Suku Dayak Mali
Suku Dayak Mali
Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat terdapat
di Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai, Sanggau (Kota Kecamatan
Batang Tarang), Kalimantan Barat.
Daftar isi
[sembunyikan]
Meliputi Kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan Hilir, Sanggau.
Sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang
Dialeknya: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae
Dayak Mali Peruan[sunting | sunting sumber]
Hubungan keluarga mempelai. Kedua mempelai akan diberi sanksi apabila ada ikatan darah
antara sampai keturunan ke-4.BOLEH saja menikah asalkan membayar adat terlebih
dahulu.
Antar hubungan saudara sekandung (Adik-kakak/ abang)= Adat Pelangkah. Apabila adik
terlebih dahulu menikah maka adik tersebut harus membayar adat kepada kakak/ abang.
Hubungan antar suku (Tionghoa dan Melayu). Suku Dayak Mali telah membuat perjanjian
dengan suku Melayu dan Tionghoa dari zaman nenek moyang. Apabila orang Dayak
menikah dengan orang Melayu dan masuk Melayu (Islam) maka pihak Melayu harus
membayar adat sebagai sanksi. Adatnya cukup besar dalam adat Dayak Mali. Demikian pula
sebaliknya dan dengan suku Tionghoa juga terjadi hal yang sama. Tetapi dengan suku lain
selain kedua suku tersebut tidak ada sanksi/ hukum adat yang berlaku. Suku yang lainnya
bebas dari hukum bila menikah dengan suku Dayak mali. Tetapi bukan berarti bebas dari
hukum yang lain yang berlaku bagi seluruhnya.
Penetapan hukum Adat pada saat mulai Pelaksanaan Perkawinan. Pada saat persiapan
pernikahan akan ada perjanjian antara kedua mempelai tersebut. Dan jika dilanggar maka
sangsinya akan lebih berat dari biaya pernikahan.
Pertanian[sunting | sunting sumber]
Berladang dalam suku Dayak Mali merupakan suatu tradisi yang sudah ada pada masa nenek
moyang hidup. Ladang berpindah-pindah merupakan hal yang harus dilakukan, bagi suku Dayak
sebab ladang berpindah-pindah selalu berkaitan dengan alam dan kesuburan tanah. Kalau tanah
yang sama dibuka setiap tahun akan mengurangi kesuburan tanahnya. Maka membuka ladang
yang sama bisa tiga sampai empat tahun lamanya. Waktu membuka ladang harus diadakan
perjanjian dengan alam semesta terutama penunggu tanah (Sisil) ladang tersebut. Suku Dayak
Mali percaya bawah manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar penunggu
tanah (Sisil) ladang tersebuat mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu
tanah tersebut bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.
Suku dayak mali ini termasuk dayak modern, karena sebagian dari masyarakatnya
sudah mengenal tulisan, dan alat-alat yang modern lainnya. Seperti handpone, dll.
Asal-usul dayak mali
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan
terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing
terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu
kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan
Barat ibu kotanya Pontianak. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku
yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub
suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip,
merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya,
maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak,
mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis
Dayak Kalimantan menurut J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat
Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang
menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari
luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan
perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.
Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah
berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku
Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga
menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang
Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat
dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang
disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi
sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa)
dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe)
berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk,
Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang
sejarah sendiri-sendiri.
Masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka
percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut:Jubata,Petara,
Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka
masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya:
Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah, Raja Juata (penguasa Air), Kama
Bapa (penguasa darat), Jobata, Apet Kuyangh (Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka
yang masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya dan budaya aslinya, mereka
memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.
Ganjor'ro/Gawai
Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku
dayak mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan
syukur pada apet kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin
berlimpah. upacara syukur ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7
hari lamanya. ganjor'ro mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas.
suku dayak mali berpesta dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman
tradisional) sampai mabuk atau sering ada acara lomba besompok( bertanding minum
minuman tuak) siapa yang tahan maka dialah pemenangnya.
Noton'gh
Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala
nenek moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu
yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung
setahun sekali atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung.
Berancak
Berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan
jahat. berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus
dijalankan oleh orang dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan
seluang (sejenis ikan air tawar dikalimantan), pakis dan rebung ( pucuk mambu), dilarang
bernyanyi, bunyikan musik atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang
menumbuk padi pada petang hari. setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus
membayar denda dan pantang saat itu dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua
biayanya dibayar oleh orang yang melangar pantang tersebut.
Suku Dayak Mali, adalah sebutan untuk salah satu suku dayak yang bermukim di kecamatan Balai-Batang
Tarang dan sebagian kecil di kecamatan Tayan Hilir kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat
suku Dayak Mali tersebar di 14 kampung di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang dan juga di 7 kampung
yang berada di wilayah kecamatan Tayan Hilir. Populasi suku Dayak Mali diperkirakan sebesar 6.963 orang.
Perkampungan di wilayah kecamatan Balai-Batang Tarang, terdiri dari kampung Temiang Mali, Mak Kawing,
Tamang, Segalang, Pelipit, Semunsur, Sei Boro, Munggu Mayang, Titi Benia, Sebual, Kelinsai,Munggu Lumut,
Sei Pantutn, dan Tibung. Sementara itu, di kecamatan Tayan Hilir, terdiri dari kampung Stengko, Kelempu, Sei
Jaman, Meranti, dan Jelimo.
Asal-usul suku Dayak Mali, merupakan migrasi dan kehadiran suku Dayak Mali ada di Batang Tarang kabupaten
Sanggau. Penyebaran suku ini diperkirakan terjadi pada tahun 1920. Dari Batang Tarang mereka menggunakan
perahu melalui sungai-sungai melakukan perjalanan hingga menyebar ke tempat-tempat hunian mereka
sekarang ini. Awalnya migrasi suku Dayak Mali ini untuk mencari tempat dan lahan baru guna membuka lahan
pemukiman untuk berladang. Diperkirakan ini terjadi atas dorongan sebuah misionaris di kabupaten Sanggau.
Pada awal kehadiran mereka di tempat mereka sekarang ini, disambut secara adat oleh masyarakat suku Dayak
Kualatn yang terlebih dahulu bermukim di wilayah ini. Suku Dayak Kualatn, menyepakati bahwa mereka
diperbolehkan mendapat tanah dan membuka lahan untuk perladangan. Tetapi suku Dayak Mali harus mengikuti
adat istiadat (hukum adat) suku Dayak Kualatn. Walau begitu, suku Dayak Mali tetap dapat memelihara budaya
asli mereka, hanya saja hukum adat yang berlaku di tengah masyarakat mereka harus mengikuti hukum adat
Dayak Kualatn.
Bahasa Mali berbeda dengan bahasa Dayak Kualatn yang mayoritas di wilayah ini, sehingga kebanyakan
masyarakat suku Dayak Mali fasih menuturkan bahasa Dayak Kualatn. Oleh karena itu dalam berkomunikasi
dengan suku Dayak Kualatn, kebanyakan masyarakat suku Dayak Mali akan menggunakan bahasa Dayak
Kualatn. Bahasa Dayak Mali merupakan bahasa yang khas di antara beberapa hunian kelompok suku dayak di
sungai Kualatn (Kualatn Hilir).
Dayak Mali (bahasa utama/Induk), meliputi kecamatan Balai, Sanggau sampai perbatasan Kecamatan Tayan
Hilir, Sanggau. sebagian daerah Simpang Hulu, Ketapang. Dialek: Bahasa Mali, Beruak, Keneles, Tae
Dayak Mali Peruan, meliputi daerah Sosok, kecamatan Tayan Hulu, Sanggau. Sebagian ada di kabupaten
Landak. Dialek: Bahasa Peruan
Dayak Mali Taba, sebagian/sepanjang daerah di kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu. Dialek:
Bahasa Taba/Keneles
Dayak Mali Keneles, sebagian kecamatan Balai, Sanggau; sebagian kecamatan Tayan Hilir,
Sanggau; sebagian kecamatan Meliau, Sanggau; sebagian kecamatan Toba, Sanggau, Teraju. Dialek:
Bahasa Keneles
Suku Dayak Mali sebagian besar menganut Kristen Katolik dan sebagian lain Kristen Protestan. Dari penuturan
beberapa orang Dayak Mali, bahwa segelintir orang Dayak Mali masih mempraktekkan agama asli suku dayak
yang animisme dan dinamisme. Namun secara umum mengaku dirinya beragama Kristen Katolik dan Kristen
Protestan. Beberapa orang Dayak Mali juga ada yang memeluk Islam, tetapi dikarenakan terjadi kawin mawin
dengan suku Melayu. Sehingga orang Dayak Mali yang telah memeluk Islam, biasanya tidak mau mengaku
sebagai orang dayak lagi, tetapi telah menjadi melayu.
Ngayau, (tradisi memenggal kepala musuh), tradisi ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat suku Dayak Mali,
karena tidak sesuai dengan ajaran agama manapun, dan terlalu sadis.
Ganjor'ro/Gawai, adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi.
Noton'gh, adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek moyang. upacara ini masih
terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman
dulu.
Belien'gh (Balian), adalah orang yang bekerja pada upacara adat dayak yang bertugas untuk berurusan
dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga dapat
bertugas memanggil Jubata sebagai Juru Damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik pada suatu
upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat tersebut.
Ngangkong,
Bepamang,
Bebayer (Mulang Niat),
Berancak, adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat. berancak
biasanya dilaksanakan selama 7 hari.
Masyarakat suku Dayak Mali hidup dalam bidang pertanian. Mereka telah menjalankan tradisi berladang yang
merupakan suatu tradisi yang sudah lama ada sejak masa nenek moyang mereka. Pada zaman dahulu nenek
moyang suku Dayak Mali adalah nomaden, yang melaksanakan perladangan berpindah. Waktu membuka
ladang baru, harus mengadakan perjanjian dengan alam semesta terutama kepada Sisil (penunggu tanah
dan ladang). Dahulu mereka percaya bahwa manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian
agar Sisil tersebut mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah dan ladang, bisa marah
dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.
Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat terdapat
di Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai, Sanggau (Kota Kecamatan
Batang Tarang), Kalimantan Barat.
Ngayau
Ngayau (memotong kepala manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang pernah ada
dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah tidak ada lagi pada
masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era Orde Baru misalnya peristiwa
Sanggau ledo (Kalbar) tahun 1997 dan peristiwa Sampit (Kalteng) tahun 2001. Ngayau
merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika kepala itu didapati maka keberanian,
keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang
Dayak yang mampu memperoleh kepala panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku
maka kekuatannya akan dapat diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi sebagai
panglima. Kepala panglima suku yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya akan
diawetkan. Kapala tersebut sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu
menghormati/menghadirkan kepala manusia itu di depan umum pada saat selesai panen. Masih
ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya Noto'gh tersebut.
Ganjor'ro/Gawai
Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku dayak
mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan syukur pada apet
kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin berlimpah. upacara syukur
ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7 hari lamanya. ganjor'ro
mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas. suku dayak mali berpesta
dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman tradisional) sampai mabuk atau
sering ada acara lomba besompok( bertanding minum minuman tuak) siapa yang tahan maka
dialah pemenangnya.
Noton'gh
Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek
moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang
memiliki/menyimpan kepala manusia jaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung setahun sekali
atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung
Belien'gh (Balian)
Balian adalah orang yang bekerja pada upacara adat Dayak yang bertugas untuk berurusan
dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga
dapat bertugas memanggil jubata sebagai juru damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik
pada suatu upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat
tersebut.
Berancak
berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat.
berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus dijalankan oleh orang
dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan seluang (sejenis ikan air
tawar dikalimantan), pakis dan rebung (pucuk mambu), dilarang bernyanyi, bunyikan musik
atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang menumbuk padi pada petang hari.
setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus membayar denda dan pantang saat itu
dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua biayanya dibayar oleh orang yang melangar
pantang tersebut.
Source: borneo-lovers.blogspot.com