Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi,
yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi besar yang dapat
mengencam keselamtan ibu dan janin yang dikandungnya selama masa kehamilan,
melahirkan maupun pada masa nifas (Hadijanto B, 2008).
Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dan di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung meliputi: perdarahan (42%), eklamsi (13%), abortus (11%),
partus lama (9%) dan penyebab lainnya (15%). Sedangkan penyebab tidak langsung
diantaranya: faktor pendidikan rendah, sosial ekonomi rendah, sistem pelayanan
kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain (Manuaba IBG, 2008).
Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini masih
memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun dinegara
maju, terutama pada kelompok sosial ekonomi lemah. Perdarahan dapat terjadi sebelum
persalinan (antepartum bleeding) seperti abortus, plasenta previa, dan solusio plasenta.
Selain itu perdarahan juga dapat terjadi sesudah persalinan (post partum bleeding)seperti
atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, dan inversi uterus (Hadijanto B, 2008).
Diantara semua penyebab terjadinya perdarahan tersebut, plasenta previa
marupakan salah satu penyebab perdarahan yang memberi kontribusi sekitar (20%) dari
seluruh kejadian perdarahan pada kehamilan trimester ketiga (Callahan et al.,2001).
Kejadian plasenta previa cukup jarang yaitu sekitar (0,3%-0,6%) dari seluruh persalinan.
Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per
1000 kelahiran hidup (Saifuddin AB, 2007).
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun kerusakan
dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi desidua
dianggap sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta
previa (Santoso B, 2008).
Usia kurang dari 20 tahun meningkatkan resiko kejadian plasenta previa. Menurut
Manuaba IBG (2008), implantasi plasenta di segmen bawah rahim disebabkan kondisi
endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
Dari penelitian sebelumnya mengisyaratkan bahwa risiko terjadinya plasenta previa
meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur
diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur, sklerosis pembuluh darah arteri
kecil dan arteriole miometrium (Manuaba IBG, 2008).
Penelitian lain juga menyatakan bahwa wanita berusia lebih dari 35 tahun berisiko
lebih tinggi mengalami penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas perinatal.
Pengamatan dari Parkland Hospital terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35
tahun memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden plasenta previa
(Cunningham et al., 2006).
Kejadian plasenta previa lebih sering terdapat pada multipara daripada primipara
dari umur yang lanjut. Keadaan misalnya terdapat pada : multipara. Beberapa
kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara (Sukrisno
A, 2010).
Selain itu perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap kehamilan
juga dapat menyebabkan kelainan pada plasenta seperi plasenta previa. Dalam praktek
rutin, konsentrasi HB kurang dari 11 gr/dl pada trimester pertama dan kurang dari 10 g/dl
pada trimester ke dua dan ke tiga diusulkan menjadi batas bawah untuk anemia dalam
kehamilan (Chalik, 2008).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, angka kematian
ibu yaitu 228/100.000 kelahiran hidup , dan tahun 2008, 4.692 jiwa ibu melayang dimasa
kehamilan, persalinan dan nifas. Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu adalah
perdarahan 40-60 %, preeklamsi dan eklampsi 20-30%, infeksi 20-30 %, dll (Depkes RI,
2010).Perdarahan obsteri yang tidak dengan cepat ditangani dengan transfusi darah atau
cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau
mengatasi syok, seksio sesaria, atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai),
prognosisnya akan fatal bagi penderita.
Berdasarkan uraian di atas dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas maka, penulis tertarik untuk membahas mengenai Konsep Teori
dan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Antepartum Bleeding.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pada
klien dengan Antepartum Bleeding.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta,
Placenta Previae).
2. Mengetahui jenis-jenis Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta, Placenta
Previae).
3. Mengetahui etiologi Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta, Placenta
Previae).
4. Mengetahui patofisiologi Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta,
Placenta Previae).
5. Mengetahui manifestasi klinis Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta,
Placenta Previae).
6. Mengetahui penatalaksanaan Antepartum Bleeding (Abortus, Solutio Placenta,
Placenta Previae).
7. Mengetahui WOC Antepartum Bleeding
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Antepartum Bleeding.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Teori Antepartum Bleeding


2.1.1 Pengertian Antepartum Bleeding
Antepartum Bleeeding adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu,
walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi sebelum kehamilan 22 minggu.
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), antepartum bleeding adalah perdarahan
pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua
kehamilan. Jadi dapat disimpulkan antepartum bleeding adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan.
2.1.2 Jenis-jenis perdarahan antepartum
I. Abortus
1. Definisi Abortus
Abortus (bahasa latin : abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 2 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran premature. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin
sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Apabila janin lahir selamat (hidup)
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di
dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia
luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur
kehamilan lebih daripada 20 minggu (Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan
merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya
tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan (Griebel et al.,
2005).
2. Klasifikasi Abortus
Berdasarkan jenisnya, abortus dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1) Abortus spontan
Biasanya abortus spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan
sel sperma. Terjadinya dnegan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak
didahului faktor-faktor mekanis atau medicinalis, semata-mata disebabkan
oleh faktor alamiah.
2) Abortus provokatus
Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja
sebelum usia kandungan 20 minggu. Dan abortus buatan dibagi lagi menjadi
2 macam, antara lain :
1. Abortus provokatus theraupetika/medisinalis
Abortus ini merupakan abortus karena tindakan yang berdasarkan
indikasi medis apabila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa
ibu.
2. Abortus provokatus kriminalis
Merupakan abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh
tenaga tradisional

