Anda di halaman 1dari 15

Suku Dayak Mali

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan
kaki untuk pemastian. Bantulah memperbaiki artikel ini dengan
menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya.

Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat terdapat
di Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai, Sanggau (Kota Kecamatan
Batang Tarang), Kalimantan Barat.

Daftar isi
[sembunyikan]

1Suku Dayak Mali


o 1.1Dayak Mali (bahasa utama/Induk)
o 1.2Dayak Mali Peruan
o 1.3Dayak Mali Taba
o 1.4Dayak Mali Keneles
2Agama
3Strata sosial
4Adat Istiadat
o 4.1Perkawinan
o 4.2Pertanian
5Budaya
o 5.1Ngayau
o 5.2Ganjor'ro/Gawai
o 5.3Noton'gh
o 5.4Belien'gh (Balian)
o 5.5Ngangkong
o 5.6Bepamang
o 5.7Bebayer (Mulang Niat)
o 5.8Berancak
o 5.9Para Burun'gh (Para buah dan Lepas Panen)
o 5.10Tuak
6Seni
o 6.1Tari Ganjor'ro(Gawai)
o 6.2Tari Noton'gh
o 6.3Tari Ngangkong
o 6.4Tari Berase
o 6.5Tari Belien'gh
o 6.6Tari Para Burun'gh
o 6.7Nkayut amot
o 6.8Berancak
o 6.9Bebayer
7Hukum Adat
8Harmoni Budaya
o 8.1Kepala Adat
o 8.2Penatua Adat/ Domong
o 8.3Dukun
o 8.4Panglima Perang
9Mitologi
o 9.1Pedagi(Tempat Penyembahan Apet Kuyan'gh, Jobata, Jubata)
o 9.2Sisil (Penunggu Tanah)
o 9.3Kamang (Pembawa Kejahatan dan Penyakit)
10Catatan kaki

Suku Dayak Mali[sunting | sunting sumber]


Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku sebagai berikut:
Dayak Mali (bahasa utama/Induk)[sunting | sunting sumber]

Meliputi Kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau.
Sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang
Dialeknya: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae
Dayak Mali Peruan[sunting | sunting sumber]

Meliputi daerah Sosok, Kecamatan Tayan Hulu, Sanggau


Sebagian ada di Kabupaten Landak
Dialeknya: Bahasa Peruan
Dayak Mali Taba[sunting | sunting sumber]

Sebagian/sepanjang daerah di Kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu.


Dialeknya: Bahasa Taba/Keneles
Dayak Mali Keneles[sunting | sunting sumber]

Sebagian kecamatan Balai, Sanggau


Sebagian Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau
Sebagian Kecamatan Meliau, Sanggau
Sebagian Kecamatan Toba, Sanggau, Teraju
Dialeknya: Bahasa Keneles

Agama[sunting | sunting sumber]


Suku Dayak Mali sebagian besar beragama Kristen Katolik dan sebagian Kristen Protestan,
sedangkan yang beragama Islam hampir tidak ada[1] . Kebanyakan orang Dayak yang memeluk
agama Islam karena perkawinan dengan Suku Melayu. Dalam Agama Islam juga
mengharamkan babi sedangkan suku Dayak, babi merupakan binatang yang sangat penting
dalam segala aspek kehidupan dalam adat Dayak. Tetapi ada sebagian Dayak mali mengakui
diri secara umum dengan agama nenek moyang yaitu dinamisme atau animisme. Namun secara
umum mengaku diri juga beragama Kristen Katolik dan Protestan. Agama Islam selalu
menyangkut atau berhubungan dengan suku Melayu sedangkan Dayak selalu menyebut diri
sebagai orang Darat Kristiani. Apabila orang Dayak masuk Islam maka akan di sebut masuk
Melayu, Demikian juga sebaliknya dengan orang Melayu yang masuk kristen maka akan di sebut
masuk Darat Dayak.

Strata sosial[sunting | sunting sumber]


Suku Dayak Mali sangat menghormati demang (kepala adat) yang merupakan kekuasaan
tertinggi dalam adat. Kepala Adat menjadi pengayom atas seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat. Adat istiadat juga ditegakkan dengan sangat adil bagi masyarakat adat yang
ada. Sementara itu, ada pemuka adat lain yang disebut panglima perang yang hanya berkuasa
pada saat genting saja dan juga sebagai peredam/pendamai dalam masyarakat adat.[2]

Adat Istiadat[sunting | sunting sumber]


Perkawinan[sunting | sunting sumber]
Dalam budaya Dayak Mali, adat selalu ditetapkan berdasarkan hukum adat yang berlaku. Adat
sekaligus hukum adat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam adat perkawinan
tersebut.

Hubungan keluarga mempelai. Kedua mempelai akan diberi sanksi apabila ada ikatan darah
antara sampai keturunan ke-4.BOLEH saja menikah asalkan membayar adat terlebih
dahulu.
Antar hubungan saudara sekandung (Adik-kakak/ abang)= Adat Pelangkah. Apabila adik
terlebih dahulu menikah maka adik tersebut harus membayar adat kepada kakak/ abang.
Hubungan antar suku (Tionghoa dan Melayu). Suku Dayak Mali telah membuat perjanjian
dengan suku Melayu dan Tionghoa dari zaman nenek moyang. Apabila orang Dayak
menikah dengan orang Melayu dan masuk Melayu (Islam) maka pihak Melayu harus
membayar adat sebagai sanksi. Adatnya cukup besar dalam adat Dayak Mali. Demikian pula
sebaliknya dan dengan suku Tionghoa juga terjadi hal yang sama. Tetapi dengan suku lain
selain kedua suku tersebut tidak ada sanksi/ hukum adat yang berlaku. Suku yang lainnya
bebas dari hukum bila menikah dengan suku Dayak mali. Tetapi bukan berarti bebas dari
hukum yang lain yang berlaku bagi seluruhnya.
Penetapan hukum Adat pada saat mulai Pelaksanaan Perkawinan. Pada saat persiapan
pernikahan akan ada perjanjian antara kedua mempelai tersebut. Dan jika dilanggar maka
sangsinya akan lebih berat dari biaya pernikahan.
Pertanian[sunting | sunting sumber]
Berladang dalam suku Dayak Mali merupakan suatu tradisi yang sudah ada pada masa nenek
moyang hidup. Ladang berpindah-pindah merupakan hal yang harus dilakukan, bagi suku Dayak
sebab ladang berpindah-pindah selalu berkaitan dengan alam dan kesuburan tanah. Kalau tanah
yang sama dibuka setiap tahun akan mengurangi kesuburan tanahnya. Maka membuka ladang
yang sama bisa tiga sampai empat tahun lamanya. Waktu membuka ladang harus diadakan
perjanjian dengan alam semesta terutama penunggu tanah (Sisil) ladang tersebut. Suku Dayak
Mali percaya bawah manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar penunggu
tanah (Sisil) ladang tersebuat mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu
tanah tersebut bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.

Budaya[sunting | sunting sumber]


Ngayau[sunting | sunting sumber]
Ngayau [3](memotong kepala manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang pernah
ada dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah tidak ada lagi
pada masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era Orde Baru misalnya
peristiwa Sanggau ledo (Kalbar) tahun 1997 dan peristiwa Sampit (Kalteng) tahun 2001. Ngayau
merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika kepala itu didapati maka keberanian,
keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang
Dayak yang mampu memperoleh kepala panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku
maka kekuatannya akan dapat diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi
sebagai panglima. Kepala panglima suku yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya
akan diawetkan. Kapala tersebut sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu
menghormati/menghadirkan kepala manusia itu di depan umum pada saat selesai panen. Masih
ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya
Noto'gh tersebut.
Ganjor'ro/Gawai[sunting | sunting sumber]
Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku
dayak mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan syukur
pada apet kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin berlimpah.
upacara syukur ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7 hari lamanya.
ganjor'ro mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas. suku dayak mali
berpesta dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman tradisional) sampai mabuk
atau sering ada acara lomba besompok( bertanding minum minuman tuak) siapa yang tahan
maka dialah pemenangnya.
Noton'gh[sunting | sunting sumber]
Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek
moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang
memiliki/menyimpan kepala manusia zaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung setahun sekali
atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung
Belien'gh (Balian)[sunting | sunting sumber]
Balian adalah orang yang bekerja pada upacara adat Dayak yang bertugas untuk berurusan
dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga
dapat bertugas memanggil jubata sebagai juru damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik
pada suatu upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat
tersebut.
Ngangkong[sunting | sunting sumber]
Bepamang[sunting | sunting sumber]
Bebayer (Mulang Niat)[sunting | sunting sumber]
Berancak[sunting | sunting sumber]
berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat.
berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus dijalankan oleh
orang dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan seluang (sejenis ikan
air tawar dikalimantan), pakis dan rebung ( pucuk mambu), dilarang bernyanyi, bunyikan musik
atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang menumbuk padi pada petang hari.
setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus membayar denda dan pantang saat itu
dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua biayanya dibayar oleh orang yang melangar
pantang tersebut.
Para Burun'gh (Para buah dan Lepas Panen)[sunting | sunting sumber]
Tuak[sunting | sunting sumber]
Tuak merupakan minuman khas Dayak. Setiap ada acara adat pasti pula ada arak atau tuak.
Budaya membuat tuak merupakan budaya yang turun temurun. Orang Dayak sangat pandai
membuat tuak dari ketan. Hasil dari fermentasi tersebut akan berubah menjadi minuman yang
berasal dari tetesan minuman yang cukup membuat mabuk tersebut. Dalam tradisi Dayak yang
disebut besompok (bertarung untuk minum arak) merupakan tradisi yang masih terpelihara
sampai saat ini. Bukan sebagai kebangaan tetapi untuk mempererat persaudaraan dan
keakraban karena tradisi dari zaman nenek moyang. Rasa minuman ini agak terasa manis tetapi
bilater lalu banyak minum tuak ini maka sangat sulit untuk cepat pulih.

Seni[sunting | sunting sumber]


Tari Ganjor'ro(Gawai)[sunting | sunting sumber]
Tari Noton'gh[sunting | sunting sumber]
Tari Ngangkong[sunting | sunting sumber]
Tari Berase[sunting | sunting sumber]
Tari Belien'gh[sunting | sunting sumber]
Tari Para Burun'gh[sunting | sunting sumber]
Nkayut amot[sunting | sunting sumber]
Berancak[sunting | sunting sumber]
Bebayer[sunting | sunting sumber]
Hukum Adat[sunting | sunting sumber]
Hukum Adat adalah sanksi atau denda berupa barang-barang sebagai bukti adat itu sendiri.
Sekalipun adatnya sederhana tetap akan menjadi bukti-bukti adat yang sah. Bagi orang Dayak
adat merupakan hukuman yang sangat memalukan. Karena itu setiap orang Dayak harus tahu
diri bahwa setiap orang yang bersalah sebenarnya ketika di adat maka sama harga dirinya telah
hilang baginya sama dengan ditolak dalam masyarakat dayak Mali.

Struktural Pemegang Hukum Adat

1. Dua Real di pegang/ dipimpin oleh pak RT/ RW


2. Empat Real dipimpin oleh Domong (Kepala Adat Kampung)
3. Enam Real dipimpin kepala adat Dusun
4. Delapan [Mi'gh] Real dipimpin Kepala Adat Desa dengan kepala desa
5. Sepuluh Real Dipimpin kepala adat Desa
6. Dua Belas Real dipimpin kepala adat (pemangku adat) Kecamatan
7. Enam Belas Real dipimpin kepala adat (Pemangku adat) kecamatan

Harmoni Budaya[sunting | sunting sumber]


Kepala Adat[sunting | sunting sumber]
kepala adat adalah orang yang menjadi puncuk pimpinan dalam adat atau pemegan adat dalam
budaya dayak mali. mereka memegang struktur adat tertentu dan tidakBOLEH melangkahi
pemegang adat yang lain. karena itu sebagai kekuasaan masing-masing kepala adat. kepala
adat tidak ada urusan dengan perangkat yang lain. ini bukan bearti mereka seenaknya saja
menjalankan adat yang ada. karena aturan adat istiadat sudah ditentukan oleh masyarakat.
mereka hanya berfungsi sebagai pemimpin dalam sidang dan setelah keputusan yang sama dari
masyarakt adat maka mereka menjelaskan sanksi sesuai dengan adat yang berlaku.
Penatua Adat/ Domong[sunting | sunting sumber]
Domong adalah penasihat adat sebagai orang yang dituakan dalam masyarakat. mereka berhak
menjelaskan aturan adat yang ada bila ada terjadi kekeliruan dalam menjelasan sanksi dalam
adat.
Dukun[sunting | sunting sumber]
Dukun adalah orang yang menyembuhkan penyakit yang ada dikampung atau bila terjadi
sesuatu yang menganggu ketentraman kampung oleh mahluk halus. mereka hanya berfungsi
secara penuh bila mengobati orang atau bila ada ucapan syukur di kampung.
Panglima Perang[sunting | sunting sumber]
Panglima Perang adalah orang yang memimpin masyarakat adat bila terjadi perang dalam
masyarakat dayak mali. mereka hanya berfungsi saat ada perang dan bila kepala adat
mengizinkan untuk berperang. tetapi bila tidak maka panglima perang tidak dapat pergi
berperang dengan cara melangkahi wewenang kepala adat karena panglima perang bisa
dikenakan sanksi oleh kepala adat.110.138.237.96 14:38, 10 Desember 2010 (UTC)

Mitologi[sunting | sunting sumber]


Pedagi(Tempat Penyembahan Apet Kuyan'gh, Jobata,
Jubata)[sunting | sunting sumber]
Pedagi merupakan tempat untuk menaruh persembahan dalam upacara adat dayak Mali.
mereka yakin bahwa pedagi merupakan rumah sementara jubata di dalam dunia ini. di pedagi itu
orang datang untuk membawa niat,syukur dan silih atas segala apa yang di rencanakan selama
hidupnya didunia. pedagi adalah tempat kedua setelah puncak gunung yang juga ada pedaginya
yang merupakan memiliki penunggu yang berbeda. biasanya pedagi selalu dekat dengan rumah
penduduk. mereka percaya bahwa yang menunggu pedagi tersebut adalah Apet Kuyan'gh yang
memiliki sifat baik dan menjaga kampung. Apet Kuyan'gh selalu di identikan dengan orang tua
yang sudah ubanan, berjengot putih dan bersorban. Apet Kuyan'gh dianggap peduli dengan
keamanan kampung dan selalu memberi rejeki pada kehidupan mereka.
Sisil (Penunggu Tanah)[sunting | sunting sumber]
sisil adalah penunggu lembah atau tanah berawa. Setiap orang yang akan membuka ladang
baru atau tanah baru diwajibkan untuk memberi persembahan dan memohon kepada Sisil untuk
meninggalkan tempat tersebut. Masyarakat menyebutnya sebagai balas budi.
Kamang (Pembawa Kejahatan dan Penyakit)[sunting | sunting sumber]
Kamang adalah dewa pedagi yang ada di puncak gunung dianggap sebagai pusat segala-
galanya. Pedagi tersebut hanya bila ada hajatan kampung secara besar-besaran misalnya pada
saat syukuran setelah panen padi, ketika ada perang. Pedagi tersebut di jaga oleh Kamang yang
merupakan sosok seorang manusia yang raksasa berlumuran darah dan sebagai dewa
pencabut nyawa. Itu bila manusia melanggar aturan atau kaidah yang ada dalam
kampung.Kamang merupakan dewa yang paling keramat.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]


1. ^ http://banuadayak.wordpress.com/2010/08/31/kepercayaan-dan-agama-orang-dayak
2. ^ Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Edisi I: Maret
2008.
3. ^ http://id.wikipedia.org/wiki/Ngayau, 12-12-2010.
110.138.237.96 14:43, 10 Desember 2010 (UTC)
Kategori:
Dayak
Kabupaten Sanggau
Kalimantan Barat
Suku bangsa di Kalimantan Barat
SUKU DAYAK MALI
Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat
terdapat di Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai,
Sanggau (Kota Kecamatan Batang Tarang), Kalimantan Barat.
Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku sebagai berikut:

Dayak Mali (bahasa utama/Induk)


Meliputi Kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan Hilir,
Sanggau.
Sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang
Dialeknya: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae

Dayak Mali Peruan


Meliputi daerah Sosok, Kecamatan Tayan Hulu, Sanggau
Sebagian ada di Kabupaten Landak
Dialeknya: Bahasa Peruan

Dayak Mali Taba


Sebagian/sepanjang daerah di Kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu.
Dialeknya: Bahasa Taba/Keneles

Dayak Mali Keneles


Sebagian kecamatan Balai, Sanggau
Sebagian Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau
Sebagian Kecamatan Meliau, Sanggau
Sebagian Kecamatan Toba, Sanggau, Teraju
Dialeknya: Bahasa Keneles

Ciri-ciri Dayak Mali :


Suku dayak yang menetap.
Mempunyai adat-istiadat yang kuat.
Kebudayaan yang khas.
Rumah panjang.
Menggunakan alat seperti mandau, beliong, sampit.dll
Seni tari.

Suku dayak mali ini termasuk dayak modern, karena sebagian dari masyarakatnya
sudah mengenal tulisan, dan alat-alat yang modern lainnya. Seperti handpone, dll.
Asal-usul dayak mali
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan
terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing
terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu
kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan
Barat ibu kotanya Pontianak. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku
yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub
suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip,
merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya,
maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak,
mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis
Dayak Kalimantan menurut J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat
Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang
menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari
luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan
perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah
berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku
Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga
menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang
Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat
dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang
disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi
sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa)
dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe)
berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk,
Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang
sejarah sendiri-sendiri.
Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka
percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut:Jubata,Petara,
Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka
masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya:
Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah, Raja Juata (penguasa Air), Kama
Bapa (penguasa darat), Jobata, Apet Kuyangh (Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka
yang masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya dan budaya aslinya, mereka
memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

Sistem Kepercayaan Dayak Mali


Pedagi(Tempat Penyembahan Apet Kuyan'gh, Jobata, Jubata) Pedagi merupakan tempat
untuk menaruh persembahan dalam upacara adat dayak Mali. mereka yakin bahwa pedagi
merupakan rumah sementara jubata di dalam dunia ini. di pedagi itu orang datang untuk
membawa niat,syukur dan silih atas segala apa yang di rencanakan selama hidupnya
didunia. pedagi adalah tempat kedua setelah puncak gunung yang juga ada pedaginya
yang merupakan memiliki penunggu yang berbeda. biasanya pedagi selalu dekat dengan
rumah penduduk. mereka percaya bahwa yang menunggu pedagi tersebut adalah Apet
Kuyan'gh yang memiliki sifat baik dan menjaga kampung. Apet Kuyan'gh selalu di
identikan dengan orang tua yang sudah ubanan, berjengot putih dan bersorban. Apet
Kuyan'gh dianggap peduli dengan keamanan kampung dan selalu memberi rejeki pada
kehidupan mereka.
Sisil (Penunggu Tanah) Sisil adalah penunggu lembah atau tanah berawa. Setiap orang
yang akan membuka ladang baru atau tanah baru diwajibkan untuk memberi
persembahan dan memohon kepada Sisil untuk meninggalkan tempat tersebut.
Masyarakat menyebutnya sebagai balas budi.
Kamang (Pembawa Kejahatan dan Penyakit) Kamang adalah dewa pedagi yang ada di
puncak gunung dianggap sebagai pusat segala-galanya. Pedagi tersebut hanya bila ada
hajatan kampung secara besar-besaran misalnya pada saat syukuran setelah panen padi,
ketika ada perang. Pedagi tersebut di jaga oleh Kamang yang merupakan sosok seorang
manusia yang raksasa berlumuran darah dan sebagai dewa pencabut nyawa. Itu bila
manusia melanggar aturan atau kaidah yang ada dalam kampung.Kamang merupakan
dewa yang paling keramat.

Budaya Dayak Mali


Ngayau
Ngayau (memotong kepala manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang
pernah ada dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah
tidak ada lagi pada masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era Orde
Baru misalnya peristiwa Sanggau ledo (Kalbar) tahun 1997 dan peristiwa Sampit
(Kalteng) tahun 2001. Ngayau merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika
kepala itu didapati maka keberanian, keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan
diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang Dayak yang mampu memperoleh kepala
panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku maka kekuatannya akan dapat
diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi sebagai panglima. Kepala panglima suku
yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya akan diawetkan. Kapala tersebut
sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu
menghormati/menghadirkan kepala manusia itu di depan umum pada saat selesai panen.
Masih ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya
Noto'gh tersebut.

Ganjor'ro/Gawai
Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku
dayak mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan
syukur pada apet kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin
berlimpah. upacara syukur ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7
hari lamanya. ganjor'ro mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas.
suku dayak mali berpesta dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman
tradisional) sampai mabuk atau sering ada acara lomba besompok( bertanding minum
minuman tuak) siapa yang tahan maka dialah pemenangnya.

Noton'gh
Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala
nenek moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu
yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung
setahun sekali atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung.

Berancak
Berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan
jahat. berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus
dijalankan oleh orang dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan
seluang (sejenis ikan air tawar dikalimantan), pakis dan rebung ( pucuk mambu), dilarang
bernyanyi, bunyikan musik atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang
menumbuk padi pada petang hari. setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus
membayar denda dan pantang saat itu dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua
biayanya dibayar oleh orang yang melangar pantang tersebut.

Sistem Pemerintahan Dayak Mali


Masyarakat Dayak mali masih mempercayai ketua adat sebagai orang yang
ditokohkan dalam pemerintahannya. Kepala adat adalah orang yang menjadi puncuk
pimpinan dalam adat atau pemeng adat dalam budaya dayak mali. mereka memegang
struktur adat tertentu dan tidakBOLEH melangkahi pemegang adat yang lain. karena itu
sebagai kekuasaan masing-masing kepala adat. kepala adat tidak ada urusan dengan
perangkat yang lain. ini bukan berarti mereka seenaknya saja menjalankan adat yang ada.
karena aturan adat istiadat sudah ditentukan oleh masyarakat. mereka hanya berfungsi
sebagai pemimpin dalam sidang dan setelah keputusan yang sama dari masyarakat adat
maka mereka menjelaskan sanksi sesuai dengan adat yang berlaku.
Struktural Pemegang Hukum Adat Dayak Mali :
1. Dua Real di pegang/ dipimpin oleh pak RT/ RW
2. Empat Real dipimpin oleh Domong (Kepala Adat Kampung)
3. Enam Real dipimpin kepala adat Dusun
4. Delapan [Mi'gh] Real dipimpin Kepala Adat Desa dengan kepala desa
5. Sepuluh Real Dipimpin kepala adat Desa
6. Dua Belas Real dipimpin kepala adat (pemangku adat) Kecamatan
7. Enam Belas Real dipimpin kepala adat (Pemangku adat) kecamatan

Mata Pencarian Dayak Mali yaitu Berladang


Kebanyakan mata pencaharian penduduk dayak mali adalah berladang berpindah,
petani karet, buruh serabutan. Hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai pegawai
pemerintah dan pedagang, apalagi pejabat pemerintah. Hanya pada dekade ini ada
beberapa putra daerah yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Alasan utama mata pencarian penduduk demikian adalah kurangnya akses ilmu
pengetahuan dan teknologi serta minimnya sarana pendidikan disana. Bayangkan, anak-
anak mesti berjalan sejauh puluhan kilometer dengan berjalan kaki untuk mencapai akses
pendidikan. Tak mengherankan banyak orang tua yang lebih mementingkan pemenuhan
kebutuhan ekonomi daripada pendidikan.
Ada satu hal yang menarik dari kehidupan masyarakat dayak mali. Keadaan alam
yang tidak mendukung usaha pertanian disikapi dengan membuka ladang pertanian, untuk
kemudian dibakar. hal ini dilakukan untuk menggemburkan tanah. Keadaan alam yang
demikian diimbangi dengan aneka tanaman hutan yang bisa dimanfaatkan sebagai
makanan terutama buah-buahan. Masyarakat Mali sangat jarang mengonsumsi sayuran.
Makanan sehari-hari adalah nasi dan lauk pauk yang diolah sendiri, dengan bumbu-
bumbu khas dayak. Makanan mereka didominasi oleh rasa asin dan asam. Saat musim
buah tiba, sebagian besar profesi berubah menjadi petani buah dadakan. Biasanya buah
yang dipetik dari hutan dibawa kepasar untuk dijual. Mereka telah mengenal uang seperti
halnya kita.
Berladang dalam suku Dayak Mali merupakan suatu tradisi yang sudah ada pada
masa nenek moyang hidup. Ladang berpindah-pindah merupakan hal yang harus
dilakukan, bagi suku Dayak sebab ladang berpindah-pindah selalu berkaitan dengan alam
dan kesuburan tanah. Kalau tanah yang sama dibuka setiap tahun akan mengurangi
kesuburan tanahnya. Maka membuka ladang yang sama bisa tiga sampai empat tahun
lamanya. Waktu membuka ladang harus diadakan perjanjian dengan alam semesta
terutama penunggu tanah (Sisil) ladang tersebut. Suku Dayak Mali percaya bawah
manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar penunggu tanah (Sisil)
ladang tersebuat mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah
tersebut bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.

Para Burun'gh (Para buah dan Lepas Panen)


Tuak
Tuak merupakan minuman khas Dayak. Setiap ada acara adat pasti pula
ada Arak atau tuak. Budaya membuat tuak merupakan budaya yang turun temurun. Orang
Dayak sangat pandai membuat tuak dari Ketan. Hasil dari fermentasi tersebut akan
berubah menjadi minuman yang berasal dari tetesan minuman yang cukup membuat
mabuk tersebut. Dalam tradisi Dayak yang disebut besompok (bertarung untuk minum
arak) merupakan tradisi yang masih terpelihara sampai saat ini. Bukan sebagai kebangaan
tetapi untuk mempererat persaudaraan dan keakraban karena tradisi dari zaman nenek
moyang. Rasa minuman ini agak terasa manis tapi bilater lalu banyak minum tuak ini
maka sangat sulit untuk cepat pulih.
Interaksi Dengan Masyarakat luar
Dayak mali termasuk dayak yang berpegang teguh kepada adat-istiadat, sehingga
hubungan mereka sangat baik di mata masyarakat lain atau orang dayak yang lain. Orang-
orang dayak mali ini berinteraksi dengan orang lain/ orang luar daerah mereka, dengan
menggunakan bahasa indonesia. Jikalau mereka sesama orang dayak mali mereka
menggunakan bahasa mereka sendiri.

Suku Dayak Mali, adalah sebutan untuk salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Balai-Batang
Tarang dan sebagian kecil di kecamatan Tayan Hilir kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat
suku Dayak Mali tersebar di 14 kampung di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang dan juga di 7 kampung
yang berada di wilayah kecamatan Tayan Hilir. Populasi suku Dayak Mali diperkirakan sebesar 6.963 orang.

Perkampungan di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang, terdiri dari kampung Temiang Mali, Mak Kawing,
Tamang, Segalang, Pelipit, Semunsur, Sei Boro, Munggu Mayang, Titi Benia, Sebual, Kelinsai,Munggu Lumut,
Sei Pantutn, dan Tibung. Sementara itu, di kecamatan Tayan Hilir, terdiri dari kampung Stengko, Kelempu, Sei
Jaman, Meranti, dan Jelimo.

suku Dayak Mali


Di luar kabupaten Sanggau, orang Dayak Mali juga terdapat di Binua Angan kabupaten Landak, di Ambawang
kabupaten Pontianak dan juga di hilir sungai Kualatn kecamatan Balai Berkuak kabupaten Ketapang yang hidup
pada wilayah hunian Setontong Membawang dan Setontong Kelabit.

Asal-usul suku Dayak Mali, merupakan migrasi dan kehadiran suku Dayak Mali ada di Batang Tarang kabupaten
Sanggau. Penyebaran suku ini diperkirakan terjadi pada tahun 1920. Dari Batang Tarang mereka menggunakan
perahu melalui sungai-sungai melakukan perjalanan hingga menyebar ke tempat-tempat hunian mereka
sekarang ini. Awalnya migrasi suku Dayak Mali ini untuk mencari tempat dan lahan baru guna membuka lahan
pemukiman untuk berladang. Diperkirakan ini terjadi atas dorongan sebuah misionaris di kabupaten Sanggau.

Pada awal kehadiran mereka di tempat mereka sekarang ini, disambut secara adat oleh masyarakat suku Dayak
Kualatn yang terlebih dahulu bermukim di wilayah ini. Suku Dayak Kualatn, menyepakati bahwa mereka
diperbolehkan mendapat tanah dan membuka lahan untuk perladangan. Tetapi suku Dayak Mali harus mengikuti
adat istiadat (hukum adat) suku Dayak Kualatn. Walau begitu, suku Dayak Mali tetap dapat memelihara budaya
asli mereka, hanya saja hukum adat yang berlaku di tengah masyarakat mereka harus mengikuti hukum adat
Dayak Kualatn.

Bahasa Mali berbeda dengan bahasa Dayak Kualatn yang mayoritas di wilayah ini, sehingga kebanyakan
masyarakat suku Dayak Mali fasih menuturkan bahasa Dayak Kualatn. Oleh karena itu dalam berkomunikasi
dengan suku Dayak Kualatn, kebanyakan masyarakat suku Dayak Mali akan menggunakan bahasa Dayak
Kualatn. Bahasa Dayak Mali merupakan bahasa yang khas di antara beberapa hunian kelompok suku dayak di
sungai Kualatn (Kualatn Hilir).

tari Perang suku Dayak Mali


Secara kelompok suku, suku Dayak Mali dikelompokkan ke dalam rumpun Dayak Klemantan atau Dayak Darat.

Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku:

Dayak Mali (bahasa utama/Induk), meliputi kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan
Hilir, Sanggau. sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang. Dialek: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae
Dayak Mali Peruan, meliputi daerah Sosok, kecamatan Tayan Hulu, Sanggau. Sebagian ada di kabupaten
Landak. Dialek: Bahasa Peruan
Dayak Mali Taba, sebagian/sepanjang daerah di kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu. Dialek:
Bahasa Taba/Keneles
Dayak Mali Keneles, sebagian kecamatan Balai, Sanggau; sebagian kecamatan Tayan Hilir,
Sanggau; sebagian kecamatan Meliau, Sanggau; sebagian kecamatan Toba, Sanggau, Teraju. Dialek:
Bahasa Keneles

Suku Dayak Mali sebagian besar menganut Kristen Katolik dan sebagian lain Kristen Protestan. Dari penuturan
beberapa orang Dayak Mali, bahwa segelintir orang Dayak Mali masih mempraktekkan agama asli suku dayak
yang animisme dan dinamisme. Namun secara umum mengaku dirinya beragama Kristen Katolik dan Kristen
Protestan. Beberapa orang Dayak Mali juga ada yang memeluk Islam, tetapi dikarenakan terjadi kawin mawin
dengan suku Melayu. Sehingga orang Dayak Mali yang telah memeluk Islam, biasanya tidak mau mengaku
sebagai orang dayak lagi, tetapi telah menjadi melayu.

Beberapa tradisi dalam suku Dayak Mali, adalah;

Ngayau, (tradisi memenggal kepala musuh), tradisi ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat suku Dayak Mali,
karena tidak sesuai dengan ajaran agama manapun, dan terlalu sadis.
Ganjor'ro/Gawai, adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi.
Noton'gh, adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek moyang. upacara ini masih
terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman
dulu.
Belien'gh (Balian), adalah orang yang bekerja pada upacara adat dayak yang bertugas untuk berurusan
dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga dapat
bertugas memanggil Jubata sebagai Juru Damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik pada suatu
upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat tersebut.
Ngangkong,
Bepamang,
Bebayer (Mulang Niat),
Berancak, adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat. berancak
biasanya dilaksanakan selama 7 hari.

Masyarakat suku Dayak Mali hidup dalam bidang pertanian. Mereka telah menjalankan tradisi berladang yang
merupakan suatu tradisi yang sudah lama ada sejak masa nenek moyang mereka. Pada zaman dahulu nenek
moyang suku Dayak Mali adalah nomaden, yang melaksanakan perladangan berpindah. Waktu membuka
ladang baru, harus mengadakan perjanjian dengan alam semesta terutama kepada Sisil (penunggu tanah
dan ladang). Dahulu mereka percaya bahwa manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian
agar Sisil tersebut mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah dan ladang, bisa marah
dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.
Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat terdapat
di Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai, Sanggau (Kota Kecamatan
Batang Tarang), Kalimantan Barat.

Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku sebagai berikut:

Dayak Mali (bahasa utama/Induk)

Meliputi Kecamatan Balai sampai perbatasan Kecamatan Tayan Hilir.


Sebagian daerah simpang Hulu, Kabupaten Ketapang
Dialeknya: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae

Dayak Mali Peruan

Meliputi daerah Sosok, Kecamatan Tayan Hulu, Sanggau


Sebagian ada di Kabupaten Landak
Dialeknya: Bahasa Peruan

Dayak Mali Taba

Sebagian/sepanjang daerah di Kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu.


Dialeknya: Bahasa Taba/Keneles

Dayak Mali Keneles

Sebagian kecamatan Balai, Sanggau


Sebagian Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau
Sebagian Kecamatan Meliau, Sanggau
Sebagian Kecamatan Toba, Teraju
Dialeknya: Bahasa Keneles

Budaya Suku Dayak Mali

Ngayau
Ngayau (memotong kepala manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang pernah ada
dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah tidak ada lagi pada
masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era Orde Baru misalnya peristiwa
Sanggau ledo (Kalbar) tahun 1997 dan peristiwa Sampit (Kalteng) tahun 2001. Ngayau
merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika kepala itu didapati maka keberanian,
keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang
Dayak yang mampu memperoleh kepala panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku
maka kekuatannya akan dapat diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi sebagai
panglima. Kepala panglima suku yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya akan
diawetkan. Kapala tersebut sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu
menghormati/menghadirkan kepala manusia itu di depan umum pada saat selesai panen. Masih
ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya Noto'gh tersebut.

Ganjor'ro/Gawai
Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku dayak
mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan syukur pada apet
kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin berlimpah. upacara syukur
ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7 hari lamanya. ganjor'ro
mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas. suku dayak mali berpesta
dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman tradisional) sampai mabuk atau
sering ada acara lomba besompok( bertanding minum minuman tuak) siapa yang tahan maka
dialah pemenangnya.

Noton'gh
Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek
moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang
memiliki/menyimpan kepala manusia jaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung setahun sekali
atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung

Belien'gh (Balian)
Balian adalah orang yang bekerja pada upacara adat Dayak yang bertugas untuk berurusan
dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga
dapat bertugas memanggil jubata sebagai juru damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik
pada suatu upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat
tersebut.

Berancak
berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat.
berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus dijalankan oleh orang
dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan seluang (sejenis ikan air
tawar dikalimantan), pakis dan rebung (pucuk mambu), dilarang bernyanyi, bunyikan musik
atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang menumbuk padi pada petang hari.
setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus membayar denda dan pantang saat itu
dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua biayanya dibayar oleh orang yang melangar
pantang tersebut.

Source: borneo-lovers.blogspot.com

Read more: http://blogsauted.blogspot.co.id/2011/12/mengenal-budaya-suku-dayak-mali-


sanggau.html#ixzz4ZCwzu8lS

Anda mungkin juga menyukai