Molekul tersusun atas atom-atom yang terikat dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen ini
merupakan gaya intramolekul (intramolecular force) yang mengikat atom-atom menjadi satu
kesatuan. Gaya intramolekul ini menstabilkan molekul secara individual. Satu molekul dengan
molekul lain yang sejenis atau berbeda dapat mengadakan interaksi atau tarik-menarik. Gaya
tarik menarik antara molekul-molekul itu disebut dengan gaya antarmolekul atau gaya
intermolekul (intermolecularforce). Gaya antarmolekul lebih lemah daripada gaya intramolekul.
Sebagai contoh, energi penguapan 1 mol air adalah 45 kj, sedangkan energi pemutusan ikatan
O-H dalam 1 mol air adalah 930 kj. Gaya antarmolekul berhubungan dengan sifat-sifat fisika zat
seperti energi penguapan, titik lebur, titik didih, tekanan uap, dan kekentalan zat.
Gaya antarmolekul dapat terjadi antara: (1) molekul nonpolar dengan molekul nonpolar; (2)
molekul polar dengan molekul nonpolar; dan (3) molekul polar dengan molekul polar. Gaya jenis
pertama dapat terjadi antara molekul-molekul nonpolar yang sama, seperti antara molekul-
molekul CC14 dalam cairan karbon tetraklorida, atau antara molekul-molekul nonpolar yang
berbeda, seperti antara molekul CC14 dan molekul CS2 dalam campuran cairan karbon
tetraklorida dengan cairan karbon disulfida. Gaya jenis kedua dapat terjadi antara molekul cis-
l,2-dikloroetilena dan molekul trans-l,2-dikloroetilena dalam campuran cairan cis-l,2-
dikloroetilena dan cairan trans-l,2-dikloroetilena. Gaya jenis ketiga dapat terjadi antara molekul-
molekul polar yang sama seperti antara molekul-molekul cis-l,2-dikloroetilena dalam cairan cis-
l,2-dikloroetilena, atau antara molekul-molekul polar yang berbeda, seperti antara molekul cis-
l,2-dikloroetilena dan molekul 1,1-dikloroetilena dalam campuran cairan cis-l,2-dikloroetilena
dengap cairan 1,1-dikloroetilena. Gaya jenis pertama disebut dengan gaya dipol sesaat-dipol
induksian atau gaya London; gaya jenis kedua disebut dengan gaya dipol-dipol induksian; gaya
jenis ketiga disebut dengan gaya dipol-dipol. Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol-dipol yang
terkuat. Semua gaya antarmolekul tersebut secara kolektif disebut dengan gaya van der Waals.
Ikatan hydrogen termasuk dalam gaya dipol-dipol sehingga ikatan hydrogen merupakan
salah satu dari gaya van der Waals. Akan tetapi ikatan hydrogen kadang-kadang dianggap tidak
termasuk dalam gaya van der Waals karena kekuatannya cenderung paling besar dibandingkan
dengan gaya-gaya antarmolekul yang lain.
1
Gambar 1. Pembagian Gaya Antar Molekul
Gaya London
Terjadinya Gaya London antara molekul-molekul monoatomik dapat dijelaskan dengan dua
versi. Versi pertama, karena elektron selalu dalam keadaan bergerak maka pada suatu saat yang
sangat singkat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron. Bentuk awan elektron dianggap
mengalami deviasi dari simetri bola. Hal ini menyebabkan pusat muatan positif dan pusat muatan
negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat (instantaneous dipol) atau dipol
sekejap seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
2
Dalam waktu yang sangat singkat dipol sesaat ini akan hilang tetapi kemudian timbul
kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini dianggap terjadi secara terus-menerus dan
bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar sejenis atau berbeda, maka molekul
dengan dipol sesaat ini akan menginduksi (mengimbas) molekul tersebut sehingga terjadi dipol
induksian (induced dipol) atau dipol imbasan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Setelah pada dua molekul tersebut terbentuk dipol sesaat dan dipol induksian, maka antara
keduanya terjadi gaya tarik elektrostatik yang disebut dengan gaya London.
Versi kedua, apabila dua molekul monoatomik nonpolar dengan elektron-elektron dalam
kedudukan simetris saling mendekati, maka terjadi gaya tarik inti molekul sebelah kanan
terhadap elektron-elektron pada molekul sebelah kiri (Gambar 4 atas) sehingga kedudukan
elektron-elektron pada molekul sebelah kiri tidak lagi simetris dan padanya terjadi dipol sesaat
(Gambar 4 tengah). Pada kondisi tersebut awan elektron molekul kiri tidak lagi memiliki simetri
bola. Molekul kiri dengan dipol sesaat ini menginduksi molekul sebelah kanan sehingga
kedudukan elektron-elektron pada molekul sebelah kanan tidak lagi simetris dan padanya terjadi
dipol induksian (Gambar 4 bawah). Pada kondisi tersebut awan elektron molekul kanan tidak
lagi memiliki simetri bola. Setelah pada dua molekul tersebut terbentuk dipol sesaat dan dipol
induksian, maka antara keduanya terjadi gaya London.
3
Gambar 4. Terjadinya Gaya London antara
Molekul-Molekul Nonpolar, Versi Kedua
Pada waktu terjadi polarisasi, elektron-elektron dan inti atom dalam suatu molekul
mengalami perpindahan dari posisi rata-ratanya. Mudah atau tidaknya dipol sesaat atau dipol
induksian terbentuk pada suatu molekul tergantung kepada kemudahan awan elektronnya
untuk mengalami polarisasi. Kemudahan awan elektron suatu molekul untuk dipolarisasi
dinyatakan dengan kebolehpolaran (polarizabilities, dengan simbol dan satuan m3). Dalam
hal ini semakin mudah awan elektron suatu molekul dipolarisasi, maka kebolehpolaran
molekul tersebut semakin tinggi pula. Kebolehpolaran suatu molekul tergantung pada jumlah
dan bentuk awan elektronnya. Untuk molekul-molekul dengan bentuk yang sama,
bertambahnya jumlah elektron menyebabkan pengaruh inti atom terhadap awan elektron
semakin lemah, awan elektron semakin lunak (soft) sehingga makin mudah dipolarisasi dan
kebolehpolarannya semakin tinggi seperti ditunjukkan dengan data pada Tabel 1.
4
Tabel 1
Kebolehpolaran (10-31m3) beberapa Molekul
Zat Bentuk Zat Bentuk
Jumlah elektron dalam suatu molekul berbanding lurus dengan massa molekulnya oleh
karena itu kebolehpolaran suatu molekul semakin tinggi dengan bertambahnya massa
molekulnya. Kenaikan kebolehpolaran molekul menyebabkan semakin mudahnya molekul
tersebut membentuk dipol sesaat dan dipol induksian sehingga gaya London yang terjadi
semakin kuat.
Adanya gaya London antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu
peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah energi untuk memperbesar jarak antara
molekul-molekul nonpolar. Semakin kuat gaya London antara molekul-molekul, semakin
besar pula energi yang diperlukan untuk terjadinya peleburan dan pendidihan.
Kebolehpolaran molekul-molekul yang berisomer tergantung kepada bentuknya. Dalam
hal ini semakin tinggi tingkat simetri suatu molekul, maka awan elektronnya akan semakin
sulit untuk dipolarisasi sehingga kebolehpolarannya semakin rendah, akibatnya dipol sesaat
pada molekul tersebut semakin sulit terbentuk. Molekul n-pentana dan neopentana
merupakan senyawa yang berisomer tetapi dengan bentuk awan elektron yang berbeda.
Molekul n-pentana yang berbentuk lurus awan elektronnya dapat dianggap berbentuk
silinder, sedangkan neopentana yang berbentuk tetrahedral awan elektronnya dapat dianggap
berbentuk bola. Karena bola lebih simetri daripada silinder, maka awan elektron n-pentana
lebih mudah dipolarisasi daripada awan elektron neopentana, kebolehpolaran n-pentana lebih
tinggi daripada kebolehpolaran neopentana. Akibatnya pada molekul n-pentana lebih mudah
terbentuk dipol sesaat atau dipol induksian dibandingkan pada molekul neopentana.
Mudahnya dipol sesaat dan dipol induksian terbentuk akan memperbesar kekuatan gaya
London yang terjadi.
5
Untuk molekul yang berisomer, selain ditentukan oleh kemudahan terbentuknya dipol
sesaat, terbentuknya dipol induksian juga ditentukan oleh luas permukaan sentuhan antara
molekul-molekul. Semakin luas permukaan sentuhan (kontak) antara molekul-molekul, maka
induksian semakin mudah terjadi sehingga dipol induksian makin mudah terbentuk. Apa pun
posisi molekul-molekul saat bersentuhan, luas permukaan sentuhan antara molekul-molekul
n-pentana selalu lebih besar dibandingkan luas permukaan sentuhan antara molekul-molekul
neopentana seperti ditunjukkan salah satu posisinya pada Gambar 5. Hal ini menyebabkan
timbulnya dipol induksian pada molekul n-pentana cenderung lebih mudah dibandingkan
pada molekul neopentana. Baik dipol sesaat maupun dipol induksian lebih mudah terbentuk
pada molekul-molekul n-pentana dibandingkan pada molekul-molekul neopentana.
Akibatnya gaya London antara molekul-molekul n-pentana lebih kuat dibandingkan gaya
London antara molekul-molekul neopentana, sehingga titik didih n-pentana lebih tinggi
dibandingkan titik didih neopentana.
Gambar 5. Persentuhan antara (a) Dua Molekul n-Pentana; dan (b) Dua Molekul Neopentana
6
Secara umum dapat dinyatakan bahwa titik didih senyawa-senyawa yang berantai lurus lebih
tinggi dibandingkan titik didih senyawa-senyawa bercabang isomernya.
Gaya London merupakan gaya yang lemah. Kekuatannya 1 sampai 10 kJ/mol. Meskipun
demikian gaya ini amat penting, karena tanpa adanya gaya London senyawa-senyawa nonpolar
tidak mungkin dapat dicairkan
Gaya Dipol-Dipol
Dalam fase cair, molekul-molekul polar cenderung membentuk susunan di mana pusat
muatan positifya dekat dengan pusat muatan negatif molekul-molekul polar yang lain.
Sebaliknya, pusat muatan negatifnya dekat dengan pusat muatan positif molekul-molekul
polar yang lain seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
7
Gambar 7. Gaya Tarik dan Gaya Tolak
antara Molekul-Molekul Polar
Dalam posisi ini gaya tarik antara molekul-molekul lebih kuat daripada gaya tolaknya.
Karena dalam fase cair molekul-molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu dengan yang
lain, maka posisi molekul-molekul selalu berubah namun pusat muatan positif dari satu
molekul tetap berdekatan dengan pusat muatan negatif molekul-molekul yang lain, begitu
juga sebaliknya. Kenaikan energi termal molekul menyebabkan tumbukan antara molekul-
molekul semakin sering terjadi dan susunan molekul-molekul menjadi semakin acak
(random). Kekuatan gaya tarik antara molekul-molekul semakin berkurang, sedangkan
kekuatan gaya tolaknya bertambah, akan tetapi kekuatan gaya tarik antara molekul-molekul
masih lebih tinggi daripada kekuatan gaya tolaknya. Pada waktu temperatur mencapai titik
didih cairan maka kekuatan gaya tarik dan gaya tolak adalah seimbang, cairan mulai
mendidih.
Dalam fase padat susunan molekul-molekul polar lebih teratur daripada susunannya
dalam fase cair. Dalam kristal molekuler, molekul-molekul yang ada tersusun secara teratur
dan berulang. Dari banyak susunan teratur dan berulang ini, dua di antaranya diberikan pada
Gambar 8.
8
Gambar 8. Dua Model Susunan Teratur dan Berulang Molekul-Molekul Polar
dalam Kristal Molekuler
Susunan (a) cenderung diadopsi oleh molekul-molekul polar yang ramping, sedangkan
susunan (b) cenderung diadopsi oleh molekul-molekul polar yang gemuk. Kekuatan gaya
dipol-dipol adalah 3 sampai 4 kj/mol (McMurry & Fay, 2004:391).
Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol-dipol yang paling kuat. Energi ikatan hidrogen
adalah antara 4 sampai 45 kj/mol (Lee, 1991: 255), jauh lebih lemah daripada energi ikatan
ionik atau ikatan kovalen yang besarnya antara 400 sampai 500 kj/mol. Meskipun energi
ikatan hidrogen lemah, akan tetapi ikatan ini sangat penting untuk kehidupan organisme di
dunia. Seandainya antara molekul-molekul air tidak terjadi ikatan hidrogen, maka pada
tekanan 1 atm air akan mendidih pada suhu sekitar -100C sehingga tidak memungkinkan
akan terjadinya kehidupan organisme di bumi.
Ikatan hidrogen terjadi apabila atom hidrogen terikat oleh dua atau lebih atom lain (pada
umumnya hanya dua atom) yang memiliki keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O, dan
F. Andaikata A dan B merupakan atom-atom yang memiliki keelektronegatifan tinggi, dan
atom hidrogen terikat pada kedua atom tersebut seperti ditunjukkan pada model di bawah ini.
AHB
9
Apabila jarak A-H Iebih_pendek dibandingkan jarak H-B, maka ikatan A-H merupakan
ikatan kovalen. Ikatan H-B merupakan ikatan hidrogen apabila jaraknya lebih kecil dari
jumlah jari-jari van der Waals atom H dan atom B. Sebaliknya, bila jarak H-B sama atau
lebih besar dari jumlah jari-jari van der Waals atom H dan atom B, maka jarak H-B disebut
jarak untuk interaksi tanpa ikatan (nonbonded interaction). Pada Tabel 2 diberikan jari-jari
van der Waals beberapa unsur.
Pada ion HF2-, ikatan antara atom H dengan salah satu atom F merupakan ikatan kovalen,
sedangkan ikatan dengan atom F yang lain adalah ikatan hidrogen. Dari hasil eksperimen
diperoleh jarak antara atom H dengan dua atom F tersebut sama, yaitu 227 pm dengan sudut
ikatan F-H-F sebesar 180 dan pada atom H terdapat pusat simetri. Hal itu terjadi karena adanya
resonansi antara ikatan kovalen dan ikatan hidrogen dalam ion tersebut.
10
sama. Ikatan hidrogen simetrik teramati pada ion HF2- yang terdapat dalam garam-garam
KHF2 dan NaHF2. Ikatan jenis ini juga teramati pada dimer asam format, asam asetat dan
asam benzoat. Ikatan hidrogen simetrik ini dapat terjadi karena adanya resonansi antara
ikatan kovalen dan ikatan hidrogen dalam dimer tersebut.
Gambar 10. Resonansi Ikatan Hidrogen pada Asam Format, Asetat, dan Benzoat
Ikatan hidrogen asimetrik terjadi bila ikatan-ikatan antara atom hidrogen dengan dua atom
lain yang memiliki keelektronegatifan tinggi memiliki panjang yang berbeda. Ikatan ini teramati
pada dimer air, (H2O)2/ dan dimer hidrogen fluorida, (HF)2/seperti ditunjukkan pada Gambar 1l.
11
Gambar 12. Ikatan Hidrogen Intramolekul pada
(a) o-Nitrofenol, (b) o-Nitroanilina, dan (c) o-Metil Salisilat
Pada beberapa senyawa seperti amonium hidroksida dan turunannya dapat terjadi ikatan
hidrogen antara ion amonium dengan ion hidroksil, seperti ditunjukkan pada Gambar 13.
Ikatan hidrogen tersebut merupakan ikatan hidrogen intramolekul, akan tetapi mungkin lebih
tepat bila disebut ikatan hidrogen antarion.
Ikatan hidrogen antarmolekul terjadi antara 2 molekul atau lebih. Contohnya, ikatan
hidrogen pada dimer air dan dimer hidrogen fluorida yang diberikan pada Gambar 11, dan
antara sebuah molekul air dengan empat molekul air yang lain yang ada di dekatnya seperti
ditunjukkan pada Gambar 15.
12
Gambar 14. H3NHF dan (HF)6
Pada air cair, setiap molekul air dapat membentuk maksimal empat ikatan hidrogen
antarmolekul dengan empat molekul air yang berada di dekatnya. Dua ikatan hidrogen terbentuk
melalui dua atom H dan dua ikatan hidrogen yang lain terbentuk melalui dua pasangan elektron
bebas yang terdapat pada atom oksigen. Panjang ikatan hidrogen pada air cair sekitar 177 pm.
13
Dalam fase cair setiap molekul alkohol dapat membentuk dua ikatan hidrogen antarmolekul
dengan dua molekul alkohol yang berada di dekatnya, masing-masing melalui atom oksigen dan
atom hidrogennya seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Dalam fase cair amina primer dan amina
sekunder juga dapat membentuk dua ikatan hidrogen antarmolekul, masing-masing melalui atom
nitrogen dan atom hidrogennya seperti ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambarl 17. Ikatan Hidrogen pada Amina Primer (R = H atau R' = H) dan Amina Sekunder\
Amina tersier tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antarmolekul karena tidak memiliki atom
hidrogen yang terikat pada atom nitrogen.
Ion-ion bikarbonat dalam padatan NaHCO3 membentuk ikatan hidrogen seperti ditunjukkan
pada Gambar 19.
Ikatan hidrogen pada es merupakan ikatan hidrogen 3-dimensi dengan struktur seperti
ditunjukkan pada Gambar 21 (a) dan (b). Setiap molekul air pada es membentuk 4 ikatan
hidrogen antarmolekul dengan empat molekul air yang ada di dekatnya. Molekul-molekul air
melalui ikatan-ikatan hidrogen antarmolekul tersebut membentuk jaringan 3 dimensi
(Gambar 21 a dan b) yang di dalamnya terdapat lorong-lorong (Gambar 21 b) berupa ruang
15
kosong. Adanya ruang kosong ini menyebabkan es menjadi lebih ringan dari air sehingga
bisa mengapung di atas permukaan air.
Hidrat
Garam-garam tertentu yang anionnya berukuran besar sering kali di dalam kristalnya
terdapat molekul-molekul air seperti CuSO4.5H2O, Mg(ClO4)2.6H2O, FeSiF6.6H2O, dan
Na4XeO6.8H2O. Garam-garam yang mengandung molekul-molekul air tersebut disebut dengan
hidrat yang cenderung bersifat stabil dan memiliki bentuk kristal tertentu. Molekul-molekul air
yang ada di dalam hidrat disebut air hidrat atau air kristal. CuSO4, Mg(ClO4)2, FeSiF6 dan
Na4XeO6 tak terhidrat adalah amorf atau tidak memiliki bentuk kristal. Apabila struktur dari
senyawa yang mengandung molekul-molekul air tersebut belum diketahui, maka penulisan
rumus senyawanya adalah dengan menuliskan rumus dari garam, diikuti dengan titik, lalu jumlah
molekul air diikuti dengan rumus dari air. Apabila struktur dari hidrat telah diketahui, maka
rumus senyawa dapat dituliskan secara lebih jelas, maksudnya anion dan molekul air yang
berlaku sebagai ligan harus ditulis secara berbeda letaknya dengan anion dan molekul-molekul
air yang tidak berlaku sebagai ligan. Sebagai contoh struktur dari CuSO4.5H2O berdasarkan studi
dengan metode difraksi sinar-X adalah seperti pada Gambar 22.
Dari Gambar 22 diketahui bahwa ion sulfat berlaku sebagai ligan dengan dua atom oksigen
terikat pada atom pusat yang berbeda, empat molekul air juga berlaku sebagai ligan dan sisanya
bukan ligan sehingga penulisan rumus senyawanya adalah [Cu(O2SO2)(H2O)4].H2O. Molekul air
yang bukan ligan terikat melalui empat ikatan hidrogen dengan atom-atom oksigen dari ion
16
sulfat dan atom-atom hidrogen dari dua molekul air. Adanya molekul air yang kelima tersebut
menyebabkan tolakan antara ion-ion sulfat yang ukurannya besar dapat diminimalkan. Fakta ini
menunjukkan bahwa molekul air kelima pada senyawa tersebut berfungsi untuk menstabilkan
kisi kristal yang ada.
Apabila hidrat tersebut dipanaskan, maka molekul air kelima akan terlepas lebih dulu dari
hidrat karena ia hanya berikatan hidrogen, empat molekul air yang lain terikat pada atom pusat
dengan ikatan kovalen koordinasi dengan kekuatan ikatan yang lebih besar daripada kekuatan
ikatan hidrogen. Oleh karena itu, empat molekul air tersebut baru lepas dari hidrat setelah
molekul air yang kelima lepas. Peristiwa lepasnya molekul-molekul air dari hidrat tersebut
disebut dengan pelapukan atau efloresensi.
Klatrat
Molekul-molekul air dapat membentuk berbagai polihedra, salah satunya adalah pentagonal
dodekahedral seperti diberikan pada Gambar 23.
17
Gambar 24. Dua Macam Molekul Air pada Puncak Pentagonal Dodekahedral yang Dapat
Berikatan Hidrogen Antarmolekul dengan Molekul Air pada Pentagonal Dodekahedral di
Dekatnya (a) Melalui Atom H dan (b) Melalui PEB
Melalui sisa atom H dan sisa pasangan elektron bebas tersebut suatu polihedra dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan polihedra-polihedra di dekatnya. Oleh karena itu, dalam zat
padat polihedra-polihedra tersebut dapat membentuk suatu struktur atau bangunan besar yang di
dalamnya banyak terdapat ruang kosong. Molekul-molekul tamu (guest molecules) seperti Ar,
Kr, Xe, CH4, C12, dan molekul-molekul kecil yang lain dapat menempati sebagian ruang-ruang
kosong (voids) tersebut sehingga diperoleh suatu material yang disebut klatrat (clathrat). Dalam
klatrat polihedra-polihedra berfungsi sebagai molekul inang (host), sedangkan molekul-molekul
kecil di dalamnya berlaku sebagai tamu, sehingga klatrat termasuk salah satu dari golongan
senyawa inang tamu (guest-host compound). Jumlah ruang kosong yang ditempati oleh
molekul-molekul tamu bervariasi sehingga formula klatrat yang diperoleh bervariasi pula. Salah
satu contoh formula dari klatrat adalah 6X.46H2O (X=molekul tamu). Mengingat molekul-
molekul tamu tersebut cenderung merupakan molekul-molekul nonpolar, maka gaya yang
bekerja antara tamu dan inangnya adalah gaya dipol-dipol induksian.
Polihedra-polihedra yang terdapat pada klatrat dapat tersusun atas molekul-molekul air
dengan jumlah yang berbeda sehingga volume ruang kosong yang terdapat di dalam polihedra
juga bervariasi. Oleh karena itu, secara praktis klatrat dapat digunakan untuk menyerap molekul-
molekul dengan ukuran tertentu.
18
Tabel 3.
Perbandingan Kekuatan Gaya Antamolekul
Gaya antarmolekul Kekuatan (kj/mol)
Gaya London 1-10
Gaya dipol-dipol 3-4
Ikatan hidrogen 4-45
Antara molekul-molekul polar tidak hanya terjadi gaya dipol-dipol. Seandainya antara
molekul-molekul HBr atau molekul-molekul HC1 dalam cairannya hanya terjadi gaya dipol-
dipol maka titik didih HC1 > HBr karena kepolaran HC1 > HBr. Fakta eksperimen menunjukkan
bahwa titik didih HBr > HCl. Hal ini menunjukkan bahwa selain gaya dipol-dipol, juga terjadi
gaya antarmolekul yang lain. Gaya ini kekuatannya dipengaruhi oleh banyaknya elektron dalam
molekul atau besarnya massa molekul zat.
Gaya yang kekuatannya tergantung pada jumlah elektron dalam molekul atau besarnya
massa molekul zat adalah gaya London. Jadi, antara molekul-molekul polar selain terjadi gaya
dipol-dipol juga terjadi gaya London. Antara molekul polar dan molekul nonpolar selain terjadi
gaya dipol-dipol induksian juga terjadi gaya London. Antara molekul-molekul yang berikatan
hidrogen antarmolekul juga terjadi gaya London. Antara molekul-molekul nonpolar hanya terjadi
gaya London. Persentase masing-masing gaya antarmolekul yang terjadi pada beberapa senyawa
diberikan pada Tabel 4.
Tabel 4.
Persentase Gaya Antarmolekul pada Beberapa Senyawa
(Sumber: Petrucci, & Harwood, 1993,452)
Momen % gaya % gaya
Senyawa Mr
dipol (D) London dipol-dipol
F2 38,00 0 100 0
HC1 36,46 1,08 81,4 18,6
HBr 80.92 0,82 94,5 5,5
HI 127,91 0,44 99,5 0,5
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan semakin berkurangnya kepolaran molekul
atau berkurangnya momen dipol molekul, maka kontribusi dari gaya London semakin
meningkat, sebalikny a kontribusi dari gaya dipol-dipol semakin berkurang. Kontribusi dari gaya
London juga bertambah dengan kenaikan massa molekul zat. Kekuatan masing-masing gaya
antarmolekul yang terjadi pada beberapa zat diberikan pada Tabel 5.
19
Tabel 5. Kekuatan Gaya Antarmolekul (kJ/mol)
pada Beberapa Senyawa (Sumber: Kask, & Rawn, 1993,420)
Momen gaya dipol-dipol atau ikatan gaya London
Senyawa Mr
dipol (D) hidrogen (kj/mol) (kj/mol)
Pengecilan sudut ikatan A-H-B menyebabkan tolakan antara dua pasangan elektron pada
kulit valensi atom hidrogen semakin kuat, ikatan hidrogen HB semakin panjang dan semakin
20
lemah. Kekuatan ikatan hidrogen semakin berkurang dengan semakin kecilnya sudut ikatan A-H-
B.
Kekuatan ikatan hidrogen semakin bertambah bila terjadi resonansi ikatan kovalen dengan
ikatan hidrogen yang ada seperti teramati pada ion HF2- yang resonansinya ditunjukkan pada
Gambar 9. Jarak van der Waals AB dan panjang ikatan hidrogen HB pada ikatan-ikatan
hidrogen yang biasa dijumpai diberikan pada Tabel 6.
Tabel 6.
Jarak van der Waals AB dan Panjang Ikatan Hidrogen HB
(SumberHuheey,Keiter,&Keiter, 1993,301)
A-H B Jarak van der Waals A---B Panjang ikatan hidrogen H B
(pm) (pm)
Teoretis Eksperimen Teoretis Eksperimen
F-H-F 270 240 260 120
O-H-O 280 270 260 170
O-H-F 280 270 260 170
O-H-N 290 280 270 190
N-H-O 290 290 260 200
N-H-F 290 280 260 190
N-H-N 300 310 270 220
C-H-O 300 320 260 230
Gaya antarmolekul, baik berupa gaya London, gaya dipol-dipol induksian, gaya dipol-dipol,
maupun ikatan hidrogen dapat memengaruhi sifat fisika zat, seperti entalpi penguapan, titik
lebur, titik didih, tekanan uap, dan kekentalan.
Pengaruh Gaya Antarmolekul Terhadap Titik Didih dan Titik Lebur Zat
Bertambah besarnya kekuatan gaya antarmolekul menyebabkan bertambah tingginya titik
lebur dan titik didih zat. Untuk gas-gas mulia yang bersifat nonpolar, maka gaya antarmolekul
yang terjadi sepenuhnya berupa gaya London. Bertambah banyaknya elektron dalam gas mulia
atau dengan bertambahnya massa atom gas mulia menyebabkan dipol sesaat maupun dipol
induksian pada gas mulia semakin mudah terbentuk, yang diikuti dengan bertambah kuatnya
gaya London yang terjadi. Akibatnya, titik lebur dan titik didih gas mulia bertambah tinggi
21
seiring dengan bertambah banyaknya elektron dalam gas mulia atau dengan bertambahnya massa
atom gas mulia seperti ditunjukkan dan pada Gambar 25. Fakta yang sama juga teramati pada
titik lebur dan titik didih dari EH4 (E = C, Si, Ge, Sn) yang berbentuk tetrahedral dan bersifat
nonpolar.
Gambar 25. (a) Titik Lebur dan (b) Titik Didih beberapa Senyawa Hidrida dari
Unsur-Unsur Golongan 14,15,16, dan 17, serta Unsur-Unsur Golongan 18
Adanya ikatan hidrogen antarmolekul menyebabkan titik lebur dan titik didih H2O lebih
tinggi daripada titik lebur dan titik didih senyawa-senyawa segolongannya (H2S, H2Se, dan
H2Te). Kepolaran H2S > H2Se > H2Te, sedangkan massa molekul H2S < H2Se < H2Te. Hal itu
menyebabkan kontribusi gaya dipol-dipol antara molekul-molekul H2S > H2Se > H2Te,
sebaliknya kontribusi gaya London antara molekul-molekul H2S < H2Se < H2Te. Diperolehnya
fakta bahwa titik lebur dan titik didih H2S < H2Se < H2Te menunjukkan bahwa dengan
bertambah banyaknya elektron dalam senyawa atau dengan bertambahnya massa molekul
senyawa, kontribusi gaya London lebih dominan daripada kontribusi dari gaya dipol-dipol.
Adanya ikatan hidrogen juga menyebabkan titik lebur NH3 lebih tinggi daripada titik lebur
senyawa-senyawa segolongannya (PH3, AsH3, dan SbH3). Titik didih NH3 juga lebih tinggi
daripada titik didih PH3 dan AsH3 akan tetapi masih lebih rendah daripada titik didih SbH3. Hal
ini juga menunjukkan adanya dominasi gaya London daripada gaya dipol-dipol dengan
22
bertambah banyaknya elektron dalam senyawa atau dengan bertambahnya massa molekul
senyawa.
Berdasarkan perbedaan keelektronegatifan atom N, O dan F, maka kekuatan ikatan hidrogen
yang terbentuk akan berbeda pula. Mengingat keelektronegatifan atom F > O > N, maka untuk
setiap ikatan hidrogen, kekuatan ikatan hidrogen HF > HO > HN. Diperolehnya fakta
bahwa titik didih H2O > HF > NH3 disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen antarmolekul
yang dapat dibentuk oleh setiap molekul H2O, HF, atau NH3.
Dalam fase cair, H2O dengan 2 atom hidrogen dan 2 PEB mampu membentuk 4 ikatan
hidrogen antarmolekul dengan 4 molekul H2O yang lain yang ada di dekatnya. Sebaliknya, HF
(dengan 1 atom hidrogen dan 3 PEB) dan NH3 (dengan 3 atom hidrogen dan 1 PEB) hanya
mampu membentuk 2 ikatan hidrogen antarmolekul dengan molekul-molekul sejenis yang ada di
dekatnya. H2O dengan 4 ikatan hidrogen antarmolekul memiliki total gaya antarmolekul yang
lebih kuat daripada HF atau NH3 yang hanya dapat membentuk 2 ikatan hidrogen antarmolekul.
Akibatnya, titik didih H2O > HF > NH3. Titik didih HF > NH3 karena kekuatan ikatan hidrogen
HF > HN dan keduanya hanya mampu membentuk 2 ikatan hidrogen antarmolekul.
Dalam fase padat H2O tetap dapat membentuk 4 ikatan hidrogen antarmolekul, sedangkan
HF dan NH3 hanya mampu membentuk 2 ikatan hidrogen antarmolekul. Oleh karena itu, titik
lebur H2O masih lebih tinggi daripada titik lebur HF atau NH3. Titik lebur NH3 > HF. Hal ini
mungkin berkaitan dengan kemasan (packing) molekul-molekul tersebut di dalam kisi kristalnya.
Senyawa-senyawa yang berisomer memiliki gaya antarmolekul dengan kekuatan yang
berbeda, misalnya untuk cis- dan trans-l,2-dikloroetilena. Cis-1,2-dikloroetilena merupakan
molekul polar sedangkan trans-l,2dikloroetilena merupakan molekul nonpolar. Gaya
antarmolekul yang terjadi antara molekul-molekul cis-1,2-dikloroetilena adalah gaya dipol-dipol
dan gaya London, sedangkan antara molekul-molekul trans-l,2-dikloroetilena adalah gaya
London. Untuk senyawa yang berisomer, gaya antarmolekul senyawa-senyawa polar selalu lebih
kuat dibandingkan gaya antarmolekul senyawa-senyawa nonpolar. Oleh karena itu, titik didih
cis-1,2-dikloroetilena lebih tinggi daripada titik didih trans-l,2-dikloroetilena. Fenomena yang
sama juga teramati pada titik didih dari o-diklorobenzena dan p-diklorobenzena. o-
diklorobenzena bersifat polar, sedangkan p-diklorobenzena bersifat nonpolar. Gaya antara
molekul-molekul o-diklorobenzena adalah gaya dipol-dipol dan gaya London, sedangkan antara
molekul-molekul p-diklorobenzena adalah gaya London. Titik didih o-diklorobenzena lebih
23
tinggi daripada titik didih p-diklorobenzena seperti ditunjukkan pada data yang tercantum dalam
Tabel 7.
Tabel 7.
Titik Didih Senyawa Polar dan Senyawa Nonpolar yang Berisomer
Senyawa Titik didih (C)
cis-l,2-dikloroetilena 60,3
trans-l,2-dikloroetilena 47,5
o-diklorobenzena 179
p-diklorobenzena 174
Untuk senyawa-senyawa yang berisomer, isomer yang dapat membentuk ikatan hidrogen
antarmolekul gaya antarmolekulnya selalu lebih kuat daripada isomernya yang tidak dapat
membentuk ikatan hidrogen antarmolekul. Akibatnya, titik lebur dan titik didih isomer yang
dapat membentuk ikatan hidrogen antarmolekul selalu lebih tinggi daripada titik lebur dan titik
didih isomernya yang tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antarmolekul, seperti yang
teramati pada alkohol dan eter. Titik lebur dan titik didih alkohol selalu lebih tinggi daripada titik
lebur dan titik didih eter isomernya karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen
antarmolekul sedangkan eter tidak dapat. Fenomena ini ditunjukkan dengan data titik lebur dan
titik didih beberapa alkohol dan eter isomernya yang tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8.
Titik Lebur dan Titik Didih Beberapa Alkohol dan Eter Isomernya
Senyawa Titik lebur (C) Titik didih (C)
Molekul p-nitrofenol, p-nitroanilina, dan p-metil salisilat tidak dapat membentuk ikatan
hidrogen intramolekul karena jarak antara atom-atom yang terlibat dalam pembentukan ikatan
tersebut terlalu jauh seperti ditunjukkan pada Gambar 27.
Gambar 27. Molekul: (a) p-Nitrofenol; (b) p-Nitroanilina; dan (c) p-Metil Salisilat
t.l. (C) t.d. (C) t.l. (C) t.d. (C) t.l. (C) t.d. (C)
26
Senyawa-senyawa nonpolar seperti hidrokarbon gaya antarmolekulnya bertambah dengan
bertambah panjangnya rantai karbon. Oleh karena itu, entalpi penguapannya juga bertambah
dengan bertambah panjangnya rantai karbon.
Air yang gaya antarmolekulnya lebih kuat daripada amoniak, entalpi penguapannya lebih
besar daripada entalpi penguapan amoniak. Fakta-fakta tersebut ditunjukkan dengan data yang
tercantum pada Tabel 10.
Tabel 10.
Entalpi Penguapan (Hv) Beberapa Zat
(Sumber: Brady, Russell, & Holum, 2000,494)
Cairan HV (kj/mol) Jenis gaya antar molekul yang ada
F2 5,9 Gaya London
C12 10,0 Gaya London
Br2 15,0 Gaya London
I2 22,0 Gaya London ^
HCl 15,6 Dipol-dipol dan gaya London
SO2 24,3 Dipol-dipol dan gaya London
CH4 8,16 Gaya London
C2H6 15,1 Gaya London
C3H8 16,9 Gaya London
H2O 43,9 Ikatan hidrogen dan gaya London
NH3 21,7 Ikatan hidrogen dan gaya London
27
dikloroetilena, akibatnya tekanan uap dari cis-l,2-dikloroetilena lebih rendah daripada tekanan
uap dari trans-1,2-dikloroetilena.
Tekanan uap zat juga ditentukan oleh mudah tidaknya zat tersebut membentuk ikatan
hidrogen intramolekul. Untuk asam hidroksibenzoat, kemudahan dalam membentuk ikatan
hidrogen intramolekul dari asam o-hidroksibenzoat > asam m-hidroksibenzoat > asam p-
hidroksibenzoat. Sebaliknya, kemudahan dalam membentuk ikatan hidrogen antarmolekul dari
asam o-hidroksibenzoat < asam m-hidroksibenzoat < asam p-hidroksibenzoat. Kekuatan gaya
antarmolekul dari asam o-hidroksibenzoat < asam m-hidroksibenzoat < asam p-hidroksibenzoat.
Kemudahan menguap dari asam o-hidroksibenzoat > asam m-hidroksibenzoat > asam p-
hidroksibenzoat. Akibatnya tekanan uap dari asam o-hidroksibenzoat > asam m-hidroksibenzoat
> asam p-hidroksibenzoat. Perbandingan besarnya tekanan uap dari asam o-hidroksibenzoat,
asam m-hidroksibenzoat, dan asam p-hidroksibenzoat adalah 1320:5:1.
28
Tabel 11. Kekuatan Gaya Antarmolekul dan Misibilitas
Gaya antarmolekul Contoh
Pada contoh tersebut tampak bahwa dua zat cenderung larut sempurna apabila: (1) baik zat
terlarut maupun pelarut bersifat nonpolar; atau (2) baik zat terlarut maupun pelarut bersifat polar.
Hal ini terjadi karena gaya antarmolekul antara senyawa-senyawa sejenis cenderung memiliki
kekuatan yang sama. Kecenderungan ini menyebabkan munculnya kaidah "like dissolves like".
29
kecenderungan bahwa tetapan dielektrik zat semakin besar dengan semakin kuatnya gaya
antarmolekul yang terjadi pada zat tersebut.
Kenaikan temperatur akan memperbesar jarak antara molekul-molekul baik dalam fase
padat, cair, maupun gas sehingga kekuatan gaya antarmolekul berkurang. Akibatnya tetapan
dielektrik zat juga berkurang. Untuk air, tetapan dielektriknya adalah 88,0 pada suhu 0C, 78,54
pada suhu 25C, dan 55,3 pada suhu 100C.
30
ikatan hidrogen antarmolekul dengan atom-atom oksigen dari SiO2 yang terdapat pada pipa
kapiler. Gaya ikat yang terjadi dikenal sebagai adhesi (adhesion) karena terjadi antara molekul-
molekul yang berbeda. Di samping itu, molekul-molekul air tersebut juga mengadakan ikatan
hidrogen antarmolekul dengan molekul-molekul air yang tidak menempel pada dinding pipa
kapiler. Gaya ikat yang terjadi dikenal sebagai kohesi (cohesion), karena terjadi antara molekul-
molekul sejenis. Karena adhesi lebih kuat daripada kohesi, maka permukaan air dalam pipa
kapiler menjadi cekung.
Atom-atom raksa yang dekat dengan pipa kapiler mengadakan gaya tarik dengan SiO2 dari
pipa kapiler. Gaya tarik ini disebut adhesi. Di samping itu, atom-atom raksa tersebut
mengadakan gaya London dengan atom-atom raksa yang tidak menempel pada dinding pipa
kapiler. Gaya tarik ini disebut dengan kohesi. Karena adhesi lebih lemah dibandingkan kohesi
maka permukaan raksa dalam pipa kapiler menjadi cembung.
Gambar 28. Gaya Antarmolekul yang Terjadi pada Molekul yang Terdapat pada Permukaan
Cairan (A) dan pada Molekul yang Terdapat Tidak pada Permukaan Cairan (B)
Molekul-molekul yang tidak terdapat pada permukaan cairan dapat dianggap mengalami
gaya tarik dengan molekul-molekul lain ke segala arah, sedangkan molekul yang terdapat pada
permukaan cairan mengalami gaya tarik dengan molekul-molekul lain yang arahnya ke samping
dan ke dalam cairan saja. Molekul-molekul yang terdapat pada permukaan cairan tertarik dengan
kuat ke dalam cairan sehingga jumlah molekul yang terdapat pada permukaan cairan menjadi
31
minimal. Hal ini mengakibatkan luas permukaan tetesan menjadi minimal. Luas permukaan yang
minimal ini terjadi bila permukaan tetesan cairan merupakan permukaan bola. Oleh karena itu,
tetesan cairan cenderung mengadopsi bentuk bola.
a b c
Gambar 29. Amonium Hidroksida (a) dan Dimetilamonium Hidroksida (b) dengan Ikatan
Hidrogen Interionik dan Tetrametilamonium Hidroksida (c) tanpa Ikatan Hidrogen Interionik
Sumber: Effendy. 2010. Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul. Malang:
Bayumedia Publishing.
33