Anda di halaman 1dari 88

COVER SESUAI BUKU CETAKAN PERTAMA

PANDUAN

PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI

Penulis: Drs. Bhinukti Prapto Nugroho

Tim Penyusun:
Dr. Ir. Ugay Sugarmansyah, MS
Dr. Ir. Asep Husni Yasin Rosadi
Dr. Socia Prihawantoro, SE, ME
Dr. Ir. Dyan Vidyatmoko, MSc
Drs. Priyambodo D., Msi
Ir. Syaeful Karim, M. Comp.

Diterbitkan oleh:
Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi
Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT)

Alamat: Gedung 2 BPPT Lantai 13


Jl. MH Thamrin 8 - Jakarta 10340
Telepon : (021) 316 9485
Faksimili : (021) 3192 2238, 316 9416

Hak cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian


atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, termasuk memfotokopi,
merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis
dari Penulis.

Analisis, sikap/pandangan, pendapat, pemikiran/gagasan yang


disampaikan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak
harus berarti mencerminkan pandangan dan pernyataan resmi lembaga
manapun.

ISBN …………………………..

i
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

KATA PENGANTAR
Pendekatan klaster industri dalam pembangunan ekonomi,khususnya
ekonomi daerah, memungkinkan harmonisasi beragamupaya yang biasanya
terjadi sangat sektoral dan terpisah untukberfokus pada upaya terpadu dan
sinergis yang positif, serta prosesyang berkelanjutan. Pendekatan klaster
industri tersebut bisa menjadi alatyang efektif bagi kebijakan pembangunan
ekonomi daerah dankebijakan lain yang terkait, khususnya kebijakan
teknologi yangterpadu. Namun tantangan untuk mengoperasionalkannya
bagisetiap kasus-kasus spesifik di daerah tidaklah mudah mengingatmasih
belum seragamnya pemahaman tentang klaster industritersebut.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh beberapa instansi dalam
menelaah konsep Klaster industri. Akan tetapi dalam tataran implementasi
masih dirasakan perlunya peningkatan sinergi lintas pihak dalam
menerapkan Klaster industri tersebut.
Prakarsa dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk
menerbitkan buku panduan “PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI” ini
mudah-mudahan menjadi awal yang baik dalam upaya mempercepat
terwujudnya Gerakan Membangun Sistem Inovasi, Daya Saing dan Kohesi
Sosial di seluruh wilayah Nusantara (GERBANG INDAH NUSANTARA).
Disamping itu, panduan ini diharapkan dapat merumuskan langkah positif ke
depan, naik menyangkut kebijakan dan program atau tindak lanjut yang perlu
ditempuh oleh pemerintah maupun semua pihak terkait sesuai dengan peran
masing-masing.
Demikian, semoga buku ini bermanfaat

Jakarta, Februari 2011


Kepala BPPT

Dr. Ir. Marzan A. Iskandar

ii
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

PERATURAN
KEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
NOMOR : 003 / 2011
TENTANG
PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI,

Menimbang: a. bahwa pendekatan klaster industri berkembang pesat tidak


sekedar sebagai konsep tetapi juga sebagai platform nasional,
baik dalam konteks pembangunan ekonomi (nasional, daerah
dan lokal), khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) serta peningkatan daya saing;
b. bahwa peningkatan daya saing daerah saat ini membutuhkan
usaha yang sangat memakan waktu sehinga akan menghambat
pembangunan ekonomi;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Panduan
Pengembangan Klaster industri melalui Peraturan Kepala
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Mengingat: 1. Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004
(Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206);
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembar
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 4866);
4. Peraturane Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan;
5. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan

iii
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

dan Pengembangan Usaha Kecil;


6. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2005
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 52 Tahun 2005;
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144/M Tahun
2008 tentang Pengangkatan Kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi;
10. Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan
Usaha Menengah;
11. Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Nomor 170/Kp/IV/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN


TEKNOLOGI TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER
INDUSTRI

PERTAMA Panduan Pengembangan Klaster industri dimaksudkan sebagai


acuan dalam kegiatan pengembangan klaster industri oleh Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan para pemangku
kepentingan lainnya.
KEDUA Panduan Pengembangan Klaster industri ini bertujuan untuk
mendukung peningkatan daya saing daerah melalui langkah-langkah
yang sistematis sehingga tercapai hasil yang optimal.

iv
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

KETIGA Materi muatan tentang Panduan Pengembangan Klaster industri


dimuat secara lengkap dalam lampiran yang merupakan bagian
yangtidak terpisahkan dari peraturan ini.

KEEMPAT Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Peraturan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Februari 2011

Kepala Badan Pengkajian dan


Penerapan Teknologi

Dr. Ir. Marzan A. Iskandar

v
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR i
PERATURAN KEPALA BPPT ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Konsep Klaster industri 1
1.2. Definisi Klaster industri 3
1.3. Keterkaitan Konsep Klaster industri Dengan 7
Peningkatan Daya Saing Industri
BAB II STRATEGI PENGEMBANGANKLASTER INDUSTRI 9
2.1. Kerangka Umum Pengembangan 18
2.2. Aktivitas Awal Inisiatif atau Prakarsa Pengembangan 10
2.3. Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan 12
2.4. Implementasi 13
2.5. Pemantauan, Evaluasi Dan Proses Perbaikan 13
BAB III TAHAPAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI 15
3.1. Tahap 1: Aktivitas Awal Inisiatif / Prakarsa 15
Pengembangan
3.1.1. Kegiatan 1: Inisiasi 15
3.1.2. Kegiatan 2: Mengembangkan Tim Prakarsa 16
Klaster
3.1.3. Kegiatan 3: Eksplorasi/Analisis 17
3.1.4. Kegiatan 4: Identifikasi Isu-isu strategis 20
3.1.5. Kegiatan 5: Identifikasi Klaster Kunci 21

vi
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.1.6. Kegiatan 6: Konsensus Prakarsa 22


3.2. Tahap 2: Penyusunan Kerangka Dan Agenda 22
Pengembangan
3.2.1. Kegiatan 1: Kelembagaan Kolaborasi dan 23
Struktur Operasional
3.2.2. Kegiatan 2: Perumusan Strategi dan 25
Implikasi Kebijakan
3.2.3. Kegiatan3: Perencanaan Aksi 27
3.2.4. Kegiatan4: Konsensus Rencana 28
1 3.3. Tahap 3: Implementasi Klaster Industri 28
3.3.1. Kegiatan 1: Mobilisasi Sumberdaya Dan 25
Pelaksanaan Aktivitas
3.3.2 Kegiatan 2: Pencapaian Milestone 34
3.3.3. Kegiatan 3: Pengelolaan Sinergi 37
3.4. Tahap 4: Monitoring Dan Evaluasi 39
3.4.1. Kegiatan 1: Pemantauan 39
3.4.2. Kegiatan 2: Evaluasi 40
3.4.3. Kegiatan 3: Perbaikan 41
3.4.4. Kegiatan 4: Replikasi 41
BAB IV PENUTUP 43
DAFTAR KEPUSTAKAAN 45
LAMPIRAN 1: Beberapa Esensi Penting Klaster Industri L-1
LAMPIRAN 2: Daftar Istilah (GLOSARY) L-15
LAMPIRAN 3: Indikator, Data Dan Informasi Serta Metode L-18
Penentuan Sektor Inti Daerah
LAMPIRAN 4: Contoh Praktik Klaster Industri L-22

vii
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Model Generik Klaster industri


Gambar 2.1. Strategi Pengembangan / Penguatan Klaster industri

viii
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

BAB I
PENDAHULUAN

Pengembangan/penguatan klaster industri merupakanalternatif


pendekatan yang dinilai efektif untuk membangunkeunggulan daya
saing industri khususnya dan bagi pembangunandaerah pada
umumnya. Bagi pelaku ekonomi, khususnya UsahaKecil dan
Menengah, pendekatan klaster industri membantu upayayang lebih
fokus bagi terjalinnya kemitraan yang salingmenguntungkan dan
pengembangan jaringan bisnis yang luas.Sementara itu, bagi
pembuat kebijakan dan/atau pihakberkepentingan lainnya,
pendekatan ini memungkinkan potensi skalapengaruh dari kebijakan
dan program, dan cakupan dampaknyayang signifikan.
Pendekatan klaster industri berkembang pesat tidak sekedar sebagai
konsep tetapi juga sebagai platform nasional, baik dalam konteks
pembangunan ekonomi (nasional, daerah dan lokal), khususnya
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan daya
saing. Peningkatan daya saing daerah saat ini membutuhkan usaha
yang sangat memakan waktu sehingga akan menghambat
pembangunan ekonomi. Dalam rangka memperbaiki kelemahan
tersebut, mengoptimalkan pendayagunaan potensi setempat, dan
mewujudkan industri berkeunggulan kompetitif di daerah, basis
produksi dan distribusi perlu ditata kembali dan dikembangkan
secara sinergis dengan semakin bertumpu pada potensi terbaik dan
karakteristik lokal/setempat masing-masing daerah.
Disadari bahwa dengan peluang dan tantangan yang dihadapi,
dibutuhkan perubahan paradigma pembangunan. Konsep klaster
industri, merupakan suatu alternatif yang dipandang sesuai dengan
konteks dinamika perubahan yang berkembang dan keragaman
karakteristik daerah di Indonesia. Untuk menerapkan konsep klaster
industri, maka diperlukan panduan yang dapat menjadi pedoman.
BPPT sebagai lembaga pemerintah yang memiliki peran sebagai
fungsi intermediasi berupaya menerbitkan buku panduan
pengembangan klaster industri. Panduan Pengembangan Klaster

1
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

industri dimaksudkan sebagai acuan dalam kegiatan pengembangan


klaster industri.
Dokumen ini dirancang sebagai bahan panduan praktis, dan bukan
sebagai dokumen teks rujukan (referensi ilmiah). Karena itu,
beberapa hal yang dinilai terlampau teknis ataupun teoritis sedapat
mungkin tidak disampaikan di sini. Pembaca yang berminat
mendalami beragam aspek yang lebih konseptual dan mendalam,
disarankan menggalinya lebih lanjut dari literatur terkait, yang antara
lain dicantumkan pada Daftar Kepustakaan dan Lampiran.

1.1. KONSEP KLASTER INDUSTRI


Pandangan Porter mengenai klaster industri adalah hal yang paling
banyak dikutip dalam kajian-kajian yang ditemukan.
“A consequence of the system of [diamond] determinants is that a
nation’s competitive industries are not spread evenly through the
economy but are connected in what I term cluster consisting of
industries related by links of various kinds” (Porter, 1990)
Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster industri secara jelas
tetapi ia telah menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam
ekonomi global yang diringkaskan dalam kata “daya saing” dengan
klaster industri. Menurut Porter, daya saing dibentuk oleh interaksi
dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”.
Diamond dibentuk oleh (1) faktor condition, (2) demand conditions,
(3) related and supporting industries, dan (4) firm strategy, structure
and rivalry. Dia juga memasukkan 2 faktor konteks yang
berhubungan secara tidak langsung melalui: (1) role of chance dan
(2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik
mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara.
“competitive advantage in advanced industries is increasingly
determined by differential knowledge, skills and rates of innovation
which are embodied in skilled people and organizational routines”
(Porter, 1990)

2
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola


klaster industri, dimana hubungan antara bisnis (dan organisasi)
seharusnya mendukung pencapaian competitive advantage.

1.2. DEFINISI KLASTER INDUSTRI


Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk
mengembangkan industri yang bersifat luas (broad base) dan
terfokus pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya
saing internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.
Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang
dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai
mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri
dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara
tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia).
Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru.
Namun sejalan dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori
dan pengalaman empiris berbagai pihak berkembang dari waktu ke
waktu. Beragam definisi dan konsep tentang klaster industri dapat
dijumpai dalam berbagai literatur. Dari beberapa definisi tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan definisi klaster industri adalah sebagai
berikut :
Klaster industridapat didefinisikan sebagai:
“jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri
inti/core industries – yang menjadi “fokus perhatian, “industri
pemasok/supllier industries, industri pendukungnya/supporting
industries, dan industri terkait/related industries),
pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi
(termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian,
pengembangan dan rekayasa/litbangyasa), institusi yang
berperan menjembatani/bridging institutions (misalnya broker
dan konsultan), serta pembeli, yang dihubungkan satu dengan
lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding
production chain)”

3
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Atau secara singkat:


“Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang
dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses
penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan
bisnis maupun non bisnis”

Secara skema, pendekatan klaster industri dapat dilihat pada


gambar berikut:

Industri Terkait
(Related Industri)

Industri Pemasok Industri Inti Pembeli(Buyer)


(Supplier Industri) (Core Industri)

Industri Pendukung
(Supporting Industri)

Institusi Pendukung
(Supporting Institution)

Gambar 1.1. Model Generik Klaster industri


Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster industri biasanya
dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok, industri

4
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

pendukung, industri terkait, dan pembeli, serta institusi pendukung


(”non industri”).
Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam
klaster industri tertentu dan tidak ada hubungan dengan tingkat
kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa
saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai
tertentu.
Beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Industri Inti
 Industri yang merupakan fokus perhatian atau tematik
dan biasanya dijadikan titik masuk kajian;
 Dapat merupakan sentra industri;
 Industri yang maju (dicirikan dengan adanya inovasi).
2. Industri Pemasok
 Industri yang memasok dengan produk khusus;
 Pemasok yang khusus (spesialis) merupakan pendukung
kemajuan klaster industri.
Yang dipasok antara lain adalah:
 Bahan baku utama;
 Bahan tambahan;
 Aksesori.
3. Pembeli
 Dapat berupa distributor atau pemakai langsung;
 Pembeli yang sangat „penuntut‟ merupakan pemacu
kemajuan klaster industri.

5
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Pembeli antara lain terdiri dari:


 Distributor;
 Pengecer;
 Pemakai langsung.
4. Industri Pendukung
 Meliputi industri jasa dan barang, termasuk layanan
pembiayaan (Bank, Modal Ventura).
Industri pendukung ini antara lain terdiri dari:
 Pembiayaan (Bank, Modal Ventura);
 Jasa (Angkutan, Bisnis Distribusi, Konsultan Bisnis);
 Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik);
 Peralatan (Permesinan, Alat Bantu);
 Pengemasan;
 Penyedia Jasa Pengembangan Bisnis (Business
Development Services Provider/BDSP).
5. Industri Terkait
 Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama;
 Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber
yang sama (misal kelompok tenaga ahli).
Istilah „terkait‟ di sini agak berbeda dengan yang dipakai
sehari-hari. Industri terkait tidak berhubungan bisnis secara
langsung. Industri terkait antara lain terdiri dari:
 Kompetitor;
 Komplementer;
 Substitusi.

6
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

6. Lembaga Pendukung
 Lembaga pemerintah, yang berupa penentu kebijakan atau
melaksanakan peran publik;
 Asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota;
 Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat yang
bekerja pada bidang khusus yang mendukung.
Dalam Panduan ini, istilah klaster industri memiliki pengertian lebih
luas dari ”sentra industri” yang telah dikenal umum. Sentra industri
lebih merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa di suatu
lokasi. Suatu atau beberapa sentra industri bisa merupakan bagian
integral dan sebagai ”titik masuk (entry point)” dari upaya
pengembangan (perkuatan) klaster industri (Taufik, 2003).

1.3. KETERKAITAN KONSEP KLASTER INDUSTRI DENGAN


PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI
Pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, utamanya
dirancang dan diimplementasikan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan ini, beragam kajian konsep
dan empiris klaster industri mengungkapkan beragam ”temuan”
penting, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kesejahteraan/kemakmuran sangat ditentukan oleh “daya
saing.” Karenanya, di antara berbagai tujuan/kepentingan
pembangunan yang multi dimensi (dan seringkali berbeda,
bahkan “bertentangan”), peningkatan daya saing merupakan
salah satu fokus orientasi agenda yang sangat penting.
b. Di antara ukuran yang paling sesuai dari daya saing adalah
“produktivitas,” yang merupakan hasil dari pemanfaatan SDM,
modal dan SDA, dan tercermin dalam “nilai” produk (barang
dan/atau jasa) dan “efisiensi” bagaimana produk tersebut
dihasilkan.
c. Sumber terpenting kesejahteraan/kemakmuran (yaitu daya
saing) pada dasarnya “diciptakan,” bukan diwariskan.

7
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Beragam faktor alamiah (seperti melimpahnya sumber daya


alam) tentu sangat penting, namun hal ini bermakna sangat
terbatas jika tidak diimbangi dengan kemajuan dalam
kemampuan faktor-faktor “buatan” seperti SDM yang semakin
berkualitas, infrastruktur, teknologi dan lainnya.
d. Produktivitas suatu negara/daerah bergantung pada
keseluruhan industrinya, yang pada dasarnya tercermin dalam
“klaster industri-klaster industri”. Keunggulan daya saing
klaster industri mencerminkan keadaan perkembangan
ekonomi (the state of economy’s development).
e. Inovasi semakin penting dalam menentukan produktivitas dan
peningkatannya dalam jangka panjang.
f. Faktor spesifik lokal/daerah seperti pengetahuan, hubungan,
dan motivasi, semakin menentukan keunggulan daya saing
global.
g. Daerah akan “bersaing” dalam menawarkan lingkungan paling
produktif bagi bisnis/industri. Binis/perusahaanlah yang pada
dasarnya akan bersaing (di arena persaingan global) dalam
arti sebenarnya.

8
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

BAB II
STRATEGI PENGEMBANGANKLASTER INDUSTRI

Pengalaman praktik pengembangan atau penguatan klaster industri


negara lain maupun dalam konteks nasional cukup beragam.
Beberapa pihak seperti EDA (Economic Development Agency –
Amerika Serikat), EURADA (European Association of Development
Agencies), prakarsa pengembangan klaster industri di Australia
Selatan (Multifunction Polis/MFP dan Business Vision 2010), GTZ
(Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), KPEL
(Kemitraan untuk Pengembangan Ekonomi Lokal – Bappenas), dan
lainnya menyusun beberapa tahapan umum pengembangan/
penguatan klaster industri. Dokumen tersebut merupakan “panduan
umum (guideline)” bagi upaya pengembangan/penguatan klaster
industri.
Sebagai kerangka umum, tahapan-tahapan tersebut tentu saja perlu
disesuaikan dengan konteks masing-masing kasus. Demikian halnya
dengan tahapan pengembangan klaster industri yang disampaikan
dalam Panduan ini, yang pada dasarnya bersifat “generik,” tetap
memerlukan penyesuaian dalam implementasi praktisnya.

2.1. TAHAPAN UMUM PENGEMBANGAN


Upaya dan proses pengembangan (perkuatan) klaster industri pada
dasarnya terdiri atas 4 (empat) tahapan generik, yaitu:
1. Aktivitas Awal Inisiatif Pengembangan (Perkuatan);
2. Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan
(Perkuatan);
3. Implementasi; dan
4. Pemantauan, Evaluasi serta Perbaikan/Penyempurnaan.

9
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Gambar 2.1. Strategi Pengembangan / Penguatan Klaster industri

Tahapan proses tersebut sebenarnya lebih merupakan proses yang


berkesinambungan, hingga batas tertentu “bertumpang-tindih
(overlap)” satu dengan lainnya, dan bersifat iteratif. Detail tahapan
dapat beragam dan berbeda dari suatu kasus ke kasus lain.

2.2. AKTIVITAS AWAL INISIATIF ATAU PRAKARSA


PENGEMBANGAN
a. Inisiasi artinya perlu ada concern & kepeloporan (diskusi
wacana, presentasi, studi awal, dan lain-lain) untuk
membangun minat dan partisipasi di antara konstituen, yang
diperlukan untuk melaksanakan prakarsa.
b. Eksplorasi/Analisis melalui kajian, pemetaan, diagnosis,
diskusi dan lain-lain, dengan tujuan antara lain

10
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

 Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian


daerah;
 Mengkaji Infrastruktur ekonomi;
 Mengidentifikasi isu-isu urgen;
 Menganalisis potensi tematik klaster industri, dan
 Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang
mendukung kinerja klaster industri.
c. Pengembangan Tim Prakarsa untuk mempersiapkan agenda,
meliputi :
 Merekruit para pemimpin/pelopor dan pakar;
 Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus;
 Menganalisis prioritas;
 Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus;
 Mengidentifikasi upaya (misalnya kebijakan/program)
khusus yang dibutuhkan; dan
 Merancang mekanisme tindak lanjut.
d. Konsensus Prakarsa adalah proses partisipatif untuk
mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama,
serta implementasi awal tentang prakarsa klaster industri
sesuai dengan peran masing-masing.
 mendorong prakarsa lokal;
 mendiskusikan kerangka tahapan pengembangan;
 merancang instrumen kebijakan dan program;
 menentukan prioritas program aksi;
 membangun/memperkuat kelembagaan (organisasi,
mekanisme, termasuk model resource sharing untuk
aktivitas yang disepakati), dan

11
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

 mendorong kesepakatan rencana tindak jangka pendek,


termasuk jadwal pelaksanaannya, dan rencana tindak
jangka menengah. Adanya kesepakatan rencana tindak
jangka pendek dinilai penting untuk melakukan
operasionalisasi secara realistis dan memelihara
momentum kolaborasi.

2.3. PENYUSUNAN KERANGKA DAN AGENDA


PENGEMBANGAN
a. Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional, meliputi :
 Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi
persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan
muncul) eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM,
lembaga donor, dan pihak non pemerintah lain;
 Menghimpun stakeholder “sisi permintaan” (misalnya
seperti perusahaan dalam setiap klaster industri) dan
stakeholder “sisi penawaran” (termasuk lembaga
pendukung ekonomi, baik publik maupun swasta) dalam
kelompok kerja untuk mengidentifikasi tantangan utama
dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama.
b. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
 Penyusunan Grand strategy;
 Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan.
c. Perencanaan Aksi
 Mengidentifikasi isu-isu urgen & spesifik;
 Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana
langkah pragmatis.
d. Konsensus Rencana
Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai
konsensus dan membangun komitmen bersama, serta
implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-
masing.
12
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

2.4. IMPLEMENTASI
”Pernyataan strategis” (strategic statement) biasanya memuat
harapan/impian keadaan ideal yang dicita-citakan (visi) dan peran-
peran atau agenda tugas penting yang masih umum (misi). Proses
pragmatisasi perlu dilakukan agar kesemuanya dapat
diimplementasikan secara lebih operasional. Penjabaran tujuan,
capaian, dan cara/langkah-langkah pragmatis perlu dilakukan agar
setiap pihak memahami dan dapat menjalankan peran kongkrit
masing-masing. Ini juga penting agar setiap pihak melaksanakan
sesuai dengan kompetensinya dan bahkan terusmenerus
mengembangkannya.
Prakarsa tertentu yang lebih bersifat segera sering memiliki nilai
strategis terutama biasanya untuk mengawali terjadinya perubahan
penting dan signifikan serta memelihara momentum proses
perubahan tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
a. Mobilisasi sumberdaya dan pelaksanaan aktivitasnya;
b. Mencapai milestone yang telah disepakati;
c. Melakukan pengelolaan yang sinergis tentang
 Penggalian atau penentuan sumberdaya manusia,
sumberdaya dana dan sumberdaya lainnya;
 Pengelolaan tugas, sumberdaya manusia dan hubungan
diantaranya;
 Pengelolaan keberterimaan, komitmen dan sinergi positip;
 Pengelolaan kesepakatan atau persetujuan;
 Peningkatan kapasitas.

2.5. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PROSES PERBAIKAN


Sebagaimana disampaikan berulangkali, pengembangan sistem
inovasi adalah proses pembelajaran, termasuk dalam proses
kebijakannya. Karena itu, sebaiknya sistem pemantauan, evaluasi
dan proses perbaikan dirancang sebagai bagian integral dari strategi
13
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

dan kebijakan inovasi daerah. Hal ini juga perlu mengintegrasikan


pembelajaran yang dapat diperoleh dari pihak lain, dengan berbagai
cara (benchmarking, peningkatan pengetahuan dan keterampilan,
pertukaran informasi dan praktik baik, dan lainnya).

14
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

BAB III
TAHAPAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI
Prakarsa pengembangan atau penguatan klaster industri di daerah
membutuhkan rangkaian langkah yang cukup memakan waktu.
Dimana Langkah-langkah implementasi prakarsa perlu didampingi
secara intensif. Selain mengenalkan proses sistematis untuk
melakukan perencanaan kegiatan, kelembagaan klaster industridi
tingkat lokal juga perlu dibenahi dan diperkuat.
Berprakarsa melakukan pengembangan atau penguatan klaster
industri di daerah membutuhkan langkah-langkah kecil yang tersusun
secara sistematis sehingga tercapai efektivitas yang optimum.
Langkah-langkah berikut merupakan rangkaian pertemuan yang
dapat dijadikan tonggak (milestones) selama proses pengembangan
atau penguatan klaster industri di daerah.

3.1. TAHAP 1: AKTIVITAS AWAL INISIATIF / PRAKARSA


PENGEMBANGAN
3.1.1. KEGIATAN 1: INISIASI
Langkah 1: Sosialisasi dan sinkronisasi klaster industri
Tujuan : Melakukan sosialisasi tentang daya saing, sistem inovasi
dan klaster industri dengan pihak yang mau dan mampu
melakukan prakarsa. Contoh: Kepala Daerah,Bappeda,
pihak swasta, asosiasi dan lain-lainnya.
Rincian Kegiatan:
1. Melakukan lokakarya dan diskusi untuk menjelaskan tentang
daya saing, sistem inovasi dan klaster industri dengan pihak
yang mau dan mampu melakukan prakarsa.
2. Mengusulkan pembentukan tim kecil sebagai tim pendahulu
yang terdiri dari staf Pemda dan mitra lokal denganpendidikan
dan keterampilan yang relevan, motivasi dan minat yang
tinggi. Timpendahulu ini nantinya berfungsi menyiapkan

15
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

landasan bagi strategi pengembangan/penguatan klaster di


daerah.
3. Padaaktivitas ini, fasilitator pengembangan/penguatan klaster
menjelaskan tugas yang akan ditangani oleh tim kecil dalam
penyiapan landasan bagi strategi pengembangan/penguatan
klaster.
Output:
1. Bahan presentasi tentang daya saing, sistem inovasi, klaster
industri dan fungsi-fungsi tim kecil berikut rencana kerjanya.
2. Para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya
memahami strategi pengembangan/ penguatan klaster industri
berikut rencana aksinya.

3.1.2. KEGIATAN 2: MengembangkanTim Prakarsa Klaster


Tujuan : MengembangkanTim Prakarsa Klasteruntuk
melaksanakan tugas awal berkaitan dengan prioritas dan
sasaran strategis untukpengembangan/penguatan
klaster.
Rincian kegiatan :
1. Membentuk tim kecil sebagai tim pendahulu yang terdiri dari
staf Pemda dan mitra local denganpendidikan dan
keterampilan yang relevan, motivasi dan minat yang tinggi.
Timpendahulu ini bertujuan untuk menyiapkan landasan bagi
strategi pengembangan/penguatan klaster di daerah.
2. Tim pendahulu merekruit staf tipikal dari Bappeda dan dinas-
dinas kunci, seperti dinas pertanian,perdagangan, industri dan
lainnya yang terkaitdengan persiapan dan pengembangan
disebut sebagai Tim Prakarsa Klaster.
3. Merekrut Pendamping atau mitra lokal bagistrategi
pengembangan/penguatan klaster. Perekrutan mitra lokal ini
bertujuanmendampingi Tim Prakarsa Klaster apabila
dianggapperlu.

16
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

4. Menjelaskan fungsi/ tugas dan data yang harus dikumpulkan


oleh Tim Prakarsa Klaster. Padaaktivitas ini, fasilitator
pengembangan/penguatan klaster mengumpulkan tugas dan
data untuk ditangani oleh timdalam penyiapan landasan bagi
strategi pengembangan/penguatan klaster.
Output:
1. Tim Prakarsa Klaster terbentuk.
2. Diperolehnya data-data awal tentang rencana dan hasil
pembangunan daerah.
3. Diperolehnya data alamat, nomor telpon dari para aktor
pendahulu.

3.1.3. KEGIATAN 3: Eksplorasi/ Analisis


Tujuan : Mengidentifikasi potensi pengembangan klaster industri
dan mengevaluasi kinerja perekonomian daerah.
Rincian kegiatan :
1. Mengidentifikasi potensi pengembangan klaster industri
melalui :
a. Tim Prakarsa Klaster Industri mengumpulkan data
sekunder terkait dengan potensi pengembangan klaster
industri.
b. Tim Prakarsa Klaster Industri bersama fasilitator
melakukan kunjungan/ survai lapangan ke lokasi-lokasi
potensial untuk pengembangan klaster industri dan
melakukan diskusi lapangan dengan pelaku usahanya
untuk identifikasi potensi ekonomi.
c. Berdasarkan data sekunder yang telah terkumpul dan
hasil survai lapangan, Tim Prakarsa Klaster Industri
memetakan pelaku-pelaku yang terkait dengan setiap
potensi klaster industri. Disamping itu tim juga

17
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

diidentifikasi program/ kegiatan SKPD dan lembaga


lainnya terkait dengan potensi klaster industri tersebut.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pengembangan
potensi ekonomidaerah. Sebagai contoh :
a. Menyederhanakan peraturan/prosedur berkaitan dengan
kegiatan usaha dan menurunkan biaya perijinan.
 Membuat daftar urutan langkah prosedur administrasi
yang dibutuhkan oleh pelaku bisnis. Termasuk di
dalamnya adalah prosedur Perizinan bagi kegiatan
usaha.
 Mengajak dinas pemerintah dan institusi terkait untuk
membahas kemungkinan penyederhanaan prosedur
dan pengurangan jumlah tahapannya. Selama ini
tahapan prosedur administrasi dirasakan terlalu rumit
dan melibatkan banyak institusi.
 Adapun pertimbangan alternatif yang mungkin bisa
diusulkan adalah pembentukan “pelayanan satu atap”
(one-stop shops) untuk menyederhanakan prosedur
tersebut.
 Mengidentifikasi peraturan dan perundangan untuk
kegiatan bisnis, meliputi produksi, perdagangan dan
berjualan di pasar.
 Mengajak para pelaku yang terlibat melihat
kemungkinan rasionalisasi prosedur. Pada aktivitas
ini, disiapkan draft usulan untuk revisi terhadap
peraturan, perundangan maupun prosedur yang tidak
membebani dunia usaha.
b. Merasionalisasi sumber-sumber penerimaan (pajak dan
retribusi) dari kegiatan ekonomi dan mengurangi beban
pelaku usaha yang tidak perlu.

18
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

 Mengidentifikasi pajak, retribusi, perijinan dan


berbagai pungutan yang umumnya dikenakan
kepada kegiatan ekonomi.
 Melakukan penilaian efisiensi atas pungutan-
pungutan dan dampaknya pada perilaku dan kinerja
bisnis. Pada aktivitas ini, apabila terbukti terjadi
ketidakefisiensian ataupun terlalu rumitnya
pungutan, para pelaku usaha bisa mengusulkan
suatu usulan revisi terhadap pungutan tersebut.
 Melibatkan para pelaku dalam mendesain
penyederhanaan pungutan, meningkatkan koleksi
dari pungutan yang efisien dan pengurangan atau
penghapusan yang lain. Dalam aktivitas ini usulan
revisi untuk penyederhanaan akan menjadi masukan
bagi dinas atau institusi yang terkait.
c. Mengurangi biaya transpor dan beban investasi swasta
dalam penyediaan kebutuhan prasarana dan pelayanan
publik.
 Mengidentifikasi prioritas kebutuhan investasi dalam
prasarana untuk menunjang kegiatan usaha.
 Mengidentifikasi prioritas dalam peningkatan
pelayanan publik untuk menunjang produksi dan
perdagangan.
 Menilai manfaat dan biaya sosial dari prioritas-prioritas
tersebut.
 Menyelenggarakan lokakarya dengan pelaku
pembangunan terkait untuk mendiskusikan temuan
dan tindakan yang perlu diambil.
 Memberikan tugas dan tanggung jawab untuk tindakan
lebih lanjut sesuai kebutuhan.

19
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Output:
1. Hasil analisis potensi-potensi pengembangan klaster industri.
2. Hasil analisis kebijakan atau program yang menghambat
pengembangan klaster industri.
3. Rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kebijakan-
kebijakan yang menghambat pengembangan klaster industri.

3.1.4. KEGIATAN 4: Identifikasi Isu-isustrategis


Tujuan : Merumuskan prioritas dan sasaran strategis bagi
pengembangan/penguatan klaster.
Rincian Kegiatan:
1. Tim Prakarsa Klaster menyiapkan wawancara terstruktur
dengan wakil-wakil dunia usaha (perusahaan) untuk
mengidentifikasi peluang-peluang dan juga tantangan-
tantangan.
Pada aktivitas ini wawancara diperlukan untuk mendapatkan
identifikasi dan informasi yang mendalam mengenai isu-isu
strategis yang dimiliki oleh dunia usaha.
2. Menyiapkan kuisioner untuk melakukan survai sample sebagai
alternatif untuk mengidentifikasi peluang-peluang dan
tantangan-tantangan. Melakukan survai sample dengan
bantuan kuesioner diperlukan apabila wawancara terstruktur
sulit dilakukan, seperti karena waktu atau dana yang terbatas
untuk tujuan yang sama.
3. Melakukan lokakarya dan diskusi bersama pelaku dunia
Melakukan lokakarya dan diskusi bersama pelaku dunia
usaha, pemerintah dan institusi lain yang terkait. Setelah
teridentifikasi peluang-peluang dan tantangan-tantangan yang
dimiliki dunia usaha, pada aktivitas ini lokakarya dan diskusi
bertujuan untuk merumuskan prioritas dan sasaran strategis
yang membantu dunia usaha bagi pengembangan/penguatan
klaster dalam kerangka sistem inovasi.

20
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Output:
1. Daftar isu-isu strategis dalam kerangka sistem inovasi.
2. Rumusan prioritas dan sasaran strategis yang membantu
dunia usaha bagi pengembangan/penguatan klaster.

3.1.5. KEGIATAN 5: Identifikasi Klaster Kunci


Tujuan : Mengidentifikasi klaster kunci (utama) yang memiliki
keunggulan dan berpotensi besar untuk tumbuh sebagai
penggerak perekonomian..
Rincian Kegiatan:
1. Menyusun kriteria bagi identifikasi klaster kunci yang memiliki
keunggulan dan berpotensi besar untuk tumbuh sebagai
penggerak perekonomian.
2. Memadukan data dan informasi yang relevan pada tiap
kriteria.
3. Membandingkan tiap kegiatan ekonomi sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan dan kemudian melakukan ranking
terhadap masing-masing kegiatan ekonomi.
4. Menjumlahkan skor dari ranking tersebut untuk masing-masing
kegiatan ekonomi.
5. Mempersiapkan presentasi hasil untuk bahan diskusi pada
meeting dengan stakeholders.
Output:
1. Kriteria penentuan klaster yang unggul dan berpotensi untuk
berkembang.
2. Daftar skor dan ranking klaster industri kegiatan ekonomi yang
unggul dan berpotensi untuk berkembang.
3. Bahan presentasi.

21
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.1.6. KEGIATAN 6: Konsensus Prakarsa


Tujuan : Mencapai suatu konsensus diantara anggota tim berkaitan
dengan klaster terpilih.
Rincian Kegiatan:
1. Menjelaskan daftar kegiatan ekonomi yang dianalisis,
melakukan checking terhadap kegiatan ekonomi yang memiliki
prioritas tinggi.
2. Menjelaskan kriteria yang dipergunakan untuk memilih klaster
dan melakukan re-check terhadap kemungkinan kriteria lain
yang akan dipergunakan.
3. Melibatkan partisipan/stakeholders yang hadir di dalam
pertemuan untuk melakukan ranking atas beberapa kegiatan
ekonomi yang telah diprioritaskan, sekaligus melakukan
penilaian dan scoring terhadap masing-masing kegiatan.
4. Meringkas hasil penilaian yang dilakukan oleh partisipan dan
melakukan perbandingan terhadap hasil dari kajian
sebelumnya.
5. Mendiskusikan perbedaan dan persamaan yang diperoleh,
antara penilaian partisipan dengan desk study yang dilakukan.
6. Mencapai konsensus untuk 3 atau 4 klaster yang paling besar
pendukungnya.
7. Menggunakan keputusan yang diperoleh sebagai bahan
diskusi kemungkinan kerja sama dengan PEMDA lain dan
pihak provinsi.

3.2. TAHAP 2: PENYUSUNAN KERANGKA DAN AGENDA


PENGEMBANGAN
Setelah konsensus pembentukan klaster industri selesai dilakukan
yang menandakan keberhasilan tahap prakarsa, maka tahap
selanjutnya adalah menyusun kerangka dan agenda operasional dari
klaster industri tersebut. Tujuan dari tahap ini adalah supaya klaster

22
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

industri yang dibangun memiliki wadah organisasi yang kuat yang


didukung oleh rencana kerja yang matang.

3.2.1. KEGIATAN 1: Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur


Operasional
Tujuan : Membentuk lembaga yang akan menjalankan klaster
industri sekaligus menyusun struktur operasional dari
lembaga tersebut.
Rincian kegiatan:
1. Tim prakarsa (tim inti) membuat daftar stakeholders berupa
organisasi dan orang-orang yang berpengaruh, yang
diperkirakan akan sangat membantu dalam pengembangan
klaster industri. Stakeholders bisa dari Dinas, Lembaga,
Kantor ataupun Asosiasi, serta para pelaku ekonomi di daerah.
Para stakeholders tersebut di antaranya berasal dari:
a. Pelaku usaha, seperti :
 Produsen Primer (misal : Petani, Nelayan,
Pengrajin);
 Pedagang, Pengumpul, Grosir;
 Kalangan industrialis;
 BUMD;
 Pembeli Besar dari luar daerah.
b. Industri Pendukung, seperti :
 Lembaga Keuangan.
c. Lembaga Pendukung, seperti :
 Dinas Pemda (Disperindag, Dinas Koperasi dan
UKM, Dispenda, Bag. Perekonomian Setda,
Bappeda, dll);

23
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

 Lembaga Pendidikan;
 Kadinda, Asosiasi.
2. Fasilitator dibantu Tim prakarsa pengembangan/penguatan
klaster industri menjelaskan kepada seluruh stakeholders
tentang daya saing, sistem inovasi, klaster industri dan
rencana pengembangan/penguatan klaster industri. Dengan
demikian diharapkan para stakeholders mempunyai gambaran
yang utuh tentang program pengembangan/penguatan klaster
industri dan merencanakan kegiatan apa saja yang akan
dilakukan.
3. Dapatkan komitmen dan dukungan dari organisasi dan orang-
orang tersebut bagi klaster industri yang diusulkan. Dengan
pertemuan secara periodik, diharapkan terjadi dukungan yang
kuat dari seluruh stakeholders untuk
pengembangan/penguatan klaster industri.
4. Tim prakarsa bersama stakeholders membentuk Kelompok
Kerja (Pokja) Klaster Industri. Setelah tahap ini, tim prakarsa
melebur ke dalam Pokja Klaster Industri.
5. Menyusun struktur organisasi Pokja Klaster Industri. Dengan
demikian terjadi pembagian tugas yang baik untuk
operasionalisasi pengembangan/penguatan klaster industri.
6. Pokja Klaster Industri mengorganisir serial pertemuan bagi
seluruh anggota klaster industri, termasuk yang berada di
bagian lain kabupaten/kota. Pada aktivitas ini, seluruh
stakeholders mengagendakan pertemuan secara rutin untuk
membahas rencana pengembangan klaster industri, termasuk
dengan para pelaku ekonomi dari kabupaten/kota lain yang
mempunyai kaitan usaha dengan klaster industri yang
dibentuk.
Output:
1. Daftar stakeholders berupa organisasi dan orang-orang yang
berpengaruh atau para aktor.

24
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

2. Leaflet atau proposal rencana pengembangan/penguatan


klaster industri
3. komitmen dan dukungan dari para aktor.
4. Terbentuknya Pokja Klaster Industri.

3.2.2. KEGIATAN 2: Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan


Tujuan : Menghasilkan tema klaster industr1 terpilih dan rumusan
Strategi Klaster Industri dalam rangka peningkatan omzet
penjualan.
Rincian kegiatan:
1. Berdasarkan daftar klaster industri unggulan dan berpotensi
untuk tumbuh sebagai motor penggerak perekonomian, Pokja
menetukan tema klaster industri terpilih.
2. Pokja Klaster Industri dan stakeholders menjaring isu-isu
strategis berkaitan dengan klaster industri.
3. Isu-isu strategis dikelompokkan dalam kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan dari:
a. Industri inti.
b. Industri pemasok.
c. Industri pelengkap/komplementer.
d. Industri pesaing dalam memperoleh pasokan.
e. Industri pesaing dalam memasarkan produk.
f. Industri pendukung.
g. Industri pengguna.
h. Konsumen.
i. Lembaga pendukung, baik pemerintah maupun swasta.
4. Untuk keperluan penyusunan kebijakan klaster industri, isu-isu
di atas dikelompokkan dalan 6 (enam) kelompok isu:

25
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

a. Isu yang berkaitan dengan kerangka umum yang kondusif


bagi pengembangan bisnis.
b. Isu yang berkaitan dengan kelembagaan dan daya
dukung iptek/litbang dan pengembangan kemampuan
absorpsi oleh industri, termasuk UKM.
c. Isu yang berkaitan dengan penumbuhkembangan
kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi,
praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbang.
d. Isu yang berkaitan dengan upaya mendorong budaya
inovasi dalam klaster industri.
e. Isu yang berkaitan dengan penumbuhkembangan dan
perkuatan keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan
klaster industri.
f. Isu yang berkaitan dengan penyelarasan dengan
perkembangan global
5. Menyusun Kebijakan Klaster Industri untuk menjawab keenam
kelompok isu.
6. Menyusun Strategi Klaster Industri sebagai penjabaran dari
Kebijakan Klaster Industri(strategi ini dapat dituangkan dalam
bentuk diagram Pohon Tujuan).
7. Menetapkan rumusan tentang isu, kebijakan dan strategi
klaster industri.
Output:
1. Laporan analisis dan kebijakan isu-isu (usahakan lebih dari
satu dari 6 kelompok isu).
2. Tersusunnya strategi pengembangan klaster industri yang
berisi isu, kebijakan dan strategi pengembangan klaster
industri.

26
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.2.3. KEGIATAN 3: Perencanaan Aksi


Tujuan : Menyusun rencana aksi klaster industri yang merupakan
rencana tindak kolaboratif seluruh komponen klaster
industri
Rincian kegiatan:
1. Pokja klaster industri melakukan pertemuan dengan
stakeholders untuk menyampaikan kembali isu, kebijakan dan
strategi klaster industri yang sudah ditetapkan sebelumnya.
2. Pokja klaster industri melakukan serangkaian pertemuan
dengan stakeholders untuk menyusun rencana aksi klaster
industri.
3. Rencana aksi klaster industri berisi:
a. Butir-butir rencana aksi klaster industri;
b. Pentuan indicator capaian dari setiap rencana aksi dan
cara memperoleh data capaian;
c. Pembagian Penentuan penanggung jawab dan peran
stakeholders untuk setiap butir rencana aksi;
d. Jadwal dan Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
setiap butir rencana aksi;
e. Sumber dan jumlah Pendanaan untuk setiap butir
rencana aksi;
f. Lain-lain yang dianggap perlu untuk kelancaran
pelaksanaan rencana aksi.
4. Menetapkan rumusan rencana aksi klaster industri

Output:
1. Rumusan rencana aksi klaster industri.

27
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.2.4. KEGIATAN 4: Konsensus Rencana


Tujuan : Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai
konsensus dan membangun komitmen bersama, serta
implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-
masing.
Rincian kegiatan:
1. Pokja Klaster Industri mengadakan pertemuan dengan
stakeholders untuk meyampaikan kembali kesepakan tentang
isu, kebijakan, strategi dan rencana aksi yang sudah
dirumuskan sebelumnya. Apabila perlu dilakukan
penyempurnaan.
2. Pokja klaster industri mengadakan pertemuan dengan
stakeholders untuk mencapai konsensus dan membangun
komitmen bersama untuk melaksanakan rencana yang telah
disusun dalam tahap implementasi.
Output:
1. Konsensus dan membangun komitmen bersama untuk
melaksanakan rencana aksi yang telah disusun.

3.3. TAHAP 3: IMPLEMENTASI KLASTER INDUSTRI


3.3.1. KEGIATAN 1:MOBILISASI SUMBERDAYA DAN
PELAKSANAAN AKTIVITAS
Langkah 1: Sosialisasi rencana aksi
Tujuan : Mensosialisasikan rencana aksi klaster industri kepada
para pelaku ekonomi/ stakeholders kunci.
Rincian Kegiatan:
1. Menyelenggarakan pertemuan untuk menginformasikan
strategi pengembangan/ penguatan klaster industri (yang telah
dijabarkan dalam rencana aksi) kepada pelaku ekonomi dan
stakeholders kunci.

28
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

2. Mendorong pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya


untuk berkolaborasi dan bersinergi melakukan
pengembangan/penguatan klaster industri.
3. Merumuskan pola kerjasama dengan PEMDA atau institusi
lainnya yang berminat untuk mendukung pengembangan/
penguatan klaster industri.
Output:
1. Para pelaku ekonomi dan stakeholders kunci lainnya
memahami strategi pengembangan/ penguatan klaster industri
berikut rencana aksinya.
2. Terumuskannya pola kerjasama pelaksanaan pengembangan/
penguatan klaster industri.

Langkah 2 : Membentuk organisasi kemitraan


Tujuan : Membentuk organisasi kemitraan yang akan menjadi
wadah pelaksanaan setiap rencana aksi klaster industri.
Rincian Kegiatan:
1. Mengundang stakeholders untuk pertemuan awal guna
mendiskusikan pembentukan organisasi kemitraan
stakeholders klaster industri.
Pada aktvitas ini, semua stakeholders pengembangan/
penguatan klaster industri dipertemukan untuk membahas
rencana pembentukan kelompok kemitraan untuk
pengembangan/ penguatan klaster industri dengan
pendekatan klaster industri.
2. Informasikan kepada mereka usulan untuk mempromosikan
pengembangan/ penguatan klaster industri dan jelaskan
konsep pendekatan klaster industri.
Pada aktivitas ini, fasilitator pengembangan/ penguatan klaster
industri menjelaskan usulan kegiatan (rencana aksi) dan
berbagai cerita menarik tentang pengembangan/ penguatan

29
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

klaster industri yang berbasis klaster industri. Dengan


demikian diharapkan stakeholders memahami kegiatan
pengembangan/ penguatan klaster industri dan memberikan
dukungan dalam pengembangannya nanti.
3. Diskusikan dengan peserta rapat terkait kondisi dan berbagai
permasalahan yang ada pada klaster industri.
4. Jelaskan konsep dan fungsi, peran dan tanggungjawab
stakeholders dalam organisasi kemitraan klaster industri yang
akan dibentuk.
Fasilitator pengembangan/ penguatan klaster industri pada
saat pembentukan organisasi kemitraan stakeholders juga
menjelaskan konsep, peran dan fungsi dari kemitraan
stakeholders. Dimana melalui kemitran ini diharapkan akan
terjadi sinergi program dan kegiatan
pengembangan/penguatan klaster industri antara pemerintah
dengan dunia usaha.
5. Jelaskan tugas dan fungsi dari ketua dan sekretaris dan
bagian-bagian lainnya dalam organisasi kemitraan
stakeholders.
6. Setelah memberikan penjelasan yang diperlukan, maka tahap
selanjutnya adalah mengajak partisipan membentuk organisasi
kemitraan stakeholders untuk klaster industri dan menawarkan
kepada para peserta pertemuan yang hadir untuk membentuk
kemitraan pelaku ekonomi lokal. Ajak mereka memilih ketua,
sekretaris, dan pemegang peran lainnya yang dianggap perlu.
7. Setelah disetujui untuk membentuk kelompok kemitraan, maka
tahapan selanjutnya adalah menentukan bagian-bagian dari
organisasi kemitraan stakeholders yang dibentuk. Bagian-
bagian organisasi yang dibentuk akan sangat tergantung
terhadap kondisi dan permasalahan yang ada pada masing-
masing klaster industri.
Membagi tugas kepada sub-sub bagian organisasi kemitraan
klaster industri, sebagai contoh:

30
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

 Pemasaran dan penjualan; untuk melakukan riset pasar


dan promosi penjualan.
 Penggalangan dana; untuk aktivitas kemitraan dan
menunjang produsen.
 Pelatihan dan bantuan teknis; untuk ketrampilan
produksi, manajemen pemasaran dan keuangan.
 Penelitian desain; untuk pengembangan produk-produk
baru dan peningkatan teknologi.
 Kaitan dengan Pemda; untuk kebijakan, peraturan,
perijinan, pajak dan retribusi.
 Komunikasi; untuk memberi informasi kepada
anggota/mitra tentang aktivitas kemitraan.
 Mengangkat asisten; dari mereka yang menguasai
pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan.
8. Menyusun proposal yang menjabarkan rencana implementasi
rencana aksi klaster industri melalui pola kemitraan antar
pelaku ekonomi.
Output:
1. Peserta pertemuan memahami :
 kondisi dan permasalahan klaster industri.
 manfaat pengembangan/ penguatan klaster industri.
 rencana aksi klaster industri.
2. Terbentuknya organisasi kemitraan pengembangan/ perkuatan
klaster industri.
3. Tersusunnya proposal rencana aksi klaster industri yang
didalamnya disamping memuat penjabaran dari rencana tindak
juga memuat tentang penanggung jawab kegiatan, sumber
pendanaan, waktu pelaksanaan dan indicator capaian/
keberhasilan.

31
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Langkah 3: Memperkuat organisasi kemitraan


Tujuan : Mendokumentasi sumberdaya (asset SDA, SDM dan
lainnya) yang ada untuk mendukung klaster industri dan
mempublikasikan informasi berkaitan dengan aktivitas
kemitraan klaster industri.
Rincian Kegiatan:
1. Mengidentifikasi sumberdaya yang sudah tersedia.
Pada kegiatan ini anggota kemitraan dibantu fasilitator
pengembangan/ penguatan klaster industri mengidentifikasi
dan mengumpulkan informasi atau data yang berhubungan
dengan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam mendukung
klaster industri. Identifikasi ini antara lain berkaitan dengan
jenis usaha atau komoditas yang akan diusahakan, potensi
sumberdaya yang mendukung, tingkat kemampuan para
pelaku usaha baik di bidang penguasaan iptek, permodalan,
SDM, maupun sarana-prasarana lainnya.
2. Memutuskan informasi apa saja yang dimasukkan ke dalam
inventori, dan menyiapkan formulir untuk mengumpulkan
informasi dari setiap perusahaan.
Dalam tahap ini dilakukan pemilahan terhadap informasi-
informasi apa sajakah yang patut dimasukkan ke dalam
inventori atau dengan kata lain informasi tentang
sumbersumber daya yang dianggap penting dalam
mendukung klaster industri.
3. Mengumpulkan informasi sumberdaya dan aktivitas kemitraan
klaster industri untuk kemudian disusun ke dalam format
komputer.
4. Memutuskan media dan format guna menginformasikan
sumberdaya dan aktivitas kemitraan.
5. Mencetak dan mendistribusikan informasi dan data yang telah
disusun untuk kemudian didistribusikan kepada stakeholder
kemitraan setelah disepakati jadwalnya.

32
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Setiap kegiatan yang dilakukan dalam aktivitas kemitraan


nantinya akan diinformasikan kepada setiap stakeholders
secara berkala. Format publikasi informasi yang digunakan
tergantung pada efektiftas menjangkau setiap stakeholders.
6. Mengatur jadwal periodik untuk penerbitan informasi klaster
industri.
Jadwal penerbitan infromasi untuk merangkum aktivitas-
aktivitas kemitraan klaster industri yang telah dilakukan diatur
melalui jadwal yang tetap secara periodik, seperti misalnya
sebulan sekali atau tiga bulan sekali, tergantung pada banyak
tidaknya aktivitas yang telah dilakukan.
Output:
1. Data inventori pelaku ekonomi klaster industri, informasi
mengenai asset SDA dan SDM klaster industri.
2. Format publikasi informasi kegiatan kemitraan klaster industri.
3. Jadwal pengaturan publikasi informasi kemitraan klaster
industri.

Langkah 4: Penghimpunan dana operasional


Tujuan : Mendanai kegiatan operasional organisasi kemitraan
klaster industri.
Rincian Kegiatan:
1. Mengidentifikasi komponen dari biaya operasi orgnanisasi
kemitraan klaster industri. Dalam aktifitas ini, setiap komponen
biaya operasi akan diidentifikasi, mulai dari biaya untuk
pertemuan rutin, biaya perjalanan lokal, biaya administrasi dan
biaya komunikasi.
2. Mengidentifikasi potensi sumber dana. Adapun potensi sumber
dana yang dimiliki suatu daerah dapat berasal dari Pemda;
sumbangan/ donatur baik dari individu, perusahaan ataupun
lembaga daesrah dan BUMD.

33
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3. Menyiapkan prosedur/ formulir permintaan anggaran dengan


menyatakan tujuan dan besar dana yang dibutuhkan dan
daftar sumbangan dari berbagai sumber pendanaan.
4. Bertemu dengan wakil lembaga penyandang dana untuk
menjelaskan dan mendiskusikan program.
Output:
1. Daftar kebutuhan pendanaan operasional organisasi kemitraan
klaster industri.
2. Prosedur penghimpunan dana.
3. Daftar lembaga atau perseorangan penyandang dana.

3.3.2. KEGIATAN 2:PENCAPAIAN MILESTONE

Langkah 1 : Implementasi rencana aksi


Tujuan : Organisasi kemitraan klaster industri dapat
mengimplementasikan rencana aksi.
Rincian Kegiatan:
1. Mengarahkan organisasi kemitraan klaster industri untuk
melaksanakan rencana aksi yang telah dijabarkan dalam
proposal kegiatan kedalam langkah-langkah konkrit.
Output:
1. Hasil implementasi rencana aksi.

Langkah 2 : Mempromosikan produk-produk klaster industri


Tujuan : Mempromosikan klaster industri sebagai pemasok produk
spesifik.
Rincian Kegiatan:
1. Menyiapkan direktori produk/ perusahaan anggota klaster
industri.

34
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

2. Jajaki pilihan-pilihan untuk membiayai direktori dan hitung


kebutuhan anggarannya.
Alternatif pilihan untuk membiayai pembuatan direktori
diantaranya :
 Dari dana yang diberikan untuk menunjang kegiatan inti
dari kemitraan klaster industri.
 Dari anggaran Pemda: dinas perdagangan dan industri,
koperasi, dll.
 Dari penerimaan iuran yang dikumpulkan oleh pengusaha
yang ingin dimasukkan dalam direktori.
 Dari pihak lain atau usaha yang memasang iklan di dalam
direktori.
 Dari sponsor, seperti bank lokal atau BUMD.
3. Putuskan informasi apa saja yang akan dimasukkan dalam
direktori dan desain format standar untuk mengumpulkan
informasi tersebut.
4. Putuskan bagaimana mengumpulkan informasi dan minta
bantuan kelompok-kelompok stakeholder untuk
mengumpulkannya.
5. Kumpulkan informasi dan organisir dalam form komputer.
6. Siapkan desain layout sesuai anggaran.
7. Kompilasikan direktori, cetak dan distribusikan ke pasar
potensial.
Output :
1. Direktori produk/ perusahaan klaster industri.

35
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Langkah 3 : Menggali dan mengimplementasikan gagasan-


gagasan baru
Tujuan : Menggali dan mengimplementasikan gagasan-gagasan
baru sebagai respon atas dinamika lingkungan bisnis.
Lingkungan bisnis seringkali berubah secara dinamis
sehingga tidak terliput pada proses perencanaan aksi
pada tahap pengembangan klaster industri. Oleh karena
itu pada tahapan implementasi tetap perlu dilakukan
penggalian gagasan/ ide-ide baru sebagai respon atas
perubahan lingkungan bisnis.
Rincian Kegiatan:
1. Melakukan pertemuan rutin untuk menggali ide-ide sederhana
yang dapat dilaksanakan segera dengan sumber daya yang
dimiliki saat ini sebagai respon atas dinamika lingkungan
bisnis. Contoh gagasan/ ide baru:
a. Mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah
konkrit untuk meningkatkan penjualan produk dari klaster
industri.
b. Mengembangkan griya dagang sebagai perangkat bisnis
kemitraan stakeholder, untuk memfasilitasi perdagangan
dan bertindak sebagai perantara antara produsen skala
kecil dan pedagang lebih besar.
c. Menciptakan nama, merk (brand) untuk produk-produk
baru klaster industri.
d. Melakukan proses sertifikasi (pendaftaran merk) atas
produk-produk baru.
2. Jamin agar gagasan/ ide tersebut dapat dilaksanakan secara
riil dan memberikan hasil yang konkrit.
3. Tumbuhkan hasil yang positif dan didukung oleh setiap
anggota kemitraan klaster industri.

36
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

4. Setelah gagasan baru dapat digali, segera putuskan apa


agenda selanjutnya.
5. Jika dimungkinkan gagasan baru ini juga memasukkan sumber
daya eksternal dan diorganisir secara tepat agar hasilnya lebih
konkrit.
6. Pengembangan gagasan baru dituangkan dalam proposal
rencana aksi.
7. Promosikan gagasan baru tersebut kepada pihak internal
maupun pihak eksternal kemitraan klaster industri.
8. Galang sumber daya untuk melaksanakan gagasan baru.
9. Implementasikan gagasan baru merujuk kepada proposal
rencana aksi yang telah disusun.
Output:
1. Proposal rencana aksi gagasan-gagasan baru.
2. Hasil implementasi gagasan-gagasan baru.

3.3.3. KEGIATAN 3:PENGELOLAAN SINERGI


Langkah 1: Distribusikan informasi kemitraan klaster industri
Tujuan : mendistribusikan dan memonitor informasi sumberdaya,
kegiatan kemitraan klaster industri agar terjadi sinergi
kemitraan.
Rincian Kegiatan:
1. Mendistribusikan informasi kemitraan yang telah dibuat secara
luas, menjangkau setiap anggota kemitraan klaster industri.
2. Memonitor agar seluruh kegiatan kemitraan klaster industri
dapat terinformasikan secara baik kepada anggotanya.
Output:
1. Informasi tentang kegiatan kemitraan klaster industri.

37
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Langkah 2 : Mengadakan pertemuan rutin kemitraan klaster


industri
Tujuan : Membangun kemitraan, menggalang pengalaman, dan
menjaga agar kegiatan tetap focus kepada capaian
sasaran-sasaran klaster industri yang telah disepakati
sebelumnya.
Rincian Kegiatan :
1. Menyetujui jadwal pertemuan rutin untuk pertemuan seluruh
anggota kemitraan klaster industri.
Dalam hal ini pengurus organisasi kemitraan akan melakukan
pertemuan rutin lebih banyak (misalnya 1 x sebulan)
dibandingkan pertemuan seluruh anggota kemitraan (misalnya
1 x setiap 3 bulan). Jadwal pertemuan rutin ini sangat
tergantung kebutuhan setiap anggota kemitraan.
2. Mengalokasikan sebagian waktu pertemuan untuk “pelatihan”,
bagian lain untuk pengambilan keputusan.
3. Memfokuskan setiap pertemuan. Setiap pertemuan diharapkan
terfokus pada satu topik utama. Apabila terdapat beberapa
topik pertemuan akan dibahas pada pertemuanpertemuan
yang berikutnya.
4. Mengarahkan untuk mencapai keputusan rencana aksi.
Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam
mencapai keputusan rencana aksi terdiri dari:
 curah pendapat (brainstorming) setiap ide-ide yang
dilontarkan oleh setiap anggota.
 mengembangkan satu atau dua ide yang menarik
(promising) dari semua ide-ide yang telah teridentifikasi
pada tahapan pertama.
 memutuskan APA, SIAPA, dan KAPAN dari setiap
rencana aksi.

38
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Output :
1. Jadual rapat rutin.
2. Gagasan/ ide-ide baru yang akan dituangkan dalam rencana
aksi.

3.4. TAHAP 4: MONITORING DAN EVALUASI


3.4.1. KEGIATAN 1: PEMANTAUAN
Tujuan : Mengamati apakah pelaksanaan kegiatan dari mulai tahap
awal inisiatif, tahap penyusunan agenda dan tahap
implementasi telah berjalan seperti yang diharapkan. Serta
untuk mengetahui secara dini hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan dan mencari solusinya.
Rincian Kegiatan :
1. Mengidentifikasi kegiatan dan output yang dihasilkan dari
setiap kegiatan.
2. Mengadakan pertemuan-pertemuan pembahasan
pelaksanaan kegiatan pemnatauan.
3. Mengolah data dan informasi hasil monitoring.
4. Menganalisis hasil pelaksanaan monitoring sehingga dapat
dijadikan bahan masukan untuk evaluasi terhadap
pelaksanaan setiap tahapan dankegiatan dan sebagai
masukan bagi penyempurnaan di masa mendatang.
5. Melakukan koordinasi dengan setiap penanggung jawab
tahapan dan kegiatan.
6. Menyampaikan hasil pemantauan kepada pimpinan Tim
Monitoring dan Evaluasi.
Output:
1. Dokumen pemantauan dari setiap tahapan kegiatan.

39
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.4.2. KEGIATAN 2: EVALUASI


Tujuan : memperoleh umpan balik dari pelaksanaan kegiatan
(termasuk output dan dampak), serta penyesuainan yang
dianggap penting sejalan dengan perkembangan yang
terjadi untuk perbaikan keseluruhan agenda kegiatan.
Rincian Kegiatan :
1. Melakukan analisis terhadap hasil pemantauan dan dijadikan
pijakan dalam evaluasi secara mendalam.
2. Melakukan penilaian/evaluasi kinerja pelaksanaan dengan
menggunakan perangkat evaluasi yang telah disepakati.
3. Mengukur apakah indicator kinerja keberhasilan klaster
industri yang telah ditetapkan sejak awal sudah tercapai.
4. Mengadakan pembahasan internal (organisasi/unit kerja)
untuk menganalisa tindak lanjut hal-hal yang memerlukan
perbaikan dalam pelaksanaan setap tahapan dan atau
kegiatan.
5. Melakukan pertemuan-pertemuan koordinasi dengan Tim
Evaluasi dan Monitoring serta Tim Pelaksana untuk
membahas hasil evaluasi.
6. Melakukan pembahasan secara komprehensif terhadap hasil
evaluasi dengan melibatkan para stakeholder, untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus.
Output:
1. Dokumen hasil evaluasi yang merupakan sumber bagi
perbaikan Dokumen Rencana. Dokumen rencana merupakan
dokumen yang „hidup‟ (living document) hasil proses iterative,
dan bukan dokumen yang sacral (dan mati) sehingga setiap
saat perlu dimutakhirkan.
2. Hasil evaluasi terhadap proses keseluruhan sebagai bahan
pembelajaran, pengembangan kepemimpinan, peningkatan
keterlibatan, dan perbaikan komunikasi multi pihak.

40
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

3.4.3. KEGIATAN 3: PERBAIKAN


Tujuan : Menyempurnakan pendekatan pengembangan/penguatan
klaster industri melalui kajian pengalaman (lesson-learned)
dari praktek yang tengah berjalan.
Rincian Kegiatan :
1. Mengumpulkan informasi dan komentar dari stakeholders yang
terlibat dalam penerapan pendekatan
pengembangan/penguatan klaster industri dari klaster industri
pertama.
2. Mengidentifikasian informasi dan komentar dari pengalaman
stakeholders terhadap klaster industri. Identifikasi ini menjadi
penting sebagai acuan pangembangan terhadap perbaikan
klaster industri selanjutnya.
3. Menyelenggarakan lokakarya untuk mengevaluasi
implementasi proses dan prosedur pada pelaksanaan
pengembangan/penguatan klaster industri yang telah
dilakukan.
4. Menyempurnakan dan memodifikasi pedoman dan
adaptasikan sesuai kondisi yang terjadi.
5. Menyusun dokumen perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan
klaster dan perbaikan (Dokumen Perbaikan Rencana awal).
Output:
1. Dokumen Perbaikan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Klaster.

3.4.4. KEGIATAN 4: REPLIKASI


Tujuan : a. Menjadikan hasil pelaksanaan dan evaluasi suatu
klaster sebagai dasar dalam pembentukan klaster lain
dan atau klaster di daerah lainnya.
b. Mengidentifikasi, memilih dan menentukan secara
konsensus mengenai klaster industri lain yang akan
dipromosikan.

41
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Rincian Kegiatan :
1. Mengumpulkan informasi tentang kegiatan ekonomi daerah
yang akan dibentuk klaster.
2. Konsultasi dengan pemerintah daerah dan provinsi tentang
pemikiran dan pendapat mereka mengenai pembentukan
klaster industri di daerahnya.
3. Menjaring informasi dari para stakeholder mengenai industri
yang layak dikembangkan di daerahnya.
4. Memulai Tahap Aktivitas Awal Inisiatif / Prakarsa
Pengembangan klaster industri dan tahap-tahap selanjutnya
(Tahap Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan
serta Tahap Implementasi).
Output:
1. Dokumen identifikasi mengenai klaster industri lain (atau
klaster industri di daerah lain) yang akan dipromosikan.

42
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

BAB IV
PENUTUP
Pendekatan klaster industri bisa diadopsi sebagai platform nasional,
baik dalam konteks pembangunan ekonomi (nasional, daerah dan
lokal) maupun pemberdayaan UKM khususnya. Dengan demikian
instansi-instansi yang berkepentingan (misalnya dengan
pemberdayaan UKM seperti Kementerian KUKM, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Riset dan
Teknologi beserta LPNK yang dikoordinasikannya seperti BPPT)
memiliki kerangka cara pandang yang sama dalam menangani
masalah-masalah yang dihadapi oleh industri.
Pendekatan ini menjadi kunci bagi pengembangan ekonomi lokal, di
mana klaster industri yang kompetitif menjadi tulang punggung
sistem perekonomian daerah yang sekaligus juga sebagai pilar daya
saing ekonomi nasional, karena:
1. Memungkinkan strategi, kebijakan, dan program/upaya
partisipatif yang memiliki kememadaian cakupan (adequacy of
scope) dan daya dongkrak tinggi (high leverage effects) bagi
peningkatan produktivitas, kesetaraan posisi tawar,
kemampuan inovasi industri, dan penguatan peran industri
dalam sistem perekonomian.
2. Memberikan platform sistemik dan sistematik, serta fokus dan
terpadu, bagi pengembangan unggulan daerah: Peningkatan
daya saing daerah dalam kompetisi global.
3. Lebih memungkinkan strategi dan kebijakan yang sinergis
untuk mengembangkan kondisi sistemik yang mendukung bagi
keterpaduan dan koherensi rantai nilai dan aliran rantai
teknologi/inovasi: Peletakan instrumen iptek dalam
peningkatan kapasitas dan integrasi rantai nilai (value chain).
4. Mendukung akselerasi pengembangan/penguatan jaringan
dan kolaborasi para stakeholders, khususnya di tingkat lokal:
Prakarsa kolaborasi batas daerah (kabupaten/kota)
menunjukkan adanya kebutuhan pendekatan yang lebih

43
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

komprehensif namun fokus dalam proses penciptaan nilai


tambah.
5. Memfasilitasi pragmatisasi alternatif pengembangan sejalan
dengan karakteristik lokal dan dinamika perubahan global:
Penguatan sistem dukungan yang terintegrasi bagi sentra
industri sebagai salah satu prioritas dan opsi entry point
agenda implementasi.
Kunci keberhasilan dalam upaya pengembangan klaster industri dan
jaringan bisnis adalah partisipasi aktif dari semua stakeholders dalam
membuat dan mengimplementasikan strategi pengembangan klaster
industri.

44
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. ADB TA. 2001. Praktik Terbaik Mengembangkan Klaster


industri dan Jaringan Bisnis. Policy Paper No. 8. ADB SME
Development TA Indonesia. Kantor Menteri Negara Urusan
Koperasi dan UKM.
2. GTZ. Promoting Klaster Approaches for EU Association and
Accession Countries.
3. OECD. 2001. Innovative Klasters: Drivers of National
Innovation Systems. OECD Proceedings.
4. OED-UNC. 2000. High-Tech Klasters in North Carolina.
Report prepared for the North Carolina Board of Science and
Technology by Office of Economic Development University of
North Carolina at Chapel Hill.
5. Porter, Michael E. dan Christian H. M. Ketels. 2003. UK
Competitiveness: Moving to the Next Stage. DTI Economics
Paper No. 3. May 2003.
6. Porter, Michael E. 2002a. Competitiveness and the Role of
Regions. Bahan Presentasi. The Center For Houston‟s
Future. Houston, Texas. November 22, 2002.
7. Porter, Michael E. 2002b. Building the Microeconomic
Foundations of Competitiveness: Findings from the
Microeconomic Competitiveness Index. Dalam “The Global
Competitiveness Report 2002.” World Economic Forum.
2002.
8. Porter, Michael E. dan Scott Stern. 2001. National Innovative
Capacity. Monitor Group, ontheFRONTIER, dan Council on
Competitiveness. 2001.
9. Porter, Michael E. 2001a. Innovation and Competitiveness:
Findings on the Netherlands. Bahan Presentasi. Organizing
Innovation in the Knowledge-Based EconomyThe Hague,
The Netherlands. December 2001.; dan Innovation Lecture

45
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

2001. The Innovation Lecture On 3 December 2001, by


Professor Michael E. Porter. Organized by The Ministry Of
Economic Affairs. The Netherland.
10. Porter, Michael E. 2001b. Klasters of Innovation: Regional
Foundations of U.S. Competitiveness. Harvard University,
Monitor Group, ontheFRONTIER, Council on
Competitiveness.
11. Porter, Michael E. 2001c. Innovation Lecture 2001. The
Innovation Lecture On 3 December 2001, by Professor
Michael E. Porter. Organized by The Ministry Of Economic
Affairs. The Netherland.
12. Porter, Michael E. 2000. The Microeconomic Foundations of
Competitiveness and the Role of Klasters. Mississippi. May,
2000.
13. Porter, Michael E. 1997. Building Competitive Advantage:
Lessons from Other Countries. Mediterranean Development
Forum I: Towards Competitive and Caring Societies in the
Middle East and North Africa. May 12 – 17, 1997. Dari
http://www.worldbank.org/mdf/mdf1/ advantge.htm
14. Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of
Nations. The Free Press. New York.
15. Stern, S., M. Porter, dan J. Furman. 2000. The Determinants
of National Innovative Capacity. Working Paper 7876.
Cambridge, MA: National Bureau of Economic Research.
September, 2000.
16. Taufik, Tatang A. 2003. Pendekatan Klaster industri Dalam
Pengembangan Unggulan Daerah: Telaah Konsep dan
Gagasan Implementasi. P2KTPUDPKM, DB PKT - BPPT.
17. Taufik, Tatang A. 2002. Pengembangan Klaster industri
Daerah: Rancangan Percontohan. Makalah dalam Widodo
dkk. (Penyunting): “Peningkatan Daya Saing UKM Melalui

46
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Pendekatan Klaster industri.” Prosiding Seminar Nasional.


P2KTPUDPKM, DB PKT - BPPT.
18. Taufik, Tatang A. 2001. Perspektif Kebijakan: Pendekatan
Klaster industri dalam Pengembangan Unggulan Daerah.
Makalah dalam Taufik dan Subagjo (Penyunting):
“Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal
dan Perlindungan Aset Intelektual Bangsa.” P2KTPUDPKM,
DB PKT - BPPT.
19. UK DTI. 2001. Business Klasters in the UK - A First
Assessment. UK Department of Trade and Industri. February
2001.
20. UK DETR-DTI. 2000. Planning for Klasters: A Research
Report. UK Department of the Environment, Transport and
the Regions (DETR) bersama dengan UK Department of
Trade and Industri (DTI). London. June 2000.
21. World Bank. 2002. LED Quick Reference. Urban
Development Unit. The World Bank.Washington, DC.
December 2002. http://www.worldbank.org/urban/led/

47
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

LAMPIRAN 1.
BEBERAPA ESENSI PENTING KLASTER INDUSTRI

A. FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN KLASTER


INDUSTRI
Penumbuh kembangan klaster industri, sebagaimana dirumuskan
oleh Michael Porter (1998), mengandung empat faktor penentu atau
dikenal dengan nama diamond model yang mengarah kepada daya
saing industri, yaitu: (1) faktor input (faktor/input condition), (2)
kondisi permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan
terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi
perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut
adalah penjelasan tentang diamond model dari Porter:
a. Faktor Input
Faktor input dalam analisis Porter adalah variable-variable yang
sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri seperti sumber
daya manusia (human resource), modal (capital resource),
infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi
(information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan
teknologi (scientific and technological infrastructure), infrastruktur
administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam.
Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang
industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
b. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan
sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu
masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka
industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk
atau melakukan innovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal
yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan
tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
c. Industri Pendukung dan Terkait
Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi

L-1
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

dan sinergi dalam Klasters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta


terutama dalam transaction cost, sharing teknologi, informasi
maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau
perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait
adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang
meningkat.
d. Strategi Perusahaan dan pesaing
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting
karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk
selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu
mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat,
perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan
berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.
Best (1999), kemudian mengembangkan lebih lanjut argument Porter
dan mengajukan model klaster dinamis sebagaimana digambarkan
dalam gambar 1.

Gambar 1. Model Klaster Dinamis

Model Best bisa menjelaskan proses secara evolusi dari suatu


klaster yang tidak aktif bertransformasi menjadi dinamis. Prosesnya
adalah:

L-2
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

1) Berbagai perusahaan menghasilkan komoditas serupa di


dalam klaster
2) Munculnya perusahaan dinamis yang mengakibatkan
terjadinya inovasi dan difusi teknologi
3) Saat berbagai perusahaan saling bersaing untuk
mengembangkan kemampuan produksi, variasi teknis tumbuh
di dalam klasterSementara perusahaan berupaya
meningkatkan kemampuan produksi melalui spesialisasi,
mereka membutuhkan rekanan yang bisa mendukung
kegiatan, sehingga timbullah peluang bisnis baru
4) Masing-masing perusahaan berspesialisasi dalam suatu
proses produksi tertentu sambil terus meningkatkan
kemampuan teknologi.
Karakteristik kunci klaster yang dinamis dapat disimpulkan dalam tiga
hal:
1) Klaster memproduksi barang-barang berkualitas tinggi;
2) Masing-masing perusahaan mempunyai spesialisasi dalam
teknik produk tertentu atau proses produksi tertentu;
3) Klaster mempunyai atmosfir terbuka, sehingga mengundang
UMKM baru untuk bergabung ke dalam klaster.

B. MANFAAT KLASTER
Pendekatan klaster menjadi penting karena UKM seringkali terisolasi.
Pengusaha kecil-menengah tidak pernah melakukan pertemuan
dengan sesama perusahaan sejenis dalam lingkungan mereka.
Akibatnya mereka acap kehilangan kesempatan untuk saling
bertukar informasi dan pengalaman serta kesempatan untuk
melakukan kerjasama pengembangan produk untuk menggarap
potensi pasar yang ada. UKM cenderung memandang perusahaan
sejenis di daerahnya lebih sebagai pesaing dari pada sebagai mitra
kolaborasi yang potensial. Pendekatan klaster berupaya
menghilangkan hambatan praktis dan budaya untuk menciptakan
kolaborasi tersebut. Pengklasteran juga merupakan upaya untuk

L-3
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

membuat UKM menjadi lebih berorientasi pada pasar nasional dan


global. Dengan menghilangkan persaingan di kandang sendiri,
kekuatan dapat digabungkan untuk meraih daya saing nasional dan
(internasional).
Dalam pelaksanaan klaster, dukungan yang diberikan kepada
pengusaha lokal, diberikan dalam kerangka ekonomi lokal dan
regional yang lebih luas. Dukungan ini dilakukan melalui Lembaga
Pengembangan Bisnis yang diharapkan mampu mengembangkan
klaster sebagai komunitas (community development) dan secara
bisnis (business development). Kerangka ini memiliki dua dimensi.
Pertama, ia meliputi pembuatan hubungan dengan pelaku regional
lainnya (pusat dukungan dan pengembangan teknologi, perguruan
tinggi, KADIN, dll). Kedua, mendukung tujuan spesialisasi regional.
Tujuan spesialisasi regional dapat diidentifikasi dari “peta klaster”.
Peta ini menunjukkan wilayah-wilayah yang ditempati oleh aktifitas-
aktifitas ekonomi yang saling berhubungan dan menunjukkan
aktivitas mana yang memiliki daya saing utama di daerah tersebut.
Dinamika klaster mempengaruhi daya saing dari pelaku yang terlibat
di dalam klaster. Dinamika klaster juga meningkatkan kinerja
ekonomi secara regional. Impact pengembangan klaster dengan
demikian ada di dua tataran. Meskipun demikian, hubungan antara
pengembangan bisnis dan wilayah ini tidaklah langsung, masih perlu
ditemukan, dalam kondisi apa pengembangan klaster bisnis ini
memberikan manfaat kepada pengembangan wilayah.
Menurut Scorsone (2002) klaster UMKM yang berbasis pada
komunitas publik memiliki manfaat baik bagi UMKM itu sendiri
maupun bagi perekonomian di wilayahnya. Bagi UMKM, klaster
membawa keuntungan sebagai berikut :
a. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan
kedekatan lokasi, UMKM yang menggunakan input (informasi,
teknologi atau layanan jasa) yang sama dapat menekan biaya
perolehan dalam penggunaan jasa tersebut. Misalnya
pendirian pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses
UMKM pelaku klaster tersebut.
b. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja
L-4
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut,


sehingga memudahkan UMKM pelaku klaster untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi biaya pencarian
tenaga kerja.
c. Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM
yang tergabung dalam klaster dapat dengan mudah memonitor
dan bertukar informasi mengenai kinerja supplier dan nasabah
potensial. Dorongan untuk inovasi dan teknologi akan
berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
d. Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu
pelaku klaster dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas
usaha UMKM yang lain. Disamping itu kegiatan usaha yang
saling melengkapi ini dapat bergabung dalam pemasaran
bersama.
Adapun manfaat klaster UMKM bagi perekonomian wilayah
diantaranya adalah :
a. Klaster UMKM yang saling terhubung cenderung untuk
memiliki produktivitas yang lebih tinggi dan kemampuan untuk
membayar upah lebih tinggi.
b. Dampak penyerapan tenaga kerja dan pendapatan wilayah
dari klaster umumnya lebih besar dibanding bentuk ekonomi
lainnya.
Sedangkan keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor
penentu kekuatan klaster antara lain : (1) spesialisasi, (2) kapasitas
penelitian dan pengembangan,(3) pengetahuan dan keterampilan,
(4) pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerjasama
dan modal sosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7)ketersediaan
modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta (9) kepemimpinan dan visi
bersama (Rosenfeld,1997).

C. STRATEGI PENGEMBANGAN/PENGUATAN KLASTER


Pengalaman praktik pengembangan atau penguatan klaster negara
lain maupun dalam konteks nasional cukup beragam. Beberapa
L-5
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

pihak seperti EDA (Economic Development Agency – Amerika


Serikat), EURADA (European Association of Development
Agencies), prakarsa pengembangan klaster industri di Australia
Selatan (Multifunction Polis/MFP dan Business Vision 2010), GTZ
(Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), KPEL
(Kemitraan untuk Pengembangan Ekonomi Lokal – Bappenas), dan
lainnya menyusun beberapa tahapan umum pengembangan/
penguatan klaster. Dokumen tersebut merupakan “panduan umum
(guideline)” bagi upaya pengembangan/penguatan klaster.
Sebagai kerangka umum, tahapan-tahapan tersebut tentu saja perlu
disesuaikan dengan konteks masing-masing kasus. Demikian halnya
dengan tahapan pengembangan klaster yang disampaikan dalam
Panduan ini, yang pada dasarnya bersifat “generik,” tetap
memerlukan penyesuaian dalam implementasi praktisnya.

C.1 KERANGKA UMUM KEBIJAKAN BERBASIS KLASTER


C1.1. Kebijakan Berorientasi Peningkatan Inovasi
Dalam memasuki era globalisasi, daya saing semakin menentukan
keunggulan posisional (positional advantage) perusahaan/daerah
atau negara di antara para “pesaing.” Kesepakatan-kesepakatan di
WTO, AFTA di lingkungan ASEAN, kerjasama APEC di kawasan
Asia-Pasifik, dan beragam tatanan regional lain misalnya harus
disikapi dengan baik oleh pelaku bisnis, terutama UKM. Dalam
perkembangan perdagangan regional maupun internasional,
beragam hambatan tarif secara bertahap dihapuskan. Demikian
halnya dengan hambatan-hambatan non tarif. Negara-negara
(terutama negara ekonomi maju) kini semakin bergeser untuk
menggunakan “hambatan teknis,” yang pada dasarnya sangat
ditentukan oleh kemampuan pengetahuan/ teknologi, untuk tetap
terus mendominasi perdagangan internasional. Isu hak kekayaan
intelektual (HKI) atau intellectual property rights (IPR), standarisasi,
dan lingkungan misalnya makin menentukan daya saing bisnis dan
pola perdagangan.
Seperti diketahui, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
merupakan salah satu faktor yang sangat penting (walaupun bukan
satu-satunya) dalam pembentukan atau perkuatan daya saing bisnis.
L-6
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Kecenderungan kemajuan iptek, perkembangan global dan dinamika


perubahan lainnya menunjukkan bahwa daya saing ekonomi
ditentukan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Dalam
gelombang perubahan ekonomi, perkembangan tersebut diyakini
mengarah kepada tatanan ekonomi berbasis pengetahuan/ EBP
(knowledge-based economy/KBE). Esensi penting dari EBP tersebut
adalah bahwapengetahuan manusia merupakan sumber daya yang
terpenting, dan kemampuan inovasi semakin menjadi penentu dari
keberhasilan bisnis/ekonomi.
Perkembangan ini juga mempengaruhi pergeseran paradigma baik
dalam praktik bisnis maupun peran pemerintah. Konteks makro
ekonomi dan kestabilan politik sangat penting, namun tidak lagi
cukup. Daya saing pada akhirnya makin ditentukan oleh perbaikan
pada fondasi mikro ekonomi bagi persaingan. Perusahaan, termasuk
yang berskala kecil dan menengah, akan makin perlu bertumpu pada
dan mengembangkan potensi terbaiknya, dan karenanya makin perlu
berkolaborasi dengan yang lainnya untuk mengembangkan
keunggulan daya saingnya yang tidak mungkin (sulit) dilakukannya
sendiri. Demikian juga, karena tak ada satupun negara ataupun
daerah yang memiliki segalanya untuk menjadi serba unggul, maka
sehimpunan industri (klaster industri) yang memiliki potensi terbaik
bagi suatu negara atau daerah pada akhirnya menjadi tumpuan
untuk berperan di arena persaingan global.
Pelaku bisnis, dan tentunya perekonomian daerah/negara harus
mampu menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan yang serba
cepat dan makin kompleks. Karena pengisolasian mustahil
dilakukan, maka upaya perbaikan yang terus menerus menjadi
mutlak.
Inovasi dipandang semakin kunci bagi produktivitas dan
pertumbuhannya. Oleh karena itu, langkah-langkah operasional
seyogyanya ditekankan dalam mendorong berkembangnya
kemampuan berkreasi-berinovasi. Kapasitas inovasi (innovative
capacity), atau kemampuan bereaksi-berproaksi secara tepat dan
cepat terhadap perkembangan pasar, merupakan kunci dalam
memelihara posisi kompetitif di tengah ketatnya persaingan global
yang dinamis.
L-7
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Kapasitas inovatif nasional/KIN (national innovative capacity/ NIC)


ataupun kapasitas inovatif daerah/KID, yaitu potensi suatu negara
atau daerah (sebagai entitas ekonomi maupun politik) untuk
menghasilkan aliran inovasi relevan yang komersial, pada dasarnya
dipengaruhi oleh tiga elemen penting. Tiga elemen luas tersebut
yang mencerminkan bagaimana suatu lokasi membentuk
kemampuan perusahaan di suatu lokasi tertentu untuk berinovasi di
tingkat global adalah Pertama, infrastruktur inovasi umum (common
innovation infrastructure): yang merupakan sehimpunan investasi
dan kebijakan “terobosan” yang mendukung inovasi dalam
keseluruhan ekonomi negara atau daerah.
Kedua, lingkungan spesifik-klaster untuk inovasi (the klaster-specific
environment for innovation): yang tercerminkan dalam kerangka
empat determinan daya saing Porter (yang sering disebut the “four
diamond” framework). Ketiga, kualitas keterkaitan (the quality of
linkages): Hubungan antara infrastruktur inovasi umum dengan
lingkungan klaster industri bersifat timbal-balik. Klaster yang kuat
akan turut mendorong berkembangnya infrastruktur dan
mendapatkan manfaat darinya. Beragam organisasi dan jaringan
formal maupun informal (kelembagaan kolaborasi) dapat
menghubungkan keduanya.

L-8
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Gambar 2. Kapasitas Inovatif: Kerangka Umum


bagiInstrumen Kebijakan Berbasis Klaster
Industri

Kondisi umum nasional sejauh ini belumlah mendukung perkuatan


KIN/D tersebut. Seperti diungkapkan dalam beberapa kajian
Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) dan BPPT sebelumnya serta
beragam studi terkait lainnya, beragam faktor turut mempengaruhi
kegagalan sistemik yang terjadi dalam pembentukan keunggulan
daya saing nasional. Perkembangan sumber daya Iptek (S&T
resource advantage) di daerah maupun pada tingkat nasional belum
memberikan sumbangan yang signifikan bagi pembentukan
keunggulan posisi (positional advantage) Indonesia (termasuk UKM)
di dalam sistem perdagangan global. Sementara itu kondisi pasar
L-9
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

yang lebih didominasi oleh produk-produk berbasis teknologi


mengakibatkan posisi perdagangan Indonesia semakin tererosi.
Tanpa adanya investasi yang terarah untuk memperkuat keterkaitan
antara pembentukan kemampuan Iptek dengan pembentukan
keunggulan daya saing, akan sulit bagi Indonesia untuk memperbaiki
posisi perdagangannya di dunia internasional.

Gambar 3. Determinan Daya Saing: The Four Diamond


Framework
Hubungan/keterkaitan (linkages) dalam pengertian antar organisasi
pada tataran mikro dan pada konteks yang lebih luas, makin menjadi
isu penting. Dalam pembentukan daya saing, kerjasama/kolaborasi
sebagai suatu bentuk keterkaitan, terutama antara knowledge pool
(perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang) sebagai sumber
pengetahuan/teknologi dengan penggunanya/user (swasta,
khususnya UKM) merupakan salah satu isu sentral bagi
pengembangan/perkuatan daya saing UKM. Ketiga elemen inilah
yang “krusial” bagi peningkatan rantai nilai keseluruhan sehingga
akan membentuk/memperkuat daya saing kolektif, baik UKM, mitra
bisnis, dan sumber daya teknologinya.
Dalam kerangka penawaran/pasokan – permintaan (supply –
L-10
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

demand framework), secara umum instrumen kebijakan inovasi


dapat diidentifikasi sesuai dengan tujuan dan isu kebijakan, serta
jenis variabel sasaran dan dampak pengaruh yang menjadi
sasarannya. Kerangka seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1, 2
dan 3 merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi instrumen
kebijakan yang dinilai sesuai untuk menstimulasi perkembangan
inovasi dalam rangka peningkatan daya saing klaster industri
tertentu.
Alternatif bagi perumusan instrumen kebijakan inovasi berbasis
klaster adalah berdasarkan praktik baik yang dilakukan di beberapa
negara (kasus) seperti diungkapkan oleh Bergman dan den Hertog
(2001).
Dari kajian yang dilakukan atas beberapa kasus pengembangan
klaster industri, Bergman dan den Hertog (2001) merangkum
beberapa alasan, tindakan dan alat kebijakan yang umumnya
dilakukan seperti disajikan pada Tabel 1 dan 2 berikut.
Tabel 1. Alasan, Tindakan dan Alat Kebijakan.
Tindakan Kebijakan
Alasan Berorientasi Alat (Tools)
Klaster
Kebijakan/regulasi Mengorganisasi fora  Platform klaster dan
pemerintah yang klaster spesifik untuk kelompok-kelompok
menghambat inovasi mengidentifikasi fokus
atau daya saing “bottleneck”  Perbaikan perpajakan
kebijakan/ regulasi  Perbaikan kebijakan/
dan melakukan regulasi (lingkungan,
perbaikan pasar tenaga kerja,
keuangan)
Rendahnya identitas Identifikasi dan Pemetaan
dan kesadaran akan pemasaran klaster Promosi klaster regional
klaster Promosi kompetensi
anggota

L-11
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Perusahaan tidak  Mendorong dan  Program


memanfaatkan memfasilitasi pengembangan
peluang jaringan jaringan
berkolaborasi (networking) antar  Pelatihan tentang
dengan perusahaan perusahaan brokerage
lain  Membeli produk-  Pengadaan pemerintah
produk inovatif untuk konsorsia
melalui prosedur
tender kolaboratif
Perusahaan,  Mendukung  Mengembangkan pusat
khususnya UKM, penyebaran informasi dan teknologi
tidak memiliki akses informasi yang spesifik klaster
terhadap  Mengorganisasikan  Platform eksplorasi
pengetahuan dialog tentang isu- peluang pasar
strategik isu strategis klaster  Melakukan foresight
Perusahaan tidak Aktivitas litbang  Mengembangkan
memanfaatkan kolaboratif dan (prakarsa) pusat litbang
expertise dari para fasilitas litbang dan teknologi yang
pemasok yang yang spesifik spesifik klaster
berpengetahuan klaster  Subsidi litbang
kolaboratif dan alih
teknologi
Kelemahan pada  Undang atau  Investasi inward
elemen-elemen dorong tertentu
penting dalam pertumbuhan  Mendukung
klaster perusahaan dalam perusahaan pemula
klaster dalam klaster tertentu
 Menarik fasilitas
litbang
Sumber: Bergman dan den Hertog (2001).

Sementara itu, model kebijakan (policy model) yang dapat menjadi


alternatif antara lain adalah (lihat Tabel 2. Untuk penjelasan lebih
detail, lihat den Hertog, 2001):
1. Keunggulan nasional (national advantage).
2. Networking antarperusahaan/UKM (interfirm/SME Networking).
3. Pembangunan daerah (regional development).
4. Pengklasteran industri-litbang teknologi (industri-RTD
klastering).
L-12
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Tabel 2. Model Kebijakan dan Tingkat Analitis


Model
Tingkat Mega Tingkat Meso Tingkat Mikro
Kebijakan
(Mega Level) (Meso Level) (Micro Level)
(Policy Model)
Keunggulan Pemetaan Pasar Foresights Program litbang
nasional kompetitif Fasilitas litbang teknologi
(national Regulasi dan teknologi khusus kolaboratif
advantage) standarisasi (specialised)
Networking Pengembangan BrokerageProgr
antarperusaha rantai supply am networking
an/UKM (supply chain Peningkatan
(interfirm/SME development) kepedulian/
Networking) kesadaran
(awareness
raising)
Pembangunan Pengembangan Investasi ke BrokerageProgr
daerah pusat kompetensi dalam (inward am networking
(regional daerah investment) yang Peningkatan
development) fokus kepedulian/
Asosiasi rantai kesadaran
supply (awareness
Alih teknologi raising)
yang khusus
Pemasaran
klaster
Pengklasteran Insentif untuk Program pusat Technology
industri-litbang kolaborasi litbang teknologi circles
teknologi industri-litbang kolaboratif di Dukungan bagi
(industri-RTD teknologi (HKI, daerah-daerah PPBT (NTBF)
klastering) Keuangan, dll.) tertentu Kebijakan
Penetapan pengadaan
prioritas (procure-ment
keahlian/ policy)
expertise litbang
Sumber: den Hertog (2001).

L-13
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

C.1.2. Kerangka bagi Kebijakan Lain


Rosenfeld (2001) menyampaikan beberapa pilihan kebijakan dalam
mendorong/meningkatkan daya saing klaster yang
dikelompokkannya kepada empat kategori sebagai berikut:
1. Pengorganisasian penyampaian jasa layanan dalam klaster
a. Mengumpulkan dan memilah informasi;
b. Membentuk tim yang dapat memberikan layanan secara
cepat;
c. Mendorong dan mendukung aktivitas beberapa
perusahaan;
d. Membangun insentif untuk aplikasi beberapa perusahaan.
2. Mengarahkan investasi dalam klaster
a. Investasi dalam R&D dan inovasi klaster;
b. Investasi dalam pusat teknologi atau technopark;
c. Mendukung aktivitas kewirausahaan;
d. Memasarkan klaster dan membangun pasar klaster.
3. Memperkuat jaringan dan membangun hubungan
a. Membentuk atau mengenali organisasi klaster dan
aliansinya;
b. Memfasilitasi hubungan eksternal;
c. Mendorong komunikasi dalam klaster.
4. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
a. Membangun tenaga kerja yang terampil dan
terspesialisasi;
b. Melibatkan perantara ketenagakerjaan berbasis
komunitas;
c. Memilih orang yang tepat dalam ketenagakerjaan;
d. Membangun pusat keahlian.

L-14
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

LAMPIRAN 2
DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY)
Dampak Berganda : Peningkatan kegiatan dan belanja
ekonomi secara relatif dibandingkan
dengan peningkatan produksi dan
pendapatan rumah tangga di sebuah
daerah.
Dana Modal Ventura : Sebuah mekanisme investasi yang terdiri
dari modal equity dan asistensi manajerial
untuk menumbuhkan perusahaan.
Dukungan Teknis : Dukungan teknis ditujukan untuk
menyempurnakan proses yang telah ada,
mengadaptasi dan memperkenalkan
teknologi, serta mengembangkan teknologi
baru. Hal ini mencakup dukungan
pendamping di lapangan, studi banding,
dan penelitian.
Existing Klaster : Klaster industri yang telah ada
(berkembang), biasanya telah mencapai
critical mass tertentu.
Industri Inti : Industri yang menjadi pengamatan kita
dalam klaster industri.
Industri Pendukung : Industri yang mendukung suatu produk
yang dihasilkan.
Industri Terkait : Industri yang mempunyai kesamaan
kepentingan terhadap industri inti.
Informasi Pasar : Informasi tentang harga, permintaan,
peluang, tren, hukum atau peraturan
perundang-undangan, kebijakan, dan para
stakeholder pada sebuah pasar tertentu.
Inisiator : Orang/pihak yang melaksanakan inisiatif.
Jaringan antar : Sebuah kelompok produsen yang bekerja
Perusahaan sama dalam bidang produksi dan/atau
pemasaran.
Katalis : Pemercepat proses.

L-15
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Kemitraan : Hubungan antar-sektor yang mencakup


perorangan, kelompok atau organisasi
yang setuju untuk: bekerja sama
memenuhi kewajiban atau mengerjakan
tugas tertentu; menanggung bersama baik
risiko maupun manfaatnya; dan meninjau
kembali hubungan tersebut secara teratur,
dan merevisi persetujuan tersebut sesuai
kebutuhan.
Keterkaitan ke : Keterkaitan ke belakang merujuk pada
Belakang pembelian dan penyediaan input dan jasa
yang diperlukan untuk produksi primer.
Keterkaitan ke Depan : Keterkaitan ke depan merujuk pada tujuan
akhir di mana sebuah komoditas akan
dipasarkan.
Klaster industri : Kumpulan, kelompok, himpunan, atau
gabungan obyek tertentu yang memiliki
keserupaan atau atas dasar karakteristik
tertentu.
Klaster industri : Himpunan para pelaku dalam konteks
tertentu baik pelaku industri tertentu yang
berperan sebagai industri inti, pemasok
kepada pelaku industri inti, industri
pendukung bagi industri inti,
pihak/lembaga yang memberikan jasa
layanan kepada pelaku industri inti.
Klaster industri : Klaster industri yang dinilai berpotensi
Potensial (Potensial berkembang namun kondisi yang
Klaster) diperlukannya untuk berkembang masih
tidak pasti.
Klaster industri yang : Klaster industri yang akan mencapai
Baru Muncul (Emerging critical mass jika kecenderungan yang
Klaster) terjadi saat ini terus berlangsung.
Kolaborasi : Membentuk kelompok kerja untuk
mengindentifikasi tantangan utama dan
prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan
bersama.
Komonalitas : Kebersamaan karena keserupaan bidang
bisnis atau keterkaitan satu dengan
lainnya misalnya denga fokus pasar
bersama atau suatu rentang aktivitas
bersama.
L-16
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Konektivitas : Kesalingterkaitan antar organisasi dengan


beragam jenis hubungan yang berbeda.
Konsentrasi : Pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat
dan benar-benar melakukan interaksi.
Partisipasi : Keikutsertaan berlandaskan pada
pengakuan terhadap kemampuan dan
pengetahuan para stakeholder dalam
mengidentifikasi dan mengubah keadaan
mereka sesuai kebutuhan.
Pemasok : Industri yang memasok bahan baku,
bahan pembantu atau kelengkapan
lainnya.
Pemberdayaan : Proses pengembangan kemampuan
individu dan organisasi, serta kepercayaan
diri.
Sentra Industri : Himpunan para pelaku (produsen) di
bidang usaha industri tertentu yang
serupa.
Stakeholders : Sekelompok yang dinilai memiliki
kepentingan tinggi karena akan sangat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh
upaya (=kebijakan) yang hendak
diimplementasikan.
Sumber Daya : Mencakup sumber daya manusia,
pendanaan dan sumber daya alam, serta
mencakup kontribusi yang bersifat
langsung (seperti uang) dan tidak
langsung (seperti ruang kantor atau
tenaga kerja gratis).
Technopreneur : Pengusaha/badan usaha yang
melandaskan perkembangan bisnisnya
pada faktor teknologi.
UKM : Usaha Kecil dan Menengah.
Unggulan Daerah : Obyek yang memiliki suatu atau
sehimpunan karakteristik/hal positif
menonjol dan kompetitif dari suatu daerah.

L-17
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

LAMPIRAN 3.
Indikator, Data Dan Informasi Serta Metode Penentuan Sektor
Inti Daerah

Data dan Metode yang


No Indikator
Sumber Data digunakan.

1 Rata-rata pertumbuhan Masing-masing Masing-masing


pertahun masing- sektor di daerah dari setiap
masing sektor selama selama tiga indikator tersebut
tiga tahun terakhir tahun terakhir akan diberikan
skala (misalnya
2 Peranan masing- Masing-masing diberikan skala
masing sektor dalam sektor di daerah satu sampai lima.
penciptaan PDRB tiga selama tiga Nilai satu berarti
tahun terakhir tahun terakhir bobotnya paling
3 Posisi relatif masing- Masing-masing kecil dan skala
masing sektor sub sektor lima yang berarti
dibandingkan dengan didaerah, bobt paling besar.
sektor lainnya di tingkat provinsi dan Pembagian skala
nasional atau regional nasional tersebut
selama tiga dilakukan dengan
tahun terakhir membagi nilai ke
dalam interval-
4 Pergeseran peranan Masing-masing interval. Posisi
masing-masing sektor sub sektor di relatif masing-
dalam lima tahun daerah selama masing sektor
terakhir tiga tahun ditentukan
terakhir berdasarkan

5 Peranan sektoral dalam Jumlah TK


penyerapan tenaga masing-masing
kerja dalam tiga tahun sektor di daerah
terakhir tiga tahun
terakhir
6 Indeks daya Tabel Input- Per-rankingan.
penyebaran sektoral output daerah Sehingga sektor
(forward linkages) tahun terakhir yang menempati

L-18
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

7 Indeks derajat Tabel Input- urutan pertama


kepekaan sektoral output daerah adalah sektor
(backward linkages) tahun terakhir yang memperoleh
bobot kumulatif
8 Efek pengganda Tabel Input- paling besar.
pendapatan output daerah
tahun terakhir
9 Efek pengganda output Tabel input-
output daerah
tahun terakhir
10 Efek pengganda tenaga Tabel Input-
kerja output daerah
tahun terakhir
11 Rata-rata produktivitas Tabel TK
sektoral dalam tiga sektoral dalam
tahun tiga tahun
terakhir
12 Indeks Spesialisasi Masing-masing
sektor di
daerah, provinsi
dan nasional
selama tiga
tahun terakhir
13 Rata-rata investasi Investasi
sektoral dalam tiga sektoral selama
tahun tiga tahun
terakhir
14 Faktor geografis Statistik
(indikator disesuaikan Kabupaten/Kota
dengan lokasi daerah)

15 Faktor PROPEDA,
kebijakan/kelembaga- RENSTRATDA,
an daerah (indikator RUTR terbaru
disesuaikan dengan
masing-masing daerah

L-19
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Indikator Yang Digunakan Dalam Merumuskan Alternatif-


Alternatif Kompetensi Inti Daerah

No Faktor Indikator

Kontribusi terhadap a. Peranan dalam penciptaan


1 perekonomian b. Kontribusi terhadap penciptaan
regional secara lapangan kerja
umum c. Keterkaitan dengan sektor-sektor di
dalam daerah.
d. Dampak terhadap kesejahteraan
keluarga (masyarakat)
Ketersediaan Input a. Stabilitas ketersediaan bahan baku
2 (domestik atau lintas daerah).
b. Ketersediaan teknologi.
c. Dorongan inovasi produk
d. Ketersediaan bahan-bahan
penolong.
e. Kesiapan SDM lokal.
f. Ketersediaan sumber energi
Sektor Pendukung a. Dukungan sektor transportasi
3 b. Dukungan sektor telekomunikasi
Aspek pemasaran a. Peluang pasar domestik
4 b. Peluang pasar regional
c. Peluang pasar nasional
d. Peluang pasar internasional

Latar belakang a. Kompetensi inti dan kondisi masa


5 sejarah lalu
b. Kondisi eksisting kompetensi inti
Kesesuaian dengan a. Potensi aktual geografis
6 kondisi geografis b. Keunggulan geografis potensial

Kebijakan a. Posisi di dalam


7 Pemerintah RENSTRA/PROPEDA
b. Posisi di dalam Peraturan Daerah

L-20
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Kelembagaan a. Dukungan/kesiapan lembaga


8 Pemerintah pemerintah daerah.
b. Program-program pemerintah
daerah
Karakteristik Khas a. Nilai keunikan daerah
9 Daerah b. Kesesuaian dengan budaya
masyarakat lokal
c. Popularitas daerah
Kondisi Persaingan a. Nilai keunikan daerah
10 b. Kesesuaian dengan budaya
masyarakat lokal
c. Popularitas daerah
Peluang investasi a. Investasi PMDN
11 b. Investasi PMA
Stabilitas a. Situasi politik lokal
12 Keamanan b. Potensi konflik SARA

Penerimaan a. Tingkat penerimaan masyarakat


13 Masyarakat b. Tingkat partisipasi masyarakat
c. Kemungkinan penolakan oleh
masyarakat
Dampat terhadap a. Potensi pencemaran
14 lingkungan hidup b. Potensi kerusakan alam

Dari sekian banyak alternatif kompetensi inti daerah yang didaftarkan,


kemudian dinilai dengan menggunakan indikator-indikator diatas. Dari
hasil penilaian (perankingan) tersebut, maka diperoleh setidaknya liama
besar kopetensi inti.

L-21
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

LAMPIRAN 3.CONTOH PRAKTIK KLASTER INDUSTRI

I. CONTOH PRAKTIK KLASTER INDUSTRI DI BEBERAPA


NEGARA

1.1. Contoh Klaster industri Telematika/ICT


Seperti telah disebutkan, pendekatan klaster industri umumnya
bersifat unik atau case specific. Karenanya, memang klaster industri
“X” di suatu negara atau daerah tak selalu persis serupa dengan
klaster industri “X” di negara atau daerah lain. Pendefinisian klaster
industri ICT atau telematika khususnya, juga dapat berbeda dari
suatu negara ke negara lainnya. Sebagai ilustrasi, Paija (2001),
Pentikainen (2001), dan Luukkainen (2001) misalnya
mengungkapkan bagaimana klaster industri ICT berperan dalam
perekonomian Finlandia. Paija mengidentifikasi struktur klaster
industri ICT tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 1. berikut.
Definisi klaster industri ICT ini juga serupa dengan yang digunakan
oleh Pentikainen (2001).
Sementara itu, Luukkainen (2001) mendefinisikan klaster industri ICT
seperti pada Tabel 1 dan Gambar 2 yang diperoleh atas dasar
keterkaitan dalam analisis IO (input-output).
Sementara itu untuk the United Kingdom, menurut Charles dan
Benneworth (2001), industri ICT di UK secara konvensional
didefinisikan sebagai sektor:
 Hardware IT,
 Komponen elektronik dan sistem,
 Telekomunikasi, dan
 Jasa IT.

L-22
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

INDUSTRI TERKAIT (RELATED INDUSTRIES)

Media Jasa pemesanan


tradisional (booking services) Jasa layanan
Hiburan publik Elektronika
Perbankan
(Entertainment) konsumsi
Pendidikan
Iklan Kesehatan

INDUSTRI KUNCI (KEY INDUSTRIES)

OPERASI JARINGAN
PENYEDIAAN JASA
PERALATAN ICT Fixed and Mobile JARINGAN DAN DIGITAL K
network systems CONTENT
Fixed and Mobile O
network systems Jaringan data N
Basic voice and
S
Terminal data services
U
Internet
M
Content
Hardware dan E
Cable-TV (jasa nilai tambah)
software N

Digital-TV

INDUSTRI PENDUKUNG JASA TERKAIT


(SUPPORTING INDUSTRIES) (ASSOCIATED SERVICES)
Manufaktur part dan
Konsultansi
komponen

Modal ventura
Manufaktur kontrak

Pendidikan dan litbang Saluran distribusi

Sumb er : Paija (2001).

Gambar 1. Contoh Skema Klaster industri ICT di Finlandia.

Tabel 1. Satu Versi Lain Klaster industri ICT Finlandia.


Sektor
Produksi Klasifikasi
Keterangan
(Stat. NACE
Finlandia)
22 22 Publikasi dan percetakan
27 252 Manufaktur produk plastik
32 28 Manufaktur produk logam pabrikasi
33 29 Manufaktur permesinan dan peralatan
Manufaktur mesin perkantoran dan
34 30
komputer
L-23
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

35 31 Manufaktur mesin dan peralatan listrik


Manufaktur radio, tv, peralatan dan
36 32
perlengkapan komunikasi
37 33 Manufaktur produk kesehatan dan presisi
47 4502 Teknik Sipil
48 50, 51, 52 Perdagangan besar dan eceran
Transportasi darat; transportasi melalui
50 60
pipa
56 641, 642 Pos dan telekomunikasi
57 65, 66, 67 Intermediasi keuangan dan asuransi
61 71-74 Aktivitas bisnis
Administrasi publik dan pertahanan;
62 75 compulsory social security
63 80 Pendidikan
67 92 Aktivitas rekreasi, budaya dan olah raga
Sumber: Luukkainen (2001).

Perkembangan teknologi dan industri sangat mempengaruhi


perubahan dan penyesuaian dalam pengklasifikasian industri.
Hingga sementara ini, tercatat bahwa kelompok “sektor” informasi
dalam sistem NAICS meliputi 34 industri. Untuk Amerika Serikat,
pendekatan klaster industri dewasa ini pada dasarnya merupakan
platform bagi pembangunan daerah (negara bagian dan/atau wilayah
yang lebih luas atau lebih kecil).
Sebagai contoh, suatu analisis peta daya saing klaster industri
“komunikasi” di Negara Bagian North Carolina mengidentifikasi
himpunan aktivitas yang saling terkait dan membentuk klaster
industri tersebut (Gambar 4.4). “Keragaman” klaster industri untuk
hal yang nampaknya “serupa” (sektor) menunjukkan bahwa contoh-
contoh tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa “klaster industri”
pada dasarnya bersifat kontekstual.

L-24
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

33

37 22
50

35 61 57
27
47
32 36 56 62

63 34 48 67

Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries /


pemasokan > 20%
14% < Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries /
pemasokan < 20%
8% < Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries /
pemasokan < 14%
Sumber : Luukkainen (2001).

Gambar 2. Skematik Keterkaitan dalam Klaster industri ICTdi


Finlandia Berdasarkan Analisis IO.

II. CONTOH-CONTOH PENGEMBANGAN KLASTER


INDUSTRI DI INDONESIA
2.1. Pengembangan Klaster Industri Minyak Atsiri Rumpun
Usaha Java Atsiri-Blitar
Dalam klaster industri ini, industri intinya adalah penyulingan minyak
atsiri berbahan baku bunga kenanga dari Kecamatan Srengat dan
Kecamatan Ponggok, serta penyulingan minyak atsiri berbahan baku
cengkeh dari Kecamatan Doko.
Industri penggunanya adalah para agen penjualan minyak atsiri dan
eksportir minyak atsiri, serta masyarakat pengguna minyak atsiri.
Industri penyulingan minyak atsiri mendapatkan bahan baku dari
masyarakat petani cengkeh, nilam dan kenanga, baik melalui
pedagang perantara maupun langsung. Untuk melakukan

L-25
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

penyulingan minyak atsiri dan pertanian cengkeh, nilam dan kenanga


diperlukan peranan pemasok batu untuk tungku, pembubut batok
kelapa, serta produsen dan penjual pupuk. Pengembangan minyak
atsiri di Blitar dibantu oleh Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya.
Lihat Gambar 3.

Gambar 3. Klaster Industri Java Atsiri di Blitar

2.2. Pengembangan Klaster Industri Paririwisata Kabupaten


Tegal
Klaster industri ini terdiri dari industri inti obyek-obyek wisata di
Kabupaten Tegal berupa wisata pantai, tempat bersejarah, nostalgia,
makana, olah raga dan wisata alam. Industri pemasoknya adalah
biro wisata, international steam otomotives dan industri makanan.
Penggunanya adalah para wisatawan baik perorangan, keluarga,
perusahaan, maupun kelompok wisata. Lembaga pendukung yang
terlbat adalah pabrik teh, SMK Pariwisata Muhammadiyah, majalah
dan bulletin wisata dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia.
Lihat Gambar 4.
L-26
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Gambar 4. Klaster Industri Pariwisata di Tegal

2.3. Pengembangan Klaster Industri Animasi dan Film di Kota


Cimahi
Pengembangan klaster industri animasi dan film di kota Cimahi
dimulai dari keinginan Pemerintah Kota Cimahi bermitra dengan
BPPT untuk mengadopsi Sistem Inovasi Daerah (SID) pada akhir
tahun 2010. Langkah ini merupakan upaya dari pemerintah kota
untuk meningkatkan daya saing daerah dan kesejahteraan
masyarakatnya.
Sebagai langkah awal kemitraan tersebut, dilakukan identifikasi
berbagai isu-isu penting termasuk juga potensi-potensi ekonomi di
kota Cimahi. Salah satu isu penting yang teridentifikasi adalah
keterbatasan luas wilayah kota Cimahi. Sehingga untuk dapat
L-27
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

mengembangkan perekonomiannya maka sektor jasa menjadi


tumpuannya. Keterbatasan wilayah yang ada juga menuntut kota
Cimahi untuk dapat memanfaatkan potensi daerah sekitarnya,
khususnya wilayah Bandung Raya.
Sektor jasa yang dianggap cukup penting dan dapat diandalkan
sebagai motor penggerak perekonomian adalah industri animasi dan
film. Saat itu di kota Cimahi terdapat sekitar 400-an animator yang
berkumpul dalam satu wadah komunitas yang diberi nama Cimahi
Creative Association (CCA). Mereka dalam melakukan aktivitasnya
telah difasilitasi oleh
pemerintah kota untuk
memanfaatkan tempat
secara cuma-cuma di
gedung Baros IT Center
(BITC). Di gedung ini
tersedia ruangan display dan
simulasi multimedia
(auditorium), tempat seminar,
diskusi dan rapat serta ruang
sarana prasarana film dan
animasi. Komunitas CCA di
gedung BITC inilah yang
nantinya berperan sebagai
embrio industri inti pada
klaster industri animasi dan
film kota Cimahi.
Gedung Baros IT Center (BITC)

Atas dasar hasil identifikasi isu penting tersebut kemudian dapat


ditentukan tujuan dari implementasi SID untuk Kota Cimahi, yaitu :
pertama, menjadikan Kota Cimahi sebagai sumberdaya andalan
tingkat regional dan mampu berperan sebagai pusat pengembangan
regional. Kedua, menjadikan Kota CImahi sebagai pusat rujukan e-
Development di kawasan regional. Ketiga, menumbuhkan
masyarakat berbudaya inovasi di Kota CImah
Untuk tercapainya tujuan ini, maka salah satu agenda strategis
implementasi SID di Kota Cimahi adalah perkuatan klaster industri.
L-28
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Dalam hal ini sebagai industri inti adalah klaster industri animasi dan
film.
Inisiasi awal yang dilakukan dalam pengembangan klaster ini adalah
menyusun rencana tindak kolaboratif bagi perkuatan klaster industri.
Melalui beberapa kali serial focused group discussion (FGD)
bersama Pemerintah Kota Cimahi yang menghadirkan pula
stakeholders kunci (pelaku usaha, akademisi, tokoh masyarakat, dan
lainnya) secara partisipatif dapat terumuskan beberapa hal penting
bagi pengembangan klaster industri , yaitu: peta klaster industri,
kondisi lingkungan bisnis, strategi perkuatan klaster industri, pohon
tujuan klaster industri, rencana tindak kolaboratif pengembangan
klaster industri animasi dan film kota Cimahi.
Pemetaan klaster industri pada Gambar 6 dan 7,menunjukkan 6
kelompok sub-industri inti, yaitu : industri pembelajaran elektronik/ e-
Learning, industri open source (CIOS), industri audio/sound
engineer/ audio man/ dubber, industri iklan layanan, production
house animasi, industri pelatihan dan riset animasi & film. Pada sub-
pembeli/ pasar terdapat 4 kelompok, yaitu: industri TV, industri HP,
Pemerintah Kota Cimahi, industri virtual marketing.

Gambar 5. Suasana pencapaian konsensus prakarsa klaster dengan


model partisipasi

L-29
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Gambar 6. Klaster Industri Animasi dan Film di Kota Cimahi

L-30
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

L-31
Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri

Gambar 7. Peta Klaster Industri Animasi dan Film, Kota


Cimahi

L-32

Anda mungkin juga menyukai