yaitu di Durungan,
sebesar 10,83 m3/dt, dengan debit maksimum sebesar 61,10 m 3/dt, dan debit
minimum sebesar 0,28 m3/dt. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo saat ini juga
beroperasi Waduk Sermo yang membendung Sungai Ngrancah (anak Sungai Serang)
demgam fungsi utama untuk keperluan irigasi dan air minum.
2-2
WS POS dibatasi oleh beberapa gunung dan pegunungan, diantaranya di bagian
utara terdapat Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang masuk administrasi
Kabupaten Temanggung. Di bagian timur terdapat Gunung Telomoyo, Gunung
Andong, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Sedangkan di bagian tengah WS
membentuk lembah yang sangat luas dan semakin ke selatan semakin landai.
Sementara di bagian tenggara terdapat formasi Gunung Sewu di Kabupaten
Gunungkidul.
Gambaran mengenai topografi WS POS dapat dilihat pada peta Digital Elevation Model
(DEM) yang disajikan pada Gambar 2.1 di bawah ini.
2-3
Tren penyusutan lahan pertanian rerata setiap tahun adalah sebesar -1,3 % (data
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, sumber BPN Kabupaten). Sedangkan di
Kabupaten Magelang luas lahan sawah mengalami penurunan sekitar 0,04 % per
tahunnya.Penurunan perubahan penggunaan lahan pertanian di DIY disebabkan
karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan pembangunan sektor
lainnya seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan.
2-4
Tabel 2.2. Penggunaan lahan di WS POS
Kota Magelang 213.09 1,324.36 112.99 6.68 51.97 102.91 1,812.00 11.76
Kab. Temanggung 20,617.00 9,160.00 28,283.00 32.00 15,575.00 11,281.00 2,117.00 87,065.00 23.68
Sub Total Jateng 41,447.09 29,062.36 65,303.99 182.68 18,355.00 51.97 19,156.00 6,854.91 180,414.00 57.96
Kab. Gunungkidul 7,664.00 25,308.00 67,645.00 108.00 24,946.00 782.00 13,717.00 9,148.00 140,872.00 5.44
Kab. Kulon Progo 10,833.00 19,273.00 15,397.00 27.00 5,134.00 1,045.00 6,071.00 50,229.00 21.57
Kab. Bantul 15,945.00 19,832.00 5,383.00 101.00 3,767.00 1,098.00 4,559.00 50,685.00 31.46
Kab. Sleman 23,121.00 23,121.00 6,452.00 3,450.00 1,833.00 8,875.00 62,765.00 36.84
Sub Total DIY 57,661.00 90,344.00 94,882.00 236.00 37,297.00 1,110.00 17,693.00 28,662.00 307,703.00 98.41
Total WS POS 99,108.09 119,406.36 160,185.99 418.68 55,652.00 1,161.97 36,849.00 35,516.91 488,117.00 20.30
2-5
2.4 Kondisi Geologi dan Geohidrologi
Dari kenampakan fisiografinya, WS POS dapat dikelompokkan menjadi 3 zona
fisiografi, yaitu:
Penyebaran zona aquifer, aquitard dan aquiclude (air tanah) di daerah studi meliputi :
Secara garis besar jenis tanah di WS POS dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe
tanah, yaitu:
1. Tanah regosol, yang merupakan jenis tanah vulkanis muda; tipe tanah ini berasal
dari letusan Gunung Merapi, banyak terdapat di daerah antara Kali Progo dan
Kali Opak yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Bantul.
2. Tanah latosol dan margalit, yang terletak di atas batu-batuan kapur yang pada
umumnya tidak subur. Tipe tanah ini terutama terdapat di daerah Kabupaten
Gunungkidul, di perbukitan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul.
3. Tanah alluvial, tipe tanah ini terdapat di sepanjang selatan Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo. Daerah dengan tanah tipe tanah regosol dan alluvial
merupakan daerah yang subur dan pada umumnya mempunyai pengairan yang
baik serta merupakan daerah pertanian yang subur.
2-6
BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai metodologi dan tahapan pelaksanaan
pekerjaan Review Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak
Serang (PSDA WS POS). Secara garis besar dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
Hasil dari seluruh kegiatan pada Tahap I akan disusun dalam Laporan Pendahuluan,
dan selanjutnya didiskusikan dengan pihak direksi.
Hasil dari seluruh kegiatan pada Tahap II akan disusun dalam Laporan Antara, dan
selanjutnya didiskusikan dengan pihak direksi.
Hasil dari seluruh kegiatan pada Tahap III akan disusun dalam Konsep Laporan
Akhir, dan selanjutnya didiskusikan dengan pihak direksi. Setelah didiskusikan
dengan direksi dan pihak terkait maka masukan dan saran diakomodasi dan disusun
dalam Laporan Akhir.
3-7
Gambar 3.1. Bagan alir pelaksanaan pekerjaan Review Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak Serang (2015)
3.1 Persiapan
1. Mobilisasi personil.
2. Mobilisasi peralatan.
3. Penyiapan kantor (basecamp).
4. Penyusunan rencana kerja.
5. Penyusunan Rencana Mutu Kontrak (RMK).
6. Koordinasi dengan direksi pekerjaan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rekyat Nomor:
10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata
Pengairan telah disusun substansi Pola dengan memperhatikan kebijakan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan.
3-8
3.2.2 Dasar Hukum Review Pola
Hasil dan tinjuan dan evaluasi terhadap aspek-aspek seperti pada tabel di atas dapat
ditindak lanjuti dalam alternatif pelaksanaan pengelolaan. Rekapitulasi alternatif
pelaksanaan pengelolaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Hasil Tinjauan dan Evaluasi serta Alternatif Pelaksanaan Pengelolaan
3.2.4 Regulasi
Dalam penyusunan Pola PSDA, kaidah aturan sesuai Permen PUPR No.
10/PRT/M/2015, wajib dipenuhi sebagai kerangka dasar. Berikut diuraikan
mengenai pasal-pasal yang berkaitan dengan penyusunan pola pengelolaan sumber
daya air.
Pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai paling sedikit memuat:
3-9
3.3.2 Hal Yang Tidak Perlu Ada Dalam P-PSDA 2010
Analisis
Peningkatan jumlah penduduk di WS POS cukup signifikan, hal ini dipicu oleh
perkembangan sekolah dan kampus, perkembangan pusat ekonomi dan
perdangangan, serta rencana pengembangan kawasan industri dan sarpras
transportasi laut dan udara.
3-10
Hal ini menuntut peningkatan suplai air bersih, sehingga perlu rencana penyediaan
dan alokasi air untuk berbagai keperluan di atas. Disamping itu kedepan juga harus
direncanakan upaya penghematan penggunaan air dengan memanfaatan teknologi.
Kedua, keberadaan bahan galian material hasil erupsi Merapi disatu sisi telah
meningkatkan kegiatan perekonomian namun disisi yang lain telah merusak
lingkungan karena kegiatan penambangan yang dilakukan tidak mengikuti kaidah
konservasi dan ijin dari instansi yang berwenang. Untuk itu pengelolaan
penambangan bahan galian material akan dikaji dalam studi ini.
1. Sub sub aspek konservasi belum tercakup semua (seperti dijelaskan dalam
penjelasan no (1) font tebal).
3-11
2. Dalam aspek pendayagunaan SDA, sub aspek penggunaan dan pengembangan
sebaiknya dipisah.
3. Dalam aspek pengendalian daya rusak air perlu dikaji ulang mengenai
pengelompokan permasalahan maupun strateginya.
Penjelasan
1) Konservasi SDA
a) perlindungan dan pelestarian sumber air;
i) pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan
air;
ii) pengendalian pemanfaatan sumber air;
iii) pengisian air pada sumber air;
iv) pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
v) perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
vi) pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
vii) pengaturan daerah sempadan sumber air;
viii) rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
ix) pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam.
b) pengawetan air; dan
i) menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
ii) menghemat air dengan pemakaian yang efisien danefektif; dan/atau
iii) mengendalikan penggunaan air tanah.
c) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
i) Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air
pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
ii) Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya
pencemar pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
2) Pendayagunaan SDA
a) Penatagunaan
i) Penetapan zona pemanfaatn sumber air
ii) Penetapan peruntukan air pada sumber air
b) Penyediaan
c) Penggunaan
d) Pengembangan
e) Pengusahaan
3) Pengendalian DRA
a) Pencegahan: upaya fisik dan/atau non fisik sebelum bencana.
b) Penanggulangan: upaya mengurangi dampak bencana ketika terjadi bencana.
c) Pemulihan: upaya rehabilitasi setelah terjadi bencana.
3-12
3.5.2 Permasalahan
3.5.3 Strategi
Permen PUPR/PRT/M/2015
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
memuat:
a) tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan;
b) dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber
daya air;
c) beberapa skenario kondisi wilayah sungai;
d) alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario
sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan
3-13
e) kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber
daya air.
Huruf c
Huruf d
Huruf e
Selanjutnya komparasi dokumen pola PSDA WS POS 2010 dengan kondisi saat ini
beserta usulan solusi dan prioritasi disajikan pada tabel di bawah ini berdasarkan
aspek pengelolaan sumber daya air.
3-14
3.6 Validasi
Yang dimaksud dengan validasi dalam pembahasan ini adalah meng-update atau
mencocokkan dengan keadaan yang sesungguhnya saat ini. Validasi dapat dilakukan
dengan memperbarui asumsi dan kriteria yang digunakan pada Pola 2010
disesuaikan dengan kondisi terbaru saat ini, bisa juga dengan melakukan survei
lapangan guna memperoleh informasi terbaru, atau dengan menambah panjang
catatan data dari instansi terkait. Pertemuan konsultasi masyarakat (PKM) sangat
efektif dalam hal meng-update aspirasi yang berkembang sesuai dengan sudut
pandang dan kondisi dari masing-masing stakeholder, terkait dengan pengelolaan
sumber daya air saat ini dan yang akan datang.
Hasil validasi ini sangat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil dalam Pola
PSDA WS POS, termasuk strategi dan skenario yang dirumuskan. Langkah validasi
ini dilakukan dengan cermat, jika terkait dengan pengelolaan data maka harus sesuai
dengan standar prosedur baku pengolahan data. Jika terkait dengan sumber data
mestinya dengan memperhatikan kewenangan publikasi data dari instansi yang
berkompeten.
1. Perekonomian Kuat
3-15
Pertumbuhan Ekonomi yang terjadi mengarah kepada sektor-sektor andalan
masing-masing kabupaten, sehingga pertumbuhan sektor-sektor andalan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sesuai dengan yang ingin dicapai
oleh masing-masing pemerintah kabupaten kota melalui program-program
dinas teknis yang terkait.
Sektor pariwisata, industri, perdagangan dan jasa meningkat sesuai dengan
yang ingin dicapai.
Kawasan Sentra Produksi cukup berkembang.
Berkaitan dengan kependudukan, ada perbaikan persepsi dari masyarakat
mengenai keluarga sejahtera, tampak pada perencanaan keluarga yang baik.
Dari sisi pemerintah, sudah ada program khusus dari pemerintah daerah
dalam hal pengaturan jumlah penduduk, baik migrasi maupun kelahiran. Dua
kondisi positif tersebut muncul dalam bentuk turunnya tingkat pertumbuhan
penduduk setiap tahunnya.
Dari aktivitas pertanian, ada perbaikan pola tanam dan pemilihan tanaman
yang bernilai ekonomi tinggi (high value crops) sehingga produksi sektor
pertanian dapat ditingkatkan seiring dengan penurunan luas tanah sawah
yang ada.
3-16
3. Kondisi Ekonomi Rendah
Dari uraian di atas tampak bahwa asumsi dan kriteria tersebut sangat normatif dan
bersifat kualitatif, sehingga tidak mudah dalam penerapannya, karena cenderung
kabur dalam batasannya. Untuk itu dalam Validasi ini asumsi dan kriteria tersebut
dicoba untuk lebih dipertegas.
Pada Review Pola PSDA WS POS akan digunakan 3 (tiga) asumsi, yang didasarkan
pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2009 yaitu:
Parameter Penjelasan
3-17
Berdasarkan asumsi di atas telah dibuat skenario yang mungkin terjadi seperti
disajikan dalam Tabel 3.3 di bawah ini.
Pertumbuhan Ekonomi
CT 1a 1 X
Tatakelola
Pemerintahan GG 2a 2 dan 3 4
Catatan: X = dapat diabaikan, CT = Current Trend, GG = Good Governance Skenario
tersebut mengasumsikan bahwa pada kondisi tata kelola pemerintahan sesuai
kecenderungan saat ini (Current Trend) untuk kasus pertumbuhan tinggi tidak
realistik. Skenario 1a dan 2a hanya digunakan untuk Sensitivity Analysis.
Dari skenario kondisi WS POS (Tabel 6.8) telah dibuat 4 (empat) alternatif strategi
untuk masing-masing skenario tersebut guna mencapai tujuan dari pengelolaan
sumber daya air. Penyusunan konsep tersebut dibuat untuk masing-masing aspek
pengelolaan sumber daya air, dan mencakup strategi jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Hubungan antara asumsi, skenario, dan strategi
ditunjukkan dalam Tabel 3.4 di bawah ini.
Asumsi Strategi
Skenari Tatakelola
o Perubahan Pertumbuha Identifier/ Penjelasan
Pemerintaha
Iklim n Ekonomi judul
n
3-18
Asumsi Strategi
Skenari Tatakelola
o Perubahan Pertumbuha Identifier/ Penjelasan
Pemerintaha
Iklim n Ekonomi judul
n
3 C. Optimum Proactive
management Management
ditambah
dengan
perlindungan
pertanian dan
zonasi sumber
daya air (water
zoning)
Di bawah ini dijelaskan fitur dari masing-masing strategi dan konteksnya dalam
perencanaan strategis Pola WS POS.
Tujuan dari strategi A adalah untuk memenuhi kebutuhan air pada masa datang
dengan biaya serendah mungkin. Upaya yang akan dilakukan pada strategi A ini
hanya berupa upaya minimum termasuk upaya pemenuhan air baku untuk
keperluan RKI secara terbatas tanpa melakukan upaya optimal terhadap penanganan
kualitas air, akibat terbatasnya dana. Ini berimplikasi bahwa opsi kebijakan lain tidak
akan digabungkan, seperti langkah-langkah upaya non struktur yang lebih murah
yang dirancang untuk mendorong kesinambungan jangka panjang dari sistem
sumber daya air.
Strategi A mencakup langkah-langkah JWRMS untuk pengaliran air dari Barat dan ke
Tangerang dan Jakarta. Strategi A tidak ada pengelolaan air tanah secara aktif,
sehingga penurunan tanah akan berlanjut pada tingkat yang membahayakan seperti
sekarang ini, tapi kebutuhan air permukaan akan terbatas selama periode air tanah
masih tersedia. Ketika air tanah telah hampir habis digunakan, keperluan akan
beralih ke air permukaan namun dengan tingkat biaya yang diperkirakan telah
menjadi jauh lebih tinggi. Strategi A berdampak pada rendahnya keterlibatan
pemerintah dalam meningkatkan efisiensi operasi sehingga menghalangi
pelaksanaaan upaya non-struktural yang pada jangka panjang diperlukan untuk
mengoptimalkan secara penuh potensi air bersih WS POS. Selain itu, strategi A
mengasumsikan bahwa tidak ada investasi besar terkait dengan konservasi atau
3-19
restorasi DAS, dan perbaikan kualitas air. Dilihat dari perspektif jangka panjang,
strategi ini tidak diinginkan dan di sini hanya digunakan sebagai pembanding dengan
strategi yang lainnya.
Strategi C bertumpu pada pemenuhan kebutuhan air, didasarkan pada IWRM yang
aktif dan berkelanjutan, termasuk pengelolaan air tanah, serta serangkaian upaya
dan kebijakan aktif yang dimaksudkan untuk pengendalian pencemaran, serta
konservasi dan rehabilitasi DAS. Strategi C melakukan upaya optimum dalam
pengelolaan sumber daya air, melalui pelaksanaan sebagian besar upaya
penanganan secara bertahap termasuk penanganan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, sistem informasi
sumber daya air, serta pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dan
dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan demikian strategi ini hanya
mungkin dilaksanakan dengan sumber dana yang memadai disertai peningkatan
efisiensi. Strategi C menuntut otoritas untuk mengambil tindakan tepat dalam
menanggulangi dan secara bertahap menghentikan pengambilan air tanah di
kawasan industri dan kawasan pesisir. Setelah masa transisi ini, pengambilan air
tanah hanya diizinkan khusus untuk air baku PDAM dan sumur penduduk.
Dalam menyusun Pola pengelolaan sumberdaya air (2010), beberapa asumsi berikut
ini dipakai untuk tujuan analisa kebutuhan dan ketersediaan air.
3-20
Dengan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman dan industri di hampir
semua Kabupaten di WS POS, maka kebutuhan air irigasi akan menurun. Dalam
perhitungan kebutuhan air dengan Ribasim luas sawah irigasi baik irigasi teknis
maupun setengah teknis mengalami penyusutan. Dengan asumsi bahwa perubahan
luas sawah untuk tiap kabupaten bersifat linear, maka untuk kajian kebutuhan air
untuk irigasi pada tahun prediksi (sampai Tahun 2028), penyusutan luas sawah
sekitar 0,1 2.8 %. Meskipun pada beberapa tahun terakhir ada kecenderungan
turunnya luas sawah, dalam RTRW diamanatkan adaya upaya untuk
mempertahankan lahan sawah untuk tujuan katahanan pangan.
Dalam Pola PSDA WS POS diasumsikan bahwa : Kebutuhan air untuk kolam ikan
pada 20 tahun ke depan dikaji dengan asumsi luas kolam yang ada konstan dan
diasumsikan juga sudah ada alokasi yang diperuntukkan bagi kolam ikan.
Asumsi lebih lanjut juga akan dilihat trendline yang terjadi berdasar data lapangan
lima tahun terakhir. Karena asumsi bahwa luas kolam konstan selama 20 tahun
kedepan kurang realistis. Dinamika kegiatan ekonomi masyarakat pemanfaat air
perlu dicermati agar perencanaan alokasi air dapat tepat sasaran.
3-21
Bukan hanya pertumbuhan penduduk yang perlu dicermati sebagai parameter
penting, namun juga tren arah sebaran populasi penduduk perlu diperhatikan. Hal
ini terkait erat dengan pengembangan pembangunan kawasan sekaligus perencanaan
suplai air dimasa mendatang.
Dalam analisa kebutuhan air untuk sumber air minum PDAM, sesuai dengan amanat
dari Millenium Development Goals, diasumsikan pada kondisi perekonomian tinggi
tingkat pelayanan PDAM untuk daerah perkotaan mencapai 80 % dan 60 % untuk
pelayanan di kabupaten, akan dicapai dalam waktu 10 tahun kedepan. Sedangkan
untuk skenario tingkat perekonomian sedang dan rendah, tingkat pelayanan tersebut
diasumsikan akan tercapai dalam kurun waktu 20 tahun.
Asumsi ini akan dicermati berdasar catatan data layanan PDAM dan akses air selain
PDAM dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Sehingga asumsi proyeksi layanan air
bersih ke depan dapat dihitung. Hal ini dipandang lebih realistik, karena peningkatan
layanan oleh PDAM (dan selain PDAM) tidak hanya bergantung pada pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga oleh geo politik dan kondisi alam masing-masing lokasi.
Validasi selanjutnya yang tidak kalah penting adalah menyesuaikan parameter yang
digunakan dalam analisis dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Khusus tentang
demand-supply menjadi sangat krusial kevalidannya, mengingat parameter ini
merupakan masukan utama dalam pendayagunaan sumber daya air. Neraca air di
setiap titik penting harus dapat dihitung dan diproyeksikan pada beberapa tahun
mendatang. Akurasi hitungan dan proyeksi tersebut tak terlepas dari kualita data
yang diperoleh.
Survei lapangan dalam rangka validasi kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply)
dilakukan pada titik-titik yang dianggap penting dan mempunyai pengaruh yang luas
dalam sistem penyediaan air secara menyeluruh pada wilayah sungai Progo Opak
Serang. Tinjauan dapat dilakukan pada lokasi pengambilan air, baik air permukaan
maupun air tanah. Dengan data demand-supply yang valid, maka simulasi model
alokasi air akan lebih akurat.
Kondisi demand (kebutuhan air) dapat dicek pada lokasi dimana diperlukan suplai
untuk rumah tangga perkotaan dan industri (RKI) yang tersebar di lokasi WS Progo
Opak Serang. Lokasi yang dimaksud antara lain daerah pemukiman, perkotaan
penting seperti Sleman, Yogyakarta, Bantul, Wates, dan Wonosari untuk Daerah
Istimewa Yogyakarta, serta Temanggung, Kota magelang, Mungkid, Muntilan untuk
Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untu kebutuhan air industri dapat dicek pada
kawasan industri eksisting dan yang ada dalam wacana pengembangan wilayah,
sepeerti misalnya Sentolo, Pajangan, sepanjang pantai selatan Kabupaten Kulon
Progo.
Untuk demand-supply air irigasi tentu harus mensurvei lokasi bendung di sepanjang
sungai Progo, Opak, dan Serang. Perhatian khusus perlu diberikan pada Daerah
3-22
Irigasi (DI) Kalibawang, DI sistem Mataran, DI Van der Wick, DI Progo Manggis, DI
Kamijoro, dan DI Sapon. Karena DI tersebut memerlukan suplai yang cukup besar,
dengan efisiensi irigasi yang masih cukup rendah.
Data tambahan yang dimaksud ada dua mavcam yaitu menambah panjang data
series yang sudah ada dan melengkapi data perkembangan kondisi atau situasi yang
dulu belum terjadi atau belum ada ketika penyusunan Pola PSDA WS POS
berlangsung. Data tambahan ini diperlukan untuk mengetahui potensi dan
permasalahan terkini terkait sumber daya air.
Aspek Konservasi sumber daya air memerlukan tambahan data dari instansi :
BPDAS
Dinas Pertambangan dan Energi
BLH
Cipta Karya PUPESDM
Perindustrian
BMKG
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Direktorat Geologi Tata lingkungan
Bappeda
Cipta Karya PUPESDM
Bidang Sumber Daya Air PUPESDM
Dinas Perikanan dan Kelautan
Perindustrian
Pertanian
BPS
BPBD
Bappeda
Pemda terkait
Proyek Merapi
Sedangkan aspek SISDA dan Peningkatan Peran Serta Stakeholder merupakan aspek
pelengkap dari ketiga aspek sebelumnya, dan tentu saja memerlukan tambahan data
sebagaimana seluruh isntansi tersebut di atas. Disamping panajang catatan data
yang diperhatikan, juga sangat penting tentang kualitas data nya.
3-23
3.6.4 PKM-1 untuk Penjaringan Aspirasi
Untuk dapat merumuskan pengelolaan SDA dengan baik, tentu yang pertama adalah
mengetahui kondisi kebutuhan air dan pemenuhannya sampai saat ini termasuk
potensi yang masih tersedia dan potensi yang dapat digunakan. Melalui serangkaian
kegiatan Validasi, angka-angka kapasitas yang diperoleh diharapkan sudah
mencerminkan kondisi sebenarnya.
Pada saat penyusunan Pola PSDA WS POS yang ditetapkan pada tahun 2010,
informasi yang digunakan tentu saja berdasar kondisi pra penyusunan atau
maksimum kondisi pada saat penyusunan tersebut. Kondisi yang ada sejak 2010
sampai dengan saat ini tentu saja belum tercakup. Sebagai contoh erupsi Gunung
Merapi pada akhir tahun 2010 dengan segala dampak yang menyertainya belum
terakomodasi dalam dokumen Pola tersebut.
3-24
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada dasarnya merupakan ketentuan yang
telah disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dijadikan pedoman,
pegangan, dan petunjuk bagi instansi pelaksana dalam upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Arah kebijakan pengelolaan sumber daya air WS POS pada prinsipnya harus
mengacu kepada arah kebijakan nasional yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2008. Arah kebijakan pengelolaan Sumber Daya Air didasarkan pada Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui lokasi dan batas-batas kawasan resapan air dan daerah
tangkapan air pada wilayah sungai maka diperlukan analisis spasial (analisis
keruangan) terhadap kawasan resapan air dan daerah tangkapan air yang masing-
masing dilakukan tinjauan terhadap beberapa variabel spasial (layer peta), kriteria
analisis, klasifikasi spasial dan bobot seperti diuraikan di Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum nomor 02 Tahun 2013.
Hasil overlay dari ke empat variabel tersebut (curah hujan, kelerangan, penggunaan
laha, dan jenis tanah) merupakan unit-unit daerah resapan air yang beragam dan
memiliki skor beragam selanjutnya diurutkan berdasarkan urutan tertinggi dan
dilakukan generalisasi menjadi 5 kelas (lihat Gambar 5.1).
3-25
3.7.3.2 Daerah Tangkapan Air (DTA)
Untuk mengetahui lokasi dan batas-batas daerah tangkapan air dilakukan tinjauan
terhadap variable spasial, kriteria, klasifikasi sebagaimana dijelaskan dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 02 Tahun 2013.
Zona pemanfaatan sumber air ditujukan untuk mendayagunakan fungsi atau potensi
yang terdapat pada sumber air secara berkelanjutan.
Analisis untuk menentukan zona pemanfaatan sumber air pada wilayah sungai,
dengan melakukan tinjauan terhadap:
Zona pemanfaatan sumber air ditetapkan oleh Pemerintah Daerah atau Menteri
Pekerjaan Umum sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dengan
memperhatikan pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai bersangkutan. Daerah resapan air dan tangkapan air dibuat satu
zona/kawasan. Untuk menentukan zona pemanfaatan air, dikelompokan menjadi:
Zona pemanfatan air untuk rumah tangga, industri dan perkotaan (RKI) berada di
pusat-pusat kota kabupaten, zona ini berada dalam kawasan budidaya, kawasan
peruntukan permukiman, kawasan industri dan kawasan perkotaan.
Zona pemanfaatan air untuk irigasi, zona ini berada dalam kawasan budidaya,
kawasan peruntukan pertanian.
3-26
3.7.4 Simulasi Neraca Air (Pendayagunaan SDA)
Pendayagunaan Sumber Daya Air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan,
air permukaan, dan air tanah, dengan mengutamakan pendayagunaan air
permukaan (UU 7/2004, pasal 26(7)).
Rancangan R-PSDA sebagaimana dimaksud disusun dengan mempertimbangkan
penggunaan dan ketersediaan air tanah dalam cekungan air tanah pada wilayah
sungai dengan tetap mengutamakan penggunaan air permukaan. (PP 42/2008,
pasal 26(3)).
Di dalam regulasi disebutkan: Air Permukaan adalah semua air yang berada di
permukaan tanah (UU 7/2004, pasal 1(3), dan PP 42/2008, pasal 1(3)). Maka
dalam penyusunan Rencana PSDA WS POS (WS POS) ini lebih banyak akan
dibahas tentang air permukaan, kecuali pada lokasi di mana air permukaan
memang tidak tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan setempat, seperti
misalnya kawasan Gunung Sewu di mana daerah ini tidak mempunyai sungai di
atas permukaan tanah. Sungai yang ada di Gunung Sewu yang merupakan
formasi Karst adalah sungai bawah tanah (SBT), ada beberapa embung alami
(telaga) yang biasa dimanfaatkan masyarakat saat musim kemarau, namun
kondisi airnya baik kuantitas apalagi kualitasnya sangat tidak memadai.
Hitungan debit air sungai dilakukan dengan simulasi HYMOS dengan prinsip
model Sacramento, berdasarkan data hujan pada WS, sedangkan catatan debit
sungai sebagaimana ditampilkan pada Bab 2 digunakan sebagai besaran kalibrasi
dan verifikasi. Untuk merinci sebaran ruang di dalam DAS, digunakan satuan
Water District (WD) yang merupakan satuan lebih kecil di dalam Sub-
DAS.Seluruh WS POS dibagi menjadi 52 WD (DAS Progo = 31 WD, DAS Opak = 13
WD, dan DAS Serang = 8 WD), ditambah dengan formasi Gunung Sewu yang
dibagi kedalam wilayah administrative kecamatan. Terdapat 10 kecamatan di
Karst Gunung Sewu (Kab. Gunungkidul bagian Selatan). Pembagian Water District
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
Adanya bangunan-bangunan air seperti bendung, waduk, dan saluran induk
irigasi;
Tinjauan secara hidrologi dengan memperhatikan daerah tangkapan air pada
bendung, waduk, anak sungai dan sebagainya;
Memperhatikan daerah yang mendapat suplai air seperti daerah irigasi, kota,
daerah industri, perikanan, dll. Pembagian DAS ke dalam WD dapat disimak pada
Gambar 6.2.
3-27
Sumber : BWRMP, 2010
Selanjutnya perhitungan/ simulasi Model Alokasi Air akan didasarkan pada WD ini.
Khusus formasi Gunung Sewu akan dihitung dengan cara tersendiri, mengingat pada
3-28
kawasan ini tidak terdapat sistem sungai permukaan. Sistem Sungai yang ada berupa
jaringan Sungai Bawah Tanah (SBT). Keberadaan SBT sesungguhnya dapat
digunakan sebagai sumber air bersih yang sangat potensial, mengingat debit dan
kontinyuitas alirannya yang cukup stabil dengan kualitas yang cukup baik.
Pengambilan air bersih dari SBT ini akan lebih mudah jika dilakukan pada Gua-gua
yang biasanya berada pada alur SBT. Lokasi gua pada alur SBT tersebut dapat
disimak pada Gambar 3.3 di bawah ini.
Sejumlah mata air memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan
air baku, terutama bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan irigasi dalam skala
kecil. Pemanfaatan mata air tersebut masih memungkinkan untuk dioptimalkan.
Terkait dengan air tanah regulasi tentang sumber daya air mengatur sebagai berikut:
Air tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah. (UU 7/2004 pasal 1(4), dan PP 42/2008 pasal 1(4)).
Air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b merupakan salah satu
sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. (UU
7/2004 pasal 37(1)).
3-29
Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan secara terpadu
dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai dengan upaya
pencegahan terhadap kerusakan air tanah. (UU 7/2004 pasal 37(2)).
Pengendalian penggunaan air tanah dimaksudkan untuk mencegah penurunan
muka air tanah, penurunan kualitas air tanah, dan penurunan fungsi cekungan
air tanah. (PP 42/2008 pasal 63(1)). Mengingat jumlahnya yang terbatas dengan
resiko yang sangat luas dengan pemanfaatnnya, maka penggunaan air tanah
sangat dibatasi. Pemanfaatan air tanah merupakan alternatif terakhir jika air
permukaan sudah tidak mampu lagi mensuplai.Sedangkan penggunaan air tanah
yang sudah berjalan sampai saat ini, ke depan perlu ditinjau ulang, dan apabila
suplai air permukaan telah tersedia maka penggunaan air tanah tersebut perlu
diganti dengan air permukaan. Potensi ketersediaan air di WS POS secara total
sebenarnya melebihi kebutuhan yang ada, sebagaimana digrafiskan pada Gambar
di bawah ini. Grafik tersebut menunjukkan potensi yang jauh melebihi
kebutuhan, satuan yang digunakan adalah dalam m3/dt sepanjang tahun dengan
diskrit waktu per setengah bulan. Namun kenyataannya pada waktu-waktu
tertentu suplai air yang terjadi belum bisa cukupnya prasarana pengambilan air
pada lokasi-lokasi tertentu di WS POS. Pada beberapa wilayah memang potensi
yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada, untuk itu diperlukan
upaya untuk meningkatkan ketersediaan setempat atau diambilkan dari wilayah
yang mungkin bisa mensuplai.
3-30
3.7.5 Pengendalian Daya Rusak Air
Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
Permasalahan utama daya rusak air di WS POS adalah terjadinya banjir,
penambangan galian C yang tidak terkontrol, aliran lahar hujan (debris) Gunung
Merapi, abrasi pantai dan kemungkinan terjadinya tsunami.
3.7.5.1 Banjir
Permasalahan banjir rutin terjadi di beberapa wilayah di WS POS. Banyak faktor yang
bisa menjadi penyebab kejadian banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas
alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai,
atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dll.
Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara
pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya
pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain.
Beberapa sistem peringatan tanda bahaya banjir umumnya terdiri atas 3 komponen
berikut ini.
Ada beberapa penyebab terjadinya banjir di WS POS (di wilayah DIY ), yang antara
lain adalah:
3-31
Kurang berfungsinya pintu-pintu air pengendali banjir pada sungai-sungai di
bagian hilir.
Daerah rawan banjir di WS POS sebagian besar terletak di sepanjang pantai selatan,
dan terjadi di muara sungai Progo, Opak maupun Serang. Total luas genangan banjir
pada Tahun 2010 adalah 7.666 ha yang terdiri dari luas genangan banjir di DAS
Progo (3.386 ha), DAS Opak (1.867 ha) dan DAS Serang (2.410 ha). Sebagian besar
dari genangan berupa sawah irigasi (3.564 ha), kebun (1.924 ha) dan Tegalan (1.509
ha).
3-32
Gambar 3.6. Genangan Banjir DAS Opak dan DAS Serang
Sarana pengendali banjir yang ada pada sungai sungai di WS POS memerlukan
upaya rehabilitasi guna meningkatkan efektivitas fungsi pengendalian banjir, yang
meliputi konstruksi tanggul, pengerukan tampang sungai, dan rehab bangunan
sungai.
Lokasi daerah yang rawan banjir adalah daerah yang berada di dekat muara sungai.
Banjir yang terjadi di sungai-sungai di WS POS, umumnya disebabkan oleh
sedimentasi dan Penutupan muara sungai (Sungai Progo, Sungai Opak dan Sungai
Serang)
Genangan banjir yang terjadi di wilayah Progo hilir merupakan daerah banjir rutin
yang terjadi hampir setiap tahun, yang disebabkan oleh dampak backwater dari Kali
Progo yang masuk ke saluran drainase Galur dan Mangga yang kemudian meluap
melampaui tanggul dari saluran ini. Untuk mengatasi permasalahan banjir di muara
sungai Progo, saat ini sudah dibangun jetty pendek di muara sungai. Seberapa besar
efektifitasnya untuk pengendalian banjir sampai saat ini masih belum diketahui.
Beberapa studi terkait dengan muara sungai Progo saat ini sudah banyak dilakukan.
Kedalaman banjir yang terjadi di daerah genangan banjir (flood-prone area) antara 0.5
m 1.0 m dengan durasi genangan yang cukup lama karena tidak berfungsinya
saluran drainase dengan baik. Pengendalian banjir Sungai Progo terutama difokuskan
pada bagian hilir Sungai Progo, bisa berupa:
3-33
Rehabilitasi pintu klep S. Galur
Rehabilitasi tanggul kanan-kiri S.Galur
Rehabilitasi pintu klep kanan-kiri Sungai Progo
Pembangunan Sistem Fluidasi Sedimen di Muara Sungai
Banjir yang sering terjadi di DAS Opak adalah di daerah hilir Kali Opak, di sepanjang
pertemuan dengan Kali Oyo sampai dengan Kampung Kedungjati (sepanjang 4 km)
dan di Kali Celeng, yaitu sepanjang pertemuan dengan Kali Oyo sampai dengan
Kampung Giriloyo (sepanjang 7 km). Genangan total terjadi dengan luasan 1870 ha,
termasuk persawahan, lahan-lahan produktif dan lain- lain. Pada tahun 1985, terjadi
banjir besar akibat jebolnya tanggul di Kali Opak, sehingga hampir 3450 ha lahan
tergenang banjir. Lamanya genangan berlangsung selama 4 7 hari dan ketinggian
air banjir 1 2 m di atas permukaan tanah asli. Banjir yang terjadi ini adalah banjir
dengan kala ulang 25 tahun. Beberapa penyebab banjir di DAS Opak, secara umum,
dapat diidentifikasi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut ini :
Sarana pengendali banjir saat ini juga sudah ada (tanggul-tanggul, perbaikan
drainase, Waduk Sermo, dll), namun efektifitas dari bangunan bangunan pengendali
banjir yang ada relatif masih kurang. Dari hasil analisis oleh Sogreah (1995; Java
Flood Control), disimpulkan bahwa waduk Sermo kurang efektif untuk mencegah
bahaya banjir besar di DAS Serang, yang disebabkan karena:
Selama musim hujan lebih dari setengah tahun, tidak akan ada tempat yang
cukup untuk menampung debit di bawah muka pelimpah, dan
Waduk hanya mempunyai 11 % dari DAS Serang di atas Bendung Pekikjamal
3-34
Dari hasil analisis oleh konsultan Sogreah (1995) diketahui faktor-faktor utama
penyebab terjadinya banjir di Kali Serang, yaitu :
Dampak dari backwater dan penutupan muara sungai oleh endapan-endapan
hasil erosi,
Dampak dari back water akibat besarnya aliran pertemuan antara Kali Serang,
Kali Nagung dan Kali Pening.
Tidak memadainya kapasitas tampungan sungai utama (Kali Serang) dan Kali
Nagung untuk menampung debit banjir 5 tahunan. Sedangkan untuk Kali Pening
dan Seling diprediksi tidak mampu menampung debit banjir kurang dari 2
tahunan.
Pelurusan sungai dan pembuatan tanggul-tanggul di sungai bagian hulu, telah
menyebabkan bertambah besarnya banjir yang terjadi di bagian hilir.
Tidak memadainya kapasitas debit banjir pada pertemuan Kali Serang dan Kali
Banjaran, ditambah tidak bisa berfungsinya pintu-pintu air dengan baik.
Penyebab banjir yang belum tersentuh dalam pembahasan, khususnya di
kawasan Sungai Serang adalah pertumbuhan pesatnya vegetasi enceng gondok,
yang menimbulkan penyumbatan pada saluran drainase. Beberapa upaya
pengendalian banjir di kawasan Sungai Serang bagian hilir adalah:
Membuat sudetan ke Samudera Indonesia yang berada di Dusun Bugel, Kec.
Bugel, Kab. Kulon Progo. Panjang bangunan sudetan tersebut + 900 meter, yang
perlu dilengkapi dengan pintu klep dan jetty pendek supaya mulut saluran tidak
tersumbat.
Mengarahkan Saluran Peni sebagian ke arah Barat dengan cara menggali saluran
dan selanjutnya dibuat bangunan sudetan ke Utara (650 m) masuk ke Sungai
Serang. Panjang total normalisasi Sal Peni sekitar 6000 meter.
Perlu Operasi dan Pemeliharaan yang baik untuk mengatasi tanaman enceng
gondok.
Bahaya primer, berupa bahaya yang ditimbulkan secara langsung karena letusan
Gunung Merapi dimana lava, batu, pasir dan awan panas meluncur dan
menyebar
Bahaya sekunder, berupa banjir lahar hujan akibat hujan yang turun di puncak
Merapi akan menghanyutkan tumpukan material di palung-palung sungai di
puncak Merapi kearah hilir sungai-sungai yang bermuara di puncak Merapi
Sehubungan dengan kejadian erupsi Gunung Merapi maka melalui Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
ditetapkan kawasan rawan bencana Gunung Merapi melalui penyusunan peta
kawasan rawan bencana Gunung Merapi di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI
Yogyakarta 2010 sebagai petunjuk tingkat kerawanan bencana suatu daerah apabila
terjadi letusan kegiatan gunungapi. dalam peta tersebut mencakup jenis dan sifat
bahaya gunungapi, daerah rawan bencana, arah jalur penyelamatan diri, lokasi
3-35
pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Pembagian kawasan rawan
bencana melalui penyusunan peta kawasan rawan bencana tersebut didasarkan
kepada geomorfologi, geologi, sejarah kegiatan, distribusi produk erupsi terdahulu,
penelitian dan studi lapang. Selanjutnya kawasan rawan bencana Gunung Merapi
dibagi kedalam tiga tingkatan yaitu: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan
Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.
1. Target
3-36
Daerah irigasi yang dilayani oleh Saluran Mataram dan Saluran van der Wijk
seluas 20.000 ha
Daerah permukiman di Yogyakarta, Muntilan, dan Tempel yang berpenduduk
157.238 jiwa
Peninggalan budaya
Mengatasi degradasi dan sedimentasi Kali Progo, Kali Opak, Bengawan Solo
Pemanfaatan material letusan
3. Rencana Penanggulangan
Bantaran banjir dipadati oleh perumahan penduduk sehingga tidak ada lahan yang
dapat digunakan untuk kolam retensi banjir lahar hujan.
Bencana akibat letusan gunung api maupun banjir lahar hujan sesudahnya kadang
diluar kemampuan untuk menghindarinya.
3-37
Untuk mengurangi dampak letusan gunung api (pada jenis gunung api tertentu),
dilakukan antara lain dengan membuat terowongan dari kawah/kaldera/danau
gunung api, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap aliran lava yang akan
keluar. Contoh dari upaya ini misalnya pada Gunung Galunggung, Jawa Barat.
Untuk mengurangi dampak banjir lahar hujan dilakukan dengan membuat
bangunan penahan sedimen (sabo dam) disepanjang alur sungai, dengan contoh
pada Gunung Merapi (Jawa Tengah, DIY), Gunung Semeru, Gunung Kelud (Jawa
Timur) dan Gunung Bawakaraeng (Sulawesi Selatan). Sungai-sungai yang dapat
menimbulkan bencana banjir lahar hujan di lereng G.Merapi sebanyak 14 sungai
dimana 10 sungai mengalir kearah barat dan 4 sungai mengalir kearah selatan-
tenggara. Peta sungai-sungai tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut.
3-38
3.7.6 Pengembangan SISDA
3.7.6.1 Siklus Hidrologi Sebagai Basis Dasar Sistem Informasi Sumber Daya Air
Untuk membangun basis data Sumber Daya Air (SDA), secara umum basis data
harus berasal dari unsur-unsur utama (komponen) yang terjadi dalam proses siklus
hidrologi, sebagai berikut:
3-39
dan kumpulan awan. Awan-awan tersebut bergerak mengelilingi dunia, yang
diatur oleh arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan tersebut bergerak
menuju pegunungan, awan-awan tersebut menjadi dingin, dan kemudian segera
menjadi jenuh air yang kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan, salju, dan
hujan batu (hail), tergantung pada suhu udara sekitarnya.
Adveksi, merupakan proses pengangkutan air dengan gerakan horizontal seperti
perjalanan panas maupun uap air dari satu lokasi ke lokasi yang lain oleh
gerakan udara mendatar.
Infiltrasi (Perkolasi), air hujan yang jatuh ke permukaan bumi khususnya
daratan, kemudian meresap ke dalam tanah dengan cara mengalir secara infiltrasi
atau perkolasi melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan, sehingga
mencapai muka air tanah (water table) yang kemudian menjadi air bawah tanah.
Surface run off, air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak
secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut
memasuki kembali sistem air permukaan. Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke
laut.
Infiltrasi, perembesan atau pergerakan air ke dalam tanah melalui pori - pori
tanah.
Intersepsi, hujan turun di hutan yang lebat, tetapi air tidak sampai ke tanah,
akibat intersepsi, air hujan tertahan oleh daun-daunan dan batang pohon.
1. Data Hidrologis
3-40
Gambar 3.10. Komponen system informasi hidrologi
2. Data Hidrometeorologi
3-41
Gambar 3.11. Komponen sistem informasi hidrometeorologi
3. Data Hidrogeologi
3-42
3.7.6.2 Integrasi Ketiga Simpul Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi
Dan Hidrogeologi
Ketiga simpul Sistem Informasi yang telah diuraikan diatas terintegrasi dalam suatu
jejaring Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrologi. Walaupun secara
fisik ketiga Sistem Informasi diatas merupakan sub-sistem yang terpisah namun
secara virtual, pengguna tidak merasakan berada dalam tiga sistem yang berbeda.
Dalam arti ketika pengguna memasuka sistem melalui jalur salah satu simpul Sistem
Informasi, secara otomatis pengguna dapat mengkases dan memanfaatkan data dan
informasi dari ketiga simpul sub-sistem secara sekaligus.
Dengan demikian secara lebih tepat Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan
Hidrogeologi merupakan suatu jejaring sistem informasi yang bersifat maya. Adapun
gambaran sederhana dari jejaring sistem informasi tersebut dapat dilihat pada
gambar skema berikut:
Database
Database Database
Hidrometeorologi
Hidrologi Nasional Hidrologi Nasional
Nasional
3.7.6.3 Data Dasar Penunjang Untuk Sistem Informasi Sumber Daya Air
Untuk membangun basis data Sumber Daya Air (SDA) yang terpadu, selain data
dalam siklus hidrologi, menurut Peraturan Pemerintaha No 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air, komponen lain yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
3-43
Gambar 3.14. Komponen pembangun sistem informasi sumber daya air
Komponen yang belum masuk dalam komponen siklus hidrologi ada: kegiatan
sosekbudmas SDA, lingkungan SDA, kebijakan SDA, serta didukung oleh teknologi
SDA yang baik.
Selain kelompok data yang sudah diuraikan, tentunya juga memerlukan data dari
instansi lain, baik data dasar maupun data tematik sebagai bahan analisis SDA.
Beberapa data yang akan sangat terkait dengan SDA namun dikelola oleh instansi
lain Antara lain adalah:
3-44
Gambar 3.15. Komponen data pendukung sistem informasi sumber daya air
Untuk menentukan pola pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam penyusunan
skenario, strategi dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, diperlukan
beberapa analisis yang memiliki ketergantungan dan keterkaitan antara satu dengan
lainnya.
Data yang telah diinventarisasi kemudian dilakukan pengelolaan data, dan dianalisis
menggunakan metodologi yang telah ditetapkan berupa standar nasional indonesia
(SNI) atau standar dan kriteria tertentu yang berlaku.
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka pengembangan sumber daya
air yang akan datang (20 Tahun) sehingga hasil analisis harus berupa asumsiasumsi
untuk memperkirakan kondisi sumber daya air yang akan datang dan di arahkan
pada aspek-aspek pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai, yaitu konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air,
sistem informasi sumber daya air serta pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha.
3-45
Tabel 3.5. Data, Analisis dan Keluaran Pola PSDA
3-46
No DATA ANALISIS KELUARAN
2002, di terbitkan BSN
- Peta Cekungan Air Tanah Analisis Ketersediaan Ketersediaan Air Tanah
- Peta Geologi/ Permeabilitas Air Tanah sampai saat ini, Asumsi
- Peta Potensi Air Tanah Metode : GIS Ketersediaan Air Tanah
- DEM (Digital Elevation Mode) dalam 5, 10, 15 dan 20 th yg
akan datang.
- Data jumlah penduduk tahun Analisis Kebutuhan Air Asumsi kebututah air per
terakhir : distrik dalam 5, 10, 15 dan
- Angka pertumbuhan - Kebutuhan Air DMI 20 tahun yg akan datang
penduduk per distrik dilengkapi Petanya
- Standar kebutuhan untuk air - Kebutuhan Air
baku Irigasi per distrik
- Iklim-evapotranspirasi - Kebutuhan Air Yang
- Rencana Pengembanga Lain (Pertanian,
Industri Perkebunan,
- Peta Topografi Perikanan,
- Peta Tata Guna Lahan Pariwisata per distrik
- Data pasang surut
- Salinitas di Sungai
- Rencana Pengembangan
Irigasi
- Data Lokasi Prasarana-
Sarana SDA (Aset SDA)
- DEM (Digital Elevation Mode)
- Data pengguna dan jumlah Analisis Kebutuhan Air Asumsi Penggunaan Air
penggunaan air tanah 3 Tanah Tanah dalam 5, 10, 15 dan
tahun terakhir. Analisis didasarkan 20 tahun yg akan datang.
- Peta Cekungan Air Tanah pada penggunaan air Dan Peta Cekungan Air
- DEM (Digital Elevation Mode) tanah yg ada saat ini Tanah beserta lokasi
serta perkiraan penggunanya.
kenaikan penggunaan
dalam 5, 10, 15 dan 20
tahun yg akan datang.
- Ketersediaan Air Permukaan Neraca Air per distrik 1. Neraca Air per distrik
dalam 5, 10, 15 dan 20 th yg Alokasi air dengan dalam 5, 10, 15 dan 20
akan datang simulasi antara 2. Lokasi daerah/distrik
- Ketersediaan Air Tanah ketersediaan air yang mengalami
dalam 5, 10, 15 dan 20 th yg permukaan dan air kekurangan air pada
akan datang tanah dengan musim kemarau
- Perkiraan kebututah air per kebutuhan air per 3. Lokasi derah/distrik
distrik dalam 5, 10, 15 dan distrik. yang mengalami
20 tahun yg akan datang Dalam simulasi kekurangan air sepanjang
dilengkapi Petanya diprioritaskan tahun
- Perkiraan Penggunaan Air pengambilan dari air
Tanah dalam 5, 10, 15 dan permukaan. Untuk air
20 tahun yg akan datang tanah dapat dilakukan
- Peta Kekeringan Air pengambilan untuk
- Tampungan Air (Waduk, penggunaan yang telah
embung) ada (eksisting) dan
penggunaan apabila air
permukaan tidak
mencukupi.
- Data Lokasi Prasarana- Analisis aset Porsentase berfungsinya atau
Sarana SDA (Aset SDA) pendayagunaan kerusakan aset
sumber daya air pendayagunaan SDA
- Kebijakan Nasional, Tinjauan terhadap Kebijakan, UU, PP dan Perda
Pemerintah Provinsi, kebijakan, UU, PP dan yang tidak sesuai yang masih
Pemerintah Kabupaten/ Kota Perda relevan dengan skenario dan
Tentang Pengelolaan Sum-ber strategi pendayagunaan
Daya Air sumber daya air
- UU dan PP dan Perda terkait
3. PENANGGULANGAN DAYA RUSAK AIR
3-47
No DATA ANALISIS KELUARAN
- Peta Genangan Banjir Analisis Peta Tematik - Peta-peta daerah
- Peta bencana Bencana (banjir, genangan tahunan, rawan
- Peta tata guna lahan longsor, gempa dan longsor, rawan gempa dan
- DEM (Digital Elevation Mode) tsunami, abrasi tsunami, rawan abrasi
- Data frekuensi kejadian pantai, penutupan pantai, penutupan muara
bencana (banjir, longsor, muara) - Katagori daerah rawan
gempa dan tsunami, abrasi Metode : GIS bencana
pantai) dalam 10 tahun
terakhir
- Upaya pengendalian daya
rusak yang telah dilakukan
- Data Lokasi Prasarana- Analisis aset Porsentase berfungsinya atau
Sarana SDA (Aset SDA) pengendalian daya kerusakan aset pengendalian
rusak air daya rusak air
- Data frekuensi kejadian Analisis terhadap kala - Asumsi frekuensi kejadian
banjir dalam 10 tahun ulang banjir yang banjir
terakhir selalu terjadi pada WS
setiap tahunnya
Metode : Statistik dan
Regresi
- Curah Hujan (hujan - Analisis Debit Banjir - Asumsi kejadian banjir
maksimum dan rata-rata - Standar: Tata Cara yanga akan terjadi setiap
harian) Perhitungan Debit tahunnya, 5, 10, 15, 20
- Debit Banjir Revisi SNI 03- Tahun yang akan datang
2415-1991. beserta daerah
genangannya.
- Kualitas Air - Analisis Kualittas Air - Tingkat pencemaran yang
- Jml dan lokasi limbah yang Sungai, Pencemaran terjadi pada sungai serta
dibuang ke sungai selama 3 Sungai, Jumlah dan golongan badan air
th terakhir. lokasi pembuangan
- Jumlah dan lokasi stasiun limbah RT & Industri
pemantau kualitas air dengan adanya
sumber dan badan air pertambahan
penduduk dan
industri
- Kebijakan Nasional, Tinjauan terhadap Kebijakan, UU, PP dan Perda
Pemerintah Provinsi, kebijakan, UU, PP dan yang tidak sesuai yang masih
Pemerintah Kabupaten/Kota Perda relevan dengan skenario dan
Tentang Pengelolaan Sumber strategi pengendalian daya
Daya Air rusak air.
- UU dan PP dan Perda terkait,
seperti UU No.24 Th 2007
Tentang Penanggulangan
Bencana, UU No. 23 Th 1997
Ttg Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Perda Tentang Baku
Mutu Badan Sungai, Ambang
batas golongan/kelas air
sungai
- dan Persyaratan Kualitas
Limbah Buangan
4. KETERSEDIAAN DATA & SISTEM INFORMASI SDA
3-48
No DATA ANALISIS KELUARAN
- Keberadaan Sistim Informasi kelengkapan badan air
SDA datanya. 4. Rekomendasi keberadaan
- Peta rawan bencana - Tinjauan terhadap sistim informasi SDA
- Keberdaaan sistim peringatan kondisi stasiun 5. Rekomendasi keberadaan
dini bencana tersebut di atas, peringatan dini bencana
- Ketersediaan dan sistim operasi dan
kelengkapan data pemeliharaannya.
- Tinjauan terhadap
keberadaan Sistim
Informasi SDA
5. PEMBERDAYAAN & PENINGKATAN PERAN MASY & DUNIA USAHA
- Keberadaan dan Jumlah Dilakukan tinjauan Rekomendasi pengembangan
Organisasi Pengguna Air terhadap kuantitas dan peningkatan peran
- Kemandirian Organisasi dan peran organisasi organisasi masyarakat serta
(swadaya) masyarakat serta dunia usaha yang terkait
- Keberadaan dan Jumlah dunia usaha yang dengan pengelolaan SDA
Usaha Terkait SDA terkait dengan
- Peran Dunia Usaha pengelolaan SDA
- Stake Holder yang terkait dan Dilakukan analisis Hubungan kerja dan
berkepentingan dengan Stake Holder dengan koordinasi antar
Pengelolaan Sumber Daya melakukan tinjauan kelembagaan dalam
Air, terhadap tugas pokok pelaksanaan tugas pokok
- Kelembagaan : Pengelola dan fungsi dari dan fungsinya serta Susunan
Sumber Daya Air kelembagaan yang atau daftar Stake Holder
terkait dengan yang diundang dalam PKM 1
pengelolaan SDA WS. dan PKM 2.
6. KONDISI EKONOMI
- Kabupaten/Kota dalam angka - Pertumbuhan Tingkat kondisi ekonomi
- Aspek Sosial ekonomi daerah ekonomi daerah, daerah (kuat, sedang, ringan).
- sektor dominan
dalam pertumbuhan
ekonomi,
- neraca keuangan
daerah.
Data dalam Sistem Informasi Sumber Daya Air merupakan data yang dimiliki oleh
banyak stakeholder, sehinggga permasalahan kemudahan diperolehnya data
(aksesibilitas terhadap data) dan pemakaian bersama (sharable) data menjadi sangat
penting. Penyelenggaraan pengelolaan SISDA ini harus dilakukan melalui kemitraan
antar-instansi pemerintah pusat, antara Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Badan Usaha atau masyarakat, antar-
instansi pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berikut
ini merupakan beberapa contoh butir-butir kebijakan terkait dengan masalah
kelembagaan dalam kategori kerjasama kelembagaan.
Setiap Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang memiliki kewenangan didalam
pengelolaan Sumberdaya Air dapat bekerjasama dengan unit/lembaga lain baik
dari kalangan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun swasta dalam
hal penyelenggaraan pengelolaan SISDA.
3-49
Bentuk dan mekanisme kerjasama hal penyelenggaraan pengelolaan SISDA diatur
lebih lanjut melalui peraturan teknis maupun melalui perjanjian kerjasama dari
pihak-pihak yang bekerjasama.
Secara garis besar alur strategi kerjasama dalam pengelolaan SISDA harus
dilaksanakan seperti pada gambar dibawah ini:
Sistem
Informasi
Sumber
Daya Air
Metadata
3-50
Struktur dan format data yang digunakan harus sesuai dengan standar
interoperabilitas, standar keamanan informasi, dan ketentuan lain yang diatur
dalam peraturan khusus.
Komponen Data
1) Infrastruktur
Beberapa contoh ketetapan yang dapat dirumuskan terkait dengan penyediaan
infrastruktur Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) adalah sebagai berikut :
3-51
2) Data dan Informasi
Kebijakan atas data dan informasi yang mengalir melalui SISDA, diputuskan untuk
tetap mendasarkan pada regulasi dan perundangan yang ada, termasuk mengenai
hak penyimpanan dan pengelolaan data, publikasi data, dan hak akses atas data,
sedangkan SISDA hanya akan menyediakan repository data untuk kebutuhan
referensi proses. Setiap lembaga dan pihak-pihak lainnya yang terlibat, terutama yang
memiliki peran sebagai penyedia data perlu memperhatikan hal-hal berikut :
Metoda Mediasi
Klasifikasi Data/Informasi
Standarisasi Format
Kompatibilitas
Pertukaran Data (Interchange)
Hal yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan dalam pengelolaan suatu Sistem
Informasi antara lain menyangkut masalah-masalah sebagai berikut :
Keamanan Sistem
Pengelolaan Hak Akses
Level Kedalaman Data & Informasi
Perawatan Sistem
5. Pembiayaan
3-52
Sumber daya manusia yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan
SISDA pada Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan pegawai negeri
yang mendapatkan tunjangan fungsional dan insentif.
Tunjangan fungsional, insentif, dan gaji pegawai negeri penyelenggara
pengelolaan SISDA diatur dalam peraturan khusus.
3-53
Data Suppliers Information
Provider
Data Collector
Mediator/
Facilitator
Berbagai data tentang sumber daya air dikumpulkan dan dianalisis oleh berbagai
instansi terpisah satu sama lain. Agar pengelolaan sumber daya air berlangsung
optimal diperlukan integrasi sistem informasi sumber daya air yang menyangkut (a)
database hidrologi yang meliputi curah hujan, kondisi aliran, kualitas air/
pencemaran, kandungan sedimen, tinggi muka air, aliran pada kondisi ekstrem
seperti banjir dan kekeringan, (b) basis data hidrometeorologi, serta (c) basis data dan
informasi mengenai cekungan air tanah dan kondisi aquifer. Sangat diperlukan
tindakan nyata untuk saling terbuka antar instansi, berbagi data dan hasil analisis,
untuk dapat menerbitkan suatu buku laporan tahunan bersama yang dapat diakses
oleh publik.
Database hidrologi secara bertahap perlu ditingkatkan menjadi real time pada lokasi
terpilih yang berpengaruh signifikan dalam pengelolaan sumber daya air dengan
menambah jaringan peralatan otomatis (logger) seperti AWLL maupun ARL. Database
jaringan sistem informasi geohidrologi pada tiap cekungan air tanah agar
diintegrasikan dengan informasi hidrologi air permukaan. Basis data hidrologi dan
geohidrologi yang terintegrasi akan sangat diperlukan dalam perencanaan sumber
daya air. Selanjutnya informasi sumber daya air melalui sistem yang akan dibangun
dapat membantu memberikan peringatan tentang kekeringan maupun banjir, dan
kecenderungannya, yang dapat diketahui dari perubahan pola curah hujan dan debit
sungai. Dapat pula diketahui kebutuhan akan tindakan konservasi dengan adanya
perubahan pola debit tahunan, kandungan sedimen ataupun perubahan kualitas air.
3-54
daya air yang terpadu antar berbagai instansi terkait. Pemutakhiran data rutin perlu
dilaksanakan secara berkelanjutan, penyediaan dana operasional harus diperhatikan
sebagai kebutuhan untuk perencanaan masa depan. Sumber daya manusia harus
ditingkatkan baik jumlah maupun kemampuannya, sampai ke lokasi yang terjauh/
terpencil, serta disediakan alat komunikasi yang memadai untuk menyampaikan
laporan baik rutin maupun yang sifatnya mendesak.
Informasi sumber daya air meliputi informasi mengenai kondisi sumber daya air
(hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana,
teknologi, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial,
ekonomi, budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air) di WS POS.
Jaringan informasi sumber daya air harus dapat diakses dengan mudah oleh berbagai
pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air. Dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 66 ayat 3, mengamanatkan
Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk unit pelaksana teknis untuk
menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air.
Jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan dikelola berbagai instansi
dapat diteruskan pengelolaannya, namun perlu dibangun sistem pengelolaan sumber
daya air yang terpadu oleh Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air
dalam hal ini Balai Besar di WS POS dan Dinas yang membidangi sumber daya air di
Provinsi Jawa Tengah dan DIY, Kabupaten dan kota Magelang, kabupaten
Temanggung, Magelang, Sleman, Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul dan Kota
Yogyakarta. Masing-masing instansi berkaitan dengan data sumber daya air tetap
menjalankan tugas dan fungsinya yaitu mengelola data masing-masing secara
BBWS Serayu-Opak, serta Dinas yang membidangi sumber daya air di Provinsi
Jawa Tengah dan DIY serta Kabupaten dan kota lainnya dengan kewenangannya
menyediakan informasi sumber daya air bagi semua pihak yang berkepentingan
dalam bidang sumber daya air.
BBWS Serayu-Opak, serta Dinas yang membidangi sumber daya air di Provinsi
Jawa Tengah dan DIY serta Kabupaten dan kota lainnya, badan hukum,
organisasi dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan kegiatan
berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan informasi hasil kegiatannya
kepada unit kerja yang bertanggung jawab di bidangnya pada informasi sumber
daya air.
BBWS Serayu-Opak, serta Dinas yang membidangi sumber daya air di Provinsi
Jawa Tengah dan DIY serta Kabupaten dan kota lainnya, badan hukum,
organisasi dan lembaga serta perseorangan, bertanggung jawab menjamin
akurasi, kebenaran dan ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.
3-55
3.7.6.7 Sistem Pendukung Keputusan - Model Alokasi Air
Dalam studi ini alat bantu yang digunakan untuk melakukan analisis sistem
pendukung keputusan atau Decission Support System (DSS) adalah program Model
Alokasi Air. Model Alokasi Air merupakan suatu alat bantu untuk mendukung
kerangka kerja analisis sistem dalam menghasilkan informasi kuantitatif situasi
keseimbangan air yang terkait dengan aspek ketersediaan dan kebutuhan air yang
berada dalam suatu WS. Model Alokasi Air tediri dari satu perangkat basis data dan
perangkat lunak ini terdiri atas: basis data (database); dan kumpulan model
komputer yang konsisten. Kunci dari model DSS tersebut adalah simulasi satuan WS,
dimana dalam simulasi tersebut didasarkan pada skematisasi sistem tata air,
distribusi air untuk berbagai kebutuhan, dan potensi air yang ada.
Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, BBWS Serayu-Opak, serta Dinas
yang membidangi sumber daya air di Provinsi Jawa Tengah dan DIY serta Kabupaten
dan kota lainnya harus menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya
air yang terintegrasi sesuai dengan kewenanganannya.
Dalam kaitannya dengan sumberdaya air wilayah sungai, secara lebih umum pihak-
pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan sumber daya air, dapat
dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu pihak-pihak dari : 1). unsur pemerintah
sebagai regulator, 2). institusi pengelola sumber daya air sebagai operator, 3).
masyarakat sebagai user / public, 4). swasta sebagai developer, dan 5). wadah
koordinasi (TKPSDA) sebagai wadah untuk menjalin komunikasi di antara para
stakeholders.
1. Regulator atau Pemerintah, yaitu institusi pengambil keputusan yang dalam hal
ini adalah para pejabat yang berwenang menetapkan kebijakan/keputusan
(misalnya di daerah adalah : Gubernur, Bupati/Walikota, dan para Kepala
Dinas/Badan terkait yang menjadi sub ordinatnya).
2. Operator, yaitu lembaga yang dibentuk dan berfungsi untuk melaksanakan
operasi atau pengelolaan sehari-hari air, sumber air prasarana yang ada dalam
dan sumberdaya alam lain yang ada suatu wilayah sungai. Ini meliputi Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA DIY, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah).
Lembaga ini dibentuk oleh Regulator, dengan tugas utama menjalankan
keputusan regulator dalam pelayanan sumberdaya air kepada masyarakat.
3. Developer, yaitu lembaga yang berfungsi melaksanakan pembangunan prasarana
dan sarana pengairan baik dari unsur pemerintah (misalnya Badan Pelaksana
Proyek/ BBWS POS, BUMN, BUMD) maupun lembaga non pemerintah (investor).
Peran lembaga ini, terutama diperlukan ketika terjadi ketidakseimbangan antara
permintaan atau kebutuhan air dengan kemampuan menyediakan air, misalnya
dalam pembangunan bendungan dan pembangunan prasarana pengendali banjir
atau jaringan irigasi. Mereka memiliki keterkaitan yang tidak langsung, dalam
bentuk negosiasi.
4. User atau Penerima manfaat, yaitu mencakup seluruh unsur masyarakat baik
perorangan maupun kelompok masyarakat yang mendapat manfaat langsung
maupun tidak langsung dari jasa pengelolaan sumberdaya air maupun
3-56
sumberdaya alam lain di dalam wilayah sungai. Sebagian memiliki keterkaitan
langsung dengan sumber daya air di wilayah sungai karena mereka sangat
tergantung padanya. Namun sebagian bisa berada jauh dari lingkaran pusat,
khususnya dalam hal mempengaruhi pengambilan keputusan. Ini adalah
kelompok yang perlu mendapat tempat dalam wadah koordinasi agar bisa
menyampaikan aspirasi mereka terkait dengan pengelolaan wilayah sungai.
Identifikasi lebih dekat menunjukkan mereka bisa berupa individu, rumahtangga,
badan hukum atau instansi publik, rumah sakit, lembaga pendidikan, yang ada di
dalam wilayah sungai.
5. Wadah koordinasi, yaitu wadah koordinasi yang berfungsi untuk menerima,
menyerap dan menyalurkan aspirasi dan keluhan semua unsur stakeholder.
Wadah ini bersifat perwakilan yang bertugas menyampaikan masukan kepada
regulator sekaligus menyiapkan resolusi dan rekomendasi penyelesaian masalah-
masalah sumberdaya air. Keanggotaan badan ini tediri atas unsur pemerintah
dan non pemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar keterwakilan.
Wadah koordinasi sebagai wahana koordinasi bagi semua pemangku kepentingan
di WS POS sudah ada yaitu TKPSDA WS POS yang sudah eksis dan rutin
mengadakan agenda-agenda koordinasi baik dalam tingkat sidang komisi maupun
sidang pleno.
3-57
3.8 Verifikasi
3.8.1 Penyesuaian model simulasi dengan kondisi lapangan
Pemodelan simulasi alokasi air di tingkat wilayah sungai akan dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dalam pengembangan sumberdaya air,
antara lain sebagai berikut:
3-58
Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, maka suatu model
simulasi wilayah sungai harus dapat melakukan perhitungan simulasi dengan baik,
dan mudah dioperasikan. Artinya model harus mampu menirukan karakteristik
penting dari wilayah sungai, terutama ketersediaan air, kebutuhan air, pengoperasian
sistem tata air, dan kemungkinan alternatif pengembangan; disamping memberikan
kemudahan pemasukan data dan keluaran informasi secara efisien, dalam format
yang mudah disajikan, dan dampak alternatif pengembangan (dalam bentuk peta dan
grafik) yang mudah dievaluasi dengan cepat. Dalam simulasi wilayah sungai terdapat
dua hal penting, yaitu kondisi sistem tata air yang dinyatakan dalam Skematisasi
Sistem Tata Air; dan Alternatif Pengembangan Sumberdaya Air yang direncanakan.
Untuk dapat mensimulasikan satuan wilayah sungai sebagai suatu sistem tata air,
maka disusun skematisasi sistem tata air yang dapat menggambarkan sistem tata air
secara hidrologis, lengkap dengan bangunan-bangunan air dan sarana pembawanya.
Skematisasi sistem tata air terdiri atas simpul-simpul yang menyatakan sumber air,
kebutuhan air dan infrastruktur; dan cabang-cabang yang menyatakan sungai,
saluran, terowongan atau pipa.
3.8.1.3 Penyesuaian
Bagaimanapun model matematik yang dibangun adalah tiruan dari kondisi yang
terjadi di alam, dalam hal ini kondisi supply-demand di WS POS dan rencana
kedepan terkait alokasi air. Untuk itu diperlukan penyesuaian parameter dan variabel
masukan model tersebut dengan kondisi lapangan yang ada secara nyata terjadi,
dengan demikian kebiajakn yang akan diambil berdasar hasil simulasi ini benar
benar tepat sesuai yang diharapkan.
3-59
Gambar 3.19. Skema operasional model simulasi
Penyesuaian dilakukan dengan mengikuti skema pada Gambar 6.8 . Tahap verifikasi
ini dilakukan setelah diperoleh informasi hasil pengumpulan data sekunder maupun
primer, termasuk logika alur fisik model simulasi dengan alur fisik yang ada
dilapangan.
3-60
Peserta : peserta harus bisa mewakili seluruh pemilik kepentingan (stakeholders)
yang terlibat dalam pengelolaan SDA di WS POS, yang mempengaruhi, yang
dipengaruhi oleh adanya pengelolaan PSDA di WS POS. Para pengambil kebijakan,
operator, developer, user yang terkait langsung maupun tidak langsung.
Penyelenggaraan : dalam penyelenggaraan diatur sedemikian rupa sehingga
jalannya pembahasan dapat berlangsung efektif dan efisien. Pembahasan
diarahkan bisa fokus pada aspek-aspek tertentu dengan pilihan pembahas yang
kompeten dan peserta yang terkait dengan aspek tersebut
Pada prinsipnya satu sungai (WS) adalah satu perencanaan, satu arah manajemen,
namun multy aksi dan multy stakeholders. Sehingga tidak mungkin bisa ditangani
oleh hanya satu instansi. Program/ kegiatan yang telah diinventarisir dalam rangka
penyelesaian persoalan dalam pengelolaan SDA dikembalikan kepada instansi yang
berwenang yang mempunyai tupoksi dalam pelaksanaannya. Untuk itu diperlukan
koordinasi agar tidak ada tumpang tindih (overlapping) dalam pelaksanaannya.
3-61
BAB 4 HASIL KAJIAN AWAL
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rekyat Nomor:
10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata
Pengairan telah disusun substansi Pola dengan memperhatikan kebijakan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan. Adapun
rangkuman isi atau substansi pola dapat dilihat pada tabel berikut.
NO SUBSTANSI MATERI
1 Mempelajari Kebijakan 1. Peraturan perundang-undangan SDA
Pengelolaan SDA, Peraturan dan peraturan lainnya
Perundang-undangan dan Isu-isu 2. Isu-isu strategis
Strategis MDG 2015
Pengaruh pemanasan global
Ketersediaan energi
4-1
NO SUBSTANSI MATERI
hidroklimatologi, jumlah dan kondisi
sta, sta pengukur tinggi ma, sta
pengamat kualitas air, data series
hujan dan debit, keakuratan data dan
keberadaan sistem informasi data
SDA
6. Aspek pemberdayaan masyarakat:
4-2
NO SUBSTANSI MATERI
operasional SDA
4-3
NO ASPEK PENGELOLAAN INDIKATOR PERMASALAHAN
sungai,klimatologi
Keberadaan dan
kelengkapan database
SDA
Hasil dan tinjuan dan evaluasi terhadap aspek-aspek seperti pada tabel di atas dapat
ditindak lanjuti dalam alternatif pelaksanaan pengelolaan. Rekapitulasi alternatif
pelaksanaan pengelolaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Hasil Tinjauan dan Evaluasi serta Alternatif Pelaksanaan Pengelolaan
Dalam penyusunan Pola kaidah aturan sesuai Permen PUPR No. 10/PRT/M/2015,
wajib dipenuhi sebagai kerangka dasar. Berikut diuraikan mengenai pasal-pasal yang
berkaitan dengan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air.
Pasal 11
4-4
(1) Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Pengairan
disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang
ditujukan untuk kepentingan umum.
(2) Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencana-
rencana dan rencana-rencana teknis tata, pengaturan air dan tata
pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1) pasal
ini, disusun untuk keperluan rakyat disegala bidang dengan
memperhatikan urutan prioritas.
(3) Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2
pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan
Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk
kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.
Pasal 3
(1) Rencana tata pengaturan air dan tata pengairan berupa pola
pengelolaan sumber daya air.
(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
pada wilayah sungai.
Substansi pokok:
Pasal 4
Substansi pokok:
4-5
Pasal 4
Substansi pokok:
rancangan Pola disusun oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai.
Rancangan Pola memuat : tujuan pengelolaan sda, dasar pertimbangan, beberapa
skenario, alternatif pilihan strategi, dan kebijakann operasional
Pasal 5
4-6
(h) penyusunan alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air
dan konsep kebijakan operasional;
(i) pertemuan konsultasi masyarakat II;
(j) penyempurnaan rancangan pola pengelolaan sumber daya air; dan
(k) penetapan pola pengelolaan sumber daya air.
(2) Penetapan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf k dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
(3) Penetapan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Substansi pokok :
Pasal 6
Pola pengelolaan sumber daya air yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali dan
dievaluasi paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui konsultasi publik.
Substansi pokok :
Peninjauan dan evaluasi Pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
Pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai paling sedikit memuat:
4-7
4.2.2 Daftar Isi
BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
BAB II BAB II
KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI PROGO OPAK SERANG KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI PROGO OPAK SERANG
2.1. Peraturan Perundang-undangan dibidang sumber daya air 2.1. Tertulis KEPMEN WS Bengawan Solo :
dan peraturan lainnya yang terkait.
Keputusan Mentri Kimpraswil No.341/ KPTS/M/2002
tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Izin
Penggunaan Air dan atau Pemanfaatan Sumber-
Sumber Air di Wilayah sungai Bengawan Solo
Kepada Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Jawa
Timur.
Keputusan Mentri PU No.247/ KPTS/M/ 2009
tentang Pembentukan TKPSDA Wilayah Sungai
Bengawan Solo
Belum ada
Permen PU No. 22/2009 tentang Pedoman Penyusunan
4-8
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
POLA)
2.2. Kebijakan pengelolaan sumber daya air atau kebijakan
pembangunan provinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan
pemerintah yang terkait dengan sumber daya air di 2.2. Ada (Prov Jateng dan Prov DIY)
tingkat provinsi atau kabupaten/kota (RTRW dan
Renstranas).
2.3.2. Data sumber daya air: iklim, air permukaan (hujan, 2.3.2. Data sumber daya air: (Tidak tertulis sub bab 2.3.2)
debit, tampungan air), air tanah, peta tematik,
sedimentasi sungai, erosi lahan, muka air pasang Belum ada data sbb:
surut, kualitas air, prasarana /infrastruktur. - Data Tampungan Air
- Air Tanah
- peta tematik,
- Sedimentasi Sungai
- Erosi Lahan
- Pasang Surut
- Kualitas Air
- Prasarana/Infra Struktur
4-9
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
2.3.4. Lain-lain (dinamika kondisi lingkungan, sosial budaya 2.3.4. Tidak Ada
dan ekonomi).
2.4. Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan 2.4. Ada (diuraikan per aspek dan sub aspek)
(ditinjau menurut hasil rumusan PKM 1 dan 5 aspek
pengelolaan sumber daya air (konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya
rusak air, sistem informasi sumber daya air serta
Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan
dunia usaha).
2.5. Ada
2.5. Identifikasi terhadap potensi yang bisa dikembangkan
(ditinjau menurut hasil rumusan PKM 1 dan 5 aspek
pengelolaan sumber daya air (konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya
rusak air, sistem informasi sumber daya air serta
Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan
dunia usaha).
3.1. Asumsi, Kriteria dan standar yang digunakan dalam 3.1. Ada
penyusunan rancangan pola
Kriteria:
Kondisi Ekonomi Kuat, Sedang dan Rendah
Asumsi :
Asumsi Penyusutan Luas Sawah Irigasi
Asumsi Luas Kolam / Tambak Ikan (tetap)
Asumsi Pertumbuhan Penduduk
4-10
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
Asumsi Peningkatan Tingkat Pelayanan PDAM
Standar :
Aspek Konservasi (baku mutu air, erosi lahan)
Aspek Pendayagunaan (std kebutuhan air)
3.3. Alternatif pilihan Strategi Pengelolaan sumber daya air 3.3. Kondisi Eksisting Pengelolaan Sumberdaya Air WS POS
ditinjau menurut 5 aspek pengelolaan sumber daya air 3.4.1. Aspek Konservasi Sumberdaya Air
(konservasi, pendayagunaan sumber daya air, 3.4.1.1. Pengelolaan Konservasi Lahan (Sumber bentuk table
pengendalian daya rusak Air, sistem informasi sumber dan peta tertulis, Serayu Progo Opak)
daya air, pemberdayaan dan peningkatan peran 3.4.1.2. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
masyarakat dan dunia usaha) berdasarkan setiap Pencemaran Air di Wilayah Sungai Progo Opak Serang
skenarionya.
4-11
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
2. Kondisi Imbangan Air
4-12
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
3. Skenario C : Kondisi Perekonomian Lemah
4-13
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
4-14
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
BAB IV BAB IV
KEBIJAKAN OPERASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA KEBIJAKAN OPERASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA
AIR WS PROGO-OPAK-SERANG AIR WS PROGO-OPAK-SERANG
Kebijakan operasional yang mencakup 5 aspek pengelolaan Kebijakan operasional ditinjau menurut 5 (Lima) aspek
sumber daya air untuk setiap alternatif pilihan strategi Pengelolaan sumber Daya Air ditampilkan pada table-tabel dan
berdasarkan skenario wilayah sungai. Kebijakan operasional Peta Tematik
pengelolaan sumber daya air ditinjau paling sedikit
berdasarkan faktor kondisi ekonomi:
a. Kondisi ekonomi rendah
b. Kondisi ekonomi sedang
c. Kondisi ekonomi tinggi
4-15
PERMEN PUPR No. 10/PRT/M/2015 DOKUMEN POLA WS POS 2010
KEPMEN PU 590/KPTS/M/2010e
LAPORAN PENUNJANG: LAPORAN PENUNJANG:
Gambar Gambar
1. Peta Wilayah Sungai (batas adm) 1. Ada
2. Peta Tematik Alternatif Strategi dan Kebijakan 2. Ada (5 Aspek)
Operasional (ditinjau 3 Aspek)
4-16
4.2.3 Hal Yang Tidak Perlu Ada Dalam P-PSDA 2010
Analisis
Ketersediaan Energi
4. Inventarisasi Data
Data Umum
peta RTRW
peta rupa bumi, DEM,
lap hasil studi/perencanaan terkait SDA
Data sumber daya air
Data Tampungan Air
Air Tanah
Peta tematik,
Sedimentasi Sungai
Data kebutuhan air:
air minum, irigasi, industri, perkotaan, penggelontoran, perkebunan
dan lain-lain (eksisting)
Data dinamika kondisi lingkungan, sosial budaya dan ekonomi
5. Analisis
6. Kondisi Eksisting
7. Tabel dan Peta Tematik Kebijakan Operasional untuk skenario ekonomi sedang
dan rendah
4-17
8. Laporan pendukung:
Peningkatan jumlah penduduk di WS POS cukup signifikan, hal ini dipicu oleh
perkembangan sekolah dan kampus, perkembangan pusat ekonomi dan
perdangangan, serta rencana pengembangan kawasan industri dan sarpras
transportasi laut dan udara.
Hal ini menuntut peningkatan suplai air bersih, sehingga perlu rencana penyediaan
dan alokasi air untuk berbagai keperluan di atas. Disamping itu kedepan juga harus
direncanakan upaya penghematan penggunaan air dengan memanfaatan teknologi.
4-18
4.3.4 Erupsi Merapi
Kedua, keberadaan bahan galian material hasil erupsi Merapi disatu sisi telah
meningkatkan kegiatan perekonomian namun disisi yang lain telah merusak
lingkungan karena kegiatan penambangan yang dilakukan tidak mengikuti kaidah
konservasi dan ijin dari instansi yang berwenang. Untuk itu pengelolaan
penambangan bahan galian material akan dikaji dalam studi ini.
1. Sub sub aspek konservasi belum tercakup semua (seperti dijelaskan dalam
penjelasan no (1) font tebal).
2. Dalam aspek pendayagunaan SDA, sub aspek penggunaan dan pengembangan
sebaiknya dipisah.
3. Dalam aspek pengendalian daya rusak air perlu dikaji ulang mengenai
pengelompokan permasalahan maupun strateginya.
4-19
Penjelasan
4) Konservasi SDA
a) perlindungan dan pelestarian sumber air;
i) pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan
air;
ii) pengendalian pemanfaatan sumber air;
iii) pengisian air pada sumber air;
iv) pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
v) perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
vi) pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
vii) pengaturan daerah sempadan sumber air;
viii) rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
ix) pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam.
b) pengawetan air; dan
i) menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
ii) menghemat air dengan pemakaian yang efisien danefektif; dan/atau
iii) mengendalikan penggunaan air tanah.
c) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
i) Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air
pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
ii) Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya
pencemar pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
5) Pendayagunaan SDA
a) Penatagunaan
i) Penetapan zona pemanfaatn sumber air
ii) Penetapan peruntukan air pada sumber air
b) Penyediaan
c) Penggunaan
d) Pengembangan
e) Pengusahaan
6) Pengendalian DRA
a) Pencegahan: upaya fisik dan/atau non fisik sebelum bencana.
b) Penanggulangan: upaya mengurangi dampak bencana ketika terjadi bencana.
c) Pemulihan: upaya rehabilitasi setelah terjadi bencana.
4-20
4.4.2 Permasalahan
4.4.3 Strategi
Permen PUPR/PRT/M/2015
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
memuat:
f) tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan;
g) dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber
daya air;
h) beberapa skenario kondisi wilayah sungai;
i) alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario
sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan
4-21
j) kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber
daya air.
Huruf c
Huruf d
Huruf e
Selanjutnya komparasi dokumen pola PSDA WS POS 2010 dengan kondisi saat ini
beserta usulan solusi dan prioritasi disajikan pada tabel di bawah ini berdasarkan
aspek pengelolaan sumber daya air.
4-22
Tabel 4.4. ASPEK KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
A. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air
1 Sebagian besar DAS-DAS di Penentuan dan perencanaan Melakukan konservasi yang Meningkatnya lahan kritis Rehabilitasi hutan dan lahan Hulu DAS Progo
WS POS termasuk dalam daerah konservasi, dan dilakukan di awal musim akibat alih fungsi lahan dengan melibatkan peran
kondisi DAS Prioritas I, yaitu daerah rawan erosi dan hujan, dengan tanaman hutan menjadi pertanian di serta masyarakat KRB Merapi
DAS sangat kritis, yang perlu sedimentasi (secara produktif secara ekonomi daerah hulu DAS Progo
segera ditangani vegetatif dan mekanis) dan dapat memperkecil Melakukan monitoring
tingkat erosi pelaksanaan rehabilitasi
hutan dan lahan
2 Penurunan luas hutan dan Pembangunan bangunan Memberikan sangsi bagi Banyaknya kegiatan Penyuluhan dan sosialisasi Hulu DAS Progo
pengelolaan lahan yang konservasi mekanis pelanggar konservasi pertanian sayuran di hulu kepada masyarakat tentang
tidak sesuai dengan kaidah (pengendali sedimen) (misalnya: illegal logging) yang tidak memperhatikan kegiatan pertanian yang
konservasi kaidah konservasi sesuai dengan kaidah
konservasi
3 Belum optimalnya Berkurangnya mata air Konservasi sumber air di Daerah hulu Opak
perlindungan sumber- akibat letusan gunung hulu (mata air)
sumber air, khususnya di Merapi
daerah hulu
4 Sudah adanya Program GN- Melanjutkan program GN- Kurangnya kegiatan Peningkatan kegiatan Seluruh lahan kritis
RHL / GERHAN RHL / GERHAN monitoring pelaksanaan monitoring terhadap
kegiatan konservasi pelaksanaan konservasi
5 Pemanfaatan lahan kurang Pengendalian pemanfaatan Melarang / memperketat Adanya penambangan Penindakan dan pengaturan Kawasan lindung
sesuai dengan peruntukan / lahan yang tidak sesuai ijin alih fungsi lahan yang bahan mineral di Kawasan penambangan
daya dukung lahan (RTRW). dengan peruntukannya tidak sesuai RTRW Taman Nasional Gunung
(sesuai RTRW) Merapi
4-23
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
6 Debit aliran dari sumber- Perlindungan sumber air Menyiapkan peraturan Sama dengan point A.3 Sama dengan point A.3 Sama dengan point A.3
sumber air cenderung dalam kegiatan terkait dengan kegiatan
berkurang pemanfaatan lahan, dan perlindungan sumber air
pelarangan segala macam
kegiatan budidaya di sekitar
lokasi sumber air
B. Pengawetan Air
1 Masih banyaknya air Penerapan Pergub di setiap Penerapan Pergub tentang Belum banyak tampungan Pembangunan reservoir Sesuai tingkat defisit di
terbuang pada saat musim rumah kewajiban membangun air yang mampu menyimpan (waduk, embung, masing-masing WD
penghujan sumur resapan di setiap air di saat musim penghujan longstorage)
rumah / fasilitas lain (IMB)
Penerapan pembuatan Belum optimalnya Penegakan perijinan IMB Permukiman dan kawasan
sumur resapan pada setiap penerapan pembuatan terkait dengan pembuatan pengembangan
rumah yang ditetapkan sumur resapan di sumur resapan
dalam PERDA yang dapat perumahan maupun
dikaitkan sebagai syarat bangunan lain
untuk memperoleh Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB),
dan fasilitas-fasilitas yang
lain yang memerlukan ijin
2 Pemakaian Air yang boros Sosialisasi / implementasi Penyusunan Permen/Perda Efisiensi masih rendah Peningkatan efisiensi Permukiman dan kawasan
penghematan air kepada Pedoman Penghematan Air akibat tingkat kebocoran dengan OP dan sosialisasi pengembangan
masyarakat masih tinggi dan budaya hemat air
boros air
3 Ketersediaan air yang tidak Melakukan upaya Menjalin koordinasi antar Sama dengan B.1 Sama dengan B.1 Sama dengan B.1
mencukupi di beberapa penyimpanan air dengan lembaga/instansi pengelola
wilayah pada saat musim membuat tampungan- SDA dalam pengelolaan SDA
kemarau tampungan air pada saat
musim hujan
4-24
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
C. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
1 Menurunnya Kualitas air Melakukan kegiatan Koordinasi antar Pencemaran sungai Pembangunan IPAL Komunal Permukiman dan kawasan
sungai di hampir semua monitoring kualitas air lembaga/instansi pengelola terutama di daerah industri
sungai di WS POS yang secara rutin dan SDA dalam pengelolaan SDA perkotaan
berada di bawah baku mutu memperbanyak jumlah dalam kegiatan sosialisasi,
kelas kualitas air yang sudah sungai yang dipantau monitoring kualitas air,
ditetapkan oleh Peraturan kualitas airnya pengerukan, dll
Gubernur
2 Belum menyeluruhnya Sebaran lokasi pemantauan Pengaturan distribusi ruang Sungai Progo, Sungai Opak
pemantauan kualitas air dan waktu pengambilan dan waktu monitoring dan Sungai Serang
pada sungai-sungai penting sample masih terbatas kualitas air
di WS POS
Penerapan Peraturan
Gubernur terkait dengan
kelas sungai, pembuangan
limbah, dll
3 Belum tercukupinya jumlah Pembuatan aturan tarif Kapasitas IPAL terpusat Peningkatan kapasitas dan Perkotaan dan kawasan
IPAL terpusat/ komunal kontribusi masyakat masih terbatas jaringan IPAL terpusat pengembangan
dibandingkan dengan terhadap pemanfaatan
jumlah penduduk yang saluran limbah terpusat/
membutuhkan komunal
4 Masih adanya industri, Pembuatan peraturan Kegiatan industri, jasa, dan Perijinan diperketat Kawasan perkotaan dan
rumah sakit, hotel, restoran, terakit sanksi dalam rangka pariwisata belum pusat ekonomi
dll, yang belum mempunyai penegakan hukum bagi mempunyai IPAL mandiri
instalasi IPAL mandiri pengusaha yang belum
melaksanakan pengolahan
limbah cair atau hasil
buangannya belum
memenuhi standar baku
mutu yang ditetapkan
4-25
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
5 Terbatasnya lokasi yang Menambah jumlah IPAL Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
dapat digunakan untuk komunal, dimana 1 IPAL
lokasi pembangunan IPAL untuk 40-50 bangunan /
komunal dan IPAL terpusat rumah
6 Kurangnya sosialisasi Menyiapkan septic tank Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
tentang pentingnya IPAL komunal, dimana 1
terpusat/ komunal dan septictank 10-15
belum tegasnya sangsi bangunan/rumah di wilayah
hukum terhadap para sangat padat penduduk
pelanggaran
Penyiapan / pengembangan Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
sistem jaringan saluran yang
menuju IPAL terpusat (IPAL
Sewon)
Memberikan kemudahan Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
dalam pelayanan perizinan
penyambungan/ instalasi
baik ke jaringan air limbah
terpusat, IPAL komunal
maupun Septictank komunal
Memberikan bantuan Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
stimulan biaya kepada
masyarakat untuk dapat
memasang pipa sambungan
dari rumah mereka menuju
bak tampungan IPAL
Sosialisasi program kali Pembuatan peraturan Sama dengan C.3 Sama dengan C.3 Sama dengan C.3
bersih, dan menambah terkait mekanisme insentif
jumlah sungai yang dan disinsentif untuk
dimasukkan dalam program pengelolaan air
kali bersih (pembuangan limbah ke
badan sungai, konservasi,
dll)
4-26
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
7 Kurangnya sosialisasi Memberi penyuluhan Program kali bersih masih Perencanaan ulang Sungai yang masuk
program kali bersih, serta kepada masyarakat belum nampak outputnya pengelolaan sungai perkotaan
terbatasnya jumlah sungai berkaitan dengan perkotaan dengan
yang dimasukkan dalam pengelolaan lingkungan melakukan revitalisasi
program kali bersih dengan tidak membuang sungai
sampah di badan sungai
8 Banyaknya sampah-sampah Sosialisasi sanksi penegakan Pembuangan sampah di Penertiban dan penyediaan Permukiman padat dan
di sungai hukum terhadap pelanggar sumber air (sungai) pembuangan sampah di kawasan pusat ekonomi
pencemaran air sektor hulu
9 Terbatasnya lokasi tempat Pengerukan sampah secara Kapasitas TPA dan teknologi Kapasitas TPA dan teknologi Permukiman padat dan
pembuangan komunal dan berkala pada sungai sesuai pengelolaan sampah harus pengelolaan sampah harus kawasan pusat ekonomi
TPA sampah prioritas dikembangkan dikembangkan
4-27
Tabel 4.5. PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
A. Penatagunaan
1 Penggunaan lokasi yang Penyesuaian RTRW dengan Memberikan penyuluhan Alih fungsi lahan dari hutan Penegakan hukum tentang Rehabiltasi hutan dan
tidak sesuai dengan RTRW; tata ruang air kepada masyarakat tentang ke pertanian dan pertanian pelanggaran pemanfaatan pengembalian fungsi
konflik penggunaan sumber pentingnya mematuhi tata ke permukiman dan ruang. resapan pada daerah yang
air dari kawasan lindung dan ruang yang ada pemanfaatan lain tidak mengalami alih fungsi
fungsi kawasan sesuai dengan RTRW. Pengetatan perijinan
pemanfaatan ruang.
Konflik pengganaan sumber Role Sharing dengan Role sharing untuk sumber
air antar pengguna (air memperhatikan histori, air lintas propinsi
minum vs irigasi) dan antar prioritas sesuai peraturan,
wilayah (Sleman dan dan keadilan.
Yogyakarta).
2 Daerah bantaran sungai Menetapkan daerah batas Pembuatan Perda Pemanfaatan bantaran Pembuatan batas sempadan Penertiban bangunan di
dimanfaatkan sebagai sempadan sungai Sempadan Sungai dan untuk permukiman dan sumber air dan sarpras SDA. sempadan sumber air dan
daerah pemukiman memberikan penyuluhan kegiatan ekonomi sarpras sumber daya air.
kepada masyarakat tentang khususnya di wilayah Sosialisasi kepada
pentingnya pemeliharaan perkotaan masyarakat tentang Monitoring pemanfaatan
sungai sempadan sumber air. sempadan sumber air dan
sarpras sumber daya air.
3 Belum adanya upaya Penataan dan konservasi Pembuatan Perda Konservasi sumber air Penataan dan konservasi
konservasi sumber air daerah sekitar mata air Sempadan Sungai dan belum dilakukan secara kawasan sumber air baik di
memberikan penyuluhan komprehensif. mata air di daerah hulu
kepada masyarakat tentang maupun di sepanjang
pentingnya pemeliharaan sungai.
mata air
4-28
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
4 Belum ada zonasi Penyusunan zonasi Sungai utama, waduk,
pemanfaatan sumber air pemanfaatan sumber air embung, mata air dengan
(inventarisasi sumber air) kapasitas cukup besar
B. Penyediaan
1 Tingkat pelayanan PDAM Pembangunan embung baru Melakukan kegiatan O&P Pengembangan kawasan Peningkatan kapasitas suplai Pemenuhan air di kawasan
masih di bawah 60-80% (71 buah) embung/waduk secara rutin industri Kulon Progo, KI air baku untuk air minum pengembangan.
- Kota Yogja : 73,86 % dan berkala sesuai dengan Sentolo, KI Piyungan dan industri terutama di
- Kab. Sleman : 19,53 % standar yang telah kawasan pengembangan Pemenuhan air di kawasan
- Kab. Bantul : 17,76 % ditetapkan Pengembangan kawasan sulit air.
- Kota Magelang : 70 % Mandiri Bantul
- Kab. Gn Kidul : 49,83 %
- Kab. Tmg : 20,0 %
- Kab. Magelang : 18,6 %
- Kab KP : 36,88 %
Realokasi sumber air Melakukan koordinasi Belum ada rencana alokasi Penyusunan dan pengaturan Sungai Progo, Saluran
alokasi air lewat TKPSDA air terpadu di sungai-sungai alokasi air mataram, sungai lainnya,
utama di WS POS waduk Sermo dan rencana
waduk, mata air
Pemanfaatan Air tanah Melakukan pengendalian Peningkatan jumlah hotel Peningkatan suplai air Kawasan perkotaan
pengambilan air tanah yang menggunakan air permukaan dan mengurangi (Yogyakarta, Magelang dll
tanah sebagai sumber air penggunaan air tanah
dengan pembuatan perda
4-29
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
Pembangunan Waduk: Melakukan kegiatan O&P Masih terjadi defisit air di Rencana pembangunan Daerah sulit air.
Tinalah, Tingal/Kaloran dan embung/waduk secara rutin kawasan Menoreh dan Embung Tinalah dan Waduk
Bunder dan berkala sesuai dengan Gunungkidul Tingal Kaloran tetap
standar yang telah dilakukan.
ditetapkan
Rencana pembangunan
waduk Bunder diganti
embung Gari dan
Banyuripan.
Eksploitasi mata air (1225 Memberikan penyuluhan Belum ada review kondisi Inventarisasi dan monitoring WD yang mengalami defisit
mata air) kepada masyarakat tentang mata air di WS POS kapasitas dan kondisi mata
pentingnya penghematan air
pemanfaatan air mengingat
semakin terbatasnya
ketersediaan air
Pembuatan reservoir
(2000m3) dan rehabilitasi
jaringan pipa
Penyediaan Air RKI dari air Perlu optimasi Sungai Progo Rencana intake Sentolo dan Kabupaten Kulon Progo
permukaan S Progo sebagai sumber air Sapon
permukaan
Pemanfaatan sungai bawah Menyusun peraturan Belum optimalnya Optimasi dan pemanfaatan Bribin, Baron, Seropan
tanah 80 lt/dt perundangan air tanah di pemanfaatan sungai bawah luweng
tingkat operasional tanah sebagai sumber air di
daerah sulit air
4-30
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
2 Pola Tanam: sebagian Sinkronisasi antara alokasi Melakukan penyuluhan Terjadi kekurangan suplai air Pengaturan pola tanam WD yang mengalami defisit
kabupaten sdh ada SK air dg pola tanam yang telah kepada pengguna air pada awal pola tanam di untuk pemerataan
Bupati, sebagian yang lain disepakati tentang pentingnya beberapa DI penggunaan air
belum ada mematuhi alokasi air yang
telah disepakati bersama
dalam wadah PPTPA
3 Aplikasi pengalokasian air Koordinasi yang diwadahi Belum ada rencana alokasi Penyusunan dan pengaturan Sungai Progo, Saluran
yang ada saat ini belum PPTPA air terpadu di sungai-sungai alokasi air mataram, sungai lainnya,
baik, kurang ada koordinasi utama di WS POS waduk Sermo dan rencana
antara pengambilan air di waduk, mata air
bagian hulu dengan
pengambilan air di hilirnya
4 Efisiensi Irigasi rendah: Rehabilitasi dan Perlu melibatkan pengguna Kondisi bangunan dan OP, rehab dan DI teknis dengan efisiensi
kerusakan saluran, kondisi peningkatan sistem irigasi air/petani dalam perawatan jaringan irigasi banyak yang pembangunan sarpras irigasi rendah
tanah yang labil bangunan sarana irigasi rusak dan ada yang perlu
peningkatan
5 Kerusakan sarana irigasi Perbaikan Bendung, siphon Bencana lahar hujan yang Rehab bangunan dan Perlu analisis untuk
oleh aliran debris di lereng Merapi mengakibatkan kerusakan jaringan irigisi akibat aliran penentuan prioritas
sarpras irigasi lahar hujan
6 Konflik pemanfaatan air Pembuatan sistem jaringan Melakukan penyuluhan Masih terjadi di Minggir, Pengaturan pemanfaatan air Daerah potensi konflik
dengan irigasi sawah padi suplai air untuk kolam yg kepada pengguna air Berbah, Ngemplak, Sistem sesuai dengan zonasi dan (perlu analisis lebih lanjut)
dan kolam ikan terkoneksi dg jaringan irigasi tentang pentingnya Mataram dll penetapan peruntukan
mematuhi alokasi air yang (sesuai perundangan)
telah disepakati bersama
dalam wadah PPTPA
7 Belum ada dasar ditingkat Perlu disusun urutan Daerah potensi konflik
WS untuk penentuan prioritas penyediaan air penggunaan air
prioritas penyediaan air sesuai dengan peraturan
dan kondisi WS
4-31
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
8 Belum ada pengaturan Perlu pengaturan Seluruh DAS
kompensasi atas kerugian kompensasi
yang diakibatkan oleh
prioritasi penyediaan air
4-32
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
6 Ekstensifikasi Pertanian Perluasan Jaringan Saluran
Irigasi
7 Pengembangan waduk / Sarana pemancingan, Melakukan sharing Perlunya peningkatan Rencana LS Pasuruan,
embung/ bendung untuk kuliner, pariwisata pemanfaatan tampungan air Waduk Tingal, Kartoharjo,
fungsi lain waduk/embung antar Kayangan, Embung Gari,
instansi Tinalah
D. Pengusahaan
1 Wisata Air Pengusahaan/Pengembanga Melakukan sharing Pengembangan potensi Peningkatan Perlu kajian lebih lanjut
n pariwisata arung jeram S pemanfaatan Sungai antar wisata sungai bawah tanah profesionalisme dalam
Elo dan Prau Naga Sungai instansi belum optimal pengelolaan wisata sungai
Opak bawah tanah
2 Optimalisasi PLTMH Pembuatan Mikrohidro di Melakukaan koordinasi Belum ada implementasinya Percepatan pembangunan Daerah yang memiliki
Kali Elo, Selokan Mataram, antar instansi untuk PLTMH untuk meningkatan potensi PLTMH
Van Der Wijck, Kalibawang, pemanfaatan energi air pasokan listrik
Bendung Tegal
4-33
Tabel 4.6. PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
A. Pencegahan
1 Genangan banjir di Perbaikan OP Sungai Melakukan pengendalian Terjadinya banjir di daerah Perbaikan saluran drainasae Kawasan rawan banjir
beberapa lokasi banjir yang terintegrasi pada hilir (Kulon Progo dan Perbaikan pintu
sungai utama dan anak Bantul) terutama di sekitar Normalisasi sungai
sungai dimana pada sungai muara sungai Fludasi
utama dilokasi yang
vital/rawan dengan kala
ulang 50 tahun, pada anak
sungai dengan kala ulang 10
tahun
Perbaikan sungai bagian hilir Melakukan OP bangunan Bangunan: Jetty Fluidasi Sungai Progo
termasuk muara muara sungai OP: pengerukan Sungai Opak
Sungai Serang
2 Perubahan fungsi lahan Membuat kolam retensi Melakukan penegakan Alih fungsi lahan pertanian Pembangunan kolam retensi Kawasan perkotaan dan
pada setiap pembangunan hukum tentang tata ruang menjadi permukiman pengembangan
air untuk konservasi air terutama di perkotaan DIY
tanah
Membuat Perda tentang Sudah masuk di konservasi Sudah masuk di konservasi Sudah masuk di konservasi
sumur resapan
4-34
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
3 Abrasi pantai Membuat tata ruang Membuat tata ruang Abrasi di pantai selatan Kajian penanggulangan Daerah rawan abrasi
pemanfaatan daerah pesisir kawasan pesisir yang kabupaten Bantul dan Kulon kerusakan pantai
dikawal dengan aturan yang Progo
diterapkan secara tegas Penanganan kerusakan
pantai sesuai dengan
peruntukannya
4 Erosi tebing sungai tebing pasangan batu atau Meningkatkan OP Bahaya erosi tebing di Perkuatan tebing Permukiman dan kegiatan
bronjong perawatan bangunan sungai sungai perkotaan ekonomi
5 Sedimentasi di muara sungai Pembangunan jetty S.Opak Melakukan OP bangunan Sedimentasi di muaran OP muara sungai dan Sungai Progo
muara sungai mengkibatkan banjir penambahan fluidasi Sungai Opak
Sungai Serang
Pengerukan sedimen, Idem Pengerukan Idem
pemeliharaan bangunan
pemecah gelombang
6 Sistem sanitasi kota sudah Pengembangan Jaringan Melakukan perawatan Masuk aspek konservasi Masuk aspek konservasi Masuk aspek konservasi
tua dan tdk mampu lagi Pipa Induk Pipa bangunan sarana sanitasi
melayani perkembangan Penggelontor kota
kota yang pesat
7 Penanggulangan Banjir Pembangunan Sabo Dam Melakukan pengaturan Belum ada pengelolaan Perlu Pengelolaan Berdasarkan:
Lahar Dingin untuk mengendalikan galian material Gunung Penambangan Bahan Galian 1. Jumlah deposit
penggalian golongan C di Merapi Material Gunung Merapi 2. Aset di hilir
sekitar bangunan Sabo, agar (SMM) 3. Akses jalan
tdk mengganggu stabilitas 4. Potensi hujan
bangunan
8 Daerah Rawan Banjir, Menyiapkan sistem evakuasi Melakukan sosialisasi Belum ada pemetaan Pemetaan daerah rawan
Longsor dan Tsunami terhadap banjir dan tentang dampak bencana daerah rawan bencana yang bencana
tsunami, serta serta melibatkan detail
menyelenggarakan simulasi masyarakat dalam
menghadapi banjir sekali perawatan bangunan/alat
dalam setahun peringatan dini terhadap
bencana
4-35
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
Membangun / memasang Melakukan sosialisasi
penakar hujan dan AWRL mitigasi bencana serta
otomatis dengan SMS secara berkala melakukan
simulasi/latihan dalam
menanggulangi bencana
Penyusunan Rencana
Tanggap Darurat (RTD)
9 Konflik antara wilayah hulu Mengaplikasikan konsep Membuat aturan yang tegas Masuk aspek Masuk aspek Masuk aspek
dan hilir "Role Sharing" yang menjembatani pendayagunaan pendayagunaan pendayagunaan
kepentingan penduduk yang
berada di hulu, tengah dan
hilir
B. Penanggulangan
1 Tanah Longsor Relokasi penduduk di lokasi Meningkatkan peralatan Masuk pemulihan Masuk pemulihan Masuk pemulihan
rawan bencana longsor peringatan dini yang ada
serta menambah
pemasangan peralatan
peringatan dini
4-36
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
Sosialisasi dan latihan sistem Pendidikan tentang tanggap Sosialisasi dan diklat Daerah rawan bencana
tanggap darurat bencana bagi masyarakat tanggap bencana di
masih kurang masyarakat maupun sekolah
2 Ancaman Bencana Aliran Sosialisasi mitigasi bencana Melakukan sosialisasi Pendidikan tentang tanggap Sosialisasi dan diklat Daerah rawan bencana
Debris aliran debris mitigasi bencana serta bencana bagi masyarakat tanggap bencana di
secara berkala melakukan masih kurang masyarakat maupun sekolah
simulasi dalam
menanggulangi bencana
Peringatan Dini thd banjir air Masuk pencegahan Masuk pencegahan Masuk pencegahan
dan debris/lahar :
memasang alat deteksi
(penakar hujan dan AWRL)
otomatis dgn SMS
C. Pemulihan
1 Tanah Longsor Relokasi penduduk di lokasi Meningkatkan peralatan Masuk penanggulangan/ Masuk penanggulangan/ Masuk penanggulangan/
rawan bencana longsor peringatan dini yang ada pencegahan pencegahan pencegahan
serta menambah
pemasangan peralatan
peringatan dini
Sosialisasi dan latihan sistem Masuk pencegahan Masuk pencegahan Masuk pencegahan
tanggap darurat
4-37
HASIL ANALISIS/
NO STRATEGI KEBIJAKAN OPERASIONAL KONDISI SAAT INI SOLUSI PRIORITAS
PERMASALAHAN
2 Ancaman Bencana Aliran Sosialisasi mitigasi bencana Melakukan sosialisasi Masuk pencegahan Masuk pencegahan Masuk pencegahan
Debris aliran debris mitigasi bencana serta
secara berkala melakukan
simulasi dalam
menanggulangi bencana
Peringatan Dini thd banjir air Masuk pencegahan Masuk pencegahan Masuk pencegahan
dan debris/lahar :
memasang alat deteksi
(penakar hujan dan AWRL)
otomatis dgn SMS
4-38
BAB 5 RENCANA KERJA SELANJUTNYA
1. Persiapan
2. Pengakajian regulasi
3. Pengkajian pola PSDA WS POS 2010
4. Komparasi kesesuaian format dan substansi
BAB I PENDAHULUAN
5-1