Berdasarkan pembukaan portio, abortus juga dibagi menjadi:


1) Abortus imminens (threatened)
Abortus iminens merupakan tingkat permulaan dan acaman terjadinya
abortus didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan sehingga dapat dipertahankan dengan
tindakan konservatif. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat
berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung
bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks,
kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens
karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat
membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan
lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005).
2) Abortus insipiens (inevitable)
Merupakan suatu abortus yang sedang mengancam, ditandai dengan
pecahnya selaput janin dan adanya serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran sehingga kehamilan ini tidak dapat dipertahankan. Ditandai nyeri
pertut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pada pemeriksaan
vagina memperlihatkan dilatasi serviks dengan bagian kantong konsepsi
menonjol.Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih
berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6, 5 minggu, uterus kosong (3-5 minggu)
atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah
Berdasarkan pengeluaran konsepsinya, abortus juga dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Abortus inkompletus (incomplete)
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan irregular.
2) Abortus Kompletus (Complete)
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penserita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus
sudah banyak mengecilSelain itu, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji
kehamilan menjadi negative. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang
kosong.
3) Missed Abortus
Missed abortion adalah embrio atau fetus telah meninggal dlalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebihBiasanya didahului tanda
abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah
pengobatan
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang
berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah
tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan
ada darah sedikit (Mochtar, 1998).
Berdasarkan jumlah kejadiannya, abortus dibedakan menjadi :
1) Abortus habitualis (habitual abortion)
Abortus habitual adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali
atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil namun
kehamilannya berkahir sebelum 28 minggu.
3. Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi menjadi :
1. Infeksi
a. Infeksi akut virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis, herpes simplex,
toxo plasmosis
b. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus
c. Parasite, misalnya malaria
d. Infeksi kronis, sifilis, biasanya menyebabkan aborted pada trimester
kedua. Tuberkolosis paru aktif, pneumonia.
2. Keracunan, misalya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll
3. Penyakit kronis misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat,
penyakit jantung, toxemia gravidarum.
4. Gangguan fisiologis, misalnya shok, ketakutan, dll.
5. Trauma fisik.
6. Penyebab yang bersifat lokal, fibroid, inkompetensia, serviks, radang pelvis
kronis, endometritis, retrovensi kronis, hubungan seksuan berlebihan
sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus
7. Kelainan alat kandungan
8. Penyebab dari segi janin/ plasenta
9. Kematian janin akibat kelainan bawaan
10. Kelainan kromosom
11. Lingkungan yang kurang sempurna
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan
yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal.
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.
Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya
anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
Faktor-faktor penyebab terjadinya abortus spontan
1. Faktor fetal
Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomali
kromosom dengan ½ dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan
sebagian merupakan triploidi, tetraploidi atau monosomi 45x
2. Faktor maternal
a. Faktor-faktor endokrin
b. Faktor faktor anatomi
c. Faktor-faktor immunologi
d. Trombofilia
e. Infeksi
f. Faktor faktor eksogen meliputi bahan-bahan kimia: gas anatesi, air yang
tercemar, dioxin, pestisida, gaya hidup seperti merokok dan alkholisme,
radiasi
4. Patofisiologi
Abortus biasanya disertai dengan perdarahan didalam disedua basalis dan
peribahan nekrotik di dalam jaringan jaringan yang berdekatan dengan tempat
perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi
benda asing didalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan
mengakibatkan pengeluaran janin.
5. Komplikasi
Komplikasi abortus
1) Perdarahan
2) Perforasi
3) Infeksi
4) Syok
6. Pemeriksaan penunjang
1) Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup bahkan 2-3 minggu setelah
abortus.
2) Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
7. Penatalaksanaan

1. Konservatif
 Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-
tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse
darah.
 Pemberian obat uterotonika: zat yang meningkatkan kontraksi
uterus. Hanya digunakan untuk induksi, penguatan persalinan,
pencegahan serta penanganan perdarahan post partum.
Contoh: Metergin, Oksitosin, Misoprostol.
 Obat antibiotika
Contoh: Amoxicillin, Ampicillin.
 Obat penguat rahim.
Obat penguat rahim adalah sejenis hormon sintetik yang berfungsi
sebagai pengganti hormon estrogen dan progesteron.
Contoh: obat yang mengandung Allylestrenol (Preabour, Alynol,
Pregnolin, Pregtenol, Presmaton, Prestrenol, Progeston)

2. Aktif
 Curetage : Suction Curetage, Curetage biasa
8. WOC

II. Solutio Placenta


1. Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
fundus/korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir (Nugroho, 2010).Sedangkan menurut (Danfourt, 2002) Solusio plasenta yaitu
pemisahan plasenta yang berimplantasi pada tempat yang normal kebanyakan dan
terjadi pada trimester ke III, juga bisa terjadi pada setiap waktu setelah kehamilan
20 minggu.
2. Klasifikasi
Menurut (Nugroho,2010) berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan
pervaginam, solusio plasenta diklasifikasikan menjadi :

1) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)


Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah
kehilangan darah, tidak terdapat ketengangan uterus, atau hanya ringan.
2) Solusio plasenta tersembunyi (concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervagina, uterus tegang dan hipertonus, sering
disebut perdarahan retroplasental.
3) Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus tetanik.
Sedangkan menurut (Cunningham & Gasong, 2001) berdasarkan jumlah
perdarahan yang terjadi, solusio plasenta terbagi menjadi :
1) Solusio plasenta ringan
Pada solusio plasenta ringan, jumlah perdarahan pervaginam kurang lebih 100
ml, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan
plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih150 mg%.
2) Solusio plasenta sedang
Pada solusio plasenta sedang, jumlah perdarahan pervaginam lebih dari 200
cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janinatau janin
telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma120-150 mg%.
3) Solusio plasenta berat
Pada solusio plasenta berat, jumlah perdarahan pervaginam lebih dari 500cc,
uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi leih 2/3 bagian atau keseluruhan.
3. Etiologi
Beberapa keadaan tertentu yang menyertai terjadinya solusio plasenta, antara
lain:
1) Faktor kardiorenovaskuler
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separ
uh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi ters
ebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang
disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (Cunningham, 2001).
2) Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain dekompresi uterus, tarikan pada tali
pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, trauma
langsung (jatuh, kena tendang, dan lain-lain) (Rachimhadhi, 2002).
3) Faktor paritas ibu
Kasus solusio placenta lebih banyak dijumpai pada multipara daripada
primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian
solution palsenta pada ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
(Cunningham, 2001).
4) Faktor Usia
Dalam penelitian Prawiroharjo di RSUP NCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diternagkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun. (Prawirohardjo, 2002).
5) Faktor kebiasaan merokok
Pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya, resiko terjadinya
solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.
6) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Ibu dengan riwayat solusio plasenta mempunyai resiko lebih tinggi
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya dibandingkan dengan
ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya
(Pritchard dkk, 2001).
4. Manifestasi klinik
Solusio plasenta menurut (Cunningham, 2001) mempunyai tanda dan gejala
antara lain:
1) Nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang
terus menerus seperti papan
2) Penderita menjadi anemia dan syok
3) Denyut jantung janin tidak terdengar
4) Pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian
janin.
5. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang dan
tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga seluruh plasenta terlepas dari dinding
uterus. Sebagian darah akan masuk kebawah selaput ketuban dan keluar melalui
vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban atau
ekstravasasi diantara serabut – serabut uterus. Bila hal ini berlangsung hebat,seluruh
permukaan uterus akan berwarana biru atau ungu, terasa sangat tegang dan nyeri.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga
menyebabkan kematian janin, namun apabila sebagian kecil yang terlepas
kemungkinan tidak berpengaruh pada janin atau dapat mengakibatkan gawat janin
(Nugroho, 2010).
6. Komplikasi
Komplikasi pada ibu :
1. Perdarahan yang dapat menimbulkan variasi turunnya tekanan darah
sampai keadaan syok
2. Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan diserti
hemolisis,terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat
mengganggu pembekuan darah.
3. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
4. Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi
infiltrasi darah ke otot rahim,sehingga mengganggu kontraksi dan
menimbulkan perdarahan karena atonia uteri.
5. Utero renal reflex
6. Ruptur uteri
7. Komplikasi pada janin :
1) Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin,karena perdarahan yang
tertimbun dibelakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan nutrisi kearah
janin. Rentang kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim
tergantung pada beberapa sebagian placenta telah lepas dari implantasinya di
fundus uteri.
2) Anemia
3) Retardasi pertumbuhan
4) Kelainan susuna saraf pusat
5) Kematian janin
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama pelaksanaan ibu dengan solusio plasenta,pada prinsipnya adalah
anak :
1) Mencegah kematian ibu
2) Menghentikan sumber perdarahan
3) Jika janin masih hidup,mempertahankan dan mengusahakan janin lahir
hidup
Prinsip utama penatalaksanaannya antara lain :
1) Pasien (ibu) dirawat dirumah sakit, istirahat baring dan mengukur
keseimbangan cairan
2) Optimalisasi keadaan umum pasien (ibu),dengan perbaikan: memberikan
infuse dan transfuse darah
3) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin,hematokrit,COT(Clot Observation
Test/test pembekuan darah),kadar fibrinogen plasma,urine lengkap,fungsi
ginjal
4) Terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau section sesarea.
Yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa janin dan dengan
lahirnya plasenta,berjutuan agar dapat menghentikan perdarahan.
5) Untuk mengurangi tekanan intrauterine yang dapat menyebabkan nekrosis
ginjal (reflek utero ginjal) selaput ketuban segera dipecahkan.
Adapun penatalaksanaannya antara lain :
1. Konservatif
Menunda persalinan mungkin bermanfaat pada janin masih immature serta
bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak
menjamin lingkungan intrauterine aman. Harus segera dilakukan langkah-
langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga
fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus
segera dianggap kontraindikasi pada solusio plasenta yang secara klinis
2. Aktif
Persalinan secara cepat yang hidup hampir selalu berakhir dengan operasi
seksio cesarean. Seksio cesarean kadang membahayakan ibu karena ia
mengalami hipovolemia berat dan koagulapati konsumtif. Apabila
terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin
meninggal dunia lebih dianjurkan persalian peprvaginam kecuali apabila
perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak adapat diatasi bahkan
dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyuli obstetric yang
menghalangi persalinan pervaginam.
Penatalaksanaaan menurut Manuaba (1998:260-261)
1. Solutio Placenta ringan
Keadaan janin masih dapat dilakukan penanganan konservatif,
contohnya bedrest.
2. Solutio Placenta Sedang dan Berat
Konservatif :
1. Pemasangan infus
2. Tranfusi darah
Aktif :
1. Memecahkan ketuban
2. Induksi persalinan/SC
9. WOC
III. Placenta Previae

1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa
adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan
kedelapan (Chalik, 2008).
2. Klasifikasi plasenta previa:
1. Plasenta previa totalis: plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
2. Plasenta previa lateralis: plasenta menutupi sebagian dari ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis: tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium
uteri internum
4. Plasenta letak rendah: plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri
internum
3. Etiologi
Belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grade
multipara, primigravida tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin,
leioma uteri.
4. Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya
terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih
mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan, segmen
bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan
ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian
bawah segmen rahim. Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan
ostium interna akan menyebabkan robekan plasenta pada tempat perlekatannya
(Cunningham et al, 2005).
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa
ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding
uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang
letaknya normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan
yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah
setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
5. Manifestasi Klinis
1. perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan
adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti
sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas
setelah beberapa waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang
biasanya perdarahan yang terjadi lebih banyak dan bahkan sampai
mengalir.
2. Karena letak plasenta pada plasenta previa berada pada bagian bawah,
maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian terbawah janin masih
tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang.
3. Pada plasenta previa ini tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut
ibu saat dilakukan palpasi (Chalik, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar.
Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG, namun bagi
beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan,
terutama dalam kasuskasus plasenta previa sebagian (Faiz & Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan
dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:
1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang
berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat
terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya
perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan (Wiknjosastro, 2007).
2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui
vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang
banyak maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus
uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa
bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala
masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul
(Mochtar, 1998).
4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati
dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat
kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll (Mochtar, 1998).
5. Pemeriksaan radio-isotop
a) Plasentografi jaringan lunak
b) Sitografi
c) Plasentografi indirek
d) Arteriografi
e) Amniografi
f) Radio isotop plasentografi
6. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung
kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta
previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk
mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang
diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan
perdarahan yang lebih banyak (Chalik, 2008). Penentuan lokasi plasenta
secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi
terhadap janin (Mochtar, 1998)
7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling
akhir yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta
previa. Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat
menimbulkan perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his
yang kemudian akan mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi
pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika terdapat
perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his
telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin (Mochtar, 1998). Dan
pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan jika dilakukan
dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi dengan segera
(Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang
kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika teraba
bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta previa.
7. Penatalaksanaan
1) Konservatif
Perawatan konservatif berupa :
a. Lakukan rawat inap, tirah baring, dan berikan anti biotik profilaksis
b. Lakukan pemeriksaan USG, untuk mengetahui implantasi plasenta serta
lakukan pemeriksaan Hb, dan hematokrit
c. Bila perdarahan berhenti, dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan.

2) Aktif, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi


perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah
cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup
kembali (tamponade pada plasenta) ( Mose, 2003).
Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu:
1) Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan
pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis,
plasenta previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada
pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih.
Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan
janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
2) Memasang cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem
kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat
dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan dengan beban
kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini
biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan
pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).
3) Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang diisi
udara dan air sebagai tampon, namun cara ini sudah tidak dipakai lagi
(Mochtar, 1998).
4) Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya
sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan mengikatkan
kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-
100 gr (Mochtar, 1998).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu
seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar,
1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus
plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus
transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam
plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio
sesarea pada plasenta previa adalah:
1. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau
meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol.
2. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan
tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
3. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Menurut Winkjosastro (1997) gawat janin maupun kematian janin
dan bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio
sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu
kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya
dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera
memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu
merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi
perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.
8. Komplikasi
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama
kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat
menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong dan
letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama
persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps
tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan
melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan
kuretase.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan
berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.
9. WOC
1.3 Asuhan Keperawatan Antepartum Bleeding
1. Pengkajian
A. Identitas Umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.
B. Keluhan Utama
Keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
C. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan uterus
seperti seksio sasaria curettage yang berulang-ulang.Kemungkinan klien
mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta mengalami penyakit
menular seperti hepatitis.Kemungkinan pernah mengalami abortus
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya terjadi perdarahan tanpa alasan. Perdarahan tanpa rasa nyeri.
Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20
minggu.
 Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan keluarga pernah mengalami kesulitan kehamilan lainnya.
Kemungkinan ada keluarga yang menderita seperti ini.
Kemungkinan keluarga pernah mengalami kehamilan ganda.
Kemungkinan keluarga menderita penyakit hipertensi DM, Hemofilia dan
penyakit menular.
 Riwayat Obstetri
Riwayat Haid/Menstruasi
Minarche : 12 th
Siklus : 28 hari
Lamanya : ± 7 hari
Baunya : amis
Keluhan pada haid : tidak ada keluhan nyeri haid
 Riwayat kehamilan dan persalinan
Multigravida
Kemungkinan abortus
Kemungkinan pernah melakukan curettage
 Riwayat nifas
Lochea Rubra
Bagaimana baunya, amis
Banyaknya 2 kali ganti duk besar
Tentang laktasi
Colostrum ada
D. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh : suhu akan meningkat jika terjadi infeksi
Tekanan darah : akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
Pernapasan : nafas jika kebutuhan akan oksigen terpenuhi
Nadi : nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok

E. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Head to toe
1) Kulit : normal
2) Kepala : warna, keadaan dan kebersihan dalam batas normal
3) Mata : biasanya konjungtiva anemis
4) Muka : Biasanya terdapat cloasmagrafidarum, muka kelihatan pucat
5) Thorax : biasanya bunyi afas vesikuler, jenis pernapasan
thoracoabdominal
6) Abdomen
Inspeksi : terdapat striae gravidarum
Palpasi :
Leopold I : janin sering belum cukup bulan sehingga fundus uteri
masih rendah
Leopold II : sering dijumpai kesalahan letak janin
Leopold III : Bagian terbawah janin belum turun apabila letak kepala
masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak diatas pintu atas
panggul
Leopold IV : kepala janin belum masuk pintu atas panggul
Perkusi : Reflex lutut +/+
Auskultasi : bunyi jantung janin bisa cepat atau lambat.
7) Genetalia : pada vagina keluar darah berwarna merah muda
8) Ekstremitas : kemungkinan edema atau varies. Kemungkinan akral
dingin.
2. Pola Sistem
i. Pola Nutrisi
Sulistyawati (2012 : 169) mengemukakan pola nutrisi dikaji untuk
menanyakan ibu hamil apakah menjalani diet khusus, bagaimana
nafsu makannya, jumlah makanan dan minuman atau cairan yang
masuk.
ii. Pola Eliminasi
Menurut Mufdillah (2009 : 13) pola eliminasi dikaji untuk
mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK, adakah kaitannya dengan
obstipasi atau tidak.
iii. Pola aktifitas dan istirahat
Menurut Mufdillah (2009 : 13) pengkajian pada pola aktifitas dan
istirahat yaitu untuk mengetahui aktifitas ibu berlebihan atau tidak,
adakah trauma atau kecelakaan kerja yang dialami ibu hamil karena
hal ini dapat menyebabkan Abortus. Berapa jam ibu tidur siang dan
malam.
iv. Personal Hygiene
Personal hygiene menurut Sulistyawati (2012 : 171) perlu dikaji
untuk mengetahui bagaimana klien menjaga kebersihan dirinya
terutama daerah genetalia, karena jika kebersihan genetalia kurang
dapat memicu terjadinya infeksi. Infeksi mikroplasma pada tracture
genetalis dapat menyebabkan Abortus.
v. Pola seksual
Hidayat (2006 : 43) mengemukakan bahwa pola seksual dikaji untuk
mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan suami isteri dalam
seminggu

F. Pemeriksaan Penunjang
Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang normal (12-14gr%)
Leokosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit menurun (normal
250ribu – 500 ribu).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko syok hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
2) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang
bermasalah.
3) Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta, tidak
adekuatnya perfusi darah ke plasenta post seksio.
4) Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada
segmen bawah rahim

3. Intervensi Keperawatan
1) Risiko Syok hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
NOC NIC
Tujuan Shock Management
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Monitoring status hemodinamika (ex:
selama 2x24jam risiko syok hipovolemik HR, TD, MAP, CVP)
berkurang 2. Monitoring pola nafas untuk
Kriteria Hasil mengidentifikasi gejala edema paru
Shock Severity Hipovolemic (0419) 3. Monitoring suara nafas tambahan
1. Tingkat kehilangan darah 4. Monitoring suara jantung tambahan
2. Reaksi transfusi darah 5. Monitoring adanya edema perferal
3. Status sirkulasi 6. Monitoring hasil laboratorium
4. Status respirasi pertukaran gas (hemokonsentrasi: Hct, BUN,
5. Tingkat keparahan trauma: laserasi Kreatinin serum)
6. TTV kembali dalam batas normal 7. Monitoring intake output cairan
7. Kulit tidak lagi dingin 8. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi pengeluaran cairan (ex:
furosemide, spironolakton)
9. Memonitoring efek samping
pemberian obat-obatan
10. Managemen infus IV (ex: cairan
pocket RBC) hindari penggunaan
cairan hipotonik
11. Berikan posisi kepala ditinggikan
agar meningkatkan ventilasi
12. Memonitoring kembali perdarahan
pertoneal untuk mengidentifikasi
adanya komplikasi

2) Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang


bermasalah.
NOC NIC
Tujuan Anxiety Reduction
Setelah dilakukan asuhan selama 1x24jam 1. Gunakan pendekatan yang
kecemasan klien teratasi dengan menenangkan
Kriteria Hasil 2. Nyatakan dengan jelas harapan
Anxiety Control (1211) terhadap pelaku pasien
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dana pa
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan 4. Temani pasien untuk memberikan
dan menunjukkan teknik untuk keamnan dan mengurangi takut
mengontrol cemas 5. Berikan informasi factual mengenai
3. Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, Bahasa 6. Libatkan keluarga untuk
tubuh dan tingkat aktivitas mendampingi klien
menunjukkan berkurangnya 7. Instruksikan pada pasien untuk
kecemasan menggunakan teknik relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti-cemas
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Ny. A, 29 tahun datang ditemani suaminya,dengan keluhan keluar darah pervaginam sejak ±
1 hari, darah berwarna merah segar, keluar gumpalan. Dilakukan pemeriksaan leopold teraba
letak janin, pada saat dilakukan pemeriksaan dengan doppler DJJ: 136x/menit. Pada saat
dilakukan pemeriksaan VT ostium uteri tidak ada pembukaan, perdarahan kurang lebih 200
cc. skala nyeri 2.TD : 110/70 mmHg, Nadi : 72 x/ menit, Suhu : 36,8 C, Respirasi : 18
x/menit.

I. IDENTITAS
1. Klien
Nama : Ny. A
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Surabaya
Tanggal masuk : 26 September 2016
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Sumber : Suami klien
Diagnosa Medis : Abortus
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Alamat : Surabaya
Hubungan dgn klien : Suami
II. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh keluar darah melalui vaginanya, keluar darah berwarna merah
segar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan perdarahan pervaginam sejak ± 1 hari.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Didalam keluarga klien belum ada yang mengalami kejadian seperti klien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya klien pernah mengalami kejadian seperti ini, 2 tahun yang lalu
terjadi aborsi.
5. Riwayat Kesehatan Yang Lain
Sebelumnya Klien pernah mengalami keguguran sekali tahun 2014 umur
kehamilan 19 minggu.
6. Riwayat Perkawinan
Klien mengatakan sudah menikah ± 6 tahun dan klien hanya memiliki suami
yang dicintainya.
7. Riwayat Obstetri
Riwayat Haid/Menstruasi
Minarche : 12 th
Siklus : 28 hari
Lamanya : ± 7 hari
Baunya : amis
Keluhan pada haid : tidak ada keluhan nyeri haid
8. Riwayat kehamilan dan persalinan
G3P1A1, klien mengatakan anak yang pertama lahir secara persalinan
normal BB: 2750 gram dengan jenis kelamin laki-laki.
9. Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Klien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari, klien juga makan
bauh-buahan dan cemilan, sejak sakit nafsu makan menurun, klien
mengatakan ½ porsi yang diberikan, mual (-), muntah (-), minum
sehari 2 gelas aqua kecil = 500 cc.
2) Pola Eliminasi
Klien mengatakan sebelum sakit tidur terganggu, kadang-kadang klien
BAB dan BAK jarang 2 hari sekali, BAK berwarna agak kemerahan,
BAB dengan konsistensi agak lunak berwarna coklat.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan sebelum sakit tidur terganggu, kadang-kadang klien
merasakan nyeri pada pinggang, sering pusing bahkan cepat lelah sejak
sakit klien gedrest total, pusing.
4) Pola Kebersihan Diri
Klien mengatakan sebelum sakit mandi lebih dari 3 x 4 sehari, sejak
sakit klien jarang mandi dan hanya seka.Kuku bersih, performa rapi,
rambut disisir.
5) Pola Aktivitas
Sebelum sakit klien melakukan aktivitas mandiri, sejak sakit aktivitas
dibantu keluarga, nyeri sendi.
10. Riwayat Psikologis
Klien mengatakan cemas dengan kondisinya dan juga kondisi kehamilannya
yang sekarang, karena waktu kehamilan yang keduaklien pernah keluar darah
seperti sekarang ini, dan terjadi aborsi,klien takut keguguran karena banyak
darah yang keluar, klien tampak cemas, dan sering menanyakan tentang
kondisi kehamilannya.
11. Riwayat Sosial
Klien mengatakan sebelum sakit akrab dengan masyarakat dan mengikuti
kegiatan sosial, sejak sakit tidak pernah, hanya komunikasi dengan suami dan
perawat, interaksi dengan klien satu ruangan tidak ada
12. Riwayat Spritual
Klien mengatakan sebelum sakit menjalankan shalat 5 waktu dan berdoa agar
kehamilannya tidak ada masalah, sejak sakit klien shalat 5 waktu jarang dan
berdoa demi kesembuhannya
III. PENGKAJIAN TANDA-TANDA VITAL
TD : 110/70 mmHg Nadi :72 x/menit
T : 36,8‫ﹾ‬C RR : 18 x/menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos mentis, GCS: 4 5 6.
2. Kepala
Bentuk simetris, tidak berketombe,kulit kepala bersih, pertumbuhan rambut
merata, tidak ada lesi, tidak ada nyeri.
3. Kulit
Warna kulit muka putih bintik-bintik hitam, turgor kulit cepat kembali, tidak
ada oedem, tidak ada peradangan, CRT < 3 detik.
4. Penglihatan/ Mata
Bola mata simetris, pergerakan bola mata normal, reflex pupil terhadap cahaya
normal,kornea bening, konjungtiva tidak anemis, ketajaman penglihatan
normal.
5. Penciuman/ Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada peradangan, tidak ada polip.
6. Pendengaran/ Telinga
Bentuk daun telinga simetris, letaknya simetris, tidak ada peradangan, fungsi
pendengaran baik, ada serumen, tidak ada cairan.
7. Mulut
Bibir warna pucat dan tampak kering.Gigi agak kuning, tidak ada perdarahn
gusi.Lidah tampak bersih, fungsi pengecapan baik, tidak ada stomatitis.
8. Leher
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, pergerakan bebas.
9. Dada/ Pernafasan
Bentuk simetris, bentuk dan pergerakan dinding dada simetris, tidak ada suara
nafas tambahan,tidak ada nyeri tekan.
10. Abdomen
Bentuk simetris, nyeri tekan skala 2, gerakan peristaltic usus normal.Leopold
teraba janin, DJJ 136x/menit.
11. Sistem Reproduksi
Ostium uteri tidak ada pembukaan, terdapat perdarahan, perdarahan kurang
lebih 200 cc. Terdapat linea alba.
12. Ekstremitas Atas/ Bawah
Tidak ada gangguan.
V. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : Klien mengeluh keluar Perdarahan Resiko syok hipovolemik
darah melalui vaginanya,
keluar darah berwarna
merah segar.
DO : - terdapat perdarahan
pada pemeriksaan alat
reproduksi
- Perdarahan ± 200 cc
- CRT < 2 detik
DS : - Klien mengeluh Plasenta previa Risiko gangguan
keluar darah melalui hubungan ibu dan janin
vaginanya, keluar darah
berwarna merah segar
DO : - terdapat perdarahan
pada pemeriksaan alat
reproduksi
- Leopold tidak teraba
janin
- DJJ tidak terdengar
DS : - Klien mengatakan Ancaman kematian janin Ansietas
cemas dengan kondisinya
dan juga kondisi
kehamilannya yang
sekarang, karena waktu
kehamilan yang keduaklien
pernah keluar darah seperti
sekarang ini, dan terjadi
aborsi,klien takut keguguran
karena banyak darah yang
keluar, klien tampak cemas,
dan sering menanyakan
tentang kondisi
kehamilannya
DO : - Bibir klien terlihat
pucat
- Nada bicara klien
agak bergetar
- Klien terlihat gelisah
VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan adanya perdarahan
2. Risiko gangguan hubungan ibu dan janin berhubungan dengan plasenta previa
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian janin
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan adanya perdarahan

NOC NIC
Tujuan Shock Management
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Monitoring status hemodinamika (ex:
selama 2x24jam risiko syok hipovolemik HR, TD, MAP, CVP)
berkurang 2. Monitoring pola nafas untuk
Kriteria Hasil mengidentifikasi gejala edema paru
Shock Severity Hipovolemic (0419) 3. Monitoring suara nafas tambahan
1. Tingkat kehilangan darah 4. Monitoring suara jantung tambahan
2. Reaksi transfusi darah 5. Monitoring adanya edema perferal
3. Status sirkulasi 6. Monitoring hasil laboratorium
4. Status respirasi pertukaran gas (hemokonsentrasi: Hct, BUN,
5. Tingkat keparahan trauma: laserasi Kreatinin serum)
6. TTV kembali dalam batas normal 7. Monitoring intake output cairan
7. Kulit tidak lagi dingin 8. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengurangi pengeluaran cairan (ex:
furosemide, spironolakton)
9. Memonitoring efek samping
pemberian obat-obatan
10. Managemen infus IV (ex: cairan
pocket RBC) hindari penggunaan
cairan hipotonik
11. Berikan posisi kepala ditinggikan
agar meningkatkan ventilasi
12. Memonitoring kembali perdarahan
pertoneal untuk mengidentifikasi
adanya komplikasi

2. Risiko gangguan hubungan ibu dan janin berhubungan dengan plasenta previa

NOC NIC
Tujuan 1. Jelaskan sensasi yang mungkin akan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan dialami pasien.
2 x 24 jam risiko gangguan hubungan 2. Edukasi adanya tanda-tanda yang
ibu dan janin teratasi harus dilaporkan ( misalnya,
Kriteria Hasil peningkatan perdarahan, peningkatan
Pengetahuan Kehamilan kram dan keluarnya gumpalan-
Perilaku kesehatan prenatal gumpalan atau jaringan ).
Control risiko 3. Dorong orang-orang yang berarti
Deteksi risiko buat klien untuk memberikan
Keparahan gejala dukungan sebelum, selama atau
Tanda-tanda vital setelah aborsi, jika diinginkan.
4. Bantu persalinan, sesuai kebutuhan,
tergantung pada umur gestasi janin.
5. Monitor tanda-tanda vital

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian janin

NOC NIC
Tujuan 1. Bimbingan antisipasif
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2. Pengurangan kecemasan
2 x 24 jam ansietas teratasi 3. Peningkatan koping
Kriteria Hasil 4. Dukungan emosional
Tingkat kecemasan 5. Perawatan kehamilan risiko tinggi
Control kecemasan diri 6. Fasilitasi meditasi
Konsentrasi
Koping
Control diri terhadap distorsi pemikiran
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi,
yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi besar yang dapat
mengencam keselamtan ibu dan janin yang dikandungnya selama masa kehamilan,
melahirkan maupun pada masa nifas (Hadijanto B, 2008).
Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dan di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini
masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal.
Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) seperti abortus,
plasenta previa, dan solusio plasenta.
Antepartum bleeding adalah perdarahan yang terjadi pada akhir usia
kehamilan.Abortus yaituancaman atau pengeluraran hasil konsepsi (pertemuan sel telur
dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Terdapat 3 macam abortus
yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik. Berdasarkan jenisnya
terdapat 6 macam yaitu abortus imminens (threatened), abortus insipiens (inevitable),
abortus inkompletus (incomplete), abortus kompletus (Complete), missed abortus, dan
abortus habitualis (habitual abortion).Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang
letaknya normal pada fundus/korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir. Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam, solusio
plasenta diklasifikasikan menjadi solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed),
solusio plasenta tersembunyi (concealed), dan solusio plasenta tipe campuran (mixed).
Sedangkan berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi, solusio plasenta terbagi
menjadi solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.Klasifikasi
plasenta previa yaitu lasenta previa totalis, plasenta previa lateralis, plasenta previa
marginalis, dan plasenta letak rendah.
Perdarahan obsteri yang tidak dengan cepat ditangani dengan transfusi darah atau
cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau
mengatasi syok, seksio sesaria, atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai),
prognosisnya akan fatal bagi penderita.

4.2. Saran
Informasi mengenai antepartum bleeding (APB) yang telah didapatkan oleh
mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga bisa dipahami dan
dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, T.M.A., 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan I. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. 2001. Obstetrical
Haemorrhage. William Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc
Appleton. Lange USA.
Cunningham FG, et all. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta, EGC.
Dutta, D.C., 2004. Text Book Of Obstetrics Including Perinatology and Contraception. Edisi
ke-6. Calcuta: Central.
Faiz, AS and Ananth, CV. 2003. Etiology and risk factors for placenta previa: An overview
and meta-analysis of observational studies. Journal of MaternalFetal and Neonatal
Medicine.
Griebel, C.P., Halvorsen, J., Golemon, T.B., and Day, A.A., 2005. Management of
Spontaneous Abortion. American Family Physician
Mansjoer, Arif, dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Mose, JC. 2004. Perdarahan Antepartum dalam: Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
Nugroho. Taufan. 2010. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Oxorn, H. 2003.Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor
and Birth, Jakarta : Yayasan Essentia Medica
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2002.Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan
Kelak. Dalam: IlmuKebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Rachimhadhi T. 2002. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta:
YayasanBina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Rustam Mochtar, Prof, Dr.1998. Sinopsi obstetric Jakarta : EGC
Sastrawinata, Sulaiman. Et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi
2.Jakarta : EGC.
Scearce, J and Uzelac, PS., 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH DeCherney et al.
(eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology, 10th ed. New
York: McGraw-Hill
Winknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Yeyeh,Ai Rukiyah.2010.Asuhan Kebidanan Patologi.Jakarta:Trans Info Media
Obstetric,William.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai