Anda di halaman 1dari 33

i

Laporan Tutorial Skenario 4


Blok Perawatan Kuratif dan Rehabilitatif
Kedokteran Gigi I

Kelompok 9
Ketua : Ratna Dewandari (151610101077)
Scriber Papan : M.Idris Kamali (151610101073)
Scriber Meja : Arina Kamila (151610101070)
Anggota : Fitri Ayu Wulandari (151610101074)
Widy Jatmiko (151610101075)
Arina Rosyidah (151610101071)
Husna Afifah (151610101073)
Iga Nadya Putri (151610101076)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
member kesempatan kepada kami untuk dapat menyusun laporan hasil tutorial
skenario1 Blok Perawatan Kuratif dan Rehabilitatif Kedokteran Gigi I.Pembuatan
makalah ini didasarkan padahasil pelaksanaan tutorial yang menggunakan metode
seven jump. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok
IX.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Nadie.,M.DSc.. selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok IX Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan
member masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah
didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih mengandung banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan sehingga dapat digunakan untuk menyempurnakan laporan berikutnya.
Yang terakhir semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 25 September 2017

Tim Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
SKENARIO ......................................................................................................... 1
STEP 1: Identifikasi Kata Sulit .................................................................. 2
STEP 2: RumusanMasalah ......................................................................... 2
STEP 3: Brainstorming ............................................................................... 2
STEP 4: Mapping ......................................................................................... 6
STEP 5: Learning Objective ....................................................................... 6
STEP 6: Belajar Mandiri ............................................................................ 6
STEP 7: Generalisation ............................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

iii
4

SKENARIO
ANASTESI LOKAL DAN EKSODONSIA

Pak Budi umur 45 tahun datang ke RSGM FKG Unej atas rujukan bagian lain
dengan permintaan pencabutan gigi. Data pemeriksaan klinis intra oral terdapat gigi
12, 13 dan 18 dengan kondisi gigi karies profunda perforasi serta gigi 43 dan 48 sisa
akar, masing-masing gigi tersebut diindikasikan untuk dilakukan eksodonsi.
Pemeriksaan vital sign dan kondisi fisik pasien baik.
5

STEP I
1. Anastesi local :
Merupakan injeksi obat anastesi pada bagian tubuh tertentu yang bersifat
reversible, kerjanya dengan menghantarkan impuls saraf pada system saraf
pusat yang menimbulkan hilangnya sensasi yaitu sensasi rasa sakit, tekan, suhu
termasuk fungsi motorik pada suatu daerah tertentu tanpa disertai hilangnya
kesadaran.
2. Eksodonsi :
Merupakan ilmu bedah mulut untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi beserta
jaringan patologisnya dari sakit gigi.
3. Rujukan :
Suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter.
6

STEP II

1. Apa hubungan vital sign yang baik dengan dan kondisi tubuh yang baik dengan
tindakan pencabutan gigi?
2. Apa saja persiapan yang perlu dilakukan sebelum prosedur melakukan
eksodonsi dan anastesi lokal?
3. Apakah boleh dilakukan tindakan pencabutan gigi dalam skenario secara one
visit?
4. Apa saja indikasi anastesi lokal?
5. Apakah teknik anastesi lokal dan teknik pencabutan yang digunakan pada gigi
yang ada di skenario dan apa saja nervus yang terlibat pada saat melakukan
tindakan anastesi?
6. Kenapa perlu dilakukan anasetsi local pada pasien sedangkan gigi yang akan
dicabut banyak?
7

STEP III
1. Pemeriksaan vital sign terdiri dari pemeriksaan denyut nadi, temperature, tekanan
darah dan juga penafasan. Perlunya dilakukan pemeriksaan vital sign adalah
untuk menegtahui bagaimana kondisi fisik pasien. Seperti apakah pasien saat ini
memeliki tekanan darah yang tinggi, apakah pasien merasa cemas dan apakah
pasien memilik alergi ada anastetikum. Sehingga sebelum dilakukan perawatan
perlu dilakukan penanganan terlebih dahulu. Seperti pasien yang sedang cemas
perlu ditenagkan terlibih dahulu atau pada pasien yang memiliki tekanan darah
tinggi pemberian anastetikum tanpa disertai dengan vasokonstirktor agar tekanan
darah tidak meningkat. Hal ini perlu dialkuakn agar perawatan berjalan dangan
lancar dan tidak terjadi kegagalan pada proses perawatan yang dilakukan.

2. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan anastesi adalah :

a. Persiapan pasien

 Evaluasi dan seleksi pasien yang akan dilakukan tindakan.


 Persiapan fisik dan mental pasien. Dokter gigi akan
mengomunikasikan dengan pasien perawatan yang akan dilakukan
dan segala komplikasinya. Hal tersebut tertuang dalam perjanjian
perawatan yang disebut Informed Conseent.
 Riwayat medis pasien (anamnesa)
 Pre-operative Laboratory sebagai penunjang keberhasilan perawatan.
Bisa meliputi pemeriksaan darah, RO dan tes sensitivitas obat.
 Physical Examination yang meliputi vitak sign, TD, pulse nadi,
respirasi, suhu badan. Serta pemeriksaan extra oral yang meliputi
wajah-leher, kelenjar getah bening dan TMJ. Untuk intra oral juga
perlu diperiksa.
 Kontrol infeksi dan rasa sakit. Dokter gigi harus memutusakan apakah
harus dilakukan kontrol infelsi, prophilaksis dengan antibiotika
ataupun rasa sakit dengan pemberian obat penghilang rasa sakit.
8

b. Persiapan alat dan ruangan

Persiapan alat-alat dan ruangan operasi dilakukan sebelum pasien masuk ke


ruangan operasi. Alat-alat yang diperlukan untuk tindakan operasi harus
sudah ditentukan dengan benar, steril dan tertutup. Begitu juga kamar
operasi, kebersihan, penerangan dan pengatur suhu ruangan serta ketenangan
dan kenyamanan sudah ditata dengan baik sehingga pasien dapat rileks dan
nyaman masuk ruang operasi.

c. Persiapan operator

Operator dan asisten operator harus memahami sepsis dan asepsis. Sepsis
adalah segala mikroba dan produknya yang dapat masuk kedalam tubuh
penderita pada saat operasi yang dapat menimbulkan komplikasi pada
penderita ataupun kematian. Untuk itu operator dan asisten operator harus
melakukan asepsis, yaitu menghilangkan seluruh faktor-faktor yang dapat
menyebabkan sepsis seperti sterilisasi alat dan menggunakan bahan
disinfektan. Selain itu harus menggunakan masker, baju operasi yang steril
dan hanscond. Ruangan juga harus disterilkan dengan bahan disinfektan.

3. Sebenarnya bisa saja dilakukan tindakan pencabutan pada gigi gigi tersebut
dengan one vist , hanya saja kembali kepada keadaan dan kesiapan dari
pasien. Jika dilakukan pencabutan semua gigi pasti pasien merasa sangat
kesakitan. Maka, bisa dilakukan pada salah satu regio nya. Baik itu regio
sinister ataupun dexter. Yang paling penting operator harus memberi tahu
pasien terlebih dahulu jika akan dilakukan pencabutan pada salah satu
regionya, sehingga pasien bisa tahu gigi mana saja dan daerah mana saja yang
akan terasa kebas saat dilakukan anestesi. Setelah itu dilakukan kontrol satu
minggu setelah pencabutan. Biarkan tubuh pasien adakan repair jaringan yang
telah dilakukan pencabutan, baru dilakukan pencabutan pada regio yang lain.
Proses repair tergantung pada keadaan dan kondisi pasien itu sendiri. Jika
9

proses repair baik maka akan semakin bagus untuk dilakukan tindakan
pencabutan pada regio selanjutnya.

4. Indikasi eksodonsi :

1. Untuk gigi yang fraktur pada bagian akar


2. Untuk perawatan orthodonsi
3. Gigi dengan sisa akar
4. Nekrosis pulpa pada gigi dengan saluran akar yang berliku
5. Gigi yang impaksi atau gigi supernumerary
6. Gigi dengan penyakit pulpa akut atau kronik
7. Gigi dengan penyakit periodontal akut atau kronik
8. Gigi yang akan dipertimbangkan untuk pembuatan gigi tiruan
9. Ada kelainan patologis dari tulang
10. Gigi-gigi yang mengalami atrisi, abrasi, dan erosi yang parah

Untuk gigi 12, 13 dan 28 dengan kondisi karies profunda perforasi perlu
dilakukan eksodonsi karena pada karies profunda perforasi mahkota untuk
restorasi nantinya tidak adekuat, adanya penurunan tulang atau resorbsi tulang
alveolar, adanya sumbatan pada saluran akar, serta fraktur ½ horizontal.

5. Teknik anastesi lokal

 Gigi 12 dan 13 : Percabangan nervus maksilaris, diinervasi oleh Nervus


Alveolaris Superior Anterior. Kurang lebih 5 mm di belakang foramen
Infraorbitalis tepat sebelum cabang-cabang terminal dari nervus Infra
orbitalis. Kemudian turun pada dinding anterior Maksila untuk
menginervasi gigi-gigi Insisivus sentral, lateral, dan Kaninus, membrana
mukosa Labial, Periosteum dan Alveolus pada salah satu sisi.
 Gigi 18 : diinervasi oleh Nervus Alveolaris Superior Posterior tepat
sebelum Nervus Maksilaris masuk dalam Fissura Orbitalis inferior
10

kemudian Nervus ini berjalan ke bawah sepanjang permukaan posterior


Maksilla kurang lebih 20 mm, kemudian masuk ke dalam satu atau
beberapa foramen alveolaria. Saraf ini menginervasi semua akar gigi
molar rahang atas.
 Gigi 43 dan 48 : diinervasi oleh alveolaris inferior yang merupakan nervus
mandibularis yang keluar dari foramen ovale turun dibalik m.pterigoideus
externus, di sebalah posterior dan di luar nervus lingualis, hingga masuk
kanalis mandibularis. Saraf ini menginervasi semua gigi gigi rahang
bawah. Selama dalam kanalis mandibula saraf saraf ini bercabang untuk
menginervasi kulit, mukosa labium oris inferior.
Teknik pencabutan

Dikenal terdapat dua teknik pencabutan, yakni pencabutan intra alveolar dan
pencabutan trans alveolar.
a. Pencabutan Intra Alveolar (Pencabutan Sederhana)
Teknik pencabutan ini dikenal juga dengan teknik pencabutan sederhana,
dimana pada teknik ini digunakan tang atau elevator atau kombinasi keduanya
untuk melakukan pencabutan.
b. Pencabutan Trans Alveolar (Pencabutan dengan Pembedahan)
Pencabutan trans alveolar atau dikenal juga dengan teknik pencabutan gigi
dengan pembedahan dilakukan untuk gigi-gigi dengan indikasi tertentu yang
merupakan kontraindikasi dari teknik pencabutan sederhana. Teknik ini
menggunakan flap sebagai jalan masuk.
6. Pada skenario jumlah gigi yang akan dicabut banyak tapi kenapa dilakukan
anastesi local bukan anastesi general yang biasanya umum dilakukan.anastesi
general (umum) dilakukan apabila pasien merasa tidak siap (takut) terhadap
rasa sakit pada tindak pencabutan sehingga dilakukan anastesi umum
(general). Tapi jika pasein merasa siap secara mental maka dengan anastesi
local saja sudah cukup.
11

STEP IV

MAPPING

ANASTESI LOKAL

JENIS

TEKNIK ALAT BAHAN

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

BERHASIL KOMPLIKASI

TINDAKAN EKSODONSIA

ALAT TEKNIK
12

STEP V

Learning Objective :
Mahasiswa Mampu Memahami Dan Menjelaskan Tentang :
1. Alat dan bahan anastesi local dan eksodonsia

2. Macam dan teknik anastesi local

3. Penatalasanan anastesi local pada rahng atas dan rahang bawah

4. Komplikais anastesi local dan eksodonsia


13

STEP VII

LO 1. ALAT DAN BAHAN ANESTESI DAN EKSODONSI

Instrumen Untuk Anastesi Lokal


1. Syringe
Adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi.
Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme hinge
spring. Banyak macam dari dental syringes yang dapat digunakan, yang paling
sering adalah breech-loading, metallic, cartridge-type, aspirating syringe.
Syringe terdiri dari thumb ring, finger grip, barrel containing the piston with a
harpoon, dan needle adaptor (Malamed, 2004).

Gambar 1. Bagian-bagian syringe


2. Cartridge
Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk
menghindari pecah atau kontaminasi dari larutan. Catridge mempunyai variasi
design yang cukup banyak, terytama hubungannya dengan penutup yang dapat
ditembus jarum hipodermik saat syringe dipasang. Kompresi plunger karet
sering menimbulkan aspirasi ringan ketika tekanan dilepaskan, sehingga larutan
dalam cartridge terkontaminasi. Karena itu larutan sisa jangan pernah
digunakan untuk pasien yang lain karena bisa terjadi penularan infeksi, larutan
anastesi yang kelebihan tersebut harus dibuang (Malamed, 2004).
3. Jarum
14

Jarum hipodermik yang di kedokteran gigi dibagi menjadi pendek dan panjang.
Jarum suntik yang pendek biasanya digunakan untuk anastesi infiltrasi,
biasanya panjangnya 2 atau 2,5 cm. Sedang jarum yang digunakan untuk teknik
blok biasanya panjangnya 3,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat
melakukan penetrasi sebelum seluruh jarum dimasukkan kedalam jaringan.
Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak masuk seluruhnya ke
jaringan. Sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum dapat ditarik
keluar dengan tang atau sonde. Beberapa ahli beranggapan bahwa penggunaan
jarum yang kecil daripada yang besar akan merusak pembuluh darah. Otot dan
ligamen sehingga terbentuk haematoma dan/atau trismus (Malamed, 2004).

Bahan-bahan Anastesi
Komponen dalam sediaan larutan anatesi terdiri dari :
1. Agen anastesi lokal
Berdasarkan struktur kimianya dikelompokkan menjadi :
a. Golongan Ester
1) Benzoid Acid Ester : piperocain, mepryclain, isobucain
2) Para Amini Acid Ester : lidocaine, tetracaine, isuthetamine,
propaxicaine, 2-chloropacaine, procaine dan isuthetamine.
3) Meta-amino Acid Ester : metabutethamine, primacaine (Mosby, 2007).
b. Golongan Amida
1) Kidocaine
2) Mepivacaine
3) Prylocaine (Mosby, 2007).
Tabel dosis maksimum anastesi lokal :
Larutan Anastesi Lokal Dosis Maksimum
Bupivicaine 150 mg
Bupivicaine-adrenalin 150 mg
Etidocaine 300 mg
15

Etidocaine-adrenalin 400 mg
Linguocaine 200 mg
Linguocaine-adrenalin 500 mg
Mepivacaine 350 mg
Mepivacaine-adrenalin 350 mg
Prolocaine 400 mg
Prolocaine-adrenalin 400 mg
(Mosby, 2007).
Dosis maksimal anastesi lokal dalam sediaan Ampul:
Larutan Anastesi Lokal % Max ml
Procaine 2-4 400 mg 20 ml
Lidocaine 2 300 mg 15 ml
Mepivacaine 3 300 mg 15 ml
Prilocaine 4 400 mg 20 ml
Tetracaine 0,25 30 mg 1,5 ml
(Mosby, 2007).
Vasokontsriktor
Adalah obat yang mengkonstriksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi
jaringan. Obat yang biasa digunakan adalah adrenalin (epinefrin) dan felypressin
(octapressin) yang diperkuat oleh prilocaine karena sifat vasokonstriksinya yang
lemah. Adrenalin merupakan suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan
sekresi medulla adrenalin alami. Sedangkan felypressin adalah suatu polipeptid
sintetik yang mirip dengan sekresi glandula pituitary posterior manusi (Mosby, 2007).
Macam vasokontsriktor:
1. Epineprin (adrenalin) 1:50.000-250.000
2. Levarterenol (nor adrenalin;nor epineprin) 1:30.000
3. Levonordefrin (neo-cobefrin) 1:50.000-250.000
4. Phenylephrine Hcl (neo-synephrine)
5. Vasophresin Bp (pitersin)
6. Felypressin
16

7. Ornipressin (Mosby, 2007).


Penambahan sejumlah kecil agen vasokontriktor pada larutan anastesi local dapat
memberi beberapa keuntungan, antara lain :
1. Mengurangi efek toksik melalui efek penghambat absorbs konstituen.
2. Membatasi agen anastesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat
meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.
3. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur
operasi.
a. Sodium metabisulfite (antioksidan untuk vasopressor)
b. Methilparabean (pengawet)
c. Sodium clorida (Mosby, 2007).
Sifat ideal
Anastetik Lokal yang Ideal:
1. Potensi dan reabilitasnya.
Persyaratan pertama untuk substansi ideal adalah bila substansi dipergunakan
secara tepat dan dalam dosis yang tepat, substansi ini akan memberikan efek
anestesi lokal yang efektif dan konsisten.
2. Aksi reversible.
Aksi setiap obat yang digunakan untuk mendapat anestesi lokal harus sudah
hilang seluruhnya dalam rentang waktu tertentu.
3. Keamanan
Semua agen anestesi lokal harus mempunyai rentang batas keamanan yang luas
dari efek samping yang berbahaya yang umumnya disebut sebagai ‘toksisitas’.
4. Kurang mengiritas
Tidak menimbulkan luka atau iritasi pada jaringan karena suntikan agen
anestesi lokal. Karena alas an ini, larutan anestesi lokal harus isotonic dan
mempunyai pH yang sesuai dengan pH jaringan.
5. Kecepatan timbulnya efek
Idealnya, suntikan agen tersebut harus diikuti segera dengan timbulnya efek
anastesi lokal.
17

6. Durasi efek
Lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya waktu
yang diperlukan untuk prosedur perawatan gigi.
7. Sterilitas
Karena agen anestesi lokal akan dimasukkan kedalam jaringan, agen harus
dapat disterilkan tanpa menimbulkan perubahan struktur atau sifat.
8. Berdaya tahan lama
9. Penetrasi membran mukosa
Obat harus mempunyai sifat dapat menembus membran mukosa sehingga
anestesi topikal dapat diperoleh dengan mudah.

Instrumen Untuk Pencabutan Gigi


1. Peralatan diagnostik
Alat-alat dasar yang digunakan pada waktu pemeriksaan ialah :
a. Pinset KG dengan atau tanpa permukaan yang bergores pada ujung penjepit.
Digunkan untuk mengambil atau menjepit kapas atau tampon.
b. Sonde (dental Probe) lurus dan bengkok digunakan untuk pemeriksaan
kedalam karies dan mengetahui vitalitas gigi.
c. Kaca mulut dalam beberapa ukuran (mm) digunkan untuk melihat objek di
rongga mulut.
d. Eksavator
e. Neirbeken
2. Peralatan pencabutan gigi
a. Forcep (tang pencabutan) mendorong atau menarik
b. Tang Rahang Atas
a) Bentuk Lurus untuk pencabutan gigi anterior bermahkota dan sisa akar.
18

b) Bentuk S untuk pencabutan gigi yang letaknya ditengah (premolar atau


molar) bermahkota atau sisa akar.
c) Bentuk Bayonet untuk pencabutan M3 atau sisa akar.
d) Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas bermahkota dibedakan
atas kiri dan kanan sesuai dengan bentuk paruh. Sedang untuk gigi I, C,
dan P tidak dibedakan.

c. Tang Rahang Bawah


Tang yang digunakan untuk gigi-gigi RB mempunyai ciri antara paruh dan
pegangan membentuk sudut 90 derajat atau dimodifikasi lebih dari 90
derajat (untuk gigi yang letaknya di sudut mulut). Tang rahang bawah
umumnya tidak dibedakan antara kanan dan kiri, tapi ada juga yang
dibedakan. Untuk gigi I, C, dan P bentuk beak pada umumnya tumpul, yang
membedakannya terletak pada lebar paruh (beak) dalam ukuran mesio-
distal. Untuk tang molar ditandai yaitu pada beaknya ada ujung yang tajam
pada kedua sisi dan tengah.
a) Tang Trismus yaitu tang rahang bawah dengan pembukaan horizontal
biasanya dipakai untuk pencabutan gigi pada penderita yang sukar
membuka mulut.
19

b) Tang Tanduk / Cow Horn yaitu yang dipergunakan untuk mencabut gigi
yang tidak bermahkota dimana bifurkasi masih baik.
c) Tang modifikasi yaitu bentuk beak dan handle tidak membentuk sudut
90 derajat.
d) Tang Split / separasi yang digunkan untuk memecah bifurkasi.
d. Elevator (pengungkit)
Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alvoelaris. Pergerakan dapat
berupa mendorong atau menarik untuk mengeluarkan objek ke arah atas.
Menurut bentuknya :
a) Straight (lurus)
b) Elevator Lecluse dengan bentuk blade yang data/rata. Digunakan untuk
rahang bawah.
c) Elevator Barry dengan bentuk handle dan shank lebih 90 derajat. Untuk
sisa akar RB.
d) Elevator Cryer-White dengan blade dan shank lebih luas. Digunkan
untuk sisa akar RB.
Menurut penggunaannnya :
a) Elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi.
b) Elevator yang didesain untuk akar gigi setinggi gingiva line.
c) Elevator yang didesain untuk akar yang fraktur 1/3 panjang akar.
d) Elevator yang didesain untuk menyingkirkan mjukoperiosteal sebelum
penggunaan tang ekstrtaksi.
Indikasi penggunaan :
a) Menggoyangkan dan menyingkirkan gigi yang tidak tercakup dengan
forcep seperti gigi malposis atau impaksi
b) Menyingkirkan akar gigi yang disebabkan oleh fraktur atau karies.
c) Melepaskan gigi dari jaringan periodontal sebelum dicakup dengan
forcep.
20

LO 2. MACAM DAN TEKNIK ANESTESI LOKAL


Pembagian anestesi lokal berdasarkan area yang teranestesi :
1. Nerve block, merupakan metode aplikasi anestesi lokal penyuntikan cairan
anestesi pada atau sekitar batang saraf utama sehingga mencegah impuls saraf
afferent disekitar titik tersebut.
2. Field block, merupakan metode anestesi lokal yang dilakukan dengan
memasukkan cairan didaerah cabang saraf terminal yang besar sehingga area
yang teranestesi memblokir semua saraf afferent pada daerah tersebut.
3. Local infiltration, larutan anestesi lokal disuntikkan disekitar ujung saraf
terminal sehingga cairan anestesi terkumpul pada daerah tersebut sehingga
mencegah terjadinya stimulasi dan terbentuknya rasa sakit.
4. Anestesi topikal, dengan cara mengoleskan larutan anestesi lokal secara
langsung pada bagian permukaan (membrane mukosa, kulit terluka atau mata)
untuk mencegah stimulasi pada ujung ujung saraf bebas pada daerah tersebut
(free nerve endings).
Macam-macam teknik yang digunakan dalam penatalaksanaan anestesi lokal:
1. Infiltrasi
Anestesi dilakukan dengan mendeponirkan cairan anestesi disekitar apeks gigi
yang akan dicabut di sisi bukal pada sulkus, adanya porositas pada tulang
21

alveolar menyebabkan cairan anestesi berdifusi menuju saraf pada apeks gigi.
Biasanya menggunakan jarum yang agak pendek.
2. Anestesi blok
Merupakan anestesi dengan cara menginjeksikan cairan anestesi pada batang
saraf yang biasa digunakan untuk tindakan bedah di rongga mulut. Anestesi
blok yang digunakan biasa dilakukan adalah inferior dental blok, mental blok,
posterior superior dental blok, dan infra orbital blok. Biasanya anestesi
menggunakan jarum lebih panjang ± 3,5 cm.
3. Teknik-teknik lain
Ada teknik-teknik lain yang digunakan untuk anestesi seperti periodontal
ligament injection, intraosseous injection, dan intrapulpal injection (David
Wray, dkk. 2003)
22

LO 3. TATALAKSANA ATAU SOP ANESTESI LOKAL RAHANG ATAS


DAN BAWAH (TEMPAT DAN SARAF)

Anestesi Lokal Untuk Gigi Rahang Atas


Untuk menganestesi gigi rahang atas digunakan teknik anestesi teknik
supraperiosteal, blok n. alveolaris superior anterior dan tengah, blok n. alveolaris
superior posterior, blok n. palatinus greater, blok n. nasopalatinus, blok n. maksilaris,
injeksi ligamen periodontal (Irmaleny, 2012)
1. Teknik supraperiosteal
Merupakan teknik infiltrasi lokal yang paling banyak dan mudah dilakukan gigi
rahang atas. Pada daerah yang lebih luas perlu injeksi multipel. Jarum suntik
diinsersikan melalui mukosa di daerah apeks gigi yang hendak dirawat.
2. Blok N. Alveolaris Superior Anterior
Menganestesi gigi insisif, kaninus, premolar dan akar mesio bukal molar
pertama. Saraf yang teranestesi adalah n. alveolaris, superior tengah, n. infra
orbitale, n. palpebra inferior, n. nasalis lateral dan n. labialis superior. Jarum
diinsersikan di mucobuccal fold premolar pertama rahang atas menuju foramen
infra orbitalis. Anestetik diinjeksikan perlahan 0,9-1,2 ml.
3. Blok N. Alveolaris Superior Tengah
Menganestesi molar pertama, premolar kedua, dan akar mesio bukal molar
pertama. Jarum suntik diinsersikan di mucobuccal fold premolar kedua, dan
diinjeksikan anestetik 0,9-1,2 ml.
4. Blok N. AlveolarisSuperior Posterior
Menganestesi n. alveolaris superior posterior untuk gigi molar ketiga, molar
kedua, dan molar pertama (akar mesiobukal kadang-kadang tidak teranestesi).
Jarum diinsersikan pada processus zigomaticus di mucobuccal fold gigi molar.
5. Blok N. Palatinus Greater
Digunakan untuk anestesi n. palatinus greater yang akan menganestesi bagian
posterior langit-langit keras dan lunak sampai premolar pertama. Jarum
diinsersikan ke arah foramen palatinus, 1 cm dari margin gusi ke arah garis
tengah. Blok n. nasopalatinus menganestesi bagian anterior langit-langit keras
23

dari satu sisi ke sisi lain premolar pertama. Jarum diinsersikan ke dalam intra
septal di antara insisivus pertama rahang atas.
6. Injeksi ligamen periodontal
Menganestesi ujung n. terminal, dengan memasukkan 0,1-0,2 ml anestetik ke
dalam ligamen periodontal. Jarum diinsersikan sepanjang sumbu panjang gigi
di mesial dan distal akar gigi. Teknik ini mempunyai onset of action yang cepat,
dapat digunakan sebagai anestesi tambahan dalam anestesi lokal, memberikan
efek analgesia khusus, tetapi menimbulkan efek ketidaknyamanan akibat
tekanan injeksi(Irmaleny, 2012).
7. Injeksi Zigomatik
Nervus alveolaris superior posterior bisa diblok sebelum masuk ke maksila
diatas molar ketiga. Walaupun hasil yang sama bisa diperoleh dengan injeksi
supraperiosteal, namun injeksi zigomatik lebih disukai karena larutan
dideponirkan langsung pada syaraf, sehingga anestesi berlangsung lebih cepat
dan efektif. Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar
distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum keatas dan ke dalam dengan
kedalaman kurang lebih 20 mm. Ujung jarum harus tetap menempel pada
periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus
pterygoideus. Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasaya tidak bisa
menganastesi akar mesiobukal molar pertama. Karena itu, apabila gigi tersebut
perlu dianestesi untuk prosedur operatuf atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi
supraperiosteal yaitu diatas premolar kedua. Untuk ekstraksi gigi molar satu
atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi nervus palatinus major.

Teknik anestesi lokal untuk gigi rahang bawah


1. Blok N. Alveolaris Inferior
Menganestesi n. alveolaris inferior, n. lingualis dan cabang-cabang nervus
terminal seperti mentale dan insisif. Daerah yang dianestesi adalah gigi rahang
bawah, bodi mandibula dan bagian inferior ramus mandibula, mukosa bukal
sampai molar pertama, 2/3 anterior lidah, jaringan lunak bagian lingual dan
24

dasar rongga mulut. Jarum diinsersikan paralel bidang oklusi dari sisi yang
berlawanan menuju pterygomandibular space untuk memberikan 1,5–1,8 ml
anestetik.
2. Blok N. Bukal
Menganestesi mukosa bukal gigi molar rahang bawah. Jarum diinsersikan ke
mukosa bukal dan distal gigi molar terakhir.
3. Blok n. mandibular
Untuk anestesia yang lengkap digunakan teknik Gow-gates technique dan extra
oral approach. Teknik Vazirani-Akinosi closed mouth biasanya digunakan
untuk pasien yang terbatas dalam membuka mulut, untuk menganestesi n.
alveolaris inferior. Jarum diinsersikan sejajar dengan mucogingival junction
gigi molar rahang atas dalam keadaan beroklusi, menuju pterygomandibular
space, dan diberikan 2 ml anestetik.
4. Blok N. Mental
Menganestesi bagian anterior mukosa bukal foramen mental dan hingga ke
garis tengah rahang. Jarum diinsersikan di mucobuccal fold hanya di bagian
anterior foramen mental.
5. Injeksi Intra Pulpa
Untuk gigi rahang bawah yang biasanya mengalami kendala dalam
mendapatkan anestesi yang dalam. Untuk itu digunakan injeksi intra pulpa
untuk menangani rasa nyeri. Jarum diinsersikan langsung ke dalam kamar
pulpa, 0,2–0,3 ml anestetik dikeluarkan dengan perlahan tanpa tekanan (5–10
detik). Teknik ini membutuhkan sedikit anestetik, onset-nya cepat dan mudah
dilakukan. Kekurangan teknik ini, hasil akhirnya tidak dapat diprediksi
(bervariasi), rasa anestetiknya kurang disukai pasien, dan adanya rasa nyeri
yang tajam selama dan sesudah pemberian anestetik pada beberapa pasien.

Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan


daerah yang teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang
bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Saraf yang dituju pada
25

anestesi blok teknik Gow-Gates adalah N. Mandibularis sedangkan pada Teknik


Akinosi dan Teknik Fisher saraf yang dituju adalah :N. Alveolaris inferior dan N.
Lingualis Dengan teknik Gow- Gates daerah yang teranestesi adalah : Gigi
mandibula setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa pada
daerah penyuntikan , dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, jaringan lunak
lingual dan periosteum, korpus mandibula dan bagian bawah ramus serta kulit diatas
zigoma , bagian posterior pipi dan region temporal. Sedangkan daerah yang
teranestesi pada teknik Akinosi dan Teknik Fisher adalah : gigi gigi mandibula
setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah, mukoperiosteum bukal
dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar mulut dan dua pertiga
anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula. Karena N.
Bukalis tidak teranestesi maka apabila diperlukan , harus dilakukan penyuntikan
tambahan sehingga pasen menerima beban rasa sakit. Pada Teknik modifikasi Fisher
kita menambahkan satu posisi lagi sebelum jarum dicabut sehingga tidak diperlukan
penusukan ulang yang menambah beban sakit pada pasen.

Anestesi blok teknik Gow-Gates :


Prosedur :
1. Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3. Posisi operator :
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam 8
menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam 10
menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
4. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut Daerah
sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot pterygoideus
eksternus.
5. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic notch ke
Sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian
26

penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari
telunjuk.
6. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan
jari - ngan .
7. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra oral
berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2
maksila.
8. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi berlawanan,
dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum diinsersikan kedalam
jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila .
10. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut ke
intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan dengan sudut
telinga kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang
berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M sampai I bergantung pada
derajat divergensi ramus mandibula dari telingan ke sisi wajah.
11. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang leher
kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum belum berkontak
dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi
sampai berkontak dengan tulang. Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika
jarum tidak kontak dengan tulang.
12. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum
sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14. Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan.

Anestesi blok teknik Akinosi :


Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik digunakan
pada pasen yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut. Prosedur :
1. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
27

2. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan
berhadapan dengan pasien.
3. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan
jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu
menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.
4. Gambaran anatomi : - Mucogingival junction dari molar kedua dan molar
ketiga maksila - Tuberositas maksila
5. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi
6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum
diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction molar
kedua dan ketiga maksila.
8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan
mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.
9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml secara
perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali.

Teknik Fisher :
Prosedur : Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan
antiseptic didaerah trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi
terakhir mandibula, geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna., . Kemudian
telunjuk digeser kemedian untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung
kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada dibidang
oklusal gigi rahang bawah. Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku
, dari sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar. Posisi II : Spuit digeser
kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan
sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml
untuk menganestesi N. Lingualis. Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak
penuh lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm.
28

Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi


N. Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit ditarik kembali.

Teknik modifikasi Fisher :


Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit sebelum
jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna ,jarum digeser
kelateral ( kedaerah trigonum retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum
sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.

LO 4. KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL DAN EKSODONSIA


Menurut Baart dan Brand (2008) bahwa terdapat beberapa komplikasi anastesi lokal
pada saat pencabutan, yaitu :
1. Kerusakan Jarum
Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga
pada pasien saat jarum memasuki otot atau kontak periosteum. Jika pasien
berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan
menyebabkan patah jarum. Penyebab utamanya adalah kelemahan jarum
dengan membengkokkannya sebelum di insersi ke dalam mulut pasien.
Perawatan jika terjadi jarum patah adalah pasien diharapkan tetap tenang dan
jangan panik, instruksikan pasien untuk tidak bergerak, jaga mulut pasien agar
tetap terbuka, gunakan bite block dalam mulut pasien. Jika patahan masih
terlihat, coba untuk mengambilnya.
2. Parestesi
Pasien merasa mati rasa selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah
anestesi lokal. Penyebabnya karena trauma pada beberapa saraf, injeksi anestesi
lokal yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi yang menyebabkan
iritasi sehingga dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi parastesi.
29

Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan pada
saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi adalah yakinkan kembali
pasien dengan berbicara secara personal, jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi
hanya 22% telah dilaporkan yang berkembang menjadi parastesi, periksa pasien
untuk menentukan derajat dan luas parastesi, jelaskan pada pasien bahwa
parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan. Jadwal ulang pertemuan
setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi sensori. Jika ada, maka
konsultasi ke bagian Bedah Mulut.
3. Trismus
Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan
pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena
trauma pada otot atau pembuluh darah pada fossa infra temporal. Kontaminasi
alkohol dan larutan sterlisasi dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian
menjadi trismus. Hemoragi juga penyebab lain trismus.
4. Luka jaringan lunak
Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak hati hati
menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini
menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering
terjadi pada anak-anak handicapped.
5. Hematoma
Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok nervus
alveolar superior posterior atau nervus inferior. Hematoma yang terjadi setelah
blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma
akibat alveolar blok posterior superior dapat dilihat secara extraoral.
Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri. Pembengkakan
dan perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi setelah 7 sampai
14 hari.
6. Nyeri
30

Penyebab nyeri dapat terjadi karena teknik injeksi yang kurang hati-hati, jarum
tumpul akibat pemakaian injeksi multiple, deposisi cepat pada obat anestesi
lokal yang menyebabkan kerusakan jaringan, jarum dengan mata kail (biasanya
akibat tertusuk tulang). Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan
kecemasan pasien, menciptakan gerakan tiba-tiba pada pasien dan
menyebabkan jarum patah.
7. Rasa terbakar
Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah palatal,
kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa
terbakar. Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan
reaksi anestesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat,
kontaminasi dan obat anastesi yang terlalu hangat dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang dapat berkembang menjadi trismus, edema, bahkan
parastesi.
8. Infeksi
Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi anastesi.
Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa.
Ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak
tepat dapat menyebabkan infeksi.
9. Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa
gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi,
hemoragi, jarum yang teriritasi, hereditary angioderma. Edema dapat
menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang terkena. Angioneurotik
edema yang dihasilkan akibat topikal anestesi pada individu yang alergi dapat
membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring, dan laring dapat
berkembang pada situasi gawat darurat.
10. Pengelupasan jaringan
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan
beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab
31

deskuamasi epitel, antara lain aplikasi topikal anestesi pada gusi yang terlalu
lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area
topikal anestesi. Penyebab abses steril, antara lain iskemi sekunder akibat
penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor (norepineprin), biasanya
berkembang pada palatum keras. Nyeri dapat terjadi pada deskuamasi epitel
atau abses steril sehingga ada kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.
11. Lesi intraoral post anastesi
Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul
ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya
adalah nyeri. RAS atau herpes simplex dapat terjadi setelah anestesi lokal.
Recurrent aphthous stomatitis merupakan penyakit yang paling sering dari pada
herpes simplex, terutama berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan
tulang. Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulser
12. Paralisis Nervus Fasialis
Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang
dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan
selubung mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak. Berbagai
penyebab kelumpuhan wajah meliputi kelainan genetik, komplikasi dari
operasi, bell’s palsy, trauma, Infeksi herpes simpleks atau herpes zoster,
penyakit lyme, stroke dan gangguan sistem saraf pusat, tumor, penyakit
sistemik, infeksi, penyebab miscellaneous (Facial Paralysis And Bells Palsy
2014). Kelumpuhan nervus fasialis ini dapat terjadi di bagian supranuklear,
nuklear, infranuklear (perifer) dari nervus tersebut. Paralisis perifer (bell’s
palsy) adalah jenis yang paling umum dari hilangnya fungsi saraf fasialis
(75%). Paralisis ini dapat terjadi pada segala usia, namun lebih sering pada
umur 20-50 tahun (Duus 1994 cit. Milala 2001). Paralisis nervus fasialis dapat
terjadi menetap atau sementara tergantung kepada penyebab dan sifat kerusakan
yang terjadi. Paralisis nervus ini biasanya bersifat sementara di bidang
kedokteran gigi. Penyebab paralisis nervus fasialis belum diketahui secara pasti.
Etiologi dari paralisis nervus fasialis tergantung pada lokasi lesi dari nervus
fasialis (perifer, nuklear, supranuklear) (Trenggono cit. Milala 2001). Paralisis
nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anestesi lokal yang
seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus
kedalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis (Baart
dan Brand 2008). Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai
32

masalah utama yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada
treatment khusus kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang.
Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar,
refleks menutup pada mata menjadi hilang dan berkedip menjadi susah.
Paralisis nervus fasialis adalah istilah umum yang diberikan untuk pasien yang
kehilangan kemampuan untuk memindahkan satu sisi wajah mereka. Bell’s
palsy adalah bagian spesifik dari pasien yang memiliki kelumpuhan wajah
tersebut (Malamed dan Stanley 2004).
33

DAFTAR PUSTAKA

Bagian bedah mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2006. Buku Teks
Bedah Mulut I.
Duus P. 1994,‟Diagnosa Topik Neurologi, Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, Alih
Bahasa: Ronardy D.H., Jakarta, EGC, hlm. 112-9
Facial Paralysis and Bells Palsy. 2014, [Online]
Available:http://www.carolinafacialplasticsurgery.com/facial-paralysis-2/
Gustainis,JF., and Peterson, 1981: An Alternatif method of mandibular nerve block,
JADA V ( 103 ) : 33 – 36
Irmaleny. 2012. Anestesia lokal dalam prosedur endodontik Bagian Konservasi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Bandung.
J.A. Baart, H.S. Brand. 2008. Local Anesthesia in Dentistry‟, United Kingdom:
WileyBlackwell.
Jastak,JT Cs,: 1995, Local anesthesia of the oral cavity, Philadelphia, W.B. Saubders
Company..
Malamed dan Stanley, F. 2004. Handbook of Local Anasthesia 5th ed. St. Louis :
Elsevier.
Malamed, SF., 1994, Handbook of local anesthesia, 4 nd Ed., St. Louis, Mosby year
book.
Pederson, Gordon W; Alih Bahasa drg. Purwanto, drg.Basoeseno. 1996. Buku Ajar
Praktis Bedah Mulut. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purwanto. 2013. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Wray, David, dkk. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. Philadelphia:
Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai