Anda di halaman 1dari 21

NYERI DAN ANALGETIK: EFEK GANDA DARI NITRIC OXIDE (NO) DALAM

SISTEM NOSISEPTIF

Abstrak
Nitric oxide (NO) merupakan salah satu zat yang turut serta dalam berbagai proses
fisiologis dan beberapa sumber dasar kedokteran menyebutkan bahwa NO memainkan suatu
peran yang kompleks dan berbeda dalam mekanisme modulasi nyeri. NO adalah salah satu
neurotransmiter penting yang berperan dalam proses nosiseptif dan, pada akar dorsal dari
korda spinal, ia berkontribusi terhadap pembentukan sensitisasi sentral. Selain itu, data
eksperimental yang ada juga menunjukkan bahwa NO mampu menginhibisi nosiseptif pada
daerah perifer dan sistem saraf pusat. Sebagai tambahannya, penelitian ini juga menunjukkan
bahwa NO memediasi efek analgetik dari opioid dan substansi analgetik lainnya. Termasuk
informasi mengenai tinjauan pustaka ini yang bertujuan untuk memaparkan dan menganalisa
data mengenai efek ganda NO pada transmisi dan kontrol nyeri, mtermasuk mekanisme
molekular dari efek tersebut serta penggunaan NO yang potensial pada terapi nyeri.

Daftar Isi
Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 244
Nitric oxide dan nyeri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 244
Nitric oxide sebagai mediator nyeri ditingkat sentrals . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 244
Nitric oxide sebagai mediator nyeri di perifer. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 246
Nitric oxide dan analgetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 246
Dasar untuk melibatkan nitric oxide dalam efek analgetik opioid, obat anti inflamasi non
steriod, produk alami dan obat analgetik lainnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 247
Mekanisme molekular yang termasuk dalam efek analgetik dari nitric oxide . . . . . . . . . . . 248
Memahami peran ganda nitric oxide pada sistem nosiseptif. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 248
Perspektif pada penggunaan klinis NO sebagai obat analgetik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 250
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 251
Penghargaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 251
Daftar pustaka. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 251

Pendahuluan
Nitric Oxide (NO) adalah derivat dari L-arginine yang dihasilkan melalui reaksi dari
neuronal spesifik dan non spesifik yang membentuk sintase NO (n9NOS endotelial/eNOS
atau induksi/iNOS, masing-masing). NO dan turunannya berhubungan dengan enzim yang
berperan dalam banyak proses fisiologis dan patofisiologis.
Beberapa sumber kedokteran telah mengindikasikan baik pool neuronal maupun non
neuronal dari NO memainkan peran penting dan berbeda dalam memodulasi nesiseptif (lihat
bagian ‘Nitric oxide dan nyeri’, ‘Nitric oxide dan analgetik’ dan ‘Memahami peran ganda dari
nitric oxide pada sistem nosiseptif, untuk lebih detailnya).
Nyeri didefinisikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh proses
akibat kerusakan yang mampu merusak jaringan. Contohnya adalah stimulus berbahaya yang
dapat dideteksi oleh ambang rangsang serat saraf sensoris primer yang disebut dengan
nosiseptor (Serat Ad dan C). Nosiseptor adalah ujung saraf bebas yang berpangkal pada
jaringan superfisial dari akar dorsal korda spinal. Dalam korda spinal, serabut saraf sensoris
primer tersebut melepaskan neurotransmiter yang kita kenal seperti asam amino (glutamat)
dan neuropeptida (seperti sustansi P dan peptida terkait gen kalsitonin, dimana ia akan
mengaktifkan neuron tingkat kedua (second-order neurons). Informasi neuron tingkat kedua
(second-order neurons) akan melalui traktur spesifik yang sampai ke talamus dimana sensasi
nyeri akan muncul. Di talamus sebuah neuron tingkat ketiga (third-order neuron) akan
diaktifkan, berjalan dari talamus ke korteks somatosensoris, dimana hal ini akan
menimbulkan persepsi nyeri.
Gejala klinis dari nyeri akan muncul dari kerusakan dari sistem saraf (nyeri
neuropatik) atau dari proses inflamasi (nyeri inflamasi). Tipe nyeri ini ditandai dengan
munculnya nyeri spontan, hiperalgesik (peningkatan respon terhadap stimulus yang
berbahaya) dan alodinia (munculnya nyeri sebagai respon dari respon normal terhadap
stimulus yang tidak berbahaya). Mekanisme multipel termasuk didalamnya pembentukan
klinis nyeri. Inflamasi atau lesi jaringan akan menyebabkan pelepasan agen-agen yang
bervariasi (bradikinin, sitokin, eicosanoids, serotonin, histamin, kation), dimana melalui
reaksinya terhadap reseptor masing-masing, akan berkontribusi dalam mengubah pola
pembentukan dari neuron sensoris primer, mengarah ke nosiseptif. Ikatan dari substansi-
substansi tersebut ke reseptor akan menghasilkan aktivasi dari jalur sinyal intraseluler, seperti
siklus adenosin-30,50-monofosfat/jalur protein kinase A atau protein kinase Ce, dimana
tegangan pada gerbang channel ion akan berfosforilasi. Beberapa dari substansi tersebut juga
mengaktifkan channel kationik non seletif yang ada pada nosiseptor. Channel tersebut
termasuk daiantaranya tipe reseptor vanilloid, reseptor potensial sementara ankirin tipe 1,
gerbang channel ion dan gerbang channel ion asam. Sekali diaktifasi maka channel tersebut
akan memproduksi sebuah jaring kelistrikan baru ke arah dalam yang akan
mendepolarisasikan membran neuronal dan meningkatkan kemungkinan aksi dari generasi
potensial. Pada ambang Na+, gerbang tegangan dari channel sodium diaktifkan, terjadi
inisiasi suatu ledakan dari potensial aksi dan menyebarkan konduksi dari input sensoris dari
ujung saraf perifer ke akar dorsal korda spinal. Sebagai tambahan pada channel sodium,
transmisi dari sinyal nyeri aferen ke sistem saraf pusat dimediasi oleh gerbang tergangan
channel kalsium. Secara umum dapat diterima bahwa hal ini akan meningkatkan
konsenterasi dari kalsium intraseluler sebagai kontrol terhadap pelepasan neurotransmiter
dari pre sinaps terminal pada akar dorsal begitu adanya aksi potensial, termasuk adanya
eksitabilitas dari neuronal.
Akar dorsal korda spinal adalah daerah pertama dari transfer sinaptik pada jalur
nosiseptif dan merupakan area mayor untuk integrasi dan modulasi dari sinyal aferen perifer.
Mengikuti lesi perifer, pemanjangan aktifitas dari serabut C akan meningkatkan konduksi
sinaps pada neuron di serabut dorsal dan menghasilkan sensitisasi di pusat. Fenomena ini
dimediasi oleh neurotransmiter seperti glutamat, substansi P dan neurokinin. Salah satu
mekanisme akan meningkatkan sensitisasi pusat berupa aktifasi dari reseptor NMDA (N-
Methyl-D-Aspartic Acid) oleh glutamat. Aktifasi dari reseptor-reseptor tersebut akan
membentuk NO, yang akan berdifusi keluar ke neuron untuk bekerja pada ujung saraf dan
proses astrosit, bekerja sebagai suatu neurotransmiter. Sensitisasi sentral memainkan peran
mayor dalam menyebabkan hipersensitifitas yang hasilnya telah dideskripsikan sebagai
fenomena hiperalgesik dan alodinia. Akar dorsal korda spinal juga bersubjek pada
mekanisme lokal dan menurun dari modulasi nyeri. Proses fisiologis yang muncul pada
sistem saraf pusat (SSP) dan menyebabkan pelepasan dari peptida opioid, amin biogenik dan
transmiter lainnya. Sistem modulasi nyeri endogen terdiri dari mediasi neuron di dalam akar
dorsal korda spinal dan traktur menurun neural yang menginhibisi transmisi dari sinyal nyeri.
Sistem tersebut diaktivasi oleh opioid dan mekanisme dalam GABAergik yang berada
disekitar regio Periaqueductal Gray (PAG). Neuron dari PAG mengerjakan dirinya sendiri,
melalui jalur menurun glutamatergik, menuju area di formasio retikularis medula dan lokus
ceruleus. Serabut menurun dari kedua regio mengurus dirinya sendiri ke akar dorsal korda
spinal menuju ke sinaps dengan neuron aferen primer, neuron tingkat kedua (second-order
neurons), atau interneuron. Pada korda spinal, neuron menurun melepaskan neurotransmiter
(seperti serotonin dan norepinepinefrin) dan juga mengaktivasi interneuron kecil untuk
melepaskan peptida opioid, dimana hal ini akan memodulasi informasi nyeri yang baru
sampai.
Kontrol farmakologi pada nyeri inflamasi berdasarkan dari 2 strategi. Pertama adalah
keterlibatan penggunaan dari obat yang menginhibisi sensitisasi nosiseptor, selain itu juga
menyebabkan pembentukan hipernosiseptor. Mekanisme utama dari kerja obat aspirin dan
obat yang menyerupai aspirin adalah dengan menghambat siklooksigenase, mencegah
sensitisasi nosisept preventr. Strategi kedua melibatkan penggunaan obat-obatan yang
langsung menghambat nyeri yang sedang terjadi, menghasilkan antinosiseptif. Hal ini dapat
terjadi melalui penggunaan morfin, dipiron,donor NO dan juga obat anti inflamasi (melalui
aktifasi melalui jalur NO–cGMP) (lihat sumbernya pada bagian ‘Nitric oxide dan analgetik’).
Seperti yang telah dideskripsikan diatas, NO adalah suatu mediator penting dari
nosiseptif dan ini biasanya tidak ekuifokal ikut serta dalam sensitisasi sentral; bagaimanapun,
percobaan dan dasar klinis telah dijelaskan bahwa NO juga dapat menginduksi analgetik.
Diambil secara bersamaan, data tersebut mengindikasikan bahwa NO memainkan peran
penting yaitu sebagai suatu peran kompleks dan berbeda dalam memodulasi proses nosiseptif.
Informasi ini termasuk tinjauan saat ini yang bertujuan untuk menampilkan dan menganalisa
data mengenai efek ganda dari NO pada transmisi dan kontrol nyeri, mekanisme molekular
termasuk didalamnya efek tersebut dan juga penggunaan potensial NO pada terapi nyeri.

Nitric oxide dan nyeri


NO adalah melekul sinyal penting yang memainkan suatu peran penting pada nyeri
akut dan kronik baik pada tingkat sentral maupun perifer (Tabel 1). NO sebagai mediator
nyeri pada tingkat sentral di SSP, NO terkonsenterasi pada akar dorsal korda spinal, dimana
dia merupakan derivat dari sumber yang berbeda (termasuk sel glia). Sintase NO neuronal
(nNOS) adalah bentuk predominan dari NOS pada akar dorsal dan memiliki peran tertentu
pada sirkuit korda spinal. Selain nNOS, eNOS juga ditemukan pada beberapa populasi
neuronal dan pembuluh darah. Mengenai iNOS, disana terdapat perbedaan pendapat apakah
ini merupakan isoform yang juga berpartisipasi pada transmisi nyeri sentral atau jika ini
hanya diekspresikan pada daerah perifer selama proses nyeri inflamasi atau neuropatik.
Tabel 1. Dasar in vivo NO sebagai analgetik dan/atau mediator hiperalgesik pada tingkat
sentral dan perifer

Hal ini membuktikan ringkasan dari anti-atau pro-nosiseptif atau efek ganda yang diinduksi
oleh NO pada tingkat perifer dan sentral.

Produksi dari NO oleh nNOS pada SSP membutuhkan influks dari Ca2+. Influks ini akan
muncul melewati, dan bergantung pada, aktivasi dari reseptor N-Methyl-D-Aspartate
(NMDA). Peningkatan dari kadar Ca2+ intraseluler memicu kaskade dari serangkaian
peristiwa termasuk aktivasi dari nNOS, diikuti dengan peningkatan produksi NO. Reseptor
mayor intraseluler dari NO adalah sebuah guanilil siklase terlarut (soluble Guanylyl cyclase
sGC). Aktivasinya oleh NO dapat dilihat pada konversi guanosin trifosfat pada second
messenger cGMP. Jalur sinyal NO–cGMP muncul pada neuron dari korda spinal dan telah
berimplikasi pada plastisitas sinaps seperti sensitisasi sentral. Stimulasi dari cGMP adalah
salah satu dari sejumlah aksi biologis langsung dari NO dan aktivitas dari moleku sinyal
intraseluler ini yang memodulasi aktifitas dari banyak sel target, termasuk cGMP-Dependent
Protein Kinase (cPKG), channels ion dan fosfodiesterase.
Seperti yang telah ditunjukkan di atas NO dihasilkan oleh aktivasi dari reseptor
NMDA, yang telah berimplikasi pada plastisitas sinaps dan mekanisme multiple yang terlibat
dalam sensitisasi sentral yang disebabkan oleh NO. NO dapat berdifusi keluar dari neuron
menuju ke ujung saraf dan proses astrosit, berperan sebagai sebuah neurotransmiter. NO juga
meningkatan pelepasan SP dan peptida kalsitonin umum (calcitonin-generelated peptide) dari
terminal serabut C, yang berkontribusi terhadap pembentukan hiperalgesia sekunder (Gambar
1). Kedepannya, hal ini telah menunjukkan bahwa NO spinal berpartisipasi dalam mekanisme
glutamatergik dari pemicu fasilitasi menurun oleh penyakit dan inflamasi, melemahkan peran
dari inhibisi menurun atas neuron akar dorsal. Pelemahan ini muncul, setidaknya secara
parsial, melalui interfensi dengan GABAergik dan inhibisi glisinergik melalui tingkatan atas
proyeksi neuron.
Keikutsertaan NO pada proses nosiseptif didukung oleh percobaan dimana inhibisi
dari NOS digunakan untuk mengurangi produksi NO. Dengan menggunakan inhibitor sintasi
NO Nx-Nitro-L-Arginine Methyl Ester (L-NAME), hal ini telah dipaparkan dimana NO ikut
serta dalam mengontrol gejala perilaku dari induksi nyeri neuropatik pain induced pada tikus
dengan konstriksi pada saraf spinal L5 dan L6 dan saraf skiatik. Pada model konstriksi saraf
skiatik, hiperalgesia suhu, salah satu fenomena yang dicirikan dengan nyeri neuropati, terjadi
pemblokadean dengan pemberian intratekal suatu substrat alternatif untuk sintesis NO (NW-
Nitro-L-Arginine Methyl Ester), atau inhibitor terlarut guanil siklase (soluble guanylate
cyclase inhibitor), methylene blue, untuk masing-masing periode 2 dan 4 jam.
Hal ini menunjukkan bahwa hiperalgesia suhu yang dihasilkan dari ligasi saraf skiatik
dimediasi oleh produksi NO dan aktivasi subsekuen dari guanil siklase terlarut pada korda
spinal lumbal. NO berperan dalam hiperalgesia dan alodinia yang terdeteksi pada tikus
dibawah transaksi saraf skiatik yang berasal dari neuronal isoform NOS, sejak fenomena
tersebut diinhibisi oleh pemberian intratekal dari 7-NI, sebuah inhibitor selektif dari nNOS.
Hal ini menguatkan data perilaku tersebut, sebuah penanda penignkatan ekspresi nNOS
mRNA pada jaringan korda spinal lumbal dap pada akar ganglia dorsal telah diobservasi pada
tikus, beberapa hari setelah transaksi saraf skiatik, bertahan lebih dari 2 bulan. Juga
oeningkatan jumlah neuron yang mengekspresikan imunoreaktivitas nNOS telah berhasil
dideteksi, imunoreaktivitas ini berlokasi di neuron pada akar dorsal (lamina II–III) dan
disekitar kanal sentral (lamina X) dari korda spinal lumbal. Menariknya data terbaru
menunjukkan keberadaan dari iNOS dibutuhkan untuk menignkatkan ekspresi korda spinal
nNOS yang disebabkan oleh kerusakan saraf skiatik. Peningkatan angka neuron positif nNOS
diamati pada tingkat spinal setelah kerusakan perifer yaitu dideteksi baik pada sisi ipsilateral
dan kolateral dari lesi, terjadi peningkatan hasil deteksi pada bagian ipsilateral yang lebih
tinggi daripada kolateral. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa NO memainkan peran
penting dalam mekanisme sentral yang terlibat dalam pembentukan fenomena nosiseptif
setelah inflamasi perifer/ lesi jaringan.
Gambar 1. Akar dorsal korda spinal
NO terlibat dalam sensitisasi sentral. Pemanjangan aktifitas pelepasan serabut C, pada akar
dorsal korda spinal, suatu varietas neurotransmiter, speerti substasi peptida kalsitonin terkait
gen O dan glutamat yang berikatan dengan reseptor masing-masing. Aktivasi dari reseptor
NMDA oleh glutamat menginduksi influks Ca2+ yang memicu terjadinya kaskade, termasuk
aktivasi dari nNOS, diikuti dengan peningkatan produksi NO. NO tidak hanya mengaktifkan
guanil siklase pada neuron post sinaps tetapi dapat berdifusi melewati celah sinaps kembali
kedalam sinaps yang aslinya melepaskan glutamat. Kerja retrograd dari NO ini memperkuar
sinyal glutamatergik NO pada neuron post sinaps, NKA, neurokinin A; substansi P; NK-1;
substansi reseptor P, NK-2, reseptor neurokinin A, CGRP, peptida kalsitonin terkait gen,
CGRPr, reseptor peptida terkait gen kalsitonin; NMDA, reseptor ionotropik oleh glutamat;
AMPA, reseptor inotropik oleh glutamat; mGlu, reseptor metabotropik; NO, nNOS, sintase
NO neuronal.

Nitric oxide sebagai sebuah mediator nyeri di perifer


Partisipasi dari NO berasal dari isoform yang berbeda dari NOS, sebagai suatu
mediator kunci dari fenomena nosiseptif yang telah dipaparkan pada periferal, dengan
pendekatan percobaan yang berbeda.
Chen dkk. Mendemosntasikan bahwa pretatalaksana dengan L-NAME (inhibitor non
selektif NOS), 7-nitroindazole (inhibitor selektif NOS), aminoguanidine hydrochloride
(inhibitor selektif iNOS), tetapi tidak dengan L-N(5)-(1-Iminoethyl)-Ornithine (L-NIO,
inhibitor selektif eNOS), secara signifikan dilemahkan oleh hiperalgesia suhu yang diinduksi
oleh injeksi intraplantar (i.pl.) dari adjuvant Freund’s lengkap (CFA) pada tikus.
Menggunakan kebalikan dari waktu sebenarnya reaksi ikatan polimerasi transkripsi, penulis
mengobservasi peningkatan pada nNOS, iNOS, dan eNOS ekspresi gen pada jaringan kulit
plantar tikus setelah injeksi intraplantar (i.pl.) CFA. Suatu peningkatan pada Tumor Necrosis
Factor-Alpha (TNFa), interleukin-1 beta (IL-1b), dan ekspresi gen interleukin-10 (IL-10)
juga diamati. Pretatalaksana dengan inhibitor dari NOS inhibitors yang mencegah induksi
penignkatan CFA pada sitokin pro-inflammatory TNFa dan IL-1b tetapi,
menariknya,inhibitor tersebut semakin meningkatkan ekspresi gen sitokin anti inflamasi IL-
10. Sebagai tambahan, penulis-penulis tersebut juga mengamati bahwa nNOS-, iNOS- atau
eNOS-knockout (KO) tikud memiliki ekspresi gen yang lebih rendah dari TNFa, IL-1b, dan
IL-10 mengikuti CFA. Hasil tersebut menunjukkan interaksi yang besar antara NO dan
sitokin didaerah perifer yang menunjukkan hubungan timbal balik antara NO dan sitokin
dalam memodulasi nyeri inflamasi.
Keterlibatan NO pada nosiseptif perifer juga diperkuat dengan data yang
menunjukkan pelepasan NO lokal oleh stimulus inflamasi. Omote dkk. Dan Toriyabe dkk.
Mengamati suatu peningkatan dari jumlah total nitrit dan nitrat (𝑁𝑂2− /𝑁𝑂3− ) yang dikoleksi
melalui sebuah galian implantasi mikrodialisa subkutan kedalam kulit glabela dari cakar
belakang tikus Sprague–Dawley, setelah injeksi carrageenin. Peningkatan dalam
konsenterasi dialisat dari 𝑁𝑂2− /𝑁𝑂3− diinduksi oleh carrageenin ditekan oleh L-NMMA
dalam waktu 8 jam dari pengambilan. Ketikan menggunakan aminoguanidine hemisulfate
(AG), sebuah inhibitor iNOS, penekanan ini muncul sejak 2.5 jam setelah injeksi
carrageenin. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan pada produksi NO yang diinduksi
oleh carrageenin dimediasi oleh nNOS pada fase awal (~3 jam) dan baik pada nNOS dan
iNOS dalam fase lambat (~3.5 jam). Data tersebut juga menunjukkan baik NOS, pada saraf
perifer, dan iNOS, pada sel terinflamasi berkontribusi dalam memproduksi pelepasan NO
selama inflamasi.
Toriyabe dkk. Juga mengamati bahwa dalam tambahan NO, konsenterasi
prostaglandin perifer E2 (PGE2), dan prostasiklin (PGI2) meningkat setelah injeksi
carrageenin ke kaki tikus. Menariknya peningkatan konsenterasi prostanoid secara sempurna
diinhibisi oleh inhibitor NOS L-NMMA. Beberapa penelitian menunjukkan adanya interaksi
antara NO dan PG, menyebabkan peningkatan produksi PGE2 dengan adanya NO dan
menginhibisi inhibitor NOS. Telah diusulkan sebelumnya bahwa peningkatan induksi NO
pada PGs akibat kemampuan dari NO untuk mengaktivasi Cyclooxygenases (COX), yang
dipaparkan melalui percobaan in vitro. Selanjutnya Toriyabe dkk. Mengobservasi bahwa
pelepasan PGE2 perifer dan PGI2 diinduksi oleh carrageenan adalah akibat aktivasi dari
COX-1 pada fase awal dan melalui regulasi dari ekspresi COX-2 pada fase lambar dalam
respon inflamasi, dan kedua fenomena tersebut difasilitasi oleh NO. Diambil secara
bersamaan keduanya, hasil tersebut mengindikasikan bahwa NO dapat menginduksi
hiperalgesia perifer melalui regulasi dari ekspresi dan/atau aktifitas COX, menghasilkan
peningkatan pelepasan PGs. Hal ini penting untuk stres yang mekanisme selularnya
diperantarai oleh NO yang diperkirakan mengaktivasi COX, manum hal ini masih belum
dapat didefinisikan. Beberapa mekanisme yang memungkinkan telah dipaparkan: (1) COX
adalah heme yang mengandung heme, dimana heme memiliki afinitas yang sangat tinggi
terhadap NO. Kemudian, mungkin NO menstimulasi COX-1 dan/atau COX-2 meningkatkan
aktifitas katalitik dari jenis COX, mengkombinasikannya dengan bagian heme atau
nitrosylating residu dari tirosin COX; (2) peroxynitrite dibentuk oleh NO yang mampu
bereaksi dengan peroksidase deri sintase endoperoksida prostaglandin PGH) untuk
menginduksi aktifitas COX. Peningkatan aktivasi sintesis PGH menghasilkan konversi dari
asam arakidonat menjadi prostaglandin; (3) residu dari NO sistein nitrosilat cysteine residues
dalam domain katalitik dari enzim COX, membentuk formasi nitrosothiols, yang dapat
memproduksi perubahan dalam struktur dari enzim, menghasilkan peningkatan katalitik yang
efisien. NO berinteraksi dengan 𝑂2− , menurunkan jumlah dari radikal dalam jaringan. Sejak
radikal ini telah dipostulasikan untuk terlibat dalam auto inaktifasi dari enzim COX, hal
inilah yang memungkinkan untuk NO mengaugmentasi aktifitas COX mencegah
inaktivasinya.

Nitric oxide dan analgetik


Disamping peran NO pada jalur nosiseptif, beberapa sumber kedokteran juga
mengindikasikan bahwa NO menginduksi analgetik (Tabel 1) dan juga bahwa ia dapat
memediasi efek antinosiseptif sentral dan perifer untuk senyawa analgetik, seperti opioid,
obat anti inflamasi non steroid dan produk alami (Tabel 2). Dasar pertama NO menginduksi
analgetik dan ini juga menyertakan efek antinosiseptif perifer pada obat analgerik dipaparkan
oleh Professor Sergio Henrique Ferreira dan kelompoknya pada awal tahun 1990an.
Berdasarkan data sebelumnya dari literatur yang menunjukkan bahwa asetilkolin (ACh) dapat
menyebabkan kerja analgetik dan ACh akan menginduksi pelepasan NO dari sel endotelial.
Prof. Ferreira meneliti jika kerja analgetik dari ACh dimediasi dengan pelepasn dari NO.
Dengan menggunakan kaki tikus untuk uji hiperalgesia, diteliti bahwa injeksi intraplantar
menggunakan sodium nitroprusside, sebuah substansi yang secara non enzim dapat
melepaskan NO, menyebabkan analgesia. Antinosiseptif dapat diinduksi oleh asetilkolin,
tetapi tidak oleh sodium nitroprusside, diblok oleh NG-Monomethyl-L-Arginine (L-NMMA),
suatu inhibitor formasi NO dari L-arginine. Selanjutnya, efek analgetik asetilkolin (ACh) dan
sodium nitroprusside didapatkan melalui injeksi intraplantar dari My5445 (inhibitor dari
siklus fosfodiesterase GMP) dan dihambat oleh methylene blue (inhibitor dari guanylate
cyclase). Diambil seluruhnya, hasil tersebut mengindikasikan bahwa NO memdiasi kerja
analgetik perifer dari asetilkolin dan juga induksi NO, per se, efek analgetik. Selain itu, data
tersebut juga menunjukkan kerja analgetik dari NO yang bergantung pada sinyal jalur
intraselular termasuk formasi siklik GMP.

Tabel 2. NO sebagai mediator dari efek analgerik dari obat atau alternatif terapi analgetik

Menunjukkan rangkuman obat atau kelas obat atau alternatif terapi yang menginduksi
mediasu antinosiseptif dari NO, Ach, asetilkolin, PPAR-γ, reseptor aktifasi peroksisom
proliferator.

Sebaagai tambahan data yang menunjukkan bahwa NO donor dapat menginduksi


antinosiseptif perifer, peran dari NO untukk mengontrol nyeri juga ditunjukkan pada tingkat
sentral. L-Arginine dan donor NO 3-morpholinosydnoimine (SIN-1), dimasukkan melalui
interserebroventrikular ke tikus, untuk memproduksi antinosisptif. Efek ini terlihat dimediasi
oleh dinorfin dan bergantung kepada NO. Pemaparan ini berdasarkan pengamatan bahwa
nalokson dan juga pemberian intraserebroventrikular ke antiserum kelinci melawan blok
dinorfin efek analgetik pada kedua substan. Bagaimanapun, efek induksi oleh L-arginine
selalu antagonis dengan inhibitan inhibitor nNOS.
Beberapa sumber juga mengindikasikan, pada SSO, NO juga beperan sebagai kontrol
inhibitor nosiseptif. NO berinteraksi dengan mekanisme noreadrenergik dan kolinergik
termasuk di dalam jalur inhibisi menurun, dan reciprocal interplay antara NO, a2-
adrenoseptor dan ACh didalam induksi dari antinosiseptif dalam akar dorsal korda spinal
yang telah diamati.
Dasar untuk keikut sertaan NO dalam kerja analgetik opioid, obat anti inflamasi non
steroid, produk-produk alami dan obat anti analgetik lainya
Sejak permulaan observasi yang diprakarsai oleh Duarte dkk. Mengindikasikan bahwa
NO menginduksi analgetik dan juga memediasi efek analgetik dari ACh, beberapa
eksperimen yang telah dilakukan dan dipublikasikan mengindikasikan NO sebagai mediator
dari efek antinosiseptif sentral dan perifer dari senyawa analgetik, seperti opioid, obat
antiinflamasi nonsteroid dan produk alami. Berdasarkan dari (a) pemaparan bahwa NO
memediasiaksi analgetik perifer dari, (b) Kemiripan dari aksi lokal ACh dan opioid, dan (c)
data dari literatur yang menunjukkan bahwa opioid menginduksi produksi dari cGMP di
dalam neuron, Prof. Ferreira dan timnya meneliti apakah agen yang mempengaruhi jalur L-
arginine/NO–cGMP juga diinterfensi oleh analgetik perifer yang diinduksi morfin (morphine-
induced peripheral analgesia). Dengan menggunakan, lagi, kaki tikus pada tes hiperalgesia
dan pendekatan farmakologi, Ferreira dkk. membuktikan bahwa analgetik perifer morfin
adalah subsekuen untuk aktifasi dari jalur L-arginine/NO–cGMP. Hal ini menarik untuk
menunjukkan, ketika mengevaluasi peran dari jalur NO–cGMP di dalam efek morfin dalam
SSP, Ferreira dkk. tidak mendeteksi peran dari NO, selain dasar dari keikutsertaan cGMP
pada efek ini. Seperti yang telah didiskusikan diawal bagian ‘Nitric oxide dan nyeri’,
eksperimen dasar telah mengindikasikan bahwa NO endogen, yang diproduksi pada SSP,
terutama pada tingkat spinal dan supraspinal, bekerja sebagai mediator nosiseptor. Selain itu
beberapa juga telah menunjukkan peningkatan kadar NO pada daerah sentral, attenuates
antinosiseptif morfin, sedangkan penurunan kadarnya meningkatkan efek analgetik dari
opioid. Bagaimanapun, keikutsertaan dari NO dalam efek samping dari opioid juga telah
menjadi suatu dasr dengan pemaparan bahwa toleransi terhadap dan ketergantungan pada
morfin atau sindroma withdrawalnya adalah pencegahan oleh penghambatan sintase NO.
Selain konflik data tersebut, peran dari NO sebagai mediator dari efek analgetik sentral dari
morfin secara konsisten telah dipastikan dan beberapa data telah mengindikasikan bahwa ini
juga memiliki kerja potensiesi dalam administrasi morfin secara sistemik. Tambahannya,
telah ditunjukkan bawha morfin, melalui aktifasi dari reseptor opioid, menginduksi seluruh
stimulasi dari biosintesa NOS, meningkatkan kadar dari NOS mRNA dan eksperi nNOS.
Data dari literatur juga menunjukkan bahwa produksi NO supraspinal memodulasi transmisi
sinyal inhibisi opioid anti nyeri pada SSP.
Sebagai tambahan dari morfin, kontribusi dari jalur L-arginine/NO–cGMP terhadap
efek analgetik dari reseptor agonis non-selektif dan selektif µ-, δ-, dan κ-opioid telah
menjadi suatu dasar teori juga. Selanjutnya peran dari jalur ini juga telah didemosntrasikan
oleh sejumlah substansi lainnya yang memenuhi syarat termasuk analgetik, seperti dipiron
dan obat anti inflamasi nonsteroid lain, statin, cannabinoids, anti epilepsi gabapetin,
adenosin, agonis PPAR-c agonis a2-adrenoseptor xylazine, hormon seperti estradiol dan
melatonin, bovine lactoferrin, gas anastetsi NO, isosorbide dinitrate spray, obat pelepas
hidrogen sulfida dan penghambat fosfodiesterase. Pada hampir seluruh penelitian yang
dijadikan rujukan di atas, keterlibatan dari jalur NO–cGMP dalam efek antinosiseptif dari
analgetik dipaparkan menggunakan inhibitor sintase NO, sebaik inhibitor guanil siklase, yang
diberikan dalam dosis yang hanya menunjukkan efek perifer (lokal). Hal ini penting untuk
menekankan bahwa semua obat analgetik tersebut, termasuk morfin, mampu menyebabkan
pemblokan hipernosiseptor yang sedang terjadi. Secara bersamaan data-data tersebut
mengindikasikan bahwa NO kemungkinan merupakan denominator umum untuk contoh
kerja dari obat analgetik perifer yang secara langsung memblok sensitisasi nosiseptor yang
sedang terjadi.
Selanjutnya pada obat analgetik, pentingnya NO sebagai terapi alternatif seperti terapi
oksigen hiperbarik, elektroakupuntur, produk alami (termasuk ekstak tanaman dan
venom/racun hewan), dan untuk latihan kerja analgetik, juga telah dipaparkan. Meskipun
begitu penemuan literatur tersebut juga mengkonfirmasi bahwa adanya NO menjadi suatu
peran yang penting dalam mengontrol nyeri. Berdasarkan data yang ada peran NO sebagai
mediator dari aktifitas analgetik dari berbagai macam obat, tipe sintase NO (NOS) isoform
yang juga termasuk dalam generasi NO belum dijelaskan secara rinci. Dengan menggunakan
pendekatan farmakologikal dan genetik (knock out hewan atau antisense
oligodeoxynucleotide langsung melawan nNOS), beberapa penulis mendemonstasikan
kemungkinan bahwa nNOS perifer dan sentral juga ikut terlibat dalam menginduksi efek
analgetik dengan induksi oleh susbtansi yang mengaktivasi jalur NO–cGMP. Suatu
kontribusi dari eNOs untuk aktifitas analgetik dari opioid juga diamati Menendez dkk.
menunjukkan bahwa efek anti hiperalgesik perifer dari loperamid pada osteosarkoma
menginduksi hiperalgesia suhupada tikus yang dimediasi melalui aktifasi dari NO/cGMP dan
eNOS yang turut serta dalam aktifasi jalur ini. Selain didemonstrasikan secara baik,
pemaparan iNOS sebagai pro-inflamasi dan efek nosiseptifnya, Almeida dan Duarte juga
menunjukan pada tikus yang antinosiseptif orofasialnya diinduksi oleh elektroakupuntur
dimediasi dengan aktifasi dari jalur NO/cGMP, sebagai tambahan nNOS, aktifitas dari iNOS
penting untuk genreasi NO.
Mekanisme molekular yang terlibat dalam kerja analgetik NO
Seperti yang telah diterangkan di atas mekanisme molekular yang terlibat dalam kerja
analgetik NO, efek antinosiseptif dari NO termasuk generasi dari cGMP. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa terdapat penghubung antara aktifasi dari alur NO–cGMP pathway dan
pembukaan channel ATP-sensitif K+. Hal ini mensugestikan bahwa berdasarkan data
percobaan yang dipaparkan efek antinosiseptif perifer dari donor NO sama baiknya dengan
dibutyrylguanosine 3:50-cyclic monophosphate (DbcGMP), suatu membran permeabel yang
merupakan analog dari siklik GMP, yang dimediasi melalyi pembukaan channel spesifik
ATP-sensitif K+. Sebuah efek antinosiseptif tambahan dari kombinasi diazoxide (aktivator
dari channel ATP-sensitif K+), sodium nitroprusside dan dibutyryl-cGMP juga diamati.
Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa efek antinosiseptif perifer dari berbagai macam
obat atau produk alami yang menstimulasi jalur L-arginine–NO–cGMP dimediasi melalui
aktifasi dari channel ATP-sensitif K+. Penemuan tersebut merupakan bentuk dukungan
kedepannya terhadap penelitian elektrofisiologikal yang mengindikasikan induksi morfin,
dalan neuron nosiseptif, suatu peningkatan channel ATP-sensitif K+ diikuti oleh
hiperpolarisasi dari neuron. Data tersebut mengindikasikan bahwa NO atau obat lainnya
mampu mengaktifasi jalur NO–cGMP, hal ini menyebabkan antinosiseptif melalui
pembukaan channel ATP-sensiti K+ yang konsekuen berupa peningkatan K+, serta
mengembalikan ambang rangsang nosiseptor ke kadar tinggi yang normal. Penting untuk
menekankan bahwa peran dari channel ATP-sensitif K+ dalam memodulasi pemanjangan
eksitabilitas yang dihasilkan dari inflamasi atau trauma juga dikonfirmasi dengan penelitian
elektrofisiologikal.
Dengan sangat baik dipaparkan bahwa cGMP dapat secara langsung ataupun tidak
(melalui stimulasi PKG), memodulasi aktifitas channel ion. PKG adalah suatu protein kinasi
yang terstimulasi secara selektif, tetapi tidak eksklusif, oleh GMP siklik. Sekali terstimulasi
PKG akan menginduksi penghambatan dari aktifitas fosfolipase C, stimulasi dari aktifitas
Ca2+-ATPase, menghambat inositol 1,4,5-triphosphate, menghambat channel Ca2+,
dan/atau stimulasi dari aktifitas channel K+. Memahami bagaimana terjadinya peningktana
konsenterasi dari cGMP menyebabkan pembukaan channel ATP-sensitif K+ dan konsekuen
pada desensitisasi nosiseptor telah ditemukan oleh Sachs dkk. Penulis tersebut
mendemosntrasikannya dalam model tikus dari nyeri akut dan persisten, inhibitor PKG
spesifik, menginhibisi KT5823, dalam dosis dependen, efek antinosiseptif perifer pada analog
cGMP, 8-bromocGMP, morfin, dipiron dan SNAP. Sejak diketahui PKG mampu
menyebabkan fosforilasi channel ion, hal ini mungkin untuk menunjukkan bahwa cGMP,
setidaknya pada bagian tersebut, dengan mengaktivasi PKG, dapat menyebabkan pembukaan
dari channel ATP-sensitif K+, mengembalikan ambang rangsang nosiseptor.
Semua data yang dipaparkan pada bagian ini mendemonstasikan bahwa kerja
analgetik dari NO tergantung dari sebuah jalur sinyal intraselular. Langkah pertama pada
jalur ini termasuk pembentukan dari formasi siklik GMP, aktivasi dari PKG dan pembukaan
channel K+ yang konsekuen. Data yang disajikan ini juga mengindikasikan bahwa jalur NO–
cGMP–PKG memdeiasi efek analgetik dari berbagai obat, termasuk opioid, dipiron dan
beberapa agen antiinflamasi. Mekanisme tersebut dengan cara obat-obatan akan menstimulasi
produksi NO yang belum terkarakteristik dengan baik; bagaimanapun Cunha dkk. telah
mendemostrasikannya melalui percobaan in vivo dan in vitro, setidaknya untuk morfin,
aktivasi dari jalur NO tergantung dari stimulasi awal dari PI3Kc/AKT protein kinase B
(AKT) yang muncul setelah aktivasi dari 1 reseptor opioid oleh agonisnya. Pada gambar 2,
sebuah representasi skematik dari dasar molekular NO perifer yang menginduksi analgetik
dipaparkan.

Memahami peran ganda nitric oxide sistem nosiseptif


Berdasarkan oleh data yang ditampilkan pada bagian ‘Nitric oxide dan nyeri’ serta
‘Nitric oxide dan analgetik’ (Tabel 1), NO memiliki peran ganda dalam mengatur proses
nyeri misalnya ia dapat memediasi nosiseptif atau menginduksi efek antinosiseptif. Kedua
peran ini muncul dalam tingkat sentral dan/atau perifer dan memiliki banyak literatur
penelitian yang telah dilakukan dan dipaparkan sebelumnya demi memahami peranganda dari
NO ini (Tabel 3).
Rocha dkk. meneliti tentang konribusi dari NO terhadap fenomena nosiseptif yang
diinduksi oleh injeksi intraartikular dari zymosan pada tikus, menunjukkan bahwa inhibitor
NOS mengurangi nyeri inflamasi sendi; bagaimanapun efek inhibisi ini telah diamati hanya
ketika inhibitor yang telah diberikan sebelum terjadinya induksi dari arthritis. Penulis tersebut
juga mengobservasi administrasi dari donor NO yang menginduksi efek antinosiseptif,
setelah efek ini diobservasi dari obat-obatan yang diberikan setelah injeksi dari zymosan.
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa NO endogen merupakan mediator yang penting dan
turut serta dalam pembentukan zymosan-yang mengindukasi arthritis, selain itu administrasi
farmakologi dari NO dapat menghambat fenomena nosiseptif yang sedang terjadi.
Kawabata dkk juga mengamati perbedaan dosis dari NO dapat menginduksi efek
nosiseptif ataupun antinosiseptif. Penuis tersebut mendemonstasikan injeksi intraplantar dosis
rendah (0.1–1 lg/paw) dari L-arginine yang menambah respon fase kedua dari formalin-yang
menginduksi nosiseptif pada tikus, dimana administrasi dalam dosis tingginya (10 lg/paw)
akan menekan efek nosiseptif ini. Kedua kerja dari L-arginine dapat dibalikkan dengan
injeksi i.pl. dari L-NAME, menunjukkan bahwa keduanya merupakan efek pro- dan
antinosiseptif dari Larginine yang dimediasi oleh formasi NO perifer(lokal).

Gambar 2. Representasi skematik dari dasar molekular NO perifer yang menginduksi


analgesia. Kerja analgetik dari NO bengantung dari jalur sinyal intraselular termasuk formasi
siklik GMP, aktivasi dari PKG dan pembukaan channel K+ yang konsekuen. Pembukaan dari
channel tersebut akan meningkatkan kadar K+ yang ada dan menyebabkan hiperpolarisasi
dari neuron nosiseptif. Jalur NO-cGMP-PKG akan memediasi efek analgetik dari berbagai
substansi termasuk opioid, dipiron dan venom hewan. Stimulasi jalur NO oleh morfin
bergantung pada stimulasi awal dari PI3Kγ/AKT. Ca++,channel kalsium, Na2+, channel
sodium;K ATP, channel ATP-sensitif K+; nNOS; sintase NO neuronal; NO, nitric
oxide;GTP, guanosin triphosphate; Gc, guanylate cyclase;cGMP, cyclic guanosine
monophosphate;PKG, protein kinase G; PI3Kγ/AKT, phosphoinositide-3-kinase
γisoform/protein kinase B.
Tabel 3. Efek ganda dari NO pada sistem nosiseptif

Prado dkk. juga mengamati perbedaan dosis dari NO dapat menginduksi efek ganda
dari sistem nosiseptif. Penulis tersebut menunjukkan bahwa aplikasi dari krim lokal yang
mengandung NO donor S-nitroso-N-acetylpenicillamine (SNAP 1% and 5%), secara
signifikan dapat mengurangi alodinia taktil dari sebuah contoh nyeri akibat insisi. Efek
antinosiseptif dari NO donor terdeteksi setelah 2 jam setelah pengaplikasian obat dan
bertahan selama 24 jam. Sebaliknya, semakin tinggi konsenterasi dari NO donor
menyebabkan efek yang timbul semakin kecil atau tidak ada sama sekali. Krim yang
mengandung SNAP 30% menyebabkan pro-alodinia yang signifikan, terdeteksi setelah 24
jam pemberian obat. Hal ini penting untuk ditunjukkan bahwa efek antinosiseptif dari SNAP
akibat adanya efek lokal dari NO, setelah insisi alodinia secara signifikan terinhibisi hanya
pada kaki tikus yang diperlakukan khusus dan dengan pemberian SNAP krim, tetapi keadaan
yang sama tidak berubah pada kaki kontralateral.
Bebebapa penghambat sintase NO seperti L-NAME, dapat bekerja sebagai agonis
parsial, stimulasi, dan juga inhibisi, iNOS dan guanylyl cyclase, dapat berperan sebagai
observer dari efek ganda NO pada sistem nosiseptif. Sama dengan hipotesis ini, telah
didemonstasikan bahwa pemberian yang kronik dari L-NAME ke guinea pigs dan tikus tidak
menghasilkan suatu supresi terus-menerus dari sintesi NO, karena adanya ekspresi
kompensasi dari bentuk yang terinduksi sintase NO.
Efek ganda dari NO dalam nosiseptif juga telah dipaparkan pada SSP. Sousa dan
Prado menunjukkan bahwa pemberian secara intratekal dari 3-morpholinosydnonimine SIN-
1, sebuah donor NO, menghasilkan suatu efek ketergantungan dosis ganda pada model dari
nyeri neuropatik tikus. Dosis intratekal yang rendah (0.1–2.0 lg/10 ll) berkurang (salah
satunya menyebabkan anti nosiseptif), sedangkan dosis tingginya bertambah (yaitu
disebabkan oleh efek pronosiseptif– 10 dan 20 lg/10 ll) atau tidak terjadi efek apapun (5 atau
100 lg/10 ll)pada alodinia mekanik yang ditimbulkan oleh ligasi mekanik dari saraf skiatik.
Bertolak belakang dengan hal tersebut, pada dosis yang sama rentang SIN-1 (10 dan 100
lg/10 ll) memproduksi suatu peningkatan yang bergantung pada dosis dalam keadaan laten
untuk reflek tail-flick (disebabkan oleh antinosiseptif terhadap stimulasi noxious suhu).
Penghambatan guanylate cyclase, 1H-[1,2,4]oxadiazolo[4,3-a]quinoxalin-1-one (ODQ) (4
lg/10 ll; i.t.), menghapuskan efek antinosiseptif dari SIN-1 pada kedua tes dan mengurangi
efek pronosiseptif dari SIN-1 dosis tinggi pada tikus neuropatik, hal ini mengindikasikan
bahwa kedua efek (nosiseptif dan antinosiseptif) muncul melalui mekanisme yang melibatkan
aktivasi dari guanylate cyclase. Hasil yang sama telah diobservasi oleh Li dan Qi. Keduanya
memaparkan bahwa, pada tikus, oemberian intratekal dengan L-arginine dosis rendah akan
menginhibisi respon nosiseptif yang diinduksi oleh pemberian formalin intraplantar, dimana
pemberian injeksi dosis tinggi dari prekusor NO akan meningkatkan respon ini. Data-data
tersebut mensugestikan bahwa efek ganda dari NO tergantung tidak hanya pada dosis dari
donor NO, tetapi juga model percobaan yang digunakan untuk mengevaluasi nyeri.
Berdasarkan data yang menunjukkan bahwa NO yang menampilkan efek ganda dalam
mentransmisikan nyeri, merupakan sebuah efek ganda yang dipantulkan dari cGMP juga
perlu diinvestigasi.Uji formalin pada tikus digunakan untuk melihat efek dari analog cyclic
Guanosine Mono-Phosphate (cGMP), 8-bromocGMP pada nosiseptif dan pada ekspresi dari
cGMP yang bergantung pada protein kinase I (protein kinase G; PKG-I) pada korda spinal
lumbal. Pemberian intratekal (i.t.)dimulai dari dosis rendah dari 8-bromo-cGMP (0.1–0.25
mmol) yang mengurangi sifat nosiseptif dan induksi peningkatan regulasi dari formalin oleh
PKG-I pada korda spinal sedangkan dosis minimumnya (0.5–1 mmol i.t.) tidak memberikan
efek apapun. Disisi lain, dosis tinggi dari 8-bromo-cGMP (2.5 mmol i.t.) menyebabkan
hiperalgesia yang berkaitan dengan peningkatan ekspresi PKG-I kedepannya. Mencoba untuk
menjelaskan efek kontras ketergantungan dosis tersebut, para peneliti menginvestigasi
keikutsertaan potensial dari berbagai target cGMP targets pada kedua efek nosiseptif dan
antinosiseptif yang diinduksi oleh 8-bromo c-GMP. Data yang ada mengindikasikan bahwa
cGMP-menginduksi hiperalgesia dan tampaknya juga menyertakan aktifasi dari protein
kinase G (PKG-I) dan peningkatan regulasi, sedangkan cGMP-menginduksi antinosiseptif
adalah PKG, gerbang channel ion siklik nukleotida (CNGs) dan fosfodiesterasi (PDE2 dan
PDE3) independen. Para peneliti tersebut juga mengobservasi reduksi dari reseptor AMPA
(a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid) adalah suatu hal yang penting
untuk mengamati efek antinosiseptif dari 8-bomo-cGMP. Hasil tersebut mensugestikan
bahwa efek ganda dari NO dapat dihasilkan dari jalur sinyal intaselular yang berbeda.
Seluruhnya data tersbut mengindikasikan: (a) efek pro dan antinosiseptif dari NO
tergantung pada tipe dan fase dari proses nosiseptif dan juga menstimulus fungsi
pengnosiseptif (mekanis dan termal) dan (b) NO donors
or inhibitors, depending on the dose, could cause nociception or
antinociception [163,166]. In addition, it has been observed that
depending on the site of activation, the L-arginine/NO/cGMP pathway
could induce opposite effects, i.e., nociception or antinociception.
Intradermal administration in the rat paw, of drugs capable of
activating the NO/cGMP pathway, induces nociceptive phenomena,
whereas the subcutaneous injection of these drugs results in
antinociception. These findings suggest the existence of different
subsets of nociceptive primary sensory neurons in which NO plays
opposing roles [168].
Concerning the role of NO as a mediator of the action of analgesic
drugs, it has also been observed that NO display a dual effect. As
pointed out in the section ‘Evidences for the involvement of nitric
oxide in the analgesic action of opioids, non-steroidal antiinflammatory
drugs, natural products and other analgesic drugs’, it is well
demonstrated that NO mediates the peripheral analgesic effect of
morphine, but decreases the analgesic potency of this opioid in
the CNS (review in [96]). The mechanisms involved in this dual role
of NO in modulating morphine activities are still not well understood
and the discrepancies that are to be found in the Literature
might be related to differences in (a) animal species, (b) nociceptive
stimuli, (c) site of opioid administration and/or (d) doses of
the inhibitors of NO or NOS substrate used in the studies. In fact,
the importance of the site of administration of opioids and/or the
doses of NOS substrate to the distinct results described in the literature
could be evidenced by data from Bhargava and Bian [82,88]
and Bian and Bhargava [89]. These authors showed that acute or
chronic administration to mice of L-arginine (a substrate for NOS
that forms NO) decreases morphine analgesia. The reduced effect
of the opioid is related to the decrease in the amount of morphine
that enters the central sites (midbrain, pons and medulla, hippocampus,
corpus striatum and spinal cord). Interestingly, the
inhibitory effect of L-arginine on morphine antinociception and
distribution in the CNS is dependent on the dose of the NOS substrate
and observed only for morphine administered by s.c. route,
but not detected with intracerebroventricularly-administered
morphine. These observations suggest that the action of L-arginine
might be related to the decreased levels of the opioid in the brain.
The inhibitory effect of L-arginine on morphine-analgesia and entry
into the CNS is blocked by the NOS inhibitor L-NNA, suggesting that
the NO–NOS system may play a role in the regulation of blood–
brain barrier to morphine. The complexity of the role of NO in
modulating the action of opioids could also be evidenced by
experimental data showing that, depending on the isoform of neuronal
nitric oxide synthase (nNOS-1 or nNOS-2), different roles of
nitric oxide in morphine analgesia could be observed. Kolesnikov
et al. [169] demonstrated that the nNOS-2 isoform mediates the
analgesic action of morphine, whereas the nNOS-1 isoform is
involved in the development of tolerance to the analgesic action
of the opioid. Furthermore, these authors also observed that the
facilitating nNOS-2 system predominates at the spinal level, while
the inhibitory nNOS-1 system is the major supraspinal nNOS system,
indicating that, at the functional level, the two isoforms of
nNOS can display opposing effects on morphine actions.
The distinct effects of NO in the nociceptive system and in the
antinociceptive action of opioids may be also correlated to gender.
Fatehi-Hassanabad et al. (2005) [170] demonstrated that administration
of L-NAME to male mice increases the reaction time to thermal
nociceptive stimulus in the hot plate test, but does not alter
the response in female animals. These results indicate that the
endogenous control of nociception by nitric oxide is related to
sex hormones, being NO pro-nociceptive only in male animals.
On the other hand, L-NAME increases the antinociceptive effect of
morphine in the tail-flick test only in female rats, suggesting that
the decreased efficacy of opioids in females is dependent on the
NO signaling systems [171].
Perspectives on the clinical use of NO as an analgesic drug
Despite the controversial data, the antinociceptive effect of NO
has been consistently demonstrated. Therefore, the clinical use of
NO should be considered as an important strategy for pain therapy.
In fact, modification of pre-existing analgesic and anti-inflammatory
drugs by addition of NO-releasing moieties has been shown
to improve the analgesic efficacy of these drugs and also to reduce
the expression of their side effects. The cyclooxygenase inhibitor
nitric oxide donors (CINODs) are an example of a new class of
anti-inflammatory/analgesic drugs generated by addition of a NO
generating moiety to the parent non-steroidal anti-inflammatory
drugs (NSAID) (review in [172]). This strategy reduces the gastrointestinal
toxicity of NSAID and confers a potent anti-inflammatory
activity. NCX-701 or nitroparacetamol is also a new drug resulting
from the combination of paracetamol and a nitrooxybutyroyl moiety,
which releases nitric oxide at a low, but steady, level [173].
NCX-701 has been shown to be effective in acute nociception
and in neuropathic pain, with a better outcome when compared
to paracetamol alone, since the combination of these molecules
also results in an enhancement of the analgesic activity of paracetamol.
In addition, whereas paracetamol lacks antiinflammatory
activity, NCX-701 might reduce inflammation [173]. Another strategy
that has been used for pain control is the delivery of nitric
oxide donors (usually as a nitroglycerin patch) together with opioids
in cancer pain management (review in [96]). This strategy enhances
the analgesic efficacy of morphine in patients with cancer
pain, delays morphine tolerance and decreases the incidence of
the adverse effects of opioids [174,175]. The use of NO donors to
reduce pain in patients undergoing surgery has also been
evaluated. It was demonstrated by Sen et al. [176] that the addition of nitroglycerin to
lidocaine for IV regional anesthesia improves
sensory and motor block, tourniquet pain, and postoperative analgesia
without side effects. Furthermore, the analgesic efficacy of
epidural ketamine in patients undergoing orthopedic surgery is enhanced
by transdermal nitroglycerin [177]. Although clinical trials
with some of these drugs have provided results consistent with
pre-clinical data, there is only limited information available to support
the beneficial use of nitric oxide as an analgesic in patients
and further studies are needed to support their clinical use
[96,172,173].
Concluding remarks
Nitric oxide plays a complex and diverse role in the modulation
of nociceptive transmission in both the peripheral and central nervous
system. The mechanisms involved in the nociceptive as well
antinociceptive effects of NO are not fully characterized yet and
considerable work is necessary to elucidate its role in nociceptive
transmission. The nociceptive effect of NO involves the stimulation
of soluble guanylyl cyclase resulting in conversion of guanosine triphosphate
to cGMP, which, in turn, modulates the activity of many
targets in the cells, including PKG, ion channels and phosphodiesterases.
NO may interact with many systems, such as NMDA
receptors and COXs, to induce hyperalgesic effect. Concerning the
analgesic effect of NO, experimental data have indicated that this
effect also depends on activation of an intracellular signaling
pathway, involving the cGMP–PKG–ATP-sensitive K+ channels
pathway. The experimental evidences demonstrating that nitric
oxide undoubtedly contributes to the mechanisms underlying the
analgesic action of opioids, anti-inflammatory and other analgesic
drugs could foster the development of strategies for appropriate
analgesic drug therapy. Furthermore, the demonstration that addition
of NO-releasing moieties increases the analgesic efficacy of the
parent drug could represent a useful strategy for an improved and
more efficient pain treatment.

Anda mungkin juga menyukai