Anda di halaman 1dari 149

ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No.

22 JANUARI 2017

ABSTRAK
Muhammad Fadhil, Putra Hendra, Rama Haruki
Fakultas Kedokteran, Universitas Batam

Muhammad Fadhil, 61112037, 2012. Hubungan Riwayat Keluarga Menderita Diabetes


Melitus (DM) dengan Kejadian Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Batam.

LatarBelakang : Penyakit DM Tipe 2 ditandai dengan terjadinya keadaan resistensi insulin


dan gangguan sekresi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan glukosa dalam
darah. Salah satu faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 adalah faktor riwayat keluarga
menderita DM yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan
yang erat dengan kejadian DM Tipe 2.
Tujuan : Diketahui hubungan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2
di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Camatha Sahidya kota Batam tahun 2015

Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota
Batam 2015. Sampel yang digunakan yaitu 96 responden. Pengambilan data dilakukan ditiap
penderita dan dibagikan kuesioner.

Hasil : Hasil Univariat, untuk responden yang memiliki riwayat keluarga DM yaitu 25
responden (26%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga DM yaitu 71 responden (74%).
Sedangkan untuk kejadian DM tipe 2 yaitu 29 responden (30,2%) dan yang bukan DM tipe 2
yaitu 67 responden (69,8%). Hasil Bivariat yaitu adanya hubungan yang bermakna antara
riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2 dengan nilai p value = 0,001 (p<0,05).

Simpulan : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2.

Kata Kunci : Diabetes Melitus (DM) Tipe 2, Riwayat Keluarga DM

UNIVERSITAS BATAM 1
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

dan terikat/akibat, akan dikumpulkan


PENDAHULUAN dalam waktu yang bersamaan serta
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan mencari hubungan antara variabel
Dasar, angka pravalensi Diabetes Melitus independen dengan dependen.6 Penelitian
tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
Barat dan Maluku Utara (masing-masing antara riwayat keluarga menderita DM
11,1%), diikuti Riau (10,4%), dan NAD dengan kejadian DM Tipe 2 di Poliklinik
(8,5%). Sementara itu prevalensi DM Penyakit Dalam Rumah Sakit Camatha
terendah ada di Provinsi Papua (1,7%), Sahidya kota Batam. Penelitian ini
diikuti NTT(1,8%), pravalensi Toleransi dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam
Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota
Barat (21,8%), diikuti Sulbar (17,6%), dan Batam pada periode November-Desember
Sulut (17,3%), sedangkan terendah di tahun 2015.
Jambi (4%), diikuti NTT (4,9%).1 Menurut Data yang dikumpulkan dalam
data Non-Communicable pada MDGs penelitian ini berasal dari data primer dan
(Millenium Development Goals) tercatat sekunder yang diambil di Poliklinik
jumlah penduduk di Indonesia yang Penyakit Dalam Rumah Sakit Camatha
mengidap penyakit DM tipe 2 sebesar Sahidya Kota Batam. Dalam penelitian ini,
5,7% dari keseluruhan jumlah penduduk peneliti menggunakan teknik pengambilan
dan 1,1% diantaranya meninggal dunia sampel accidental sampling yaitu teknik
karena penyakit tersebut.2 pengambilan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
Penyakit DM Tipe 2 ini ditandai kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
dengan terjadinya keadaan resistensi digunakan sebagai sampel, bila dipandang
insulin dan gangguan sekresi insulin yang orang yang ditemui itu tepat untuk sumber
mengakibatkan terjadinya peningkatan data. Selanjutnya untuk menganalisa data
glukosa dalam darah. Ada beberapa faktor dan melihat hubungan bermakna
yang berhubungan dengan terjadinya menggunakan uji Chi square.
keadaan tersebut antara lain : riwayat
keluarga menderita DM, berat badan HASIL UNIVARIAT DAN BIVARIAT
berlebih, kurangnya aktifitas fisik, umur,
dan diet tidak sehat.3 Dari faktor-faktor Analisis Univariat
yang disebutkan sebelumnya salah satu
faktor yang tidak dapat dimodifikasi Tabel.1 Distribusi Frekuensi Riwayat
adalah faktor risiko adanya riwayat Keluarga Menderita DM
keluarga yang menderita DM. Faktor
risiko ini berhubungan dengan lingkungan, Riwayat Keluarga Jumlah Persentase (%)
proses metabolisme dan genetik.4 Menderita DM
Ada 25 26
Seseorang yang memiliki riwayat
Tidak ada 71 74
keluarga menderita DM berisiko dua
sampai empat kali lebih besar untuk Total 96 100
menderita DM dibanding yang tidak
memiliki riwayat keluarga menderita DM.5 Dari hasil penelitian yang dapat
dilihat pada tabel 4.1 menunjukan
METODOLOGI PENELITIAN responden dengan riwayat keluarga DM
Metode yang digunakan mencapai 25 responden, sedangkan yang
merupakan penelitian deskriptif analitik tidak memiliki riwayat keluarga DM
dengan studi cross-sectional dimana data mencapai 71 responden. Pada responden
yang menyangkut variabel bebas/resiko yang memiliki riwayat keluarga DM, maka

UNIVERSITAS BATAM 2
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

hal ini menjadi salah satu faktor yang Communicable pada MDGs (Millenium
mengakibatkan terjadinya DM tipe 2 pada Development Goals) tercatat jumlah
responden dan sebaliknya pada responden penduduk di Indonesia yang mengidap
yang tidak memiliki riwayat keluarga DM, penyakit DM tipe II sebesar 5,7% dari
maka responden kemungkinan kecil untuk keseluruhan jumlah penduduk dan 1,1%
mengidap penyakit DM tipe 2, karena ada diantaranya meninggal dunia karena
beberapa faktor lain yang berhubungan penyakit tersebut.2
dengan terjadinya DM tipe 2, yaitu umur,
berat badan berlebih, kurangnya aktivitas Analisis Bivariat
olahraga, pola makan tidak sehat. Faktor-
faktor tersebut inilah yang dapat memicu Tabel3. Hubungan riwayat keluarga
terjadinya DM tipe 2. yang menderita DM dengan kejadian
DM tipe 2
Hal ini dikarenakan DM tipe 2 Riwayat Responden Total
merupakan penyakit multifaktorial dengan keluarga
menderita Bukan DM DM Tipe
komponen genetik dan lingkungan yang DM Tipe 2 2
memberikan kontribusi sama kuatnya f %
terhadap timbulnya penyakit tersebut. Oleh f % f %
karena itu dengan mengetahui faktor yang
telah disebutkan sebelumnya, orang yang Ada 11 16,4 14 48,3 25 26
berisiko menderita DM tipe 2 dapat Tidak Ada 56 83,6 15 51,7 71 74
mengendalikan faktor tersebut sehingga
tidak menyebabkan terjadinya DM tipe 2 Total 67 100 29 100 96 100
dikemudian hari.
P value 0,001
Tabel2. Distribusi Frekuensi Kejadian
Berdasarkan tabel 4.3 diatas
DM Tipe 2
DM tipe 2 Jumlah Persentase (%)
diketahui responden dengan riwayat
keluarga DM sebanyak 25 responden
Bukan DM tipe 2 67 69,8 diantaranya responden dengan DM Tipe
2 yaitu 14 responden dan responden yang
DM tipe 2 29 74 tidak menderita DM Tipe 2 yaitu 11
Total 96 100 responden, sedangkan yang tidak
memiliki riwayat keluarga DM sebanyak
71 responden diantaranya responden
Berdasarkan dari hasil penelitian dengan DM Tipe 2 yaitu 15 responden
yang telah dilakukan terlihat pada tabel 4.2 dan responden yang tidak menderita DM
dapat dilihat bahwa sebagian besar Tipe 2 yaitu 56 responden. Berdasarkan
responden tidak menderita DM tipe 2 yaitu hasil uji statistik dengan chi-square,
sebesar 69,8% atau sebanyak 67 responden hubungan riwayat keluarga DM dengan
sedangkan kejadian DM tipe 2 yaitu kejadian DM tipe 2 diperoleh nilai p =
sebesar 30,2% atau sebanyak 29 0,001 (p<0,05) yang artinya terdapat
responden. hubungan yang bermakna antara riwayat
keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2.
Pada teori juga djelaskan bahwa
dari sekian banyak kasus DM yang KESIMPULAN
ditemui, kasus DM tipe 2 merupakan kasus
yang terbanyak dijumpai.7 Data dari Ditjen Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
Bina Yanmedik (2009) juga mencatat disimpulakan dalah sebagai berikut:
bahwa kasus DM tipe II sebesar 2.178 atau
sekitar 2,38%. Menurut data Non-

UNIVERSITAS BATAM 3
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

1. Sebagian besar responden tidak DAFTAR PUSTAKA


memiliki riwayat keluarga menderita
DM, yaitu sebesar 74%. 1. Departemen Kesehatan RI. Riset
2. Sebagian besar responden tidak Kesehatan Dasar (2007). Jakarta:
menderita DM tipe 2, yaitu sebesar Badan Penelitian dan
69,8%. Pengembangan Kesehatan Depkes
3. Terdapat hubungan yang bermakna RI; (2008).
antara riwayat kelurga DM dengan 2. Depkes. (2012). Millenium
kejadian DM tipe 2 dengan nilai p Development Goals (MDGs) of
value = 0,001 (p<0,005). diabetic for Indonesia dalam
http://www.depkes.milleniumdevel
opmentgoals/etn/download.(diakse
SARAN s pada tanggal 10 September
2015).
Berdasarkan hasil pangamatan penulis 3. Gibney, M. J., Margetts, B. M.,
selama melakukan penelitian, terdapat Kearney, J. M., dan Arab, L.
beberapa saran sebagai berikut : (2005). Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
1. Bagi Rumah Sakit Camatha Sahidya Kedokteran EGC.
Kota Batam diharapkan untuk dapat 4. Thejaswini, K.O., Dayananda, G.,
memberikan informasi kepada pasien & Chandrakala, S.P., (2012).
tentang seberapa besar risiko faktor Associaton of Family History of
adanya riwayat keluarga menderita Type 2 Diabetes Mellitus with
DM terhadap kejadian DM tipe 2. Insulin Resistance. IJBMS Vol.3 :
2. Bagi penderita DM tipe 2 diharapkan Issue 5 : 155-159.
untuk dapat mengedukasi anggota 5. Baptiste-Roberts, Tiffany, L.G.,
keluarga untuk menjaga pola hidup Gloria, L.A.B., Edwars, W.G.,
yang sehat karena penyakit ini bersifat Michelle, O., Deborah, P., et al.,
herediter (keturunan). (2007). Family History of
3. Bagi Masyarakat diharapkan dapat Diabetes, Awareness of Risk
menjadi tambahan pengetahuan bagi Factors, and Health Behaviors
masyarakat khususnya yang memiliki Among African Americans. AJPH
anggota keluarga yang menderita DM Vol. 97 : 907-912.
agar dapat menjaga pola hidup sehat 6. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002).
sehingga dapat meminimalisir Metodologi Penelitian Kesehatan.
terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. Jakarta: Rineka Cipta.
4. Bagi peneliti berikutnya diharapkan 7. Sudoyo. A.W, dkk. (2007). Buku
perlunya diadakan penelitian tentang Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.
faktor-faktor lain yang berhubungan Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
dengan penyakit DM seperti berat Penyakit Dalam Fakultas
badan berlebih, kurangnya aktivitas Kedokteran Universitas Indonesia.
fisik, dan pola makan tidak sehat.
Serta diharapkan perlunya diadakan
penelitian lanjutan dengan
menggunakan rancangan penelitian
yang berbeda seperti studi kasus-
kontrol.

UNIVERSITAS BATAM 4
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN INDEKSMASSA TUBUH DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA


SISWA/I SMP
M. Ihsan Ibrahim*, Ibrahim**, Isramilda**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK
Latar Belakang: Kesegaran jasmani pada anak sangat bermanfaat untuk menunjang
kapasitas kerja fisik anak untuk terlaksananya pendidikan yang baik. Kurangnya motivasi
untuk berolahraga berdampak mempengaruhi berat badan anak. Salah satu cara mengetahui
ideal atau tidaknya berat badan seorang anak dapat dilakukan dengan pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT). Terdapat postur tubuh yang bervariasi pada siswa/i SMP Harapan
Utama Kota Batam yang sepertinya mempengaruhi terhadap kesegaran jasmani mereka.
Maka dari hal tersebut peneliti ingin mencari hubungan IMT dengan kesegaran jasmani.
Metode: Metode penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas VIII SMP
Harapan Utama Kota Batam Tahun 2015 yang berjumlah 175 orang, penelitian dilakukan
pada 122 orang yang dipilih menjadi sampel dengan teknik simple random sampling. Hasil
penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi ditabulasi silang kemudian diuji dengan chi-
square.
Hasil: Hasil penelitian ini didapatkan siswa/i yang memiliki IMT tidak ideal dengan
kesegaran jasmani buruk sebanyak 36 (85,7%) orang, kemudian pada siswa/i yang memiliki
IMT tidak ideal dengan kesegaran jasmani cukup baik sebanyak 6 (14,8%) orang. Sedangkan
siswa/i yang memiliki IMT ideal dengan kesegaran jasmani buruk sebanyak 64 (80%) orang,
kemudian pada siswa/i yang memiliki IMT ideal dengan kesegaran jasmani cukup baik
sebanyak 16 (20%) orang. Hasil analisa bivariat dengan uji chi-square diperoleh nilai p value
= 0,435 dimana p value > 0,05, artinya Ho gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kesegaran jasmani.
Simpulan: Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
indeks massa tubuh (IMT) dengan kesegaran jasmani.
Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh (IMT), Kesegaran Jasma

UNIVERSITAS BATAM 5
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN menurut Umur (IMT/U) sesuai grafik


dari Centers for Disease Control and
Pada saat ini perkembangan Prevention (CDC) (Purba, 2012;
teknologi sudah semakin pesat Centers for Disease Control and
dimana berbagai cara telah dilakukan Prevention, 2015).
orang untuk mengatasi masalah yang Menurut Global Health
mereka hadapi pada setiap harinya. Observatory (GHO) data dari WHO
Dengan demikian terbentuklah bahwa secara global 81% sekolah
berbagai macam peralatan yang dengan remaja usia 11-17 tahun
canggih sehingga membuat kita kurang aktif secara fisik pada tahun
semakin sedikit melakukan gerakan- 2010. Terdapat 74% remaja memiliki
gerakan dalam kehidupan sehari-hari. prevalensi aktifitas fisik terendah
Dampak negatif perkembangan untuk wilayah Tenggara Asia. Dan
teknologi yang semakin maju dan aktifitas fisik tertinggi terdapat di
canggih menyebabkan orang daerah Mediterania Timur (85%),
cenderung bermalas-malasan dalam Afrika (85%), dan kawasan Pasifik
bekerja yang banyak mengeluarkan Barat (85%) (WHO, 2015).
energi, sehingga dapat dipastikan Menurut Sahari, penelitian di
gerak dan kesegaran jasmani mereka Jakarta pada anak-anak umur 6-12
kurang (Purba, 2012). tahun menunjukkan bahwa 41,5 %
Pada anak kesegaran jasmani anak memiliki tingkat kesegaran
ini seringkali terlupakan. Padahal jasmani sedang, sedangkan 41,1%
kesegaran jasmani ini sangat memiliki tingkat kesegaran jasmani
bermanfaat untuk menunjang kurang dan kurang sekali. Hasil ini
kapasitas kerja fisik anak yang dapat tidak jauh berbeda dengan penelitian
mempengaruhi kualitas seorang anak yang diperoleh Departemen
karena kesegaran jasmani yang baik Kesehatan pada tahun 1993, yakni
dapat menunjang terlaksananya 47,8% anak umur sekolah dasar di 20
pendidikan yang baik bagi siswa, SD DKI memiliki tingkat kesegaran
sebaliknya kesegaran jasmani siswa jasmani kurang dan kurang sekali.
yang buruk akan mempengaruhi Dan menurut penelitian di Inggris
kualitas pendidikan anak tersebut. pada anak obesitas dan pendek
Kenyataannya saat ini banyak kita cenderung memiliki kesegaran
lihat anak-anak sekolah yang jasmani yang lebih buruk dibanding
mempunyai berat badan yang anak-anak yang lainnya (Sahari
berlebih karena kurangnya motivasi dalam Utari, 2007; Pramadita, 2011).
anak untuk sungguh-sungguh dan Secara nasional prevalensi kurus
membiasakan diri untuk berolahraga (menurut IMT/U) pada umur 13-15
(Utari, 2007; Purba, 2012). tahun adalah 11,1 persen terdiri dari
Salah satu cara untuk 3,3 persen sangat kurus dan 7,8
mengetahui berlebih atau tidaknya persen kurus. Prevalensi sangat kurus
berat badan kita dapat dilakukan terlihat paling rendah di Bangka
dengan pengukuran Indeks Massa Belitung (1,4%) dan paling tinggi di
Tubuh (IMT). Dan bagi anak-anak Nusa Tenggara Timur (9,2%). Dan
serta remaja umur 2 sampai 19 tahun prevalensi gemuk pada umur 13-15
digunakan Indeks Massa Tubuh tahun di Indonesia sebesar 10.8

UNIVERSITAS BATAM 6
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk September 2015 sampai dengan
dan 2,5 persen sangat gemuk Februari 2016 saat jam olahraga.
(obesitas) (RISKESDAS, 2013). Populasi yang digunakan
Berdasarkan dari hasil dalam penelitian ini adalah seluruh
pengamatan dan wawancara peneliti siswa/i SMP Harapan Utama kelas
di SMP Harapan Utama, Kota VIII. Teknik pengambilan sampel
Batam, siswa/i disana memiliki dalam penelitian ini dengan
postur tubuh yang bervariasi dan menggunakan teknik simple random
situasi tersebut sepertinya sampling sehingga didapatkan
mempengaruhi terhadap keaktifan jumlah sampel sebanyak 122 orang
dalam aktivitas fisik dan kesegaran siswa/i. Penelitian ini menggunakan
jasmani mereka, oleh karena itu laporan hasil pengukuran tinggi
peneliti tertarik untuk mengadakan badan dan berat badan, serta tes
penelitian untuk mengetahui kesegaran jasmani dalam
hubungan Indeks Massa Tubuh mengumpulkan data.
(IMT) dengan kesegaran jasmani
pada siswa/i SMP Harapan Utama HASIL PENELITIAN
Kota Batam. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada
Desain dari penelitian ini tanggal 16 November – 18
adalah penelitian observasional November 2015 di Sekolah Harapan
analitik dengan menggunakan Utama Kota Batam yang berlokasi di
pendekatan cross sectional yaitu Jln. Rosedale Simp. Frengky,
penelitian untuk mempelajari Komplek Harapan Putra Utama,
dinamika korelasi antara faktor- Kota Batam Provinsi Kepulauan
faktor risiko efek, dengan cara Riau. Sekolah Harapan Utama Kota
pendekatan, observasi atau Batam adalah sekolah swasta di Kota
pengumpulan data sekaligus pada Batam yang memiliki jenjang dari
suatu saat (point time approach). TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Pada
Artinya, tiap subjek penelitian hanya jenjang SMP memiliki rentang kelas
diobservasi sekali saja dan VII, VIII, dan IX dengan pembagian
pengukuran dilakukan terhadap menjadi 5 kelompok yaitu A, B, C,
status karakter atau variabel subjek D, dan E pada setiap kelasnya. Untuk
pada saat pemeriksaan menunjang kegiatan belajar para
(Notoatmodjo, 2010). Pada siswa/i, sekolah ini juga memiliki
penelitian ini dilakukan pengukuran berbagai fasilitas, salah satunya
dan pengamatan pada saat yang adalah lapangan olahraga.
bersamaan (sekali waktu) antara
variabel independen dan variabel
dependen. Penelitian ini dilakukan di
SMP Harapan Utama di Jln.
Rosedale Simp. Frengky, Komplek
Harapan Putra Utama, Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau dari bulan

UNIVERSITAS BATAM 7
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisis Univariat
Tabel.1
Jenis Kelamin Sampel
Laki-laki Perempuan Total

Jumlah (orang) 73 49 122

Persentase (%) 59,8 40,2 100

73 (59,8%) orang dan sampel yang


Dari tabel.1 diatas berjenis kelamin perempuan
menunjukkan bahwa sampel yang sebanyak 49 (40,2%) orang.
berjenis kelamin laki-laki sebanyak

Tabel.2
Umur Sampel (Tahun)
12 13 14 Total

Jumlah (orang) 7 94 21 122

Persentase (%) 5,7 77,1 17,2 100

Dari tabel.2 diatas tahun sebanyak 94 (77,1%) orang,


menunjukkan bahwa sampel yang dan sampel yang berumur 14 tahun
berumur 12 tahun sebanyak 7 (5,7%) sebanyak 21 (17,2%) orang.
orang, sampel yang berumur 13

Tabel.3
Distribusi Frekuensi IMT di SMP Harapan Utama Kota Batam
No IMT Jumlah (n) Persentase (%)

1. Tidak Ideal 42 34,4

2. Ideal 80 65,6

Total 122 100

Dari tabel.3 diatas 42 (34,4%) orang dan siswa/i yang


menunjukkan bahwa siswa/i yang memiliki IMT ideal sebanyak 80
memiliki IMT tidak ideal sebanyak (65,6%) orang.

UNIVERSITAS BATAM 8
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel.4
Distribusi Frekuensi Kesegaran Jasmani
No Tingkat Kesegaran jasmani Jumlah (n) Persentase (%)

1. Buruk 100 87,7

2. Cukup Baik 22 12,3

Total 122 100

Dari tabel.4 diatas dan siswa/i yang memiliki tingkat


menunjukkan bahwa siswa/i yang kesegaran jasmani cukup baik
memiliki tingkat kesegaran jasmani sebanyak 22 (12,3%) orang.
buruk sebanyak 100 (87,7%) orang

Analisis Bivariat
Tabel.5
Hubungan IMT dengan Kesegaran Jasmani
Kesegaran Jasmani
Total
IMT Buruk Cukup Baik P value

n % n % n %

Tidak 36 85,7 6 14,8 42 100


Ideal 0,435

Ideal 64 80 16 20 80 100
Total 100 81,9 22 18,1 122 100

Dari tabel.5 diatas dengan kesegaran jasmani cukup


menunjukkan bahwa siswa/i yang baik sebanyak 16 (20%) orang.
memiliki IMT tidak ideal dengan Berdasarkan analisis dari
kesegaran jasmani buruk sebanyak hasil chi square nilai signifikansinya
36 (85,7%) orang dan siswa yang p sebesar 0,435. Angka tersebut
memiliki IMT tidak ideal dengan menunjukkan angka yang signifikan
kesegaran jasmani cukup baik karena nilai p lebih besar
sebanyak 6 (14,8%) orang. dibandingkan dengan taraf
Sedangkan siswa yang memiliki IMT signifikasi () = 5% (0,05). Dengan
ideal dengan kesegaran jasmani demikian dapat disimpulkan bahwa
buruk sebanyak 64 (80%) orang dan berdasarkan H0 diterima atau tidak
siswa yang memiliki IMT ideal terdapat hubungan antara IMT
dengan kesegaran jasmani pada

UNIVERSITAS BATAM 9
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

siswa/i SMP Harapan Utama Kota meliputi diet seimbang, perencanaan


Batam Tahun 2015. dan pengaturan keuangan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi
PEMBAHASAN (Hitchock et al dalam Hidayati,
Distribusi Frekuensi IMT 2012). Penelitian sebelumnya yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Willya Mahayati
dilakukan pada siswa/i SMP Harapan (2015) dari sampel 90 orang siswa/i
Utama Kota Batam pada tanggal 16 pada SMP N 8 Kota Banda Aceh,
November – 18 November 2015 didapatkan hasil pengukuran IMT
dengan jumlah responden 122 orang bahwa sebagian besar responden
didapatkan siswa/i yang memiliki yaitu 61 (67,8%) orang memiliki
IMT tidak ideal sebanyak 42 (34,4%) IMT ideal. Hasil penelitian ini
orang dan siswa/i yang memiliki mendiskripsikan bahwa siswa/i yang
IMT ideal sebanyak 80 (65,6%) memiliki IMT ideal di SMP N 8
orang. Kota Banda Aceh cukup besar.
Pengukuran antropometri Hasil penelitian ini juga sejalan
oleh peneliti menggunakan metode dengan hasil penelitian sebelumnya
pengukuran IMT karena metode ini yang dilakukan oleh Willia Mahayati
sangat sederhana dan hanya yaitu siswa/i yang memiliki IMT
mengandalkan tinggi badan dan berat ideal lebih banyak daripada siswa/i
badan. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang memilki IMT tidak ideal.
atau Body Mass Index (BMI) adalah
berat badan seseorang dalam Distribusi Frekuensi Kesegaran
kilogram dibagi dengan kuadrat Jasmani
tinggi dalam meter. Untuk anak-anak Berdasarkan penelitian yang
indeks massa tubuh disesuaikan dilakukan pada siswa/i SMP Harapan
dengan umur dan jenis kelamin yang Utama Kota Batam pada tanggal 16
sering disebut Indeks Massa Tubuh November – 18 November 2015
per Umur (IMT/U) (Centers for dengan jumlah responden 122 orang
Disease Control and Prevention, didapatkan siswa/i yang memiliki
2015). tingkat kesegaran jasmani buruk
Berdasarkan data di atas sebanyak 100 (87,7%) orang dan
didapatkan siswa/i memiliki IMT siswa/i yang memiliki tingkat
ideal lebih banyak dari pada IMT kesegaran jasmani cukup baik
tidak ideal karena pada umumnya sebanyak 22 (12,3%) orang.
orang tua dari siswa/i memiliki Menurut teori Permaesih et al
pendapatan menengah ke atas (2001) kesegaran jasmani adalah
sehingga kebutuhan asupan makanan kemampuan untuk melakukan
anak terpenuhi dan tingkat kegiatan atau pekerjaan sehari-hari
pengetahuan siswa/i maupun orang dan adaptasi terhadap pembebanan
tua tentang pola makan yang cukup fisik tanpa menimbulkan kelelahan
baik. Asupan makanan yang baik berlebih dan masih mempunyai
merupakan dampak dari ketersediaan cadangan tenaga untuk menikmati
makanan yang baik. Asupan waktu senggang maupun pekerjaan
makanan secara berkualitas dan yang mendadak serta bebas dari
kuantitas sangat penting karena dapat penyakit.
mempengaruhi status gizi anak yang

UNIVERSITAS BATAM 10
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Berdasarkan data di atas memiliki IMT tidak ideal dengan


dengan menggunakan tes kesegaran kesegaran jasmani cukup baik
jasmani bleep test pada responden sebanyak 6 (14,8%) orang.
didapatkan sebagian besar siswa/i Sedangkan siswa yang memiliki IMT
memiliki kesegaran jasmani yang ideal dengan kesegaran jasmani
buruk. Hal ini juga diperkuat dari buruk sebanyak 64 (80%) orang dan
pengamatan peneliti bahwa pada siswa yang memiliki IMT ideal
siswa/i tersebut banyak mengeluh dengan kesegaran jasmani cukup
kelelahan yang berlebihan setelah baik sebanyak 16 (20%) orang.
dilakukannya tes kesegaran jasmani, Menurut Nyoman et al. dan
dimana gejala kelelahan tersebut Damayanti dalam Putri (2010) IMT
berkaitan dengan pengertian merupakan salah satu indeks
kesegaran jasmani bahwa kesegaran antropometri yang digunakan untuk
jasmani yang baik tidak akan mengetahui dan mengukur status gizi
menimbulkan kelelahan yang seseorang dari berbagai ketidak
berlebihan. seimbangan asupan energi, serta
Penelitian sebelumnya yang menjadi salah satu faktor penting
dilakukan oleh Utari (2007) pada 80 yang mempengaruhi kesegaran
anak yang diteliti tingkat kesegaran jasmani. Pada penelitian ini peneliti
jasmaninya didapatkan 59,9% melakukan pengukuran kesegaran
memiliki tingkat kesegaran jasmani jasmani itu sendiri dengan
kurang sekali dan 25% memiliki menggunakan metode bleep test.
tingkat kesegaran jasmani kurang. Berdasarkan data diatas
Hasil penelitian ini mendiskripsikan diketahui bahwa distribusi frekuensi
bahwa sebagian besar anak memiliki terbanyak adalah siswa/i yang
kesegaran jasmani yang kurang memiliki IMT ideal dengan
sekali. kesegaran jasmani yang buruk yaitu
Hasil penelitian ini juga 64 orang. Banyaknya jumlah ini
sejalan dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa/i yang
sebelumnya yang dilakukan oleh memiliki IMT ideal belum tentu
Utari yaitu siswa/i yang memiliki sepenuhnya memiliki kesegaran
kesegaran jasmani buruk lebih jasmani yang cukup baik. Hal ini
banyak daripada siswa/i yang dapat disebabkan karena faktor yang
memiliki kesegaran jasmani cukup mempengaruhi kesegaran jasmani
baik. tidak hanya IMT. Menurut Suhantoro
dalam Wulandari (2004) kesegaran
Hubungan IMT dengan Kesegaran jasmani dapat dipengaruhi oleh
Jasmani beberapa faktor berikut seperti umur,
Berdasarkan penelitian yang IMT, aktivitas fisik, dan kesehatan.
dilakukan pada siswa/i SMP Harapan Dari peninjauan pada sampel yang
Utama Kota Batam pada tanggal 16 memiliki kesegaran jasmani yang
November – 18 November 2015 cukup baik didapatkan bahwa
dengan jumlah responden 122 orang mereka tidak hanya berolah raga di
didapatkan bahwa siswa/i yang saat jam olah raga, tetapi juga
memiliki IMT tidak ideal dengan mengikuti ekstrakurikuler olah raga
kesegaran jasmani buruk sebanyak diluar waktu sekolah. Hal ini sesuai
36 (85,7%) orang dan siswa yang

UNIVERSITAS BATAM 11
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

dengan teori Murray dalam dibandingkan dengan taraf


Wulandari (2004) yang menyatakan signifikasi () = 5% (0,05). Dengan
bahwa faktor aktivitas fisik yang demikian dapat disimpulkan bahwa
mempengaruhi kesegaran jasmani, tidak terdapat hubungan antara IMT
dimana aktivitas fisik yang dengan kesegaran jasmani pada
terencana, terstruktur, dilakukan siswa/i SMP Harapan Utama Kota
berulang-ulang dan bertujuan Batam Tahun 2015.
memperbaiki atau mempertahankan
kesegaran jasmani sering disebut KESIMPULAN DAN SARAN
dengan latihan fisik. Menurut Kesimpulan
Mukholid (2007) kegiatan 1. Terdapat lebih dari sebagian
melakukan latihan tersebut sangat (65,5%) siswa/i SMP Harapan
bermanfaat bagi tubuh terutama Utama Kota Batam memiliki IMT
untuk mengatur pernapasan, yang ideal.
mengatur gerakan otot, dan mengatur 2. Terdapat sebagian kecil (12,3%)
berat badan, serta mengatur siswa/i SMP Harapan Utama Kota
ketenangan. Batam memiliki kesegaran
Hasil penelitian ini diperkuat jasmani cukup baik.
dengan pengamatan langsung oleh 3. Tidak terdapat hubungan antara
peneliti dimana kebanyakan siswa/i IMT dengan kesegaran jasmani.
lebih cenderung memperhatikan Saran
tubuh yang bagus daripada 1. Bagi sekolah diharapkan dapat
memperhatikan kesegaran meningkatkan minat siswa/i untuk
jasmaninya sendiri. Hal ini ikut serta dalam kegiatan
disebabkan karena siswa/i telah ekstrakurikuler semisalnya basket,
memasuki masa remaja yang lebih di futsal, dan lain-lain.
kenal dengan masa puber sehingga 2. Bagi siswa/i diharapkan dapat
membuat siswa/i sangat lebih sadar akan pentingnya IMT
memperhatikan penampilan yang yang ideal dan kesegaran jasmani
menarik untuk kalangan yang baik dengan berolahraga
lingkungannya. Sebagian besar pada secara teratur dalam kehidupan
siswa/i juga didapatkan jarang sehari-hari.
mengikuti olahraga atau aktifitas 3. Bagi peneliti selanjutnya
fisik untuk kesegaran jasmani diharapkan dapat melakukan
mereka setelah jam sekolah dimana penelitian lanjutan dengan metode
artinya para siswa/i hanya melakukan penelitian dan faktor lain yang
olahraga pada saat pelajaran olahraga dapat mempengaruhi kesegaran
saja. jasmani seperti umur, aktifitas
Hasil penelitan ini dibuktikan fisik, dan kesehatan serta lebih
oleh uji bivariat dari analisis statistik memperhatikan jam dalam
chi square dan hasil perhitungan pengukuran tes kesegaran
dengan menggunakan bantuan jasmani.
program komputer didapatkan nilai 4. Bagi masyarakat diharapkan dapat
signifikansi p sebesar 0,435, angka menjadi bahan referensi untuk
tersebut menunjukkan angka yang menambah ilmu pengetahuan
signifikan karena nilai p lebih besar bahwa pentingnya IMT yang ideal

UNIVERSITAS BATAM 12
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

dan kesegaran jasmani yang baik Obesitas. Fakultas


dalam kehidupan sehari-hari. Kedokteran Universitas
DAFTAR PUSTAKA Diponegoro. Semarang. KTI.
Central of Disease Control Purba, H.J. (2012). Kontribusi Indeks
Prevention (2015). Healthy Massa Tubuh terhadap
Weight – It’s not a Diet, It’s a Tingkat Kesegaran Jasmani
Lifestyle!. Siswa SMP Negeri 2 Porsea
http://www.cdc.gov/healthyw Tahun 2012. Fakultas Ilmu
eight/assessing/bmi/index. Keolahragaan Universitas
html - Diakses Mei 2015. Negeri Medan, Medan.
Hidayati, N.R. (2012). Hubungan Skripsi.
Asupan Makanan Anak dan Putri, C.D.C. (2010). Faktor
Status Ekonomi Keluarga Determinan Kesegaran
dengan Status Gizi Anak Usia Jasmani pada Remaja Putri di
Sekolah di Kelurahan Tugu SMA Negeri 2 Semarang.
Kecamatan Cimanggis Kota Universitas Diponegoro.
Depok. 6(2). Artikel Penelitian.
Mahayati, W. (2015). Hubungan Riset Kesehatan Dasar (2013).
Indeks Massa Tubuh dengan Prevalensi Kurus dan Gemuk
Tekanan Darah pada Siswa (IMT/U) Anak Umur 13 – 15
SMP Negeri 8 Kota Badan Tahun Menurut Provinsi,
Aceh. http://etd.unsyiah.ac. Indonesia. Jakarta : Badan
id/baca/index.php?id=12039 Penelitian Dan
&page=1 – Diakses Januari Pengembangan Kesehatan
2016. Kementerian Kesehatan RI.
Mukholid, A. (2007). Pendidikan Utari, A. (2007). Hubungan Indeks
Jasmani Olahraga Dan Massa Tubuh dengan Tingkat
Kesehatan SMA Kelas X. Kesegaran Jasmani pada
Edeisi Ke 2. Bogor: Anak Usia 12-14 Tahun.
Yudhistira. Universitas Diponegoro,
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Semarang. Tesis.
Penelitian Kesehatan. Jakarta World Healthy Organization (2015).
: Rineka Cipta. Global health observatory
Permaesih, D., Rosmalina, Y., (GHO) data.
Moeloek, D., Herman, S. http://www.who.int/gho/ncd/r
(2001). Cara Praktis isk_factors/physical_activity_
Pendugaan Tingkat text/en/ – Diakses September
Kesegaran Jasmani: Buletin 2015.
Penelitian Kesehatan, 29 Wulandari, T.S.H. (2004). Pengaruh
(4):174. Asrama Atlet Sepakbola
Pramadita, A. (2011). Hubungan terhadap Status Gizi (Indeks
Indeks Massa Tubuh dengan Massa Tubuh, Kadar
Kesegaran Kardiovaskular Hemoglobin), Aktivitas Fisik,
yang Diukur dengan Harvard dan Kesegaran Jasmani.
Step Test dan 20m Shuttle Universitas Diponergoro,
Run Test pada Anak Semarang. Tesis.

UNIVERSITAS BATAM 13
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN NYERI PUNGGUNG


BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA KARYAWAN PT. BATAM
BERSATU APPAREL
DI AREA SEWING
TAHUN 2015

Ikhsan Syaputra*, Rusdani**, Isramilda**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK

Ikhsan Syaputra, 61112104. 2016. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Nyeri
Punggung Bawah Pada Karyawan PT. Batam Bersatu Apparel di Area Sewing Tahun 2015.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Batam.
Latar Belakang: Nyeri punggung bawah adalah salah satu masalah kesehatan yang umum
dijumpai dalam masyarakat industri. Nyeri punggung bawah pada pekerja pada umumnya
dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 45-65 tahun
dengan sedikit perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
Metode: Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-
sectional. Populasi penilitian ini adalah seluruh karyawan bagian Sewing yang masih bekerja
di PT. Batam Bersatu Apparel di Area Sewing Tahun 2015, penelitian dilakukan pada 35
orang menjadi sampel dengan teknik total sampling. Hasil penelitian dianalisis dengan uji
Chi Square.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karyawan terbanyak adalah umur 20-35 tahun
sebanyak 30 orang (85,7%). Jenis kelamin karyawan terbanyak adalah perempuan sebanyak
21 orang (60%). Indeks Massa Tubuh karyawan terbanyak adalah normal sebanyak 23 orang
(65,7%). Dari hasil penelitan didapatkan p Value hubungan umur dengan nyeri punggung
bawah sebesar 0,005, p Value hubungan jenis kelamin dengan nyeri punggung bawah sebesar
1,000 dan p Value hubungan Indeks Massa Tubuh dengan nyeri punggung bawah sebesar
0,006.
Simpulan: didapatkan hubungan bermakna antara umur, indeks massa tubuh dengan nyeri
punggung bawah. Tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan nyeri punggung
bawah.

Kata Kunci: Fakor Risiko, Nyeri Punggung Bawah

UNIVERSITAS BATAM 14
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN Pain) pada pekerja umumnya dimulai pada


Nyeri punggung bawah (Low Back usia dewasa muda dengan puncak
Pain) adalah salah satu masalah kesehatan prevalensi pada kelompok usia 45-65
yang umum dijumpai dalam masyarakat tahun dengan sedikit perbedaan
industri. Kondisi yang tidak mengenakan berdasarkan jenis kelamin (University of
atau nyeri kronik minimal keluhan 3 bulan Michigan Health System, 2007).
disertai adanya keterbatasan aktivitas yang Kebanyakan nyeri punggung bawah
diakibatkan nyeri apabila melakukan (Low Back Pain) disebabkan oleh dua
pergerakan atau mobilisasi (Helmi, 2013). faktor yaitu: (1) faktor mekanik, itu
Menurut Charted Institute of dikarenakan kelainan anatomi yang berupa
Personal and Development pada tahun ketidaksamaan panjang tungkai, perubahan
2009, di Inggris salah satu alasan struktur tulang belakang, spondilitis,
ketidakhadiran kerja karena kejadian nyeri fraktur vetebra, (2) faktor non mekanik, itu
punggung bawah (Low Back Pain) pada di karenakan penyakit yang didapat seperti
karyawan dimana angka kejadiannya syndrome neurologis, osteoporosis,
sekitar 3,5 juta hari kerja mengalami neoplasma, gangguan ginjal (Helmi,
ketidakhadiran karyawan dengan alasan 2013).
gangguan muskuloskletal terutama Penyebab mekanik nyeri punggung
masalah nyeri punggung bawah (Low Back bawah (Low Back Pain) menyebabkan
Pain) (Health and Safety Executive, 2009). nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
Penelitian yang dilakukan oleh mekanis yang merugikan. Nyeri non
Suensson dan Anderson dari 940 laki-laki mekanik merupakan suatu peringatan
yang berusia antara 40-47 tahun di karena mungkin menunjukkan adanya
Goteborg, Swedia, menemukan prevalensi suatu kondisi terselubung seperti adanya
dan nyeri punggung bawah (Low Back suatu keganasan ataupun infeksi (Helmi,
Pain) 61%. Biering Sorensen meneliti 2013).
pada 449 laki-laki dan 479 perempuan Cedera punggung dikarenakan
yang berusia antara 30-60 tahun kegiatan kerja yang dilakukan pekerja
mendapatkan prevalensi nyeri punggung yang bersifat statis, seperti duduk lama,
bawah (Low Back Pain) 62,2% pada laki- berdiri, mendorong, menarik beban, serta
laki dan 61,4% pada perempuan penggunan peralatan yang tidak sesuai
(Toroptsova NV, 1995). Penelitian di dengan pekerjaan sangat berpengaruh bagi
Amerika pada tahun 2004 menyatakan kinerja (Bimariotejo, 2009).
bahwa ada sekitar 60 persen pekerja PT. Batam Bersatu Apparel
manual handling menderita nyeri dan merupakan perusahaan yang bergerak pada
cidera pada daerah punggung, dan hal itu produk usaha pakaian jadi. Di mana
disebabkan karena aktivitas manual perusahaan itu memiliki area kerja bagian
handling saat bekerja seperti mengangkat, penjahitan baju (Sewing), pemotongan
menarik, serta memegang alat (Fredericks, bahan (Cutting), cek bahan yang belum
Kumar, et al, 2004). dijahit (Relaxing), pengecekan baju yang
Prevalensi penyakit muskuloskletal sudah jadi (Checking), dan pengecekan
di Indonesia didiagnosis oleh tenaga baju (Packing). Proses produksi PT. Batam
kesehatan yaitu 11,9% dan berdasarkan Bersatu Apparel membutuhkan peran
gejala yaitu 24,7% (Riskesdas, 2013). manusia terutama dari segi fisik (Area
Prevalensi penyakit muskuloskletal Sewing) sehingga memungkinkan para
tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah karyawan berposisi janggal saat bekerja
pada petani, nelayan, dan buruh yaitu yang dapat menyebabkan masalah
31,2% (Riskesdas, 2013). ergonomi seperti nyeri punggung bawah
Nyeri punggung bawah (Low Back (Low Back Pain).

UNIVERSITAS BATAM 15
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik tubuh dan variabel terikat dalam penelitian
untuk melakukan penelitian dengan judul ini adalah nyeri punggung bawah (Low
hubungan faktor risiko dengan kejadian Back Pain)
nyeri punggung bawah (Low Back Pain) Untuk mendapatkan data dalam
pada karyawan PT. Batam Bersatu Apparel penelitian ini dilakukan dengan
di Area Sewing. memberikan kuisioner kepada karyawan.
Setelah itu karyawan ditimbang berat
METODE PENELITIAN badannya dengan timbangan injak dan
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran tinggi badan dengan
penelitian analitik deskriptif dengan microtoise.
pendekatan cross sectional. Populasi dari Pada penelitian ini analisis
penelitian ini adalah seluruh karyawan univariat digunakan untuk mengetahui
bagian Sewing yang masih bekerja di PT. gambaran dari variabel bebas yaitu umur,
Batam Bersatu Apparel dengan jumlah 35 jenis kelamin, indeks massa tubuh dan
orang. variabel terikat yaitu nyeri punggung
Pada penelitian ini, peneliti bawah (Low Back Pain). Untuk mencari
mengambil sampel dengan menggunakan hubungan variabel bebas yaitu umur, jenis
teknik total sampling, dimana seluruh kelamin, indeks massa tubuh variabel
populasi akan diteliti yaitu sebanyak 35 terikat nyeri punggung bawah (Low Back
orang. Variabel bebas dalam penelitian ini Pain) digunakan uji statistik chi square.
adalah umur, jenis kelamin, indeks massa

HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat

Tabel 1 Umur Karyawan


No Umur Karyawan Jumlah %
1 20 - 35 Tahun 30 85,7
2 > 35 Tahun 5 14,3
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel di atas dapat berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 30
disimpulkan bahwa sebagian karyawan di orang (85,7%), sedangkan yang berumur >
PT. Batam Bersatu Apparel di Area Sewing 35 tahun hanya sebanyak 5 orang (14,3%).

Tabel 2 Jenis Kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 14 40,0
2 Perempuan 21 60,0
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel di atas dapat yaitu sebanyak 21 orang (60,0%)
disimpulkan bahwa sebagian besar sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki
karyawan di PT. Batam Bersatu Apparel di sebanyak 14 orang (40,0%).
Area Sewing berjenis kelamin perempuan

UNIVERSITAS BATAM 16
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 3 Indeks Massa Tubuh


No Indeks Massa Tubuh Jumlah %
1 18,5 - 24,9 (Normal) 23 65,7
2 > 24,9 (Over Weight) 12 34,3
Jumlah 35 100

Berdasarkan tabel di atas dapat 23 orang (65,7%) sedangkan yang


disimpulkan bahwa sebagian besar memiliki Indeks Massa Tubuh > 24,9
karyawan di PT. Batam Bersatu Apparel di (Over Weight) yaitu sebanyak 12 orang
Area Sewing memiliki Indeks Massa (34,3%).
Tubuh 18,5-24,9 (Normal) yaitu sebanyak

Tabel 4 Nyeri Punggung Bawah


No Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Jumlah %

1 Tidak Nyeri 20 57,1


2 Nyeri 15 42,9
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel di atas dapat punggung bawah (Low Back Pain) yaitu
disimpulkan bahwa sebagian besar sebanyak 20 orang (57,1%) sedangkan
karyawan di PT. Batam Bersatu Apparel di yang mengalami nyeri punggung bawah
Area Sewing tidak mengalamai nyeri (Low Back Pain) hanya 15 orang (42,9%).

Tabel 5 Hubungan Umur dengan Nyeri Punggung Bawah

Nyeri Punggung Bawah (Low Back


Pain)
Total p Value
Umur
Tidak Nyeri Nyeri

jumlah % jumlah % jumlah %

20-35 Tahun 20 66,7 10 33,3 30 100


> 35 Tahun - - 5 100 5 100
0,005

Jumlah 20 15 35

Berdasarkan hasil uji statistik mengalami nyeri punggung bawah (Low


didapatkan bahwa pada karyawan yang Back Pain) hanya sebanyak 10 orang
berumur 20-35 tahun tidak mengalami (33,3%) sedangkan pada karyawan yang
nyeri punggung bawah (Low Back Pain) berumur > 35 tahun tidak mengalami nyeri
sebanyak 20 orang (66,7%), yang punggung bawah (Low Back Pain) dan

UNIVERSITAS BATAM 17
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

yang mengalami nyeri punggung bawah sehingga H0 ditolak, dengan demikian


(Low Back Pain) sebanyak 5 orang dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
(100%). yang bermakna antara umur dengan nyeri
Dengan menggunakan bantuan punggung bawah (Low Back Pain) pada
komputer dilakukan Chi Square Test karyawan di PT. Batam Bersatu Apparel di
diperoleh nilai probabilitas (p Value) 0,005 Area Sewing tahun 2015.

Tabel 6 Hubungan Jenis Kelamin dengan Nyeri Pungggung Bawah

Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) P

Jenis Kelamin Tidak nyeri Nyeri Total Value

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Laki-laki 8 57,1 6 42,9 14 100


1,000
Perempuan 12 57,1 9 42,9 21 100

Jumlah 20 15 35

Berdasarkan hasil uji statistik mengalami nyeri punggung bawah (Low


didapatkan bahwa pada karyawan yang Back Pain) sebanyak 9 orang (42,9%).
memiliki jenis kelamin laki-laki tidak Dengan menggunakan bantuan
mengalami nyeri punggung bawah (Low komputer dilakukan Chi Square Test
Back Pain) sebanyak 8 orang (57,1%), diperoleh nilai probabilitas (p Value) 1,000
yang mengalami nyeri punggung bawah sehingga H0 gagal ditolak, dengan
(Low Back Pain) hanya sebanyak 6 orang demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
(42,9%) sedangkan pada karyawan ada hubungan antara jenis kelamin dengan
perempuan yang tidak mengalami nyeri nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
punggung bawah (Low Back Pain) pada karyawan PT. Batam Bersatu Apparel
sebanyak 12 orang (57,1%) dan yang di Area Sewing Tahun 2015.

Tabel 7 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Nyeri Punggung Bawah

Nyeri Punggung Bawah (Low Back


P
Indeks Massa Tubuh Pain)
Total Value
Tidak nyeri Nyeri

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

18,5 - 24,9 (Normal) 17 73,9 6 26,1 23 100 0,006

UNIVERSITAS BATAM 18
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

> 24,9 (Over Weight) 3 25,0 9 75,0 12 100

Jumlah 20 15 35

Berdasarkan hasil uji statistik Jenis Kelamin


didapatkan bahwa pada karyawan yang Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
memiliki Indeks Massa Tubuh 18,5 - 24,9 sebagian besar karyawan di PT. Batam
(Normal) tidak mengalami nyeri punggung Bersatu Apparel di Area Sewing berjenis
bawah (Low Back Pain)sebanyak 17 orang kelamin perempuan yaitu sebanyak 21
(73,9%), yang mengalami nyeri punggung orang (60,0%) sedangkan yang berjenis
bawah (Low Back Pain) hanya sebanyak 6 kelamin laki-laki hanya sebanyak 14
orang (26,1%) sedangkan pada karyawan orang (40,0%). Menurut Sjaifoellah
yang memiliki Indeks Masssa Tubuh > Noer (1999) jenis kelamin seseorang
24,9 (Over Weight) tidak mengalami nyeri dapat mempengaruhi timbulnya keluhan
punggung bawah (Low Back Pain) nyeri punggung bawah (Low Back
sebanyak 3 orang (25,0%) dan mengalami Pain), karena pada perempuan keluhan
nyeri punggung bawah (Low Back Pain) ini lebih sering terjadi misalnya pada
sebanyak 9 orang (75,0%). saat mengalami siklus menstruasi, selain
itu proses menopause juga dapat
Dengan menggunakan bantuan menyebabkan kepadatan tulang
komputer dilakukan Chi Square Test berkurang akibat penurunan hormon
diperoleh nilai probabilitas (p Value) 0,006 estrogen sehingga memungkinkan
sehingga H0 ditolak, dengan demikian terjadinya nyeri punggung bawah (Low
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Back Pain).
antara Indeks Massa Tubuh dengan nyeri Indeks Massa Tubuh
punggung bawah (Low Back Pain) pada Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
karyawan PT. Batam Bersatu Apparel di sebagian besar karyawan PT. Batam
Area Sewing Tahun 2015. Bersatu Apparel di Area Sewing
memiliki Indeks Massa Tubuh 18,5 -
PEMBAHASAN 24,9 (Normal) yaitu sebanyak 23 orang
(65,7%) sedangkan yang memiliki
Hasil Analisis Univariat Indeks Massa Tubuh > 24,9 (Over
Umur Karyawan Weight) yaitu sebanyak 12 orang
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (34,3%). Menurut Sjaifoellah Noer
sebagian besar karyawan di PT. Batam (1999) pada orang yang memiliki berat
Bersatu Apparel di Area Sewing badan yang berlebih risiko timbulnya
berumur 20 - 35 tahun yaitu sebanyak nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
30 orang (85,7%) sedangkan yang lebih besar, karena beban pada sendi
berumur > 35 tahun hanya sebanyak 5 penumpu berat badan akan meningkat,
orang (14,3%). Menurut Sjaifoellah sehingga dapat memungkinkan
Noer (1999) umur merupakan salah satu terjadinya nyeri punggung bawah (Low
faktor risiko terjadinya nyeri punggung Back Pain).
bawah (Low Back Pain). Biasanya nyeri Nyeri Punggung Bawah (Low Back
ini mulai dirasakan pada mereka yang Pain)
berumur dekade kedua dan insiden Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
tertinggi dijumpai pada dekade kelima. bahwa sebagian besar karyawan PT.
Bahkan keluhan nyeri punggung bawah Batam Bersatu Apparel di Area Sewing
(Low Back Pain) ini semakin lama tidak mengalami nyeri punggung bawah
semakin meningkat hingga umur sekitar (Low Back Pain) yaitu sebanyak 20
55 tahun. orang (57,1%) sedangkan yang

UNIVERSITAS BATAM 19
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

mengalami nyeri punggung bawah (Low meningkat seiring pertambahan umur.


Back Pain) hanya 15 orang (42,9%). Hasil penilitian ini sejalan dengan
Menurut Zairin Noor Helmi (2014), penelitian yang dilakukan oleh
nyeri punggung bawah (Low Back Pain) Lusianawaty Tana, Frans Xaverius
adalah salah satu masalah kesehatan Surhayanto Halim (2011) yang berjudul
yang umum dijumpai dalam masyarakat Determinan Nyeri Punggung Bawah
industri. Kondisi yang tidak pada Tenaga Paramedis di Beberapa
mengenakan atau nyeri kronik minimal Rumah Sakit di Jakarta. Dari hasil
keluhan 3 bulan disertai adanya penelitian tersebut didapatkan bahwa
keterbatasan aktivitas yang diakibatkan ada hubungan yang bermakna antara
nyeri apabila melakukan pergerakan umur paramedis dengan terjadinya nyeri
atau mobilisasi. punggung bawah. Dari hasil di atas
dapat disimpulkan bahwa semakin
Hasil Analisis Bivariat bertambah usia karyawan maka semakin
besar risiko karyawan tersebut terkena
Hubungan Umur dengan Nyeri nyeri punggung bawah (Low Back
Punggung Bawah (Low Back Pain) Pain).
Hubungan Jenis Kelamin dengan
Berdasarkan hasil analisis tentang Nyeri Punggung Bawah (Low Back
hubungan umur dengan kejadian nyeri Pain)
punggung bawah (Low Back Pain) di
PT. Batam Bersatu Apparel di Area Berdasarkan hasil analisis tentang
Sewing Tahun 2015 didapatkan bahwa hubungan jenis kelamin dengan kejadian
yang berumur 20-35 Tahun tidak nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
mengalami nyeri punggung bawah (Low di PT. Batam Bersatu Apparel di area
Back Pain) sebanyak 20 orang (66,7%), Sewing Tahun 2015 didapatkan bahwa
yang mengalami nyeri punggung hanya pada karyawan yang memiliki jenis
sebanyak 10 orang (33,3%) sedangkan kelamin laki-laki tidak mengalami nyeri
pada karyawan yang berumur > 35 punggung bawah (Low Back Pain)
Tahun tidak mengalami nyeri punggung sebanyak 8 orang (57,1%), yang
bawah (Low Back pain) dan yang mengalami nyeri punggung bawah (Low
mengalami nyeri punggung bawah (Low Back Pain) hanya sebanyak 6 orang
Back Pain) sebanyak 5 orang (100%). (42,9%) sedangkan pada karyawan
Hasil uji statistik dengan Chi Square perempuan yang tidak mengalami nyeri
Test diperoleh nilai probabilitas (p punggung bawah (Low Back Pain)
Value) 0,005 Sehingga H0 ditolak, sebanyak 12 orang (57,1%) dan yang
dengan demikian dapat disimpulkan mengalami nyeri punggung bawah (Low
bahwa ada hubungan antara umur Back Pain) sebanyak 9 orang (42,9%).
dengan nyeri punggung bawah (Low Hasil uji statistik dengan Chi Square
Back Pain) pada karyawan di PT. Batam Test diperoleh nilai probabilitas (p
Bersatu Apparel di Area Sewing Tahun Value) 1,000 sehingga H0 gagal ditolak,
2015. Menurut Sjaifoellah Noor (1999) dengan demikian dapat disimpulkan
umur merupakan salah satu faktor risiko bahwa tidak ada hubungan antara jenis
terjadinya nyeri punggung bawah (Low kelamin dengan nyeri punggung bawah
Back Pain). Biasanya nyeri ini mulai (Low Back Pain) pada karyawan di PT.
dirasakan pada mereka yang berumur Batam Bersatu Apparel di area Sewing
dekade kedua dan insiden tertinggi Tahun 2015. Menurut Sjaifoellah Noor
dijumpai pada dekade kelima dan (1999) laki-laki dan perempuan
keluhan semakin lama semakin memiliki risiko yang sama terhadap

UNIVERSITAS BATAM 20
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

keluhan nyeri punggung bawah (Low Test diperoleh nilai probabilitas (p


Back Pain) sampai umur 60 tahun, Value) 0,006 sehingga H0 ditolak,
namun pada kenyataannya jenis kelamin dengan demikian dapat disimpulkan
seseorang dapat mempengaruhi bahwa ada hubungan yang bermakna
timbulnya keluhan nyeri punggung antara Indeks Massa Tubuh dengan
bawah (Low Back Pain), karena pada nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
perempuan keluhan ini lebih sering pada karyawan di PT. Batam Bersatu
terjadi misalnya pada saat mengalami Apparel di area Sewing Tahun 2015.
siklus menstruasi, selain itu proses Menurut Sjaifoellah Noor (1999), pada
menoupause juga dapat menyebabkan orang yang memiliki berat badan yang
kepadatan tulang berkurang akibat berlebih risiko timbulnya nyeri
penurunan hormon estrogen sehingga punggung bawah (Low Back Pain) lebih
memungkinkan terjadinya nyeri besar, karena beban pada sendi penumpu
punggung bawah (Low Back Pain). berat badan akan meningkat, sehingga
Hasil penelitian ini sejalan dengan dapat memungkinkan terjadinya nyeri
penelitian yang dilakukan oleh punggung bawah (Low Back Pain).
Lusianawaty Tana, Frans Xaverius Tinggi badan juga berkaitan dengan
Suharyanto Halim (2011) yang berjudul panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan
Determinan Nyeri Punggung Bawah beban anterior maupun lengan beban
pada Tenaga Paramedis di Beberapa posterior untuk mengangkat beban
Rumah Sakit di Jakarta. Dari hasil tubuh. Hasil penelitian ini bertolak
penelitian tersebut didapatkan bahwa belakang dengan penelitian yang
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dilakukan oleh Lusianawaty Tana, Frans
paramedis dengan terjadinya nyeri Xaverius Surhayanto Halim (2011) yang
punggung bawah. berjudul Determinan Nyeri Punggung
Hubungan Indeks Massa Tubuh Bawah pada tenaga Paramedis di
dengan Nyeri Punggung Bawah (Low Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Dari
Back Pain) hasil penelitian tersebut didapatkan
bahwa tidak ada hubungan antara Indeks
Berdasarkan hasil analisis tentang Massa Tubuh paramedis dengan
hubungan Indeks Massa Tubuh dengan terjadinya nyeri punggung bawah. Dari
kejadian nyeri punggung bawah (Low hasil penelitian diatas dapat disimpulkan
Back Pain) di PT. Batam Bersatu bahwa kejadian nyeri punggung bawah
Apparel di area Sewing Tahun 2015 (Low Back Pain) pada karyawan tidak
didapatkan bahwa pada karyawan yang hanya disebabkan oleh Indeks Massa
memiliki Indeks Massa Tubuh 18,5-24,9 Tubuh, ini dikarenakan karyawan
(Normal) tidak mengalami nyeri bekerja dalam posisi duduk dalam waktu
punggung bawah (Low Back Pain) 8 jam. Posisi yang salah atau tidak
sebanyak 17 orang (73,9%), yang ergonomis dalam melakukan pekerjaan
mengalami nyeri punggung bawah (Low sering menimbulkan suatu keluhan/sakit
Back Pain) hanya sebanyak 6 orang salah satunya adalah nyeri punggung
(26,1%) sedangkan pada karyawan yang bawah (Low Back Pain).
memiliki Indeks Massa Tubuh > 24,9
(Over Weight) tidak mengalami nyeri KESIMPULAN DAN SARAN
punggung bawah (Low Back Pain)
sebanyak 3 orang (25,0%) dan yang Kesimpulan
mengalami nyeri punggung bawah (Low 1. Berdasarkan hasil analisis dan
Back Pain) sebanyak 9 orang (75,0%). pembahasan tentang hubungan faktor
Hasil uji statistik dengan Chi Square risiko dengan kejadian nyeri

UNIVERSITAS BATAM 21
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

punggung bawah (Low Back Pain) rotasi kerja karyawan di setiap area
pada karyawan di PT. Batam Bersatu hendaknya ditingkatkan disamping
Apparel di Area Sewing Tahun 2015, mengurangi beban kerja juga
maka dapat diambil kesimpulan meningkatkan hasil produksi.
sebagai berikut: 2. Tenaga Karyawan
2. Sebagian besar karyawan di PT. Melihat dari permasalahan yang
Batam Bersatu Apparel di Area didapatkan di PT yaitu masih
Sewing berumur 20-35 Tahun. terdapatnya karyawan yang
3. Sebagian besar karyawan di PT. mengalami nyeri punggung bawah
Batam Bersatu Apparel di Area (Low Back Pain). Hal ini perlu
Sewing berjenis kelamin perempuan. dicegah jangan sampai terjadi di
4. Sebagian besar karyawan di PT. masa yang akan datang. Untuk itu
Batam Bersatu Apparel di Area sangat perlu diadakan kegiatan
Sewing memiliki Indeks Massa penyuluhan dan peningkatan
Tubuh normal. pengetahuan karyawan tentang
5. Sebagian besar karyawan di PT. pentingnya melakukan pekerjaan
Batam Bersatu Apparel di Area secara ergonomis dan menjaga fisik
Sewing tidak mengalami nyeri sehingga dapat menghindari
punggung bawah (Low Back Pain). penyebab-penyebab terjadinya nyeri
6. Ada hubungan yang bermakna antara punggung bawah (Low Back Pain)
umur dengan nyeri punggung bawah selama melakukan aktivitas maupun
(Low Back Pain) pada karyawan di saat bekerja.
PT. Batam Bersatu Apparel di Area 3. Bagi Penelitian lain
Sewing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
7. Tidak ada hubungan antara jenis digunakan sebagai data atau landasan
kelamin dengan nyeri punggung acuan bagi peneliti-peneliti lain untuk
bawah (Low Back Pain) pada mengembangkan penelitian ini
karyawan di PT. Batam Bersatu sehingga akan lebih baik lagi.
Apparel di Area Sewing .
8. Ada hubungan yang bermakna antara
Indeks Massa Tubuh dengan nyeri Daftar Pustaka
punggung bawah (Low Back Pain)
pada karyawan di PT. Batam Bersatu Abdullah, Mujianto. 2013. Cara Cepat
Apparel di Area Sewing. Mnegatasi 10 Besar Kasus
Muskuloskeletal Dalam Praktik
Saran Klinik Fisioterapi. Jakarta : Trans
1. Bagi PT. Batam Bersatu Apparel Info Media.
Hasil penelitian ini diharapkan PT. Adelia, R., 2007. Nyeri Pinggang/Low
Batam Bersatu Apparel untuk dapat Back Pain. Available from:
memberikan training tentang sikap http://www.fkunsri.wordpress.com/
kerja yang ergonomis kepada 2007/09/01/nyeri-pinggang-low-
karyawan, menyediakan alat bantu backpain/[Accesed 5 Mei 2013].
yang sesuai untuk kegiatan yang Bimariotejo. 2009. Low Back Pain (LBP).
berhubungan dengan posisi duduk, Diambil 2 Oktober 2013 dari
mengangkat, mengangkut dan www.backpainforum.com.
menyesuaikan karakteristik karyawan Cohen K. 2007. Nyeri punggung bawah.
baik faktor umur, jenis kelamin, Bandung : Medicastore.
Indeks Massa Tubuh , dengan beban Dagenais S, Caro J, Haldeman S. 2008. A
kerja yang diberikan serta frekuensi systematic Review of Lw Back Pain

UNIVERSITAS BATAM 22
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

cost of Illness Studies in the United et al. 2003. Nyeri Punggung


States and Internationally. Spine. Bawah. Kelompok Studi Nyeri
Vol : 8. pp : 8-20. PERDOSSI
Delitto A, George SZ, Dillen LV, Whitman Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku
JM, Sowa G,Shekelle P et al. 2010. Gangguan Muskuloskeletal
Low back pain clinical practice Aplikasi pada Praktik Klinik
guidelines linked to the Keperawatan. Jakarta : EGC.
international classification of Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar
functioning, disability, and health Gangguan Muskuloskeletal. Jilid I.
from the orthopaedic section of the Jakarta: Salemba Medika.
american physical therapy Notoatmodjo. 2012. Metodelogi Penelitian
association. Journal of Orthopaedic Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
and Sports Physical Therapy. Riskesdas. 2013. Laporan hasil Riset
Anies. 2010. Penyakit Akibat Kerja. Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Jakarta : Total Media. Nasional. Badan Penelitian dan
Haldeman, S.D. et al, 2002. An Atlas of Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
BACK PAIN. USA: The Parthenon Rumengan, Jemmy. 2013. Metode
Publishing Group. Penelitian. Bandung : Citapustaka
Harsono, S. 2009. Nyeri Punggung Bawah Media Perintis.
dalam Kapita Selekta Neurologi. Sadeli, H.A., Tjahjono, B. 2001. Nyeri
Yogyakarta : Gadjah Mada Punggung Bawah. Dalam: KRT
University. Meliala, L., Suryamiharja, A.,
Health and Safety Executive. Purba, J.S. (eds). Nyeri Neuropatik
Musculoskeletal Disorder Mainty Patofisiologi dan Penatalaksanaan.
Affecting the Back. Headline data Kelompok Studi Nyeri
from 2008/9 Self-reported PERDOSSI. Hal. 145-167.
Workrelated Illness Questionnaire Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael,
Module inculude in the National Sofyan. 2008. Dasar-dasar
Labour Force Survey. 2009. Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
http://www.hse.gov.uk/statistics/ca III. Jakarta : Sagung Seto.
usdis/muskuloskeletal/back.htm. Tarau, L. 2009. Nyeri Kronis Pedoman
Diakses 20 November 2011. Terapi untuk Praktik Dokter.
Kroemer, K.H.E & Grandjean, E. 1997. Jakarta : EGC.
Fitting The Task to The Human, A Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk
textbook of Occuational keselamatan, kesehatan kerja dan
Ergonomic. Fifth edition. Taylor & produktivitas. Surakarta : Penerbit
Francis Publisher. UNIBA Press.
Medical dictionary,2013.Low back pain
research.available from:
http://www.online-medical-
dictionary.org/ [Accesed 10 Mei 2013]
Meliala, L., Purba, J.S., Suryamiharja, A.,

UNIVERSITAS BATAM 23
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP DERAJAT


DEPRESI PADA SISWA KELAS VIII DI PESANTREN DARUL
FALAH KOTA BATAM TAHUN 2016
M Arif Kurniawan*, Irwani Muthalib**, Githa Sradha**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas


Kedokteran Universitas Batam

ABSTRAK
Hubungan Kecerdasan Emosional Terhadap Derajat Depresi Pada Siswa Kelas
VIII Di Pesantren Darul Falah Kota Batam Tahun 2016. Skiripsi. Fakultas
Kedokteran, Universitas Batam.
Remaja adalah masa perubahan individu dari fase kanak-kanak menuju fase
dewasa. Pada masa peralihan ini, remaja yang tinggal di pesantren memiliki
dilematika permasalahan remaja yang relatif berbeda dengan remaja lain pada
umumnya. Ketidakmampuan menyesuaikan diri, banyaknya peraturan yang
harus dipatuhi dapat menyebabkan kekacauan dalam kejiwaan remaja, antara lain
berupa depresi baik ringan, sedang maupun berat.
Metode penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII di
Pesantren Darul Falah Kota Batam Tahun 2016, penelitian dilakukan pada 100
orang yang dipilih menjadi sampel dengan teknik purposive sampling. Hasil
penelitian dianalisis dengan uji korelasi Product Moment (α=0,05).
Berdasarkan hasil univariat siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah
sebanyak 23 (23%) orang, kecerdasan emosional sedang sebanyak 67 (67%)
orang, dan kecerdasan emosional tinggi sebanyak 10 (10%) orang. siswa yang
tidak depresi sebanyak 51 (51%) orang,siswa yang mengalami depresi ringan
sebanyak 37 (37%), siswa yang mengalami depresi sedang sebanyak 12 (12%)
orang,sedangkan siswa yang mengalami depresi berat tidak ada. Dari uji korelasi
product moment dari Pearson didapatkan hasil r = -0,482 dan nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p<0,05).
Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara kecerdasan emosional terhadap derajat depresi pada siswa kelas VIII di
Pesantren Darul Falah Kota Batam Tahun 2016

UNIVERSITAS BATAM 24
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN memungkinkan mengalami depresi (Son


Sung E & Kirchner J.T 2000).
Masa remaja merupakan masa
Pada masa peralihan ini, remaja lebih
transisi dari masa anak-anak menuju masa
tertarik menghabiskan waktunya dengan
dewasa. Pada masa remaja, seorang
teman sebaya, akan tetapi peranan orang
individu mengalami banyak perubahan
tua tetap dibutuhkan dalam mengantarkan
pada emosi, perubahan pada fisik serta
putra-putrinya menuju kedewasaan.
perubahan pada pola perilaku, minat dan
Namunada sebagian remaja yang tinggal
nilai-nilai yang ada pada dirinya (Hurlock,
terpisah dari orang tuanya sejak memasuki
1980).
awal remaja karena masuk pesantren
Ketidakstabilan emosional terutama
(Marheni, 2007).
disebabkan karena remaja berada dibawah
Remaja yang tinggal di pesantren
tekanan sosial dalam menghadapi kondisi-
memiliki dilematika permasalahan remaja
kondisi baru. Masa ini sering disebut juga
yang relatif berbeda dengan para remaja
masa “storm and stress” atau masa
pada umumnya. Ketidakmampuan
“tekanan dan badai”. Sebagian besar dari
menyesuaikan diri, kesulitan dalam
remaja mengalami ketidakstabilan
menjalankan hidup mandiri, banyaknya
emosional dari waktu ke waktu sebagai
peraturan-peraturan yang harus dipatuhi di
konsekuensi dari usaha penyesuaian diri
lingkungan pesantren merupakan faktor-
pada pola perilaku baru dan harapan sosial
faktor yang dapat menyebabkan kekacauan
yang baru. Ada tanggapan stereotip budaya
dalam jiwa remaja, antara lain berupa
yang mengatakan bahwa remaja adalah
depresi baik ringan, sedang maupun berat.
anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat
Depresi meningkat seiring pertambahan
dipercaya, cendrung merusak, dan
usia, terutama setelah melalui masa
berperangai buruk. Hal tersebut membuat
pubertas (Ardjana, 2007).
peralihan dari masa remaja menuju masa
Dalam penelitian ini peneliti
dewasa menjadi sulit. Stereotip ini juga
mengambil sampel dari siswa kelas VIII di
mempengaruhi konsep diri dan sikap
Pondok Pesantren Darul Falah Kota
remaja terhadap dirinya sendiri.
Batam. Hal ini disebabkan fase remaja
Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi
awal yang dialami siswa kelas VIII
sendiri masalah menurut cara yang mereka
merupkan fase transisi. Pada fase transisi,
yakini menyebabkan banyak remaja yang
siswa kelas VIII diamanahkan untuk
akhinya mengalami kegagalan dalam
menjadi kakak asuh bagi siswa kelas VII.
menyelesaikan masalah yang mereka
Sebagai kakak asuh, siswa kelas VIII
hadapi. Pada akhirnya banyak remaja yang
bertanggung jawab untuk membimbing
mengalami depresi (Hurlock, 1980).
hapalan ayat-ayat Al-quran, dan
Dari data penelitian di Amerika
mengawasi kegiatan sehari-hari siswa
didapatkan gejala depresi pada remaja
kelas VII di Pondok Pesantren Darul Falah
yang berusia 11-13 tahun lebih ringan
sedangkan untuk siswa kelas IX mereka
dibandingkan dengan gejala depresi pada
bertanggung jawab untuk menjadi penguji
remaja usia 14-16 tahun dan remaja usia
hapalan Al-quran siswa kelas VII apabila
17-18 tahun. Prevalensi gangguan depresi
ada siswa kelas VII tidak dapat
pada remaja, depresi ringan sampai dengan
menghapal, maka siswa kelas VIII yang
depresi berat 0,4-6,4% sedangkan
akan diberi sanksi. Dalam kondisi ini jika
gangguan distimik adalah 1,6-8% dan
siswa kelas VIII tidak bisa mengendalikan
gangguan bipolar 1%. Remaja dengan
emosional mereka dalam membina adik
sosial ekonomi rendah, memiliki
kelasnya serta ketidakmampuan mereka
permasalahan dalam keluarga, dan prestasi
dalam mengatasi masalah sehari-hari di
akademik yang menurun lebih
Pesantren. Jika dibiarkan, keadaan penuh

UNIVERSITAS BATAM 25
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

tekanan ini dapat menyebabkan kekacauan HASIL PENELITIAN DAN


dalam kejiwaan remaja, antara lain berupa PEMBAHASAN
depresi baik ringan, sedang, maupun berat. GAMBARAN UMUM LOKASI
Dari survei pendahuluan yang dilakukan PENELITIAN
peneliti terhadap 15 siswa di Pesantren Penelitian ini dilakukan di Pondok
Darul Falah, didapatkan 1 orang Pesantren Darul Falah Kota Batam yang
mengalami depresi sedang, 5 orang terletak di Jl. Hang Tuah, Nongsa, Kota
mengalami ringan dan 9 orang tidak Batam, Kepulauan Riau. MTs Darul Falah
mengalami depresi. Berdasarkan uraian di Batam merupakan madrasah menengah
atas, peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat pertama yang berciri khas Islam
hubungan antara kecerdasan emosional yang merupakan bagian dari Pondok
dengan derajat depresi, khususnya pada Pesantren Darul Falah dibawah naungan
siswa kelas VIII di Pesantren Darul Falah Yayasan Darul Falah yang menerapkan
Kota Batam tahun 2016. kurikulum terpadu, yaitu kurikulum
Departemen Agama (untuk pendidikan
METODE PENELITIAN formal) dan kurikulum Pondok (untuk
kepesantrenan).
Jenis penelitian ini adalah penelitian
observasional analitik dengan HASIL ANALISIS UNIVARIAT
menggunakan pendekatan cross
sectional.Tempat penelitian dilakukan di 1. Distribusi Frekuensi Kecerdasan
Pondok Pesantren Darul Falah Kota Emosional
Batam. Populasi dalam penelitian ini Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
adalah siswa kelas VIII di Pesantren Darul Kecerdasan Emosional
Falah yang berjumlah 100 orang. Kecerdasan f Persentase
Pengambilan sampel dengan metode Emosional (%)
purposive sampling.
Kriteria Insklusi Rendah 23 23
1) Semua siswa kelas VIII yang bersedia
Sedang 67 67
jadi responden.
2) Semua siswa kelas VIII yang hadir pada Tinggi 10 10
saat penelitian.
3) Semua siswa kelas VIII yang berusia Total 100 100
14-16 tahun di Pesantren Darul Falah
Kota Batam
4) Siswa Kelas VIII Madrasah Berdasarkan tabel 4.1 diatas,
Tsanawiyah yang tinggal di asrama menunjukkan siswa yang memiliki
Pondok Pesantren Darul Falah Kota kecerdasan emosional rendah sebanyak 23
Batam orang (23%), kecerdasan emosional
Kriteria Eksklusi sedang sebanyak 67 orang (67%), dan
1) Siswa yang memiliki riwayat gangguan kecerdasan emosional tinggi sebanyak 10
psikiatri. orang (10%).
2) Siswa Kelas VIII yang berusia >16 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Tahun di Pesantren Darul Falah Kota Relawu (2007) untuk mengetahui apakah
Batam terdapat hubungan kecerdasan emosional
3) Siswa kelas VIII yang tinggal bersama pada remaja beragama Islam. Hasil dari
orangtua. penelitian tersebut menunjukkan, adanya
hubungan positif antara religiusitas dengan
kecerdasan emosional. Religiusitas, dalam
penelitian Relawu, memiliki lima dimensi

UNIVERSITAS BATAM 26
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

yaitu, dimensi perasaan, keyakinan, ritual, Testing Ability (RTA) masih baik,
pengetahuan, dan pengaruh. Kelima kepribadian tetap utuh, perilaku dapat
dimensi tersebut terbukti memberikan terganggu tetapi dalam batas-batas normal
pengaruh terhadap kecerdasan emosional (Hawari, 2006).
sebesar 10,8%. Sehingga dapat Menurut peneliti, aturan dan norma
disimpulkan bahwa semakin komitmen yang ada di pondok pesantren terkadang
seseorang dalam menjalankan agama yang membuat siswa mengalami tekanan secara
ditampilkan dalam keyakinan, perasaan, psikologis, akibat adanya ketidaksesuaian
pengetahuan, dan perilaku sehari-hari norma yang berlaku sebelumnya di
maka orang tersebut akan menunjukkan keluarga yang mengakibatkan
perilaku-perilaku yang menjadi dimensi ketidakmampuan mengatasi kehidupannya.
dalam kecerdasan emosional (Relawu, Salah satunya pada penelitian ini, di
2007). Pondok Pesantren Darul Falah mempunyai
Kecerdasan emosional adalah aturan dan norma yang mewajibkan siswa
kemampuan mengenali perasaan kita untuk melakukan ikrar santri untuk
sendiri dan perasaan orang lain, menaati peraturan yang diterapkan di
kemampuan memotivasi diri sendiri dan pondok pesantren. Selain itu, siswa di
kemampuan mengelola emosi dengan baik pondok pesantren yang mulai lepas dari
pada diri sendiri dan dalam hubungan orang tua dituntut untuk bisa mandiri
dengan orang lain (Goleman, 2003). dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan
padatnya kegiatan di dalam pondok
2. Distribusi Frekuensi Depresi pesantren. Berhubungan dengan pendapat
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi yang menyatakan bahwa hal yang memicu
Depresi depresi pada individu adalah kepasifan dan
Derajat f Persentase perasaan tidak mampu bertindak serta
Depresi (%) mengendalikan hidupnya terbentuk
Tidak 51 51 melalui pengalaman yang tidak
Depresi menyenangkan dan trauma yang tidak
Depresi 37 37 berhasil dikendalikan oleh individu
Ringan (Davidson et al, 2004).
Depresi 12 12
Sedang HASIL ANALISA BIVARIAT
Depresi 0 0
Berat Tabel 4.3 Distribusi Hubungan
Total 100 100 Kecerdasan Emosional dengan
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, Derajat Depresi
menunjukan bahwa siswa yang tidak
depresi sebanyak 51 orang (51%), siswa
yang mengalami depresi ringan sebanyak
37 orang (37%), siswa yang mengalami
depresi sedang sebanyak 12 orang (12%),
sedangkan siswa yang mengalami depresi
berat tidak ada.
Depresi adalah gangguan alam
perasaan hati (mood) yang ditandai oleh
kemurungan dan kesedihan yang
mendalam dan berkelanjutan sampai
hilangnya gairah hidup, tidak mengalami
gangguan menilai realitas atau Reality

UNIVERSITAS BATAM 27
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, emosional terhadap derajat depresi pada


menunjukkan bahwa siswa yang memiliki siswa kelas VIII di Pondok Pesantren
kecerdasan emosional rendah yang tidak Darul Falah Kota Batam, dapat
depresi sebayak 5 orang (5%), siswa yang disimpulkan :
memiliki kecerdasan emosional rendah
yang mengalami depresi ringan sebanyak 1. Sebagian besar siswa kelas VIII di
13 orang (13%), siswa yang memiliki Pondok Pesanten Darul Falah Kota
kecerdasan emosional rendah yang Batam memiliki kecerdasan
mengalami depresi sedang sebanyak 5 emosional sedang sebanyak (67%).
orang (5%) ,dan siswa yang memiliki 2. Sebagian besar siswa kelas VIII di
kecerdasan rendah yang mengalami Pondok Pesantren Darul Falah Kota
depresi berat tidak ada. Siswa yang Batam tidak mengalami depresi
memiliki kecerdasan emosional sedang (51%).
yang tidak depresi sebanyak 36 orang 3. Disimpulkan bahwa terdapat korelasi
(36%), siswa yang memiliki kecerdasan negatif yang signifikan antara
emosional sedang yang mengalami depresi kecerdasan emosional dengan derajat
ringan sebanyak 24 orang (24%), siswa depresi pada 100 siswa yang duduk
yang memiliki kecerdasan emosional di bangku kelas VII di Pondok
sedang yang mengalami depresi sedang Pesantren Darul Falah Kota Batam ,
sebanyak 7 orang (7%), dan siswa yang dengan nilai koefisien korelasi (r) = -
memiliki kecerdasan emosional sedang 0,482. Jadi semakin tinggi
yang mengalami depresi berat tidak ada. kecerdasan emosional maka derajat
Siswa yang memiliki kecerdasan depresi semakin rendah, dan
emosional tinggi yang tidak mengalami sebaliknya semakin rendah
depresi sebanyak 10 orang (10%), kecerdasan emosional maka derajat
sedangkan siswa yang memiliki depresi semakin tinggi.
kecerdasan emosional tinggi yang B. Saran
mengalami depresi ringan, sedang, dan Berdasarkan hasil penelitian yang
berat tidak ada. Dari uji korelasi product telah dilakukan, maka saran-saran
moment dari Pearson, didapatkan hasil r = penulis adalah sebagai berikut :
-0,482 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 1. Bagi Sekolah
(p<0,05). Berdasarkan uji analisis tersebut, Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka kecerdasan emosional dan depresi maka diharapkan pihak sekolah
memiliki hubungan bersifat negatif atau membuat wadah atau layanan seperti
hubungan berjalan tidak searah. Hal ini Bimbingan dan Konseling (BK) agar
berarti apabila semakin tinggi kecerdasan dapat memberikan bantuan kepada
emosional maka semakin rendah derajat siswa untuk bagaimana cara
depresi, dan hipotesis nol (Ho) ditolak dan meningkatkan kecerdasan emosi
Hipotesis alternatif (Ha) diterima yakni serta bagaimana cara mengetahui
ada hubungan antara kecerdasan emosional kondisi mentalnya secara mandiri.
dengan derajat depresi pada siswa kelas 2. Bagi Siswa
VIII di Pesantren Darul Falah Kota Batam a. Siswa diharapkan dapat
tahun 2016. memahami bahwa penting bagi
dirinya untuk memiliki
KESIMPULAN DAN SARAN kemampuan yang cerdas secara
emosional. Kecerdasan emosional
A. Kesimpulan membantu para siswa dalam
Berdasarkan hasil penelitian mengatasi berbagai permasalahan
tentang hubungan kecerdasan emosional pada dirinya, agar

UNIVERSITAS BATAM 28
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

terhindar dari pemilihan jalan Kedokteran Brawijaya. Malang:


pintas menyelesaikan masalah Universitas Brawijaya, vol. 24, no. 1,
yang memperburuk keadaan pp: 15-21.
dirinya. 4. Bradberry, T.R. dan Luc, D.S. 2006.
b. Mengetahui penyebab kondisi Ability versus skill-based assesment
depresi pada masing-masing of emotional intelligence. Psicothema,
siswa, sehingga siswa diharapkan vol. 18, pp 59-66.
agar mampu beradaptasi dengan 5. Durand, V.M. dan Barlow, D.H. 2003.
lingkungan dan mampu Essential of Abnormal Psychology. 3th
mengontrol pikirannya. ed. Canada: Thomson Learning
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Academic Resource Centre, pp: 272-
a. Perlu dilakukan penelitian lebih 280.
lanjut mengingat adanya 6. Gohm, C.L., Corser, G.C. dan Dalsky,
keterbatasan dalam penelitian ini D.J. 2005. Emotional intelligence
antara lain jumlah subyek under stress: useful, unnecessary, or
penelitian hanya 100 orang, serta irrelevant?. Personality and Individual
pengambilan data hanya Differences, no. 39, pp: 1017-1028.
dilakukan dalam satu waktu. 7. Goleman, D. 2005. Kepemimpinan
b. Diharapkan dapat melakukan Berdasarkan Kecerdasan Emosi.
penelitian lanjutan dengan metode Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
dan faktor lain yang dapat 8. Haningsih, S. 2008. Peran strategis
mempengaruhi kecerdasan pesantren, madrasah dan sekolah
emosional seserang termasuk islam di Indonesia. Jurnal Pendidikan
lingkungan di pesantren. Islam El-Tarawi, vol. 1, no. 1, pp: 27-
c. Perlu pengkajian lebih lanjut 39.
mengenai faktor-faktor yang 9. Harriet, A.B., Sumathipala, A.,
dapat memicu terjadinya depresi. Siribaddana, S.H., Kovas, Y., Glozier,
4. Bagi Masyarakat N., McGuffin, P. dan Hotopf, M.
Diharapkan dapat menjadi bahan 2009. Genetic and environmental
referensi untuk menambah ilmu contributions to depression in Sri
pengetahuan terhadap hubungan Lanka. The British Journal of
kecerdasan emosional terhadap Psychiatry, no. 195, pp: 504-509.
depresi. 10. Hartono. 2009. SPSS 17.0 Analisis
Data Statistika dan Penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Pustaka Pelajar, pp: 53-
64.
1. Ardjana, I.G.A. 2007. Depresi pada 11. Hawari, D. 2006. Manajemen Stres,
remaja. In: Soetjiningsih. Tumbuh Cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai
Kembang Remaja dan Penerbit Fakultas Kedokteran
Permasalahannya. Jakarta: CV. Universitas Indonesia.
Sagung Seto, pp: 219-232. 12. Ildikó, B., Duran, N.L., Kovacs, MA.
2. Amir, N. 2005. Diagnosis dan 2009. Age and sex analyses of somatic
penatalaksanaan depresi pascastroke. complaints and symptom presentation
Cermin Dunia Kedokteran, no. 149, of childhood depression. Journal of
pp: 8-13. Clinical Psychiatry, vol. 10.
3. Asmika, H. dan Handayani, N. 2008. 13. Kaplan, H.I. dan Sadock, B.J. 1997.
Prevalensi depresi dan gambaran Sinopsis Psikiatri. Jilid 2, 7th ed.
stresor psikososial pada remaja Jakarta: Binarupa Aksara.
Sekolah Menengah Umum di wilayah
Kotamadya Malang. Jurnal

UNIVERSITAS BATAM 29
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN INDEKSMASSA TUBUH DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA


SISWA/I SMP
M. Ihsan Ibrahim*, Ibrahim**, Isramilda**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK
Latar Belakang: Kesegaran jasmani pada anak sangat bermanfaat untuk menunjang
kapasitas kerja fisik anak untuk terlaksananya pendidikan yang baik. Kurangnya motivasi
untuk berolahraga berdampak mempengaruhi berat badan anak. Salah satu cara mengetahui
ideal atau tidaknya berat badan seorang anak dapat dilakukan dengan pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT). Terdapat postur tubuh yang bervariasi pada siswa/i SMP Harapan
Utama Kota Batam yang sepertinya mempengaruhi terhadap kesegaran jasmani mereka.
Maka dari hal tersebut peneliti ingin mencari hubungan IMT dengan kesegaran jasmani.
Metode: Metode penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas VIII SMP
Harapan Utama Kota Batam Tahun 2015 yang berjumlah 175 orang, penelitian dilakukan
pada 122 orang yang dipilih menjadi sampel dengan teknik simple random sampling. Hasil
penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi ditabulasi silang kemudian diuji dengan chi-
square.
Hasil: Hasil penelitian ini didapatkan siswa/i yang memiliki IMT tidak ideal dengan
kesegaran jasmani buruk sebanyak 36 (85,7%) orang, kemudian pada siswa/i yang memiliki
IMT tidak ideal dengan kesegaran jasmani cukup baik sebanyak 6 (14,8%) orang. Sedangkan
siswa/i yang memiliki IMT ideal dengan kesegaran jasmani buruk sebanyak 64 (80%) orang,
kemudian pada siswa/i yang memiliki IMT ideal dengan kesegaran jasmani cukup baik
sebanyak 16 (20%) orang. Hasil analisa bivariat dengan uji chi-square diperoleh nilai p value
= 0,435 dimana p value > 0,05, artinya Ho gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kesegaran jasmani.
Simpulan: Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
indeks massa tubuh (IMT) dengan kesegaran jasmani.
Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh (IMT), Kesegaran Jasmani

UNIVERSITAS BATAM 30
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN menurut Umur (IMT/U) sesuai grafik


dari Centers for Disease Control and
Pada saat ini perkembangan Prevention (CDC) (Purba, 2012;
teknologi sudah semakin pesat Centers for Disease Control and
dimana berbagai cara telah dilakukan Prevention, 2015).
orang untuk mengatasi masalah yang Menurut Global Health
mereka hadapi pada setiap harinya. Observatory (GHO) data dari WHO
Dengan demikian terbentuklah bahwa secara global 81% sekolah
berbagai macam peralatan yang dengan remaja usia 11-17 tahun
canggih sehingga membuat kita kurang aktif secara fisik pada tahun
semakin sedikit melakukan gerakan- 2010. Terdapat 74% remaja memiliki
gerakan dalam kehidupan sehari-hari. prevalensi aktifitas fisik terendah
Dampak negatif perkembangan untuk wilayah Tenggara Asia. Dan
teknologi yang semakin maju dan aktifitas fisik tertinggi terdapat di
canggih menyebabkan orang daerah Mediterania Timur (85%),
cenderung bermalas-malasan dalam Afrika (85%), dan kawasan Pasifik
bekerja yang banyak mengeluarkan Barat (85%) (WHO, 2015).
energi, sehingga dapat dipastikan Menurut Sahari, penelitian di
gerak dan kesegaran jasmani mereka Jakarta pada anak-anak umur 6-12
kurang (Purba, 2012). tahun menunjukkan bahwa 41,5 %
Pada anak kesegaran jasmani anak memiliki tingkat kesegaran
ini seringkali terlupakan. Padahal jasmani sedang, sedangkan 41,1%
kesegaran jasmani ini sangat memiliki tingkat kesegaran jasmani
bermanfaat untuk menunjang kurang dan kurang sekali. Hasil ini
kapasitas kerja fisik anak yang dapat tidak jauh berbeda dengan penelitian
mempengaruhi kualitas seorang anak yang diperoleh Departemen
karena kesegaran jasmani yang baik Kesehatan pada tahun 1993, yakni
dapat menunjang terlaksananya 47,8% anak umur sekolah dasar di 20
pendidikan yang baik bagi siswa, SD DKI memiliki tingkat kesegaran
sebaliknya kesegaran jasmani siswa jasmani kurang dan kurang sekali.
yang buruk akan mempengaruhi Dan menurut penelitian di Inggris
kualitas pendidikan anak tersebut. pada anak obesitas dan pendek
Kenyataannya saat ini banyak kita cenderung memiliki kesegaran
lihat anak-anak sekolah yang jasmani yang lebih buruk dibanding
mempunyai berat badan yang anak-anak yang lainnya (Sahari
berlebih karena kurangnya motivasi dalam Utari, 2007; Pramadita, 2011).
anak untuk sungguh-sungguh dan Secara nasional prevalensi kurus
membiasakan diri untuk berolahraga (menurut IMT/U) pada umur 13-15
(Utari, 2007; Purba, 2012). tahun adalah 11,1 persen terdiri dari
Salah satu cara untuk 3,3 persen sangat kurus dan 7,8
mengetahui berlebih atau tidaknya persen kurus. Prevalensi sangat kurus
berat badan kita dapat dilakukan terlihat paling rendah di Bangka
dengan pengukuran Indeks Massa Belitung (1,4%) dan paling tinggi di
Tubuh (IMT). Dan bagi anak-anak Nusa Tenggara Timur (9,2%). Dan
serta remaja umur 2 sampai 19 tahun prevalensi gemuk pada umur 13-15
digunakan Indeks Massa Tubuh tahun di Indonesia sebesar 10.8

UNIVERSITAS BATAM 31
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk September 2015 sampai dengan
dan 2,5 persen sangat gemuk Februari 2016 saat jam olahraga.
(obesitas) (RISKESDAS, 2013). Populasi yang digunakan
Berdasarkan dari hasil dalam penelitian ini adalah seluruh
pengamatan dan wawancara peneliti siswa/i SMP Harapan Utama kelas
di SMP Harapan Utama, Kota VIII. Teknik pengambilan sampel
Batam, siswa/i disana memiliki dalam penelitian ini dengan
postur tubuh yang bervariasi dan menggunakan teknik simple random
situasi tersebut sepertinya sampling sehingga didapatkan
mempengaruhi terhadap keaktifan jumlah sampel sebanyak 122 orang
dalam aktivitas fisik dan kesegaran siswa/i. Penelitian ini menggunakan
jasmani mereka, oleh karena itu laporan hasil pengukuran tinggi
peneliti tertarik untuk mengadakan badan dan berat badan, serta tes
penelitian untuk mengetahui kesegaran jasmani dalam
hubungan Indeks Massa Tubuh mengumpulkan data.
(IMT) dengan kesegaran jasmani
pada siswa/i SMP Harapan Utama HASIL PENELITIAN
Kota Batam. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada
Desain dari penelitian ini tanggal 16 November – 18
adalah penelitian observasional November 2015 di Sekolah Harapan
analitik dengan menggunakan Utama Kota Batam yang berlokasi di
pendekatan cross sectional yaitu Jln. Rosedale Simp. Frengky,
penelitian untuk mempelajari Komplek Harapan Putra Utama,
dinamika korelasi antara faktor- Kota Batam Provinsi Kepulauan
faktor risiko efek, dengan cara Riau. Sekolah Harapan Utama Kota
pendekatan, observasi atau Batam adalah sekolah swasta di Kota
pengumpulan data sekaligus pada Batam yang memiliki jenjang dari
suatu saat (point time approach). TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Pada
Artinya, tiap subjek penelitian hanya jenjang SMP memiliki rentang kelas
diobservasi sekali saja dan VII, VIII, dan IX dengan pembagian
pengukuran dilakukan terhadap menjadi 5 kelompok yaitu A, B, C,
status karakter atau variabel subjek D, dan E pada setiap kelasnya. Untuk
pada saat pemeriksaan menunjang kegiatan belajar para
(Notoatmodjo, 2010). Pada siswa/i, sekolah ini juga memiliki
penelitian ini dilakukan pengukuran berbagai fasilitas, salah satunya
dan pengamatan pada saat yang adalah lapangan olahraga.
bersamaan (sekali waktu) antara
variabel independen dan variabel
dependen. Penelitian ini dilakukan di
SMP Harapan Utama di Jln.
Rosedale Simp. Frengky, Komplek
Harapan Putra Utama, Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau dari bulan

UNIVERSITAS BATAM 32
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisis Univariat
Tabel.1
Jenis Kelamin Sampel
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah (orang) 73 49 122
Persentase (%) 59,8 40,2 100
Dari tabel.1 diatas 73 (59,8%) orang dan sampel yang
menunjukkan bahwa sampel yang berjenis kelamin perempuan
berjenis kelamin laki-laki sebanyak sebanyak 49 (40,2%) orang.

Tabel.2
Umur Sampel (Tahun)
12 13 14 Total
Jumlah (orang) 7 94 21 122
Persentase (%) 5,7 77,1 17,2 100
Dari tabel.2 diatas tahun sebanyak 94 (77,1%) orang,
menunjukkan bahwa sampel yang dan sampel yang berumur 14 tahun
berumur 12 tahun sebanyak 7 (5,7%) sebanyak 21 (17,2%) orang.
orang, sampel yang berumur 13

Tabel.3
Distribusi Frekuensi IMT di SMP Harapan Utama Kota Batam
No IMT Jumlah (n) Persentase (%)

1. Tidak Ideal 42 34,4

2. Ideal 80 65,6

Total 122 100


Dari tabel.3 diatas 42 (34,4%) orang dan siswa/i yang
menunjukkan bahwa siswa/i yang memiliki IMT ideal sebanyak 80
memiliki IMT tidak ideal sebanyak (65,6%) orang.

Tabel.4
Distribusi Frekuensi Kesegaran Jasmani
No Tingkat Kesegaran jasmani Jumlah (n) Persentase (%)
1. Buruk 100 87,7
2. Cukup Baik 22 12,3
Total 122 100
Dari tabel.4 diatas dan siswa/i yang memiliki tingkat
menunjukkan bahwa siswa/i yang kesegaran jasmani cukup baik
memiliki tingkat kesegaran jasmani sebanyak 22 (12,3%) orang.
buruk sebanyak 100 (87,7%) orang

UNIVERSITAS BATAM 33
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisis Bivariat
Tabel.5
Hubungan IMT dengan Kesegaran Jasmani
Kesegaran Jasmani
Total
IMT P value
Buruk Cukup Baik
n % n % n %

Tidak Ideal 36 85,7 6 14,8 42 100


0,435
Ideal 64 80 16 20 80 100
Total 100 81,9 22 18,1 122 100
Dari tabel.5 diatas menunjukkan yang memiliki IMT ideal sebanyak 80
bahwa siswa/i yang memiliki IMT tidak (65,6%) orang.
ideal dengan kesegaran jasmani buruk Pengukuran antropometri oleh
sebanyak 36 (85,7%) orang dan siswa peneliti menggunakan metode pengukuran
yang memiliki IMT tidak ideal dengan IMT karena metode ini sangat sederhana
kesegaran jasmani cukup baik sebanyak 6 dan hanya mengandalkan tinggi badan dan
(14,8%) orang. Sedangkan siswa yang berat badan. Indeks Massa Tubuh (IMT)
memiliki IMT ideal dengan kesegaran atau Body Mass Index (BMI) adalah berat
jasmani buruk sebanyak 64 (80%) orang badan seseorang dalam kilogram dibagi
dan siswa yang memiliki IMT ideal dengan kuadrat tinggi dalam meter. Untuk
dengan kesegaran jasmani cukup baik anak-anak indeks massa tubuh disesuaikan
sebanyak 16 (20%) orang. dengan umur dan jenis kelamin yang
Berdasarkan analisis dari hasil chi sering disebut Indeks Massa Tubuh per
square nilai signifikansinya p sebesar Umur (IMT/U) (Centers for Disease
0,435. Angka tersebut menunjukkan angka Control and Prevention, 2015).
yang signifikan karena nilai p lebih besar Berdasarkan data di atas
dibandingkan dengan taraf signifikasi () didapatkan siswa/i memiliki IMT ideal
= 5% (0,05). Dengan demikian dapat lebih banyak dari pada IMT tidak ideal
disimpulkan bahwa berdasarkan H0 karena pada umumnya orang tua dari
diterima atau tidak terdapat hubungan siswa/i memiliki pendapatan menengah ke
antara IMT dengan kesegaran jasmani atas sehingga kebutuhan asupan makanan
pada siswa/i SMP Harapan Utama Kota anak terpenuhi dan tingkat pengetahuan
Batam Tahun 2015. siswa/i maupun orang tua tentang pola
makan yang cukup baik. Asupan makanan
PEMBAHASAN yang baik merupakan dampak dari
Distribusi Frekuensi IMT ketersediaan makanan yang baik. Asupan
Berdasarkan penelitian yang makanan secara berkualitas dan kuantitas
dilakukan pada siswa/i SMP Harapan sangat penting karena dapat
Utama Kota Batam pada tanggal 16 mempengaruhi status gizi anak yang
November – 18 November 2015 dengan meliputi diet seimbang, perencanaan dan
jumlah responden 122 orang didapatkan pengaturan keuangan dalam memenuhi
siswa/i yang memiliki IMT tidak ideal kebutuhan nutrisi (Hitchock et al dalam
sebanyak 42 (34,4%) orang dan siswa/i Hidayati, 2012). Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Willya Mahayati

UNIVERSITAS BATAM 34
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

(2015) dari sampel 90 orang siswa/i pada kesegaran jasmani yang baik tidak akan
SMP N 8 Kota Banda Aceh, didapatkan menimbulkan kelelahan yang berlebihan.
hasil pengukuran IMT bahwa sebagian Penelitian sebelumnya yang
besar responden yaitu 61 (67,8%) orang dilakukan oleh Utari (2007) pada 80 anak
memiliki IMT ideal. Hasil penelitian ini yang diteliti tingkat kesegaran jasmaninya
mendiskripsikan bahwa siswa/i yang didapatkan 59,9% memiliki tingkat
memiliki IMT ideal di SMP N 8 Kota kesegaran jasmani kurang sekali dan 25%
Banda Aceh cukup besar. memiliki tingkat kesegaran jasmani
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan kurang. Hasil penelitian ini
hasil penelitian sebelumnya yang mendiskripsikan bahwa sebagian besar
dilakukan oleh Willia Mahayati yaitu anak memiliki kesegaran jasmani yang
siswa/i yang memiliki IMT ideal lebih kurang sekali.
banyak daripada siswa/i yang memilki Hasil penelitian ini juga sejalan
IMT tidak ideal. dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Utari yaitu siswa/i yang
Distribusi Frekuensi Kesegaran memiliki kesegaran jasmani buruk lebih
Jasmani banyak daripada siswa/i yang memiliki
Berdasarkan penelitian yang kesegaran jasmani cukup baik.
dilakukan pada siswa/i SMP Harapan
Utama Kota Batam pada tanggal 16 Hubungan IMT dengan Kesegaran
November – 18 November 2015 dengan Jasmani
jumlah responden 122 orang didapatkan Berdasarkan penelitian yang
siswa/i yang memiliki tingkat kesegaran dilakukan pada siswa/i SMP Harapan
jasmani buruk sebanyak 100 (87,7%) Utama Kota Batam pada tanggal 16
orang dan siswa/i yang memiliki tingkat November – 18 November 2015 dengan
kesegaran jasmani cukup baik sebanyak 22 jumlah responden 122 orang didapatkan
(12,3%) orang. bahwa siswa/i yang memiliki IMT tidak
Menurut teori Permaesih et al ideal dengan kesegaran jasmani buruk
(2001) kesegaran jasmani adalah sebanyak 36 (85,7%) orang dan siswa
kemampuan untuk melakukan kegiatan yang memiliki IMT tidak ideal dengan
atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi kesegaran jasmani cukup baik sebanyak 6
terhadap pembebanan fisik tanpa (14,8%) orang. Sedangkan siswa yang
menimbulkan kelelahan berlebih dan memiliki IMT ideal dengan kesegaran
masih mempunyai cadangan tenaga untuk jasmani buruk sebanyak 64 (80%) orang
menikmati waktu senggang maupun dan siswa yang memiliki IMT ideal
pekerjaan yang mendadak serta bebas dari dengan kesegaran jasmani cukup baik
penyakit. sebanyak 16 (20%) orang.
Berdasarkan data di atas dengan Menurut Nyoman et al. dan
menggunakan tes kesegaran jasmani bleep Damayanti dalam Putri (2010) IMT
test pada responden didapatkan sebagian merupakan salah satu indeks antropometri
besar siswa/i memiliki kesegaran jasmani yang digunakan untuk mengetahui dan
yang buruk. Hal ini juga diperkuat dari mengukur status gizi seseorang dari
pengamatan peneliti bahwa pada siswa/i berbagai ketidak seimbangan asupan
tersebut banyak mengeluh kelelahan yang energi, serta menjadi salah satu faktor
berlebihan setelah dilakukannya tes penting yang mempengaruhi kesegaran
kesegaran jasmani, dimana gejala jasmani. Pada penelitian ini peneliti
kelelahan tersebut berkaitan dengan melakukan pengukuran kesegaran jasmani
pengertian kesegaran jasmani bahwa itu sendiri dengan menggunakan metode
bleep test.

UNIVERSITAS BATAM 35
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Berdasarkan data diatas diketahui jam sekolah dimana artinya para siswa/i
bahwa distribusi frekuensi terbanyak hanya melakukan olahraga pada saat
adalah siswa/i yang memiliki IMT ideal pelajaran olahraga saja.
dengan kesegaran jasmani yang buruk Hasil penelitan ini dibuktikan oleh
yaitu 64 orang. Banyaknya jumlah ini uji bivariat dari analisis statistik chi square
menunjukkan bahwa siswa/i yang dan hasil perhitungan dengan
memiliki IMT ideal belum tentu menggunakan bantuan program komputer
sepenuhnya memiliki kesegaran jasmani didapatkan nilai signifikansi p sebesar
yang cukup baik. Hal ini dapat disebabkan 0,435, angka tersebut menunjukkan angka
karena faktor yang mempengaruhi yang signifikan karena nilai p lebih besar
kesegaran jasmani tidak hanya IMT. dibandingkan dengan taraf signifikasi ()
Menurut Suhantoro dalam Wulandari = 5% (0,05). Dengan demikian dapat
(2004) kesegaran jasmani dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut hubungan antara IMT dengan kesegaran
seperti umur, IMT, aktivitas fisik, dan jasmani pada siswa/i SMP Harapan Utama
kesehatan. Dari peninjauan pada sampel Kota Batam Tahun 2015.
yang memiliki kesegaran jasmani yang
cukup baik didapatkan bahwa mereka KESIMPULAN DAN SARAN
tidak hanya berolah raga di saat jam olah Kesimpulan
raga, tetapi juga mengikuti ekstrakurikuler 1. Terdapat lebih dari sebagian (65,5%)
olah raga diluar waktu sekolah. Hal ini siswa/i SMP Harapan Utama Kota
sesuai dengan teori Murray dalam Batam memiliki IMT yang ideal.
Wulandari (2004) yang menyatakan bahwa 2. Terdapat sebagian kecil (12,3%)
faktor aktivitas fisik yang mempengaruhi siswa/i SMP Harapan Utama Kota
kesegaran jasmani, dimana aktivitas fisik Batam memiliki kesegaran jasmani
yang terencana, terstruktur, dilakukan cukup baik.
berulang-ulang dan bertujuan memperbaiki 3. Tidak terdapat hubungan antara IMT
atau mempertahankan kesegaran jasmani dengan kesegaran jasmani.
sering disebut dengan latihan fisik. Saran
Menurut Mukholid (2007) kegiatan 1. Bagi sekolah diharapkan dapat
melakukan latihan tersebut sangat meningkatkan minat siswa/i untuk ikut
bermanfaat bagi tubuh terutama untuk serta dalam kegiatan ekstrakurikuler
mengatur pernapasan, mengatur gerakan semisalnya basket, futsal, dan lain-lain.
otot, dan mengatur berat badan, serta 2. Bagi siswa/i diharapkan dapat lebih
mengatur ketenangan. sadar akan pentingnya IMT yang ideal
Hasil penelitian ini diperkuat dan kesegaran jasmani yang baik
dengan pengamatan langsung oleh peneliti dengan berolahraga secara teratur
dimana kebanyakan siswa/i lebih dalam kehidupan sehari-hari.
cenderung memperhatikan tubuh yang 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
bagus daripada memperhatikan kesegaran dapat melakukan penelitian lanjutan
jasmaninya sendiri. Hal ini disebabkan dengan metode penelitian dan faktor
karena siswa/i telah memasuki masa lain yang dapat mempengaruhi
remaja yang lebih di kenal dengan masa kesegaran jasmani seperti umur,
puber sehingga membuat siswa/i sangat aktifitas fisik, dan kesehatan serta lebih
memperhatikan penampilan yang menarik memperhatikan jam dalam pengukuran
untuk kalangan lingkungannya. Sebagian tes kesegaran jasmani.
besar pada siswa/i juga didapatkan jarang 4. Bagi masyarakat diharapkan dapat
mengikuti olahraga atau aktifitas fisik menjadi bahan referensi untuk
untuk kesegaran jasmani mereka setelah menambah ilmu pengetahuan bahwa

UNIVERSITAS BATAM 36
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

pentingnya IMT yang ideal dan Negeri 2 Porsea Tahun 2012.


kesegaran jasmani yang baik dalam Fakultas Ilmu Keolahragaan
kehidupan sehari-hari. Universitas Negeri Medan, Medan.
Skripsi.
Putri, C.D.C. (2010). Faktor Determinan
Kesegaran Jasmani pada Remaja
DAFTAR PUSTAKA
Putri di SMA Negeri 2 Semarang.
Central of Disease Control Prevention
Universitas Diponegoro. Artikel
(2015). Healthy Weight – It’s not a
Penelitian.
Diet, It’s a Lifestyle!.
Riset Kesehatan Dasar (2013). Prevalensi
http://www.cdc.gov/healthyweight/
Kurus dan Gemuk (IMT/U) Anak
assessing/bmi/index. html -
Umur 13 – 15 Tahun Menurut
Diakses Mei 2015.
Provinsi, Indonesia. Jakarta :
Hidayati, N.R. (2012). Hubungan Asupan
Badan Penelitian Dan
Makanan Anak dan Status
Pengembangan Kesehatan
Ekonomi Keluarga dengan Status
Kementerian Kesehatan RI.
Gizi Anak Usia Sekolah di
Utari, A. (2007). Hubungan Indeks Massa
Kelurahan Tugu Kecamatan
Tubuh dengan Tingkat Kesegaran
Cimanggis Kota Depok. 6(2).
Jasmani pada Anak Usia 12-14
Mahayati, W. (2015). Hubungan Indeks
Tahun. Universitas Diponegoro,
Massa Tubuh dengan Tekanan
Semarang. Tesis.
Darah pada Siswa SMP Negeri 8
World Healthy Organization (2015).
Kota Badan Aceh.
Global health observatory (GHO)
http://etd.unsyiah.ac.
data.
id/baca/index.php?id=12039&page
http://www.who.int/gho/ncd/risk_f
=1 – Diakses Januari 2016.
actors/physical_activity_text/en/ –
Mukholid, A. (2007). Pendidikan Jasmani
Diakses September 2015.
Olahraga Dan Kesehatan SMA
Wulandari, T.S.H. (2004). Pengaruh
Kelas X. Edeisi Ke 2. Bogor:
Asrama Atlet Sepakbola terhadap
Yudhistira.
Status Gizi (Indeks Massa Tubuh,
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Kadar Hemoglobin), Aktivitas
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Fisik, dan Kesegaran Jasmani.
Rineka Cipta.
Universitas Diponergoro,
Permaesih, D., Rosmalina, Y., Moeloek,
Semarang. Te
D., Herman, S. (2001). Cara Praktis
Pendugaan Tingkat Kesegaran
Jasmani: Buletin Penelitian
Kesehatan, 29 (4):174.
Pramadita, A. (2011). Hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan Kesegaran
Kardiovaskular yang Diukur
dengan Harvard Step Test dan 20m
Shuttle Run Test pada Anak
Obesitas. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang.
KTI.
Purba, H.J. (2012). Kontribusi Indeks
Massa Tubuh terhadap Tingkat
Kesegaran Jasmani Siswa SMP

UNIVERSITAS BATAM 37
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN USIA KEHAMILAN TERHADAP PERUBAHAN POSISI


SANGGAMA DAN FREKUENSI SANGGAMA PADA WANITA HAMIL
DI KLINIK MITRA BUNDA KOTA BATAM TAHUN 2016
Mely Sari Suryani.B*, Oscar**, Adi Arianto**
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas
Kedokteran Universitas Batam

ABSTRAK
Kehamilan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Kehamilan
mempengaruhi pola seksualitas pada wanita. Berbagai perubahan fisik dan
psikologis dapat mempengaruhi wanita hamil, terutama pada seksualitas. Seiring
dengan bertambahnya ukuran uterus pada wanita hamil dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan kesulitan untuk melakukan hubungan seksual. Semua
wanita yang aktif secara seksual selama kehamilan secara keseluruhan mengalami
penurunan frekuensi sanggama dibandingkan awal kehamilan, dan posisi
sanggama yang digunakan lebih banyak menggunakan posisi lain seperti posisi
bersampingan, posisi wanita di atas, posisi penetrasi dari belakang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memahami hubungan usia kehamilan terhadap
perubahan posisi sanggama dan frekuensi sanggama pada wanita hamil. Penelitian
ini dilakukan menggunakan metode design deskriptif analitik dan pengambilan
sampel dengan teknik total sampling pada bulan februari-agustus 2016 di Klinik
Mitra Bunda Batam. Data diolah menggunakan SPSS versi 20 dengan uji chi
square, tingkat signifikansi 0,05. Analisa data terdiri dari analisis univariat dan
analisis bivariat. Didapatkan hasil wanita hamil yang melakukan sanggama
dengan menggunakan posisi normal sebanyak 20 orang (40,8%) dan wanita hamil
yang melakukan sanggama menggunakan posisi lain sebanyak 29 orang (59,2%).
Sedangkan wanita hamil yang melakukan sanggama dengan frekuensi ≤1
kali/minggu sebanyak 27 orang (55,1%) dan wanita hamil yang melakukan
sanggama dengan frekuensi ≥2 kali/minggu sebanyak 22 orang (44,9%).
Hubungan analisis bivariat chi square, hubungan usia kehamilan terhadap
perubahan posisi sanggama dan frekuensi sanggama pada wanita hamil dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan usia kehamilan terhadap perubahan posisi
sanggama dan frekuensi sanggama pada wanita hamil
Kata Kunci: usia kehamilan, posisi sanggama, frekuensi sanggama

UNIVERSITAS BATAM 38
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN faktor yang berperan penting dalam


hubungan perkawinan bagi banyak
pasangan (Irwan, 2012). Hubungan
A. Latar Belakang
seksual antar manusia ditujukan
Kehamilan merupakan
untuk dapat mempertahankan
peristiwa yang menyenangkan dan
keturunan manusia disamping
diharapkan bagi pasangan suami-istri.
kenikmatan. Hubungan seks manusia
Menurut Arief (2008), kehamilan
merupakan pencetus dari rasa cinta
dimulai saat pertemuan sel telur dan
antar individu, dimana daya tarik dan
sperma (konsepsi) hingga
panca indera ikut berperan. Dalam
melahirkan. Periode kehamilan
hubungan seksual bukan hanya alat
berlangsung selama 36-40 minggu.
kelamin yang ikut berperan tetapi
Pada wanita yang sedang hamil
juga psikologi dan emosi (Manuaba,
mengalami banyak perubahan pada
2008).
fisik dan mentalnya dikarenakan
ketidakseimbangan hormon Beberapa situasi yang
progesteron dan estrogen selama menyarankan untuk menghentikan
kehamilan yang mempengaruhi hubungan seks yaitu, jika terdapat
hubungan seksual pada pasangan tanda infeksi dengan pengeluaran
suami-istri. cairan disertai rasa nyeri atau panas,
terjadi perdarahan saat berhubungan
Perubahan sering muncul
seks, terdapat pengeluaran cairan
dalam kehamilan dimulai ketika
(air) yang mendadak, pernah
seorang perempuan merasa lelah,
mengalami keguguran, terjadi
merasa mual, adanya perubahan
plasenta previa, kehamilan kembar
hormonal serta kehilangan gairah
(Manuaba, 2008).
seks, padahal suaminya masih bugar.
Pada masa ini merupakan masa yang Hasil penelitian pada sebuah
rawan dengan konflik. Komunikasi studi yang dilaksanakan di daerah
sangat perlu untuk memadamkan rasa Oye State Nigeria, dari jumlah
marah, sakit hati dan saling responden 3.204 pria yang telah
memberikan pengertian dan menikah yang dipilih secara acak
kehangatan. Dukungan selama saat- oleh pemerintah lokal, dengan
saat tersebut sangat perlu dilakukan. kriteria responden tersebut memiliki
Pada akhir kehamilan trimester ketiga istri yang hamil dan pasca melahirkan
dilaporkan bahwa suami ataupun istri dalam waktu 36 bulan sebelum studi
merasa kehilangan gairah seks. Jika diadakan, informasi yang diperoleh
tidak ada masalah dalam kehamilan terhadap perilaku seksual sebelum
maka sama sekali tidak ada alasan kehamilan, selama kehamilan dan
untuk melarang hubungan seksual masa setelah melahirkan
selama kehamilan sampai akhir menunjukkan bahwa pria berpoligami
trimester ketiga (Sarwono, 2011). yaitu pria yang berusia dibawah usia
30 tahun didaerah perkotaan dan pria
Seksualitas merupakan suatu
dengan pendidikan rendah atau tidak
komponen integral dari kehidupan
memiliki pendidikan cendrung
seorang wanita normal. Hubungan
melakukan hubungan seks dengan
seksual yang nyaman dan
wanita lain selama masa kehamilan
memuaskan merupakan salah satu
istrinya Sedangkan pria yang

UNIVERSITAS BATAM 39
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

memiliki wanita idaman lainnya sanggama dan frekuensi sanggama)


selama istri dalam masa nifas (40 (Siswanto et all, 2013).
hari) pasca melahirkan meliputi : pria Populasi pada penelitian ini adalah
yang memiliki status pekerjaan lebih wanita hamil trimester pertama yang
tinggi, pria perkotaan yang berumur melakukan pemeriksaan kehamilan
lebih muda (dibawah 49 tahun) dan sampai dengan wanita yang telah
telah memiliki banyak anak, pria melahirkan di Klinik Mitra Bunda Kota
yang istrinya berumur dibawah 40 Batam yang memenuhi kriteria inklusi
tahun di daerah perkotaan (Lawoyin dengan jumlah populasi sebanyak 59
& Larsen, 2002). orang. Sampel diambil menggunakan
Diperlukan penelitian untuk rumus total sampling sehingga jumlah
mengetahui kenyataan yang ada sampel sebanyak 49 orang.
tentang perilaku seksual wanita Teknik pengumpulan data pada
selama hamil, apakah terjadi penelitian ini adalah dengan
perubahan frekuensi sanggama, menggunakan data primer . Data Primer
bagaimana penyesuaian posisi diperoleh dengan kuesioner yang telah
sanggama selama kehamilan. Dalam tersedia tentang hubungan usia
aspek perilaku kegiatan seksual kehamilan terhadap perubahan posisi
merupakan hal yang sangat pribadi sanggama dan frekuensi sanggama pada
dan sangat sulit untuk mengharapkan wanita hamil.
keterbukaan pada masyarakat
indonesia, terutama hal-hal seperti
tehnik bersanggama atau hubungan
HASIL PENELITIAN
diluar pernikahan tidak dapat
diharapkan hasil yang akurat. Analisis Univariat
Bagaimanapun juga ada harapan hasil
penelitian ini dapat membantu 1. Distribusi Frekuensi Usia
memberi informasi kepada Kehamilan
masyarakat umumnya dan secara Berdasarkan penelitian usia
khusus kepada tenaga kesehatan yang kehamilan dapat dilihat dari distribusi
memberi konseling kepada wanita frekuensi tabel di bawah ini:
dalam pemeriksaan kehamilan.
Jenis penelitian yang digunakan
adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu
mempelajari dinamika korelasi antara
variabel bebas dengan variabel
terkait, dengan pendekatan,
pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat (Notoatmodjo, 2010).
Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh
variabel bebas (usia kehamilan) dengan
variabel terkait (perubahan posisi

UNIVERSITAS BATAM 40
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Usia Frekuensi Persentase Pada tabel 4.2 dapat dilihat dari 49


Kehamilan responden pada wanita hamil di Klinik
(f) (%)
Mitra Bunda Kota Batam yang
Trimester 16 32,7 melakukan pemeriksaan kehamilan
Pertama diperoleh frekuensi sebanyak 20
responden (40,8%) wanita hamil
Trimester 18 36,7 menggunakan posisi normal saat
Kedua
bersanggama, sedangkan 29 responden
Trimester (59,2%) wanita hamil menggunakan
Ketiga 15 30,6 posisi lainnya saat bersanggama

Total 49 100
3. Distribusi Frekuensi Sanggama
Pada tabel 4.1 dapat dilihat Berdasarkan penelitian frekuensi
dari 49 responden pada wanita hamil sanggama dapat dilihat dari distribusi
yang melakukan pemeriksaan frekuensi tabel di bawah ini:
kehamilan di Klinik Mitra Bunda Tabel 4.3
Kota Batam menunjukkan 16 Distribusi Frekuensi Perubahan
responden (32,7%) wanita hamil Frekuensi Sanggama pada Usia
dengan usia kehamilan trimester Kehamilan
pertama, 18 responden (36,7%) wanita
hamil dengan usia kehamilan trimester Frekuensi Frekuensi Persentase
kedua dan 15 responden (30,6%) Sanggama
wanita hamil dengan usia kehamilan (f) (%)
trimester ketiga.
<2 27 55,1
2. Distribusi Posisi Sanggama kali/minggu
Berdasarkan penelitian posisi >2 22 44,9
sanggama dapat dilihat dari distribusi kali/minggu
frekuensi tabel di bawah ini: 49 100
Total
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Perubahan
Posisi Sanggama pada Usia Pada tabel 4.3 dapat dilihat dari
Kehamilan 49 responden pada wanita hamil di
Posisi Frekuensi Persentase Klinik Mitra Bunda Kota Batam yang
Sanggama melakukan pemeriksaan kehamilan
(f) (%) diperoleh frekuensi sebanyak 27
Posisi 20 40,8 responden (55,1%) wanita hamil yang
Normal melakukan sanggama ≤1 kali/minggu,
sedangkan 22 responden (44,9%) wanita
Posisi Lain 29 59,2 hamil yang melakukan sanggama ≥2
kali/minggu.
Total 49 100

UNIVERSITAS BATAM 41
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisa Bivariat Table 4.5


Hasil Analisis Hubungan Usia
Table 4.4 Kehamilan Terhadap
Hasil Analisis Hubungan Usia Perubahan Frekuensi Sanggama Pada
Kehamilan terhadap Wanita Hamil
Perubahan Posisi Sanggama pada
Wanita Hamil
Usia Posisi Posisi Total p Usia <2kali/minggu >2kali/minggu Total p
Kehamilan Kehamila
Normal Lain n f % f %% f % Tabel

f % %f % f % Tabel

Trimester 11 68,8 5 31,2 16 100 0,000


Trimester 14 87,5 2 12,5 16 100 0,000
Pertama
Pertama
Trimester 3 16,7 15 83,3 18 100
Trimester 5 27,8 13 72,2 18 100 Kedua
Kedua
1 6,7 14 93,3 15 100 Trimester
Trimester Ketiga 13 86,7 2 13,3 15 100
Ketiga
Total 27 22 49

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat


Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa wanita hamil yang
dapat diketahui bahwa wanita hamil yang dikategorikan melakukan sanggama
dikategorikan melakukan sanggama dengan frekuensi ≤1 kali/minggu lebih
dengan posisi normal lebih banyak pada banyak pada wanita dengan usia
wanita dengan usia kehamilan trimester kehamilan trimester ketiga sebanyak 13
pertama sebanyak 14 responden (87,5%) responden (86,7%) dibandingkan dengan
dibandingkan dengan usia kehamilan usia kehamilan trimester kedua sebanyak
trimester kedua sebanyak 5 responden 3 responden (16,7%) dan usia kehamilan
(27,8%) dan usia kehamilan trimester trimester ketiga sebanyak 11 responden
ketiga sebanyak 1 responden (6,7%) dan (68,8%) dan wanita hamil yang
wanita hamil yang dikategorikan dikategorikan melakukan sanggama
melakukan sanggama dengan posisi lain dengan frekuensi ≥2 kali/minggu lebih
lebih banyak pada wanita dengan usia banyak pada wanita dengan usia
kehamilan trimester ketiga 14 responden kehamilan trimester kedua 15 responden
(93,3%) dibandingkan trimester kedua 13 (83,3%) dibandingkan trimester pertama
responden (72,2%) dan trimester pertama 5 responden (31,2%) dan trimester ketiga
2 responden (12,5%). 2 responden (13,3%).
Hasil uji statistik dengan Chi
Square diperoleh nilai p Value = 0,000
dapat disimpulkan H0 ditolak, artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara
usia kehamilan terhadap perubahan
posisi sanggama dan frekuensi sanggama
pada wanita hamil di Klinik Mitra Bunda
Kota Batam Tahun 2016.

UNIVERSITAS BATAM 42
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

responden (6,7%) dan wanita hamil


PEMBAHASAN yang dikategorikan melakukan
A. Pembahasan Analisis Univariat sanggama dengan posisi lain lebih
banyak pada wanita dengan usia
1. Distribusi Frekuensi Usia kehamilan trimester ketiga 14
Kehamilan responden (93,3%) dibandingkan
Berdasarkan dari hasil penelitian trimester kedua 13 responden (72,2%)
49 responden pada wanita hamil yang dan trimester pertama 2 responden
melakukan pemeriksaan kehamilan di (12,5%).
Klinik Mitra Bunda Kota Batam
menunjukkan 16 responden (32,7%)
wanita hamil dengan usia kehamilan B. Pembahasan Analisis Bivariat
trimester pertama, 18 responden 1. Distribusi Frekuensi Hubungan
(36,7%) wanita hamil dengan usia Usia Kehamilan Terhadap Posisi
kehamilan trimester kedua dan 15 Sanggama
responden (30,6%) wanita hamil Berdasarkan dari hasil penelitian
dengan usia kehamilan trimester diatas menunjukan bahwa ada
ketiga. hubungan yang terjadi antara usia
kehamilan terhadap perubahan posisi
2. Distribusi Posisi Sanggama pada sanggama pada wanita hamil, dimana
Usia Kehamilan terjadi perubahan disetiap trimester
Berdasarkan dari hasil penelitian kehamilan.
49 responden pada wanita hamil di Uterus yang semakin membesar
Klinik Mitra Bunda Kota Batam yang sesuai dengan besarnya kehamilan
melakukan pemeriksaan kehamilan menyebabkan beberapa pasangan
diperoleh frekuensi sebanyak 20 harus mengubah teknik bersanggama
responden (40,8%) wanita hamil untuk mengurangi kecanggungan dan
menggunakan posisi normal saat memungkinkan penetrasi penis yang
bersanggama, sedangkan 29 dalam. Sebagai contoh posisi yang
responden (59,2%) wanita hamil paling umum digunakan adalah posisi
menggunakan posisi lainnya saat normal dimana lelaki tidur diatas
bersanggama wanita, sekarang menjadi sangat tidak
nyaman karena tubuh suami dapat
membebani perut istri sehingga
3. Distribusi Frekuensi Sanggama menimbulkan rasa tidak nyaman juga
pada Usia Kehamilan menimbulkan kekhawatiran akan
Berdasarkan dari hasil penelitian mencederai janin yang membuat
frekuensi sanggama dapat dilihat perasaannya tidak tenang selama
distribusi frekuensi dengan posisi bersanggama.
normal lebih banyak pada wanita Pada trimester pertama dari hasil
dengan usia kehamilan trimester penelitian posisi normal lebih banyak
pertama sebanyak 14 responden digunakan dengan frekuensi 14
(87,5%) dibandingkan dengan usia responden (87,5%) dibandingkan
kehamilan trimester kedua sebanyak 5 posisi lain yang hanya 2 responden
responden (27,8%) dan usia (12,5%), pada trimester pertama
kehamilan trimester ketiga sebanyak 1 belum terjadi perubahan fisik yang

UNIVERSITAS BATAM 43
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

begitu berarti, besarnya perut belum (93%) wanita hamil pada trimester
mempengaruhi aktivitas sanggama ketiga ini justru memilih melakukan
sehingga banyak wanita hamil dan sanggama dengan posisi lain. Pada
pasangannya yang memilih trimester ketiga ini perubahan fisik
menggunakan posisi normal yang sangat mempengaruhi saat
dianggap nyaman, sedangkan bersanggama karena perut yang
pasangan wanita hamil yang memilih semakin membesar dan terasa semakin
posisi lain mengaku menggunakan berat sehingga posisi lain merupakan
posisi lain saat bersanggama karena pilihan terbaik untuk melakukan
telah terbiasa dengan posisi lain dan sanggama dengan nyaman.
lebih menikmatinya. Penelitian ini membuktikan
Pada trimester kedua hanya 5 asumsi bahwa posisi normal secara
responden (28%) wanita hamil yang bermakna terus ditinggalkan sesuai
masih melakukan sanggama dengan dengan usia kehamilan. Variabel yang
menggunakan posisi normal dan posisi berpengaruh terhadap pilihan posisi
ini dipilih saat usia kandungan baru sanggama ini antara lain adalah
menginjak trimester kedua sehingga kebiasaan menonton film porno dan
masih memungkinkan untuk menggunakan posisi lain yang dipakai
dilakukannya sanggama dengan posisi sebelum hamil. Wanita hamil
normal. Wanita hamil yang mengikuti mengaku menggunakan posisi lain
penelitian ini sebanyak 13 responden karena suami yang meniru berbagai
(72,5%) memilih bersanggama posisi seperti yang terdapat dalam film
menggunakan posisi lain, wanita porno tersebut sehingga lebih banyak
hamil ini mengaku pada trimester pengetahuan tentang berbagai posisi
kedua mulai mengalami perubahan selain posisi normal dan merasa
fisik yang berarti berupa perut yang nyama untuk melakukannya tanpa
mulai membesar dan mengganggu merasa harga dirinya terlukai dengan
pergerakan fisik untuk bersanggama berbagai posisi lain. Hasil uji statistik
sehingga wanita hamil lebih nyaman chi square menunjukkan bahwa
jika bersanggama menggunakan posisi ρ=0,000 (ρ<0,5) sehingga dapat
lain agar suami tidak menekan perut disimpulkan bahwa Ha diterima dan
istri saat bersanggama. Ho ditolak, artinya terdapat hubungan
Pada trimester ketiga hanya 1 yang signifikan antara usia kehamilan
responden (7%) yang melakukan dengan perubahan posisi sanggama
sanggama dengan posisi normal yang pada wanita yang melakukan
diubah sedikit sehingga suami tidak pemeriksaan kehamilan di Klinik
bertumpu pada perut sang istri, wanita Mitra Bunda Kota Batam.
hamil yang melakukan sanggama
dengan posisi ini mengaku tidak
menggunakan posisi lain saat 2. Distribusi Frekuensi Hubungan
bersanggama karena merasa hanya Usia Kehamilan Terhadap
posisi normal ini yang pantas Frekuensi Sanggama
dilakukan sehingga tidak merusak Frekuensi sanggama sangat di
citra dirinya yang menganggap bahwa pengaruhi oleh usia kehamilan. Pada
posisi lain sangat tidak nyaman dan penelitian ini ditrimester pertama
memalukan. Sebanyak 14 responden didapatkan 11 responden (69%)

UNIVERSITAS BATAM 44
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

wanita hamil yang melakukan daerah labia dan vagina kini dapat
sanggama ≤1 kali/minggu sedangkan meningkatkan kenikmatan seksual dan
wanita hamil yang melakukan kualitas orgasmus. Secara psikologis
sanggama ≥2 kali/minggu hanya wanita hamil akan mulai merasa
sebanyak 5 responden (31%). nyaman dengan kehamilannya, tetapi
Trimester pertama merupakan awal ada pula wanita hamil yang merasa
mulanya kehidupan baru dimulai pada khawatir dengan janin nya saat
wanita hamil, terjadi berbagai adaptasi melakukan sanggama.
terhadap fisik dan psikis wanita hami, Trimester ketiga kembali terjadi
terjadinya peningkatan volume darah penurunan frekuensi sanggama yang
yang mengakibatkan pembengkakan bisa diakibatkan beberapa faktor yang
jaringan khususnya pada payudara dan sangat mempengaruhi fisik. Pada
organ pelvis, payudara yang tegang kehamilan tua timbul keluhan yang
dan membesar akan terasa sangat dapat mempengaruhi nafsu seksual
nyeri jika tersentuh, hal ini dan frekuensi sanggama seperti nyeri
menyebabkan wanita hamil merasa ulu hati, kaki membengkak, rasa berat
terganggu dan menurunkan gairah dan mendesak pada perut, keluarnya
seksual. Vagina menjadi peka dan air susu dan sering kencing. Pada
tidak nyaman ketika dilakukan penelitian ini 13 responden (87%)
penetrasi penis. Timbul pula keluhan wanita hamil melakukan sanggama ≤1
lain seperti mual, muntah, lelah, emosi kali/minggu dan hanya 2 responden
menjadi labil sehubungan dengan (13%) wanita hamil yang masih
keinginan untuk banyak tidur dan melakukan sanggama ≥2 kali/minggu,
istirahat, juga adanya keraguan hal ini menunjukan bahwa usia
kesiapan untuk menjadi ibu, persiapan kehamilan sangat berpengaruh
materi dan lain-lain. Selain itu terhadap frekuensi sanggama. Pada
penurunan kegiatan seksual dapat trimester ini wanita hamil sering kali
timbul karena ketakutan sanggama merasa dirinya tidak menarik karena
dapat menyebabkan bahaya pada janin tubuh yang semakin berat dan perut
atau mencetuskan keguguran. yang membesar sehingga wanita hamil
Trimester kedua pada penelitian ini mengurungkan keinginan untuk
responden mengalami peningkatan melakukan sanggama. Pada beberapa
dalam frekuensi sanggama, sebanyak wanita hamil yang memiliki pemikiran
15 responden (83%) wanita hamil positif akan merasa lebih dekat dan
melakukan sanggama ≥1 kali/minggu mencintai pasangannya dengan
sedangkan yang melakukan sanggama kehamilan ini. Banyak wanita yang
≤2 kali/minggu hanya 3 responden tidak menuruti larangan bersanggama
(17%). Trimester kedua pada pada awal kehamilan dan 2-8 minggu
umumnya merupakan periode yang sebelum persalinan, hal ini
lebih nyaman dibanding trimester membuktikan adanya kebutuhan dan
pertama. Wanita hamil mulai bisa keinginan untuk bersanggama.
menerima adaptasi yang terjadi Hasil uji statistik chi square
kepada fisiknya karena perubahan menunjukkan bahwa ρ=0,000 (ρ<0,5)
akibat kehamilan yang terjadi. sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha
Pembesaran payudara dan diterima dan Ho ditolak, artinya
vaskularisasi yang meningkat pada terdapat perbedaan yang bermakna

UNIVERSITAS BATAM 45
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

antara hubungan usia kehamilan DAFTAR PUSTAKA


dengan perubahan frekuensi sanggama
pada wanita yang melakukan Abdullah, Irawan (2011). Seks, Gender
pemeriksaan kehamilan di Klinik dan Reproduksi Kekuasaan.
Mitra Bunda Kota Batam. Yogyakarta: Tarawang Press

Andayani, T.R dan Setiawan, I (2005).


SIMPULAN
Perilaku Seksual Pranikah dan
Berdasarkan hasil penelitian yang
Sikap Terhadap Aborsi. Jurnal
dilakukan penulis di Klinik Mitra Bunda
Psikologi UNDIP. Vol,2. No.2
Kota Batam dengan jumlah responden
Desember 2005 : 1-10 Program
sebanyak 49 orang, dapat disimpulkan
Studi Psikologi FK UNDIP
bahwa:
1. 16 responden (32,7%) wanita
Andersen LF, Fuchs F. Perterm Birth :
hamil trimester pertama, 18
Causes,Prevention And
responden (36,7%) wanita hamil
Management 2nd Eds Philadelphia:
trimester kedua dan 15 responden
WB Saunders CO, (1993). p. 161-
(30,6%) wanita hamil trimester
72
ketiga.
2. Wanita hamil lebih banyak
Andik (2007). Berhubungan Seks Saat
menggunakan posisi lain saat
Hamil, Availabel From
bersanggama dibandingakn posisi
http://www.nusaku.com - Diakses
normal yaitu sebesar 29 wanita
Tanggal 5 Januari 2016
hamil (59,2%).
3. Wanita hamil yang melakukan
Arief, N (2008). Panduan Lengkap
sanggama dengan frekuensi
Kehamilan dan Kelahiran Sehat.
sanggama ≤1 kali/minggu lebih
Jogjakarta: AR Group
banyak dibandingkan wanita
hamil yang melakukann
sanggama dengan frekuensi ≥2 Bayer Healthcare (2006). Sex & The
Modern Women: Report Finding.
kali/minggu yaitu sebanyak 27
USA: Bayer Healthcare
wanita hamil (55,1%).
4. Nilai (p=0,000) terdapat
hubungan yang signifikan antara BKKBN (2006). Anak Indonesia Rentan
usia kehamilan terhadap Pornografi, Availabel From
perubahan posisi sanggama pada http://www.bkkbn.go.id – Diakses
wanita hamil di Klinik Mitra Tanggal 2 Januari 2016
Bunda Kota Batam.
5. Nilai (p=0,000) terdapat Bobak, I. M, Lowdermilk, D. L., &
perbedaan yang bermakna antara Jensen, M. d (2004). Buku Ajar
hubungan usia kehamilan Keperawatan Matrnitas. Edisi 4.
terhadap perubahan frekuensi (Maria A. Wijayarini & Peter I,
sanggama pada wanita hamil di Anugerah, Penerjemah). Jakarta:
Klinik Mitra Bunda Kota Batam. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Chandra, L (2005). Gangguan Fungsi


atau Perilaku Seksual dan

UNIVERSITAS BATAM 46
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Penanggulangannya. Jakarta: ncyconception/articel/pregnancy_S


Cermin Dunia Kedokteran igns - Diakses Pada 13 Desember
2015
Curtis, Glade B (2000). Tanya Jawab
Seputar Kehamilan. Surya, Satya Kinsey A, Pomeroy W, Martin E,
Negara, (Alih Bahasa). Jakarta: Gebhard P (1953). Eds. Sexual
Arcan Behavior In The Human Female.
Philadelphia: WB Saunder Co
Dianloka (2008). Seks Kehamilan dan
Pasca Kelahiran Sehat. Jakarta: Lapau, Prof.Dr.Buchari,dr.MPH (2012).
Dianloka Metode Penelitian Kesehatan
Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Fuchs AR, Chantaraksri U. Tesis, dan disertai Pedoman bagi
Prostaglandins and Male Fertility. Mahasiswa S-1, S-2 dan S-3.
In : Hafez ESE. Ed Human Semen Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
And Fertility Regulation In Men. Indonesia
St.Louis: Mosby (1976). p. 187-97
Lawoyin & Larsen (2002) Male Sexual
Guyton A.C. dan J.E. Hall (1992). Behavior During Wife’s Pregnancy
Fungsi Reproduksi Prakehamilan and Postpartum Abstinence Period
pada Wanita dan Hormon Wanita. In Oyo State, Nigeria. Availabel
Dalam: Fisiologi Manusia dan From http://www.proquest.com/ -
Mekanisme Penyakit Edisi III. Daiakses Tanggal 28 November
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran 2015
EGC
Lisa (2003). Seks Disaat Hamil? Saipa
Halstead, M., Reiss, M (2006). Takut. Availabel From Manuaba,
Pendidikan Seksual Bagi Remaja. I.B.G. (2008). Ilmu Kebidanan,
Yogyakarta: Alenia Press Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan
Henderson, C., Jones, K (2006). Bidan. Jakarta: EGC
Buku Ajar Konsep Kebidanan.
Jakarta: EGC Manuaba, I.B.G (2008). Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita.
Hidayat Alimul (2011). Metodologi Jakarta: EGC
Penelitian Kesehatan. Surabaya:
Health Books Publishing Master WH, Johnson VE, (1996).
Human Sexual Response. Boston:
Jiminez, Sherry LM (1992). The Little, Brown & Co
Pregnant Women’s Comfort Guide.
Maria, Phan Ju Lan, (1999). (Alih Notoatmodjo, S (2007). Metodologi
Bahasa). Jakarta: Arcan Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Kartiwa Hadi Nuryanto (2009).
Konsepsi, Availabel From
http://www.clinutricis.co.id/pregna

UNIVERSITAS BATAM 47
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Notoatmodjo, S (2010). Metodologi http://kesehatan.kompasiana.com/i


Penelitian Kesehatan. Jakarta: bu-dan-anak.com
Rineka Cipta
Rumengan, Jemmy (2008). Metodologi
Prawirohardjo, S (2008). Ilmu Penelitian Kesehatan dan
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Kedokteran, Yogyakarta: Cipta
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pustaka

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Saifudin, A (2002). Diagnosa


Perry (2006). Fundamentals of Kehamilan, Buku Panduan Praktis
Nursing : Concepts, Process, and Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Practice, atau Buku Ajar Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Widiasmoko, Samuel (2000). Perilaku
Bahasa Renata Komalasari, dkk. Kegiatan Seksual pada Wanita Hamil,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Semarang:
EGC. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponogoro
Purwanto (2012). Hubungan Usia
Kehamilan Dengan Tingkat Siswanto, Dkk (2013). Metodologi
Kecemasan Ibu Hamil Penelitian Kesehatan dan Kedokteran,
Primigravida Tersedia Dari: Yogyakarta:
http//digilib.unimus.ac.id/files/disk Bursa Ilmu
1/136/jtptunimus-gdl-imaspandup-
6786-2-babi.pdf – Diakses pada Suryoprajogo, N (2008). Kama Sutra
Tanggal 21 Desember 2015 for Pregnancy. Jogjakarta: Golden
Book
Riyanto, A ( 2012). Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Nuha Westheimer & Grlinebaum (2002).
Medika. Yogyakarta: Nuha Medika Mengkreasikan Kehamilan dan
Sugiyono Menjaga Kasih
Sayang Bersama Dr.Ryth.
Rubin, R (1967). Attainment Of The Jakarta: Raja Grafindo Persada
Maternal Role. Part1:Processes.
Nursing Research Winkjosastro, H., et all (2002). Ilmu
Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina
Romana, Tari (2011). 10 Cara Menjaga Pustaka
Kesehatan Ibu Hamil. Availabel
From:

UNIVERSITAS BATAM 48
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN KADAR HBA1C


PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI
RUMAH SAKIT CAMATHA SAHIDYA
KOTA BATAM TAHUN 2015

Yenni Pramitha, dr. Mariaman Tjendera, MKKK, dr. Christine Anggraeni


Fakultas Kedokteran Universitas Batam

Latar Belakang : Shift Kerja dan Kadar HbA1C merupakan bagian dari ilmu
kesehatan, keselamatan kerja serta penyakit dalam. Angka kejadian Diabetes
Melitus tipe II di Batam berada di urutan terakhir 10 penyakit terbanyak diderita.
Jumlah pasien Diabetes Melitus tipe II di RS Camatha Sahidya sebanyak 1188
tahun 2014, dan 315 pada Bulan Januari hingga Juni.

Metode : Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan


cross sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam.
Teknik pengambilan sampel adalah accidental samplingdengan populasi pada
Bulan November dan Desember tidak diketahui, menentukan minimal sampel
menggunakan rumus Lameshow didapatkan minimal sampel 97 orang.Hasil
penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi ditabulasi silang kemudian diuji
dengan uji Chi-square.

Hasil : Hasil penelitian ini didapatkan pasienDM tipe 2 dengan shift kerja tercatat
sebanyak 38 orang (39,2%) sedangkan pasien yang bekerja dengan sistem non
shift sebanyak 59 orang (60,8%). Hasil pemeriksaan laboratorium HbA1c pasien
DM dengan jumlah HbA1c >8% lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
HbA1c ≤8%, yaitu sebanyak 54 orang (55,7%) pasien DM tipe 2 dengan jumlah
HbA1c >8% dan 43 orang (44,3%) pasien DM tipe 2 dengan jumlah HbA1c ≤8%.
Ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan kadar HbA1c pada pasien
DM tipe 2 di Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam tahun 2015
menggunakan uji statistik Chi Square diperoleh nilai p= 0,014 (p<0,05).
Simpulan : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara shift kerja dengan kadar HbA1C pasien DM tipe 2 di
Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam.

Kata Kunci : Shift Kerja, Kadar HbA1c, Pasien Diabetes Melitus Tipe II

UNIVERSITAS BATAM 49
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN aturan shift kerja ini. Alasan lain


Teknologi modern dari shift kerja adalah kebutuhan
memungkinkan manusia untuk sosial akan pelayanan. Polisi dan
melakukan berbagai hal sepanjang rumah sakit benar-benar
hari. Kehidupan manusia seolah dibutuhkan untuk 24 jam/hari, 7
tidak mengenal waktu istirahat. hari/minggu.
Dalam masyarakat, dikenal adanya Shift kerja memiliki dampak
“24 hours society” membutuhkan positif dan negatif, dampak positif
pelayanan sewaktu-waktu seperti shift kerja adalah para pekerja
rumah sakit, dinas pemadam mendapatkan gaji yang lebih besar
kebakaran, call center, kepolisian daripada gaji apabila mereka
atau yang lainnya. Ada pula bekerja pada waktu kerja normal.
industri yang harus beroperasi 24 Dampak negatif shift adalah
jam per hari karena proses terganggunya kesehatan pekerja
produksinya yang panjang dan dikarenakan fungsi irama sirkadian
kontinu, seperti industri kimia atau menjadi tidak teratur. Irama
industri manufaktur yang sirkadian mengatur fungsi tubuh
menggunakan mesin yang dari waktu terjaga di pagi hari
memerlukan setup yang lama dan hinggga tertidur di malam hari.
mahal. Pola bekerja seperti ini Pada pekerja shift waktu tidur
biasanya menggunakan sitem shift menjadi tidak teratur, dimana pada
kerja. Dimana dalam sistem ini malam hari para pekerja menjadi
waktu kerja yang diberikan pada terjaga dan siang hari terlelap atau
tenaga kerja untuk mengerjakan beristirahat. Hal ini yang
sesuatu oleh perusahaan dan menyebabkan ritme dari irama
biasanya dibagi atas kerja pagi, sirkadian menjadi tidak teratur dan
sore dan malam. Jadwal shift kerja dapat menyebabkan gangguan
yang berlaku sangat bervariasi. metabolisme tubuh. Penelitian
Biasanya adalah shift kerja 8 jam yang dilakukan Tawarka (2004)
atau 12 jam dalam sehari ( membuktikan bahwa kebanyakan
Ergoinstitute, 2008 ). pekerja malam tidak pernah bisa
Shift kerja biasanya beradaptasi dengan jadwal
diterapkan untuk lebih kerjanya secara sempurna
memanfaatkan sumber daya yang disebabkan karena fungsi fisiologi
ada, meningkatkan produksi, serta tubuh manusia menurun pada
memperpanjang durasi pelayanan. malam hari. Penelitian lain yang
Shift kerja berbeda dengan hari dilakukan oleh Benedict et al
kerja biasa, di mana pada hari (2012) menemukan adanya
kerja biasa pekerjaan dilakukan hubungan gangguan metabolisme
secara teratur pada waktu yang glukosa pada pria yang mengalami
telah ditentukan sebelumnya gangguan tidur. Penelitian yang
sedangkan shift kerja dapat dilakukan oleh Okspitasari (2012)
dilakukan lebih dari satu kali untuk menemukan terdapat perbedaan
memenuhi jadwal 24 jam/hari. yang bermakna antara glukosa
Biasanya perusahaan yang berjalan darah pekerja shift dengan pekerja
secara kontinyu yang menerapkan yang tidak bekerja shift dimana

UNIVERSITAS BATAM 50
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

pekerja shift glukosa darah lebih di malam hari dan tertidur di siang
tinggi disebabkan karna hari, akan menyebabkan penyakit
terganggunya metabolisme glukosa Diabetes Melitus tipe 2 yang
darah. diderita menjadi tidak terkendali
Gangguan metabolisme disebabkan karna metabolisme
glukosa sangat erat hubungannya glukosa darah yang diatur oleh
dengan penyakit Diabetes Melitus irama sirkadian mengalami
tipe 2. Indonesia merupakan gangguan sehingga glukosa di
sebuah negara berkembang yang dalam darah akan cenderung lebih
mengalami pergeseran perubahan tinggi dibandingkan dengan pasien
pola penyakit dari penyakit infeksi yang bekerja pada jam normal
menjadi penyakit degeneratif (08.00-17.00), hal ini dapat
diantaranya yang paling banyak menyebabkan terjadinya
adalah Diabetes Melitus tipe 2. komplikasi yang bisa berujung
Perubahan pola penyakit ini diduga pada kematian.
ada hubungan dengan cara hidup Salah satu pemeriksaan
yang berubah. Seperti pola makan laboratorium yang digunakan
yang telah bergeser dari pola untuk mengetahui komplikasi lebih
makan tradisional menjadi pola dini dan mengontrol kepatuhan
makan kebarat-baratan, dengan berobat penderita DM adalah
komposisi makanan yang terlalu pemeriksaan kadar HbA1c. HbA1c
banyak lemak, gula, garam dan yang terbentuk dalam tubuh akan
mengandung sedikit serat. Selain disimpan dalam sel darah
itu dengan pekerjaan dari pagi merah dan akan terurai secara
sampai sore bahkan sampai malam bertahap bersama dengan
hari yang menyebabkan tidak berakhirnya masa hidup sel darah
adanya kesempatan untuk merah (rata-rata umur sel darah
berolahraga. Berdasarkan data merah adalah 120 hari), jumlah
Badan Pusat Statistik pada tahun HbA1c yang terbentuk sesuai
2003 60,4% pasien merupakan dengan konsentrasi glukosa darah.
pekerja yang merupakan pekerja di Kadar HbA1c yang terukur
pemerintahan, industri, wiraswasta sekarang mencerminkan kadar
dan lainnya (Badan Penelitian dan glukosa pada waktu 3 bulan yang
Pengembangan Departemen lalu sehingga hal ini dapat
Kesehatan Republik Indonesia, memberikan informasi seberapa
2007). tinggi kadar glukosa pada waktu
tersebut.
Data diatas menunjukan Prevalensi Diabetes Melitus
bahwa pasien Diabetes Melitus terus meningkat setiap tahun.
tipe 2 sebagian besar merupakan Menurut World Health
pekerja dan memungkinkan pasien Organization (WHO)
memiliki sistem jam kerja yang memperkirakan jumlah penduduk
berbeda-beda. Apabila pasien dunia yang menderita DM pada
Diabetes Melitus tipe 2 memiliki tahun 2030 akan meningkat
sistem shift kerja yang menjadi 366 juta. Setiap tahunnya
mengharuskan pasien untuk terjaga ada 3,2 juta kematian yang

UNIVERSITAS BATAM 51
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

disebabkan langsung oleh diabetes. Dalam profil kesehatan


Pada tahun 2000 dianggarkan provinsi Kepulauan Riau dan Kota
sebanyak 171 juta jiwa menderita Batam pada tahun 2013, Diabetes
Diabetes Melitus tipe 2 dan Melitus merupakan salah satu dari
diperkirakan pada 2030 akan sepuluh penyakit terbanyak yang
terjadi peningkatan sebanyak 195 diderita dan berada pada urutan
juta jiwa lagi yang akan menderita terakhir (Dinkes Kepri, 2013)
diabetes tipe 2 (WHO, 2000). Pada Rumah Sakit Camatha
tahun 2012, dikatakan prevalensi Sahidya merupakan 1 dari 5 rumah
angka kejadian DM di dunia sakit terbesar di Kota Batam.
adalah sebanyak 371 juta jiwa Terletak di kawasan Industri
(IDF, 2013), dimana proporsi menjadikan Rumah Sakit Camatha
kejadian DM tipe 2 adalah 95% Sahidya sebagai salah satu Rumah
dari populasi dunia yang menderita Sakit rujukan tenaga kerja di Kota
DM dan hanya 5% dari jumlah Batam. Penelitan pendahuluan
tersebut menderita diabetes melitus yang dilakukan peneliti di Rumah
tipe 1 (CDC, 2012). sakit Camatha Sahidya didapatkan
Indonesia menempati urutan 6 dari 10 pasien merupakan
keempat dunia dengan pravelensi pekerja shift yang 4 diantaranya
8,6% dari total penduduk. kadar HbA1c tidak terkendali
Bedasarkan data Badan Pusat (>8%). Data di Rumah Sakit
Statistik Indonesia pada tahun Camatha Sahidya pada tahun 2014
2003 pravelensi DM pada sekitar 1188 pasien DM tipe 2
penduduk di atas 20 tahun yang berobat di poliklinik penyakit
sebanyak 13,7 juta (PERKENI, dalam Rumah Sakit Camatha
2011) .Menurut hasil Riset Sahidya, sedangkan pada tahun
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2015 dari bulan Januari-Juni
2007, diabetes di Indonesia didapat 315 pasien DM tipe 2 yang
menempati urutan keenam berobat jalan di poliklinik penyakit
penyakit penyebab kematian dalam.
(5,8%) setelah stroke, tuberculosis, Dari data diatas peneliti
hipertensi, cedera dan perinatal. tertarik untuk melakukan
Diabetes sebagai penyebab penelitian di Rumah Sakit
kematian pada kelompok usia 45- Camatha Sahidya dengan judul
54 tahun di daerah perkotaan “Hubungan Shift kerja dengan
menduduki peringkat ke-dua yaitu kadar HbA1c Pasien Diabetes
14,7%, dan daerah pedesaan, Melitus tipe 2 di Rumah Sakit
diabetes menduduki peringkat ke- Camatha Sahidya Kota Batam
enam yaitu 5,8% (PERKENI, Tahun 2015.
2011).

UNIVERSITAS BATAM 52
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

METODE PENELITIAN penelitian ini didapatkan sampel


Jenis penelitian ini adalah sebanyak 109 kasus, dan yang
penelitian kuantitatif. Desain memenuhi kriteria penelitian
penelitian ini adalah analitik sebanyak 97 sampel. Rumah Sakit
observasional dengan pendekatan Camatha Sahidya Kota Batam
cross sectional, yaitu mempelajari merupakan satu dari lima Rumah
kolerasi antara faktor resiko dengan Sakit terbesar di Batam. Letaknya
efek, dengan pendekatan, yang berada di kawasan industri
pengumpulan data sekaligus pada Panbil, menjadikan RS Camatha
satu saat (Notoatmodjo, 2010). Sahidya sebagai salah satu rumah
Penelitian ini dilakukan di Rumah sakit rujukan bagi tenaga kerja di
Sakit Camatha Sahidya Kota Batam sekitar wilayah Panbil. Jumlah kasus
Tahun 2015 di Jl. Brigjen Katamso Diabetes Melitus tipe 2 di RS
KM 6 Tanjung Uncang, Kota Batam, Camatha Sahidya terus meningkat
Provinsi Kepulauan Riau dari bulan dari tahun ke tahun, pada Tahun
Mei-Desember 2015. 2014 mencapai 1088 kasus.
Populasi penelitian ini adalah
pasien yang berobat jalan di Rumah Analisis Univariat
Sakit Camatha Sahidya Kota Batam. Analisis univariat digunakan
Pengambilan sampel menggunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
teknik accidental sampling sehingga masing-masing variabel penelitian
didapatkan jumlah sampel sebanyak dengan distribusi frekuensi dan
97 orang pasien. Penelitian ini persentase masing-masing kelompok.
menggunakan lembar checklist
sebagai alat shift kerja dan rekam Tabel 4.1 Distribusi sampel
medik sebagai alat ukur HbA1c. berdasarkan Shift kerja

HASIL PENELITIAN Frek


Shift Persentase
uens
kerja (%)
i
Gambaran Umum Lokasi Shift
Penelitian 38 39,2
Non
Penelitian ini dilakukan di 59 60,8
Shift
Rumah Sakit Umum Camatha Total 97 100
Sahidya Kota Batam yang berlokasi
di jalan Jend. A. Yani No. 8 Tabel diatas menunjukkan
Kecamatan Sungai Beduk, Kota pasien DM tipe 2 dengan shift kerja
Batam. Data yang diambil adalah tercatat sebanyak 38 orang (39,2%).
data pasien DM tipe 2 yang Jumlah ini jauh lebih sedikit daripada
menjalani rawat jalan di RS Camatha pasien yang bekerja dengan sistem
Sahidya Kota Batam periode 1 non shift.Terdapat 59 orang (60,8%)
November – 30 Desember 2015. pasien DM tipe 2 yang bekerja
Pengambilan data dilakukan di dengan sistem non shift.
bagian poli penyakit dalam dan
rekam medik RSU Camatha Sahidya
Kota Batam dengan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklusi. Pada

UNIVERSITAS BATAM 53
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 4.2Distribusi sampel Tabel 4.3 Hubungan Shift kerja


berdasarkan jumlah HbA1c dengan kadar HbA1c pada
pasien DM tipe 2 di Rumah
Kadar Persent Sakit Camatha Sahidya
Frekuensi
HbA1c ase (%)
>8% (Tidak
terkendali) 54 55,7 Kadar HbA1c
Shift P
≤8 % 43 44,3 Tidak Total
Value
Kerja Terkendali
(Terkendali) Terkendali
F
Total 97 100 F % F % %
Shift 2771,1 1128,9 3839,2
Tabel diatas menunjukkan hasil Non 0,014
pemeriksaan laboratorium HbA1c 2745,7 3254,3 5960,8
Shift
pasien DM dengan jumlah 97
HbA1c>8% lebih banyak Total 54 55,8 4344,2
100
dibandingkan dengan jumlah HbA1c
≤8%, yaitu sebanyak 54 orang Dari hasil analisis, dapat
(55,7%) pasien DM tipe 2 dengan diketahui bahwa pasien yang bekerja
jumlah HbA1c >8% dan 43 orang dengan sistem Shift dengan kadar
(44,3%) pasien DM tipe 2 dengan HbA1c tidak terkendali sebanyak 27
jumlah HbA1c ≤8%. (71,1%) pasien dan pasien yang
bekerja dengan sistem nonShift
Analisis Bivariat dengan kadar HbA1c tidak terkendali
Dalam analisis bivariat sebanyak 27 (45,7%) pasien.
peneliti menggunakan uji statistik Sedangkan pasien yang bekerja
dengan Chi Squaredimana peneliti dengan sistemshift dengan kadar
ingin mengetahui hubungan antara HbA1c terkendali sebanyak 11
shift kerja dengankadar HbA1cpada (28,9%) pasien dan pasien yang
pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit bekerja dengan sistem non shift
Camatha Sahidya Kota Batam Bulan dengan kadar HbA1c terkendali
November-Desember tahun 2015. adalah sebanyak 32 (54,3%) pasien.
Tingkat kemaknaan yang dipakai
adalah α= 0,05. Variabel akan Berdasarkan analisis dari
dikatakan berhubungan secara hasil uji statistikdengan Chi Square
signifikan apabila nilai p< 0,05. diperoleh nilai p= 0,014 (p<0,05)
Hasil penelitian bivariat dapat yang artinya dapat disimpulkan
dijelaskan pada tabel dibawah ini : bahwa ada hubungan yang signifikan
antara Shift kerja dan kadar HbA1c
pada pasien DM tipe 2 di Rumah
Camatha Sahidya Kota Batam tahun
2015.

UNIVERSITAS BATAM 54
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PEMBAHASAN sering mengalami gejala penyakitnya


menjadi lebih terasa, seperti setelah
Distribusi Frekuensi Shift Kerja menyelesaikan pekerjaan pasien
Shift kerja merupakan sistem mengeluh pandangan menjadi kabur,
kerja diluar waktu normal (07.00- pusing dan gampang lelah. Pasien
17.00) (Summa’ur, 2009). Shift kerja yang bekerja shift juga mengeluhkan
biasanya diterapkan untuk lebih sulitnya untuk mengkonsumsi obat
memanfaatkan sumber daya yang pada saat mendapatkan shift malam,
ada, meningkatkan produksi, serta dikarenakan pasien tidak dapat
memperpanjang durasi pelayanan. mengkonsumsi makan malam diatas
Shift kerja memilki dampak yang jam 9 karna peraturan di tempat
positif maupun dampak negatif. mereka bekerja sedangkan obat anti
Persoalan jangka panjang yang hiperglikemik harus diminum
muncul akibat shift kerja dapat bersamaan pada saat mengkonsumsi
berupa gangguan metabolisme, makanan. Selain itu pasien juga
fungsi pencernaan dan gangguan mengeluh tidak memiliki waktu yang
fungsi jantung akibat gagguan irama tetap setiap harinya untuk melakukan
sirkadian (Oktaviani, 2010). olahraga yang disarankan oleh
Berdasarkan hasil penelitian dari 97 dokter.
responden, diperoleh hasil yang Berbanding terbalik dengan
bekerja shift sebanyak 38 orang pasien yang bekerja shift, pasien
(39,2%), dan pasien yang bekerja yang bekerja non shift tidak ada yang
non shift sebanyak 59 orang mengeluh tentang gejala penyakitnya
(60,8%).Sedangkan, pasien yang lebih terasa setelah selesai bekerja.
bekerja dengan sistem jam kerja Pasien yang bekerja dengan jam
normal atau non shift merupakan kerja normal memiliki lebih banyak
pekerja negeri sipil ataupun waktu luang dibanding dengan
wiraswasta yang bekerja 8 jam sehari pasien yang bekerja shift. Pasien
dari pukul 08.00 sampai 17.00 setiap yang bekerja non shift dapat
harinya, melakukan aktivitas olahraga dan
Berdasarkan dari hasil dapat beristirahat setelah pulang
penelitian yang dilakukan peneliti bekerja pada sore hari. Pasien juga
didapatkan lebih banyak pasien yang dapat mengkonsumsi obat secara
bekerja shift dengan sistem kerja teratur serta dapat tidur lebih cepat
rotasi daripada permanen. Pasien pada malam hari.
yang bekerja shift rotasi sebanyak 36 Penelitian yangdilakukan
orang dan yang bekerja shift olehPusat Pengendalian dan
permanen sebanyak 2 orang. Shift Pencegahan Penyakit Diabetes yang
rotasi lebih mengganggu kesehatan dilakukan pada tahun 1983 sampai
dibandingkan dengan shift permanen 2013, dimanadari 12 penelitian
dikarenakan irama sirkadian menjadi sebelumnya yang melihat hubungan
tidak teratur akibat jam kerja dan antara kerja shift dan kemungkinan
tidur yang tidak teratur. terkena diabetes, enam penelitian
Menurut hasil wawancara yang dilakukan di Jepang, masing-
singkat yang dilakukan oleh peneliti, masing dua penelitian di Amerika
menemukan pasien yang bekerja shift Serikat dan Swedia, serta satu

UNIVERSITAS BATAM 55
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

penelitian masing - masing di Belgia Trial (DCCT) menunjukkan bahwa


dan China. Penelitian dengan total pengendalian DM yang baik dapat
226.652 peserta dan 14.595 orang mengurangi komplikasi kronik DM
dengan diabetes yang bekerja shift antara 20-30%. Hasil dari the United
malam termasuk shift rotasi - apa pun Kingdom Prospective Diabetes Study
selain bekerja siang hari atau non (UKPDS) menunjukan setiap
shift. Berdasarkan analisis mereka, penurunan 1% dari A1C (misal dari 9
risiko diabetes meningkat sebesar 9 ke 8%), akan menurunkan risiko
persen secara keseluruhan untuk komplikasi sebesar 37%.
pekerja shift, dibandingkan dengan Dari hasil penelitian
orang yang tidak pernah terkena shift didapatkan bahwa pasien Diabetes
kerja.Pekerja shift laki-laki memiliki Melitus tipe 2 yang berobat jalan di
risiko 28 persen lebih besar terkena Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota
diabetes daripada rekan-rekan Batam dari 97 orang pasien DM tipe
perempuan mereka. Dan orang-orang 2 yang kadar HbA1c yang terkendali
yang bekerja shift rotasi memiliki sebanyak 43 (44,3%) pasien, dan
risiko 42 persen lebih besar dari pasien DM tipe 2 yang kadar HbA1c
diabetes dibandingkan dengan tidak terkendali yaitu sebanyak 54
pekerja non-shift (Occupational and (55,7%) pasien. Hal ini sejalan
Environmental Medicine, 2014). dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sherly (2013) dengan judul
Distribusi dan Frekuensi Kadar Hubungan Pengetahuan dan Sikap
HbA1C Penderita Diabetes tipe 2 dengan
Kadar HbA1c merupakan pengendalian kadar Gula darah di RS
kontrol glukosa jangka panjang, Camatha Sahidya dengan
menggambarkan kondisi 8 sampai 12 menggunakan metode pendekatan
minggu sebelumnya, karena paruh crosssectionaldengan jumlah sample
waktu eritrosit 120 hari, karena 63 orang dimana didapatkan sekitar
mencerminkan keadaan glikemik 63,9 % pasien Diabetes tipe 2 kadar
selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c tidak terkendali atau
HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 terkontrol (>8%).
bulan. Peningkatan kadar HbA1c Terdapat penelitian lain yang
>8% mengindikasikan DM yang mendukung hasil penelitian yang
tidak terkendali dan beresiko tinggi didapatkan oleh peneiti
untuk menjadikan komplikasi jangka yaitupenelitian dengan judul Kontrol
panjang seperti nefropati, retinopati, Diabetes Tipe 1 dengan shift
atau kardiopati. Pemeriksaan HbA1c kerjayang dilakukan oleh Young dkk
merupakan suatu pemeriksaan kadar (2012) di United Kingdom dimana
glikemik yang bermanfaat untuk hasil penelitian dengan jumlah
mengetahui kendali glikemik jangka sampel 292 orang dan menggunakan
panjang pasien DM. Kita telah uji stastistik t-testmenemukan rata-
mengetahui adanya bukti-bukti rata kadar HbA1c pasien diabetes
bahwa kendali glikemik yang baik yang bekerja shift sekitar 8,6%
berhubungan dengan menurunnya dengan rentang kadar HbA1c sebesar
komplikasi diabetes. Menurut hasil 5.3-12,3%. Hal ini menandakan
Diabetes Control and Complication bahwa kadar HbA1c pasien DM

UNIVERSITAS BATAM 56
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

cenderung tidak terkendali (>8%) ( malam hari hormon kortisol yang


J. Young Et Al, 2012). merupakan hormon yang dapat
menghambat kerja insulin menjadi
Hubungan Shift Kerja dengan meningkat. Hal-hal inilah apabila
HbA1c terus dibiarkan dan tidak
Dari hasil penelitian mendapatkan perhatian yang serius
didapatkan bahwa pasien yang dapat mengakibatkan kadar gula
bekerja shift dan kadar HbA1c tidak darah pasien menjadi tidak terkendali
terkendali sebanyak 27 (71,1%) dapat dapat membahayakan
orang, pasien yang bekerja non shift kesehatan pasien.
dan kadar HbA1c tidak terkendali Berdasarkan uji bivariat dari
sebanyak 27 (45,7%) orang. analisis statistik Chi-Square dan hasil
Sedangkan pasien yang bekerja shift perhitungan data yang diolah dengan
dan HbA1C terkendali sebanyak 11 menggunakan bantuan SPSS 21 for
(28,9%) orang, dan pasien yang windows didapatkan nilai
bekerja non shift dan kadar HbA1c signifikansinya p = 0,014angka
terkendali sebanyak 32 (54,3%) tersebut menunjukkan angka yang
orang. Berdasarkan dari hasil signifikan karena nilai p lebih kecil
penelitian yang didapatkan, penulis dibandingkan dengan taraf
menyimpulkan bahwa Kadar HbA1c signifikansi ()= 5% (0,05) maka H1
dapat dipengaruhi oleh beberapa nya diterima. Jadi, dapat disimpulkan
faktor salah satu faktor yang bahwa ada Hubungan Shift Kerja
menyebabkan kadar HbA1C menjadi dengan Kadar HbA1c Pasien
tidak terkendali pada penelitian ini Diabetes Melitus tipe II di Rumah
yaitu shift kerja. Pada penelitian ini Sakit Camatha Sahidya Kota
dapat dilihat bahwa hampir seluruh Batam Tahun 2015.
pasien yang bekerja shift kadar Dari hasil chi-square nilai
HbA1C menjadi tidak terkendali signifikansinya p =0,014, jadi dapat
yang berarti bahwa faktor shift kerja disimpulkan yaitu adanya hubungan
dapat meningkatkan kadar HbA1C. antara shift kerja dengan kadar
Shift kerja dapat mengganggu HbA1c. Hal ini sejalan dengan teori
pola irama sirkadian yang seharusnya yang dikemukakan Sumam’ur (2009)
melakukan fungsi normalnya setiap dimana Shift kerja dapat
hari yaitu dari waktu terjaga sampai mempengaruhi kesehatan. Tubuh
tidur di malam hari. Shift kerja yang disinkronkan dengan siang dan
berputar atau berotasi mengakibatkan malam oleh ritme sirkadian.
metabolisme gula darah di dalam Seseorang yang bekerja malam atau
tubuh menjadi tidak teratur. mulai hari kerja sebelum jam 6 pagi,
Seharusnya pasien pada malam hari berjalan bertentangan dengan iritme
beristirahat tetapi pasien harus sirkadian. Hal ini dapat
terbangun untuk melakukan menyebabkan masalah
pekerjaan membuat cadangan kesehatan.Bekerja shift membuat
glukosa di dalam hati dan otot kadar hormon leptin menurun.
terpecah dan mengakibatkan glukosa Hormon tersebut berfungsi untuk
di dalam darah meningkat. Selain itu mengontrol berat badan, gula darah,
ketika pasien melakukan aktivitas di dan kadar insulin.

UNIVERSITAS BATAM 57
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Perubahan hormon tersebut Saran


bisa berdampak buruk bagi Berdasarkan pengamatan
metabolisme, sehingga berbagai penulis selama melakukan
macam penyakit kronis lebih mudah penelitian, terdapat beberapa
menyerang, hasil meta-analisis saran yang mungkin menjadi
pada Occupational and bahan pertimbangan untuk
Environmental Medicine meningkatkan taraf kesehatan
menyebutkan, bahwa kerja shift pada pasien DM khususnya, dan
dengan jadwal yang berubah-ubah masyarakat Indonesia pada
mampu meningkatkan risiko diabetes umumnya.
tipe 2. Peningkatan ini mencapai 1. Berdasarkan hasil penelitian ini,
42%, sebab kinerja insulin ikut disarankan agar para petugas
terganggu akibat jam biologis tubuh kesehatanmemberikan edukasi
yang diubah, sehingga dan informasi tentang penyakit
mengakibatkan terjadinya resisten Diabetes Melitus pada pasien
insulin. yang bekerja dengan sistem shift
kerja yang beresiko terhadap
KESIMPULAN DAN SARAN terganggunya kadar gula darah
Kesimpulan untuk mencegah terjadinya
komplikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian Tipe 2.
yang dilakukan penulis di 2. Pemerintah dan perusahaan
Rumah Sakit Umum Camatha diharapkan dapat memberikan
Sahidya Kota Batam bulan kebijakan untuk melindungi
November-Desember tahun pasien DM tipe 2 yang bekerja
2015, dapat diperoleh dengan sebisa mungkin
kesimpulan sebagai berikut : menghindari pasien dari sistem
1. Didapatkan pasien DM tipe 2 kerja shift (ditempatkan pada
dengansistem non shift lebih jam kerja normal).
banyak dibandingkan pasien 3. Bagi pasien Diabetes Melitus
yang bekerja shift. tipe 2 yang bekerja shift telah
2. Hasil pemeriksaan laboratorium menyadari bahwa memiliki
HbA1c pasien DM dengan resiko lebih besar dibanding
jumlah HbA1c tidak terkendali pasien yang tidak bekerja shift,
lebih banyak dibandingkan disarankan untuk lebih
dengan jumlah HbA1c yang memperhatikan kesehatannya
terkendali. untuk mengurangi efek buruk
3. Ada hubungan yang signifikan shift kerja
antara shift kerja dengan kadar 4. Bagi peneliti lain disarankan
HbA1c pada Pasien DM tipe 2 agar dapat melakukan penelitian
di Rumah Sakit Camatha lebih lanjut namun dengan
Sahidya Kota Batam tahun metode yang berbeda dan
2015. jumlah sampel yang lebih besar
agar dapat mewakili seluruh
populasi serta disarankan untuk
membuang hal yang dapat

UNIVERSITAS BATAM 58
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

membuat penelitian dengan agustus 2015Available at:


judul ini menjadi bias, seperti http://www.ilunifk83.com/t224
pengaruh pengobatan, diet, dan p270-diabetes-mellitus/
lainnya.
5. Bagi Masyarakat disarankan Bare dan Suzanne C. , (2002) Buku
untuk dapat lebih menjaga Ajar Keperawatan Medikal
kesehatannya untuk mencegah Bedah Brunner dan Suddarth
terjadinya Penyakit Diabetes (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa
Melitus Tipe 2. oleh Agung Waluyo…(dkk),
6. Bagi para pekerja yang tidak EGC, Jakarta.
dapat menghindari sistem kerja
Benedict et al(2012). Diurnal rhythm
shift agar dapat meningkatkan
of circulating nicotinamide
kesehatannya dengan cara
phosphoribosyltransferase:
mengkonsumsi makanan sehat
impact of sleep loss and
dan teratur, minum obt teratur,
relation to glucose metabolism.
olahraga yang teratur dan
J Clin Endocrin Metabolic.
beristirahat yang cukup agar
terhindar dari risiko kesehatan Bustan, M.N (2007). Epidemiologi
akibat shift kerja. Penyakit Tidak Menular.
7. Bagi pimpinan atau rekan kerja Jakarta : Rineka Cipta
pasien apabila terjadi keadaan
darurat seperti syok CDC(2011). Diabetes: Epidemiology
hipoglikemik agar mereka [interenet]. Available from:
segera memberikan glukosa http://www.cdc.gov/diabetes/e
pada pasien pidemiology/index.html-
Diakses Juli 2015.
DAFTAR PUSTAKA
DepartemenMikrobiologi(2010).Coll
American Diabetes Association, ection,Transport and
2010. Diagnosis and Examination of Specimen.
Classification of Diabetes Medan: FakultasKedokteran
Mellitus. USU

Arisman (2011). Buku Ajar Ilmu Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan


Gizi Obesitas, Diabetes Riau (2013). DiabetesMelitus.
Mellitus dan Dislipidemia. Profil Kesehatan Kota Batam
Jakarta: EGC http://skpd.batamkota.go.id/kes
ehatan/profil. Diakses pada 16
Badan Penelitian dan Pengembangan Maret 2015.
Kesehatan, (2010), Riset
Kesehatan Dasar ( Doghramji K ( 2007). Melatonin and
Kementerian Kesehatan its receptor: a new class of
Republik Indonesia, Jakarta sleep-promoting agents. J.
Clinical Sleep Medicine.
Bararah, V.F 3(5):17-23
(2011).Pengambilansampeldara
h diagnosis diabetes.Akses 15

UNIVERSITAS BATAM 59
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Firdaus,H (2005). Pengaruh Shift Updates.Makassar :Prodia


Kerja Terhadap Kejadian Stres Laboratories.
Kerja Pada Tenaga Kerja di
Bagian Produksi Pabrik Kelapa Ignatavicius, D & Workman(2006).
Sawit PTPN 4 Kebun Pabatu Medical surgical nursing :
Tebing Tinggi Tahun 2005. Critical thinking for
Skripsi, FKM-USU. Medan. collaborative care. 5th ed. St
Louis, Missouri: Elsevier Inc.
Ganong WF (2003). Review of
medical physiology 21st ed. ILO, (2003) .Encyclopedia of
United States of America: Occupational Health and
McGraw-Hill Companies. Safety, International New York
Labour Office. Geneva
Harefa, Emmy (2001). HbA1C
Standarization and Recent
International Diabetes Federation The Human; A Textbook Of
(2009). World Diabetes Day 14 Occupational Ergonomics. 5 th
November. Edition. U.K: Taylor &
www.worlddiabetesday.org. Francis.
Diaksespada 17 September
2015 Kuswadji S (1997), Pengaturan Tidur
Pekerja Shift. Jakarta :Grup PT
Kee JL, 2003. Kalbe Farma.
PedomanPemeriksaanLaborato
riumdanDiagnostik.Jakarta : Lembar, S.2006 . HbA1C.
EGC Diaksestanggal 15 Agustus
2015. Available at
Khairunnisa, I (2001). Hubungan http://www.bahayamenderitadi
Shift Kerja Dengan Terjadinya abetesmelitus.com
Kelelahan Kerja Pada Operator
Telepon di Kantor Daerah Mahyastuti M (1993) Circardian
Telekomunikasi Medan Tahun Rhythm dan Pengaruhnya Pada
2001, Skripsi, FKM-USU, Pola Tidur Awak Pesawat.
Medan. Majalah Kesehatan
Masyarakat. IAKMI, Tahun
Kirwanto,Agus (2007). XXI No.5, Juni 1993.
Upayapengendaliankadargulad
arahdenganmenggunakanmodif Manaf, A (2009). Insulin:
ikasi diet pare padapenderita Mekanisme Sekresi dan Aspek
diabetes melitus di Metabolisme. In: Sudoyo,
klinikSehatMigunaniKlaten, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
JurnalTerpaduIlmuKesehatan, Simadibrata, M., Setiati, S.,
KementrianKesehatanPoliklini Buku Ajar Ilmu Penyakit
kKesehatan Surakarta Dalam Jilid III Edisi V.
JurusanJamu. Jakarta: Interna Publishing
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Kroemer, K.H.E, dan Grandjean, Dalam.
E(2000). Fitting The Task To

UNIVERSITAS BATAM 60
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Mansjoer, A., et al (2000). Kapita INDOFOOD Sukses Makmur


Selekta Kedokteran Jilid 1. Tbk. Cabang Medan Tahun
Jakarta: Media Aesculapius. 2004. Skripsi, FKM-USU.
Meylina Elin (2005). Analisis Faktor Riset Kesehatan Dasar (2007).
Risiko Hipertensi, Diabetes Jakarta: Badan Penelitian dan
Mellitus, Penyakit Jantung dan Pengembangan Kesehatan
Pembuluh Darah di Indonesia. Departemen
Tehsis. Bogor: Institut KesehatanRepublik Indonesia.
Pertanian Bogor.
Riset Kesehatan Dasar
Notoatmodjo, S (2010). Metodologi (2007).LaporanHasilRisetKese
Penelitian Kesehatan. Jakarta : hatanDasar Jakarta: Badan
Rineka Cipta. Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen
Nurmianto, Eko (2004). Ergonomi ; KesehatanRepublik Indonesia.
Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta. Guna Widya. Riyanto, A (2011). Aplikasi
Metodologi Penelitian
Okpitasari D (2012). Hubungan kerja Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
gilir (shift work) terhadap Medika.
kadar gula darah pada petugas
keamanan di universitas Rumengan, J (2013). Metodelogi
lampung. Skripsi; Bandar Penelitian. Bandung : Cipta
Lampung: Fakultas Kedokteran Pustaka.
Universitas Lampung.
Soegondo,dkk(2004).
PERKENI (2011). Konsensus PenatalaksanaanDiabetusMelit
Pengelolaan diabetes mellitus us terpadu. Jakarta: Fakultas
tipe 2 di Indonesia 2002. Kedokteran Universitas
Jakarta: PB PERKENI. Indonesia.
Price, S & Wilson, L (2005). Suma’mur (2009). Higene
Patofisiologi: Konsep Klinis Perusahaan dan Kesehatan
Proses-Proses Penyakit Edisi Kerja. Jakarta: Penerbit
6.Jakarta : EGC. Gunung Agung, Jakarta.
Prodia (2008).Tes HbA1C untukcek Tambayong Jan (2001) Anatomi dan
rata-rata kadarguladarah. Fisiologi Untuk Keperawatan.
Diakses 18 Agustus Jakarta:PenerbitBuluKedoktera
2015.Available at nEGC.
http://www.prodia.com.
Tarwaka (2004) Ergonomi untuk
Ramayuli, S (2004). Hubungan keselamatan dan kesehatan
Faktor Individu dan Shift Kerja kerja dan produktivitas.
Dengan Produktivitas Tenaga Surakarta:Penerbit UNIPRESS.
Kerja Wanita Pada Bagian
Pengepakan di PT. WHO (2000). Diabetes Mellitus
Guidelines for Diagnosis,

UNIVERSITAS BATAM 61
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Treatment, Prevention and iksaanLaboratorium, Jakarta


Control.www.WHO.com/diabe :Penerbit EGC
tes-mellitus.Diakses 22
September 2015 Wilcox g (2005) Insulin and Insulin
Resistance . J. ClinBiochem
Widmann, Frances K (2005). Rev. 26(2): 19-39
TinjauanKlinisAtasHasilPemer

UNIVERSITAS BATAM 62
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN IBU BEKERJA DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 12-60 BULAN
DIPOSYANDU TELUK MATA IKAN KECAMATAN NONGSA
KOTA BATAM TAHUN 2015

Rengga Sebastian*, Wennas**, Isramilda**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK

Latar Belakang : Gizi masih merupakan masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia.
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia anak gizi kurang. Masalah gizi di kota Batam
tertinggi di kecamatan Nongsa yaitu 5,7%. Salah satu faktor penyebabnya adalah pekerjaan
ibu. Ibu yang bekerja akan meninggalkan anaknya di rumah dengan atau tanpa pengasuh
pengganti sehingga pola makan anak terganggu. Oleh karena itu peneliti ingin mencari
hubungan ibu bekerja dengan status gizi anak usia 12-60 bulan.

Metode : Metode penelitian ini adalah analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional
yang dilakukan di Posyandu Teluk Mata Ikan Kota Batam. Teknik pengambilan sampel
adalah accidental sampling dengan populasi sebesar 156 anak tahun 2015 dan memperoleh
hasil sebanyak 61 anak yang ditentukan dengan kriteria inklusi ekslusi dan perhitungan
Slovin. Hasil penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi kemudian dianalisis dengan uji
Correlation Spearman.

Hasil : Hasil penelitian ini didapatkan ibu bekerja memiliki anak dengan status gizi baik
sebanyak 40 orang (95,2%) dan status gizi kurang sebanyak 2 orang (4,8%). Sedangkan ibu
yang tidak bekerja memiliki anak dengan status gizi baik sebanyak 15 orang (78,9%), status
gizi kurang sebanyak 2 orang (10,5%), status gizi buruk 1 orang (5,3%), dan status gizi lebih
1 orang (5,3%). Hasil analisis Correlation Spearman didapatkan nilai signifikansinya p =
0,042 dan arah uji negatif.

Simpulan : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara ibu bekerja dengan status gizi anak usia 12-60 bulan.

Kata Kunci : Anak, Status Gizi, Kurva WHO

UNIVERSITAS BATAM 63
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN harus bekerja untuk menambah


penghasilan. Menurut dinas kesehatan kota
Gizi masih merupakan masalah Batam (2013), prevalensi tertinggi masalah
kesehatan utama masyarakat Indonesia. gizi balita terletak di kecamatan Nongsa
Indonesia menduduki peringkat kelima yaitu 5,7%1.
dunia anak gizi kurang12. Menurut Riset Berdasarkan uraian diatas, peneliti
Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun tertarik untuk meneliti apakah ada
2013, didapatkan masalah gizi balita hubungan ibu bekerja dengan status gizi
sebesar 19,6%, yang terdiri dari gizi anak usia 12-60 bulan di Posyandu Teluk
kurang 13,9% dan gizi buruk 5,7%9. Mata Ikan Kecamatan Nongsa Kota Batam
Masalah gizi balita di kota-kota besar pada bulan Desember 2015.
masih mendekati prevalensi tinggi, seperti
Bali (13,8%), Jakarta (15,3%), dan METODE PENELITIAN
Yogyakarta (16,2%). Faktor yang
menyebabkan masalah gizi balita dikota- Penelitian ini menggunakan
kota besar salah satunya adalah banyaknya metode penelitian analitik deskriptif
ibu yang bekerja, sehingga balita dengan pendekatan cross sectional, yaitu
ditinggalkan dirumah dengan atau tanpa suatu penelitian untuk mempelajari
pengasuh pengganti. dinamika kolerasi antara faktor-faktor
Menurut Badan Pusat Statistik risiko dengan efek, dengan cara
Nasional Tahun 2012 dari 100% wanita di pendekatan, observasi atau pengumpulan
Indonesia didapatkan 97,25% bekerja dan data sekaligus pada suatu saat (point time
sisanya 2,74% tidak bekerja. Tenaga kerja approach)6. Populasi dalam penelitian ini
di Kepulauan Riau pada tahun 2014 yaitu adalah ibu yang mempunyai anak usia 12-
93,31% diantaranya pria 67,51% dan 60 bulan di Posyandu Teluk Mata Ikan
wanita 32,49%.Tenaga kerja wanita di sebanyak 156 orang. Pada penelitian ini,
Kota Batam pada tahun 2014 mencapai peneliti mengambil sampel dengan
53,2% dari wanita yang bekerja di menggunakan teknik accidental sampling.
Kepulauan Riau11. Sampel dalam penelitian ini diambil sesuai
Menurut Utari (2011), ibu yang dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
bekerja terlalu berlebihan atau diatas 8 jam Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu
sehari dapat mengakibatkan kesehatan ibu ibu yang memiliki anak usia 12-60 bulan,
menurun sehingga semakin lama ibu bersedia menjadi subjek penelitian, dan
bekerja semakin sedikit waktu untuk anak terlihat sehat. Kriteria eksklusi pada
mengasuh anaknya8. Menurut Fertig et al penelitian ini yaitu ibu yang bekerja
(2009), ibu yang bekerja tidak dapat dirumah sendiri, anak menderita penyakit
mengatur pola makan anak, membiarkan kongenital, anak menderita penyakit
anak-anak mereka makan makanan yang kronis, dan ibu yang membawa anaknya ke
tidak sehat, selalu ingin menghabiskan tempat kerja.
waktu didepan televisi, dan kurang Variabel bebas dalam penelitian ini
beraktivitas di luar rumah. Hal ini akan adalah ibu bekerja, dan variabel terikat
mengakibatkan status gizi anak menjadi dalam penelitian ini adalah status gizi anak
lebih atau obesitas2. usia 12-60 bulan.
Posyandu Teluk Mata Ikan Untuk mendapatkan data dalam
merupakan salah satu wilayah kerja penelitian ini dilakukan dengan
puskesmas Sambau terletak di kecamatan memberikan kuisioner kepada ibu untuk
Nongsa kota Batam yang didominasi oleh mendapatkan ibu bekerja. Setelah itu Anak
ibu-ibu pekerja karena sosial ekonomi 12-60 bulan ditimbang berat badannya
menengah kebawah, sehingga ibu-ibu dengan timbangan injak dan pengukuran

UNIVERSITAS BATAM 64
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

tinggi badan dengan microtoise. Jika anak gambaran dari variabel bebas yaitu ibu
belum bisa berdiri sendiri, pengukuran bekerja dan variabel terikat yaitu status
tinggi badan /panjang badan diukur dengan gizi anak usia 12-60 bulan. Untuk mencari
Infanometer dan berat badan ditimbang hubungan variabel bebas yaitu ibu bekerja
dengan dacin. Plot hasil penimbangan dan dan variabel terikat status gizi anak usia
pengukuran kekurva WHO untuk 12-60 bulan digunakan uji statistik
mendapatkan status gizi anak. correlation spearman.
Pada penelitian ini analisis
univariat digunakan untuk mengetahui

HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat

Tabel 1. Gambaran Ibu Bekerja


Ibu Bekerja Frekuensi (f) Presentase (%)
Tidak Bekerja 19 31,1
Bekerja 42 68,9
Total 61 100

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa ibu (31,1%) dan ibu yang bekerja sebanyak 27
yang tidak bekerja sebanyak 19 orang orang (68,9%).

Tabel 2. Gambaran Status Gizi Anak Usia 12-60 Bulan


Status Frekuensi Presentase (%)
Gizi (f)
Buruk 1 1,6
Kurang 4 6,6
Normal 55 90,2
Lebih 1 1,6
Total 61 100

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa anak gizi lebih 1 orang (1,6%), anak gizi kurang
usia 12-60 bulan yang mempunyai status 4 orang (6,6%), dan anak gizi buruk 1
gizi baik sebanyak 55 orang (90,2%), anak orang(1,6%

UNIVERSITAS BATAM 65
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017
Analisis Bivariat

Tabel 3.Hubungan Ibu Bekerja dengan Status Gizi Anak Usia 12-60 Bulan

Status Gizi Anak


P Value

Ibu Bekerja Buruk Kurang Normal Lebih Total

f % F % f % f % ∑f %

0,042
Ya - - 2 4,8 40 95,2 - - 42 100
Tidak 1 5,3 2 10,5 15 78,9 1 5,3 19 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,042, yang artinya ada hubungan yang
bermakna antara ibu bekerja dengan status gizi anak usia 12-60 bulan di posyandu Teluk
Mata Ikan Kecamatan Nongsa Kota Batam tahun 2015.
PEMBAHASAN
Pembahasan Analisis Univariat
Gambaran Ibu Bekerja
Hasil Penelitian ini didapatkan ibu bekerja sebanyak 42 orang (68,9%) dan ibu tidak
bekerja sebanyak 19 orang (31,1%). Hasil penelitian ini didapatkan lebih banyak ibu
yang bekerja dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Kebutuhan hidup layak perorang di
Batam perbulan mencapai Rp. 2.600.000 dimana hampir sebanding dengan kebutuhan
layak hidup di Jakarta, yaitu sebesar Rp. 2.800.000 perorang7. Kebutuhan dasar hidup
dalam satu keluarga belum terpenuhi jika hanya mengharapkan penghasilan suami. Hal
tersebut mendorong peran serta ibu untuk mencari penghasilan tambahan dengan bekerja.
Hal ini sesuai dengan Williams dalam lemme (1995), kebutuhan rumah tangga
yang begitu besar dan mendesak, membuat Ibu harus bekerja untuk menambah
penghasilan4. Di Teluk Mata Ikan rata-rata penghasilan keluarga setiap bulannya Rp.
5.000.000 - Rp. 6.000.000. Hasil tersebut menunjukkan angka kebutuhan layak hidup
suatu keluarga belum terpenuhi, sehingga untuk menambah penghasilan keluarga ibu
dituntut harus bekerja.

Gambaran Status Gizi Anak Usia 12-60 Bulan


Hasil penelitian ini didapatkan anak dengan status gizi baik sebanyak 55 orang (90,2%),
status gizi kurang 4 orang (6,6%), status gizi buruk 1 orang (1,6%), dan status gizi lebih 1
orang (1,6% ). Pada penelitian ini status gizi baik pada anak usia 12-60 bulan lebih

UNIVERSITAS BATAM 66
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017
banyak dibandingkan dengan anak berstatus gizi kurang, status gizi lebih maupun status
gizi buruk. Berdasarkan hasil dari kuesioner, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
ekonomi keluarga. Ibu-ibu yang berada di Teluk mata Ikan sebagian besar merupakan ibu
pekerja. Ibu yang bekerja akan menambah penghasilan keluarga, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan makan anak, mampu membiayai fasilitas pelayananan kesehatan,
dan cenderung memiliki pengetahuan yang baik kepada siapa anak akan dititipkan saat
bekerja.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Essortment dalam Mclntosh dan Bauer (2006) yang
mengatakan bahwa dengan pendapatan rumah tangga yang ganda, banyak wanita lebih
mampu menentukan pilihan untuk keluarga mereka di dalam hal nutrisi5. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Gennetian et al (2009), bahwa ibu yang bekerja memiliki
kemampuan untuk membeli makanan dengan kualitas yang tinggi sehingga kebutuhan
gizi anak terpenuhi3. Hal ini sesuai dengan UNICEF dalam Supariasa (2008), faktor yang
mempengaruhi status gizi anak adalah ketersedian pangan keluarga, perilaku/ asuhan ibu
dan anak, dan pelayanan kesehatan serta lingkungan kerja12.

Pembahasan Analisis Bivariat


Hubungan Ibu Bekerja dengan Status Gizi Anak Usia 12-60 Bulan

Hasil penelitian ini diperoleh ibu bekerja memiliki anak dengan status gizi baik sebanyak
40 orang (95,2%) dan status gizi kurang sebanyak 2 orang (4,8%), sedangkan ibu yang
tidak bekerja memiliki anak dengan status gizi baik sebanyak 15 orang (78,9%), status
gizi kurang sebanyak 2 orang (10,5%), status gizi buruk 1 orang (5,3%), dan status gizi
lebih 1 orang (5,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi frekuensi terbanyak
adalah ibu bekerja yang memiliki anak dengan status gizi baik sebanyak 40 orang.
Kesimpulan di atas dibuktikan dengan hasil uji analisis correlations spearman yaitu
didapatkan nilai p = 0,048. Angka tersebut menunjukan angka yang signifikan karena
nilai p lebih kecil dibandingkan dengan taraf signifikansi (α)= 5% (0,05). Nilai tersebut
menunjukan bahwa Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara ibu bekerja dengan status gizi anak usia 12-60 bulan di Posyandu Teluk
Mata Ikan tahun 2015. Dari hasil uji tersebut didapatkan arah uji negatif, yang berarti
bahwa adanya kebalikan asumsi hipotesis kerja yang mengatakan ibu yang bekerja akan
memiliki anak dengan gangguan status gizi karena sedikitnya waktu untuk anak. Hal
tersebut disebabkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak,
salah satunya adalah faktor pengasuh pengganti saat ibu bekerja. Pengasuh pengganti
cenderung memiliki ketakutan saat anak yang diasuh sakit. Oleh karena itu, pengasuh
pengganti memberikan makan anak secara teratur. Hal ini sesuai dengan Mclntosh et al
(2006) yang mengatakan bahwa anak yang dititipkan di tempat penitipan anak yang
mempekerjakan pengasuh terlatih, memiliki interaksi sosial yang lebih baik,
perkembangan kognitif yang pesat, dan lebih aktif jika dibandingkan dengan anak yang
hanya berada di rumah bersama ibunya yang tidak bekerja5. Faktor lain yang dapat
menyebabkan status gizi anak baik pada ibu pekerja adalah makanan cepat saji. Ibu yang
bekerja cenderung membelikan makanan cepat saji kepada anaknya, sehingga status gizi
anak sama atau bahkan lebih dibandingkan anak yang diberikan makanan yang sehat
walaupun beresiko terkena penyakit tertentu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fertig

UNIVERSITAS BATAM 67
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017
et al (2009) di Amerika yang menemukan adanya hubungan antara ibu bekerja dengan
status gizi anak. Ibu yang bekerja, anak-anaknya cenderung mengalami obesitas. Anak
tersebut menjadi obesitas diakibatkan oleh gaya hidup yang menkonsumsi makanan yang
tidak sehat seperti makanan cepat saji5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Posyandu Teluk Mata Ikan
dengan jumlah responden sebanyak 61orang, dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebagian besar ibu-ibu di wilayah posyandu Teluk Mata Ikan adalah pekerja
2. Sebagian besar anak di wilayah posyandu Teluk Mata Ikan berstatus gizi baik
3. Terdapat hubungan bermakna antara ibu bekerja dengan status gizi anak usia 12-60
bulan dengan arah uji negatif.
Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Walaupun ibu bekerja memiliki anak berstatus gizi baik, namun pada tumbuh
kembang anak tetap memerlukan asah, asuh, dan asih dari orang tua.
b. Pemantauan status gizi anak harus dilakukan secara terus-menerus, walaupun status
ibu bekerja.

2. Bagi peneliti
Untuk melakukan penelitian tentang status gizi anak, perlu menyingkirkan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Kota Batam (2013). Profil Kesehatan Kota Batam Tahun 2013.
Batam: Dinas Kesehatan Kota Batam, p: 80

2. Fertig, Glomm, Tchernis (2009). The Connection Between Maternal Employment and
Childhood Obesity: Inspecting the Mechanism. Rev Econ Houshold, pp 227-255
3. Gennetian, et al (2010). Mother’s Employment and Health of Low-Income Children.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2867112/ Mother’s Employment and Health
of Low-Income Children.- Diakses November 2015
4. Lemme BH (1995). Development In Adulthood. USA: Allyn & Bacon, p:18
5. McIntosh, Kelly L, William B (2006). Working Mother’s vs Stay At Home Mothers:
The Impact on Children. Marrieta College, p: 23
6. Notoatmodjo (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Citra, p: 22

7. Peraturan Daerah Kota Batam (2015). Keputusan Gubernur Kepulauan Riau No. 1737
Tahun 2015 Tentang Upah Minimum Kota Batam Tahun 2016. www.

UNIVERSITAS BATAM 68
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017
konsultandigital.com/datacenter/sk-umk-BATAM%202016.pdf- Diakses Februari
2016

8. Purnama U (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita.


www.repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/32433/3/Chapter%20III-IV.pdf –
Diakses Agustus 2015
9. RISKESDAS (2013). Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id/resources/
download/.../Hasil %20Rikesdas%202013.pdf – Diakses Agustus 2015
10. Supariasa, Bakri, Fajar (2008). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC, p: 24
11. Tenaga Kerja Kota Batam (2014). Jumlah Tenaga Kerja Kota Batam. Batam:
Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, p: 25

12. UNICEF (2012). Laporan Tahunan Indonesia 2012.www.unicef.org/indonesia/id/


UNICEF_Annual_Report_(ind)_130731.pdf – Diakses Agustus 2015

UNIVERSITAS BATAM 69
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017
HUBUNGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI (Fe)
DENGAN KEJADIAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL DI
WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BATU AJI KOTA BATAM TAHUN 2015
Rismawati*, Indriasari**, Rama Haruki**
*Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas
Kedokteran Universitas Batam

ABSTRAK
Hubungan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi (Fe) Dengan Kejadian Anemia
Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Kota Batam Tahun
2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Batam.
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang
prevalensinya pada ibu hamil masih cukup tinggi. Untuk menanggulangi masalah
tersebut maka pemerintah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi (Fe)
pada ibu hamil. Namun, penyebab utama ketidakberhasilan kegiatan tersebut adalah
rendahnya kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi. Kurangnya kepatuhan
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) disebabkan oleh berbagai persepsi ibu hamil mengenai
rasa dan efek samping dari tablet zat besi (Fe). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) dengan kejadian anemia pada ibu
hamil.
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian deskirptif-analitik berupa cross-
sectional yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Kota Batam Tahun 2015.
Pengujian dan analisis data menggunakan uji Chi Square dan Relative Risk (RR). Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 45 responden dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan simple random sampling. Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis
univariat dan bivariat dengan program SPSS.
Penelitian ini menunjukkan responden yang patuh mengkonsumsi tablet zat besi (Fe)
sebanyak 31 orang (68,9%) dan responden yang mengalami anemia sebanyak 17 orang
(37,8%). Hasil uji statistik dengan chi-square di peroleh nilai p-value = 0,002 (<0,05), Ho
ditolak maka Ha diterima. Hasil nilai RR = 3.163 yang berarti ibu hamil yang tidak patuh
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) memiliki 3 kali beresiko mengalami anemia
dibandingkan ibu hamil yang patuh mengkonsumsi tablet zat besi (Fe).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepatuhan
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) dengan kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil
di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Kota Batam Tahun 2015

Kata Kunci : Kepatuhan, Tablet zat besi (Fe), Anemia

UNIVERSITAS BATAM 70
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN Upaya pemerintah dalam mengatasi


anemia defisiensi besi yaitu terfokus pada
Anemia pada ibu hamil merupakan pemberian tablet zat besi (Fe) pada ibu
masalah penting terkait dengan insidennya hamil. Departemen kesehatan masih terus
yang tinggi dan komplikasi yang dapat melaksanakan program penanggulangan
timbul baik pada ibu maupun pada janin. anemia defisiensi besi pada ibu hamil
WHO (World Health Organitation) dengan membagikan tablet zat besi (Fe)
menyatakan kejadian anemia berkisar antara atau tablet tambah darah kepada ibu hamil
20% - 89% dan menetapkan nilai sebanyak satu tablet setiap hari berturut-
hemoglobin (Hb) normal adalah 11 gr% turut selama 90 hari selama masa
(Prawirohardjo, 2006). WHO (2008) kehamilan. Pemberian tablet zat besi (Fe)
melaporkan bahwa kejadian anemia pada sudah mencapai angka 92,2%, namun
ibu hamil di dunia memiliki prevalensi yang terrnyata prevalensi anemia masih cukup
cukup tinggi sekitar 41,8%. Di Amerika tinggi. Penyebab utama ketidakberhasilan
Serikat masih ditemukan prevalensi anemia kegiatan tersebut adalah rendahnya
sekitar 24,1% pada ibu hamil, Eropa 25,1%, kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat
Pasifik Barat 30,7%, Timur Mediterania besi (Fe). Kurangnya kepatuhan konsumsi
44,2%, Asia Tenggara 48,2%, Afrika tersebut disebabkan oleh berbagai persepsi
57,1%, Amerika Latin 39-46% dan di ibu hamil mengenai rasa dan efek samping
Indonesia 49-62%. 1 mengkonsumsi tablet zat besi (Fe).6
Badan kesehatan Dunia Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
(World Health Organization / WHO tahun Suryani (2014) dengan judul hubungan
2007) melaporkan bahwa prevalensi ibu mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian
hamil yang mengalami defisiensi besi anemia pada ibu hamil di Puskesmas Sei
sekitar 35% - 75%, serta semakin Pancur diperoleh kesimpulan bahwa
meningkat seiring dengan pertambahan usia terdapat hubungan yang signitifikan antara
kehamilan.4 Persentase ibu hamil meningkat mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian
seiring bertambahnya usia kehamilan yaitu anemia pada ibu hamil.8
8% anemia di trimester I, 12% anemia di
trimester II dan 29% anemia di trimester Pada derajat kesehatan masyarakat Kota
III.2 Prevalensi anemia di Indonesia Batam didapatkan data mengenai Angka
diperkirakan 40% - 50% dan anemia Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality
defisiensi besi menempati urutan pertama, Rate (MMR) adalah 9/23.413 atau
selain anemia megaloblastik, anemia 38,4/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
hipoplastik, dan anemia hemolitik. Salah Angka Kematian Bayi (AKB)/Infant
satu kelompok masyarakat yang memiliki Mortality Rate (IMR) adalah 167/23.413
prevalensi anemia defisiensi besi tinggi atau 7,1/1.000 kelahiran hidup (Profil Dinas
adalah ibu hamil.3 Kesehatan Kota Batam, 2010). Berdasarkan
data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

UNIVERSITAS BATAM 71
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Kota Batam 2013 jumlah ibu hamil yang analisis bivariat. Analisis univariat
tertinggi berada di Wilayah Puskesmas Batu bartujuan untuk mengetahui gambaran
Aji dan yang sudah mendapatkan tablet zat distribusi frekuensi masing-masing variabel.
besi (Fe) di Puskesmas Batu Aji sebanyak Bentuk analisis bivariat bertujuan variabel
5.263 (99,57%) dari 5.286 ibu hamil, berarti untuk mengetahui hubungan diantara
setengah dari ibu hamil yang ada di variabel independen yaitu kepatuhan ibu
Puskesmas Batu Aji telah mendapatkan mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) dan
tablet zat besi (Fe). Sedangkan kejadian variabel dependen yaitu anemia pada ibu
anemia pada ibu hamil berdasarkan hamil. Uji statistik yang digunakan untuk
Puskesmas yang tersebar tahun 2014 yang menguji hubungan mengkonsumsi tablet zat
tertinggi berada di Wilayah Puskesmas Batu besi (Fe) dengan kejadian anemia pada ibu
Aji sebanyak 224 orang, Puskesmas Botania hamil diuji dengan uji Chi-square pada
155 orang, Puskesmas Sei Langkai 61 Confidence interval 95% dan alpha=0,05
orang, Puskesmas Galang 58 orang, dengan menggunakan program komputer
Puskesmas Baloi Permai 68 orang dan untuk mendapatkan hubungan bermakna.
Puskesmas Lubuk Baja 57 orang.7
HASIL PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Analisis Univariat
Desain penelitian ini adalah deskriptif
analitik, dengan pendekatan cross sectional Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
yang digunakan adalah suatu penelitian Responden Berdasarkan Kepatuhan
dimana pengukuran variabel-variabel Mengkonsumsi Tablet Zat Besi (Fe)
dilakukan atau dikumpulkan dalam waktu Frekuensi Persentase
bersamaan. Sedangkan jenis penelitian ini Kepatuhan
adalah kuantitatif. (f) (%)

Populasi adalah keseluruhan objek Tidak patuh 14 31,1


9
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi
Patuh 31 68,9
dalam penelitian ini adalah ibu hamil
trimester III yang memeriksakan Total 45 100
kehamilannya di Wilayah Kerja Puskesmas
Batu Aji Kota Batam periode November
Tahun 2015 sampai Januari Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa
yang berjumlah 82 ibu hamil.
dari 45 responden terdapat 14 responden
Analisis data digunakan untuk menguji (31,1 %) yang tidak patuh mengkonsumsi
hipotesis yang telah diterapkan yaitu tablet zat besi (Fe) dan 31 responden
mempelajari hubungan antara 2 variabel. (68,9%) yang patuh mengkonsumsi tablet
Analisis data yang digunakan dalam zat besi (Fe)
penelitian ini adalah : analisis univariat dan

UNIVERSITAS BATAM 72
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan


Responden Berdasarkan Alasan Tidak bahwa dari 45 responden terdapat 17
Patuh Mengkonsumsi Tablet Zat Besi responden (37,8%) yang mengalami anemia
(Fe) dan 28 responden (62,2%) yang tidak
mengalami anemia.
Frekuensi Persentase
Alasan Analisis Bivariat
(f) (%)
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa
Mual 7 50,0 persentase anemia pada ibu hamil yang
Sering lupa 4 28,6 tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet zat
besi (Fe) lebih besar yaitu 58,8% dari pada
Merasa tidak sakit 3 21,4 ibu hamil yang patuh dalam mengkonsumsi
tablet zat besi (Fe) yaitu 41,2%. Status tidak
Total 14 100 anemia lebih cenderung pada ibu hamil
yang patuh dalam mengkonsumsi tablet zat
besi (Fe) yaitu 85,7% dibandingkan ibu
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa yang tidak patuh dalam mengkonsumsi
dari 14 responden yang tidak patuh tablet zat besi (Fe) yaitu 14,3%.
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) memberi
alasan karena mual sebanyak 7 responden Hasil pengujian statistik dengan chi square
(50,0%), karena sering lupa sebanyak 4 diperoleh nilai p-value adalah 0,002 (<0,05)
responden (28,6%), dan karena merasa tidak dan dengan demikian Ho ditolak, maka
sakit sebanyak 3 responden (21,4%). dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kepatuhan
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) dengan
kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
Kerja Puskesmas Batu Aji Kota Batam
Responden Berdasarkan Kejadian
Tahun 2015. Adapun nilai Relative Risk
Anemia pada Ibu Hamil
(RR) sebesar 3.163 dengan demikian ibu
Frekuensi Persentase hamil yang tidak patuh mengkonsumsi
Kejadian anemia tablet zat besi (Fe) 3 kali mempunyai resiko
(f) (%) mengalami anemia dibandingkan dengan
responden yang patuh mengkonsumsi tablet
Anemia 17 37,8
zat besi (Fe).
Tidak anemia 28 62,2

Total 44 100

UNIVERSITAS BATAM 73
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 4.4 Hubungan Kepatuhan III yang tidak patuh mengkonsumsi


Mengkonsumsi Tablet Zat Besi tablet zat besi (Fe). Alasan mereka
(Fe) dengan Kejadian Anemia tidak patuh mengkonsumsi tablet zat
pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja besi (Fe) yang diberikan adalah
Puskesmas Batu Aji Kota Batam diantaranya karena efek dari tablet
Tahun 2015 zat besi (Fe) seperti mual, sering lupa
dan mereka merasa tidak sakit
sehingga malas secara rutin dalam
Kejadian Kepatuhan Total p- RR mengkonsumsi tablet zat bei (Fe).
Anemia Valu
e Kemungkinan ini akan menyebabkan
Tidak f % ibu hamil menderita anemia dan
Patuh
patuh mempunyai resiko terjadinya
perdarahan setelah persalinan.
f % f %
Penelitian lain yang mendukung
Anemia 7 41, 10 58,8 1 100 adalah penelitian dari Widya
2 7 0,00 3.163 Budiarni (2012) Menunjukkan
2
Tidak anemia 24 85, 4 14,3 2 100 bahwa alasan ketidakpatuhan ibu
9 8
hamil dalam mengkonsumsi tablet
zat besi (Fe) terbanyak adalah karena
Total 31 14 4 100
5 efek samping dari tablet zat besi (Fe)
yaitu mual sebesar 51,8%, alasan lain
yang terungkap dari 48,2%
PEMBAHASAN responden yaitu fisiologi tablet yang
berarti tablet memiliki rasa tidak
Pembahasan Analisis Univariat
enak dan bau amis, selain itu
Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet responden juga merasa bosan, lupa
Zat Besi (Fe) dan malas untuk mengkonsumsi
tablet besi folat.10
Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
menunjukkan bahwa dari 45
Dari hasil penelitian yang
responden, ibu hamil yang tidak
dilakukan oleh peneliti menunjukkan
patuh mengkonsumsi tablet zat besi
bahwa dari 45 responden, ibu hamil
(Fe) sebanyak 14 orang (31,1%), dan
yang menderita anemia sebanyak 17
ibu hamil yang patuh mengkonsumsi
orang
tablet zat besi (Fe) sebanyak 31
orang ( 68,9%). (37,8%), dan ibu hamil yang tidak
anemia sebanyak 28 orang (62,2%).
Hasil penelitian yang peneliti
lakukan menunjukkan bahwa masih Angka ini lebih rendah bila di
ada sekitar 31,1% ibu hamil trimester bandingkan dengan laporan

UNIVERSITAS BATAM 74
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

prevalensi anemia pada ibu hamil di Pembahasan Analisis Bivariat


dunia dari WHO pada tahun 2008
yaitu sebesar 41,8%, prevalensi Hubungan Kepatuhan
anemia Asia Tenggara sebesar Mengkonsumsi Tablet Zat Besi
48,2%. Perbedaan kejadian anemia (Fe) dengan Kejadian Anemia
kemungkinan karena pengukuran pada Ibu Hamil
kadar Hb di lakukan dengan metode Dari hasil penelitian yang dilakukan
yang berbeda. Dalam penelitian ini, oleh peneliti menunjukkan bahwa
kadar Hb di ukur dengan terdapat hubungan yang bermakna
menggunakan metode sahli. secara statistik antara kejadian
Pengukuran di lakukan dengan anemia dengan kepatuhan ibu hamil
mengadalkan ketajaman penglihatan dalam mengkonsumsi tablet zat besi
pemeriksa yang masing-masing (Fe), di mana kejadian anemia pada
orang tidak sama. Pemeriksaan Hb ibu hamil yang tidak patuh
dengan metode sahli di gunakan di mengkonsumsi tablet zat besi (Fe)
banyak puskesmas di seluruh lebih kecil dibandingkan dengan ibu
Indonesia karena lebih murah, maka hamil yang patuh sebesar 58,8%
metode ini masih dapat di pertahan berbanding 41,2%. Semakin baik
kan paling tidak untuk skrining ibu kepatuhan ibu hamil dalam
dengan anemia. mengkonsumsi tablet zat besi (Fe)
Berdasarkan penelitian terkait oleh semakin rendah resiko ibu hamil
Ellis dengan judul Hubungan antara terkena anemia. Hasil pengujian
karakteristik ibu hamil dengan statistik dengan chi square nilai p-
kejadian anemia ibu hamil di value 0,002 < 0,05 berarti Ho
puskesmas sei pancur batam tahun ditolak, maka dapat disimpulkan
2013, dari 65 responden ibu hamil bahwa ada hubungan signifikan
yang menderita anemia sebanyak 44 antara kepatuhan mengkonsumsi
orang (67,7%), dan ibu hamil yang tablet zat besi (Fe) dengan kejadian
tidak anemia sebanyak 21 orang anemia pada ibu hamil. Adapun nilai
(32,3%). Relative Risk (RR) sebesar 3.163
dengan demikian ibu hamil yang
Hasil analisa peneliti masih ada tidak patuh mengkonsumsi tablet zat
kejadian anemia pada ibu hamil besi (Fe) 3 kali mempunyai resiko
merupakan hal yang sering terjadi, mengalami anemia dibandingkan
oleh karena itu anemia pada ibu dengan responden yang patuh
hamil memerlukan perhatian khusus mengkonsumsi tablet zat besi (Fe).
dari berbagai pihak mengingat
besarnya dampak buruk anemia pada Hal ini sejalan dengan hasil
kehamilan hingga saat persalinan. penelitian yang dilakukan oleh Sri
Kumala Handayani (2012)

UNIVERSITAS BATAM 75
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

menyebutkan dalam penelitiannya tablet zat besi (Fe) tidak menyukai


bahwa hasil dari analisa data yang efek samping yang ditimbulkan
diperoleh p value 0,001 dengan nilai setelah mengkonsumsi tablet zat besi
Odds Ratio = 4,909, maka dapat tersebut, untuk itu perlu dilakukan
disimpulkan bahwa ibu hamil yang penyuluhan kepada ibu hamil cara
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) mengkonsumsi yang benar dan cara
mempunyai resiko 4,909 kali terkena mengurangi gejala sampingan akibat
anemia dibandingkan ibu hamil yang minum tablet zat besi (Fe). Minum
patuh mengkonsumsi tablet zat besi tablet zat besi dengan air putih,
(Fe). Menurut widanti (2012) jangan dengan teh, susu, atau kopi
menyebutkan dalam penelitiannya karena dapat menurunkan
bahwa hasil dari analisa data penyerapan zat besi dalam tubuh
diperoleh p value 0,048, maka dapat sehingga manfaatnya menjadi
disimpulkan ada hubungan signifikan kurang, minum setelah makan atau
antara kepatuhan konsumsi Fe menjelang tidur,akan lebih baik bila
dengan kejadian anemia. Dari hasil minum disertai makan buah-buahan
analisa diperoleh nilai Odds Ratio = seperti pisang, papaya, jeruk dan
2,533 artinya responden yang tidak lain-lain.
patuh mengkonsumsi tablet Fe
mempunyai resiko 2,5 kali untuk
menjadi penderita anemia KESIMPULAN DAN SARAN
dibandingkan dengan responden
yang patuh mengkonsumsi Fe. 1. KESIMPULAN

Pada penelitian ini, terdapat beberapa Berdasarkan uraian dalam


ibu hamil yang patuh mengkonsumsi pembahasan, maka hasil
tablet zat besi (Fe) namun penelitian ini dapat disimpulkan
mengalami anemia, hal ini sebagai berikut :
disebabkan ketidakseimbangan
a. Sebagian besar ibu hamil
antara konsumsi bahan makanan
trimester III di Wilayah
sumber zat besi dengan kebutuhan
Kerja Puskesmas Batu Aji
tubuh akan zat besi. Terdapat
Kota Batam periode
peningkatan kebutuhaan zat besi
November 2015 sampai
selama kehamilan. Meningkatnya
Januari 2016 sudah patuh
peningkatan kebutuhan zat besi (Fe)
mengkonsumsi tablet zat
selama kehamilan untuk memenuhi
besi (Fe) sebanyak 68,9%.
kebutuhan pertumbuhan fetus,
pertumbuhan plasenta dan b. Sebagian besar ibu hamil
peningkatan jumlah sel darah merah. trimester III di Wilayah
Namun terdapat sebagian ibu hamil Kerja Puskesmas Batu Aji
yang tidak patuh mengkonsumsi

UNIVERSITAS BATAM 76
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Kota Batam periode Perlunya pemahaman bagi


November 2015 sampai ibu hamil dalam
Januari 2016 yang mengkonsumsi tablet zat
mengalami anemia sebanyak besi sesuai dengan standar
37,8%. kesehatan, agar termotivasi
diri untuk mau
c. Ada hubungan yang mengkonsumsi tablet zat
signifikan antara kepatuhan besi (Fe) yang efektif dan
mengkonsumsi tablet zat efisien untuk mencegah
besi (Fe) dengan kejadian anemia.
anemia pada ibu hamil
trimester III dengan p-value c. Bagi peneliti selanjutnya
= 0,002.
Diharapkan dapat menjadi
2. SARAN bahan referensi tambahan
untuk penelitian selanjutnya
Hasil kesimpulan dan dan disarankan untuk lebih
pembahasan maka peneliti lanjut menambahkan jumlah
mempunyai pandangan yang variabel.
dapat diangkat sebagai saran
baik tenaga kesehatan, pasien d. Bagi institusi pendidikan
dan peneliti selanjutnya serta
bagi institusi pendidikan sebagai Diharapkan agar dapat
berikut : menambah lagi koleksi
buku-buku atau jurnal-jurnal
a. Bagi puskesmas mengenai anemia dalam
kehamilan dan penelitian ini
Petugas kesehatan agar dapat dijadikan referensi
memberikan informasi akan untuk penelitian selanjutnya.
akibat anemia defisiensi besi
dan memberikan penyuluhan DAFTAR PUSTAKA
tentang pencegahan dan
penanganan anemia pada 1. Sudoyo, Aru W. (2009). Ilmu
kehamilan melalui program Penyakit Dalam. Jilid I Edisi
sumplementasi tablet zat V. Jakarta : Penerbit Ilmu
besi (Fe) dan cara minum Penyakit Dalam.
tablet zat besi yang benar 2. Fatmah. (2011). Departemen
agar penyerapannya lebih Gizi dan Kesehatan
maksimal. Masyarakat. Jakarta :
b. Bagi pasien Rajawali Pers

UNIVERSITAS BATAM 77
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

3. Seri ani, L. (2013). Anemia kes dan Promkes. Batam :


Defisiensi Besi Masa Dinkes.
Prahamil dan Hamil. Jakarta :
EGC. 8. Suryani. (2014). Hubungan
mengkonsumsi Tablet Fe
4. Proverawati, Atikah. (2011). dengan Kejadian Anemia
Anemia dan pada Ibu Hamil di Wilayah
Kehamilan.Yogyakarta :Nuha Kerja Puskesmas Sei Pancur
Medika. Kota Batam Tahun 2014. KTI
D-III Kebidanan. Universitas
5. Tarwoto, dkk. (2007). Batam
Anemia pada Ibu Hamil
Konsep dan Penatalaksanaan. 9. Notoatmodjo, S. (2010).
Jakarta : Trans Info Media. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka
6. Departemen Kesehatan RI. Cipta.
(2010). Profil Kesehatan
Indonesia 2009. Jakarta : Budiarni, Widya. (2012).
Kementrian Kesehatan RI. Hubungan Pengetahuan,
Sikap, dan Motivasi dengan
7. Dinas Kesehatan Kota Kepatuhan Konsumsi Tablet
Batam. (2010). Profil Besi Folat pada Ibu Hamil.
Kesehatan Kota Batam. Artikel Ilmiah. Universitas
Bidang Program dan Bidang Diponegoro

UNIVERSITAS BATAM 78
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Perbandingan Prevalensi Persalinan Pervaginam dan Sectio Caesarea Antara


Jampersal Tahun 2013 dan BPJS Kesehatan Tahun 2014

Comparison of prevalence of vaginal delivery and Sectio Caesarea Between


Jampersal In 2013 & BPJS of Health In 2014

Rycardo Pratama, dr. Dino Gagah Prihadianto, SpOG, M.Kes, dr. Christine
Anggraeni

Fakultas Kedokteran Universitas Batam

ABSTRACT

Rycardo Pratama, 61112040, 2016. Comparison of Measures Prevalence of


vaginal delivery and Sectio Caesarea In the case of Obstetrics Between Jampersal
In 2013 And BPJS 2014 Camatha Sahidya Hospital Batam. Research, Medical
Faculty, University of Batam.

Background: Infant Mortality Rate (IMR) and Maternal Mortality Rate (MMR)
in Indonesia is quite high. Indonesia Demographic Health Survey (IDHS) in 2007,
MMR 228 per 100,000 live births, IMR 34 per 1,000 live births, Neonatal
Mortality Rate (NMR) 19 per 1,000 live births. This shows that Indonesia has not
been able to achieve the target of a global agreement (Millennium Develoment
Goals / MDGs 2015) points to 4 to reduce child mortality and points to-5 to
improve maternal health. To help accelerate the reduction in maternal mortality
rate in Indonesia, through the National Health Insurance (NHI), the Government
of Indonesia to guarantee health care to all pregnant women, childbirth and the
postpartum period.

Methods: This study is a comparative study conducted at the Hospital Camatha


Sahidya Batam. Testing and analysis of data using unpaired t test. The number of
samples in this study as many as 1,189 samples with a sampling technique in the
form of a total sample of medical records in 2013 and 2014.

Results: By comparing the prevalence of acts of vaginal delivery between


Jampersal period in 2013 by 24.8% and BPJS in 2014 amounted to 75.2%, and the
ratio between the caesarea sectio Jampersal period in 2013 by 17.8% and BPJS in
2014 amounted to 82.2%, from the data processing using the unpaired t test P
value obtained probability value (sig.) is of 0.00 and 0.001 (sig.0,00 and 0.001 <α
0,05) so as H01 and H02 rejected.

Conclusion: Based on the results of this study concluded that the prevalence ratio
measures the percentage of vaginal deliveries and sectio caesarea significantly
higher during 2014 than BPJS Jampersal period in 2013 and at the Hospital
Camatha Sahidya Batam.

Keywords: Vaginal childbirth, Sectio caesarea, Jampersal, BPJS Health

UNIVERSITAS BATAM 79
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN keadaan emergensi, serta “Empat Terlalu”


Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka yang meliputi terlalu muda saat
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia cukup melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu
tinggi. Hasil Survei Demografi Kesehatan banyak anak, dan terlalu dekat jarak
Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 melahirkan (Depkes RI, 2011 dalam
per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per Amanatunnisa et al., 2012).
1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Berbagai upaya pemerintah telah
Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran dilakukan untuk mendukung penurunan
hidup. Hal ini menunjukkan bahwa AKI dan AKB, misalnya dengan
Indonesia belum mampu mencapai target menempatkan bidan di desa di berbagai
kesepakatan global (Millenium daerah dan Kementerian Kesehatan
Develoment Goals/ MDGs 2015) poin ke-4 Republik Indonesia meluncurkan
untuk menurunkan kematian anak dan poin kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal)
ke-5 untuk meningkatkan kesehatan ibu. sejak tahun 2011 (Menko Kesra, 2011 &
Kesepakatan Global tersebut menargetkan Manuaba, 1998 dalam Amanatunnisa et
agar pada tahun 2015 diharapkan angka al., 2012). Namun, upaya tersebut belum
kematian ibu menurun dari 228 pada tahun tampak jelas memberikan kontribusi untuk
2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran menurunkan AKI dan AKB. Kendala yang
hidup dan angka kematian bayi menurun ditemukan adalah hambatan faktor
dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per finansial untuk menggunakan jasa bidan
1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2011 desa dan implementasi Jampersal yang
dalam Amanatunnisa et al., 2012). kurang efektif (Amanatunnisa et al., 2012).
Upaya penurunan AKI harus Untuk membantu percepatan
difokuskan pada penyebab langsung penurunan AKI di Indonesia, melalui
kematian ibu yang terjadi 90% pada saat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
persalinan dan segera setelah persalinan. Pemerintah Indonesia memberikan
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa jaminan pelayanan kesehatan kepada
faktor risiko keterlambatan (“Tiga seluruh perempuan hamil, melahirkan dan
Terlambat”), yaitu terlambat dalam dalam masa nifas. Pelaksanaan JKN
pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam merupakan wujud dari komitmen
memperoleh pelayanan persalinan dari Pemerintah Indonesia dan negara-negara
tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di anggota World Health Organization
fasilitas kesehatan pada saat dalam (WHO) terhadap kesehatan masyarakat –

UNIVERSITAS BATAM 80
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

sebagaimana yang tertuang dalam resolusi dalam program Jampersal maupun BPJS
World Health Assembly Nomor 59 tahun Kesehatan.
2005 (World Health Organization, 2005 Penelitian tentang perbandingan
dalam Women Research Institute, 2015) prevalensi tindakan persalinan pervaginam
dan pertemuan 27 Kementerian Kesehatan dan sectio caesarea pada kasus obstetri
tentang Universal Health Coverage pada antara Jampersal tahun 2013 dan BPJS
tahun 2013 (World Health Organization, Kesehatan tahun 2014 Di Rumah Sakut
2013 dalam Women Research Institute, Camatha Sahidya Batam. Penelitian ini
2015). Melalui JKN, pemerintah berharap bermaksud untuk mencari perbandingan &
bahwa masyarakat – terutama perempuan - prevalensi persalinan pervaginam dan
dapat mengakses dan mendapatkan sectio caesarea pada masa Jampersal tahun
pelayanan kesehatan yang murah atau 2013 dan BPJS Kesehatan tahun 2014.
bahkan tanpa mengeluarkan biaya bagi METODE PENELITIAN
masyarakat miskin (Women Research Jenis penelitian ini adalah penelitian
Institute, 2015). kuantitatif. Desain penelitian ini adalah
Berbeda dengan program Jaminan analitik observasional dengan pendekatan
Persalinan (Jampersal) yang telah cross sectional, yaitu mempelajari
dilaksanakan pemerintah 1 Januari 2011 dinamika kolerasi antara faktor risiko
yang khusus bagi perempuan hamil yang dengan efek, dengan pendekatan,
tidak memiliki jaminan pembiayaan pengumpulan data sekaligus pada suatu
persalinan. Program JKN diwajibkan bagi saat (Notoatmodjo, 2010).
seluruh perempuan di Indonesia tanpa Penelitian ini dilakukan pada bulan
melihat status sosial ekonomi mereka. Desember di Rumah Sakit Umum
Didukung oleh Undang-Undang Nomor 40 Camatha Sahidya Kota Batam Tahun 2015
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial yang berlokasi di jalan Jend. A. Yani No. 8
Nasional yang dioperasikan oleh Badan Kecamatan Sungai Beduk, Kota Batam.
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Populasi penelitian ini adalah semua
Kesehatan, sejak 1 Januari 2014, JKN pasien persalinan pervaginam dan sectio
secara resmi dilaksanakan (Women caesarea pada tahun 2013 dan 2014.
Research Institute, 2015). Pengambilan sampel menggunakan teknik
Dimana tindakan persalinan total sampling, sehingga didapatkan
pervaginam dan sectio caesarea masuk sampel sebanyak 1.189 pasien. Penelitian

UNIVERSITAS BATAM 81
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

ini menggunakan rekam medik sebagai Kesehatan


Tahun 2014
alat ukur.
Total 874 100,0
HASIL PENELITIAN
Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah bahwa pasien sectio caesarea sebanyak

Sakit Umum Camatha Sahidya Kota 156 orang (17,8%) pasien pada masa

Batam Tahun 2015 yang berlokasi di jalan Jampersal Tahun 2013 dan 718 orang

Jend. A. Yani No. 8 Kecamatan Sungai (82,2%) pasien pada BPJS Kesehatan

Beduk, Kota Batam, merupakan salah satu Tahun 2014.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut Tabel 4.3 Distribusi Jampersal


Tahun 2013
(FKTL) dan pernah mendapatkan
N Jampersal Jumla Persenta
penghargaan dari BPJS Kesehatan sebagai
o Tahun 2013 h (n) se (%)
Rumah Sakit Fasilitas Kesehatan Tingkat Persalinan
1. 78 33,3
pervaginam
Lanjut (FKTL) Terbaik Tahun 2014.
Sectio
2. 156 66,7
Analisis Univariat Caesarea
Total 234 100,0
Tabel 4.1 Distribusi Persalinan
Pervaginam Tahun 2013 dan 2014
Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan
No Persalinan Jumlah Persentase
Pervaginam (n) (%) bahwa pasien Jampersal Tahun 2013 yaitu
Jampersal 78 24,8 sebanyak 78 orang (33,3%) pada pasien
1. Tahun 2013
2. BPJS 237 75,2 Persalinan pervaginam dan 156 orang
Kesehatan (66,7%) pada pasien sectio caesarea.
Tahun 2014
Total 315 100,0
Dari tabel 4.1 diatas menunjukkan
bahwa pasien persalinan Pervaginam Tabel 4.4 Distribusi BPJS Kesehatan
Tahun 2014
sebanyak 78 orang (24,8%) pasien pada
BPJS
masa Jampersal Tahun 2013 dan 237 orang N Jumla Persenta
Kesehatan
o h (n) se (%)
(75,2%) pasien pada BPJS Kesehatan Tahun 2014
Persalinan
Tahun 2014. 1. 237 24,8
pervaginam
Tabel 4.2 Distribusi Sectio caesarea Sectio
2. 718 75,2
Tahuun 2013 dan 2014 Caesarea
Total 955 100,0
N Sectio Jumla Persentas
o Caesarea h (n) e (%)
Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan
Jampersal
1. 156 17,8
Tahun 2013 bahwa pasien pasien BPJS Kesehatan
2. BPJS 718 82,2

UNIVERSITAS BATAM 82
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tahun 2014 sebanyak 237 orang (24,8%) Dari tabel 4.6 diatas disimpulkan
pada pasien Persalinan pervaginam dan bahwa data persalinan pervaginam pada
718 orang (75,2%) pada pasien sectio masa Jampersal tahun 2013, data sectio
caesarea. caesarea pada masa Jampersal tahun 2013
Analisis Bivariat berdistribusi normal, data persalinan
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Shapiro- pervaginam dan sectio caesarea pada
Wilk
masa BPJS Kesehatan tahun 2014
Masa Variabel Sig Taraf Kesimp
. Sig. ulan berdistribusi normal.
Jampersa Persalinan 0,0 0,05 Tidak Tabel 4.7
l Tahun pervaginam 48 Normal Perbandingan prevalensi tindakan
2013 Sectio 0,2 0,05 Normal persalinan pervaginam pada kasus
caesarea 06 obstetri antara masa Jampersal tahun
BPJS Persalinan 0,5 0,05 Normal 2013 dan BPJS Kesehatan tahun 2014 di
Kesehata pervaginam 99 RS Camatha Sahidya Batam
n Tahun Sectio 0,9 0,05 Normal Kelompok Mean Standar P
2014 caesarea 28 Deviasi Value
Jamperasal 0,788 0,2328 0,000
Dari tabel 4.5 diatas disimpulkan Tahun 2013 4 5
bahwa data persalinan pervaginam pada BPJS 1,249 0,2160
Kesehatan 0 5
masa Jampersal tahun 2013 berdistribusi Tahun 2014
tidak normal, data sectio caesarea pada
Dari tabel 4.7 diatas menunjukan
masa Jampersal tahun 2013 berdistribusi
bahwa perbandingan prevalensi tindakan
normal, data persalinan pervaginam dan
persalinan pervaginam antara masa
sectio caesarea pada masa BPJS
Jampersal Tahun 2013 dan BPJS
Kesehatan tahun 2014 berdistribusi
Kesehatan Tahun 2014 menggunakan
normal.
SPSS diperoleh hasil signifikasi atau nilai
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Shapiro-
Wilk Data Yang Telah Ditransformasi p= 0,000 (<0,05), sehingga hipotesis nol
Masa Variabel Sig Taraf Kesimpu (Ho1) ditolak dan hipotesis alternatif (H11)
. Sig. lan
diterima. Artinya bahwa terdapat
Jampersa Persalinan 0,2 0,05 Normal
l Tahun pervaginam 40 perbedaan perbandingan prevalensi
2013 Sectio 0,1 0,05 Normal tindakan persalinan pervaginam pada uji t
caesarea 60
tidak berpasangan antara masa Jampersal
BPJS Persalinan 0,6 0,05 Normal
Kesehata pervaginam 24 Tahun 2013 dan BPJS Kesehatan Tahun
n Tahun Sectio 0,9 0,05 Normal 2014.
2014 caesarea 28

UNIVERSITAS BATAM 83
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 4.8 masa BPJS Kesehatan tahun 2014


Perbandingan prevalensi tindakan sebanyak 237 orang (75,2%).
sectio caesarea pada kasus obstetri
Berdasarkan dari hasil penelitian yang
antara masa Jampersal tahun 2013 dan
BPJS Kesehatan tahun 2014 dilakukan peneliti didapatkan indikasi

di RS Camatha Sahidya Batam tindakan persalinan pervaginam pada masa

Kelompok Mean Standar P Jampersal Tahun 2013 urutan terbanyak


Deviasi Value adalah partus lama dimana kala 1 tidak
Jamperasal 13,00 9,798 0,001
Tahun 2013 sesuai dengan pagtograf, kemudian
BPJS 59,00 33.890 indikasi inersia uteri, dan yang ketiga
Kesehatan
Tahun 2014 terbanyak indikasi gawat janin. Pasien

Dari tabel 4.8 diatas menunjukan yang menjalani tindakan persalinan

bahwa perbandingan prevalensi tindakan pervaginam dengan indikasi partus lama

sectio caesarea antara masa Jampersal sebanyak 34 pasien, indikasi inersia uteri

Tahun 2013 dan BPJS Kesehatan Tahun sebanyak 18 pasien, dan indikasi gawat

2014 menggunakan SPSS diperoleh hasil janin sebanyak 12 pasien.

signifikasi atau nilai p= 0,001 (<0,05), Berdasarkan dari hasil penelitian yang

sehingga hipotesis nol (Ho2) ditolak dan dilakukan peneliti didapatkan indikasi

hipotesis alternatif (H12) diterima. Artinya tindakan persalinan pervaginam pada masa

bahwa terdapat perbedaan perbandingan BPJS Kesehatan Tahun 2014 urutan

prevalensi tindakan sectio caesarea pada terbanyak adalah partus lama dimana kala

uji t tidak berpasangan antara masa 1 tidak sesuai dengan partograf, kemudian

Jampersal Tahun 2013 dan BPJS indikasi inersia uteri, dan yang ketiga

Kesehatan Tahun 2014. terbanyak indikasi preeklamsia. Pasien


yang menjalani tindakan persalinan
pervaginam dengan indikasi partus lama
PEMBAHASAN
sebanyak 62 pasien, indikasi inersia uteri
Distribusi Persalinan Pervaginam
sebanyak 48 pasien, dan indikasi
Tahun 2013 dan 2014
preeklamsia sebanyak 23 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
Distribusi Sectio caesarea Tahun 2013
hasil yang melakukan tindakan persalinan
dan 2014.
pervaginam pada masa Jampersal Tahun
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
2013 sebanyak 78 orang (24,8%), dan pada
hasil yang melakukan tindakan sectio
caesarea pada masa Jampersal Tahun

UNIVERSITAS BATAM 84
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

2013 sebanyak 156 orang (17,8%), dan tahun 2013 ke tahun 2014. Hal ini sejalan
pada masa BPJS Kesehatan tahun 2014 dengan teori Nurbaiti (2009) yaitu
sebanyak 718 orang (82,2%). peningkatan tindakan bedah sesar perlu
Berdasarkan dari hasil penelitian yang menjadi perhatian mengingat tindakan
dilakukan peneliti didapatkan indikasi bedah sesar menimbulkan resiko
tindakan sectio caesarea pada masa morbiditas dan mortilitas lebih tinggi
Jampersal Tahun 2013 urutan terbanyak dibandingkan persalinan pervaginam,
adalah riwayat persalinan dengan sectio disamping itu lama perawatan pasca bedah
caesarea sebelumnya, kemudian indikasi sesar pun lebih lama dan turut memberikan
Ketuban Pecah Dini (KPD), dan yang konsekuensi pada besarnya biaya
ketiga terbanyak indikasi serotinus pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
(kehamilan Lewat bulan). Pasien yang Distribusi Jampersal Tahun 2013
menjalani tindakan sectio caesarea dengan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
indikasi riwayat sectio caesarea sebanyak hasil pasien dengan tindakan persalinan
52 pasien, indikasi KPD sebanyak 25 pervaginam sebanyak 78 orang (33,3%),
pasien, dan indikasi serotinus sebanyak 16 dan tindakan sectio caesarea sebanyak 156
pasien. orang (66,7%). Hal ini sejalan dengan hasil
Dan dari hasil penelitian yang Survei Demografi dan Kesehatan
dilakukan peneliti juga didapatkan indikasi Indonesia pada tahun 2007 mencatat angka
tindakan sectio caesarea pada masa BPJS persalinan secara umum jumlah sectio
Kesehatan Tahun 2014 urutan terbanyak caesarea di rumah sakit pemerintah adalah
adalah dikarenakan riwayat persalinan sekitar 20-25% dari total persalinan,
dengan sectio caesarea sebelumnya, sedangkan di rumah sakit swasta
kemudian indikasi Ketuban Pecah Dini jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-
(KPD), dan yang ketiga terbanyak indikasi 80% dari total persalinan.
Partus Tak Maju (PTM). Pasien yang Distribusi BPJS Kesehatan Tahun 2014
menjalani tindakan sectio caesarea dengan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
indikasi riwayat sectio caesarea sebanyak hasil pasien dengan tindakan persalinan
208 pasien, indikasi KPD sebanyak 77 pervaginam sebanyak 237 orang (24,8%),
pasien, dan indikasi PTM sebanyak 45 dan tindakan sectio caesarea sebanyak 718
pasien. orang (75,2%). Hal ini sejalan dengan hasil
Hasil penelitian didapatkan terjadi Survei Demografi dan Kesehatan
peningkatan tindakan sectio caesarea dari Indonesia pada tahun 2007 mencatat angka

UNIVERSITAS BATAM 85
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

persalinan secara umum jumlah sectio normalitas shapiro - wilk data yang telah
caesarea di rumah sakit pemerintah adalah ditransformasi didapatkan data pada masa
sekitar 20-25% dari total persalinan, Jampersal tahun 2013 kelompok persalinan
sedangkan di rumah sakit swasta pervaginam nilai p=0,240 (sig. 0,240 > α
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30- 0,05 artinya berdistribusi normal), dan
80% dari total persalinan. pada kelompok sectio caesarea nilai
Perbandingan prevalensi tindakan p=0,160 (sig. 0,160 > α 0,05 artinya
persalinan pervaginam dan sectio berdistribusi normal), sedangkan pada
caesarea pada kasus obstetri antara masa BPJS Kesehatan tahun 2013
masa Jampersal tahun 2013 dan BPJS kelompok persalinan pervaginam nilai
Kesehatan tahun 2014 di RS Camatha p=0,624 (sig. 0,624 > α 0,05 artinya
Sahidya Batam berdistribusi normal), dan pada kelompok
Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka sectio caesarea nilai p=0,928 (sig. 0,928 >
dilakukan uji normalitas data dulu. Dari uji α 0,05 artinya berdistribusi normal).
normalitas shapiro - wilk didapatkan data Untuk mengetahui perbandingan
pada masa Jampersal tahun 2013 tindakan persalinan pervaginam dilakukan
kelompok persalinan pervaginam nilai dengan uji t tidak berpasangan. Dari hasil
p=0,048 (sig. 0,048 < α 0,05 artinya uji t tidak berpasangan, menunjukkan
berdistribusi tidak normal), dan pada bahwa perbandingan tindakan persalinan
kelompok sectio caesarea nilai p=0,206 pervaginam antara masa Jampersal tahun
(sig. 0,206 > α 0,05 artinya berdistribusi 2013 dan BPJS Kesehatan tahun 2014 nilai
normal), sedangkan pada masa BPJS p = 0,000 (sig. 0,000 < α 0,05), sehingga
Kesehatan tahun 2013 kelompok H01 ditolak dan H11 diterima. Artinya ada
persalinan pervaginam nilai p=0,599 (sig. perbedaan perbandingan prevalensi
0,599 > α 0,05 artinya berdistribusi tindakan persalinan pervaginam pada masa
normal), dan pada kelompok sectio Jampersal tahun 2013 dan BPJS Kesehatan
caesarea nilai p=0,928 (sig. 0,928 > α 0,05 tahun 2014 di RS Camatha Sahidya.
artinya berdistribusi normal). Hasil uji t tidak berpasangan pada
Dikarenakan masih ada kelompok data tindakan sectio caesarea antara masa
yang berdistribusi tidak normal maka jampersal tahun 2013 dan BPJS Kesehatan
terlebih dahulu dilakukan transformasi tahun 2014 nilai p = 0,001 (sig. 0,001 < α
data dan dilakukan uji normalitas data 0,05) sehingga H02 ditolak dan H12
yang telah di transformasi. Dari hasil uji diterima. Artinya ada perbedaan

UNIVERSITAS BATAM 86
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

perbandingan prevalensi tindakan sectio dengan yang dikemukakan oleh Dr. dr.
caesarea pada masa Jampersal tahun 2013 Sutoto,MKes, kepada Info BPJS
dan BPJS Kesehatan tahun 2014 di RS Kesehatan dalam “Laporan Kinerja
Camatha Sahidya. Semester I BPJS Kesehatan Edisi VII
Pada tindakan persalinan pervaginam Tahun 2014” bahwa Selama satu smester,
didapatkan rata - rata prevalensi masa lanjutnya, jumlah peserta yang dilayani
Jampersal tahun 2013 sebesar 0,7884 dan rumah sakit juga meningkat tapi
pada masa BPJS Kesehatan tahun 2014 jumlahnya variatif. "Ada yang meningkat
sebesar 1,2490. Rata-rata selisih tindakan hingga 80 persen, ada yang 60 persen, dan
persalinan pervaginam antara masa ada pula yang baru 20 persen”.
Jampersal tahun 2013 dan masa BPJS Jampersal merupakan salah satu
Kesehatan tahun 2014 sebesar 0,4606. kebijakan Kemenkes yang dimulai pada
Berarti terjadi peningkatan prevalensi tahun 2011 hingga Desember 2013 dimana
tindakan persalinan pervaginam pada masa pembiayaan bersumber dari dana APBN
BPJS Kesehatan tahun 2014. tahun anggaran berjalan. Dimana dalam
Pada tindakan sectio caesarea “Buku Pegangan Resmi TKPK Daerah –
didapatkan rata - rata prevalensi masa Panduan Pemantauan Program
Jampersal tahun 2013 sebesar 13,00 dan Penanggulangan Kemiskinan” yang
pada masa BPJS Kesehatan tahun 2014 dikeluarkan oleh Sekretariat Wakil
sebesar 59,83. Rata-rata selisih tindakan Presiden Indonesia pada tahun 2012,
sectio caesarea antara masa Jampersal terdapat beberapa kendala dalam Program
tahun 2013 dan masa BPJS Kesehatan Jampersal yaitu:
tahun 2014 sebesar 56.83. Berarti terjadi 1. Petunjuk Teknis mengenai Jampersal
peningkatan prevalensi tindakan sectio baru diterbitkan bulan Maret padahal
caesarea pada masa BPJS Kesehatan program dimulai di awal tahun 2011
tahun 2014. 2. Lamanya waktu klaim rumah sakit di
Berdasarkan hasil penelitian dapat Kementerian Kesehatan (Pusat
dilihat bahwa rata-rata prevalensi tindakan Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan)
persalinan pervaginam dan sectio caesarea menyebabkan rumah sakit sulit untuk
lebih banyak pada masa BPJS Kesehatan mengetahui dengan pasti berapa
tahun 2014 dari pada masa Jampersal sebenarnya dana yang seharusnya
tahun 2013. Peningkatan prevalensi pasien menjadi pendapatan rumah sakit.
BJS Kesehatan ini sesuai dengan sejalan

UNIVERSITAS BATAM 87
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

3. Implementasi INA-DRG memberikan tersebut dapat ditangani di rumah sakit


dampak positif bagi perbaikan tipe C.
manajemen rumah sakit khususnya BPJS Kesehatan merupakan badan
bagi perbaikan kualitas rekam medik. pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional
4. Tarif INA-DRG atau saat ini dikenal (JKN) yang dimulai pada sejak 1 Januari
dengan INA-CBG masih dirasa belum 2014 dimana pembiayaan bersumber dari
mencerminkan biaya pelayanan iuran premi yang dibayarkan oleh
kesehatan yang sebenarnya. Ada persertanya setiap bulan. Dimana terdapat
beberapa kasus yang besaran tarif beberapa kendala dalam Program BPJS
INA-DRG jauh di bawah tarif rumah Kesehatan, yaitu:
sakit sehingga rumah sakit sering 1. Tidak seimbangnya antara klaim dari
mengalami kerugian misal bedah ribuan fasilitas kesehatan dengan iuran
sectio caesaria, namun banyak pula premi yang diterima oleh BPJS
kasus-kasus yang tarif INA-DRG di Kesehatan sehingga sampai tahun ini
atas tarif rumah sakit, misal pelayanan BPJS kesehatan masih mengalami
rawat jalan. defisit anggaran sebesar 6 triliun
5. Rendahnya tarif INA-DRG untuk rupiah. Hal ini dikarenakan perilaku
beberapa kasus menyebabkan rumah curang beberapa peserta yang hanya
sakit mencoba untuk melakukan up mendaftar dan membayar BPJS
coding dengan tujuan mendapatkan kesehatan ketika sedang sakit dan
pembayaran yang lebih tinggi. tidak meneruskan membayar ketika
6. Pergantian soft ware INA-DRG yang sudah sembuh.
berulang kali sejak diimplementasikan 2. Seperti halnya pada poin diatas,
hingga berubah menjadi INA-CBG peserta yang hanya mendaftar dan
menyebabkan beban administrasi yang membayar BPJS kesehatan ketika
tinggi bagi rumah sakit karena sedang sakit dan tidak meneruskan
seringkali berlaku surut. membayar ketika sudah sembuh, ini
7. Sistem rujukan dirasa masih menjadi berdampak ketika pasien masuk
masalah. Hal ini terlihat dari besarnya rumah sakit padahal iuran preminya
proporsi kasus-kasus pada tingkat belum dibayar oleh peserta BPJS,
keparahan (severity level) satu yang maka pasien akan kesulitan untuk
ditangani di rumah sakit tipe B mendapatkan pelayanan kesehatan
maupun A padahal sebenarnya kasus dikarenakan harus melunasi terlebih

UNIVERSITAS BATAM 88
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

dahulu tunggakan iuran preminya. Hal 2) Kurangnya Sosialisasi dan


ini berbeda dengan program Informasi yang Diterima
Jampersal, dimana pasien tidak Masyarakat
dipungut iuran premi. Ketika pola penyampaian
3. Kendala Sistem JKN (BPJS informasi kepada bidan tidak
Kesehatan) yang dikemukakan oleh dilakukan dengan baik, maka
Women Research Institute pada tahun dapat dipastikan pula bahwa
2015 dalam “Penelitian mengenai pola penerimaan informasi
Efektifitas Jaminan Kesehatan kepada masyarakat pun
Nasional Menurunkan Angka berbeda. Masyarakat yang
Kematian Ibu”. Kendala-kendala mendapatkan informasi dari
tersebut adalah sebagai berikut: berbagai media dengan durasi
a. Akses Informasi Jaminan informasi yang singkat
Kesehatan Nasional sehingga informasi yang
1) Kurangnya Sosialisasi dan didapat tidak lengkap. JKN
Informasi yang Diterima Bidan mengandalkan penyebaran
Sebagai pemberi layanan informasi melalui internet
kesehatan, bidan diharapkan sementara sebagian besar
sudah siap dengan informasi masyarakat masih belum
tentang pelayanan kesehatan mempunyai akses terhadap
dalam program JKN. Namun internet. Puskesmas yang
kenyataannya, informasi yang didatangi dan diharapkan
diterima oleh bidan tidak masyarakat pun tidak memberi
seragam. Beragamnya metode banyak hasil dengan
dan pola penyampaian yang ketidakpastian informasi yang
dilakukan selama kegiatan diberikan.
sosialisasi menghambat b. Akses Kepesertaan Jaminan
pelaksanaan JKN, baik dari Kesehatan Nasional
segi penyedia layanan Terbatasnya akses masyarakat
kesehatan maupun dari segi miskin pada informasi jenis
masyarakat selaku penerima kepesertaan JKN membuat
manfaat. masyarakat, terutama perempuan,
tidak memahami bagaimana

UNIVERSITAS BATAM 89
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

prosedur pendaftaran kepesertaan. Kesehatan, seperti pelayanan


Mereka tidak mengetahui bahwa obat-obatan dan alat-alat medis
pada skema kepesertaan terdapat habis pakai (yang tidak
kategori peserta PBI yang termasuk dalam paket INA-
menerima subsidi dari pemerintah CBGs), beberapa tindakan
pusat. Karena ketidaktahuan ini medis, serta biaya kunjungan
membuat mereka khawatir untuk beberapa dokter spesialis yang
ikut berpartisipasi dalam sistem menangani persalinannya.
kesehatan yang baru ini. 2) Selain itu, masalah tidak
Sebagai akibat dari tidak tersedianya ruang rawat inap
dipublikasikannya data kelas 3 berisiko terhadap
kepesertaan PBI baik peserta keselamatan peserta
peralihan Jaminan kesehatan perempuan PBI (kelas 3) yang
masyarakat (Jamkesmas) dan berada pada tahap
Jaminan kesehatan daerah kegawatdaruratan kebidanan.
(Jamkesda) maupun peserta yang Dengan pemberlakuan sistem
baru terdata, masih ditemukan rujukan berjenjang pada
masyarakat miskin yang tidak program JKN, perempuan
mengetahui status harus datang ke fasilitas
kepesertaannya. Hal ini kesehatan tingkat pertama
ditemukan pada peserta yang (FKTP) dan dirujuk ke fasilitas
sebelumnya sudah terdaftar dalam kesehatan tingkat lanjutan
program jaminan kesehatan di (FKTL) hal ini akan berakibat
daerahnya. Ketidaktahuan bahwa fatal jika terdapat risiko
peserta Jamkesmas dan Jamkesda komplikasi persalinan atau
secara otomatis menjadi peserta pendarahan.
JKN ini mengakibatkan 3) Tidak adanya kontrol biaya
masyarakat miskin tidak terdaftar pada rumah sakit BPJS dan
sebagai PBI JKN. tidak adanya peraturan tentang
c. Pemanfaatan Pelayanan Jaminan daftar pelayanan kesehatan
Kesehatan Nasional yang ditanggung dan tidak
1) Tidak semua biaya otomatis tidak ditanggung oleh BPJS
ditanggung oleh BPJS Kesehatan membuat

UNIVERSITAS BATAM 90
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

masyarakat miskin berpotensi BPJS Kesehatan. Kendala ini


besar menjadi korban dihadapi oleh perempuan yang
penarikan biaya-biaya tak berkunjung ke bidan praktik
terduga di FKTL. mandiri yang bekerjasama
4) Peserta JKN juga tidak dengan BPJS Kesehatan.
memanfaatkan layanan Terdapat biaya yang harus
kesehatan di FKTP karena dikeluarkan untuk pembelian
belum menjadi pilihan utama alat dan obat kontrasepsi:
dalam mengakses pelayanan untuk jenis spiral (Intra
kebidanan. Mayoritas Uterine Device/IUD) sebesar
perempuan miskin di wilayah Rp 150.000,- hingga Rp
perkotaan cenderung 200.000,-; sedangkan untuk
mendatangi bidan praktik jenis suntik sebesar Rp
mandiri sebagai fasilitas 25.000,- hingga Rp 40.000,-.
kesehatan terdekat. Mayoritas Sementara untuk layanan
alasan yang dikemukakan oleh pemasangan/pencabutannya
masyarakat kurang mampu dapat diakses secara gratis
mengapa mereka lebih (dijamin BPJS Kesehatan). Hal
memilih bidan praktik mandiri ini disebabkan bidan praktik
adalah karena pertama, jarak mandiri tidak mendapatkan
puskesmas jauh dari rumahnya kiriman (distribusi) alat
(sekitar 30-60 menit kontrasepsi dari pemerintah.
menggunakan angkutan d. Fasilitas Kesehatan di Era
umum); kedua, antrian di Jaminan Kesehatan Nasional
puskesmas lebih panjang Fasilitas kesehatan, termasuk
karena jumlah bidan tidak di dalamnya alat kesehatan, dan
sebanding dengan peserta. fasilitas ruangan berkontribusi
5) Salah satu layanan kebidanan dalam memberikan pelayanan
dalam program JKN adalah kesehatan ibu dan anak yang
layanan pemberian optimal. Dalam peta jalan
kontrasepsi. WRI menemukan sosialisasi JKN, seharusnya
tidak semua layanan sosialisasi juga dilakukan
kontrasepsi ditanggung oleh bersamaan dengan persiapan

UNIVERSITAS BATAM 91
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

penguatan fasilitas kesehatan baik 1) Jumlah bidan di FKTP dan


tingkat pertama maupun tingkat FKTL tidak berimbang dengan
lanjut. Kendala yang dihadapi jumlah peserta JKN
oleh para bidan dalam a) Terbatasnya Jumlah Bidan
memberikan layanan kesehatan di Puskesmas
yang optimal salah satunya adalah Dengan terbatasnya
kurang memadainya alat-alat jumlah bidan yang berada di
kesehatan yang tersedia di puskesmas serta beban kerja
puskesmas maupun di rumah yang tinggi membuat
sakit. perempuan peserta JKN
Peningkatan jumlah peserta tidak bisa mendapatkan
JKN yang tidak sebanding dengan layanan kesehatan yang
ketersediaan fasilitas kesehatan optimal. Seringkali
berdampak pada penumpukan perempuan yang ingin
pasien di rumah sakit. Jumlah memeriksakan kehamilan
rumah sakit mampu PONEK yang menghadapi antrian yang
dapat melayani pasien komplikasi panjang dan tidak dapat
persalinan dengan tingkat diperiksa karena bidan
keparahan yang berat ternyata harus segera bertugas ke
masih belum mencukupi. Posyandu.
Contohnya di Jawa Barat, jumlah b) Terbatasnya tenaga
rumah sakit mampu PONEK kesehatan (bidan) di rumah
hanya ada 18 unit untuk melayani sakit
44.548.431 orang. Hal ini tentu Sementara di rumah
saja masih di bawah standar rasio sakit sebagai pusat
WHO yaitu satu rumah sakit pelayanan kesehatan tingkat
mampu PONEK untuk melayani lanjutan (FKTL) memiliki
500.000 orang. Idealnya Provinsi tanggung jawab untuk
Jawa Barat memiliki 89 unit menerima pasien rujukan
rumah sakit mampu PONEK. dari pusat pelayanan
e. Tenaga Kesehatan di Era Jaminan kesehatan tingkat pertama.
Kesehatan Nasional Dengan tanggung jawab
tersebut, maka rumah sakit

UNIVERSITAS BATAM 92
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

akan menerima pasien yang praktik mandiri yang belum


memiliki kondisi beragam. bekerja sama dengan BPJS.
Hal ini terlihat dari hasil Artinya, sistem kerja sama ini
focus group discussion perlu ditinjau lagi prosesnya
(FGD) WRI di Jakarta, di guna pemanfaatan JKN yang
mana bidan lebih mudah.
mengungkapkan bahwa f. Sistem Rujukan Jaminan
jumlah pasien yang Kesehatan Nasional
melakukan pelayanan Sistem rujukan berjenjang
kebidanan di poli kebidanan JKN telah menimbulkan
rumah sakit meningkat permasalahan, salah satunya
hingga 100%. Jumlah adalah masih banyak peserta yang
pasien sebelum adanya JKN tidak mengetahui alur sistem
berkisar 40-50 per hari; rujukan berjenjang yang berlaku.
sedangkan setelah JKN Ini mengakibatkan banyak
berkisar antara 100-130 pelayanan kesehatan tidak
pasien per hari. optimal karena peserta harus
2) Keterbatasan pelayanan memenuhi tahapan rujukan yang
kesehatan bidan praktik dimulai dari FKTP sebelum
mandiri mendapatkan pelayanan di FKTL.
Sulitnya kerja sama antara Berdasarkan Peraturan Menteri
bidan praktik mandiri dengan Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013
BPJS mengakibatkan tentang Pelayanan Kesehatan
ketidaktahuan masyarakat Pada Jaminan Kesehatan Nasional
bahwa bidan praktik mandiri Pasal 15 ayat (1) dapat diketahui
juga dapat menerima peserta bahwa FKTP harus merujuk
JKN. Sehingga seringkali pasien ke FKTL terdekat.
pasien tidak menggunakan Kebijakan tersebut juga
pemanfaatan layanan mengatakan bahwa dengan sistem
kepesertaannya di JKN. Selain rujukan berjenjang, FKTL hanya
itu, masyarakat juga tidak dapat diakses bila pasien memiliki
dapat mengakses kondisi-kondisi tertentu, seperti
kepesertaannya di bidan kondisi kedaruratan medis dalam

UNIVERSITAS BATAM 93
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 15 memiliki keterbatasan waktu dan


ayat (4), pertimbangan geografis biaya memiliki hak untuk
dalam Pasal 15 ayat (4) dan mengakses pelayanan kesehatan
kekhususan permasalahan Meski rujukan di FKTL?
demikian, dalam pelaksanaannya, Kedua, kekhususan permasalahan
Peraturan Menteri Kesehatan kesehatan pasien. Apa yang
Nomor 71 Tahun 2013 tentang dimaksud dengan kekhususan
Pelayanan Kesehatan Pada permasalahan kesehatan pasien?
Jaminan Kesehatan Nasional Dan apa perbedaannya dengan
tersebut masih menimbulkan kondisi kedaruratan medis? Siapa
beberapa pertanyaan yang perlu yang berhak menentukan bahwa
untuk dijawab: perempuan hamil memiliki
Pertama, tentang pertimbangan kekhususan permasalahan
geografis. Apa sebenarnya yang kesehatan? Bagaimana
dimaksud dengan pertimbangan mekanisme agar perempuan hamil
geografis? Sejauh apa jarak antara yang dinyatakan memiliki
fasilitas kesehatan dengan rumah kekhususan permasalahan
pasien yang kemudian dapat kesehatan dapat memanfaatkan
dijadikan alasan untuk langsung pelayanan kesehatan di FKTL?
mengakses pelayanan kesehatan Informasi ini perlu
ke FKTL? Apakah definisi disosialisasikan kepada masyakat
pertimbangan geografis hanya untuk menghindari ke-
berlaku untuk masyarakat yang terlambatan dalam mendapatkan
mengakses pelayanan kesehatan penanganan kesehatan yang
di fasilitas kesehatan yang ada di benar.
perdesaan atau daerah terpencil? g. Sistem Pembayaran Jaminan
Bagaimana dengan daerah Kesehatan Nasional
perkotaan, seperti Jakarta Timur 1) Ketidakpastian Pencairan Dana
yang memiliki wilayah terluas di Kapitasi Bagi Puskesmas
Jakarta dengan sebaran fasilitas Variabel kehadiran dinilai
kesehatan tidak merata. Apakah berdasarkan kehadiran setiap
ibu hamil yang tidak mengalami hari kerja. Permasalahannya,
kedaruratan medis namun profesi kebidanan dengan

UNIVERSITAS BATAM 94
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

durasi kegiatan pelayanan yang juga menjadi terhambat karena


lebih banyak di luar gedung tidak memiliki biaya
puskesmas atau rumah sakit operasional.
tentu saja berbeda dengan 2) Penggantian Biaya Terhadap
tenaga medis lainnya seperti Jasa Kebidanan Dianggap
dokter atau perawat yang Kurang Layak
berada di dalam gedung Peraturan Menteri
puskesmas atau rumah sakit. Kesehatan Nomor 69 Tahun
Dengan demikian, ketika bidan 2013 tentang Standar Tarif
melakukan pekerjaan di luar Pelayanan Kesehatan Pada
gedung yang dapat menyita Fasilitas Kesehatan Tingkat
waktu lebih dari tujuh jam Pertama dan Fasilitas
seperti kunjungan ke posyandu Kesehatan Tingkat Lanjut
atau kerjaan lainnya, dalam program JKN, telah
berpengaruh pada perhitungan mengatur penggantian biaya
jasa pelayanan yang akan pelayanan bidan praktik
diterimanya. Dengan mandiri yang dilakukan
keterlambatan atau melalui tarif non-kapitasi
ketidakpastian pencairan dana kebidanan dan neonatal. Tetapi
kapitasi untuk membayarkan yang ditemukan adalah biaya
jasa pelayanan, tentu saja penggantian tersebut lebih
merugikan para tenaga rendah dibandingkan biaya
kesehatan di puskesmas, yang dikenakan oleh bidan
terutama bidan. praktik mandiri. Sebagai
Lain lagi dengan besaran perbandingan, para bidan
kapitasi 40% yang digunakan praktik mandiri di Jakarta
untuk biaya operasional Timur dan Kota Bandung
pelayanan kesehatan terlambat biasanya menerapkan biaya Rp
-bahkan hingga berbulan- 20.000,- sampai Rp 50.000,-
bulan, akan terjadi kekosongan untuk pemeriksaan kehamilan
obat, peralatan dan bahan atau antenatal care (ANC).
medis habis pakai. Beberapa Sementara di Peraturan
program di puskesmas lainnya Menteri Kesehatan Nomor 69

UNIVERSITAS BATAM 95
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tahun 2013, BPJS Kesehatan mendapatkan pembayaran dari


hanya mengganti sebesar Rp biaya kapitasi.
20.000 , untuk pemeriksaan 3) Permasalahan Fasilitas
kehamilan tersebut. Sedangkan Kesehatan Tingkat Lanjutan
untuk persalinan normal yang (FKTL)
dikenakan bidan praktik Selama ini, pola
mandiri berkisar antara Rp pembayaran jasa pelayanan di
700.000,- sampai Rp FKTL yang berlaku adalah fee
2.000.000,- dan penggantian for service, yaitu jumlah klaim
dari BPJS Kesehatan hanya yang ditagih tergantung pada
sebesar Rp 600.000,-. pelayanan yang diberikan
Mencermati permasalahan kepada pasien atau peserta.
tersebut, pemerintah kemudian Sehingga, fasilitas kesehatan
merevisi tarif non-kapitasi dapat menentukan pelayanan
pelayanan kebidanan apa saja yang diberikan kepada
sebagaimana yang disebutkan pasien walaupun tarif yang
di dalam Peraturan Menteri diterapkan di tiap fasilitas
Kesehatan Nomor 59 Tahun kesehatan dapat berbeda-beda,
2014 tentang Standar Tarif contohnya rumah sakit yang
Pelayanan Kesehatan Dalam memasang tarifnya sendiri.
Penyelenggaraan Program Sementara, berdasarkan
Jaminan Kesehatan. Namun Peraturan Presiden Nomor 12
hanya merevisi besaran biaya Tahun 2013, pola pembayaran
pemeriksaan kehamilan dari kepada fasilitas kesehatan
Rp 20.000,- setiap kedatangan didasarkan pada INA-CBGs.
menjadi Rp 25.000,- per Agar implementasi pola
kedatangan (total Rp 200.000,- pembayaran Indonesian Case
setiap empat kali kedatangan). Base Groups (INA-CBGs)
Hal ini menunjukkan bahwa dapat berjalan efektif, maka
masih terdapat kekurangan Kementerian Kesehatan RI
biaya jasa pelayanan yang membuat Peraturan Menteri
merugikan para bidan, apalagi Kesehatan Nomor 27 Tahun
para bidan tersebut tidak

UNIVERSITAS BATAM 96
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

2014 yang mengatur petunjuk yang akan diganti oleh BPJS


teknis INA-CBGs. Kesehatan.
Meskipun dianggap dapat 4) Pemotongan Biaya
mendorong terjadinya efisiensi Administrasi terhadap Bidan
dan efektifitas pelayanan, Praktik Mandiri
terdapat pandangan lain dari Bidan praktik mandiri di
fasilitas kesehatan tertentu Jakarta Timur dan Kota
terhadap IINA-CBGs. Bandung mendapatkan
Berdasarkan hasil penelitian, penggantian (non-kapitasi)
penerapan tarif berdasarkan yang lebih rendah dari tarif
INA-CBGs dinilai lebih rendah umum dan juga dikenakan
dari tarif yang diterapkan oleh pemotongan biaya administrasi
fasilitas-fasilitas kesehatan oleh klinik pratama sebesar
lainnya. Sehingga sangat 10% dari total klaim. Dalam
berdampak terhadap beberapa Peraturan Menteri Kesehatan
rumah sakit yang hanya Nomor 28 Tahun 2014 tentang
mengandalkan jenis pelayanan Pedoman Pelaksanaan
tertentu, seperti rumah sakit Program Jaminan Kesehatan
khusus ibu dan anak. Dengan Nasional terdapat aturan
paket INA-CBGs yang mengenai biaya pembinaan
ditetapkan dan tergolong ke dengan besaran maksimal 10%
dalam FKTL, maka setiap jika bidan bekerja sama
pelayanan persalinan akan dengan FKTP di luar milik
diganti dengan biaya mulai Pemerintahan Daerah.
dari Rp 2.000.000,- hingga Rp Walaupun begitu, terdapat juga
11.000.000,- –tergantung dari potongan biaya pembinaan
jenis pelayanan, jenis yang beragam bahkan ada
diagnosa, tipe rumah sakit, dan yang mencapai 40%17 dari
kelas rawat inap yang dipilih. total klaim yang terjadi di
Sementara tarif yang wilayah lain. Hal ini
diterapkan oleh rumah sakit menunjukkan meskipun sudah
sebelumnya lebih besar dari terdapat aturan, namun tidak
terdapat mekanisme

UNIVERSITAS BATAM 97
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

pengawasan dari BPJS 2013 dengan BPJS Kesehatan tahun


Kesehatan tentang potongan 2014.
biaya pembinaan yang harus Saran
dibayarkan oleh para bidan 1. Melihat terbatasnya variabel yang
praktik mandiri. Padahal, di teliti dalam penelitian kali ini,
berdasarkan Permenkes penulis berharap pada penelitian
tersebut, BPJS Kesehatan berikutnya untuk dapat menambah
dapat memberikan sanksi variabel lainnya yang mendukung
berupa penggantian kontrak baik dari sisi medis dan non medis.
kerja bagi fasilitas kesehatan Dan diharapkan penelitian
jika terdapat penyalahgunaan berikutnya dapat menambahan
pemotongan biaya pembinaan. persentase prevalensi mengenai
KESIMPULAN DAN SARAN persalinan pervaginam dan sectio
Kesimpulan caesarea.
1. Persalinan pervaginam pada masa 2. Melihat jumlah sectio caecarea
jampersal 2013 sebanyak 24,8% yang jauh dari harapan dimana
2. Persalinan pervaginam pada masa BPJS seharusnya tidak lebih dari 20%
Kesehatan Tahun 2014 sebanyak dan mengingat BPJS Kesehatan
75,2%. merupakan penanggung beban
3. Terdapat perbedaan yang signifikan biaya pesertanya, penulis
(p=0,000) jumlah tindakan persalinan berpendapat sangat dibutuhkan
pervaginam pada masa Jampersal tahun evaluasi terhadap indikasi tindakan
2013 dengan BPJS Kesehatan tahun sectio caesarea sehingga
2014. diharapkan dapat meminimalisir
4. Sectio caesarea pada masa jampersal meningkatnya jumlah tindakan
2013 sebanyak 17,8%. sectio caesarea pada tahun
5. Sectio caesarea pada masa BPJS selanjutnya.
Kesehatan Tahun 2014 sebanyak 3. Pada BPJS Kesehatan masih
82,2%. diperlukan banyak perubahan-
6. Terdapat perbedaan yang signifikan perubahan sehingga dapat
(p=0,001) jumlah tindakan sectio meningkatkan pelayanan kesehatan
caesarea pada masa Jampersal tahun dan kualitas jaminan kesehatan
nasional.

UNIVERSITAS BATAM 98
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

DAFTAR PUSTAKA Sections Performed per Year: Overase


as a Barter to Universal Coverage.
Amanatunnisa et al. (2012). Pemberdayaan
World Health Report.
Kader Melalui Posyandu Maternal
Dan Paternal Sebagai Upaya Grace, V. J. (2007). Journal Dexa Medika
Menurunkan Angka Kematian Anak dalam Fenomena Sosial Operasi
Dan Meningkatkan Kesehatan Ibu Di Sectio Caesarea di Salah Satu Rumah
Indonesia. Fakultas Kedokteran Sakit Swasta Besar surabaya Periode 1
Universitas Diponegoro, Semarang. Jan – 31 Des 2005 (Harry Kurniawan
Program Kreatifitas Mahasiswa Gondo) dexamedixa.com Diakses tgl
7 Nov 2013 Jam 21.00 WITA.
Arvina Lenny. (2011). Gambaran
Distribusi Indikasi Sectio Caesarea di Kasdu. (2003). Operasi caesar masalah dan
Rumah Sakit Casa Medika Center solusinya, jakarta: Puspa suara.
Batam Tahun 2011. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Kusmawati Y. (2006). Faktor-faktor resiko
Program studi D-III Kebidanan. yang berpengaruh terhadap
Universitas Batam, Batam. Karya persalinann dengan tindakan (studi
Tulis Ilmiah. kasus di RS dr. Moewardi Surakarta).
Magister Epidemiologi Tesis.
BPJS Kesehatan. (2014). Peraturan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu
Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Keluarga Berencana Untuk
Sosial. Jakarta: Mentri Hukum dan Pendidikan Bidan.Jakarta : EGC.
Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Marisi D Sinaga Ezra. (2009).
Karakteristik Ibu Yang Mengalami
Christina I. (1996). Perawatan Kebidanan Peresalinan Dengan Seksio Caesarea
(sejarah Kebidanan dan Perawatan Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit
kebidanan Sebelum Melahirkan) Jilid Umum Daerah Sidikalang Tahun
I, Penerbit Bratara, Jakarta. 2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Departemen Kesehatan Republik Skripsi
Indonesia. 2011. “Jaminan
Persalinan”. gizikia.depkes.go.id. Menkes. (2011). Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Dewi Y., dkk. (2007). Operasi Caesar, 2562/MENKES/PER/XII/2011
Pengantar dari A sampai Z. EDSA Tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Mahkota. Jakarta Persalinan. Jakarta: Mentri Hukum
dan Hak Asasi Manusia
Ensor, T., Cooper, S., Davidson, L,
Fitzmaurice, A. and Graham, W.J. Menko Kesra. (2011). “Bahan Paparan
(2010). The Impact of Economic Menko Kesra pada Rakornas Partai
Recession on Maternal, and Infant Demokrat 2011 : Menuju Rakyat
Mortality: Lessons from History. Sejahtera”. .
BMC Public Health, 10: 727
Mochtar, R. (1998a). Sinopsis Obstetri.
Gibbons, L. et al. (2010). The Global Edisi ke 2. Jilid ke 2. Jakarta: EGC,
Numbers and Costs of Additionally pp: 94, 117
Needed and Unne cessary Caesarean

UNIVERSITAS BATAM 99
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Mochtar, R. (1998b). Sinopsis Obstetri. sarian.sectionaccountsfor9ofallbirthini


Edisi ke 2. Jilid ke 1. Jakarta: EGC, ndia/a ticles/1325244 Diakses tgl 13
pp: 82 - 83, 94 – 97. November 2013 Jam 18.30 WITA

Mulyawati I, Azam M, Ningrum DNA. Sumelung V, Kundre R, Karudeng M.


(2011). Faktor tindakan persalinan (2014). Faktor – faktor yang berperan
sectio caesarea. Kemas 7 (1): 15 meningkatnya angka kejadia sectio
ceasarea di rumah sakit umum daerah
Norwitz E, Schorge J. (2007). At Glance liun kendage tahuna. Ejournal
Obstetri & Ginekologi. Ed ke-2. EMS keperawatan (e-Kp) Volume 2, Nomor
. Jakarta: Erlangga, pp: 123 1: 2.

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi W.A Newman. (2010). Kamus Kedokteran


Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Dorland. Edisi 31. Jakarta: EGC, pp:
Cipta. 1963

Oxorn H., (2003). Ilmu Kebidanan: Women Research Institute (2013). Target
Patologi Dan Fisiologi Persalinan. MDGs Menurunkan Angka Kematian
Yayasan Essentia Medica. Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai. Jakarta.
Yogyakarta.
Women Research Institute (2015).
RS Camatha Sahidya. (2013). Buku Efektivitas Jaminan Kesehatan
Rekam Medik Jampersal. Batam: RS Nasional untuk Menurunkan Angka
Camatha Sahidya Kematian Ibu. Jakarta.

RS Camatha Sahidya. (2014). Buku World Health Organization. (2005). World


Rekam Medik BPJS. Batam: RS Health Assembly Concludes: Adopts
Camatha Sahidya Key Resolutions Affecting Global
Public Health. Diakses December 11,
Sarumpaet S. (2001). Komplikasi 2014, dari
Persalinan dan Analisis Upaya who.int/mediacentre/news/releases/20
Penanggulangannya di Propinsi 05/pr_ wha06/en/
Sumatera Utara. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Tetap Dalam Ilmu World Health Organization. (2013). World
Kesehatan Masyarakat FKM-USU Bank Ministerial-level Meeting on
Universal Health Coverage. Diakses
Scott J.R, dkk. (2002). Danforth Buku October 12, 2014, dari
Saku Obstetri Dan Ginekologi. Widya who.int/mediacentre/events/meetings/
Medika, Jakarta. 2013/universal_health_coverage/en/
Sibuea D.H. (2007). Manajemen Seksio Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan.
Sesarea Emergensi; Masalah Dan Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Tantangan. Pidato Pengukuhan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan.
Kandungan FK USU. Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Sinha Kounteya. (2010). Article Times Of
India.
timesofindia.indiatimes.com/india/cae

UNIVERSITAS BATAM 100


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN


PNEUMONIA PADA BALITA

Puty Annisa Prilina, dr. Hj. Yuli Mariany, M.Biomed, dr. Christine Anggraeni
Fakultas Kedokteran Universitas Batam

Latar Belakang : Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstisial. Penyebab tersering pneumonia karena bakteri adalah
S.pneumoniae. Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi
dan anak balita di Indonesia dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang meningkatkan
risiko kejadian pneumonia adalah gizi buruk. Kondisi Kurang Energi Protein (KEP),
ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi.

Metode : Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan


cross sectional yang dilakukan di Puskesmas Kabil Kota Batam. Teknik pengambilan
sampel adalah simple random sampling dengan populasi sebesar 638 balita yang
berkunjung ke Puskesmas Kabil bulan Januari - Juli tahun 2015 dan memperoleh hasil
sebanyak 86 balita yang ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil
penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi di tabulasi silang kemudian diuji
dengan uji Chi-square.

Hasil : Hasil penelitian ini didapatkan dari 86 balita, sebanyak 56 balita yang
berstatus gizi baik menderita pneumonia sebanyak 6 balita atau 10,7% dan yang tidak
menderita pneumonia sebanyak 50 balita atau 89,3%. Sedangkan 23 balita yang
mempunyai status gizi kurang menderita pneumonia sebanyak 15 balita atau 65,2%
dan yang tidak menderita pneumonia sebanyak 8 balita atau 34,8%. Kemudian dari 7
balita yang mengalami gizi buruk, 2 balita atau 28,6% diantaranya menderita
pneumonia dan 5 balita atau 71,4% tidak menderita pneumonia. Hasil analisis Chi-
Square didapatkan nilai signifikansinya p = 0,000. Angka tersebut signifikan karena
nilai p lebih kecil dibandingkan dengan taraf signifikansi ()= 5% (0,05).

Simpulan : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas
Kabil Kota Batam Bulan Januari – Juli Tahun 2015.

Kata Kunci : Status Gizi, Pneumonia, Balita

UNIVERSITAS BATAM 101


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN (15,5% diantara semua balita) (Kemenkes


RI, 2010). Pada Profil Kesehatan Provinsi
Pneumonia merupakan infeksi akut Kepulauan Riau Tahun 2007-2012, jumlah
perkiraan penderita pneumonia pada balita
parenkim paru yang meliputi alveolus dan tahun 2012 adalah 21.292 balita. Jumlah
jaringan interstisial. Penyebab tersering penderita yang ditemukan dan ditangani
adalah 2.037 balita (9,6%) dengan rincian
pneumonia karena bakteri adalah 1.077 laki-laki (9,9%) dan 960 perempuan
S.pneumoniae. Virus lebih sering (9,2%) (Dinkes Kepri, 2012). Pada Profil
Kesehatan Kota Batam Tahun 2013-2014,
ditemukan pada anak <5 tahun dan jumlah perkiraan penderita pneumonia
respiratory syncytial virus (RSV) pada balita tahun 2013 adalah 14.588
balita. Jumlah penderita yang ditemukan
merupakan penyebab tersering pada anak dan ditangani adalah 1.013 balita (6,9%)
<3 tahun (Calistania, 2014). dengan rincian 564 laki-laki (7,5%) dan
449 perempuan (6,4%). Dari penderita
pneumonia tersebut, jumlah yang cukup
Dalam program penanggulangan tinggi salah satunya adalah penderita
penyakit ISPA, pneumonia pneumonia yang ditemukan dan ditangani
diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat di wilayah kerja Puskesmas Kabil yang
berat, pneumonia berat, pneumonia, dan mengalami peningkatan dari tahun ke
bukan pneumonia berdasarkan ada tahun (Dinkes Kota Batam, 2013).
tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding Beberapa faktor meningkatkan risiko
dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi kejadian dan derajat pneumonia, antara
napas, dan dengan pengobatan yang lain defek anatomi bawaan, defisit
spesifik untuk masing-masing derajat imunologi, polusi, gastroesophageal
penyakit (WHO, 2009). reflux, aspirasi, gizi buruk, berat badan
World Health Organization (WHO) lahir rendah, tidak mendapatkan air susu
memperkirakan insidens pneumonia anak- ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya
balita di negara berkembang adalah 151,8 saudara serumah yang menderita batuk,
juta kasus pneumonia /tahun, 8,7% (13, 1 dan kamar tidur yang terlalu padat
juta) diantaranya merupakan pneumonia penghuninya (IDAI, 2009).
berat dan perlu rawat inap. Di negara Gizi buruk sebagai salah satu faktor
maju, terdapat 4 juta kasus setiap tahun tingginya angka mortalitas dan morbiditas
hingga total di seluruh dunia ada 156 juta pada pneumonia berkaitan dengan daya
kasus pneumonia anak-balita setiap tahun) tahan tubuh balita yang rendah. Setiap
(Rudan, 2008). tahun lebih dari sepertiga kematian anak di
Pneumonia merupakan penyakit yang dunia berkaitan dengan masalah kurang
menjadi masalah di berbagai negara gizi, yang dapat melemahkan daya tahan
terutama di negara berkembang termasuk tubuh terhadap penyakit. Ibu yang
Indonesia. Pneumonia menyebabkan lebih mengalami kekurangan gizi pada saat
dari 5 juta kematian per tahun pada anak hamil, atau anaknya mengalami
balita di negara berkembang (IDAI, 2009). kekurangan gizi pada usia 2 tahun
Pneumonia selalu menduduki peringkat pertama, pertumbuhan serta perkembangan
atas penyebab kematian bayi dan anak fisik dan mentalnya akan lambat
balita di Indonesia dari tahun ke tahun. (Kemenkes RI, 2014). Kondisi Kurang
Menurut Riset Kesehatan Dasar Energi Protein (KEP), ketahanan tubuh
(Riskesdas) 2007, pneumonia merupakan menurun dan virulensi patogen lebih kuat
penyebab kematian kedua setelah diare sehingga menyebabkan keseimbangan

UNIVERSITAS BATAM 102


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

yang terganggu dan akan terjadi infeksi, Pertumbuhan penduduk di


sedangkan salah satu determinan utama Kecamatan Nongsa berfluktuasi sebagai
dalam mempertahankan keseimbangan akibat dari adanya proses migrasi,
tersebut adalah status gizi (Sukmawati, kelahiran dan kematian penduduk.
2010). Masyarakat asli Kecamatan adalah ras
Berdasarkan latar belakang di atas, melayu, sedangkan masyarakat pendatang
peneliti tertarik untuk melakukan berasal dari berbagai suku seperti Minang,
penelitian dengan judul, “Hubungan Status Batak, Jawa, Sunda, Flores, Tionghoa, dan
Gizi dengan Kejadian Pneumonia Pada lainnya. Bila ditinjau dari jumlah
Balita di Puskesmas Kabil Kota Batam penduduk secara keseluruhan
Bulan Januari – Juli Tahun 2015.” dibandingkan dengan luas wilayah maka
dapat diketahui kepadatan penduduk di
METODE PENELITIAN wilayah kerja Puskesmas Kabil yaitu
185,65 Jiwa/km, penyebaran penduduk
Jenis penelitian ini adalah penelitian tidak merata karena adanya daerah yang
kuantitatif. Desain penelitian ini adalah dijadikan kawasan industri dimana
deskriptif analitik dengan pendekatan beberapa wilayah terdapat sektor-sektor
cross sectional. Penelitian Cross sectional industri. Puskesmas Kabil dalam
disebut juga studi prevalensi. menjalankan tugasnya dibantu oleh 4
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas (empat) Puskesmas Pembantu dan 12 (dua
Kabil Kota Batam, Provinsi Kepulauan belas) Posyandu yang tersebar dalam
Riau, dimulai pada bulan Oktober 2015. wilayah Kerja Puskesmas. Wilayah kerja
Populasi penelitian ini adalah seluruh Puskesmas Kabil terdiri dari 2 (dua)
balita yang dibawa ibunya ke Puskesmas Kelurahan yaitu Kelurahan Kabil dan
Kabil Kota Batam bulan Januari- Juli Kelurahan Ngenang. Jumlah Tenaga yang
tahun 2015. Pengambilan sampel ada di Puskesmas Kabil Kota Batam ada
menggunakan teknik simple random 35 orang yang termasuk Dokter
sampling sehingga didapatkan jumlah didalamnya baik dokter umum maupun
sampel sebanyak 86 balita. Penelitian ini dokter gigi berjumlah 7 orang.
menggunakan lembar checklist sebagai
alat ukur pneumonia pada balita dan grafik Analisis Univariat
BB/U (Berat Badan Menurut Umur) WHO Status Gizi Jumlah Persentase
dan baku rujukan BB/U dengan z score. (n) (%)
Gizi Baik 56 65,1
HASIL PENELITIAN Gizi Kurang 23 26,8
Gizi Buruk 7 8,1
Total 86 100
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Status
Puskesmas Kabil diresmikan oleh Gizi Balita
Pemerintah Kota Batam pada tanggal 26
Februari 2009 atas pertimbangan semakin
berkembangnya Kota Batam dan Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk terutama sebanyak 56 balita mempunyai status gizi
di Kecamatan Nongsa. baik atau sebesar 65,1%, kemudian
Puskesmas Kabil masuk dalam sebanyak 23 balita mengalami gizi kurang
wilayah Kecamatan Nongsa yang terdiri atau sebesar 26,8% dan 7 balita mengalami
dari 4 Kelurahan yaitu; Kelurahan Kabil, gizi buruk atau sebesar 8,1%.
Ngenang, Batu Besar, dan Sambau.

UNIVERSITAS BATAM 103


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Berdasarkan Usia Balita
Pneumonia Pada Balita

Pada tabel 4.3 diatas menunjukkan


Kejadian Jumlah Persentase bahwa distribusi balita dengan usia 2-8
Pneumonia (n) (%)
bulan sebanyak 18 balita atau 20,9%,
Pneumonia 23 26,7
distribusi balita dengan usia 9-15 bulan
Tidak 63 73,3 sebanyak 21 balita atau 24,4%, distribusi
Pneumonia
balita dengan usia 16-22 bulan sebanyak
Total 86 100
11 balita atau 12,8%, distribusi balita
Pada tabel 4.2 diatas menunjukkan dengan usia 23-29 bulan sebanyak 14
bahwa sebanyak 23 balita menderita balita atau 16,3%, distribusi balita dengan
Pneumonia atau sebesar 26,7%, sedangkan usia 30-36 bulan sebanyak 9 balita atau
63 balita tidak menderita Pneumonia atau 10,5%, distribusi balita dengan usia 37-43
sebesar 73,3%. bulan sebanyak 5 balita atau 5,8%,
Frekuensi penderita pneumonia pada distribusi balita dengan usia 44-50 bulan
balita di Puskesmas Kabil bulan Januari- sebanyak 6 balita atau 7,0%, dan distribusi
Juli tahun 2015 ditentukan dengan balita dengan usia 51-57 bulan sebanyak 2
menggunakan rumus Incidence Rate. balita atau 2,3%.
Incidence Rate dari suatu penyakit tertentu
adalah jumlah kasus baru yang terjadi di Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi
kalangan penduduk selama periode waktu Berdasarkan Jenis Kelamin Balita
tertentu (Notoadmodjo, 2011).
Diketahui :Kasus Pneumonia pada
balita di Puskesmas Kabil bulan Januari– Jenis Jumlah Persentase
Kelamin (n) (%)
Juli tahun 2015 sebanyak 88 balita.
Laki-Laki 46 53,5
Populasi balita yang berkunjung ke Perempuan 40 46,5
Puskesmas Kabil Bulan Januari-Juli tahun Total 86 100
2015 sebanyak 638 balita. Jadi, didapatkan
hasil bahwa frekuensi kejadian Pneumonia Pada tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa
pada balita di Puskesmas Kabil bulan distribusi jenis kelamin laki-laki lebih
Januari-Juli tahun 2015 adalah 13,79% banyak daripada perempuan yaitu 46 balita
dari 638 balita. atau 53,5%, sedangkan balita perempuan
sebanyak 40 balita atau 46,5%.
Usia Jumlah Persentase
Balita (n) (%)
(bulan)
2-8 18 20,9
9-15 21 24,4
16-22 11 12,8
23-29 14 16,3
30-36 9 10,5
37-43 5 5,8
44-50 6 7,0
51-57 2 2,3
Total 86 100

UNIVERSITAS BATAM 104


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisis Bivariat mayoritas balita yang berkunjung ke


Puskesmas Kabil Kota Batam bulan
Januari-Juli tahun 2015 mempunyai status
gizi baik. Namun, masih ada yang
mengalami gizi kurang dan gizi buruk.
Menurut BAPPENAS (Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional)
dalam materi Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi 2011-2015 beberapa
faktor yang menyebabkan gizi kurang dan
Tabel 4.5 gizi buruk telah diperkenalkan oleh
Analisis Hubungan Status Gizi dengan UNICEF dan telah disesuaikan dengan
Kejadian Pneumonia PadaBalita di kondisi Indonesia, penyebabnya terdiri
Puskesmas Kabil Kota Batam Bulan dari beberapa tahap diantaranya yaitu
Januari-Juli tahun 2015 penyebab langsung, tidak langsung.
Penyebab langsung yaitu konsumsi
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.5 makanan anak dan penyakit infeksi yang
diatas menunjukkan bahwa dari 86 pasien mungkin diderita anak balita, salah satunya
balita, sebanyak 56 balita yang berstatus pneumonia. Anak yang mendapat makanan
gizi baik menderita pneumonia sebanyak 6 baik tetapi karena sering sakit diare atau
balita atau 10,7% dan yang tidak demam dapat menderita gizi kurang
menderita pneumonia sebanyak 50 balita hingga gizi buruk. Adapun penyebab tidak
atau 89,3%. Sedangkan 23 balita yang langsung yaitu ketahanan pangan di
mempunyai status gizi kurang menderita keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pneumonia sebanyak 15 balita atau 65,2% pelayanan kesehatan dan kesehatan
dan yang tidak menderita pneumonia lingkungan. Faktor – faktor tersebut sangat
sebanyak 8 balita atau 34,8%. Kemudian terkait dengan tingkat pendidikan,
dari 7 balita yang mengalami gizi buruk, 2 pengetahuan, dan keterampilan keluarga.
balita atau 28,6% diantaranya menderita Pola pengasuhan anak dapat berpengaruh
pneumonia dan 5 balita atau 71,4% tidak terhadap konsumsi makanan anak dan
menderita pneumonia. Dari hasil uji penyakit infeksi yang mungkin diderita
statistik dengan Chi Square diperoleh nilai anak balita, salah satunya Pneumonia
p = 0,000 (p ≤ 0,05) yang artinya dapat (Kurnia, 2014).
disimpulkan bahwa ada hubungan yang Berdasarkan hasil wawancara peneliti
signifikan antara status gizi dengan dengan petugas puskesmas, kebanyakan
kejadian pneumonia pada balita di balita dengan status gizi kurang dan gizi
Puskesmas Kabil Kota Batam bulan buruk ditemukan bahwa ibunya memiliki
Januari-Juli tahun 2015. motivasi yang kurang untuk datang ke
PEMBAHASAN posyandu, terutama setelah diimunisasi
Gambaran Status Gizi lengkap di posyandu sampai usia 9 bulan
(imunisasi campak) sehingga melewatkan
Berdasarkan hasil penelitian pada program – program dari posyandu untuk
tabel 4.1, didapatkan gambaran status gizi balita itu sendiri seperti penimbangan berat
balita di Puskesmas Kabil Kota Batam badan, penentuan status pertumbuhannya
bulan Januari-Juli tahun 2015 adalah serta deteksi dini gangguan pertumbuhan,
65,1% balita mempunyai status gizi baik, penyuluhan gizi, dan lain-lain sehingga
26,8% balita berstatus gizi kurang dan gizi balita tidak terpantau dengan baik.
8,1% balita mengalami gizi buruk. Dari Disamping itu, petugas puskesmas juga
hasil tersebut menunjukkan bahwa telah melakukan monitoring 1- 2 bulan ke

UNIVERSITAS BATAM 105


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

rumah – rumah orang tua balita tersebut Kota Batam bulan Januari-Juli tahun 2015
(home visit) ataupun via telepon dan selalu adalah sebanyak 23 balita menderita
memotivasi ibu balita untuk datang ke Pneumonia atau sebesar 26,7%, sedangkan
posyandu. Petugas Puskesmas juga 63 balita tidak menderita Pneumonia atau
memberikan biskuit dan susu bantu untuk sebesar 73,3%. Frekuensi kejadian
setiap balita yang datang ke posyandu, pneumonia pada balita di Puskesmas Kabil
terutama yang terdaftar sebagai balita yang Kota Batam bulan Januari-Juli tahun 2015
berstatus gizi kurang. Namun upaya ini ditentukan dengan menggunakan rumus
tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Incidence Rate didapatkan hasil yaitu
orangtua balita karena motivasi yang 13,79% dari 638 balita. Sedangkan pada
kurang tersebut sehingga tetap saja anak bulan Januari – Juli tahun 2014 frekuensi
mereka mengalami gizi kurang. kejadian Pneumonia Pada Balita di
Peneliti juga telah melakukan Puskesmas Kabil adalah 8,72% dari 1215
wawancara dengan orangtua balita yang balita. Dari hasil tersebut menunjukkan
datang ke puskesmas, dimana kebanyakan bahwa frekuensi kejadian pneumonia pada
orangtua balita tersebut memiliki ekonomi balita di Puskesmas Kabil mengalami
yang rendah dan pengetahuan yang peningkatan dari tahun sebelumnya.
kurang. Hal ini tentunya mempengaruhi Terdapat 3 kelompok faktor risiko yang
kesadaran dari orangtua balita itu sendiri mempengaruhi insidens pneumonia pada
untuk datang ke posyandu ataupun ke anak. Faktor risiko tersebut adalah faktor
puskesmas untuk segera memeriksakan risiko yang selalu ada (definite risk
keadaan anak balitanya dikarenakan jam factors), faktor risiko yang sangat
bekerja dari pagi hingga sore untuk mungkin (likely risk factors), dan faktor
memenuhi kebutuhan keluarga. risiko yang masih mungkin (possible risk
Pengetahuan yang rendah tentang factors). Faktor risiko yang selalu ada
kesehatan balita akan menyulitkan orang (definite) meliputi gizi kurang, berat badan
tua balita untuk mengetahui keadaan lahir rendah (BBLR), tidak ada/ tidak
anaknya sehingga terlambat untuk memberikan ASI, polusi udara dalam
mengetahui penyakit yang dialami ruang, dan pemukiman padat (Rudan,
anaknya dan kapan harus diantar ke 2008).
Puskesmas. Selain itu, ekonomi yang Berdasarkan survei yang telah
rendah tentunya mengakibatkan asupan dilakukan peneliti, wilayah kerja
gizi balita kurang baik, dan juga pola Puskesmas Kabil merupakan daerah yang
makan yang tidak teratur sehingga padat penduduk dan kebersihan
memudahkan balita terserang penyakit. lingkungannya kurang terjaga. Kebersihan
Dari hasil wawancara dengan orang tua yang minim merupakan media yang baik
balita yang mengalami gizi kurang, untuk perkembangan virus dan bakteri,
didapatkan kebanyakan balitanya sedangkan hunian yang terlalu padat akan
menderita batuk pilek, diare, hingga berat memudahkan penyebaran kuman dan
badannya turun, sehingga rentan terhadap penularan penyakit. Hasil wawancara
penyakit infeksi, salah satunya pneumonia. antara peneliti dengan salah seorang dokter
di Puskesmas Kabil menunjukkan bahwa
faktor – faktor yang menyebabkan masih
Distribusi Frekuensi Kejadian banyaknya kasus pneumonia pada balita di
Pneumonia wilayah kerja puskesmas Kabil Kota
Batam diantaranya gizi kurang, penghuni
Berdasarkan hasil penelitian pada rumah yang memiliki kebiasaan merokok,
tabel 4.2, didapatkan distribusi kejadian BBLR, serta sanitasi lingkungan yang
pneumonia pada balita di Puskesmas Kabil kurang memadai.

UNIVERSITAS BATAM 106


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Gizi Kurang yang terjadi pada balita menjadikan rumah sebagai warung yang
penderita pneumonia di Puskesmas Kabil menyebabkan lantai rumahnya mudah
Kota Batam dominan terjadi akibat kotor, padahal anak balita kebanyakan
kurangnya motivasi ibu untuk datang ke sering bermain di lantai rumah.
posyandu dan kurangnya pengetahuan dan
kesadaran terhadap kesehatan balitanya. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Hal ini mengakibatkan sulitnya untuk
mengetahui perkembangan dan gizi balita Berdasarkan hasil penelitian pada
secara rutin sehingga balita yang tabel 4.3, didapatkan proporsi usia balita
mengalami gizi kurang menjadi rentan terbanyak adalah usia 9-15 bulan (24,4%)
penyakit infeksi seperti Pneumonia. atau 21 balita berisiko menderita
Penghuni rumah yang merokok, pneumonia dari 86 balita. Sehingga dapat
terutama ayah dari balita tersebut disimpulkan jika pneumonia lebih berisiko
menempatkan balita menjadi perokok pasif terjadi pada anak usia bawah dua tahun.
dan juga perokok tersier ( third hand Hal ini sesuai dengan teori Price dalam
smoker). Ketika penghuni rumah merokok, Monita (2014), yang menyatakan jika
maka secara tidak sengaja, balita akan risiko terkena pneumonia lebih besar pada
dengan mudahnya menghisap racun yang balita usia di bawah 2 tahun dikarenakan
terdapat pada asap rokok tersebut sehingga status kerentanan anak di bawah 2 tahun
balita menjadi perokok pasif. Hal ini belum sempurna dan lumen saluran napas
diperparah dengan keadaan rumah yang yang masih sempit.
ventilasinya tidak memadai sehingga Anak usia dibawah 2 tahun lebih
mengganggu pertukaran udara dari dalam rawan terhadap penyakit dikarenakan di
dan luar rumah. Hal ini berbeda dengan masa ini anak sedang mengalami
saat penghuni rumah atau ayah balita yang pertumbuhan, perkembangan dan mulai
telah menjadi perokok secara langsung berinteraksi dengan lingkungan, sehingga
menggendong balita tersebut. Saat balita lebih berisiko terkena pneumonia. Selain
digendong oleh perokok, maka secara itu, anak usia 0-24 bulan lebih rentan
tidak sengaja racun yang terdapat di terkena pneumonia dibanding anak yang
partikel yang tertinggal di tubuh perokok berusia diatas 2 tahun karena saluran
tersebut seperti dari bau mulut, rambut, pernapasannya relatif lebih sempit dan
baju, dan kuku akan terhirup oleh balita. imunitasnya yang belum sempurna.
Hal ini mempengaruhi kesehatan saluran
pernapasan balita, karena respirasinya Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
belum berfungsi secara sempurna seperti Kelamin
orang dewasa.
Bayi dengan berat badan lahir rendah Berdasarkan hasil penelitian pada
juga merupakan risiko terjadinya tabel 4.4 , didapatkan proporsi jenis
pneumonia karena imunitas dan kelamin terbanyak adalah laki-laki
pembentukan organ yang belum sempurna. (53,5%) atau sebanyak 46 balita,
Namun, BBLR tidak mempunyai sedangkan perempuan berjumlah 40 balita
kontribusi yang besar untuk kejadian atau 46,5% dari jumlah sampel. Hasil ini
pneumonia di Puskesmas Kabil Kota sejalan dengan penelitian Monita O, dkk
Batam. (2015), berdasarkan Profil Pasien
Sanitasi lingkungan yang kurang Pneumonia Komunitas Di Bagian Anak
memadai juga berperan dalam terjadinya RSUP Dr. M. Djamil Padang Sumatera
pneumonia di Puskesmas Kabil Kota Barat menyatakan bahwa pasien anak laki-
Batam. Menurut hasil pengamatan peneliti laki lebih banyak daripada anak
di sekitar pemukiman warga, banyak yang perempuan dengan perbandingan 1,25 : 1.

UNIVERSITAS BATAM 107


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Berdasarkan hasil pengamatan kurang, hal ini mengakibatkan balita


peneliti, pasien balita yang berkunjung ke semakin rentan terhadap penyakit infeksi,
Puskesmas Kabil Kota Batam lebih banyak salah satunya pneumonia. Status Gizi
yang berjenis kelamin laki – laki daripada kurang memiliki peran dominan untuk
perempuan. Pada umumnya, anak laki- kejadian pneumonia pada balita di
laki lebih banyak beraktivitas daripada Puskesmas Kabil karena faktor motivasi
anak perempuan. Ketidakseimbangan pola ibu yang kurang untuk datang ke posyandu
makan dengan kalori yang dikeluarkan sehingga gizinya kurang terpantau dan
saat bermain atau beraktivitas sulit mendeteksi gangguan pertumbuhan
mempengaruhi kerentanan tubuhnya untuk dan kesehatan secara dini. Hasil ini sejalan
terkena penyakit, apalagi jika orang tua dengan penelitian Hartati (2011)
sibuk bekerja dan kurang memperhatikan didapatkan bahwa status gizi mempunyai
pola hidup anaknya. Jika hubungan yang bermakna dengan kejadian
ketidakseimbangan tersebut terjadi secara pneumonia dengan p value = 0,000.
berkesinambungan, maka besar risiko anak Penelitian ini sejalan dengan
tersebut untuk terkena penyakit karena penelitian yang dilakukan oleh Ariana
imunitas yang menurun, salah satunya (2015) yang menunjukkan hubungan
penyakit akibat infeksi seperti Pneumonia. bermakna antara status gizi dengan
Anak laki-laki adalah faktor risiko pneumonia pada balita di wilayah kerja
yang mempengaruhi kesakitan pneumonia Puskesmas Pedan Klaten dengan desain
(Depkes RI, 2004). Hal ini disebabkan case control, dimana pada kelompok kasus
karena diameter saluran pernapasan anak sebanyak 24 balita (60%) memiliki status
laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan gizi kurang sedangkan pada kelompok
anak perempuan atau adanya perbedaan kontrol sebanyak 14 orang (35%)
dalam daya tahan tubuh antara anak laki- mengalami status gizi kurang. Menurut
laki dan perempuan (Sunyataningkamto, Setiawan R, dkk (2010), pneumonia
2004). mengakibatkan pembentukan IgA
sekretorik pada saluran napas terganggu.
Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian IgA ini berfungsi sebagai pertahanan tubuh
Pneumonia Pada Balita pada anak. Anak yang malnutrisi akan
mengalami penurunan produksi dan fungsi
Hasil analisis hubungan antara status IgAnya.
gizi dengan kejadian pneumonia pada Penelitian lain yang sejalan adalah
penelitian ini menunjukkan anak balita penelitian Gozali (2010) tentang hubungan
dengan status gizi kurang yang menderita status gizi dengan klasifikasi pneumonia
pneumonia terdapat sebanyak 15 (65,2%), pada balita di Puskesmas Gilingan
balita dengan status gizi baik yang Kecamatan Banjarsari Surakarta dengan
mengalami pneumonia sebanyak 6 nilai signifikansi 0,01 yang berarti
(10,7%), dan balita dengan status gizi signifikan atau bermakna. Namun
buruk mengalami pneumonia sebanyak 2 penelitian ini tidak sejalan dengan
(28,6%). penelitian yang dilakukan Rahmin (2011)
Hasil Uji statistik Chi-Square dan Widayat (2014) yang menyatakan
menjelaskan ada hubungan yang signifikan tidak ada hubungan antara status gizi
antara status gizi balita dengan kejadian dengan kejadian pneumonia pada balita.
pneumonia (p value = 0,000 ; α=0,05).
Usia balita merupakan tahapan
perkembangan anak yang cukup rentan
terhadap berbagai penyakit, ditambah
dengan kontribusi asupan gizi yang

UNIVERSITAS BATAM 108


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

KESIMPULAN DAN SARAN yang terkait dengan pencegahan


penyakit pneumonia.
Kesimpulan b. Melakukan peningkatan upaya
kesehatan promotif dan preventif
Berdasarkan hasil penelitian yang salah satunya dengan menjalankan
dilakukan peneliti pada balita di program Manajemen Terpadu Balita
Puskesmas Kabil Kota Batam Bulan Sakit (MTBS) sesuai alurnya secara
Januari – Juli Tahun 2015, dapat rutin dalam penanggulangan
disimpulkan bahwa : penyakit ISPA terutama
1. Sebagian besar (65,1%) balita memiliki Pneumonia.
status gizi baik dari total populasi 86 c. Meningkatkan motivasi orangtua
balita dan anak balita dengan balita untuk datang ke posyandu
pneumonia sebagian besar berstatus secara rutin.
gizi kurang. d. Pendokumentasian riwayat
2. Frekuensi kejadian Pneumonia pada kesehatan dan hasil pemeriksaan
balita di Puskesmas Kabil bulan anak secara komprehensif serta
Januari-Juli tahun 2015 mengalami pengkajian status gizi balita perlu
peningkatan dari tahun sebelumnya ditingkatkan sehingga kesehatan
yaitu 13,79% dari total populasi 638 anak balita dapat terpantau dengan
balita . baik.
3. Distribusi usia balita terbanyak adalah
usia 9-15 bulan sebanyak 21 balita atau 2. Kepada Orang Tua Balita
24,4%.
4. Distribusi balita dengan jenis kelamin a. Menyadari pentingnya
laki-laki lebih banyak daripada memperhatikan status gizi balita
perempuan yaitu 46 balita atau 53,5%. untuk menghindari balita dari
5. Ada hubungan yang signifikan antara berbagai penyakit infeksi,
status gizi dengan kejadian Pneumonia khususnya Pneumonia dan
pada balita di Puskesmas Kabil Kota pentingnya memeriksakan balita ke
Batam bulan Januari-Juli tahun 2015 instansi kesehatan terdekat secara
menggunakan uji statistik Chi square dini bila terdapat keluhan gizi
diperoleh nilai p=0,000 < p=0,05. kurang ataupun tanda – tanda
penumonia. Orangtua diharapkan
Saran untuk datang ke posyandu secara
rutin dan mengikuti semua
1. Kepada Instansi Kesehatan programnya dengan baik.
a. Memberikan informasi kesehatan b. Meningkatkan kesadaran tentang
dan edukasi kepada masyarakat kesehatan terkait penanggulangan
tentang pentingnya memperhatikan terjadinya ISPA terutama
gizi balita terkait hubungannya Pneumonia pada balita seperti
dengan pneumonia. Kegiatan kebersihan rumah dan lingkungan
edukasi ini dapat berupa serta kebiasaan merokok pada
komunikasi interaktif antara anggota keluarga perlu
petugas kesehatan dengan orangtua dikendalikan.
balita, pemasangan spanduk atau
membagikan brosur, pembuatan 3. Kepada Peneliti Selanjutnya
video yang memuat informasi
tentang pentingnya pemenuhan gizi Perlu dilakukan penelitian lanjutan
anak secara optimal dan hal lain dengan menggunakan data primer

UNIVERSITAS BATAM 109


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

seakurat mungkin untuk mengetahui Surakarta: Fakultas Kedokteran


bagaimana peran status gizi untuk Universitas Sebelas Maret.
mengurangi atau menurunkan kejadian
pneumonia pada balita di tempat yang Hartati, Susi. 2011. Analisis Faktor Risiko
sama maupun berbeda. Serta dapat juga Yang Berhubungan Dengan Kejadian
diteliti dengan penambahan variabel Pneumonia Pada Anak Balita Di
seperti status imunisasi, pemberian ASI RSUD Pasar Rebo Jakarta. Thesis.
Eksklusif, lingkungan, dan lainnya agar Depok: Universitas Indonesia.
hubungan antar variabel didapatkan
Kementerian Kesehatan Republik
lebih jelas.
Indonesia. 2007. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2005. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kementerian Kesehatan Republik
Utama. Indonesia. 2014. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Ariana, Siwi. 2015. Hubungan Status Gizi
Kementerian Kesehatan Republik
Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Indonesia.
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pedan Klaten. Surakarta: Universitas Kurnia R, Fitri. 2014. Faktor Risiko
Muhammadiyah Surakarta. Underweight Balita Umur 7-59
bulan. Jurnal Kesehatan
Calistania, C. Indawati, W. 2014.
Masyarakat. Diakses 24 Januari
Pneumonia ; Kapita Selekta
2016 Jam 21.35 WIB
Kedokteran essential of medicine
Edisi ke 4 Jilid 1. Jakarta : Media Machmud, R.2006. Pneumonia Balita.
Aesculapius. Padang: Andalas University Press
Departemen Kesehatan Republik Monita O, Yuniar, Finny F. 2015. Profil
Indonesia. 2004. Pedoman Program Pasien Pneumonia Komunitas Di
Pemberantasan Penyakit Infeksi Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Padang Sumatera Barat. Jurnal
untuk Penanggulangan Pneumonia Kesehatan Andalas 2015. Diakses 15
Pada Balita. Jakarta: Departemen November 2015 Jam 10.00 WIB
Kesehatan Republik Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi
Dinas Kesehatan Kota Batam. 2013. Profil Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kesehatan Kota Batam Tahun 2013 - Rineka Cipta.
2014. Kota Batam.
Pudjiadi, Antonius H. dkk. 2009. Pedoman
Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau. Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
2012. Profil Kesehatan Provinsi Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter
Kepulauan Riau Tahun 2012. Anak Indonesia.
Kepulauan Riau
Rahmin, R. 2011. Faktor Yang
Gozali, Achmad. 2010. Hubungan Status Berhubungan Dengan Kejadian
Gizi Dengan Klasifikasi Pneumonia Suspek Pneumonia Pada Balita di
Pada Balita Di Puskesmas Gilingan Wilayah Kota Payakumbuh Tahun
Kecamatan Banjarsari Surakarta. 2011. Skripsi. Universitas Andalas

UNIVERSITAS BATAM 110


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z,


Mulholland K, Campbell H.
Epidemiology and etiology of
childhood pneumonia. Bull World
Health Organization 2008 ; dalam
Buletin Jendela Epidemiologi Vol.3
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2010
Setiawan R, Ida, Budi. 2010. Hubungan
Status Gizi Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita di Puskesmas
Palasari Kecamatan Ciater
Kabupaten Subang Tahun 2010.
Bandung: Poltekes Keperawatan
Bandung
Sunyataningkamto, dkk. 2004. The Role of
Indoor Air Pollution and Other
Factors in the Incidence of
Pneumonia in Under-Five Children.
Paediatrica Indonesiana.
Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Pneumonia
; Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia.
Widayat, Andri. 2014. Faktor – Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Pneumonia Pada Balita Di Wilayah
Puskesmas Mojogedang II
Kabupaten Karanganyar. Artikel
Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhamadiyah Surakarta

UNIVERSITAS BATAM 111


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA


PASIEN YANG BEROBAT DI POLI THT RUMAH SAKIT CAMATHA SAHIDYA
KOTA BATAM TAHUN 2015

Yonixs Majri Roza, Saiful Batubara, Cevy Amelia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK

Yonixs Majri Roza, 61112099, 2016. Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Rinitis
Alergi pada Pasien yang Berobat di Poli THT Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam
Tahun 2015.

Latar Belakang : Rinitis Alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi. Penyakit ini berhubungan dengan paparan alergen seperti debu
tungau, hewan peliharaan seperti kucing dan anjing. Berbagai pemicu yang bisa berperan
adalah beberapa faktor non spesifik diantaranya asap rokok dan polusi udara. Angka kejadian
Rinitis Alergi di Rumah Sakit Camatha Sahidya yang tercatat pada bulan januari hingga
agustus tahun 2015 sebanyak 273 pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan faktor resiko dengan kejadian Rinitis Alergi.

Metode : Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam. Teknik pengambilan
sampel adalah Accidental Sampling. Sampel dari penelitian ini berjumlah 40 orang yang
ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan
menggunakan uji Chi-square.

Hasil : Lebih dari separuh responden yang ada memelihara hewan peliharaan sebanyak 25
orang (62,5%). Lebih dari separuh responden yang terpapar asap kendaraan sebanyak 22
orang (55,0%). Kurang dari separuh responden yang mempunyai riwayat keluarga perokok
sebanyak 16 orang (40,0%). Kurang dari separuh responden yang memiliki riwayat alergi
atau penyakit atopi sebanyak 12 orang (30,0%). Hasil analisa bivariat dengan uji Chi-square
pada memelihara hewan peliharaan diperoleh (p=0,412), pada terpapar asap kendaraan
(p=0,001), pada terpapar asap rokok (p=0,002), pada riwayat alergi atau penyakit atopi
(p=0,013). Jika p value > 0,05, artinya H0 gagal ditolak dan p value < 0,05 H0 ditolak.

Simpulan : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara terpapar asap kendaraan, riwayat keluarga perokok, riwayat alergi atau penyakit atopi
dengan kejadian Rinitis Alergi. Tidak ada hubungan yang bermakna antara memelihara
hewan peliharaan dengan kejadian rinitis alergi.

Kata Kunci : Rinitis Alergi, Hewan Peliharaan, Asap Kendaraan, Asap Rokok, Riwayat
Alergi, Penyakit Atopi

UNIVERSITAS BATAM 112


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN 3.6%.Data juga dikumpulkan pada usia 13-


14 tahun dengan angka sebagai berikut:
Rinitis alergi merupakan penyakit Malaysia 12.5%-19.8%, Thailand
inflamasi yang disebabkan oleh reaksi (Bangkok)23.9%, China (Beijing) 10.9%,
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya Filipina 11%, Jepang 17.6%, Korea 11.9%,
sudah tersensitasi dengan alergen yang Taiwan 17.8%, Singapura 16.5%, dan
sama serta di lepaskannya suatu mediator Indonesia 4.8%. Dari data diatas, juga
kimia ketika terjadi paparan ulangan dapat disimpulkan bahwa prevalensi rinitis
dengan alergen spesifik tersebut.1 alergi pada anak berusia 13-14 tahun lebih
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tinggi daripada anak berusia 6-7 tahun.4
tergantung dari klasifikasi. Beberapa
pasien sensitif terhadap beberapa alergen. METODE PENELITIAN
Alergen yang menyebabkan rinitis alergi
musiman biasanya berupa serbuk sari atau Desain penelitian ini adalah analitik
jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang observasional, dengan pendekatan Cross
tahun) diantaranya debu tungau, terdapat sectional yang bertujuan untuk
dua spesies utama tungau yaitu menggambarkan terjadinya Rinitis Alergi
Dermatophagoides farinae dan dalam pengamatan sewaktu. Sedangkan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, jenis penelitian ini adalah penelitian
binatang peliharaan seperti kucing dan kuntitatif.
anjing. Faktor resiko untuk terpaparnya Populasi dalam penelitian ini adalah
debu tungau biasanya karpet serta sprai seluruh pasien yang berobat di Poli THT
tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam
kelembaban udara. Kelembaban yang Tahun 2016. berdasarkan rumus tersebut
tinggi merupakan faktor resiko untuk maka n yang didapatkan adalah 96
untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu responden sehingga penelitian ini
yang bisa berperan dan memperberat setidaknya penulis harus mengambil data
adalah beberapa faktor nonspesifik dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah
diantaranya asap rokok, polusi udara, bau 96 orang. Teknik pengambilan sampel
aroma yang kuat atau merangsang dan dilakukan secara Accidental Sampling.
perubahan cuaca.2 Data primer yakni data yang diambil
melalui hasil pengisisan kuesioner oleh
Di seluruh dunia, prevalensi rinitis responden secara langsung. Data sekunder
alergi terus meningkat. Studi menunjukkan yakni data yang diambil melalui rekam
bahwa rinitis alergi musiman (hay fever) medik pasien yang berobat di Poli THT
ditemukan pada sekitar 10% sampai 20% Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam.
dari populasi umum, dengan prevalensi Variabel dalam penelitian ini menggunakan
yang lebih besar pada anak. Prevalensi dua variabel yaitu variabel dependen
rinitis alergi di Amerika Utara 10-20%, di (Rinitis Alergi) dan variabel independen
Eropa sekitar 10-15%, Thailand sekitar (Faktor Resiko).
20%, jepang sekitar 10%, sedangkan di Analisis data menggunakan Analisis
Indonesia sekitar 10-26% pengunjung Univariat dan Analisis Bivariat. Analisis
Poliklinik THT di beberapa rumah sakit ini menggunakan uji statistik Chi-square.
besar datang dengan keluhan rinitis alergi.3 Jika p value > 0,05, artinya H0 gagal
Penelitian di Asia Pasifik pada anak ditolak dan p value < 0,05 H0 ditolak.
berusia 6-7 tahun dengan kuesioner
ISAAC menunjukkan data sebagai berikut:
Malaysia 4.2% - 6.2%, Thailand
(Bangkok) 13.4%, Jepang 10.6%, Korea
9%, Taiwan 24.2%, dan Indonesia

UNIVERSITAS BATAM 113


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

riwayat alergi atau penyakit atopi


HASIL PENELITIAN sebanyak 28 orang (70,0%).

Analisis Univariat

1. Faktor Resiko Rinitis Alergi


2. Rinitis Alergi
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Faktor Tabel 2 Distribusi Frekuensi
Resiko Rinitis Alergi Riwayat Alergi atau Penyakit
Atopi
Persentase
Frekuensi (f) (%)
Faktor Resiko Rinitis Frekuens Persentasi
No Alergi i (%)
Rinitis Alergi
Tidak
Ya Tidak Ya Ya 18 45
Tidak 22 55
Memelihara
62,5
1. Hewan 15 25 37,5 Jumlah 40 100
Peliharaan

Terpapar
Tabel 2. menunjukkan bahwa
2. Asap 22 18 55
45 responden yang mengalami rinitis
Kendaraan alergi sebanyak 18 orang (45%) dan
responden yang tidak mengalami
Riwayat
60
rinitis alergi sebanyak 22 orang
3. Keluarga 16 24 40 (55%).
Perokok

Riwayat Analisis Bivariat


Alergi atau 70
4. 12 28 30
Penyakit
Atopi Tabel 6 Hubungan Memelihara Hewan
Peliharaan Dengan Kejadian Rinitis
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat Alergi Pada Pasien Yang Berobat Di
diketahui bahwa responden yang ada Poli THT Rumah Sakit Camatha
memelihara hewan peliharaan Sahidya Kota Batam Tahun 2015
sebanyak 15 orang (37,5%) dan
responden yang tidak ada memlihara
Rinitis Alergi Total
hewan peliharaan sebanyak 25 orang
(62,5%). Responden yang terpapar Memelihara
P
asap kendaraan sebanyak 22 orang Hewan
Tidak Ya Value
Peliharaan
(55,0%) dan responden yang tidak
terpapar asap kendaraan sebanyak 18 f % f % f %
orang (45,0%). Responden yang
mempunyai riwayat keluarga perokok 100
15 60 10 40 25
sebanyak 16 orang (40,0%) dan Tidak
responden yang tidak mempunyai
riwayat keluarga perokok sebanyak 24 0,412
7 46,7 8 53,3 15 100
orang (60,0%). Responden yang Ya
memiliki riwayat alergi atau penyakit
atopi sebanyak 12 orang (30,0%) dan Total 22 18 40 100
responden yang tidak memiliki

UNIVERSITAS BATAM 114


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

responden (83,3%) yang tidak terpapar


Berdasarkan hasil tabel 5 diatas asap kendaraan dan tidak mengalami
dapat diketahui bahwa terdapat 15 rinitis alergi. Sebanyak 3 responden
responden (60%) yang tidak memelihara (16,7%) yang tidak terpapar asap
hewan peliharaan dan tidak mengalami kendaraan tetapi mengalami rinitis alergi.
rinitis alergi. Sebanyak 10 responden Sedangkan 7 responden (31,82%) yang
(40%) yang tidak memelihara hewan terpapar asap kendaraan dan tidak
peliharaan tetapi mengalami rinitis alergi. mengalami rinitis alergi dan sebanyak 15
Sedangkan 7 responden (46,7%) yang responden (68,18%) responden terpapar
memelihara hewan peliharaan dan tidak asap kendaraan dan mengalami rinitis
mengalami rinitis alergi dan sebanyak 8 alergi.
responden (53,3%) responden memelihara Dari hasil perhitungan Chi-Square
hewan peliharaan dan mengalami rinitis didapatkan nilai p value sebesar 0,001
alergi. karena hasil p value < 0,05 berarti Ha
Dari hasil perhitungan Chi- diterima dan Ho ditolak, maka dapat
Square didapatkan nilai p value sebesar disimpulkan bahwa ada hubungan yang
0,412 karena hasil p value > 0,05 berarti signifikan antara terpapar asap kendaraan
Ha ditolak dan Ho diterima, maka dapat dengan kejadian rinitis alergi pada pasien
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang berobat di poli tht rumah sakit
yang signifikan antara memelihara hewan camatha sahidya kota batam tahun 2015.
peliharaan dengan kejadian rinitis alergi
pada pasien yang berobat di Poli THT Tabel 8 Hubungan Riwayat Keluarga
Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Perokok Dengan Kejadian Rinitis
Batam Tahun 2015. Alergi Pada Pasien Yang Berobat Di
Poli THT Rumah Sakit Camatha
Tabel 7 Hubungan Terpapar Asap Sahidya Kota Batam Tahun 2015
Kendaraan Dengan Kejadian Rinitis
Alergi Pada Pasien Yang Berobat Di
Poli THT Rumah Sakit Camatha Rinitis Alergi Total
Sahidya Kota Batam Tahun 2015 Riwayat
P
keluarga
Tidak Ya Value
perokok
Rinitis Alergi Total
f % f % f %
Terpapar
P
Asap
Tidak Ya Value
Kendaraan 100
18 75 6 25 24
Tidak
f % f % f %
0,002
4 25 12 75 16 100
100
15 83,3 3 16,7 18 Ya
Tidak

Total 22 18 40 100
0,001
7 31,82 15 68,18 22 100
Ya

Berdasarkan hasil tabel 4.6 diatas


Total 22 18 40 100
dapat diketahui bahwa terdapat 18
responden (75%) yang tidak ada riwayat
keluarga perokok dan tidak mengalami
Berdasarkan hasil tabel 4.6 diatas rinitis alergi. Sebanyak 6 responden (25%)
dapat diketahui bahwa terdapat 15 yang tidak ada riwayat keluarga perokok

UNIVERSITAS BATAM 115


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

tetapi mengalami rinitis alergi. Sedangkan rinitis alergi dan sebanyak 9 responden
4 responden (25%) yang ada riwayat (75%) yang ada riwayat alergi atau
keluarga perokok dan tidak mengalami penyakit atopi dan mengalami rinitis
rinitis alergi dan sebanyak 12 responden alergi.
(75%) yang ada riwayat keluarga perokok
dan mengalami rinitis alergi. Dari hasil perhitungan Chi-Square
didapatkan nilai p value sebesar 0,013
Dari hasil perhitungan Chi-Square karena hasil p value < 0,05 berarti Ha
didapatkan nilai p value sebesar 0,002 diterima dan Ho ditolak, maka dapat
karena hasil p value < 0,05 berarti Ha disimpulkan bahwa ada hubungan yang
diterima dan Ho ditolak, maka dapat signifikan antara riwayat alergi atau
disimpulkan bahwa ada hubungan yang penyakit atopi dengan kejadian rinitis
signifikan antara riwayat keluarga perokok alergi pada pasien yang berobat di poli
dengan kejadian rinitis alergi pada pasien THT Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota
yang berobat di poli tht rumah sakit Batam tahun 2015.
camatha sahidya kota batam tahun 2015.
PEMBAHASAN
Tabel 9 Hubungan Riwayat Alergi
Atau Penyakit Atopi Dengan A. Pembahasan Univariat
Kejadian Rinitis Alergi Pada Pasien 1. Memelihara Hewan Peliharaan
Yang Berobat Di Poli THT Rumah Berdasarkan hasil
Sakit Camatha Sahidya Kota Batam penelitian pada tabel 1, didapatkan
Tahun 2015 distribusi frekuensi memelihara
hewan peliharaan pada pasien
Rinitis Alergi Total
Riwayat yang berobat di poli THT Rumah
Alergi atau P Sakit Camatha Sahidya Kota
Penyakit Tidak Ya Value Batam adalah sebanyak 15 orang
Atopi responden (37,5%) yang ada
f % f % f % memelihara hewan peliharaan dan
25 orang responden (62,5%) yang
100 tidak ada memiliki hewan
19 67,86 9 32,14 28
Tidak peliharaan.

0,013 Memelihara hewan


3 25 9 75 12 100 peliharaan secara bermakna
Ya
mempunyai resiko tersensitisasi
penyakit bila hewan peliharaan
Total 22 18 40 100
tinggal didalam rumah.

Berdasarkan keterangan
Berdasarkan hasil tabel 4.8 diatas diatas peneliti berpendapat bahwa
dapat diketahui bahwa terdapat 19 pasien yang berobat di Poli THT
responden (67,86%) yang tidak ada Rumah Sakit Camatha Sahidya ada
riwayat alergi atau penyakit atopi dan tidak yang memelihara hewan peliharaan
mengalami rinitis alergi. Sebanyak 9 dan ada juga yang tidak
responden (32,14%) yang tidak ada memelihara hewan peliharaan.
riwayat alergi atau penyakit atopi tetapi Disini mungkin kebanyakan
mengalami rinitis alergi. Sedangkan 3 responden memelihara hewan
responden (25%) yang ada riwayat alergi peliharaannya dengan baik seperti
atau penyakit atopi dan tidak mengalami

UNIVERSITAS BATAM 116


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

memberikan kandang khusus Rumah Sakit Camatha Sahidya


kepada hewan tersebut agar terjaga kebanyakan bekerja di tempat
kesehatannya, kemudian industri di Batam. Secara tidak
membersihkan kandangnya secara langsung masyarakat di Batam
rutin, memandikan hewan sering terpapar asap kendaraan
peliharaan agar terjaga pada saat beraktivitas di luar
kebersihannya, merawat bulu rumah seperti pada saat pergi dan
hewan secara rutin agar tidak pulang kerja, seiring dengan
mudah rontok, memberikan makan seringnya masyarakat terpapar
hewan tersebut dengan makanan asap kendaraan khususnya pada
khusus yang mengandung vitamin pasien yang berobat di Poli THT
dan protein yang dapat membantu Rumah Sakit Camatha Sahidya itu
pertumbuhan dan kesehatannya, akan mempengaruhi kesehatan
memberikan vaksin untuk masyarakat itu sendiri. Kita tahu
mencegah penyakit yang sering bahwa asap kendaraan yang terlalu
menyerang hewan itu sendiri dan sering kita hirup itu akan berakibat
hal ini juga mampu menghindari fatal bagi kesehatan kita. Semakin
penularan penyakit pada pemilik banyak kendaraan bermotor dan
terhadap hewan peliharaan, secara alat-alat industri yang
rutin membawa hewan peliharaan mengeluarkan gas yang
ke dokter hewan untuk mengecek mencemarkan lingkungan akan
kesehatan hewan tersebut. semakin parah pula pencemaran
udara yang terjadi.
2. Terpapar Asap Kendaraan
Berdasarkan hasil 3. Riwayat Keluarga Perokok
penelitian pada tabel 2, didapatkan
distribusi frekuensi terpapar asap Berdasarkan hasil penelitian
kendaraan pada pasien yang pada tabel 4.3, didapatkan
berobat di poli THT Rumah Sakit distribusi frekuensi riwayat
Camatha Sahidya Kota Batam keluarga perokok pada pasien yang
adalah sebanyak 22 orang (55,0%) berobat di poli THT Rumah Sakit
yang ada terpapar asap kendaraan Camatha Sahidya Kota Batam
dan 18 orang (45,0%) responden tahun 2015 adalah sebanyak 16
yang tidak ada terpapar asap orang (40%) responden yang ada
kendaraan. riwayat keluarga perokok dan 24
orang (60%) responden yang tidak
Udara merupakan sumber
ada riwayat keluarga perokok.
daya yang penting bagi kehidupan
Paparan asap rokok
manusia, hewan dan tumbuhan.
merupakan paparan asap yang
Meningkatnya aktivitas manusia
dihirup oleh seseorang yang bukan
diberbagai bidang, mulai dari
perokok. Asap rokok lebih
aktivitas industri, pertanian,
berbahay terhadap perokok pasif
pertambangan, peternakan dan
daripada perokok aktif. Asap rokok
perikanan maupun transportasi
yang dihembuskan oleh perokok
akan mempengaruhi kualitas udara
aktif dan terhirup oleh perokok
sehingga menyebabkan
pasif, limak kali lebih banyak
pencemaran udara.
mengandung karbon monoksida,
Berdasarkan keterangan
empat kali lebih banyak
diatas, peneliti berpendapat bahwa
mengandung tar dan nikotin. Satu
pasien yang berobat di Poli THT

UNIVERSITAS BATAM 117


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

batang rokok mengandung kurang Orangtua yang atopi biasanya akan


lebih 4000 jenis bahan kimia mempunyai anak yang atopi juga,
dengan 40% kandungan racun. dan reaksi alergi mereka
Berdasarkan teori tersebut, cenderung lebih hebat daripada
peneliti berpendapat bahwa anak dengan orangtua yang tidak
merokok secara aktif maupun pasif mempunyai riwayat atopi.
pada dasarnya akan menghisap
karbon monoksida (CO) yang B. Pembahasan Bivariat
bersifat merugikan. Efek langsung
asap rokok selama 2 jam pada 1. Hubungan Memelihara Hewan
dosis yang rendah dapat Peliharaan Dengan Kejadian
menyebabkan sumbatan dan Rinitis Alergi
menurunnya pasase udara hidung.
Bila proses spasme berlangsung Berdasarkan hasil penelitian
lama dan terus menerus maka dengan menggunakan Chi-Square
pembuluh darah akan mudah rusak didapatkan nilai p value sebesar
dengan terjadinya proses 0,412 karena hasil p value > 0,05
aterosklerosis (penyempitan). berarti Ha ditolak dan Ho diterima,
maka dapat disimpulkan bahwa
4. Riwayat Alergi atau Penyakit tidak ada hubungan yang signifikan
Atopi antara memelihara hewan
peliharaan dengan kejadian rinitis
Berdasarkan hasil penelitian alergi pada pasien yang berobat di
pada tabel 4.4, didapatkan poli tht rumah sakit camatha
distribusi frekuensi riwayat alergi sahidya kota batam tahun 2015.
atau penyakit atopi pada pasien Dari hasil penelitian
yang berobat di poli THT Rumah dilapangan 37,5% responden ada
Sakit Camatha Sahidya Kota memelihara hewan peliharaan yaitu
Batam tahun 2015 adalah sebanyak kucing atau anjing. Namun 62,5%
12 orang (30%) yang ada riwayat responden tidak ada memelihara
alergi atau penyakit atopi dan 28 hewan peliharaan. Hal ini
orang (70%) yang tidak ada menyebabkan memelihara hewan
riwayat alergi atau penyakit atopi. peliharaan dalam penelitian ini
Dalam beberapa referensi bukan merupakan faktor resiko
disebutkan bahwa jika salah satu kejadian rinitis alergi pada pasien
orangtua mengalami alergi maka yang berobat di poli THT Rumah
anaknya memiliki kecenderungan Sakit Camatha Sahidya Kota
25%-40% akan mengalami alergi Batam tahun 2015.
pula. Namun jika kedua Hasil ini sejalan dengan
orangtuanya maka makin penelitian Pujo Widodo (2004)
meningkat pula resiko anaknya bahwa tidak ada hubungan antara
akan mengalami alergi pula, yaitu memelihara hewan peliharaan
50%-70%.5 dengan kejadian rinitis alergi. Hal
Berdasarkan teori tersebut, ini mungkin hewan peliharaan
peneliti berpendapat bahwa besar sudah disterilkan dan tidak tinggal
pengaruh orangtua yang didalam rumah. Memelihara hewan
mempunyai riwayat alergi atau peliharaan didalam rumah akan
penyakit atopi. Hal ini jelas mempunyai resiko yang
6
berpengaruh kepada keturunannya. bermakna.

UNIVERSITAS BATAM 118


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

udara hidung. Pada satu penelitian


2. Hubungan Terpapar Asap asap rokok pada tikus
Kendaraan Dengan Kejadian menyebabkan terjadinya
Rinitis Alergi peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang
Iritan sistem pernapasan menyebabkan gejala yang sama,
seperti Sulfur dioksida (SO2), sedangkan efek tak langsung
Nitrogen Oksida (NOx) dan dipercaya dapat merubah respon
partikel dari sisa pembakaran diesel imun proinflamasi yang
menyebabkan meningkatnya kadar dimediatori IgE. Paparan asap
IgE dengan berbagai macam rokok pada awal kehidupan
mekanisme inflamasi lokal pada dihubungkan dengan meningkatnya
saluran pernapasan, sehingga resiko terjadinya rinitis alergi,
meningkatkan kontak jaringan asma dan eksema. Asap rokok
terhadap alergen dan dapat sebagai pencetus terjadinya
menimbulkan reaksi alergi.6 serangan asma pada penderita
Berdasarkan hasil penelitian asma.6
dengan menggunakan Chi-Square Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan nilai p value sebesar dengan menggunakan Chi-Square
0,001 karena hasil p value < 0,05 didapatkan nilai p value sebesar
berarti Ha diterima dan Ho ditolak, 0,002 karena hasil p value< 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa ada berarti Ha diterima dan Ho ditolak,
hubungan yang signifikan antara maka dapat disimpulkan bahwa ada
terpapar asap kendaraan dengan hubungan yang signifikan antara
kejadian rinitis alergi pada pasien memelihara hewan peliharaan
yang berobat di poli tht rumah sakit dengan kejadian rinitis alergi pada
camatha sahidya kota batam tahun pasien yang berobat di poli tht
2015. rumah sakit camatha sahidya kota
Hasil penelitian ini sejalan batam tahun 2015.
dengan penelitian Nugraha (2011) Hasil penelitian ini tidak
bahwa ada hubungan terpapar asap sejalan dengan hasil penelitian
kendaraan dengan kejadian rinitis yang dilakukan Yahya Kholid
alergi. Hal ini disebabkan (2013) dan Pujo Widodo (2004)
Kandungan sulfur dioksida (SO2), yang mengatakan bahwa tidak ada
nitrogen oxida (NOx), ozon (O3), hubungan antara terpapar asap
carbon monoksida (CO), dan kendaraan dengan kejadiuan rinitis
partikel dengan diameter 10 μm alergi. Perbedaan hasil ini dapat
atau kurang yang banyak terdapat dikarenakan dengan kebiasaan
pada asap kendaraan diduga responden memakai kendaraan atau
berhubungan dengan kejadian tempat bekerja dari responden.5,6
rinitis alergi.7
4. Hubungan Riwayat Alergi Lain
3. Hubungan Riwayat Keluarga atau Penyakit Atopi Dengan
Perokok Dengan Kejadian Kejadian Rinitis Alergi
Rinitis Alergi
Efek langsung asap rokok Riwayat keluarga
selama 2 jam pada dosis yang merupakan salah satu faktor resiko
rendah dapat menyebabkan yang memberikan dampak terhadap
sumbatan dan menurunnya pasase kejadian rinitis alergi.

UNIVERSITAS BATAM 119


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Perkembangan sistem imun sudah SIMPULAN


dimulai sejak dalam kandungan.
Tidak berbeda halnya dengan Simpulan dalam penelitian ini
kepekaan sistem imun menghadapi di dapatkan lebih dari separuh
benda yang dianggap alergen oleh responden yang ada memelihara
sistem imun orangtua. Hal ini hewan peliharaan, lebih dari separuh
dihubungkan dengan kromosom responden yang terpapar asap
5q. Dalam beberapa referensi kendaraan , kurang dari separuh
disebutkan bahwa jika salah satu responden yang mempunyai riwayat
orangtua mengalami alergi maka keluarga perokok Kurang dari separuh
anaknya memiliki kecenderungan responden yang memiliki riwayat
25%-40% akan mengalami alergi alergi atau penyakit atopi. Hampir
pula. Namun jika kedua separuh dari responden yang
orangtuanya maka makin mengalami rinitis alergi. Hasil analisa
meningkat pula resiko anaknya bivariat dengan uji Chi-square pada
akan mengalami alergi pula, yaitu memelihara hewan peliharaan
50%-70%. (Piau J, dalam yahya diperoleh (p=0,412), pada terpapar
kholid, 2013) asap kendaraan (p=0,001), pada
Berdasarkan hasil penelitian terpapar asap rokok (p=0,002), pada
dengan menggunakan Chi-Square riwayat alergi atau penyakit atopi
didapatkan nilai p value sebesar (p=0,013). Jika p value > 0,05, artinya
0,013 karena hasil p value < 0,05 H0 gagal ditolak dan p value < 0,05 H0
berarti Ha diterima dan Ho ditolak, ditolak. Terdapat hubungan yang
maka dapat disimpulkan bahwa ada signifikan antara terpapar asap
hubungan yang signifikan antara kendaraan, riwayat keluarga perokok,
memelihara hewan peliharaan riwayat alergi atau penyakit atopi
dengan kejadian rinitis alergi pada dengan kejadian Rinitis Alergi pada
pasien yang berobat di poli tht pasien yang berobat di poli THT
rumah sakit camatha sahidya kota Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota
batam tahun 2015. Batam tahun 2015 dan tidak ada
Hasil penelitian ini sejalan hubungan yang bermakna antara
dengan penelitian yang dilakukan memelihara hewan peliharaan dengan
oleh Nugraha (2011) dan Pujo kejadian rinitis alergi pada pasien
Widodo (2004) yang yang berobat di poli THT Rumah
mengemukakan bahwa ada Sakit Camatha Sahidya Kota Batam
hubungan antara riwayat alergi atau tahun 2015.
penyakit atopi dengan kejadian
rinitis alergi.6,7 DAFTAR PUSTAKA
Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian dan teori 1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007.
yang tersebut diatas bahwa riwayat Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
alergi atau penyakit atopi yang Hidung, Kepala & Leher Edisi Ke-6.
dimiliki oleh orang tua akan Jakarta : FKUI.
berpengaruh besar kepada anaknya 2. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C.,
untuk menderita alergi juga. 1994. Ear, Noise, and Throat Disease.
Edisi ke-2. Thieme. New York.
3. Rahmawati., Abdul Qadar Punagi dan
Eka Savitri., 2008. Hubungan Antara
Beratnya Rhinitis, Reaktivitas Tes
Cukit Kulit dan Kadar

UNIVERSITAS BATAM 120


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Immunoglobulin E Tungan Debu


Rumah Pada Subjek Rhinitis Alergi di
Makassar. Tesis, Universitas
Hasanuddin. Makassar.
4. Wong, G. W. K., et al., 2013.
Changing Prevalence of Allergic
Diseases in the Asia-Pasific Region.
Allergy Asthma Immunol Res.
5. Kholid Y. 2013. Tesis : Prevalensi
dan faktor resiko kejadian rinitis
alergi pada usia 13-14 tahun di
Ciputat Timur dengan menggunakan
kuisioner International Study of
Asthma and Allergy in Childhood
(ISAAC).
6. Widodo P. 2004. Tesis : Hubungan
antara rinitis alergi dengan faktor-
faktor resiko yang mempengaruhi
pada siswa SLTP kota Semarang usia
13-14 tahun dengan mempergunakan
kuisioner International Study of
Asthma and Allergy in Childhood
(ISAAC).
7. Nugraha, P. Y. 2011. Tesis :
Prevalensi dan faktor Resiko Rinitis
Alergi Pada Siswa Sekolah Umur 16-
19 Tahun di Kodya Semarang

UNIVERSITAS BATAM 121


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA


DIPUSKESMAS KUALA SEMPANG KABUPATEN BINTANTAHUN 2016

Shera Amielia Ruchmana*Diah Marianingrum**Cevy Amelia**

*Mahasiswi Universitas Batam **Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Batam

ABSTRAK

Shera Amielia Ruchmana, 61112015, 2016. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Puskesmas Kuala Sempang Kabupaten Bintan Tahun 2016.Skripsi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Batam.

Latar Belakang :Status gizi balita merupakan hal yang harus diketahui oleh setiap orangtua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita, karena berada dalam situasi rentan,
didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat
pulih) dan penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita yaitu diare.

Metode :Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional yang dilakukan di Puskesmas Kuala Sempang Kabupaten Bintan Tahun 2016.
Di analisis Data dengan uji Chi Square.Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 42
responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan quota sampling.Hasil penelitian
dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan program SPSS.
Hasil :Dari hasil analisis antara status gizi kurang yang menderita diare sebanyak 81,5% balita,
sedangkan status gizi baik yang menderita diare sebanyak 18,5%. dari hasil pengolahan data
menggunakan uji Chi Square didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai P value (sig.) adalah
sebesar 0,006 sehingga Ha diterima dimana Ha = adanya hubungan status gizi dengan kejadian diare
pada balita.

Simpulan :Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan
kejadian diare pada balita di Puskesmas Kuala Sempang Kabupaten Bintan Tahun 2016.

Kata kunci : Status gizi, Diare

UNIVERSITAS BATAM 122


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

LATAR BELAKANG buang air besar lembek cair sampai


cairan sebanyak lebih dari 3 kali perhari
Balita adalah periode penting (Suharyono, 2008).
dalam proses tumbuh kembang manusia. Diare masih mendominasi
Perkembangan dan pertumbuhan di masalah kesehatan pada bayi dan anak
masa ini menjadi penentu keberhasilan di dunia terutama di Negara
pertumbuhan dan perkembangan anak di berkembang. Berdasarkan data World
periode selanjutnya. Masa tumbuh Health Organization (WHO) tahun
kembang di usia ini menjadi masa yang 2012, diare adalah penyebab nomor satu
berlangsung cepat dan tidak akan pernah kematian balita diseluruh dunia, dimana
terulang, karena itu sering disebut masa setiap tahunnya 1,5 juta balita
keemasan. Pada balita sangat meninggal dunia karena diare.
dibutuhkan asupan gizi yang tepat guna Angka kejadian diare di
untuk pertumbuhan balita tersebut Indonesia begitu banyak dan setiap
(Cakrawati, 2009). tahun meningkat. Dari profil kesehatan
Gizi menjadi salah satu faktor Indonesia menyebutkan tahun 2012
penting yang menentukan tingkat jumlah kasus diare yang ditemukan
kesehatan dan kesejahteraan sekitar 213.435 penderita dengan jumlah
manusia.Keadaan gizi dikatakan baik kematian 1.289 dan sedangkan besar
bila terdapat keseimbangan dan (70-80%) terjadi pada anak-anak di
kesesuaian antara perkembangan fisik bawah 5 tahun (balita). Dengan
dan mental, sehingga tingkat keadaan demikian di Indonesia diperkirakan
gizi optimal terpenuhi. Keadaaan gizi ditemukan penderita diare sekitar 60 juta
seseorang dalam suatu waktu bukan saja kejadian setiap tahunnya (Depkes RI,
ditentukan oleh konsumsi zat gizi hari- 2012).
hari belakangan bahkan jauh sebelum Pada tahun 2011 kasus penyakit
masa itu.Hal ini berarti konsumsi gizi diare di Kabupaten Bintan tercatat
pada masa kanak-kanak memberi andil sebanyak 4.338 kasus, 2.288 kasus
terhadap status gizi masa dewasa diantaranya penderita laki-laki dan
(Suharjo, 1996). 2.050 kasus pada penderita perempuan
Status gizi balita merupakan hal (Dinkes Kab.Bintan, 2011).
yang harus diketahui oleh setiap Pada Puskesmas Kuala Sempang
orangtua. Perlunya perhatian lebih Kabupaten Bintan tahun 2015
dalam tumbuh kembang di usia balita, didapatkan data status gizi baik 20 %
karena berada dalam situasi rentan, dan status gizi kurang sebanyak 50 % .
didasarkan fakta bahwa kurang gizi Hal ini yang hendaknya menjadi
yang terjadi pada masa emas ini bersifat perhatian kita semua. Mengingat
irreversible (tidak dapat pulih) dan besarnya kasus diare di Kabupaten
penyakit infeksi yang sering terjadi pada Bintan dan banyaknya status gizi kurang
balita yaitu diare (Soenarto, 2009). maka peneliti ingin melakukan
Diare atau penyakit diare penelitian disana.
(diarrheal disease) berasal dari bahasa Sebelum mengadakan penelitian,
yunani dari kata diarroia yang berarti peneliti telah melakukan studi
mengalir terus (to flow through) pendahuluan yang dilakukan oleh
merupakan keadaan abnormal peneliti di Puskesmas Kuala Sempang
pengeluaran tinja yang terlalu Kabupaten Bintan pada 10 orang ibu,
sering.Diare sering didefinisikan sebagai yang hasilnya 8 ibu mengatakan

UNIVERSITAS BATAM 123


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

anaknya pernah mengalami diare lebih


dari 3 kali per hari dalam sebulan.
Dari hasil analisis hubungan status
BAHAN DAN METODE PENELITIAN gizi dengan kejadian diare pada balita
menunjukkan bahwa balita yang menderita
Desain penelitian ini adalah deskriptif diare dengan gizi kurang sebanyak 22
analitik dengan pendekatan cross sectional (81,5%) balita, dan diare dengan gizi baik
yang bertujuan untuk menggambarkan sebanyak 5 (18,5%) balita sedangkan status
status gizi dengan kejadian diare dalam gizi balita yang tidak menderita diare
pengamatan sewaktu. Sedangkan jenis dengan gizi kurang sebanyak 6 (40,0%)
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. balita dan balita yang tidak menderita diare
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 73 dengan gizi baik sebanyak 9 (60,0%) balita.
balita. Sampel pada penelitian ini sebanyak
42 balita. Hasil analisis diperoleh nilai P value =
Dalam penelitian ini peneliti 0,006 menunjukkan adanya hubungan
menggunakan teknik quota sampling. antara status gizi dengan kejadian diare, ini
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan ditunjukkan nilai (P < 0,05). Hasil analisis
Januari 2016. diperoleh nilai RR = 2,200 artinya balita
Variabel independen dari penelitian dengan status gizi kurang mempunyai
ini adalah status gizi yang diukur dengan peluang 2,200 kali untuk mengalami diare
menggunakan Microtoise, timbangan Injak dibandingkan dengan balita yang
dan kurva pertumbuhan WHO, sedangkan mempunyai gizi baik.
variabel dependen pada penelitian ini yaitu
kejadian diare pada balita yang diukur Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada
dengan menggunakan kuesioner. Data yang Balita di Puskesmas Kuala
diperoleh dianalisis dengan uji statistic Chi- SempangKabupaten Bintan Tahun 2016
square dengan tingkat kemaknaan p=0,006. No Status Gizi Frekuensi %
1 Baik 14 33,3
HASIL PENELITIAN 2 Buruk 28 66,7
Total 42 100
Dari pengumpulan data didapatkan
analisisSebagian besar status gizi balitadi Distribusi Frekuensi Kejadian Diare
PuskesmasKuala Sempang memiliki gizi PadaBalita di Puskesmas Kuala
kurang dengan jumlah28 (66,7%) balita SempangKabupaten Bintan Tahun 2016
sedangkan kejadian diare di Puksesmas No Kejadian Diare Frekuensi %
Kuala Sempang yaitu berjumlah 27 (64,3%) 1 Diare 27 64,3
balita. 2 Tidak Diare 15 35,7
Total 42 100

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian


Diare pada Balita di Puskesmas Kuala
Sempang Kabupaten Bintan Tahun 2016

UNIVERSITAS BATAM 124


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Penderita Status Gizi P value


Gizi Kurang Gizi Baik Total
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(f) (%) (f) (%) (f) (%)
Diare 22 81,5 5 18,5 27 100 0.006
Tidak
Diare 6 40,0 9 60,0 15 100
Total 28 14 42
berlebihan kedalam usus dan dapat
mengalahkan pertahanan imun tubuh.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti, ditemukan balita yang
sebanyak 28 (66,7%) responden mengalami diare karena personal hygine
memiliki status gizi kurang, dan gizi baik yang kurang, penyajian susu yang tidak
sebanyak 14 (33,3%) balita dari total 42 tepat, penyimpanan air bersih dalam
responden.Status gizi balita ditentukan wadah terbuka serta kurangnya
oleh makanan yang dimakan. Hal tersebut kematangan dari air yang diminum,
ditentukan oleh ketersediaan pangan, sedangkan balita yang tidak mengalami
sistem pengolaha makanan dan distribusi diare, karena kebersihannya terjaga,
pangan.Asupan gizi menentukan kesehatan pengawasan yang baik dalam makanan
balita terkait imunitas tubuh terhadap suatu yang dimakan balitanya dan sumber air
penyakit (Cakrawati, 2012). bersih yang didapatkan serta perilaku
Balita yang memiliki status gizi mencuci tangan sebelum memberikan
kurang lebih banyak dari pada yang gizi balita makan.
baik. Balita yang memiliki status gizi Berdasarkan hasil analisis
kurang, karena kurangnya asupan makanan hubungan antara status gizi balita yang
yang bergizi, kurangnya perhatian menderita diare dengan gizi kurang
orangtua tentang asupan makanan dan sebanyak 22 (81,5%) balita, dan diare
rendahnya tingkat pengetahuan orang tua. dengan gizi baik sebanyak 5 (18,5%) balita
Disis lain, balita yang memiliki status gizi sedangkan status gizi balita yang tidak
baik orang tua lebih memperhatikan menderita diare dengan gizi kurang
asupan makanan balita dan didukung sebanyak 6 (40,0%) balita dan balita yang
dengan pedapatan financial orang tua yang tidak menderita diare dengan gizi baik
cukup. sebanyak 9 (60,0%) balita.
Balita yang menderita diare Hasil pengolahan data
sebanyak 27 (64,3%) dan tidak menderita menggunakan uji Chi Square diperoleh
diare sebanyak 15 (35,7%) balita. nilai p value = 0,006 (<0,05) maka dapat
Balita yang mengalami diare, disimpulkan ada hubungan yang signifikan
karena balita lebih rentan menderita antara status gizi dengan kejadian diare
penyakit infeksi.Hal ini dikarenakan balita pada balita di Puskesmas Kuala Sempang
mulai bergerak aktif untuk bermain, Kabupaten Bintan. Dari hasil analisis yang
sehingga sangat mudah terkontaminasi diperoleh nilai RR = 2,200 artinya balita
oleh kotoran. Pada anak usia 2-5 tahun dengan status gizi kurang mempunyai
sudah mulai memiliki kebiasaan membeli peluang 2,200 kali untuk mengalami diare
makanan jajanan yang belum tentu terjaga dibandingkan dengan balita
kebersihannya, sanitasi yang buruk dapat Penelitian ini sejalan yang
mengakibatkan masuknya bakteri secara dilakukan oleh Fatimah yang menjelaskan
bahwa semua balita dengan gizi kurang

UNIVERSITAS BATAM 125


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

memiliki penyakit infeksi seperti diare. . (2005). Prinsip Dasar Ilmu


Penelitian ini juga sejalan dengan Gizi. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama
penelitian yang dilakukan oleh Gustiana
2013 di Puskesmas Sei Lekop yang Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian:
menyatakan bahwa ada hubungan antara Suatu Pendekatan Praktik.
status gizi dengan kejadian diare dengan p
Jakarta: Rineka Cipta
value = 0,004.
Berdasarkan hasil penelitian balita Asydhad, L.A. (2006). Makanan Tepat
yang mengalami diare dengan gizi kurang, Untuk Balita. Jakarta: Penerbit Kawan
karena kurangnya asupan makanan yang Pustaka
bergizi, personal hygine dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Disisi lain balita Aziz. (2006). Diare Pembunuh Utama
dengan status gizi baik, tetapi mengalami Balita. Jakarta: Graha Pustaka
diare dikarenakan orang tua masih kurang
memperhatikan kebersihan balitanya, Betybea, (2012).Mencetak Balita Cerdas
lingkungan dan kurangnya pemantauan dan Pola Asuh Orang Tua.
terhadap makanan yang dimakan. Yogyakarta: Nuha Medika
Balita yang tidak mengalami diare
dan mempunyai gizi kurang hal ini Cakrawati, D. (2009). Bahan Pangan, Gizi
dikarenakan orang tua masih lebih dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta
perhatian dan mengerti kebersihan
makanan. Hal ini berlaku juga pada balita Cakrawati, D. (2012). Bahan Pangan, Gizi
yang tidak mengalami diare, tetapi status dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta
gizi baik, dikarenakan orang tua masih
Daldiyono. (2009). Buku Ajar Ilmu
paham akan pentingnya asupan makanan
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI
yang bergizi, pemenuhan kebutuhan
asupan gizi yang tepat dan kebersihan Departemen Kesehatan RI, Direktorat
makanan yang dimakan, personal hygine Jenderal Pengendalian Penyakit dan
serta sanitasi lingkungan. Penyehatan Lingkungan. (2009).
Buku Saku Petugas Kesehatan: LINTAS
KESIMPULAN DIARE Lima Langkah Tuntaskan Diare

1. Lebih dari separuh (66,7%) balita Depkes RI. (2012). Diare Penyebab
memiliki status gizi kurang. Kematian Utama Pada Balita di Indonesia.
2. Lebih dari separuh (64,3%) balita Jakarta
mengalami diare.
3. Ada hubungan antara status gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan.
dengan diare didapatkan nilai p= (2011). Profil Kesehatan Kabupaten
0,006 (p= <0,05). Bintan. Bintan: Dinas Kesehatan
Kabupaten Bintan
Guyton & Hall, J.E. (2012). Buku Ajar
DAFTAR PUSTAKA Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Almatsier.(2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Hartriyanti, Y. & Triyanti.(2007).
Jakarta: PT Gramedia pustaka utama Penilaian Status Gizi. In: Syafiq, A. et all.
Eds. Gizi dan Kesehatan masyarakat.
. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Jakarta: Raja Grafindo Persada
Gizi. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama

UNIVERSITAS BATAM 126


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

IDAI. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Suharyono.(2008). Diare Akut Klinik dan
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Laboraktorik. Jakarta: Rineka Cipta
Irianto. (2007). Gizi dan Pola Hidup Sehat. Supariasa.(2002). Penilaian Status Gizi.
Bandung: Yrama Widya Jakarta: EGC
Leane, G. Rivlin and Andrew m. Store. Suraatmaja.(2007). Kapita Selekta
(2009). Public Space, Australia: Press Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung
Syndicate of University of Cambridge Seto
Moehji, S. (2009). Ilmu Gizi I. Jakarta : Sutomo B &Anggraini, D. Y., (2012).
Bhratara Niaga Media Makanan Sehat Pendamping ASI.
Demedia. Jakarta
. (2009). Ilmu Gizi II. Jakarta:
Bhratara Niaga Media Syarifudin.(2010). Metodologi Penelitian.
Bandung: Mandar Maju
Nix, S. (2005). William’s Basic Nutrition
& Diet Therapy, Twelfth Edition. Elsevier Triadmodjo.(2008). Pengantar Diare Akut
Mosby Inc, USA Anak Diare Kronik. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Notoatmodjo, (2003). Metodologi
Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta WHO. (2006). Baku Antropometri
: Rineka Cipta
. (2012). Diarrhoea.
. (2010). Metodologi Penelitian /Diaksestanggal 7 Januari 2012. www.
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta who. int
. (2012). Promosi Kesehatan dan Widjaja. (2002). Mengatasi Diare dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta Keracunan Pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka
Proverawati, Atikah. & Kusuma Wati,
Erna. (2010). Ilmu Gizi Untuk
Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Nuna
Medika. Yogyakarta
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan
Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Soenarto. (2009). Status Gizi dan
Hubungannya dengan Kejadian Diare pada
Anak Diare Akut. Yogyakarta
Subijanto, like S.D., Pitono. (2001). Diare
Persisten Pada Anak dan Bayi Dalam
Seminar dan Lokakarya Penyegar
Kedokteran Terpilih Dalam Rangka
Muktamar IDI ke XXI, IDAI. Yogyakarta
Suhardjo. (1996). Berbagai Cara
Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara

UNIVERSITAS BATAM 127


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN POLA TIDUR MALAM DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS


PASA SISWI KELAS III SMAN 5 BATAM TAHUN 2015

Ayu Dwi Lestari*, Adi Arianto**, Dahlan Gunawan**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran


Universitas Batam

ABSTRAK
Latar Belakang: Akne vulgaris merupakan masalah utama bagi remaja khususnya
perempuan karena akne vulgaris ini menimbulkan rasa malu, minder, rasa tidak percaya diri,
dan sangat mengganggu. Pada umumnya akne vulgaris biasanya terjadi pada usia remaja,
meskipun kadang-kadang dapat menetap sampai dekade ketiga atau bahkan pada usia
premenarke. Penyebab akne vulgaris belum diketahui pasti, namun akne yang terjadi pada
usia pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu peningkatan kadar hormon androgen,
penggunaan kosmetik, stres, personal hygiene yang buruk dan pola tidur yang tidak baik
seperti tidur larut malam. Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka
waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan pola tidur malam dengan kejadian akne vulgaris pada
siswi kelas III SMAN 5 Batam Tahun 2015.
Metode: Metode penelitian ini adalah analitik observasional menggunakan pendekatan cross
sectional yang dilakukan di SMAN 5 Batam pada bulan Desember Tahun 2015. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode acak sederhana (simple random
sampling) dengan populasi sebesar 290 siswi, sehingga jumlah sampel yang didapat adalah
75 siswi.
Hasil: Berdasarkan pola tidur malam dikelompokkan bukan akne vulgaris dan akne vulgaris.
Pada pola tidur baik didapatkan 12 siswi (60%) tidak mengalami akne vulgaris dan sebanyak
8 siswi (40%) yang memiliki akne vulgaris. Sedangkan pada pola tidur buruk didapatkan 11
siswi (20%) tidak mengalami akne vulgaris dan sebanyak 44 siswi (80%) mengalami akne
vulgaris. Terdapat hubungan bermakna antara pola tidur malam dengan kejadian akne
vulgaris dengan nilai p=0,001.
Simpulan: Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna
antara pola tidur malam dengan kejadian akne vulgaris. Dengan pola tidur yang baik dapat
mencegah terjadinya akne vulgaris.
Kata Kunci: Pola Tidur Malam, Akne Vulgaris

UNIVERSITAS BATAM 128


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN pada usia 16-19 tahun dengan puncaknya


pada usia 18 tahun.
Akne vulgaris adalah penyakit Penyebab akne vulgaris belum diketahui
peradangan kronis dari folikel pilosebasea pasti, namun akne yang terjadi pada usia
yang ditandai dengan adanya komedo, pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor
papula, pustula, nodul dan kista yaitu peningkatan kadar hormon androgen,
(Yatmihatun, 2014). penggunaan kosmetik, stres, personal
Akne vulgaris merupakan masalah hygiene yang buruk dan pola tidur yang
utama bagi remaja khususnya perempuan tidak baik seperti tidur larut malam
karena akne vulgaris ini menimbulkan rasa (Wulandari, 2015).
malu, minder, rasa tidak percaya diri, dan Pola tidur adalah model, bentuk atau
sangat mengganggu. Pada umumnya akne corak tidur dalam jangka waktu yang
vulgaris biasanya terjadi pada usia remaja, relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh
meskipun kadang-kadang dapat menetap (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
sampai dekade ketiga atau bahkan pada frekuensi tidur dalam sehari,
usia premenarke. Lesi awal akne mungkin mempertahankan kondisi tidur dan
terlihat pada usia 8-9 tahun dan kurang kepuasan tidur (Prayitno, 2002).
lebih 50%-60% terdapat pada usia remaja. Tidur merupakan sesuatu yang
Puncaknya pada usia 14-17 tahun pada diperlukan tubuh sebagaimana makanan
wanita, 16-19 tahun pada pria dan pada dan udara yang memiliki efek baik pada
masa itu lesi yang predominan adalah jiwa dan raga. Tidur pada malam hari
komedo dan papul dan jarang terlihat lesi mulai jam 22.00-06.00 WIB terjadi proses
beradang (Wasitaatmadja, 2007). regenerasi kolagen, selain itu pada jam
Menurut Husein (2009), melalui 23.00-02.00 WIB terjadi sekresi
sebuah studi cross sectional, didapatkan peningkatan hormon kortisol tubuh, dan
prevalensi akne vulgaris pada remaja setelah itu menurun dan kembali
sekitar 90,7%. Di Amerika Serikat, 85% meningkat pada jam 08.00 WIB. Kurang
dari penduduk usia 12-24 tahun tidur dapat menyebabkan peningkatan
mengalami akne vulgaris. Di Afrika, faktor-faktor inflamasi, penurunan
dalam suatu penelitian yang dilakukan imunitas tubuh, memicu resistensi insulin
terhadap 1.045 remaja usia 13-19 tahun. Di dan peningkatan level stres (Pujiastuti,
Singapura, hasilnya memperlihatkan 2012).
bahwa 88% diantaranya ternyata memiliki Hasil penelitian yang dilakukan oleh
akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 51,4% Pujiastuti (2012) menunjukkan bahwa
diklasifikasikan sebagai akne vulgaris waktu tidur malam yang tidak baik
ringan, 40% akne vulgaris sedang dan merupakan faktor resiko terjadinya akne
8,6% akne vulgaris berat (Rahayu, 2015). vulgaris. Prevalensi akne vulgaris
Di Indonesia sendiri belum banyak data didapatkan sebanyak 49,27% dengan
mengenai prevalensi akne vulgaris, waktu tidur di bawah jam 22.00 WIB dan
puncaknya pada usia 14-19 tahun 57,14% dengan waktu tidur di atas jam
(Wasitaatmadja, 2007). 22.00 WIB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tidur terlalu larut malam dapat
oleh Pujiastuti (2012) di Poliklinik Kulit mengakibatkan aktivitas hormon androgen
dan Kelamin RSU dr. Soedarso Pontianak meningkat. Hormon androgen berperan
didapatkan bahwa kejadian akne vulgaris penting dalam regulasi mekanisme
pada tahun 2010 sebanyak 3,7% dengan produksi sebum. Produksi sebum yang
pasien laki-laki 41,46% dan perempuan berlebihan akan menyebabkan kulit
58,54%. Sebaran usia terbanyak rata-rata

UNIVERSITAS BATAM 129


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

menjadi sangat berminyak. Kulit HASIL PENELITIAN


berminyak cenderung lebih mudah terjadi
akne dibanding kulit normal dan kulit yang Analisis Univariat
kering, sehingga produksi sebum yang
Distribusi Frekuensi Siswi Kelas III
berlebihan akan menimbulkan sumbatan
Berdasarkan Pola Tidur Malam
pada kelenjar pilosebasea yang
mengakibatkan timbulnya akne (Fulton,
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
2009).
Berdasarkan Pola Tidur Malam
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti tertarik untuk mengetahui
Pola Tidur Frekuensi Persentase
lebih jauh tentang “Hubungan Pola Tidur
Malam (f) (%)
Malam dengan Kejadian Akne Vulgaris
Pola Tidur Baik 20 26,7
Pada Siswi kelas III SMAN 5 Batam
Tahun 2015”. Pola Tidur
Buruk 55 73,3
METODE PENELITIAN Total 75 100

Jenis Penelitian ini adalah kuantitatif


Dari 75 siswi kelas III diperoleh hasil,
dengan desain analitik observasional
siswi dengan pola tidur baik sebanyak 20
menggunakan pendekatan cross sectional,
siswi (26,7%), sedangkan siswi dengan
yaitu sebuah penelitian yang dilakukan
pola tidur buruk sebanyak 55 siswi
dalam sekali waktu saja (Rumengan,
(73,3%).
2010). Dalam hal ini untuk mengetahui
“Hubungan Pola Tidur Malam dengan
Distribusi Frekuensi Siswi Kelas III
Kejadian Akne Vulgaris pada Siswi Kelas
Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris
III SMAN 5 Batam Tahun 2015.”
Populasi dalam penelitian ini adalah
Tabel 2 Distribusi Frekuensi
semua siswi Kelas III SMAN 5 Batam
Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris
yang berjumlah 290 siswi. Jumlah siswi
kelas III adalah 290 siswi, setiap siswi
Akne Frekuensi Persentase
mempunyai kesempatan yang sama untuk
Vulgaris (f) (%)
diambil sebagai sampel. Dengan cara
membuat undian kertas berdasarkan daftar Bukan Akne 23 30,7
absen kelas, kertas tersebut disimpan di Vulgaris
dalam tabung undian. Ambil setiap kertas Akne
undian tersebut hingga berjumlah 75 Vulgaris 52 69,3
sesuai dengan jumlah sampel yang Total 75 100
diinginkan. Nama yang ada di dalam
kertas tersebut diambil sebagai sampel. Dari 75 siswi kelas III yang tidak
Teknik pengumpulan data pada memiliki akne vulgaris sebanyak 23 siswi
penelitian ini adalah dengan menggunakan (30,7%), sedangkan yang memiliki akne
data primer dan data sekunder. Data vulgaris diperoleh hasil sebanyak 52 siswi
Primer diperoleh dengan kuesioner yang (69,3%).
telah tersedia tentang pola tidur dan akne
vulgaris, data Sekunder diperoleh dari
diagnosis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.

UNIVERSITAS BATAM 130


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Analisa Bivariat antara pola tidur malam dengan kejadian


akne vulgaris.
Tabel 3 Hubungan Antara Pola Tidur
Malam Dengan Kejadian Akne Vulgaris
Kejadian Akne PEMBAHASAN
Vulgaris
Pola p
Tidur
Bukan Akne Total
Value
RR Pembahasan Analisi Univariat
Akne Vulgaris
Malam Vulgaris
f % f % ∑f % Pola Tidur Malam
Pola 12 60 8 40 20 100
Tidur Berdasarkan hasil penelitian yang
Baik
0,001 6 dilakukan pada siswi kelas III SMAN 5
Pola 11 20 44 80 55 100
Tidur Batam yang berjumlah 75 siswi diperoleh
Buruk siswi dengan pola tidur baik sebanyak 20
Total 23 52 75
siswi (26,7%), sedangkan siswi dengan
pola tidur buruk sebanyak 55 siswi
Berdasarkan pola tidur malam (73,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan
dikelompokkan bukan akne vulgaris dan bahwa sebagian besar siswi SMAN 5
akne vulgaris. Pada pola tidur baik Batam memiliki pola tidur yang buruk.
didapatkan 12 siswi (60%) bukan akne Berdasarkan hasil wawancara yang
vulgaris dan sebanyak 8 siswi (40%) yang dilakukan terhadap siswi SMAN 5 Batam
memiliki akne vulgaris. Sedangkan pada didapatkan beberapa faktor yang
pola tidur buruk didapatkan 11 siswi menyebabkan pola tidur siswi tergangggu,
(20%) bukan akne vulgaris dan sebanyak misalnya jadwal sekolah yang padat dan
44 siswi (80%) memiliki akne vulgaris. dilanjutkan dengan bimbingan belajar
Hasil uji statistik dengan Chi Square pulang sekolah. Kemudian siswi harus
diperoleh nilai p Value = 0,001 dapat mengerjakan tugas sekolah sesampainya di
disimpulkan H0 ditolak, artinya terdapat rumah. Dengan berkembangnya zaman,
hubungan yang bermakna antara pola tidur tuntutan kompetensi yang harus dimiliki
malam dengan kejadian akne vulgaris pada remaja juga semakin banyak. Misalnya,
siswi kelas III SMAN 5 Batam. sekolah menambah jam tambahan atau les
Resiko relatif atau relative risk adalah untuk persiapan ujian. Sehingga selama
ratio atau perbandingan antara angka sehari penuh siswi hanya sibuk dengan
insiden kelompok yang terpajan faktor pelajaran. Pada malam hari siswi harus
resiko dengan angka insiden pada mengerjakan tugas sekolah, sehingga
kelompok yang tidak terpajan faktor cenderung tidur larut malam. Hal ini
resiko. Nilai resiko relatif pada penelitian menyebabkan pola tidur mereka terganggu
ini adalah 6. Dengan nilai ini dapat dan rentan mengalami gangguan pola
diartikan bahwa siswi dengan pola tidur tidur. Di samping itu, alasan lain yang
buruk beresiko 6 kali untuk mengalami mungkin dapat menyebabkan siswi tidur
akne vulgaris dibandingkan dengan siswi larut malam adalah perkembangan
dengan pola tidur baik. Pada uji Chi teknologi yang semakin canggih. Siswi
Square dengan bantuan komputer, cenderung menggunakan gadget ketika
didapatkan nilai p=0,001 serta pada hendak tidur, menonton tv, membaca
confident interval 95% didapatkan selang novel, chatting.
kepercayaan 1,973-18,245. Apabila nilai Hal inilah yang membuat sebagian
p<0,05 dan nilai selang kepercayaan besar siswi SMAN 5 Batam mengalami
mengandung nilai resiko relatif di atas 1, pola tidur buruk di atas jam 22.00 WIB,
maka terdapat hubungan yang bermakna sedangkan mereka harus bangun untuk
sekolah paling lambat jam 06.00 pagi.

UNIVERSITAS BATAM 131


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Menurut Riyadi (2015), kebutuhan tidur, bangsa/ras, makanan, musim/iklim,


durasi, dan kualitas tidur pada setiap kebersihan, keturunan, infeksi, hormonal,
individu normalnya adalah 8 jam. Pola kosmetik dan kelelehan atau kurang tidur.
tidur yang teratur dapat membuat tubuh Kulit putih lebih banyak terkena akne
kembali segar dan dapat berkonsentrasi. vulgaris dibandingkan kulit hitam.
Penelitian yang dilakukan oleh Musim/iklim dapat mempengaruhi
Johnson (2006) pada remaja 13-17 tahun terjadinya akne vulgaris karena
menunjukkan bahwa prevalensi insomnia kelembaban dan temperatur yang tinggi
adalah 10,7% dengan usia median berpengaruh terhadap produksi sebum dan
timbulnya gangguan pola tidur adalah 11 pajanan sinar matahari yang berlebihan
tahun. Halbower dan Marcus dalam dapat memperburuk akne. Kebersihan juga
Johnson (2006) mengatakan bahwa merupakan faktor penyebab, kebersihan
gangguan tidur yang paling banyak wajah yang buruk mempermudah
ditemukan pada remaja adalah insomnia. timbulnya akne. Faktor keturunan sangat
Pola tidur remaja memerlukan berpengaruh pada besar dan aktivitas
perhatian lebih karena berhubungan kelenjar sebasea. Apabila kedua orang tua
dengan performa sekolah. Pada 20 tahun mempunyai bekas akne, kemungkinan
terakhir, para peneliti tentang pola tidur besar anaknya akan menderita akne.
menyadari bahwa adanya perubahan pola Infeksi Propionibacterium acne berperan
tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah dalam iritasi epitel folikel dan
perubahan jam biologis remaja atau mempermudah terjadinya akne. Hormon
disebut dengan irama sirkadian. Pada androgen memegang peranan penting
permulaan masa pubertas, fase tidur karena kelenjar palit sangat sensitif
remaja menjadi memanjang. Remaja terhadap hormon ini. Hormon ini
cenderung tidur lebih malam dan bangun menyebabkan kelenjar palit bertambah
tidur lebih telat di pagi hari (Nur’aini, besar dan produksi sebum meningkat.
2010). Pemakaian kosmetika tertentu, seperti
Mekanisme tidur juga tidak lepas dari bedak dasar, pelembab, krim penahan sinar
pengaruh aktivitas atau regulasi hormon. matahari, dan krim malam secara terus
Hormon yang paling penting dalam menerus dalam waktu lama dapat
mekanisme tidur adalah melatonin menyebabkan akne ringan, terutama
(Guyton, 2007). Jika pola tidur terganggu komedo tertutup dan beberapa lesi papulo
dan durasi tidur kurang dari 8 jam, hal ini pustular pada pipi dan dagu (Perumal,
dapat menurunkan kadar melatonin tubuh, 2010). Menurut Siregar (2015), faktor
sehingga produksi hormon androgen yang mempengaruhi timbulnya akne
meningkat. vulgaris adalah kurang tidur, kurang tidur
akan menyebabkan akne vulgaris yang
Akne Vulgaris
disebabkan oleh meningkatnya produksi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan hormon androgen.
pada siswi kelas III SMAN 5 Batam yang Remaja yang berada di usia pubertas
berjumlah 75 siswi diperoleh siswi yang sangat memperhatikan penampilan. Akne
tidak mengalami akne vulgaris sebanyak pada anak remaja bisa menyebabkan
23 siswi (30,7%), sedangkan yang terjadinya masalah psikologis seperti
mengalami akne vulgaris diperoleh hasil kurangnya rasa percaya diri, cemas,
sebanyak 52 siswi (69,3%). Hasil depresi, dan sulit bergabung dengan
penelitian ini menunjukkan sebagian besar lingkungannya (Eun Do, 2009).
siswi memiliki akne vulgaris. Dalam penelitian yang dilakukan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terhadap 1.045 remaja usia 13-19 tahun di
akne vulgaris pada remaja adalah Singapura, hasilnya memperlihatkan

UNIVERSITAS BATAM 132


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

bahwa 88% diantaranya ternyata memiliki regulasi hormon. Hormon yang paling
akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 51,4% penting dalam mekanisme tidur adalah
diklasifikasikan sebagai akne vulgaris hormon melatonin (Guyton, 2007). Tidur
ringan, 40% akne vulgaris sedang, dan yang terlalu larut malam akan
8,6% akne vulgaris berat. Dari total 5.573 menyebabkan peningkatan aktivitas
pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu hormon androgen. Meningkatnya aktivitas
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP. H. hormon ini akan merangsang kelenjar
Adam Malik Medan selama periode sebasea untuk memperbanyak produksi
Januari-Desember 2008, 107 pasien sebum. Sekresi sebum yang berlebihan
(1,91%) diantaranya merupakan pasien menjadikan kulit wajah lebih berminyak
dengan diagnosis akne vulgaris (Rahayu, dan akan menyumbat pori-pori folikel
2015). sehingga menyebabkan akumulasi bakteri
Propionibacterium acnes. Bakteri ini
memiliki lipase yang mengubah lipid
Pembahasan Analisis Bivariat menjadi asam lemak dan menghasilkan
mediator-mediator proinflamasi. Hal inilah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
yang memicu terjadinya akne (Pujiastuti,
pada siswi kelas III SMAN 5 Batam yang
2012).
berjumlah 75 siswi dengan pola tidur
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
(pola tidur baik dan pola tidur buruk)
yang dilakukan oleh Pujiastuti (2012)
dikelompokkan akne vulgaris dan bukan
berdasarkan angka prevalensi akne
akne vulgaris. Pada pola tidur baik
vulgaris sebesar 49,27%, angka prevalensi
didapatkan 12 siswi (60%) tidak
akne vulgaris dengan kebiadaan tidur di
mengalami akne vulgaris dan sebanyak 8
bawah pukul 22.00 WIB sebesar 37,03%,
siswi (40%) mengalami akne vulgaris,
angka prevalensi akne vulgaris dengan
sedangkan pada pola tidur buruk
kebiasaan tidur di atas 22.00 WIB sebesar
didapatkan sebanyak 11 siswi (20%) tidak
57,14%. Data ini menunjukkan bahwa
mengalami akne vulgaris dan sebanyak 44
terdapat hubungan yang bermakna antara
siswi (80%) mengalami akne vulgaris.
kebiasaan waktu tidur di atas pukul 22.00
Hasil uji statistik dengan Chi Square
WIB dengan terjadinya akne vulgaris
diperoleh nilai p Value = 0,001 dapat
dengan nilai p=0,021.
disimpulkan H0 ditolak, artinya terdapat
Penelitian yang dilakukan Wijaya
hubungan bermakna antara pola tidur
(2011) juga memperlihatkan hubungan
malam dengan kejadian akne vulgaris pada
yang bermakna antara pola tidur dengan
siswi kelas III SMAN 5 Batam Tahun
akne vulgaris. Pada kelompok pola tidur
2015. Hubungan yang bermakna antara
baik dengan akne vulgaris negatif
pola tidur malam dengan kejadian akne
berjumlah 19 orang (63,3%) dan akne
vulgaris dapat disebabkan oleh adanya
vulgaris positif berjumlah 11 orang
peningkatan hormon androgen.
(36,7%). Pada kelompok pola tidur buruk
Peningkatan kadar hormon ini pada usia
dengan akne vulgaris negatif berjumlah 10
remaja menjadi pemicu utama terjadinya
orang (33,3%) dan akne vulgaris positif
akne. Selain proses fisiologis tubuh,
berjumlah 20 orang (66,7%) dengan nilai
peningkatan aktivitas hormon ini juga
p=0,020.
dipengaruhi oleh pola tidur yang larut
Penyebab terjadinya akne vulgaris
malam. Tidur merupakan mekanisme
adalah multifaktorial. Faktor resiko
tubuh untuk mempertahankan homeostatis.
terjadinya akne vulgaris pada usia pubertas
Tidur berfungsi untuk mengembalikan
adalah meningkatnya kadar hormon
keseimbangan pada pusat-pusat neuron.
androgen, penggunaan kosmetik, stres,
Oleh karena itu, mekanisme tidur pun
lingkungan, iklim atau cuaca, keturunan,
tidak terlepas dari pengaruh aktivitas dan

UNIVERSITAS BATAM 133


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

kebersihan atau hygiene, pola tidur Dokter Muda di RSUP H. Adam


terganggu dan pola hidup yang tidak sehat Malik. Skripsi. Medan: Fakultas
(Goklas, 2011). Kedokteran Universitas Sumatera
Dari penjelasan yang telah penulis Utara.
uraikan dapat ditarik kesimpulan bahwa 4. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar
pola tidur yang tidak sehat seperti tidur Fisiologi Kedokteran Edisi
terlalu larut malam dapat mempengaruhi Kesebelas. Jakarta: EGC.
kejadian dan eksaserbasi akne. Bagi 5. Johnson, EO, et al. 2006.
remaja waktu tidur yang dibutuhkan Epidemiology Of DSM-IV
selama 8 jam atau di bawah pukul 22.00 Insomnia In Adolescence: Lifetime
WIB. Tidur larut malam dapat Prevalence, Chronicity, and an
menyebabkan peningkatan aktivitas Emergent Gender Difference.
hormon androgen. Peningkatan aktivitas 6. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012.
hormon ini menyebabkan peningkatan Metodologi Penelitian Kesehatan.
produksi sebum sehingga menyebabkan Jakarta: Rineka Cipta.
kulit cenderung lebih berminyak dan 7. Nur’aini. 2011. Perbedaan
memudahkan terjadinya akne vulgaris. gangguan Tidur Pada Remaja
Urban dan Suburban. Program
SIMPULAN Magister Kedokteran Klinis-
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Spesialis Kesehatan Anak. Tesis.
dilakukan peneliti pada siswi kelas III Fakultas Kedokteran Universitas
SMAN 5 Batam tahun 2015, maka dapat Utara. Medan.
disimpulkan sebagai berikut: 8. Perumal, Nitya. 2010. Hubungan
1. Sebagian besar siswi SMAN 5 Batam Stres Dengan Kejadian Akne
mengalami pola tidur yang buruk. Vulgaris di Kalangan Mahasiswa
2. Sebagian besar siswi SMAN 5 Batam Fakultas Kedokteran Universitas
mengalami akne vulgaris. Sumatera Utara Angkatan 2007-
3. Terdapat hubungan yang bermakna 2008. Skripsi. Medan.
antara pola tidur malam yang buruk 9. Prayitno. 2002. Gangguan Pola
dengan terjadinya akne vulgaris pada Tidur Pada Usia Lanjut dan
siswi SMAN 5 Batam. Penatalaksanaannya. Jurnal.
Jakarta: Trisakti.
DAFTAR PUSTAKA 10. Pujiastuti, Dian Sofiani. 2012.
Hubungan Antara Waktu Tidur
1. Eun Do, Jeong. 2009. Psychosocial Malam dengan Terjadinya Akne
Aspects Of Acne Vulgaris: A Vulgaris di RSUD DR. Soedarso
Community-Based Study With Pontianak. Skripsi. Fakultas
Korean Adolescents, The Korean Kedokteran Universitas
Society For Investigative Tanjungpura.
Dermatologi. 11. Rahayu, Florenza Octavia. 2015.
2. Fulton, James. 2009. Acne Hubungan Pemakaian Kosmetik
Vulgaris. Medscape. Available dengan Kejadian Akne Vulgaris
from: pada Mahasiswa Fakultas
http://emedicine.medscape.com/arti Kedokteran Universitas Batam
cle/1069804-overview [diakses Tahun 2015. Skripsi. Fakultas
pada 24 September 2015]. Kedokteran Universitas Batam.
3. Goklas. 2011. Hubungan Kualitas 12. Rumengan, Jemmy. 2010.
dan Kuantitas Tidur Terhadap Metodologi Penelitian Kesehatan.
Timbulnya Akne Vulgaris Pada Bandung: Ciptapustaka Media.

UNIVERSITAS BATAM 134


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

13. Siregar, RS. 2015. Atlas Berwarna


Saripati Penyakit Kulit Edisi
Ketiga. Jakarta: EGC.
14. Wasitaatmadja, Sjarif M. 2007.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin:
Akne Vulgaris Edisi Kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
15. Wasitaatmadja. 2010. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin: Akne
Vulgaris Edisi Keenam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
16. Wijaya, Trisna Adhy. 2011.
Hubungan Antara Pola Tidur
dengan Kejadian Akne Vulgaris
pada Mahasiswa Universitas
Sebelas Maret. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Surakarta.
17. Wulandari, Amalia. dkk. 2015.
Hubungan Pola Tidur dengan
Kejadian Acne Vulgaris pada
Mahasiswa Semester V (Lima)
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado. Ejournal.
Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
18. Yatmihatun, Sri. 2014. Hubungan
Pola Makan dengan Kejadian Akne
Vulgaris pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan Poltekes Surakarta.
Jurnal. Kementerian Kesehatan
Politeknik Kesehatan Surakarta
Jurusan Akupuntur.

UNIVERSITAS BATAM 135


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN SIKAP IBU TERHADAP IMUNISASI


CAMPAK PADA BAYI DI PUSKESMAS SEI PANAS KOTA BATAM TAHUN 2016
Sri Guntala Depi*Jamar Hasan**Dewi Fitriana**
*Mahasiswa Universitas Batam*Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Batam
Sri Guntala Depi, 61112066, 2016. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Sikap Ibu Terhadap
Imunisasi Campak Pada Bayi di Puskesmas Sei Panas Kota Batam Tahun 2016.

Latar Belakang: Penyakit campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabkan
oleh virus yang biasanya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal
demam, batuk, pilek, konjungtivitis dan ditemukan gejala spesifik eksamten (erupsi kulit)
diikuti dengan erupsi makulo papular. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab
kematian pada anak-anak diseluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun, pentingnya
pengetahuan seorang ibu tentang imunisasi campak sangat berpengaruh terhadap kesehatan
bayi. Sikap tentang imunisasi campak yaitu respon atau tanggapan terhadap kejadian
imunisasi campak baik yang positif, maupun yang negatif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan sikap ibu terhadap imunisasi campak pada
bayi di puskesmas sei panas kota batam tahun 2016.

Metode: Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional yang dilakukan di Puskesmas Sei Panas Kota Batam sebanyak 96
orang dengan teknik pengambilan sampel berupa aksidental sampling dilakukan pada bulan
Agustus 2016. Data dianalisa secara univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square..

Hasil: Hasil analisa univariat menunjukkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang
baik sebanyak 42 responden (43,8%), responden yang mempunyai pengetahuan baik
sebanyak 54 responden (56,3%), responden yang mempunyai sikap yang tidak baik sebanyak
39 responden (40,6%) dan responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 57 responden
(59,4%). Hasil analisa bivariat dengan uji Chi Square didapatkan hubungan p- value 0,00
yang berarti p-value <0,05 sehingga Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Ibu terhadap Imunisasi Campak Pada Bayi
Di Puskesmas Sei Pana Kota Batam 2016.

Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan anatara
Pengetahuan dengan Sikap Ibu Terhadap Imunisasi Campak Pada Bayi Di Puskesmas Sei
Panas Kota Batam Tahun 2016.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Imunisasi Campak

UNIVERSITAS BATAM 136


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN campak pada tahun 2013 sebesar 70%


terjadi di 6 negara tersebut.
Penyakit campak adalah penyakit akut
Berdasarkan data cakupan imunisasi
yang sangat menular yang disebabkan oleh
campak pada bayi di Indonesia tahun 2008
virus yang biasanya menyerang anak-anak.
sebesar 90,5%, dan pelayanan imunisasi
Campak disebut juga rubeola, morbili,
campak 1 kali yang di lakukan melalui
atau measles. Penyakit ini ditandai dengan
pelayanan rutin di Posyandu dan fasilitas
gejala awal demam, batuk, pilek,
pelayanan kesehatan pada tahun 2010
konjungtivitis dan ditemukan gejala
sebesar 91,16% (Depkes, 2013).
spesifik eksamtem (erupsi kulit) diikuti
Berdasarkan data cakupan imunisasi
dengan erupsi makulopapular yang
campak pada bayi di Indonesia tahun 2014
menyeluruh. Bertahun-tahun kejadian
sebesar 90% dan target UCI (Universal
campak terjadi pada bayi, dan anak-anak
Child Immunization) pada tahun 2014
namun masyarakat belum menyadari
sebesar 100%. Meskipun cakupan UCI
bahayanya (Ranuh, 2008).
desa cenderung meningkat namun untuk
Penyakit campak merupakan salah satu
mencapai 100% pada tahun 2014
penyebab kematian pada anak-anak
membutuhkan upaya yang lebih.
diseluruh dunia yang meningkat sepanjang
Pada tahun 2013 di Kota Batam terjadi
tahun. Pada tahun 2013, sekitar 145.700
kasus campak sehingga Kepala Dinas
orang meninggal akibat campak, sekitar
Kesehatan Kota Batam menetapkan
400 kematian setiap hari atau 16 kematian
terjadinya kejadian luar biasa campak.
setiap jam dan sebagian besar terjadi pada
Jumlah kasus campak selama tahun 2013
anak-anak di bawah usia 5 tahun. Sampai
berjumlah 326 kasus terjadi peningkatan
saat ini cara yang efektif untuk mencegah
sebesar 41% dari tahun 2012 yakni 232
penyakit campak yaitu dengan imunisasi.
kasus. (Profil Kesehatan Kota Batam,
Selama tahun 2000 sampai 2013,
2013).
imunisasi campak berhasil menurunkan
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
15,6 juta (75%) kematian akibat campak di
Kota Batam tahun 2014 terdapat 4
seluruh dunia (WHO, 2014).
Puskesmas terendah imunisasi campak
Menurut WHO (2015), cakupan
pada bayi yaitu Puskesmas Sei. Lekop
imunisasi campak di bawah satu tahun
0,2%, Puskesmas Sei Panas 0,9%,
meningkat 83% pada tahun 2009 dan pada
Puskesmas Sambau 2,9%, Puskesmas
tahun 2013 masih tetap 83-84%. Lebih
Botania sebesar 3,1%. Sedangkan
dari 60% dari 21,5 juta anak-anak yang
imunisasi campak pada bayi tertinggi di
tidak mendapatkan imunisasi campak pada
Puskesmas Tiban Baru 47,4%. (Dinkes
usia 9 bulan berasal dari 6 negara berikut :
Kota Batam 2014).
India (6,4 juta), Nigeria (2,7 juta), Pakistan
Pentingnya pengetahuan seorang ibu
(1,7 juta), Ethiopia (1,1 juta), Indonesia
tentang imunisasi campak sangat
(0,7 juta) dan Republik Kongo (0,7 juta).
berpengaruh terhadap kesehatan bayinya.
Sebagian besar kematian akibat campak
Dengan begitu bayi akan kebal tehadap
terjadi di negara berkembang dan
penyakit ataupun dapat mencegah penyakit
proportional mortality rate penyakit
tertentu. Pengetahuan ibu meliputi segala

UNIVERSITAS BATAM 137


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

sesuatu yang diketahui ibu tentang menggunakan formula Ridwan dan Akdon
imunisasi campak. Pengetahuan yang (2010) untuk populasi yang tidak diketahui
dimiliki akan membentuk sikap yang :
kemudian diwujudkan dalam bentuk nyata
berupa tindakan, sehingga terbentuk suatu 𝑍𝑎/2σ 2
n =( )
e
perilaku yang merupakan suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang diluar Keterangan :
objek (Notoatmodjo, 2007).
Sikap tentang imunisasi campak yaitu n : Besar sampel
respon atau tanggapan terhadap kejadian Zα : Nilai Z pada derajat
imunisasi campak baik sikap positif, kemaknaan (1,96)
maupun sikap negatif. Sikap positif 2σ : Standar deviasi populasi 0,25
mempunyai kecendrungan tindakan yaitu e : error estimasi (5%)
mendukung supaya pencegahan kejadian (Susila, 2015).
campak yang diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari sedangkan sikap negatif
kecendrungan tindakan yaitu melakukan (1,96)(0,25) 2
n=( )
0,05
tindakan yang bisa menimbulkan resiko
kejadian campak (Notoadmojo, 2005). n = 96,04 dibulatkan 96 responden.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
peneliti tertarik melakukan penelitian Jadi berdasarkan rumus tersebut
dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu penulis harus mengambil sampel sejumlah
dengan Sikap Ibu terhadap Imunisasi 96 orang.
Campak pada Bayi di Wilayah Kerja Teknik pengambilan sampel dalam
Puskesmas Sei Panas Kota Batam Tahun penelitian ini dilakukan secara accidental
2016”. sampling yaitu cara pengambilan sampel
yang dilakukan dengan mengambil
METODE PENELITIAN responden yang kebetulan ada atau
tersedia (Riyanto, 2011).
Jenis penelitian ini adalah Alat pengumpulan data yang akan
kuantitatif dengan desain analitik digunakan dalam penelitian ini dengan
observasional dengan pendekatan cross menggunakan kuesioner.
sectional dimana data yang menyangkut 1. Analisa Univariat
variabel bebas atau resiko dan variabel Pada analisis ini menghasilkan
terikat atau variabel akibat, akan distribusi frekuensi dan presentasi
dikumpulkan dalam waktu yang dari tiap variabel, yaitu variabel
bersamaan (Notoadmojo, 2012). independen (pengetahuan Ibu) dan
Dalam penelitian ini karena jumlah variabel dependen (sikap ibu
ibu yang mempunyai bayi yang melakukan terhadap imunisasi campak).
imunisasi ke Puskesmas Sei Panas Kota
Batam pada tahun 2016 belum diketahui
dengan pasti sehingga untuk menghitung
jumlah sampel minimum yang dibutuhkan

UNIVERSITAS BATAM 138


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

2. Analisa Bivariat No Pengetahuan Ibu Frekuensi Presentase


Tentang Imunisasi (n) (%)
Analisa bivariat yaitu analisis Campak Pada Bayi
yang dilakukan terhadap dua variabel
yaitu variabel independen 1 Kurang Baik 42 43,8
2 Baik 54 56,3
(pengetahuan Ibu) dan variabel Sei Panas Kota Batam tahun 2016
dependen (sikap ibu terhadap sebanyak 42 responden ( 43,8% ).
imunisasi campak) yang diduga Sedangkan ibu yang berpengetahuan baik
berhubungan atau memiliki korelasi di puskesmas Sei Panas Kota Batam
(Notoatmodjo, 2010). Peneliti akan sebanyak 54 responden ( 56,3% ).
menggunakan uji Chi square.
b. Sikap Ibu Terhadap Imunisasi
HASIL PENELITIAN Campak Pada Bayi
Penelitian ini dilakukan pada
Analisa Univariat
responden yang membawa bayi ke
a. Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Puskesmas Sei Panas Kota Batam Tahun
Campak Pada Bayi 2016 yang berjumlah 96 orang. Penelitian
ini dilakukan dengan cara membagikan
Penelitian ini dilakukan pada responden kuesioner serta melakukan wawancara
yang membawa bayi ke Puskesmas Sei langsung pada responden untuk
Panas Kota Batam Tahun 2016 yang menentukan sikap ibu terhadap imunisasi
berjumlah 96 orang. Penelitian ini campak. Setelah dilakukan penelitian pada
responden dan pengolahan data diperoleh
No Sikap Ibu Tentang Frekuensi Presentase
hasil sebagai berikut :
Imunisasi Campak (n) (%)
Pada Bayi Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap
1 Kurang baik 39 40,6 ibu Tentang Imunisasi Campak
2 Baik 57 59,4
Pada Bayi di Puskesmas Sei Panas
Jumlah 96 100 Kota Batam Tahun 2016
dilakukan dengan cara membagikan Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat
kuesioner serta melakukan wawancara disimpulkan bahwa sebagian dari separuh
langsung pada responden untuk sikap ibu terhadap imunisasi campak pada
menentukan pengetahuan ibu dengan sikap bayi bersifat kurang baik berjumlah 39
ibu terhadap imunisasi campak. Setelah responden (40,6%). Sedangkan yang
dilakukan penelitian pada responden dan bersikap baik berjumlah 57 responden
pengolahan data diperoleh hasil sebagai (59,4 %).
berikut :
Analisa Bivariat
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi
Pengetahuan Ibu Tentang Analisa ini dilakukan untuk
Imunisasi Campak Pada Bayi di
mengetahui hubungan variabel independen
Puskesmas Sei Panas
Kota Batam Tahun 2016 (Pengetahuan tentang imunisasi campak)
dan variabel Dependen (Sikap ibu terhadap
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat imunisasi campak). Mengggunakan Uji -
disimpulkan bahwa sebagian dari separuh Chi Square dengan batas p lebih kecil dari
responden yang kurang baik di Puskesmas nilai 0,05 (p < 0.05) maka ada hubungan

UNIVERSITAS BATAM 139


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

bermakna antara variabel independen PEMBAHASAN


dengan variabel dependen. Sehingga Ha di
A. Pengetahuan Tentang Imunisasi
terima dan Ho ditolak maka ada hubungan
Campak Pada Bayi Di Puskesmas
Pengetahuan dengan Sikap Ibu Terhadap
Sei Panas Kota Batam 2016
Imunisasi Campak Pada Bayi Di
Penelitian yang dilakukan pada 96
Puskesmas Sei Panas Kota Batam 2016.
responden diperoleh hasil sebagian
Tabel 4.3 Hubungan Pengetahuan besar responden berpengetahuan baik
dengan Sikap Ibu Tentang Imunisasi yaitu 54 responden (56, 3%)
Campak Pada Bayi di Puskesmas Sei berpengetahuan kurang baik yaitu 42
Panas responden (43,8%).

Dari hasil penelitian dan uraian


Sikap
N Pengetahua Kurang Jumlah p- teori, lebih dari separuh responden
Baik Valu
o n Baik
e yang berpengetahuan baik. Menurut
n % n % n %
2 21, 1 16, 4 43,
hasil wawancara singkat hal ini dapat
1 Kurang Baik
6 7 6 7 2 8 dipengaruhi oleh faktor informasi yang
1 13, 4 42, 5 56,
2 Baik
3 5 1 7 4 3
0.00 didapat, hal ini disebabkan karena
3 5 9
Jumlah
9 4 6
100 responden mengetahui tentang
Kota Batam Tahun 2016 manfaat dari imunisasi campak dan
Berdasarkan tabel 4.3 diatas maka mencari informasi dari berbagai
dapat disimpulkan bahwa terdapat 26 sumber seperti fasilitas kesehatan dan
responden yang memiliki pengetahuan penyuluhan, televisi, koran, internet,
kurang baik dan memiliki sikap yang radio, majalah serta lainnya. Informasi
kurang baik terhadap imunisasi campak. dari Fasilitas kesehatan oleh berbagai
Kemudian terdapat 16 responden yang program pemerintah di puskesmas
memiliki pengetahuan kurang baik dalam bentuk acara seperti bakti sosial
memiliki sikap yang baik terhadap dan edukasi merupakan faktor penting
imunisasi campak. Selain itu terdapat 13 dalam memberikan pengetahuan
responden yang memliki pengetahuan baik terhadap masyarakat. Informasi ini
memiliki sikap yang kurang baik terhadap yang merupakan hal terpenting
imunisasi campak. Frekuensi yang paling didalam menerima pengetahuan baru,
banyak adalah 42 responden yang karena semakin banyak responden
memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang mendapatkan informasi maka
yang baik terhadap imunisasi campak. semakin tinggi pula pengetahuan baru
yang didapatkan. Responden juga
Berdasarkan hasil uji Chi – Square menjelaskan bahwa semakin banyak
terhadap data tersebut didapatkan p - value informasi dapat mempengaruhi atau
0,000 yang berarti p-value <0,05 sehingga menambah pengetahuan seseorang dan
Ha diterima. Dengan demikian dapat dengan pengetahuan menimbulkan
disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesadaran yang akhirnya seseorang
Pengetahuan dengan Sikap Ibu tentang akan berprilaku sesuai dengan
Imunisasi Campak Pada Bayi Di pengetahuan yang dimiliki.
Puskesmas Sei Panas Kota Batam 2016.

UNIVERSITAS BATAM 140


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Pembahasan diatas sesuai seperti edukasi tentang imunisasi campak bagi


yang dikemukakan Notoadmojo bayi tersebut baik, dan responden juga
(2010), Pengetahuan merupakan hasil akan bersifat kurang baik jika terjadi
tahu dan ini terjadi setelah orang hal sebalik nya. Penyuluhan yang
melakukan pengindraan terhadap suatu dilakukan secara tepat dan benar oleh
objek tertentu, pengindraan terjadi para ahli dari tenaga kesehatan akan
melalui panca indra manusia, yaitu : mepengaruhi responden dalam
indra penglihatan, pendengaan, meningkatkan sikap yang baik,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian sehingga responden akan merespon
besar pengetahuan manusia diperoleh terhadap imunisasi campak pada balita.
melalui mata dan telinga. Pengetahuan Semakin banyak responden yang
seseorang juga dipengaruhi oleh faktor mendapatkan informasi maka semakin
informasi yang merupakan kemudahan baik pula tingkat pengetahuan dalam
untuk mempercepat seseorang dalam menerapkan informasi yang telah
memperoleh pengetahuan yang baru diberikan.
dan sumber informasi dapat diperoleh
Pembahasan diatas juga sesuai
melalui media cetak ( surat kabar,
dengan teori menurut Notoadmojo (
majalah ), media elektronik ( televisi,
2010 ) Sikap merupakan reaksi atau
radio, internet ) dan melalui kegiatan
respon yang masih tertutup dari
tenaga kesehatan seperti pelatihan yang
seseorang terhadap suatu stimulus atau
diadakan ( Dokter, Perawat, Bidan ).
objek. Sikap dapat dipengaruhi oleh
orang lain, menurut Azwar (2000),
faktor–faktor yang mempengaruhi
B. Sikap Ibu terhadap Imunisasi
sikap diantaranya adalah pengaruh
Campak Pada Bayi
seseorang yang dianggap penting oleh
Dari penelitian yang dilakukan individu terkait. Individu pada
pada 96 responden diperoleh hasil umumnya cenderung untuk memiliki
yaitu responden yang memiliki sikap sikap yang konformis atau searah
baik sebanyak 57 orang ( 59,4%), dengan sikap seseorang yang dianggap
sedangkan responden yang memiliki penting. Kecenderungan ini antara lain
sikap Kurang baik sebanyak 39 orang dimotivasi oleh keinginan untuk
( 40,6% ). Berdasarkan hasil penelitian berafiliasi atau berhubungan dan untuk
dan uraian teori, sebagian besar menghindari konflik dengan orang
responden memberi respon positif pada yang dianggap penting tersebut.
saat dilakukan wawancara, sikap
Dari penelitian sebelumnya yang
positif tersebut muncul karena
dilakukan oleh Umaroh, (2014). Sikap
disebabkan adanya informasi dan
responden terhadap imunisasi campak
edukasi yang dapat diterima oleh
sejumlah 54,3% menunjukkan sikap
responden, dan kemudian dapat
yang positif.
mempengaruhi responden dalam
mengambil keputusan. Responden
akan bersifat baik jika informasi dan

UNIVERSITAS BATAM 141


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

C. Hubungan Pengetahuan dengan ibu bayiitu sendiri, dimana responden


Sikap Ibu Terhadap Imunisasi cenderung lebih mempercayai orang
Campak Pada Bayi Pada Tahun tuanya yang beranggapan dengan
2015 imunisasi dasar saja sudah cukup
Berdasarkan tabel 4.3 dapat karena anggapan orang tuanya atau
diketahui bahwa responden yang orang disekitarnya yang dianggap
terbanyak adalah responden yang sudah mempunyai pengalaman
memiliki pengetahuan yang baik dan sebelumnya dibandingkan dirinya,
sikap yang baik terhadap imunisasi sehingga responden tersebut yang
campak, yaitu 41(42,7%) responden sudah memiliki pengetahuan yang
dari 96 responden. Hasil uji statistik baik, tetapi masih memiliki sikap yang
Chi-Square diperoleh nilai p-value kurang karena menganggap imunisasi
sebesar 0,00. Hal ini menunjukkan p- campak tersebut kurang penting untuk
value < 0,05 yang berarti ada balitanya.
hubungan antara pengetahuan terhadap Hasil penelitian ini sejalan dengan
sikap ibu terhadap imunisasi campak pendapat Notoatmodjo (2010) yang
pada balita. mengatakan bahwa sikap merupakan
Pengetahuan responden yang baik reaksi atau respons yang masih tertutup
memiliki sikap baik terhadap imunisasi dari seseorang terhadap suatu stimulus
campak disebabkan oleh informasi atau objek. Menurut Bimo Walgito,
yang diperoleh responden dapat 2001 (Sunaryo, 2004) sikap merupakan
diterima secara baik, dimana dengan organisasi pendapat, keyakinan
memperoleh informasi yang baik maka seseorang mengenai objek, yang
responden dapat menerima disertai adanya perasaan untuk
pengetahuan bahkan mencari informasi membuat respons atau berperilaku
terkait tentang imunisasi campak lebih dalam cara tertentu yang dipilihnya.
mendalam dari sumber-sumber yang Sedangkan responden yang
terpercaya. memiliki pengetahuan yang kurang dan
Hal ini diperkuat dengan teori sikap yang baik cenderung kurang nya
Notoatmodjo (2007) yang mengatakan informasi yang ibu peroleh tentang
Informasi yang di peroleh dari imunisasi campak atau kurangnya
berbagai sumber akan mempengaruhi inisiatif ibu untuk mencari informasi
tingkat pengetahuan seseorang. Bila terkini mengenai imunisasi campak
seseorang banyak memperoleh teteapi sikap ibu baik terhadap
informasi maka ia cenderung imunisasi campak bisa disebabkan
mempunyai pengetahuan yang lebih karena sikap yang ibu tunjukkan
luas. mendukung yang dapat terbentuk dari
Selanjutnya, responden yang adanya keyakinan ibu tentang
memiliki pengetahuan yang baik pentingnya imunisasi bagi anaknya,
namun sikapnya tergolong kurang pengalaman langsung ataupun tidak
baik, hal ini disebabkan salah satu langsung yang di dapat ibu tentang
faktor yakni pengaruh seseorang yang imunisasi.
dianggap penting yaitu orang tua dari

UNIVERSITAS BATAM 142


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

Dalam Saifuddin (2007) sehingga responden dengan senang hati


mengatakan bahwa sikap dikatakan membawa bayinya untuk dilakukan
suatu respon evaluatif, yang timbul imunisasi selanjutnya. Hal ini
apabila individu dihadapkan pada suatu dinyatakan dengan nilai p-value 0,000.
stimulus yang menghendaki adanya Berdasarkan pembahasan diatas
reaksi individual, yang didasari oleh menunjukan dengan pengetahuan yang
proses evaluasi dalam diri indvidu. baik sikap ibu yang muncul terhadap
Kemudian responden yang imunisasi campak adalah sikap baik,
memiliki pengetahuan yang kurang dan dan begitupun sebaliknya dengan
memiliki sikap yang kurang baik, hal pengetahuan yang kurang baik sikap
ini disebabkan oleh kurangnya ibu yang muncul terhadap imunisasi
informasi yang diperoleh responden campak adalah sifat kurang baik.
mengenai imunisasi campak seperti Pengalaman dan penelitian juga
kurang aktifnya ibu untuk mencari membuktikan bahwa praktek yang
informasi terkini tentang informasi didasari oleh pengetahuan akan lebih
imunisasi campak, kemudian dipicu langgeng dari pada praktek yang tidak
oleh pengaruh orang yang dianggap didasari oleh pengetahuan. Serta sikap
penting dan dapat dipercaya oleh seseorang juga sangat banyak
responden tersebut seperti orang dipengaruhi oleh orang-orang yang
tuanya yang mengsugesti ibu bahwa dianggap penting, jadi jika responden
dengan imunisasi dasar saja bayi sudah menggaggap seseorang itu penting
memiliki sistem imun yang baik. untuk dirinya dan untuk balitanya
Menurut M.Ali ( 2008 ) maka apa yang dilakukan atau
pengetahuan seorang ibu akan dikatakan oleh sesorang tersebut
mempengaruhi status imunisasinya, cenderung akan dicontoh atau
masalah pengertian dan pemahaman dilakukan oleh responden tersebut.
ibu dalam program imunisasi bayinya
tidak akan menjadi halangan yang KESIMPULAN
besar jika pengetahuan yang memadai
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
tentang hal itu diberikan, pengetahuan
dilakukan di Puskesmas Sei Panas Kota
ibu tentang imunisasi akan membentuk
Batam Tahun 2016 dengan jumlah
sikap baik terhadap kegiatan imunisasi.
responden sebanyak 96 responden, dapat
Hal ini juga merupakan faktor dominan
diambil kesimpulan sebagai berikut.
dalam keberhasilan imunisasi, dengan
a. Sebagian besar pengetahuan ibu
pengetahuan baik yang ibu miliki maka
tentang imunisasi campak yaitu baik,
kesadaran untuk mengimunisasikan
sebanyak 54 responden ( 56,3% ).
balitanya akan meningkat yang b. Sebagian besar sikap ibu tentang
mempengaruhi status imunisasi. imunisasi campak yaitu baik, sebanyak
Menurut penelitian Insani (2009), 57 responden ( 59,4% ).
semakin baik tingkat pengetahuan Ada hubungan antara pengetahuan dengan
seseorang maka semakin mudah sikap ibu terhadap imunisasi campak
memahami informasi yang diberikan terhadap balita p-Value 0,00 (p value <
mengenai efek samping imunisasi, 0.05

UNIVERSITAS BATAM 143


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

HUBUNGAN LUKA INFEKSI PATAH TULANG TERBUKA TIBIA


FIBULA DENGAN LAMA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA DAN
LAMA PERAWATAN PASIEN BEDAH TULANG DI RSUD
EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM TAHUN 2014/205

Depi Nopania Utami*, Ronny Sutanto**, Christine Anggraeni**


* Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Batam

ABSTRAK
Depi Nopania Utami, 61112058, 2016. Hubungan Luka Infeksi Patah Tulang Terbuka Tibia
Fibula Dengan Lama Pemberian Antibiotika Dan Lama Perawatan Pasien Bedah Tulang Di
RSUD Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2014/2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Batam.
Latar Belakang: Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Infeksi adalah invasi tubuh patogen
atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Antibiotika adalah zat biokimia yang
diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan
atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain. Average Length of Stay (ALOS) rata-rata
lama rawat seorang pasien. Maka dari itu peneliti ingin mencari hubungan luka infeksi patah
tulang terbuka tibia fibula dengan lama pemberian antibiotika dan lama perawatan pasien
bedah tulang.
Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang
dilakukan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam. Teknik penelitian adalah Total Sampling
dengan populasi sebesar 31 dan diperoleh sampel 31 sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi di tabulasi silang kemudian diuji
dengan uji Chi-square.
Hasil: Hasil penelitian ini didapatkan responden yang tidak mengalami infeksi (negatif)
sebesar 61,3%, lama pemberian antibiotika ≤ 72 jam sebesar 58,1% dan lama perawatan ≤ 6
hari sebesar 54,8%. Hasil analisis Chi-square didapatkan nilai signifikansi p-value = 0,027
dan 0,008. Angka tersebut signifikan karena nilai p lebih kecil dibandingkan dengan taraf
signifikansi (α) = 5% (0,05). Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara
luka infeksi dengan lama perawatan.
Simpulan: Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
luka infeksi dengan lama pemberian antibiotika dan lama perawatan.

Kata kunci: Patah tulang terbuka tibia fibula, Luka infeksi, Antibiotika, Lama perawatan.

UNIVERSITAS BATAM 144


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

PENDAHULUAN
Saat ini penyakit yang mengenai 10% mengalami kesembuhan dengan
musculoskeletal telah menjadi masalah baik.2
yang banyak dijumpai di pusat-pusat Patah tulang terbuka merupakan
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. suatu patah tulang dimana terjadi
Bahkan World Health Organization hubungan dengan lingkungan luar melalui
(WHO) telah menetapkan dekade ini kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri
(2000-2010) menjadi dekade tulang dan sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
3
persendian. Masalah pada tulang yang
mengakibatkan keparahan disabilitas Infeksi masih merupakan masalah
adalah patah tulang. Dengan makin yang kompleks di rumah sakit, dengan
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari morbiditas, mortalitas yang tinggi dan
segi jumlah pemakai jalan, jumlah menimbulkan waktu perawatan lebih lama
pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa serta menghabiskan biaya yang besar.
angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan WHO melaporkan prevalensi infeksi
kecepatan kendaraan maka mayoritas nosokomial bervariasi antara 3%-21%, dan
terjadinya patah tulang adalah kecelakaan Infeksi Luka Operasi (ILO) mencakup 5%-
lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain 31% dari total angka infeksi nosokomial. 5
yang dapat menyebabkan patah tulang
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan METODE PENELITIAN
kerja dan cedera olahraga.1 Metode yang digunakan merupakan
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan penelitian deskriptif yaitu peneliti
Dasar (RISKESDAS) oleh Badan berupaya mencari hubungan luka infeksi
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI patah tulang terbuka tibia fibula dengan
tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus lama pemberian antibiotika dan lama
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara perawatan. Penelitian ini menggunakan
lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas desain studi analitik dengan jenis
dan trauma benda tajam/tumpul. Dari penelitian cross sectional, yaitu tiap subjek
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami penelitian hanya observasi sekali saja dan
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari pengukuran dilakukan terhadap status
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang karakter atau variabel subjek pada saat
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang pemeriksaan.6
(8,5%), dari 14.127 trauma benda Populasi dalam penelitian ini
tajam/tumpul, yang mengalami fraktur adalah pasien patah tulang terbuka tibia
sebanyak 236 orang (1,7%).2 fibula di RSUD Embung Fatimah Kota
Berdasarkan data dari Batam tahun 2014/2015, terdapat 31
Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) orang. Sampel pada penelitian ini yaitu
tahun 2009 didapatkan sekitar delapan sebanyak 31 sampel. Penelitian ini,
juta orang mengalami kejadian fraktur menggunakan teknik sampel total
dengan jenis fraktur yang berbeda dan sampling yaitu sampel semua anggota
penyebab yang berbeda, dari hasil populasi diambil sebagai sampel
survey tim Depkes RI didapatkan 25% penelitian.
penderita fraktur yang mengalami Variabel terikat dalam penelitian
kematian, 45% mengalami cacat fisik, ini adalah Luka Infeksi Fraktur Tibia
15% mengalami stress psikologis Fibula dan variabel bebasnya adalah Lama
karena cemas dan bahkan depresi, dan Pemberian Antibiotika dan Lama
Perawatan. Data yang diperoleh dari rekam

UNIVERSITAS BATAM 145


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

medis pasien disusun dalam tabel (38,7%) responden yang mengalami


distribusi frekuensi berdasarkan luka infeksi (positif).
infeksi fraktur tibia fibula, lama pemberian
antibiotika dan lama perawatan dengan Tabel.2 Distribusi Frekuensi Lama
bantuan perangkat SPSS. Pemberian Antibiotika di RSUD Embung
Analisis Univariat data Fatimah Kota Batam Tahun 2014/2015
menggunakan Analisis Univariat dan
Analisis Bivariat. Analisis univariat yang Lama
bertujuan menjelaskan atau Frekuensi Persentase
Pemberian
mendeskripsikan karakteristik setiap (f) (%)
variabel penelitian. Data yang telah diolah Antibiotika
akan ditampilkan dalam bentuk tabel dari ≤ 72 jam 18 58,1
masing-masing variabel.5 Apabila telah
> 72 jam 13 41,9
dilakukan analisis univariat tersebut diatas,
hasilnya akan diketahui karakteristik atau Total 31 100
distribusi setiap variabel dan dapat
dilanjutkan analisis bivariat. Analisis Pada tabel.2 didapatkan sebanyak
bivariat yang dilakukan terhadap dua 18 (58,1%) responden yang diberikan
variabel yang diduga berhubungan atau antibiotika selama ≤ 72 jam dan 13
berkorelasi.5 Analisis Bivariat dalam (41,9%) responden yang diberikan
penelitian ini adalah suatu teknik analisis antibiotika selama > 72 jam.
yang digunakan untuk mengetahui
hubungan luka infeksi patah tulang tibia Tabel.3 Distribusi Frekuensi Lama
fibula dengan lama pemberian antibiotika Perawatan di RSUD Embung Fatimah
dan lama perawatan. Serta dilakukan Kota Batam Tahun 2014/2015
pengujian dengan uji Chi-Square yang
berguna untuk mengetahui perbedaan
Lama Frekuensi Persentase
antara dua variabel.
Perawatan (f) (%)
HASIL PENELITIAN
≤ 6 hari 17 54,8
Analisis Univariat
Tabel.1 Distribusi Frekuensi Luka Infeksi > 6 hari 14 45,2
Pada Patah Tulang Terbuka Tibia Fibula di
Total 31 100
RSUD Embung Fatimah Kota Batam
Tahun 2014/2015
Pada tabel.3 didapatkan sebanyak
Luka Infeksi Fr. Frekuensi Persentase 17 (54,8%) responden yang dirawat ≤ 6
TF (f) (%) hari dan 14 (45,2%) responden yang
dirawat > 6 hari.
Negatif (-) 19 61,3
Positif (+) 12 38,7 Analisis Bivariat
Total 31 100
Tabel.4 Hubungan Luka Infeksi Patah
Tulang Terbuka Tibia Fibula Dengan
Dari tabel.1 menunjukan bahwa Lama Pemberian Antibiotika di RSUD
yang mengalami luka infeksi pada patah Embung Fatimah Kota Batam Tahun
tulang terbuka tibia fibula yaitu sebanyak 2014/2015
19 (61,3%) responden yang tidak
mengalami infeksi (negatif) dan 12

UNIVERSITAS BATAM 146


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

1 1 3
Total
7 4 1

Luka Lama Pem. AB Total Pada tabel.5 didapatkan bahwa


Infek ≤72ja >72ja p-
fsi val RR
responden yang tidak mengalami infeksi
m m
Fr. f % ue (negatif) dengan lama perawatan ≤ 6 hari
TB f % f % yaitu 14 (73,7%) dan responden yang tidak
Negat
1 73, 26, 1 mengalami infeksi (negatif) dengan lama
5 100
if (-) 4 7 3 9 pemberian antibiotika > 6 hari yaitu 5
0,0 2,2
(26,3%). Pada responden yang mengalami
33, 66, 1 27 11
Positi 4 8 100 infeksi (positif) dengan lama pemberian
f (+) 3 7 2 antibiotika ≤ 6 hari yaitu 3 (25%) dan
Total
1 1 3 responden yang mengalami infeksi
8 3 1 (positif) dengan lama pemberian
antibiotika > 6 hari yaitu 9 (75%). Dengan
Pada tabel.4 didapatkan bahwa p-value = 0,008 (p-value ≤ 0,05). Hasil
responden yang tidak mengalami infeksi perhitungan Relative Risk didapat hasil RR
(negatif) dengan lama pemberian = 2,947 yang berarti luka yang terinfeksi
antibiotika ≤ 72 jam yaitu 14 (73,7%) dan 2,947 kali beresiko untuk mendapatkan
responden yang tidak mengalami infeksi lama perawatan lebih > 6 hari.
(negatif) dengan lama pemberian
antibiotika > 72 jam yaitu 5 (26,3%). Pada PEMBAHASAN
responden yang mengalami infeksi Pembahasan Analisis Univariat
(positif) dengan lama pemberian
antibiotika ≤ 72 jam yaitu 4 (33,3%) dan Berdasarkan dari hasil penelitian yang
responden yang mengalami infeksi telah dilakukan terlihat tabel.1 bahwa
(positif) dengan lama pemberian distribusi karakteristik responden
antibiotika > 72 jam yaitu 8 (66,7%). berdasarkan luka infeksi fraktur tibia
dengan p-value = 0,027 (p-value ≤ 0,05). fibula yaitu responden yang terbanyak
Hasil perhitungan Relative Risk didapat adalah tidak mengalami infeksi (negatif)
hasil RR = 2,211 yang berarti luka yang 19 responden dan yang mengalami infeksi
terinfeksi 2,211 kali beresiko untuk (positif) adalah pada 12 responden.
membutuhkan pemberian antibiotika penelitian tentang faktor-faktor yang
dengan lama pemberian > 72 jam. berhubungan dengan kejadian infeksi pada
patah tulang terbuka tahun (2003) oleh
Tabel.5 Hubungan Luka Infeksi Patah Abdul Hamid Rochanan, pada penelitian
Tulang Terbuka Tibia Fibula Dengan ini pengambilan data dilakukan secara
Lama Perawatan di RSUD Embung prospektif terhadap 102 penderita patah
Fatimah Kota Batam Tahun 2014/2015 tulang terbuka yang memenuhi kriteria
inklusi di RS Dr. Kariadi Semarang
Luka Lama dengan 30 responden (29,4%) mengalami
Total
Infek Perawatan p- infeksi dan 72 responden (70,6%) tidak
fsi ≤6hari >6hari val RR infeksi.
Fr. f % ue
TB f % f % Dari hasil tabel.2 mengenai
1 73, 26, 1 distribusi lama pemberian antibiotika
Negat 5 100 menunjukan bahwa didapatkan sebanyak
if (-) 4 7 3 9 0,0 2,9
08 47 18 (58,1%) responden yang diberikan
Positi 3 25 9 75 1 100 antibiotika selama ≤ 72 jam dan 13
f (+)

UNIVERSITAS BATAM 147


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

(41,9%) responden yang diberikan Dari hasil analisa statistik dengan uji
antibiotika selama > 72 jam. Maka dapat chi square diperoleh nilai p-value = 0,027
disimpulkan bahwa lebih banyak (p-value ≤ 0,05). Artinya ada hubungan
responden yang diberikan antibiotika antara luka infeksi patah tulang terbuka
kurang dari 72 jam. Penelitian yang di tibia fibula dengan lama pemberian
lakukan oleh Putu Sukma Parahita tentang antibiotika. Bukti adanya hubungan
penatalaksanaan kegawatdaruratan pada tersebut diperkuat oleh hasil analisis
cedera fraktur ekstremitas. Pemberian Relative Risk (RR) luka infeksi dengan
antibiotika dapat dilanjutkan hingga 72 lama pemberian antibiotika dengan hasil
jam setelah luka tertutup. Debridement nilai RR = 2,211. Nilai tersebut
luka di kamar operasi juga sebaiknya menyatakan bahwa luka yang terinfeksi
dilakukan sebelum 6 jam pasca trauma 2,211 kali beresiko untuk membutuhkan
untuk menghindari adanya sepsis pasca pemberian antibiotika dengan pemberian >
trauma (Isaac SM dkk, 2010). 6 72 jam. Dengan nilai confident interval
Pada tabel.3 dan tabel.5 juga 95% (0,950-5,141) maka nilai relative risk
dijelaskan tentang distribusi lama dinyatakan signifikan atau bermakna.
perawatan didapatkan sebanyak 17 Dari tabel.5 responden yang tidak
(54,8%) responden yang dirawat ≤ 6 hari mengalami infeksi (negatif) dengan lama
dan 14 (45,2%) responden yang dirawat > perawatan ≤ 6 hari yaitu 14 (73,7%) dan
6 hari. Maka dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak mengalami infeksi
lebih banyak responden yang dirawat (negatif) dengan lama pemberian
kurang dari 6 hari. penelitian yang antibiotika > 6 hari yaitu 5 (26,3%). Pada
dilakukan Rizky Ika Winda (2014) tentang responden yang mengalami infeksi
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat (positif) dengan lama pemberian
kecemasan pasien fraktur tulang panjang antibiotika ≤ 6 hari yaitu 3 (25%) dan
pra operasi yang dirawat di RSUD Arifin responden yang mengalami infeksi
Achmad Pekanbaru. Berdasarkan (positif) dengan lama pemberian
penelitian didapatkan 30 responden, antibiotika > 6 hari yaitu 9 (75%).
dengan lama hari rawat ≤ 6 hari 24 Dari hasil analisa statistik dengan uji
responden (80,0%) dan > 6 hari 6 chi square diperoleh nilai p-value = 0,008
responden (20,0%). (p-value ≤ 0,05). Artinya ada hubungan
antara luka infeksi patah tulang terbuka
Pembahasan Analisis Bivariat tibia fibula dengan lama perawatan. Bukti
adanya hubungan tersebut diperkuat oleh
Berdasarkan hasil penelitian yang hasil analisis Relative Risk (RR) luka
dilakukan di RSUD Embung Fatimah Kota infeksi dengan lama perawatan dengan
Batam Tahun 2014/2015. Dari tabel.4 hasil nilai RR = 2,947. Nilai tersebut
didapatkan bahwa responden yang tidak menyatakan bahwa luka yang terinfeksi
mengalami infeksi (negatif) dengan lama 2,947 kali beresiko mendapatkan lama
pemberian antibiotika ≤ 72 jam yaitu 14 perawatan lebih > 6 hari. Dengan nilai
(73,7%) dan responden yang tidak confident interval 95% (1,067-8,142) maka
mengalami infeksi (negatif) dengan lama nilai relative risk dinyatakan signifikan
pemberian antibiotika > 72 jam yaitu 5 atau bermakna.
(26,3%). Pada responden yang mengalami
infeksi (positif) dengan lama pemberian KESIMPULAN
antibiotika ≤ 72 jam yaitu 4 (33,3%) dan
responden yang mengalami infeksi Berdasarkan penelitian mengenai
(positif) dengan lama pemberian hubungan luka infeksi patah tulang terbuka
antibiotika > 72 jam yaitu 8 (66,7%). tibia fibula dengan lama pemberian

UNIVERSITAS BATAM 148


ZONA KEDOKTERAN – Vol. 04 No. 22 JANUARI 2017

antibiotika dam lama perawatan pasien 2. Depkes R.I (2007). Riset


bedah tulang di RSUD Embung Fatimah Kesehatan Dasar.
Kota Batam yang dilakukan pada tanggal http://www.depkes.co.id/- diunduh
06 Februari 2016 maka dapat diperoleh November 2015.
kesimpulan: 3. Rasjad, Chairuddin (2008).
1. Sebagian besar kasus patah tulang Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
terbuka tibia fibula di RSUD Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
Embung Fatimah yaitu yang tidak 4. Irianto Koes (2006). Penentuan
mengalami infeksi (negatif) Jumlah Bakteri, dalam:
sebanyak 19 (61,3%) responden. Mikrobiologi, Menguak Dunia
2. Sebagian besar kasus yang Mikroorganisme, Jilid I. Yrama
mengalami patah tulang terbuka Widya, Bandung; pp 133 -137.
tibia fibula dengan lama pemberian 5. Notoatmodjo, Soekidjo (2012).
antibiotika ≤ 72 jam di RSUD Promosi kesehatan dan Perilaku
Embung Fatimah sebanyak 18 Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
(58,1%) responden. 6. Isaac SM, Woods A, Danial IN,
3. Sebagian besar kasus yang Mourkus H. Antibiotic Prophylaxis
mengalami patah tulang terbuka in Adilts With Open tibial
tibia fibula dengan lama perawatan Fractures: What Is the Evidence for
≤ 6 hari di RSUD Embung Fatimah Duration of Administration? A
sebanyak 17 (54,8%) responden. Systematic Review. J Foot Ankle
4. Terdapat hubungan yang bermakna Surg. 2015 Sep 10.
antara luka infeksi dengan lama
pemberian antibiotika dengan nilai
p-value = 0,027 dan nilai Relative
Risk (RR) 2,211 yang berarti luka
yang terinfeksi 2,211 kali beresiko
untuk membutuhkan pemberian
antibiotika dengan lama pemberian
> 72 jam.
5. Terdapat hubungan yang bermakna
antara luka infeksi dengan lama
perawatan pasien dengan nilai p-
value = 0,008 dan nilai Relative
Risk (RR) = 2,947 yang berarti
luka yang terinfeksi 2,947 kali
beresiko untuk mendapatkan lama
perawatan lebih > 6 hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO Scientific Group (2003).
WHO Technical Report Series 919.
The Burden Of Musculoskeletal
Conditions at The Start of The New
Millenium. WHO Library
Cataloguing in Publication Data,
pp: 1-5.

UNIVERSITAS BATAM 149

Anda mungkin juga menyukai