Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian sistem pasak adalah sebuah restorasi yang terbuat dari bahan metal

dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi

mahkota dan menyalurkan tekanan yang diterima secara merata ke sepanjang akar

gigi (Widyastuti, 2011). Gigi yang telah dirawat saluran akar sering sekali

menggunakan sistem pasak untuk menambah kekuatan dari restorasi akhir (Schwartz

dan Robbins, 2004). Gigi yang dirawat endodonti akan menjadi lemah karena

kekurangan kandungan air dan kehilangan struktur dentin. Proses karies yang luas

pada gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi oleh

karena itu struktur gigi yang tertinggal membutuhkan dukungan tambahan yaitu

dengan pasak yang dapat memberikan retensi dan stabilitas bagi restorasi direct

maupun indirect (Deliperi, 2008).

Beberapa dekade yang lalu, pasak metal tuang (casting) telah menjadi pilihan

yang umum untuk restorasi gigi yang dirawat endodonti. Tetapi, banyak kerugian

yang disebabkan oleh sistem pasak metal tuang konvensional seperti kehilangan

retensi pada pasak ataupun pada mahkota, fraktur pasak dan fraktur akar, dan resiko

mengalami korosi. Selain itu sistem pasak metal tuang memerlukan waktu perawatan

yang lebih lama, keterlibatan prosedur laboratorium yang meningkatkan biaya

perawatan, resiko terkontaminasinya saluran akar karena korosi, pembuangan struktur

gigi yang sehat lebih banyak (Cheung, 2005).

10

Universitas Sumatera Utara


11

Fraktur akar yang sering terjadi pada sistem pasak dan inti metal disebabkan

karena metal memiliki komponen yang lebih rigid sehingga dapat menahan tekanan

lebih besar. Akan tetapi didalam saluran akar tekanan akan ditransfer kepada

komponen yang memiliki kekakuan lebih kecil. Perbedaan modulus elastisitas antara

dentin dengan material pasak menyebabkan distribusi tekanan yang tidak baik

sehingga dapat menyebabkan fraktur akar. Akhir-akhir ini, ilmu kedokteran gigi

mengubah pilihan dari material yang sangat rigid menjadi material yang memiliki

sifat menyerupai dentin untuk menciptakan homogenitas mekanis (Tay dan Pashley,

2007; Gaspar dkk., 2009).

Beberapa tahun kemudian sistem fiber reinforcement diperkenalkan dan

mencoba meningkatkan daya tahan resin komposit. Sedangkan fiber-reinforced

composite (FRC) diperkenalkan tahun 1990-an dan memiliki beberapa keuntungan

jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional, yaitu : memiliki estetis yang

baik, berikatan dengan struktur gigi, dan memiliki modulus elastisitas yang hampir

sama dengan dentin, namun masih membutuhkan preparasi dentin setelah perawatan

saluran akar (Deliperi dan Bardwell, 2009).

Sistem Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) fiber

reinforcement akhirnya mulai diperkenalkan. UHMWPE dapat digunakan untuk

build-up pasak dan inti, bahkan dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa

membutuhkan pelebaran saluran akar tambahan setelah perawatan endodonti.

UHMWPE memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin dan

menciptakan sistem dentin-pasak-inti yang dapat mendistribusikan tekanan di

Universitas Sumatera Utara


12

sepanjang akar dengan baik. Polyethylene fiber digunakan untuk meningkatkan

mekanikal properti material resin komposit (Ayna dkk., 2009).

2.1 Fiber Reinforced Composite sebagai Bahan Pasak Saluran Akar

Fiber Reinforced Composite (FRC) diperkenalkan sebagai alternatif

menggantikan sistem pasak metal. Sistem pasak ini digunakan pada gigi yang dirawat

endodonti karena memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan cast metal post

dan dapat mencegah fraktur vertikal ketika ada beban pengunyahan (Sadegi, 2006).

Pada tahun 1990-an, FRC mulai sering digunakan di dalam dunia kedokteran

gigi dan pertama sekali digunakan untuk memperkuat basis acrylic pada gigi tiruan

lepasan, dan dilaporkan lebih unggul dibandingkan metode konvensional.

Sebelumnya, gigi tiruan lepasan telah diperkuat dengan bahan metal, tetapi hanya

sedikit yang berhasil secara klinis. Kombinasi dari serat penguat dengan resin

dimethacrylate dan particulate filler composites membuat FRC cocok digunakan

untuk fixed partial denture. FRC juga mulai sering digunakan dalam splinting

periodontal, perawatan ortodonti, dan dalam implant. Sebagai tambahan, FRC juga

disarankan sebagai penguat dalam restorasi komposit yang luas. Beberapa waktu

kemudian, FRC digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki gigi insisivus yang

mengalami fraktur dengan menggunakannya sebagai pasak. Sejak saat itu, sistem

pasak metal tuang maupun buatan pabrik mulai ditinggalkan (Le Bell-Rnnlf, 2007).

FRC adalah material yang terdiri dari serat penguat yang menempel pada

polymer matrix. Serat-serat tersebut memberi kekuatan dan kekakuan ketika

Universitas Sumatera Utara


13

disatukan oleh polymer matrix , membentuk sebuah fase yang berkelanjutan selama

proses penguatan. Fase ini mentransfer tekanan kepada serat-serat tersebut dan

melindunginya dari kelembaban rongga mulut. Agar memiliki efek penguatan, serat-

serat tersebut harus memiliki flexural modulus yang lebih tinggi dibandingkan matrix

polymer (Le Bell-Rnnlf , 2007).

Serat penguat dapat berupa serat yang panjang (continuous) ataupun serat

yang pendek (discontinuous). Pasak FRC pada saluran akar menggunakan serat

penguat yang panjang (continuous) yang terdiri dari continuous unidirectional fibres

(serat panjang dalam satu arah) dan continuous bidirectional fibres (serat panjang dua

arah dalam bentuk anyaman) (Gambar 2.1). Serat dalam bentuk anyaman menambah

kekerasan pada polymer yang berperan sebagai crack stopper (Le Bell-Rnnlf ,

2007).

B
A

Gambar 2.1. Gambaran SEM Bentuk Pola Anyaman Pita Fiber Reinforced
Resin: A. Continuous Bidirectional Fibre, B. Continuous
Unidirectional Fibres (Garoushi dan Vallitu, 2006)

Kuantitas serat pada FRC mempengaruhi kekuatan dan kapasitas beban.

Kuantitas serat umumnya berupa kesatuan unit serat yang memiliki satuan berat

Universitas Sumatera Utara


14

(Wt%) atau dapat juga dikonversikan ke dalam satuan volume (Vol%), ketika

kepadatan polymer dan serat diketahui. Karena volume serat di dalam polymer matrix

mempengaruhi sifat mekanik FRC, maka dianjurkan untuk menyajikan kuantitas serat

dalam satuan volume. Persentase volume serat secara manual yang disatukan ke

dalam dental resin adalah umumnya dalam kisaran 5-15%. Dengan kontrol proses

produksi, saat ini satuan volume telah ditingkatkan menjadi 45-65% (Le Bell-

Rnnlf, 2007).

Serat-serat penguat harus dapat diimpregnasikan dengan baik, artinya resin

harus berkontak dengan keseluruhan permukaan serat agar mendapatkan ikatan yang

adekuat terhadap polymer matrix. Dengan impregnasi yang baik, akan didapatkan

penguatan secara optimal dan distribusi tekanan dari polymer matrix ke serat penguat.

Impregnasi yang tidak baik akan menimbulkan beberapa masalah seperti peningkatan

penyerapan air sehingga mengarah kepada penurunan sifat mekanis FRC, dan juga

diskolorasi FRC dan penghambatan oksigen dari polimerisasi radikal dalam resin.

Selain level impregnasi, ikatan pada kontak antara serat dengan matrix bergantung

pada interaksi antar komponen, yang dapat berupa mekanikal ataupun kimia.

Perlekatan mekanikal bergantung pada morfologi serat. Perlekatan kimia antara

polymer dan serat lebih mengarah kepada sifat kovalennya (Freilich dkk., 2000).

Fiber reinforced composite disemenkan ke saluran akar dengan

menggunakan resin semen kemudian dilakukan build-up inti dengan menggunakan

resin komposit. Banyak literatur yang melaporkan bahwa sifat biomekanik dari fiber

reinforced composite adalah mendekati dentin. Fiber reinforced composite memiliki

Universitas Sumatera Utara


15

beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional yaitu

memiliki estetik yang baik, berikatan baik dengan struktur gigi, memiliki modulus

elastisitas yang hampir sama dengan dentin, dan memiliki resiko yang lebih kecil

terhadap fraktur (Belli, 2008).

Beberapa literatur menyatakan bahwa rigiditas dari pasak harus mirip dengan

akar. Modulus elastisitas dari pasak harus menyerupai dengan dentin dengan tujuan

agar memungkinkan untuk menciptakan distribusi tekanan secara efektif dari pasak

ke struktur akar, mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik di sepanjang akar,

mengurangi konsentrasi tekanan, dan meningkatkan fracture resistance (Sadeghi,

2006)

2.2 Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite

Berdasarkan pembuatannya restorasi pasak fiber secara garis besar dapat

dibagi ke dalam dua jenis yaitu : prefabricated fiber reinforced composite post (pasak

buatan pabrik) dan customized fiber reinforced post (pasak buatan). Ada beberapa

bahan fiber reinforced composite yang dapat digunakan untuk membuat pasak

customized seperti semi-interpenetrating network polymer (semi-IPN) dengan merek

dagangnya everStick(Stick Tech.Ltd,Turku,Finland) (Gambar 2.2), pita polyethylene

fiber reinforced dengan merek dagangnya Ribbond (USA) dan Construct (Kerr) (Le

Bell-Rnnlf , 2007).

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar 2.2. Pasak Customized dari Bahan Semi-


Interpenetrating Network Polymer (Semi-
Ipn) dengan Merek Dagangnya Everstick
(Le Bell-Rnnlf, 2007)

2.2.1 Pasak prefabricated fiber reinforced composite

Prefabricated fiber reinforced diperkenalkan tahun 1990-an. Pasak

prefabricated FRC terdiri dari persentase volume yang tinggi dari serat penguat

unidirectional kontinu pada polimerisasi matriks polimer (Gambar 2.3).


Pasak FRC

Matriks
Fiber reinforce polimer
kontinu

Gambar 2.3. Pasak Fibre Reinforced Resin Buatan


Pabrik yang Terbuat dari Serat
Penguat Continuous Unidirectional
dalam Struktur Cross Linked Polymer

Universitas Sumatera Utara


17

Matrix yang Tinggi (Le Bell-Rnnlf,


2007)
Serat yang biasa digunakan adalah carbon, glass ataupun quartz, dan matrix

yang digunakan biasanya adalah epoxy polymer atau campuran epoxy dan

dimethacrylate resin dengan derajat konversi yang tinggi dan struktur cross-linked

yang tinggi. Kuantitas serat pada pasak prefabricated FRC bervariasi dari 40-60

vol% tergantung pada pabriknya (Le Bell-Rnnlf , 2007).

Pasak prefabricated FRC memiliki keuntungan diantaranya memiliki modulus

elastisitas yang mendekati dentin sehingga meminimalisasi terjadinya fraktur. Selain

itu, pasak jenis ini mudah untuk dilakukan build-up dan re-treatment, juga memiliki

estetis yang baik terutama dari bahan serat glass. Kekurangannya pasak buatan pabrik

tetap memerlukan preparasi sehingga terjadi pembuangan struktur dentin (Le Bell-

Rnnlf , 2007).

Jenis pasak prefabricated fiber reinforced composite terbagi berdasarkan serat

yang dikandungnya antara lain adalah pasak carbon fiber, glass, dan quartz fiber

(Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Non Metal Post: Zirconium Posts, Glass


Fiber Posts, Quartz Fiber Posts, dan

Universitas Sumatera Utara


18

Carbon Fiber Post (Schwartz dan


Robbins, 2004)

a) Carbon fiber post

Carbon fiber post mulai populer digunakan sejak tahun 1990-an. Carbon fiber

post terdiri dari 64% fiber longitudinal dan 36% epoxy resin matrix. Keuntungan dari

carbon fiber post adalah bersifat lebih fleksibel dibandingkan metal post dan

memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin. Carbon fiber post

berikatan kuat dengan resin semen dan tekanan yang didistribusikan di sepanjang

akar lebih merata sehingga lebih sedikit mengakibatkan fraktur akar. Hal ini telah

banyak dibuktikan baik melalui penelitian in vitro maupun in vivo. Bahan carbon

fiber post berwarna agak gelap sehingga memiliki permasalahan dalam hal estetik.

Pasak jenis ini mudah untuk dibongkar dan diperbaiki dengan alat ultrasonic maupun

rotary instrument (Le Bell-Rnnlf, 2007).

b) Glass fiber post

Glass fiber adalah jenis fiber post yang paling umum digunakan baik dalam

dunia kedokteran gigi maupun dalam dunia industri karena memiliki beberapa

keuntungan seperti tensile strength yang tinggi, kompresi dan sifat fisik yang baik,

modulus elastisitas yang menyerupai dentin, dan harga yang relatif tidak mahal.

Glass fiber post terdiri dari 42% fiber glass, 29% filler, dan 18% resin (Freilich dkk.,

2009). Sifatnya yang transparan membuat pasak ini baik digunakan untuk kasus yag

memerlukan estetis seperti pada restorasi pasak pada gigi anterior. Glass fiber post

Universitas Sumatera Utara


19

memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dibandingkan carbon fiber post

(Saatian, 2006).

c) Quartz fiber post

Pasak jenis ini memiliki estetis yang baik karena bersifat translusen dan

menyalurkan transmisi cahaya. Pasak jenis ini memiliki sifat yang biokompatibel,

mudah diperbaiki apabila dibutuhkan perawatan endodonti ulang, radiopaque,

memiliki tensile strength, flexural strength, dan compressive strength yang tinggi,

dan juga memiliki modulus elastisitas yang mirip dengan dentin (Glazer, 2002).

2.2.2 Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced composite sebagai pasak


customized.
Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu jenis pasak yang

yang direstorasi oleh operator sendiri. Penggunaan pita polyethylene Fiber Reinforced

Composite sebagai pasak customized memerlukan semen luting resin dan resin

komposit (Gambar 2.5).

A B C

D E F

Universitas Sumatera Utara


20

Gambar 2.5. Prosedur Pembuatan Pasak Pita Polyethylene Fiber


Reinforced (RIBBOND): A. Aplikasi Etsa dan
Bonding ; B. Semen Luting Resin Masuk ke dalam
Saluran Akar; C. Pengukuran Pita Polyethylene; D.
Pita Polyethylene Masuk ke dalam Saluran Akar; E.
Light Cure; F. Build-up core (Belli, 2008)
Sistem adhesif modern sangat mendukung untuk melindungi dan memperkuat

struktur gigi yang tertinggal karena restorasi adhesif menciptakan preparasi yang

minimal sehingga dapat memelihara struktur gigi yang sehat. Untuk itulah

penggunaan fiber polyethylene semakin berkembang untuk meningkatan daya tahan

terhadap resin dan komposit bonding. Permintaan pasien terhadap restorasi estetis

pun semakin meningkat sehingga dunia kedokteran gigi mulai meninggalkan

amalgam dan semakin memperluas penggunaan fiber polyethylene (Ayna dkk., 2009).

Gambar 2. 6. Sistem Pasak Customized dengan Menggunakan


Pita Fiber Reinforced Resin: A. Resin Komposit dan
Fiber Polyethylene Dikondensasi ke dalam Saluran
Akar ; B. Restorasi setelah Build-Up (Gluskin, 2002)

Penggunaan Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWP) semakin

populer. UHMWP dapat digunakan untuk bulid-up pasak dan inti endodonti bahkan

Universitas Sumatera Utara


21

dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa memerlukan pelebaran saluran

akar tambahan setelah perawatan endodonti (Gambar 2.6)

2.2.3 Pasak fiber polyethylene dan konsep monoblock

Anyaman fiber ini memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan

dentin dan menciptakan sistem monoblock dentin-pasak-inti yang dapat

mendistribusikan tekanan di sepanjang akar dengan baik (Belli, 2008). Mulai dari

bahan pasak, sealer , sistem adhesif, semen luting dan restorasi inti dan mahkota

memiliki sifat yang sama yaitu berbasis resin. Modulus elastisitas semua komponen

mendekati modulus elastisitas dentin sehingga tekanan terdistribusi dengan baik.

Gambaran sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber dapat terlihat dari

model gigi trasparan (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Sistem Pasak Adhesive


Customized setelah Polimerisasi
pada Model: A. Inti yang

Universitas Sumatera Utara


22

Dibentuk dari Pita Polyethylene


Fiber dengan Resin Komposit, B.
Pasak Individu yang
Menggunakan dari Pita
Polyethylene dengan Luting
Resin Semen, C. Gutta-
Percha (Belli, 2008)

Fiber polyethylene memiliki banyak kegunaan klinis diantaranya digunakan

sebagai splint periodontal, bridge untuk gigi anterior, retainer ortodonti, dan juga

dapat digunakan sebagai persiapan untuk restorasi mahkota porselen baik pada gigi

anterior maupun gigi posterior (Gambar 2.8). Fiber polyethylene terdiri atas dua jenis

yaitu leno-weave polyethylene fibers (Ribbond ) dan braided polyethylene fibers

(Construct, Kerr) dan yang paling sering digunakan adalah Ribbond (Gambar 2.9)

(Belli, 2006; Gluskin, 2002; Ayna dkk., 2009).

A B

Gambar 2.8. Penggunaan Pita Fiber Polyethylene: A. Splinting Gigi


Avulsi atau Mengalami Trauma; B. Retainer Post
Orthodontic (Ganesh dan Tandon, 2006)

Universitas Sumatera Utara


23

A
A BB

Gambar 2.9. Susunan Arsitektur Pita Fiber pada Gambaran Scanning


Electron Microscope (SEM): A. Leno-Weave Polyethylene
Fibers, B. Braided Polyethylene Fibers

Adapun beberapa kelebihan dari pasak polyethylene fiber reinforced

composite adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Material pasak polyethyelene fiber reinforced composite

Polyethylene fiber diperkenalkan di pasaran pada tahun 1992. Material ini

merupakan fiber pengikat dan memiliki sifat memperkuat stuktur dentin yang tersisa

yang terdiri dari fiber glass atau fiber polyethylene. Beberapa penelitian menunjukkan

fiber polyethylene memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding fiber glass

sehingga membutuhkan gunting khusus untuk memotongnya (Terry, 2003)

Setiap pabrik membuat fiber reinforced composite dengan komposisi fiber

yang berbeda-beda. Volume fiber yang terkandung biasanya 50-70% Vol. Kandungan

jumlah fiber ini mempengaruhi kekuatan mekanikal (Freilich dkk., 2000). Pita dari

polyethylene fiber ini adalah suatu bahan dengan bentuk anyaman yang sangat kuat

yang disebut locked-stitched threads yang efektif menyalurkan tekanan melalui

Universitas Sumatera Utara


24

anyaman tanpa menyalurkan tekanan kembali ke resin (Gambar 2.10). Anyaman pita

ini sangat fleksibel dan mudah beradaptasi pada kontur lengkung gigi (Ganesh dan

Tandon, 2006).

b. Retensi pasak yang maksimal

Fraktur gigi adalah salah satu penyebab kegagalan restorasi pasak dan inti.

Stabilitas core dan retensi pasak sangat penting dalam mencegah kegagalan restorasi

gigi yang dirawat endodonti. Sistem pasak yang ideal sebaiknya menggantikan

kehilangan struktur gigi dan memberikan retensi yang adekuat dan mendukung inti

sehingga dapat mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik ketika melakukan

aktivitas fungsional dan parafungsional untuk mencegah fraktur pada akar. Sistem

pasak polyethylene fiber reinforced menggunakan anatomi internal, area permukaan

dan ketidakteraturan bentuk saluran akar untuk meningkatkan ikatan dengan dentin,

untuk memperbaiki integritas struktur dentin radikular yang tersisa dan meningkatkan

retensi dan resistansi terhadap pergerakan (Terry, 2003).

c. Konservasi struktur gigi

Sistem cast post tradisional dan prefabricated post sering membutuhkan

pembuangan daerah undercut untuk jalan masuk dan adaptasi terhadap dinding

Universitas Sumatera Utara


25

saluran akar. Hal ini dapat menyebabkan pembuangan struktur dentin yang lebih

banyak. Pengurangan dentin tersebut dapat memperlemah gigi dan menjadi faktor

terjadinya fraktur akar horizontal maupun vertikal. Polyethylene fiber post

memberikan pemeliharaan terhadap struktur saluran akar dan merupakan suatu

metode yang dapat digunakan dalam perawatan saluran akar yang memiliki

konfigurasi tidak teratur karena sistem pasak ini tidak membutuhkan pembentukan

jalan masuk. Sebagai tambahan, sistem pasak ini dapat digunakan dengan preparasi

yang minimal karena sistem ini mempergunakan undercut dan permukaan yang tidak

teratur untuk meningkatkan ikatan. Pemeliharaan struktur dentin ini mengurangi

kemungkinan terjadinya fraktur pada gigi selama kegiatan fungsional maupun jika

terjadi traumatic injury (Terry, 2003).

d. Estetik yang optimal

Ketika faktor estetik menjadi salah satu fokus maka pertimbangan pemilihan

material restorasi yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Light transmission

properties dari tradisional prefabricated atau cast metal post menunjukkan perbedaan

dari gigi asli. Cahaya akan diblok seluruhnya oleh metal post yang akan

menyebabkan bayangan pada daerah submarginal. Bila menggunakan restorasi all-

ceramic, warna dan opasitas dari metal post akan menciptakan diskolorasi dan

bayangan pada gingiva dan servikal gigi.

Sifat optik sekunder dari polyethylene fiber post memungkinkan sifat optik

cahaya untuk melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan,

mengabsorbsi, dan meneruskan cahaya sesuai dengan kepadatan optik dari kristal

Universitas Sumatera Utara


26

hydroxyapatite, enamel rod, dan tubulus dentin. Untuk itu, dalam menciptakan

harmonisasi yang optimal dengan gigi di sekitarnya, bahan polyethylene fiber post

dapat secara langsung memperngaruhi restorasi akhir di atasnya (Terry, 2003).

e. Modulus Elastisitas Yang Mendekati Dentin

Modulus elastisitas didefinisikan sebagai kekakuan relatif dari suatu material

restorasi di dalam kisaran elastis. Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem

pasak membutuhkan modulus elastisitas yang mendekati dentin yaitu 14-18 GPa

(Belli, 2008). Tradisional metal post memiliki modulus elastisitas yang tinggi yaitu

200 GPa (Gluskin, 2002) Polyethylene fiber post memiliki modulus elastisitas 1.397

GPa dan apabila bergabung dengan flowable resin dan adhesif resin, modulus

elastisitas meningkat menjadi 23.6 GPa (Belli, 2008). Modulus elastisitas semen resin

dual cure 18 GPa. Modulus elastisitas resin komposit 16 GPa.(Gluskin, 2002)

Jaringan keras gigi memiliki modulus elastisitas, sehingga penambahan

material restorasi dengan modulus elastisitas yang berbeda dapat mempengaruhi

kekakuan gigi-restorasi secara kompleks dan menghasilkan tekanan interfasial

(Gluskin, 2002). Tekanan interfasial yang dihasilkan oleh perbedaan modulus

elastisitas dapat menghasilkan thermal, mekanikal, atau strain shrinkage pada

material restorasi (Terry, 2003).

Sistem pasak ini memiliki beberapa keuntungan yang baik terhadap

mekanisme kompleks antara polimerisasi shrinkage dan adhesi. Karena modulus

elastisitas resin semen adalah rendah, komposit akan merenggang untuk

mengakomodasi sifat modulus gigi. Faktor-faktor ini mengurangi dan

Universitas Sumatera Utara


27

mendistribusikan tekanan ke struktur dentin yang tersisa, mengurangi kemungkinan

pemisahan pasak atau fraktur akar, yang meningkatkan keberhasilan klinis dari suatu

restorasi kompleks (Belli, 2008).

f. Flexural dan tensile strenght yang menyerupai struktur akar

Desain dan material restorasi mempengaruhi resistansi terhadap fraktur pada

gigi yang dirawat endodonti dengan sistem pasak-inti. Karakteristik sistem pasak

adalah harus memiliki sifat biomekanikal yang sama dengan jaringan gigi. Bahan

penguat yang digunakan untuk pasak polyethylene fiber meliputi jalinan fiber

polyethylene yang diberi perlakuan dengan cold-gas plasma. Fiber penguat ini

meningkatkan aspek mekanis dari kompleks gigi-restorasi dengan meningkatkan

kekuatan flexural dan tensile. Beberapa tipe jalinan sudah digunakan pada berbagai

jenis manufaktur, dan hal ini dapat mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan

durabilitas. Leno weave dari RIBBOND (USA) dilaporkan mampu menahan

pergeseran di bawah tekanan lebih banyak dari jalinan sederhana dan meminimalkan

perjalanan crack micro di dalam matriks resin menjadi crack stoper yang dapat

mengakibatkan kegagalan restorasi (Gambar.2.11) (Belli, 2008).

Universitas Sumatera Utara


28

Gambar 2.11. Uji Tensile pada Balok Resin Komposit


yang dengan impregnasi Pita
Polyethylene Fiber yang Menunjukan
Kemampuannya sebagai Crack Stopper
(Belli 2008)

Jaringan fiber ini memberikan distribusi tekanan yang efisien dengan

mengabsorbsi stress pada kompleks restorasi, dan mengarahkan kembali tekanan di

sepanjang aksis panjang struktur akar yang tersisa sehingga meminimalisasi resiko

fraktur akar (Terry, 2003).

g. Adaptasi internal yang mempengaruhi terjadinya initial crack

Luting semen konvensional (misalnya zinc oxyphosphate) hanya mengisi

ruang kosong antara pertemuan restorasi tanpa melekat ke permukaannya.

Penggunaan bahan luting dual-cure dengan polyethylenen fiber post memiliki

interaksi fisik dan kimia yang baik dengan material dan dentin yang meningkatkan

kontinuitas adhesif interfasial. Penggunaan semen resin di antara sistem adhesif dan

bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih kuat dengan bahan dentin

bonding karena viskositas yang lebih rendah dan menghasilkan peningkatan adaptasi

morfologi intraradikular. Modulus elastisitas yang rendah akan berperan sebagai

buffer elastis yang mengkompensasi tekanan polimerisasi shrinkage , menghilangkan

pembentukan celah, dan mengurangi kebocoran mikro. Apabila modulus elastisitas

Universitas Sumatera Utara


29

rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi sifat modulus gigi

(Kishen, 2006).

Viskositas resin semen yang lebih rendah dapat meningkatkan kemampuan

wettability sehingga menghasilkan adaptasi interfasial internal yang lebih sempurna

yang mengurangi pembentukan ruang kosong yang dapat memperlemah permukaan

(Terry, 2003). Terbentuknya ruang kosong tersebut akan menjadi awal dari

terbentuknya initial crack yang mana ketika tekanan terus diterima maka crack

propagation akan diteruskan yang akhirnya menjadi fraktur.

h. Perlekatan atau integrasi adhesif

Sistem polyethylene fiber post memberikan perlekatan yang merata pada

saluran dentin internal radikular sehingga meningkatkan resistansi terhadap fatigue

dan fraktur serta peningkatan retensi dan pengurangan kebocoran mikro dan infiltrasi

bakteri. Integrasi adhesif antara kelima komponen sistem pasak ini (permukaan dentin

akar, semen luting, intraradikular pasak, build-up core, dan crown) memberikan

integritas struktural bagi rehabilitasi intraradikular (Terry, 2003). Semua komponen

ini memiliki sifat yang sama secara adhesif, sehingga konsep ini disebut sebagai

tehnik monoblok (Tay dan Pashley, 2007)

2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Komposit

Bahan polyethylene fiber reinforced dapat menyatu dengan matrik resin

dibantu dengan adanya wettability wettability. Untuk mendapatkan adhesi yang baik

diperlukan wettability yang merata agar perlekatan interfasial yang optimal

Universitas Sumatera Utara


30

(Anusavice, 2003). Wettability yang tidak adekuat akan menghasilkan mekanikal

properties yang lemah. Gambarannya dapat terlihat dari morfologi scanning electrom

micrographs perlekatan interfasial fiber glass dengan matrik yang menunjukkan

adanya jarak (gap) antara fiber dan matriks resin (Gambar 2.12) (Freilich dkk., 2000).

Gambar 2.12. Gambar Morfologi Scanning Electrom


Micrographs Perlekatan Interfasial Fiber
Glass dengan Matrik yang Menunjukkan Jarak
(Gap) (Freilich dkk., 2000)

Adanya gap yang merupakan ruangan kosong pada perlekatan bahan Fiber

Polyethylene dengan resin menjadi predisposisi terjadinya initial crack pada bahan.

Dimana apabila tekanan diteruskan pada area tersebut akan terjadi crack propagation

sampai akhirnya fraktur. Oleh karena itu secara tidak langsung wettability juga

mempengaruhi terjadi fraktur (Freilich dkk., 2000)

Wettability pita fiber polyethylene pada aplikasi klinis menggunakan wetting

resin. Fiber yang telah diaplikasikan oleh wetting resin dapat dipegang dengan

tangan baik memakai sarung tangan atau tidak. Untuk menghindari setting yang

terlalu dini antara wetting resin dengan fiber polyethylene, jaga agar fiber yang telah

Universitas Sumatera Utara


31

dibasahi tadi terhindar dari sinar sampai siap untuk digunakan (Gluskin, 2002). Salah

satu tujuan pemberian wetting resin adalah mempersiapkan permukaan fiber agar

dapat berikatan secara adhesif dengan bahan berbasis resin. Beberapa laporan kasus

ada yang menyarankan prosedur wettability fiber ini digantikan dengan resin

komposit flowable. Tetapi belum ada laporan mengenai penggunaan wetting resin

atau flowable resin sebagai wettability pita polyethylene fiber reinforced.

2.4 Faktor Penting yang Merupakan Pertimbangan dalam Restorasi Pasak


Adhesif

Dalam melakukan restorasi pasak adhesif ada beberapa prinsip penting yang

harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan di antaranya adalah :

sistem adhesif, semen luting dan mekanisme perlekatannya, smear layer dan hybrid

layer, dan bentuk anatomi saluran akar.

2.4.1 Sistem adhesif

Adhesi adalah suatu mekanisme fisik dan kimia yang kompleks yang

menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Adhesif

adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua

substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu

permukaan ke permukaan lainnya. Seluruh sistem adhesif terdiri dari tiga langkah

utama yaitu etsa, primer, dan bonding. Etsa adalah larutan asam yang menghasilkan

proses demineralisasi pada permukaan enamel atau dentin yang meningkatkan energi

bebas permukaan. Primer terdiri dari campuran monomer hydrophilic dan pelarut

yang bertujuan untuk menghasilkan kemampuan wettability permukaan gigi. Bonding

Universitas Sumatera Utara


32

mengandung bagian yang hydrophobic yang menghasilkan penggabungan dengan

bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. Bahan bonding diaplikasikan pada

permukaan suatu benda agar benda dapat melekat, bertahan dari pemisahan, dan

menyebarluaskan beban melalui perlekatannya (Ferrari, 2008).

Penelitian melaporkan penggunaan sistem adhesif total etch pada sistem

pasak adhesif karena pada sistem ini dilakukan pencucian setelah proses etsa yang

dapat menghilangkan smear layer, dimana keberadaan smear layer sangat

berpengaruh terhadap perlekatan dengan dentin. Penggunaan self etch pada sistem

adhesif pasak juga dapat digunakan. Dengan memanfaatkan aktivasi secara kimia

memberikan keuntungan bila untuk sementasi pada daerah yang tidak dapat cahaya

polimerisasi seperti di dalam saluran akar. Akan tetapi smear layer yang ada hanya

dimodifikasi untuk mendapatkan bond strength yang optimal (Robenson dkk., 2006).

Simonetti dkk. (2008) dalam penelitiannya mengenai kemampuan sealing dari

semen luting resin pada pasak fiber yang menggunakan total etch dan self etch

menunjukkan tidak ada perbedaan pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga

koronal dan sepertiga tengah saluran, begitupun penggunaan total etch terlihat

pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga apikal.

2.4.2 Semen luting dan mekanisme perlekatan

Kehilangan retensi pada pasak di saluran akar adalah kegagalan yang paling

banyak terjadi. Salah satu faktor yang mempengaruhi retensi pada pasak adalah

semen luting dan interaksi antara pasak-inti, pasak-semen, dan dentin-semen

Universitas Sumatera Utara


33

(Gambar 2.13). Pengaruh dari beberapa semen seperti zinc phosphate,

polycarboxylate, glass ionomer, dan resin semen terhadap retensi pasak dan resistansi

terhadap fraktur pada gigi yang dirawat endodonti, telah diteliti lebih jauh. Walaupun

data-data penelitian tidak menyatakan semen luting yang satu lebih baik daripada

yang lain, masing-masing semen luting memiliki keuntungan dan kerugian (Le Bell-

Rnnlf, 2007).

Post-Core

Post-Luting Cement

Dentin-Luting Cement

Gambar 2.13. Perlekatan Sistem Pasak dan Inti


(Le Bell-Rnnlf, 2007)

Zinc phosphate cement berikatan melalui proses interlocking mekanikal

terhadap ketidakteraturan dentin. Tetapi kerugiannya adalah semen ini memiliki

perlekatan yang kurang baik terhadap struktur gigi, mengiritasi pulpa, dan tidak

memiliki sifat anticariogenic. Polycarboxylate semen memiliki sifat retentif yang

lebih kecil dibandingkan zinc phosphate dan semen glass ionomer. Semen glass

ionomer telah digunakan pada sementasi pasak metal. Keuntungannya adalah mudah

Universitas Sumatera Utara


34

digunakan, memiliki perlekatan yang baik dengan struktur gigi, dan memiliki sifat

anticariogenic, tetapi kekurangannya adalah kekakuannya yang rendah dan bersifat

rapuh (Le Bell-Rnnlf, 2007)

Beberapa penelitian melaporkan untuk meningkatkan retensi pasak dengan

menggunakan semen resin adhesif, tetapi penelitian lain tidak menganjurkan hal yang

sama. Beberapa penelitian melaporkan semen jenis ini memiliki retensi dan resistansi

yang lebih baik dibandingkan zinc phosphate semen. Modulus elastisitas semen resin

mendekati dentin sehingga sangat baik digunakan untuk mendukung dinding akar

yang tipis. Dalam penggunaannya, semen resin tidak baik untuk dikombinasikan

dengan sealer yang berbasis eugenol, karena kontaminasi dentin dengan eugenol

memiliki efek yang mengganggu semen resin, karena senyawa phenolic seperti

eugenol menghalangi polimerisasi radikal bebas pada semen resin. Keberadaan

eugenol pada dentin radikular mungkin menjadi alasan mengapa beberapa penelitian

menghasilkan hasil yang tidak baik. Semen resin adhesif bersifat sensitif karena

waktu kerjanya yang pendek. Selain itu, dibutuhkan kelembaban yang optimal untuk

mendapatkan adhesi dan polimerisasi yang optimal, dimana hal ini akan sulit

didapatkan pada sementasi pasak dengan ruang pasak yang dalam, dimana kontrol

kelembaban sulit dilakukan. (Le Bell-Rnnlf, 2007; Terry, 2003).

Semen resin dual cured direkomendasikan sebagai semen luting pada pasak

fiber reinforced composite (FRC). Hal ini dikarenakan semen resin memiliki daya

tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan semen yang lainnya.

Dentin saluran akar dietsa terlebih dahulu sehingga akan menghasilkan adhesi yang

Universitas Sumatera Utara


35

lebih kuat. Hal ini disebabkan karena proses pengetsaan menyebabkan tubulus dentin

terbuka dan kolagen fiber akan terekspos sehingga bahan bonding akan

berpolimerisasi dengan tubulus dentin sehingga akan menghasilkan ikatan yang kuat.

Komposisi resin-based cement hampir menyerupai resin-based composite

filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di

dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin. Polimerisasi

dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure,

autopolymerizble) atau dengan light cure. Beberapa sistem menggunakan kedua

mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual cure dapat meningkatkan

derajat konversi dari semen, dan sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas dan

kekerasan semen dapat diperbaiki (Giachetti et al dikutip dari Le Bell-Rnnlf,

2007)

Mekanisme adhesi yang paling penting pada sementasi pasak adalah adhesi

mekanik (interlocking), adhesi kimia, dan interdiffusi. Adhesi mekanik adalah

berdasarkan interlocking adhesif pada permukaan yang tidak teratur dari substrat.

Adhesi kimia adalah berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan

perlekatan adhesif yang kuat. Interdiffusi adalah berdasarkan difusi dari molekul

polimer pada permukaan ke jaringan molekular permukaan yang lainnya. Mekanisme

ini digunakan dalam perlekatan pasak pada saluran akar. Homogenitas mekanis dan

integrasi dari interfasial yang berbeda adalah sesuatu yang penting pada sistem pasak

(Le Bell-Rnnlf, 2007).

Universitas Sumatera Utara


36

2.4.3 Smear layer dan hybrid layer

Perlekatan pada dentin menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer.

Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin

akibat preparasi dentin. Smear layer masuk kedalam tubulus dentin dan berperan

sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas dentin. Untuk mengatasi

hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk menyingkirkan smear layer.

Fusayama (1980) yang dikutip dari Pashley (2002) sebagai pelopor etsa dentin untuk

mendapatkan ikatan secara adhesif antara dentin dan resin komposit dan untuk

melarutkan smear layer. Smear layer dihilangkan melalui pengetsaan dengan asam

phospor 37% selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin.

Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan

perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk hybrid layer (Pashley, 2002).

Mekanisme bonding dari dentin bonding agent adalah melalui hybrid layer.

Lapisan inilah yang secara mikromekanis berikatan dengan serat kolagen dentin yang

telah terbuka karena demineralisasi. Ikatan ini terbentuk oleh difusi resin pada resin

primer dan bonding. Ketebalan hybrid layer adalah <1 m untuk sistem all in one dan

mencapai 5 m pada sistem konvensional (Pashley, 2002).

2.4.4 Bentuk anatomi saluran akar

Ketika sistem pasak dan inti digunakan pada restorasi perawatan endodonti,

maka pertimbangan bentuk anatomi saluran akar harus diperhatikan dengan baik

Universitas Sumatera Utara


37

Insisivus sentral dan lateral rahang atas biasanya memiliki bagian akar yang cukup

besar untuk memuat hampir keseluruhan sistem pasak (Baum dan Philips,1995).

Kaninus rahang atas memiliki akar faciolingual yang lebar, dan biasanya

mengharuskan untuk dibuatkan pasak customized (pasak individual). Premolar

rahang atas memiliki permasalahan yang bervariasi yaitu : dinding saluran akarnya

tipis dan meruncing (tapered), proximal invagination, adanya pemisahan saluran

akar, akar distal-apikal yang membentuk lekukan, dan bagian fasial dari akar palatal

yang membentuk lekukan (Hussein, 2000). Hal-hal ini menyebabkan harus

dihindarinya penempatan pasak yang panjang karena dapat memperlemah akar secara

berlebihan atau perforasi saluran akar, sehingga dapat menyebabkan kegagalan yang

lebih lanjut. Pada molar rahang atas, akar palatal adalah akar yang paling tepat untuk

penempatan pasak walaupun terkadang masih menimbulkan masalah. Ditemukan

bahwa 85% akar fasial telah menunjukkan bentuk yang membelok. Invaginasi

terkadang terjadi pada permukaan fasial dan palatal, dan hal ini dapat menjadi

predisposisi perforasi akar ketika penempatan pasak (Kishen, 2006).

Insisivus rahang bawah sangat sulit untuk diperbaiki dengan sistem pasak dan

inti, dan tingkat keberhasilan perawatan tanpa menggunakan sistem pasak masih lebih

tinggi. Premolar rahang bawah memiliki struktur akar yang cukup besar untuk

menerima pasak, tetapi sudut mahkota dan akar harus dipertimbangkan karena

pengeboran secara aktif untuk menciptakan ruang pasak dapat menghasilkan perforasi

pada dinding fasial akar. Molar rahang bawah memiliki akar mesio-distal yang sangat

Universitas Sumatera Utara


38

tipis, untuk itu harus dihindari penempatan pasak prefabricated (buatan pabrik)

karena akan semakin memperlemah akar tersebut (Hussein, 2000).

2.5 Faktor Predisposisi Terjadinya Fraktur pada Gigi dengan Pasak pada
Pasca Perawatan Endodonti

Kishen (2006) membagi beberapa faktor yang menjadi predisposisi terjadinya

fraktur pada restorasi sistem pasak setelah perawatan endodonti antara lain yaitu :

1) Sudut pemberian beban/loading angle, 2) Pembuatan ferrule, 3) Jaringan dentin

yang tersisa 4) Ada dan tidak ada keterikatan dengan air, 5) Pertimbangan bahan inti

mahkota, 6) Bentuk pasak, 7) Perlekatan pasak dengan dentin 8) Diameter pasak,

9) Modulus elastisitas dari pasak (Gambar 2.14).

Mahkota Inti
- Arah beban - Bahan material

- Efek Ferul

Pasak
Struktur gigi tersisa - Bentuk pasak
- Dentin - Adhesi pasak ke dentin
- Ada atau tidak ada - Diameter pasak
keterikatan air - Modulus elastisitas
pasak

Gambar 2.14. Faktor Predisposisi Fraktur pada Restorasi Pasak dan Inti
(Kishen, 2006)

Kegagalan restorasi pasak karena retensi dan resistansi pasak yang tidak

adekuat. Salah satunya disebabkan berkurangnya struktur dentin radikular yang

Universitas Sumatera Utara


39

terlalu banyak pada saat preparasi dentin sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

fraktur.

Torabi dan Fattahi (2009) dalam penelitiannya membagi pola fraktur yang

terjadi pada restorasi pasak ke dalam dua kelompok yaitu repairable fracture dan

irrepairable fracture (Gambar 2.15). Repairable fracture merupakan fraktur yang

terjadi pada restorasi pasak yang dapat diperbaiki lagi karena fraktur ini terjadi pada

crown, core, post dan core, dan cervical root. Sedangkan tipe irrepairable fracture

merupakan fraktur yang terjadi pada restorasi pasak dimana tidak dapat diperbaiki

lagi karena terjadi pada sepertiga tengah akar gigi. Fraktur akar vertikal dan

horizontal juga termasuk ke dalam irrepairable fracture.

Gambar 2.15. Pasak Metal Tuang yang


Mengalami Irrepairable
Fracture (Torabi dan Fattahi,
2009)

Ketika fraktur terjadi pada sistem pasak, sangat penting untuk menentukan

tipe kegagalan perlekatan dan pada hubungan permukaan yang mana kegagalan

perlekatan tersebut terjadi. Kegagalan tersebut dapat berupa adhesive failure yaitu

Universitas Sumatera Utara


40

kegagalan perlekatan antara dua hubungan permukaan, atau dapat juga berupa

cohesive failure yaitu kegagalan perlekatan antara materialnya (adhesif, semen,atau

pasak) (Le Bell-Rnnlf, 2007)

2.6 Efek Ferrule

Efek Ferrule didefinisikan sebagai vertical band dari struktur gigi pada aspek

gingival dari suatu preparasi mahkota gigi. Efek ini digunakan pada preparasi pasak

dalam bentuk kontrabevel melingkari gigi. Preparasi feruule ini menguatkan aspek

koronal dari preparasi pasak, menghasilkan suatu dudukan oklusal, dan bertindak

sebagai bentuk antirotasi (Gambar 2.16).

Gambar 2.16. Preparasi Ferrule Effect 2 mm Berbentuk Kontra


Bevel Melingkari Gigi di atas Servikal Gigi untuk
Menambah Resistensi Pasak (Baum dan Phillips,
1995; Garoushi dan Vallitu, 2006)

Universitas Sumatera Utara


41

Ferrule effect manambah retensi, tetapi yang lebih utama adalah menyediakan

resistensi pada gigi. Preparasi ferrule dengan tinggi 1 mm telah menunjukkan

resistensi yang lebih baik daripada gigi yang direstorasi pasak tanpa menggunakan

sistem ferrule. Penelitian lain menunjukkan bahwa preparasi ferrule 1,5 sampai 2 mm

memberikan keuntungan ketahanan pasak maksimum dan dapat mencegah terjadinya

fraktur akar, walaupun ada beberapa pola fraktur pada koronal yang masih dapat

direstorasi kembali (Le Bell-Rnnlf, 2007).

Dikbas dkk. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa berbagai macam

desain ferrule pada restorasi pasak fiber gigi insisivus maksila tidak berpengaruh

terhadap kemampuan fracture resistance.

Universitas Sumatera Utara


42

2.7 Landasan Teori


Restorasi Sistem pasak pasca perawatan endodonti
Predisposisi Fraktur

Jenis pasak berdasarkan Jenis bahan pasak Perlekatan dengan


pembuatannya

Mekanis
Pasak buatan pabrik Metal (Alloy)
(prefabricated) Semen luting
Gold Adhesif resin

Pasak Metal Titanium


prefabricated Total Etch

Non metal (fiber)


Self Etch
Pasak fiber Quartz
prefabricated
Zirconia Efek Ferrule

Pasak buatan sendiri


(customized) Sisa Stuktur dentin
Glass
)
Bahan pembuat
Polyethylene inti
Pasak Metal
Casting
Perlekatan pasak-
Wettability dentin
Pasak customized dari pita fiber

Wetting resin
Pola Anyaman Pita
Flowable
resin
Woven Fracture
resistance

Braided

Locked-stitched
threads

Universitas Sumatera Utara


43

Restorasi sistem pasak sering diperlukan pada restorasi akhir pasca perawatan

endodonti. Pembagian pasak berdasarkan cara pembuatannya terbagi atas dua yaitu :

1) Pasak Buatan pabrik dan 2) Pasak buatan sendiri. Sedangkan jenis bahan yang

biasa digunakan dapat dikategorikan menjadi bahan metal dan non metal. Pasak

tradisional yang selama ini digunakan adalah jenis pasak metal atau dari Alloy yang

proses pembuatan melalui proses laboratorium. Sedangkan pasak metal prefabricated

adalah pasak buatan pabrik. Pasak dari bahan emas dulu menjadi pilihan karena tidak

mengalami korosi. Pemakaian bahan titanium juga dikenal sebagai bahan pasak

buatan pabrik yang kurang mengalami korosi.

Kemudian belakangan ini berkembang bahan pasak non metal yang terdiri

dari Quartz, Zirconia, Glass dan Polyethylene. Dimana masing masing bahan ini juga

juga sudah ada sediaan buatan pabrik. Sementara bahan Polyethylene dikembangkan

dalam bentuk pita dengan pola anyaman fiber reinforced yang bervariasi. Saat ini

yang tersedia di pasaran adalah jenis pita fiber reinforced dengan pola anyaman

Woven, Braided dan Locked Stitched treads. Untuk membuat pasak customized

dengan menggunakan pita fiber reinforced diperlukan wettability yang sempurna

untuk meningkatkan ikatan perlekatan secara mekanikal antara bahan pita fiber

reinforced dengan semen luting resin dan dentin di dalam saluran akar.

Penggunaan semen berbasis resin diperlukan pada pemakaian pasak adhesif

untuk mendapatkan retensi. Sistem adhesif total etch dan self etch merupakan bahan

yang diaplikasikan pada permukaan dentin saluran akar untuk perlekatan dengan

Universitas Sumatera Utara


44

semen luting resin. Masing-masing perlekatan kedua bahan tersebut dengan sistem

pasak adhesif akan menghasilkan ikatan yang berbeda.

Gigi yang sudah dilakukan perawatan endodonti rentan terjadi fraktur. Ada

beberapa faktor yang menjadi predisposisi gigi pasca endodonti menjadi fraktur.

Preparasi ferrule, diperlukan sebagai anti rotasi pada penggunaan pasak.

Pertimbangan struktur dentin yang tersisa juga menjadi hal yang penting karena

semakin tipis dinding dentin resiko terjadinya fraktur lebih tinggi. Bahan pembentuk

inti atau core juga menjadi hal yang penting yang dapat menjadi predisposisi

terjadinya fraktur. Bahan dengan modulus elastisitas yang menyerupai dentin akan

mendistribusikan tekanan secara merata. Perlekatan pasak dengan dentin juga

mempengaruhi karena sangat berkaitan juga dengan distribusi tekanan dari tekanan

yang diterima pasak ke permukaan dentin sepanjang saluran akar. Perlekatan atau

bonding yang baik akan mempengaruhi kekuatan dari pasak untuk menahan tekanan.

Universitas Sumatera Utara


45

2.8 Kerangka Konsep

Restorasi Pasak Customized Adhesive pada


perawatan Gigi Pasca Endodonti
Wetting resin

Pita polyethylene fiber Wettability


reinforced
Flowable resin

Bentuk anyaman kepang Bentuk anyaman locked-sticthed


(Braided) threads

1. Susunan fiber reinforced terdiri dari 1. Arah jalinan fiber berbentuk anyaman
2 sumbu
dengan jahitan locked-sticthed thread
1. Volume fiber reinforced lebih dalam bentuk 3 sumbu
sedikit
2. Dengan bentuk anyaman dengan
2. Susunan kepangan serabut fiber adanya jahitan kunci tidak ada
reinforced mudah terurai
memberikan efek reinforced ke serabut fiber yang terurai
segala arah 3. Volume fiber reinforced lebih sedikit

3. Volume semen resin luting lebih 4. Volume semen resin luting lebih
sedikit banyak

mempengaruhi perlekatan interfasial bahan pita fiber


reinforced dengan dentin dan semen luting resin

Diberi tekanan dengan Universal Testing Machine


dengan kecepatan regangan 0,5mm/menit sampai
terjadi fraktur (Acuan ASTM E 1434-00(2006))

Fracture Resistance ? Pola fraktur ?

Universitas Sumatera Utara


46

2.9 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari bahan

polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan

locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.

2. Ada perbedaan pola fraktur yang terjadi pada sistem pasak customized dari

bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita

braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.

3. Ada perbedaan fracture resistance dan pola fraktur sistem pasak

customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk

anyaman pita braided dan locked-sticthed threads bila menggunakan wettability

wetting resin dan flowable resin.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai