Metodologi
1
untuk mengurangi atau mencegah kehilangan darah dan kebutuhan transfusi darah
alogenik.
Tujuan dari pedoman yang telah diperbaharui ini adalah untuk meningkatkan
manajemen perioperatif transfusi darah dan terapi adjuvan dan untuk mengurangi
risiko hasil buruk yang terkait dengan transfusi, perdarahan, atau anemia.
Fokus
Aplikasi
Pedoman ini berlaku untuk keadaan bedah rawat inap dan rawat jalan, dan
prosedur intervensi yang dilakukan di kamar operasi maupun di lokasi lain
(misalnya, intervensi radiologi, unit perawatan kritis) di mana transfusi darah atau
2
terapi adjuvant lainnya diindikasikan. Mereka secara langsung dapat diaplikasikan
untuk perawatan yang dikelola oleh ahli anestesi dan individu yang memberikan
perawatan di bawah arahan medis atau pengawasan ahli anestesi. Mereka juga
dimaksudkan untuk melayani sebagai sumber daya untuk dokter lainnya dan
personil perawatan pasien yang terlibat dalam perawatan perioperatif pasien ini.
Pada tahun 2012, Komite ASA pada Standar dan Parameter Praktek meminta agar
Pedoman terbaru yang diterbitkan pada tahun 2006 untuk dievaluasi kembali.
Revisi saat ini terdiri dari evaluasi literatur dan evaluasi temuan survei baru dari
konsultan ahli dan anggota ASA. Ringkasan rekomendasi ditemukan pada
lampiran 1.
Revisi ini dikembangkan oleh anggota satuan tugas ASA yang ditunjuk, terdiri
dari 10 anggota, yang terdiri dari ahli anestesi dari praktek swasta dan akademisi
dari berbagai wilayah geografis dari Amerika Serikat, seorang ahli patologi yang
mengkhususkan diri dalam pengobatan transfusi, dan dua ahli methodologi
konsultasi dari Komite ASA terhadap Standar dan Parameter Praktek.
3
terbuka. Keenam, para konsultan disurvei untuk menilai pendapat mereka tentang
kelayakan penerapan Pedoman. Ketujuh, semua informasi yang tersedia
digunakan untuk membangun konsensus dalam Satuan Tugas untuk
menyelesaikan Pedoman.
Penyusunan dari Pedoman terbaru ini mengikuti proses metodologis ketat. Bukti
diperoleh dari dua sumber utama seperti bukti ilmiah dan bukti berbasis opini
(Lampiran 2).
Bukti ilmiah
Bukti ilmiah yang digunakan dalam pengembangan Pedoman terbaru ini adalah
berdasarkan temuan kumulatif dari literatur yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal
peer-review. Kutipan literatur diperoleh dari PubMed dan database kesehatan
lainnya, pencarian internet langsung, anggota-anggota Satgas, penghubung
dengan organisasi lain dan dari pencarian referensi manual yang terletak di artikel
yang telah diulas.
4
Kategori A.RCT melaporkan temuan komparatif antara intervensi klinis untuk
hasil yang telah ditentukan. Hasil yang secara statistik signifikan (P <0,01)
ditetapkan sebagai menguntungkan (B) atau berbahaya (H) untuk pasien; statistik
temuan tidak signifikan ditetapkan sebagai samar-samar (E).
Level 1: Literatur berisi sejumlah RCT yang mencukupi untuk melakukan meta-
analisis, ║dan temuan meta-analisis dari penelitian-penelitian agregat dilaporkan
sebagai bukti.
Level 2: Literatur berisi beberapa RCT, tetapi jumlah RCT tidak cukup untuk
melakukan meta-analisis yang layak untuk tujuan dari Pedoman yang telah
diperbarui ini. Temuan dari RCT ini dilaporkan sebagai bukti.
Level 3: Literatur ini berisi RCT tunggal, dan temuan dari studi ini dilaporkan
sebagai bukti.
5
║Semua meta-analisis dilakukan oleh Komite ASA pada kelompok metodologi
Standar dan Parameter Praktek. Meta-analisis dari sumber lain telah ditinjau tetapi
tidak diikutsertakan sebagai bukti dalam dokumen ini.
# Ketika jumlah yang sama dari respon kategoris berbeda diperoleh, nilai median
ditentukan dengan menghitung mean aritmetik dari dua nilai tengah. Ikatan
dihitung dengan rumus yang telah ditentukan.
Ketidakcukupan Literatur
Kurangnya bukti-bukti ilmiah yang cukup dalam literatur dapat terjadi ketika
bukti-bukti tidak tersedia (yaitu, tidak ada penelitian yang bersangkutan
ditemukan) atau tidak memadai. Literatur yang inadekuat tidak dapat digunakan
untuk menilai hubungan antara intervensi klinis dan hasil, oleh karena literatur
seperti itu tidak mengizinkan interpretasi yang jelas dari temuan karena
kekhawatiran metodologis (misalnya, membingungkan dalam hal desain
penelitian atau implementasinya) atau tidak memenuhi kriteria dari segi konten
sebagaimana yang telah didefinisikan dalam "Fokus" Pedoman.
Semua bukti berdasarkan opini (misalnya, data survei, kesaksian forum terbuka,
komentar berbasis internet, surat, dan editorial) yang relevan untuk setiap topik
telah dipertimbangkan dalam pengembangan Pedoman yang diperbarui ini.
Namun, hanya temuan yang diperoleh dari survei resmi yang telah dilaporkan.
Survei opini dikembangkan untuk pembaruan ini oleh Satuan Tugas, untuk
mengatasi setiap intervensi klinis yang diidentifikasi dalam dokumen. Survei yang
identik didistribusikan kepada konsultan ahli dan sampel acak dari anggota ASA.
Kategori A: Opini Ahli. Respon survei dari konsultan ahli Satuan Tugas yang
ditunjuk, telah dilaporkan dalam bentuk ringkasan dalam teks, dengan daftar
lengkap dari respon survei konsultan dilaporkan dalam lampiran 2.
6
Kategori B: Opini Keanggotaan. Respon survei dari anggota ASA aktif telah
dilaporkan dalam bentuk ringkasan dalam teks, dengan daftar lengkap dari respon
survei anggota ASA dilaporkan dalam lampiran 2.
Respon survei dari ahli dan anggota telah dicatat menggunakan skala 5-poin dan
diringkas berdasarkan nilai-nilai median. #
Setuju: skor Median 4 (Setidaknya 50% dari tanggapan adalah 4 atau 4 dan 5)
Samar-samar: skor Median 3 (Setidaknya 50% dari tanggapan 3, atau tidak ada
kategori respon lain atau kombinasi dari kategori yang sama mengandung
setidaknya 50% dari tanggapan)
Setuju: skor Median 2 (Setidaknya 50% dari tanggapan adalah 2 atau 1 dan 2)
Sangat Tidak Setuju: skor Median 1 (Setidaknya 50% dari tanggapan adalah 1)
Pedoman
Evaluasi pasien
Evaluasi pra operasi terhadap pasien untuk mengidentifikasi faktor risiko yang
memerlukan transfusi darah atau terapi adjuvant termasuk meninjau catatan medis
sebelumnya, melakukan wawancara pasien atau keluarga, meninjau hasil uji
laboratorium yang ada, dan menyiapkan tes laboratorium tambahan jika
diperlukan.
7
Temuan Literatur: Meskipun ia adalah prakteik klinis yang diterima dengan baik
untuk meninjau catatan medis dan melakukan wawancara pasien, studi banding
tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari praktek-praktek tersebut. Studi
observasional dan laporan kasus menunjukkan bahwa kondisi-kondisi bawaan
atau diperoleh tertentu (misalnya, anemia sel sabit, defisiensi faktor pembekuan,
hemofilia, dan penyakit hati) mungkin berhubungan dengan komplikasi transfusi
darah (Kategori bukti B3/B4-H)
Selain itu, studi observasional menunjukkan bahwa temuan dari tes laboratorium
pra operasi yang bersangkutan (misalnya, hemoglobin, hematokrit, tes koagulasi)
mungkin dapat bersifat prediktif untuk kehilangan darah perioperatif, risiko
transfusi, atau efek samping lainnya (misalnya, cedera ginjal akut) terkait dengan
transfusi (Kategori bukti B2-B).
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA, keduanya sangat setuju untuk
meninjau catatan medis dan wawancara pasien atau keluarga sebelumnya untuk
mengidentifikasi transfusi darah sebelumnya, riwayat koagulopati diinduksi-obat,
kehadiran koagulopati bawaan, riwayat peristiwa trombotik, dan faktor risiko
untuk iskemia organ dan meninjau hasil uji laboratorium yang tersedia termasuk
hemoglobin, hematokrit, dan profil koagulasi dan menyiapkan tes laboratorium
tambahan tergantung pada kondisi medis pasien (misalnya, koagulopati, anemia).
Para anggota ASA setuju dan para konsultan sangat setuju dalam
menginformasikan pasien terhadap risiko potensial versus keuntungan transfusi
darah dan menimbulkan preferensi mereka dan melakukan pemeriksaan fisik
pasien (misalnya, ekimosis, peteki, pucat).
• Tinjau catatan medis sebelumnya dan wawancara pasien atau keluarga untuk
mengidentifikasi:
8
º Riwayat koagulopati akibat obat (misalnya, warfarin, clopidogrel, aspirin dan
antikoagulan lain, serta vitamin atau suplemen herbal yang dapat mempengaruhi
koagulasi [Lampiran 3])
Faktor risiko adanya iskemia organ (misalnya, penyakit jantung dan pernapasan)
yang dapat mempengaruhi pemicu transfusi utama untuk sel-sel darah merah
(misalnya, tingkat hemoglobin)
• Jika memungkinkan, lakukan evaluasi pra operasi yang cukup baik lebih dahulu
(misalnya, beberapa hari minggu) untuk memungkinkan persiapan pasien yang
tepat.
9
11,0g/dl untuk wanita hamil dan 13,0 g/dl untuk pria ≥15.0 tahun. Pengobatan
pra-admisi dari anemia meliputi pemberian erythropoietin dan/atau zat besi untuk
meningkatkan kadar hemoglobin sebelum operasi.
** Neonatus, bayi, dan anak dengan berat badan kurang dari 35 kg dikecualikan
dari fokus Pedoman ASA ini.
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA setuju bahwa erythropoietin
dengan atau tanpa zat besi dapat diberikan bila memungkinkan untuk mengurangi
kebutuhan darah alogenik pada populasi pasien pilihan (misalnya, insufisiensi
ginjal, anemia penyakit kronis, penolakan transfusi); serta konsultan dan anggota
ASA sangat setuju mengenai pemberian zat besi untuk pasien dengan anemia
defisiensi besi jika waktu memungkinkan.
Temuan Literatur: Satu studi observasional komparatif tidak acak adalah samar-
samar sehubungan dengan efek penghentian warfarin dan menggantinya dengan
heparin berat molekul rendah pada kebutuhan transfusi darah bila dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan warfarin (Kategori bukti B1-E). Studi
observasional melaporkan volume kehilangan darah berkisar 265-756 ml, dan
10
kebutuhan transfusi darah mulai dari rata-rata 0,08-0,5 unit ketika clopidogrel
dihentikan sebelum operasi (Kategori bukti B3).
Literatur ini tidak cukup untuk mengevaluasi efek penghentian aspirin sebelum
operasi, meskipun dua RCT yang membandingkan pemberian aspirin dengan
plasebo sebelum operasi melaporkan temuan samar-samar (P> 0,01) untuk
hilangnya darah perioperatif, kebutuhan transfusi, atau efek samping pasca operasi
(misalnya, infark miokard, perdarahan besar, atau kematian) (Kategori bukti A2-
E).
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju mengenai
penghentian terapi antikoagulan (misalnya, warafin,obat anti-Xa, agen
antitrombin) untuk operasi elektif, dalam konsultasi dengan spesialis yang sesuai;
jika secara klinis memungkinkan, penghentian agen antiplatelet nonaspirin
(misalnya, Thienopyridines seperti clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel) untuk
waktu yang cukup sebelum operasi, kecuali untuk pasien dengan riwayat
intervensi koroner perkutan; dan bahwa risiko trombosis versus risiko
peningkatan perdarahan harus dipertimbangkan ketika mengubah status
antikoagulan.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sangat setuju untuk
memastikan bahwa darah dan komponen darah adalah tersedia untuk pasien ketika
kehilangan darah yang signifikan atau transfusi diperkirakan terjadi; mereka
sepakat bahwa bila darah autologous lebih disukai, pasien harus ditawarkan
kesempatan untuk menyumbangkan darah sebelum admisi hanya jika ada waktu
yang cukup untuk rekonstitusi erythropoietik.
11
Rekomendasi Persiapan Pasien Pra-admisi
• Erythropoietin dengan atau tanpa zat besi dapat diberikan bila memungkinkan
untuk mengurangi kebutuhan darah alogenik pada populasi pasien yang dipilih
(misalnya, insufisiensi ginjal, anemia penyakit kronis, penolakan transfusi). ‡‡
• Berikan zat besi untuk pasien dengan anemia defisiensi besi jika waktu
memungkinkan.
º Transisi untuk obat kerja singkat (misalnya, heparin, heparin dengan berat
molekular rendah) mungkin adalah tepat pada pasien tertentu.
• Pastikan bahwa darah dan komponen darah tersedia untuk pasien ketika
kehilangan darah yang signifikan atau transfusi diperkirakan akan terjadi.
Persiapan Pra-prosedur
12
pembalikan/reversal antikoagulan, (3) antifibrinolitik untuk profilaksis kehilangan
darah yang berlebihan, ## dan (4) hemodilusi normovolemik akut (ANH) .
13
Temuan Survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sangat setuju
mengenai penggunaan protokol atau algoritma multimodal sebagai strategi untuk
mengurangi penggunaan produk darah.
Definisi untuk strategi restriktif versus liberal untuk transfusi darah bervariasi
dalam literatur, meskipun kriteria hemoglobin untuk transfusi kurang dari 8g/dl
dan nilai hematokrit kurang dari 25% biasanya dilaporkan sebagai restriktif.
Temuan Survei: Para anggota ASA setuju dan konsultan sangat setuju bahwa
strategi transfusi sel darah merah restriktif dapat digunakan untuk mengurangi
kebutuhan transfusi.
Temuan Literatur: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju bahwa protokol
untuk menghindari transfusi dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi
kehilangan darah untuk pasien yang mana transfusinya ditolak atau tidak
memungkinkan.
14
Protokol Transfusi masif. Protokol transfusi masif diimplementasikan dalam kasus
perdarahan yang mengancam hidup setelah trauma dan/atau selama prosedur, dan
dimaksudkan untuk meminimalkan efek samping hipovolemia dan pengenceran
koagulopati. Protokol ini memerlukan ketersediaan darah dan produk darah
alogenik dalam jumlah besar. Mereka sering meresepkan transfusi FFP dan
trombosit dalam rasio yang lebih tinggi (misalnya, 1:1) dengan transfusi sel darah
merah.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sangat setuju
mengenai penggunaan protokol transfusi masif bila tersedia sebagai strategi untuk
mengoptimalkan pengiriman produk darah terhadap pasien dengan perdarahan
masif.
15
dapat ditemukan dalam American College of Cardiology/American Heart
Association: 2014 ACC/AHA guideline on perioperative cardiovascular
evaluation and management of patients undergoing noncardiac surgery.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat mengenai
penggunaan jadwal pengiriman darah pembedahan maksimal, bila tersedia dan
sesuai dengan kebijakan institusi, sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi
praktek pemesanan darah.
Pembalikan Antikoagulan.
16
International Normalized Ratio (INR) (Kategori bukti B3/4-B), dengan kejadian
tromboemboli dilaporkan pada 0,003% dari pasien setelah infusi (Kategori bukti
B3). Literatur tersebut tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari penggunaan
FFP dengan pembalikan antikoagulan. Satu studi retrospektif yang
membandingkan vitamin K diberikan segera sebelum pembedahan dengan tidak
diberikannya vitamin K, melaporkan temuan samar-samar untuk kebutuhan
transfusi (Kategori bukti B3-E).
Temuan survei: Baik konsultan maupun anggota ASA sangat setuju bahwa untuk
pembalikan yang mendesak dari warafin, berikanlah PCC dalam konsultasi
dengan spesialis yang sesuai, atau berikan FFP. Para anggota ASA setuju dan para
konsultan sangat setuju mengenai pemberian vitamin K untuk pembalikan
warfarin yang tidak mendesak, kecuali bila pemulihan yang cepat dari
antikoagulan setelah operasi diperlukan.
17
darah perioperatif, jumlah pasien yang ditransfusi, dan volume produk darah yang
ditransfusi (Kategori bukti A1-B).
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat mengenai
penggunaan terapi antifibrinolitik profilaksis untuk mengurangi perdarahan dan
risiko transfusi, untuk pasien berisiko perdarahan yang berlebihan. Konsultan dan
anggota ASA keduanya juga sepakat mengenai penggunaan terapi antifibrinolitik
untuk mengurangi transfusi darah alogenik pada pasien yang menjalani bypass
jantung. Mereka juga sama-sama sepakat mengenai pertimbangan menggunakan
terapi antifibrinolitik dalam keadaan klinis lain yang berisiko tinggi untuk
terjadinya perdarahan yang berlebihan.
18
dengan pemulihan sel darah merah intraoperatif saja, adalah efektif dalam
mengurangi volume darah alogenik yang ditransfusikan (Kategori bukti A1-B)
dan kurang tegas mengenai jumlah pasien yang ditransfusi dengan darah alogenik
(Kategori bukti A1-E).
• Strategi transfusi sel darah merah restriktif dapat digunakan secara aman untuk
mengurangi pemeberian transfusi. ***
19
• Sebuah protokol transfusi masif (yaitu, hemoragik) dapat digunakan bila tersedia
sebagai strategi untuk mengoptimalkan pengiriman produk darah terhadap pasien
dengan perdarahan masif.
Pembalikan Antikoagulan.
20
*** Sel darah merah mengacu pada semua komponen yang mengandung sel darah
merah. Transfusi sel darah merah jarang diperlukan ketika konsentrasi
hemoglobin lebih dari 10 g/dl.
‡‡‡ ANH tidak memungkinkan oleh karena faktor-faktor pasien yang sudah ada
sebelumnya, seperti volume kecil darah, hemoglobin rendah, atau adanya penyakit
iskemik.
Intervensi intraoperatif dan intervensi pasca operasi termasuk (1) transfusi sel
darah merah alogenik, (2) reinfusi sel darah merah yang diperoleh kembali, (3)
pemantauan pasien intraoperatif dan pasca operasi, dan (4) pengobatan perdarahan
yang berlebih.
Transfusi Sel Darah Merah Alogenik. Transfusi darah alogenik mencakup topik-
topik dari (1) usia darah yang disimpan dan (2) pengurangan leukosit.
Temuan Literatur: studi komparatif tidak acak adalah samar-samar mengenai efek
daripada darah yang baru saja disimpan versus darah yang sudah lama disimpan,
pada mortalitas di rumah sakit, kematian 30-hari pasca keluar dari rumah sakit,
komplikasi infeksi, dan lama tinggal di unit perawatan intensif atau rumah sakit
(Kategori bukti B1-E).
Temuan survei: Para konsultan berpendapat samar-samar dan anggota ASA setuju
mengenai pemberian darah tanpa mempertimbangkan durasi penyimpanan.
21
Reduksi Leukosit.
Temuan Literatur: RCT adalah samar-samar mengenai infeksi pasca operasi dan
komplikasi infeksi, ketika deplesi leukosit RBC telah dibandingkan dengan
deplesi nonleukosit (Kategori bukti A2-B).
Temuan survei: Para anggota ASA setuju dan konsultan sangat setuju bahwa darah
dengan leukosit-tereduksi dapat digunakan untuk transfusi sebagai tujuan untuk
mengurangi komplikasi yang terkait dengan transfusi darah alogenik.
Temuan Literatur: RCT menunjukkan bahwa pemulihan darah pasca operasi dan
reinfusi dengan sel darah merah yang dipulihkan kembali, mengurangi frekuensi
transfusi darah alogenik (Kategori bukti A2-B) pada pasien yang menjalani bedah
ortopedi mayor.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sangat setuju
mengenai reinfusi dari sel darah merah yang dipulihkan kembali sebagai
intervensi hemat-darah dalam periode intraoperatif dan/atau periode pasca operasi.
Pemantauan pasien secara intraoperatif dan pasca operasi terdiri dari monitoring
untuk: (1) kehilangan darah, (2) perfusi organ vital, (3) anemia, (4) koagulopati,
dan (5) efek samping dari transfusi.
22
Pemantauan untuk Kehilangan Darah.
Pemantauan kehilangan darah terdiri dari penilaian visual dari bidang bedah,
termasuk sejauh mana darah tampak, kehadiran perdarahan mikrovaskuler, spons
bedah, ukuran dan bentuk bekuan darah, dan volume di tabung hisap/suction.
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju mengenai: (1)
melakukan penilaian visual secara berkala dari bidang bedah bersama-sama
dengan ahli bedah untuk menilai adanya perdarahan mikrovaskuler bedah atau
berlebih (yaitu, koagulopati) dan (2) penggunaan metode standar untuk
pengukuran kuantitatif kehilangan darah termasuk memeriksa tabung hisap, spons
bedah, dan saluran/drain bedah.
23
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju mengenai: (1)
pemantauan untuk perfusi organ vital menggunakan monitor standar ASA (yaitu,
tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen, elektrokardiografi) sebagai
tambahan selain mengamati gejala klinis dan fitur pemeriksaan fisik dan (2)
bahwa pemantauan tambahan mungkin termasuk echocardiography, monitoring
ginjal (output urin), monitoring otak (yaitu, oksimetri otak dan NIRS), analisis gas
darah arteri, dan saturasi oksigen vena campuran.
Pemantauan Anemia.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sangat setuju bahwa
jika anemia diduga, pantau nilai-nilai hemoglobin/hematokrit berdasarkan
perkiraan kehilangan darah dan tanda-tanda klinis.
Pemantauan Koagulopati.
Korelasi yang signifikan dilaporkan antara fotometer dan temuan uji laboratorium
tradisional. Sebuah studi observasional memeriksa jumlah trombosit selama
bypass kardiopulmoner untuk memprediksi kehilangan darah yang berlebih,
24
melaporkan nilai sensitivitas 83% dan nilai spesifisitas 58% (Kategori bukti B2).
Sebuah RCT melaporkan temuan samar-samar untuk kehilangan darah dan
kebutuhan transfusi ketika TEG dibandingkan dengan tes koagulasi laboratorium
standar (Kategori bukti A3-E). Sebuah RCT melaporkan temuan samar-samar
dengan ROTEM versus tanpa dilakukan pemantauan fibrinolisis untuk RBC, FFP,
dan kebutuhan transfusi trombosit (Kategori bukti A3-E).
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA setuju bahwa jika koagulopati
diduga, mendapatkan tes viskoelastik (misalnya, TEG dan ROTEM), bila tersedia,
serta hitung platelet. Mereka berdua sangat setuju bahwa jika tes viskoelastik
tidak tersedia, lakukanlah tes koagulasi standar (misalnya, INR, aPTT, konsentrasi
fibrinogen), serta trombosit untuk pemantauan.
25
alergi seperti urtikaria; dan tanda-tanda toksisitas sitrat seperti hipokalsemia
(Lampiran 4).
Temuan Literatur: studi banding tidak acak melaporkan risiko tinggi infeksi
setelah transfusi sel darah merah (Kategori bukti B1-H), dan laporan kasus
menunjukkan bahwa hasil yang merugikan termasuk cedera paru akut yang
berhubungan dengan transfusi dan reaksi transfusi hemolitik tertunda dapat terjadi
setelah transfusi (Kategori bukti B4-H). literatur tidak cukup untuk
merekomendasikan praktek pemantauan khusus untuk mengidentifikasi efek
transfusi yang merugikan.
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA sangat setuju bahwa (1) selama
dan setelah transfusi, secara berkala periksa hipertermia, hemoglobinuria,
perdarahan mikrovaskuler, hipoksemia, gangguan pernapasan, peningkatan
tekanan puncak napas, urtikaria, hipotensi, dan tanda-tanda hipokalsemia dan ( 2)
sebelum melakukan terapi untuk reaksi transfusi, hentikan transfusi darah dan
lakukan tes diagnostik yang tepat.
Transfusi Trombosit.
Temuan Literatur: Literatur terbaru tidak cukup untuk mengevaluasi dampak dari
transfusi trombosit pada resolusi koagulopati.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat mengenai
memperoleh jumlah trombosit sebelum transfusi trombosit, jika memungkinkan;
Namun, para anggota ASA setuju dan konsultan samar-samar tentang
mendapatkan tes fungsi platelet, jika tersedia, pada pasien dengan (misalnya,
clopidogrel) disfungsi platelet diinduksi-obat atau dicurigai dengan hal tersebut.
26
Transfusi FFP.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih, lakukanlah tes koagulasi (yaitu, PT atau
INR dan aPTT) sebelum transfusi FFP, jika memungkinkan.
Transfusi Kriopresipitat.
Temuan survei: Para anggota ASA setuju dan konsultan sangat setuju bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih, nilai tingkat fibrinogen sebelum
pemberian kriopresipitat, jika memungkinkan.
Desmopressin:
27
Temuan Survei: Baik konsultan dan anggota ASA setuju bahwa, pada pasien
dengan perdarahan yang berlebih dan disfungsi trombosit, pertimbangkan
penggunaan desmopressin.
Antifibrinolitik:
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih, pertimbangkan penggunaan
antifibrinolitik (yaitu, asam ε-aminokaproat, asam traneksamat), jika belum
digunakan.
Hemostatik topikal:
Temuan Literatur: Meta-analisis dari RCT menunjukkan bahwa lem fibrin efektif
dalam mengurangi volume kehilangan darah perioperatif dan jumlah pasien yang
ditransfusi bila dibandingkan dengan tidak menggunakan lem fibrin (Kategori
bukti A1-B). RCT menunjukkan bahwa gel trombin efektif dalam mengurangi
kehilangan darah perioperatif dan waktu untuk hemostasis (Kategori bukti A2-B).
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih, pertimbangkan hemostatik topikal
seperti lem fibrin atau gel trombin.
28
Konsentrat Kompleks Prothrombin:
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih dan peningkatan INR, pertimbangkan
penggunaan PCC.
Temuan survei: Baik konsultan dan anggota ASA setuju bahwa, ketika pilihan
tradisional untuk mengobati perdarahan yang berlebih karena koagulopati telah
habis, pertimbangkan pemberian faktor VII-diaktifkan rekombinan.
Temuan survei: Para konsultan dan anggota ASA keduanya sepakat bahwa, pada
pasien dengan perdarahan yang berlebih, pertimbangkan penggunaan fibrinogen
konsentrat.
29
Rekomendasi Pengelolaan Kehilangan Darah Intraoperatif dan Pasca
Operasi
• Reinfusi sel darah merah yang dipulihkan kembali sebagai intervensi hemat-
darah pada periode intraoperatif, jika memungkinkan.
### Sebuah hitung trombosit tidak diperlukan ketika sebuah protokol transfusi
masif digunakan.
**** Tes Koagulasi tidak diperlukan ketika sebuah protokol transfusi masif
digunakan.
• Secara berkala lakukan penilaian visual dari bidang bedah bersama-sama dengan
ahli bedah untuk menilai adanya perdarahan mikrovaskular (misalnya,
koagulopati) atau perdarahan bedah berlebih.
• Pantau adanya perfusi organ vital menggunakan monitor standar ASA (yaitu,
tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen, elektrokardiografi) selain
mengamati gejala klinis dan fitur pemeriksaan fisik.║║║
30
º Pemantauan tambahan mungkin termasuk echocardiography, pemantauan ginjal
(output urin), pemantauan otak (misalnya, oksimetri otak dan NIRS), analisis gas
darah arteri, dan saturasi oksigen vena campuran.
• Jika koagulopati dicurigai, dapatkan tes koagulasi standar (misalnya, INR, aPTT,
konsentrasi fibrinogen) atau tes viskoelastik (misalnya, TEG dan ROTEM), jika
tersedia, serta jumlah trombosit.
• Selama dan setelah transfusi, secara berkala periksa tanda-tanda reaksi transfusi
termasuk hipertermia, hemoglobinuria, perdarahan mikrovaskuler, hipoksemia,
gangguan pernapasan, peningkatan tekanan puncak napas, urtikaria, hipotensi, dan
tanda-tanda hipokalsemia.
º Jika tanda-tanda reaksi transfusi tampak jelas, segera hentikan transfusi, berikan
terapi suportif, dan mulai perawatan suportif.
31
º Mendapatkan tes koagulasi (yaitu, PT atau INR dan aPTT) sebelum transfusi
FFP, jika memungkinkan (lihat tabel 1 untuk kriteria transfusi yang disarankan
untuk FFP).
º PCC dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan yang berlebih dan
peningkatan INR.
I. Evaluasi Pasien
• Tinjau catatan medis sebelumnya dan wawancara pasien atau keluarga untuk
mengidentifikasi:
32
koagulasi [Lampiran 3])
º Faktor risiko untuk iskemia organ (misalnya, penyakit jantung dan pernapasan)
yang dapat mempengaruhi pemicu transfusi utama untuk sel-sel darah merah
(misalnya, tingkat hemoglobin).
• Ulas hasil uji laboratorium yang tersedia termasuk hemoglobin, hematokrit, dan
profil koagulasi.
• Jika memungkinkan, lakukan evaluasi pra operasi yang cukup baik lebih dahulu
(misalnya, beberapa hari atau minggu) untuk memungkinkan persiapan pasien
yang tepat.
• Erythropoietin dengan atau tanpa zat besi dapat diberikan bila memungkinkan
untuk mengurangi kebutuhan darah alogenik pada populasi pasien yang dipilih
(misalnya, insufisiensi ginjal, anemia penyakit kronis, penolakan transfusi). ‡‡‡‡
• Berikan zat besi untuk pasien dengan anemia defisiensi besi jika waktu
memungkinkan.
33
º Transisi untuk obat kerja pendek (misalnya, heparin, heparin dengan molekul
berat rendah) mungkin tepat pada pasien tertentu.
• Pastikan bahwa darah dan komponen darah adalah tersedia untuk pasien ketika
kehilangan darah yang signifikan atau transfusi diharapkan.
• Strategi transfusi sel darah merah restriktif dapat digunakan secara aman untuk
mengurangi pemberian transfusi. ***
34
status volume intravaskular, tanda-tanda iskemia organ, dan kecukupan cadangan
kardiopulmoner .
• Sebuah protokol transfusi masif (yaitu, hemoragik) dapat digunakan bila tersedia
sebagai strategi untuk mengoptimalkan pengiriman produk darah terhadap pasien
dengan perdarahan masif.
Pembalikan Antikoagulan
• Untuk reversal urgensi dari warfarin, berikan PCC dalam konsultasi dengan
spesialis yang sesuai, atau berikan FFP.
35
• Pertimbangkan untuk menggunakan terapi antifibrinolitik untuk profilaksis pada
operasi hati dan keadaan klinis lain yang berisiko tinggi untuk perdarahan yang
berlebih. †††
• Reinfusi sel darah merah yang dipulihkan sebagai intervensi hemat-darah pada
periode intraoperatif, jika memungkinkan.
• Secara berkala lakukan penilaian visual dari bidang bedah bersama-sama dengan
ahli bedah untuk menilai adanya perdarahan mikrovaskular (misalnya,
koagulopati) atau perdarahan bedah berlebih.
• Pantau adanya perfusi organ vital menggunakan monitor standar ASA (yaitu,
tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen, elektrokardiografi) selain
mengamati gejala klinis dan fitur pemeriksaan fisik.║║║
36
º Pemantauan tambahan mungkin termasuk echocardiography, pemantauan ginjal
(output urin), pemantauan otak (misalnya, oksimetri otak dan NIRS), analisis gas
darah arteri, dan saturasi oksigen vena campuran.
• Jika koagulopati dicurigai, dapatkan tes koagulasi standar (misalnya, INR, aPTT,
konsentrasi fibrinogen) atau tes viskoelastik (misalnya, thromboelastography
[TEG] dan ROTEM), jika tersedia, serta jumlah trombosit.
• Selama dan setelah transfusi, secara berkala periksa tanda-tanda reaksi transfusi
termasuk hipertermia, hemoglobinuria, perdarahan mikrovaskuler, hipoksemia,
gangguan pernapasan, peningkatan tekanan puncak napas, urtikaria, hipotensi dan
tanda-tanda hipokalsemia.
º Jika tanda-tanda reaksi transfusi tampak jelas, segera hentikan transfusi, berikan
terapi suportif, dan mulai perawatan suportif.
37
• Dapatkan tes koagulasi (yaitu, PT atau INR dan aPTT) sebelum transfusi FFP,
jika memungkinkan (lihat tabel 1 untuk kriteria transfusi yang disarankan untuk
FFP). ****
• PCC dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan yang berlebih dan
INR meningkat.
Status Literatur
Untuk Pedoman yang diperbarui ini, sebuah ulasan dari studi-studi yang
digunakan dalam pengembangan pembaharuan sebelumnya telah digabungkan
dengan penelitian yang diterbitkan setelah persetujuan pembaruan pada tahun
2005. † Kajian ilmiah dari Pedoman ini didasarkan pada keterkaitan bukti atau
pernyataan tentang hubungan potensial antara intervensi klinis dan hasil.
Intervensi yang tercantum di bawah telah diperiksa untuk menilai hubungan
38
mereka dengan berbagai hasil terkait dengan transfusi darah perioperatif dan
terapi adjuvan.
Evaluasi pasien
• Meninjau catatan medis (memeriksa kondisi yang diperoleh atau bawaan, tes
laboratorium sebelumnya)
º Erythropoietin
º Zat besi
• Penghentian antikoagulan
º Warfarin
º Aspirin
39
º PAD versus darah alogenik atau produk darah
Persiapan Praprosedur
• Pembalikan antikoagulan
º Vitamin K
º PCC
º asam ɛ-aminokaproat
º Asam traneksamat
• ANH
40
Intervensi intraoperatif dan pasca operasi
º Reduksi leukosit
• Penyelamatan Sel
• Seluruh darah
• Penyelamatan Sel
• Whole Blood
• Spons bedah
º Pemantauan untuk perfusi dan oksigenasi organ vital yang tidak adekuat
41
• Pemantauan (tekanan darah, denyut jantung, saturasi oksigen)
• Pemantauan Otak
• Oksimetri Otak
• NIRS
• TEG
• ROTEM
• Kontaminasi bakteri
42
º Perawatan transfusi:
• Transfusi trombosit
• Transfusi FFP
• Kriopresipitat
º Perawatan farmakologis:
• Desmopressin
• Antifibrinolitik
• Asam ɛ-aminokaproat
• Asam traneksamat
• Hemostatik topikal
• Lem fibrin
• Gel Thrombin
• PCC
• PCC vs FFP
• Bebulin
• Profilnin
43
• Kriopresipitat
Untuk tinjauan literatur, studi klinis berpotensi relevan telah diidentifikasi melalui
pencarian literatur elektronik dan manual. Penelusuran yang diperbarui mencakup
periode 11-tahun dari tahun 2004 sampai 2014. Sebanyak 1800 kutipan baru yang
membahas topik yang terkait dengan bukti hubungan telah diidentifikasi. Artikel
ini telah diulas dan yang memenuhi kriteria sesuai seperti yang diuraikan dalam
bagian "Fokus" di atas, telah digabungkan dengan artikel pra-2005 yang
digunakan dalam pembaruan sebelumnya, sehingga menghasilkan total 520 artikel
yang berisi bukti-bukti yang terkait hubungan langsung. Sebuah bibliografi
lengkap digunakan untuk mengembangkan Pedoman ini, yang diselenggarakan
oleh bagian, tersedia sebagai Konten Digital Tambahan 2,
http://links.lww.com/ALN/B101.
44
square berdasarkan transformasi logaritmik dari nilai-P yang dilaporkan dari studi
independen, dan (2) tes gabungan Stouffer, memberikan representasi dari studi
dengan mempertimbangkan masing-masing dari deviasi normal baku dengan
ukuran sampel. Prosedur rasio odds berdasarkan metode Mantel-Haenszel untuk
menggabungkan hasil penelitian menggunakan 2 × 2 tabel digunakan dengan
informasi frekuensi hasil.
Tingkat signifikansi yang diterima didirikan pada P <0,01. Tes untuk heterogenitas
dari studi independen dilakukan untuk menjamin konsistensi antara hasil
penelitian. odds rasio DerSimonian-Laird efek-acak diperoleh ketika heterogenitas
yang signifikan ditemukan (P <0,01). Untuk mengendalikan bias potensial
penerbitan, sebuah nilai "gagal-aman n" dihitung. Tidak ada pencarian untuk studi
yang tidak dipublikasikan yang dilakukan, dan tidak ada tes keandalan untuk
menemukan hasil penelitian yang dilakukan. Untuk dapat diterima sebagai temuan
yang signifikan, odds rasio Mantel-Haenszel harus setuju dengan hasil tes
gabungan setiap kali kedua jenis data dinilai. Dengan tidak adanya odds rasio
Mantel-Haenszel, temuan dari tes gabungan Fisher dan Stouffer harus setuju
dengan satu sama lain untuk bisa diterima sebagai hasil signifikan.
45
Bukti berbasis konsensus
46
†††† Satuan Tugas memperingatkan bahwa mungkin terdapat risiko trombosis
arteri dengan penggunaan faktor VII-diaktifkan yang dapat mengakibatkan infark
miokard, terutama pada pasien yang lebih tua.
§§§§ Satuan Tugas memperingatkan bahwa clopidogrel dan aspirin tidak harus
dihentikan sebelum operasi pada pasien dengan stent koroner ditempatkan pada 3
bulan terakhir untuk bare metal stent dan 1 tahun untuk drug eluting stent karena
risiko infark miokard perioperatif. Lihat American Society of Anesthesiologists
Committee on Standards and Practice Parameters: Practice alert for the
perioperative management of patients with coronary artery stents: A report by the
American Society of Anesthesiologists Committee on Standards and Practice
Parameters. ANESTHESIOLOGY 2009; 110: 22-3
Bilberry
Bromelain
Dong Quoi
Feverfew
Minyak ikan
Bawang putih
47
Jahe
Ginko biloba
Saw palmetto
Kamomil
Akar dandelion
Dong Quoi
Chestnut Kuda
Vitamin K
Vitamin E
Reaksi transfusi hemolitik intravaskular akut terjadi ketika sel darah merah
memecah di ruang intravaskular, baik akibat mekanisme kekebalan dimediasi-
komplemen (biasanya sekunder akibat inkompatibilitas ABO) ataupun kerusakan
fisik pada sel darah merah (osmotik atau terkait suhu). Kedua mekanisme
menghasilkan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Namun, komplikasi yang
sering berakibat fatal seperti syok dan disseminated intravascular coagulation
(DIC) biasanya hanya terlihat di inkompatibilitas ABO.
48
dilakukan. Di ruang operasi, reaksi transfusi akut intravaskular hemolitik
sekunder untuk inkompatibilitas ABO telah dimanifestasikan oleh pendarahan
yang sulit ditangani di bidang operasi, hipotensi dan syok, demam, dan
hemoglobinuria. Pengobatan terdiri dari menghentikan transfusi darah,
mendukung langkah-langkah untuk menjaga tekanan darah, dan transfusi agresif
daripada trombosit, FFP, dan kriopresipitat untuk melawan koagulopati konsumtif,
sementara tetap menjaga kapasitas membawa oksigen melalui transfusi sel darah
merah tipe O.
Transfusi terkait cedera paru akut sekarang telah menjadi penyebab utama fatalitas
terkait transfusi. Hal ini disebabkan oleh antibodi donor dalam komponen darah
plasma yang terkandung (biasanya FFP atau trombosit, dan kadang-kadang sel
darah merah) berinteraksi dengan antigen pada granulosit pasien (antigen leukosit
manusia atau granulosit tertentu) mengakibatkan agregasi granulosit dan
melengkapi aktivasi di kapiler paru-paru. Gejala-gejala tersebut (demam,
hipoksemia, gangguan pernapasan akut, peningkatan tekanan puncak napas)
terjadi dalam 6 jam setelah transfusi. Kecuali adanya demam, gejala-gejala ini
tidak dapat dibedakan dari orang-orang dengan kelebihan beban sirkulasi terkait
sirkulasi. Pengobatan terdiri dari menghentikan transfusi dan melakukan tindakan
perawatan suportif kritis.
49
menimbulkan reaksi, setiap komponen darah dapat dikaitkan dengan reaksi seperti
itu, kecuali untuk darah yang dicuci. Gejala biasanya terbatas untuk urtikaria dan
manifestasi eritematosa kulit lain dan mereda secara spontan atau dengan
pemberian diphenhydramine. Kadang-kadang, reaksi alergi dapat terjadi lebih
parah dan mengakibatkan anafilaksis. Sitrat adalah antikoagulan yang digunakan
untuk mengumpulkan komponen darah dan ia hadir dalam jumlah yang signifikan
di semua komponen darah. Ia mudah mengikat kalsium dan magnesium.
Ketika sejumlah besar komponen darah ditransfusikan selama periode waktu yang
singkat, metabolisme sitrat akan mengalami kepayahan dan pasien
mengembangkan toksisitas sitrat (hipokalsemia dan hipomagnesemia) yang dapat
mengakibatkan manifestasi jantung yang merugikan.
50