Vulkanisasi Karet Kelompok 3
Vulkanisasi Karet Kelompok 3
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil
sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari
karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam,
namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak
menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami
proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula
bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua
yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal
bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik.
Sistem vulkanisasi sangat mempengaruhi sifat fisik dan sifat pengusangan barang
karet. Mutu produk karet yang baik dapat memenuhi spesifikasi yang diisyaratkan dapat
dihasilkan dengan mempelajari dan menggunakan sistem vulkanisasi dengan tepat.
Karakteristik vulkanisasi memberikan informasi mengenai waktu pravulkanisasi, waktu
pemasangan, laju vulkanisasi, dan modulus torsi untuk sistem vulkanisasi yang diberikan
pada suhu pemanasan yang diinginkan.
Vulkanisasi juga dikenal dengan istilah cure merupakan proses pengaplikasian
tekanan dan panas terhadap campuran elastomer pada bahan kimia untuk menurunkan
plastisitas dan meningkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemantapan. Curing menyebabkan
molekul karet yang panjang dan saling terkait diubah menjadi struktur 3 dimensi melalui
pembentukan crosslinking secara kimia. Dalam proses vulkanisasi dipakai bahan imia yang
dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet untuk membentuk crosslinking antar
molekul. Bahan kimia ini dikenal dengan istilah curing agent. Vulkanisasi dapat dibagi
menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau
senyawa azo sebagai curing agent dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium
sebagai curing agent.
3
molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat
karet.
Metode ekonomis penting yang paling (yang vulkanisasi ban) menggunakan tekanan
tinggi dan suhu. Suhu vulkanisasi khas untuk ban penumpang adalah 10 menit pada 170°C.
Jenis vulkanisasi disebut kompresi cetakan. Artikel karet dimaksudkan untuk mengadopsi
bentuk cetakan. metode lain, misalnya untuk membuat profil pintu mobil, gunakan
vulkanisasi udara panas atau microwave vulkanisasi dipanaskan (baik proses yang terus
menerus). Terdapat tiga metode yang biasa digunakan dalam vulkanisasi, yaitu :
1. Vulkanisasi belerang
2. Vulkanisasi peroksida
3. Electron Beam Curing
Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang
menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus. Meskipun
vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu tetap berlangsung
secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik
atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya akselerator
membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai
aktivatornya adalah oksida-oksida logam seperti zinkum oksida (ZnO).
Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu
pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien.
Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan
antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila
dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari
pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya.
Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang
terbentuk dan reaksi kimia yang terjadi selepas vulkanisasi.
4
2.2.1 Metode Vulkanisasi Belerang
Berdasarkan penelitian Shelee, Moore, Bateman, dan lainnya, mekanisme vulkanisasi
belerang dapat ditunjukkan seperti gambar berikut.
Pada awal reaksi terjadi pemutusan lingkaran S 8 dan terbentuk zat perantara berbentuk
kompleks pengaktif belerang yang melibatkan bahan akselerator dan ZnO. Zat perantara
melepaskan rantai belerang oligomer yang reaktif dan oligomer tersebut menyerang atom C
asiklik pada molekul karet dan membentuk ikatan silang. Selama pemanasan yang relatif
lama pada proses pemasakan, ikatan polisulfida akan putus dan membentuk ikatan silang
yang lebih pendek. Sebagai akibatnya monomolekuler belerang yang diputus membentuk
ikatan silang yang baru atau ikatan intermolekuler menyebabkan berkurangnya ikatan silang
dan peristiwa ini disebut dengan reverse.
Gambar 2.4 Struktur silang dan ikatan intermolekuler pada vulkanisasi karet
Keterangan :
S1 : monosulfida
S2 : disulfida
Sx : polisulfida
1 : gugus pencepat
2 : ikatan belerang intermolekuler
5
1. Tahap Pertama (Pembentukan Active-Sulfurating Agent)
Tahap pertama pada proses vulkanisasi sulfur adalah pembentukan suatu spesi active
sulfurating, sebagai syarat untuk dapat terbentuknya crosslink precursor. Spesi tersebut
merupakan suatu molekul yang mampu memasukkan sulfur dalam elastomer sehingga
terbentuknya ikatan silang antar elastomer, dimana sudah dipahami bahwa kompleks
akselerator polisulfida merupakan spesi sulfurating yang lebih baik dibandingkan dengan
sulfur molecular. Akselerator sulfide dibentuk oleh interaksi molekul akselerator dengan
molekul sulfur.
Pemanasan MBS (akselerator) pada temperature vulkanisasi berkisar antara 140˚C-
180˚C, menyebabkan ikatan S-N dalam akselerator terdisosiasi, membebaskan amina bebas
dan 2-Mercaptobenzothiazole (MBT). MBT bereaksi dengan MBS akan menghasilkan
MBTS. Ketiga senyawa tersebut merupakan beberapa contoh akselerator yang biasa
digunakan dalam vulkanisasi belerang. Adapun reaksi pembentukan MBTS adalah sebagai
berikut.
Pada tahap pertama ini akselerator akan direaksikan dengan ZnO sebagai activator.
Pada akselerator MBT yang direaksikan dengan ZnO akan membentuk kompleks Zn(SBt) 2
melalui pemanasan. Reaksinya sebagai berikut.
Kompleks Zn-akselerator mengaktifkan sulfur dengan bantuan amina bebas yang terbentuk
pada tahap awal vulkanisasi, sehingga 1 atom sulfur pada kompleks Zn-akselerator
melakukan penyerangan nukleofilik pada cincin S8.
6
Gambar 2.7 Reaksi penyerangan nukleofilik pada cincin S8
Pada reaksi antara akselerator MBTS dengan ZnO tidak terjadi hal serupa, melainkan
seperti reaksi dibawah ini.
MBTS (Bt-SS-Bt) mungkin terpecah menjadi dua radikal Bt-S•. Karena dekatnya sepasang
radikal Bt-S• dan adanya belerang dalam konsentrasi tinggi selama tahap awal vulkanisasi,
hal rtersebut memungkinkan bahwa pasangan radikal Bt-S• mengambil sulfur dan
membentuk spesi BtS-Sx-SBt, seperti reaksi berikut.
Pada reaksi tersebut menunjukkan bahwa semua molekul S 8 bergabung menjadi kompleks
akselerator dalam satu tahap. Adanya ZnO hanya mempercepat laju reaksi, namun tidak
mempengaruhi distribusi hasil reaksi.
Pembentukan kompleks akselerator tanpa dan dengan adanya zinc merupakan tahap
paling menentukan pada vulkanisasi elastomer dengan sulfur. Spesi BtS-S x-SBt adalah active
sulfurating agent tanpa ZnO dan baik BtS-Sx-SBt maupun BtS-Zn-Sx-SBt merupakan active
sulfurating agent dengan adanya ZnO.
2. Tahap Kedua (Pembentukan Crosslink)
Reaksi pembentukan crosslink diinisiasi oleh akselerator polisulfida BtS-Sx-SBt dan
BtS-Zn-Sx-SBt. Crosslink dibentuk melalui precursor crosslink, yang merupakan intermediet
ikatan karet. Precursor crosslink dibentuk ketika akselerator polisulfida bereaksi dengan
rantai karet, menghasilkan struktur RS x-SBt yang terdiri dari akseleator yang diakhiri gugus
polisulfida yang berikatan dengan molekul karet (R).
Untuk akselerator polisulfida BtS-Sx-SBt, mekanisme pembentukan precursor
crosslink dijelaskan melalui mekanisme radikal seperti dibawah ini :
7
Gambar 2.10 Reaksi pembentukan precursor crosslink dengan BtS-Sx-SBt
Crosslink dapat dibentuk melalui reaksi disproporsionasi dua gugus precursor yang
melibatkan pertukaran tempat ikatan S-S yang dikatalis oleh BtS - atau semacam ion
persulfenil, seperti reaksi di bawah ini.
Selain itu, reaksi disproporsionasi juga dapat terjadi dengan melibatkan reaksi antara
molekul precursor dan molekul karet, seperti reaksi di bawah ini.
Gambar 2.13 Reaksi pembentukan crosslink dengan molekul precursor dan molekul
karet
3. Tahap Ketiga
Crosslink yang terbentuk diawal biasanya pilisulfida dengan kadar sulfur tinggi, yang
kemudia dapat mengalami dua reaksi yng saling berkompetisi, yaitu :
8
a. Crosslink Desulfuration
Crosslink Desulfuration yaitu reaksi yang melibatkan penataan ulang crosslink
polisulfida menjadi crosslink monosulfida dan crosslink disulfida. Desulfurasi melibatkan
pelepasan sulfur dari crosslink polisulfida yang lebih panjang dan memicu pembentukan
crosslink monosulfida dan crosslink disulfida yang lebih stabil. Sulfur yang dilepaskan dari
crosslink digunakan kembali untuk memproduksi crosslink tambahan.
Crosslink polisulfida dapat terdegradasi hingga habis dan mengalami modifikasi rantai
utama, yang mengakibatkan pengurangan crosslink, dengan kata lain yaitu reverse.
b. Dekomposisi Crosslink
Dekomposisi atau degradasi crosslink dimana crosslink polisulfida terdegradasi
menjadi sulfide siklik yang tidak elastis, modifikasi rantai utama atau inactive pendant
groups. Dekomposisi crosslink diinduksi secara termal, biasanya pada kenaikan temperatur,
dan mekanisme dekomposisi mungkin radikal, polar, atau komposisi keduanya. Dekomposisi
crosslink polisulfida bergantung pada energy pemutusan ikatan dan laju reaksi. Polisulfida
dengan panjang rantai S lebih dari 4 paling mudah dirusak karena ennergi disosiasi ikatannya
yang rendah sekitar 150 kJ/mol. Pembentukan radikal disulfida dan trisulfida lebih sulit
karena melibatkan energy disosiasi ikatan yang lebih tinggi, masing-masing 189 kJ/mold an
193 kJ/mol.
9
2.2.2 Metode Vulkanisasi Peroksida
Pemvulkanisasian yang tidak menggunakan sulfur antara lain yaitu peroksida organik.
Peroksida organik dapat menvulkanisasi baik saturated rubber (e.g EPM, EVM, CM, Q,
some of FKM) maupun unsaturated rubber (e.g EDPM, SBR, NBR, NR). Peroksida pertama
kali digunakan sebagai vulkanisasi pada Natural Rubber (NR) adalah dibenzoyl peroxide
pada tahun 1915 oleh Ostomyslenskij. Bagaimanapun, penggunaan lebih luas kemudian
ditemukan untuk vulkanisasi pada saturated rubber seperti EPM (Ethylene propylene
Rubber). Pada saat ini metode vulkanisasi peroksida digunakan sebagai vulcanization
agents pada unsaturated rubber yang umum diperlukan untuk memproduksi gum
yang tahan pada temperatur atau pada vulkanisasi campuran yang terdiri dari
saturated dan unsaturated rubber.
Peroksida organik berguna pada sebagai agen vulkanisasi berdasarkan komposisi
kimianya alifatik, aromatik, juga campuran beberapa peroksida (memiliki lebih dari satu
gugus peroksida). Umumnya agen peroksida bergenerasi pada dekomposisi termal dan
diikuti dengan fragmentasi dari peroksida primer seperti :
10
Gambar 2.19 Macam-macam rantai peroksida yang belum terpisah menjadi radikal
11
karet yang radikal (R˚). Radikal-radikal molekul karet yang saling berdekatan akan
bergabung hingga terbentuk ikatan silang, antara atom C dari kedua rantai molekul kuat
tersebut. Mekanisme terjadinya ikatan silang (antar atom karbon) adalah sebagai berikut :
POOP adalah peroksida organik, RH menggambarkan sebagai molekul karet alam, dan
R-R merupakan ikatan silang. Oleh karena ikatan antara carbon sangat kuat, maka vulkanisat
yang dihasilkan mempunyai pampatan tetap yang rendah serta ketahanan usang yang tinggi
apabila digunakan anti oksidan yang tepat. Mekanisme vulkanisasi dikumil peroksida dengan
karet alam ditunjukkan pada gambar 2.21.
12
Dikumil peroksida merupakan jenis inisiator yang paling banyak digunakan. Dikumil
peroksida ini dapat bereaksi pada suhu tinggi 160 0 C dan memiliki sensitifitas oksigen yang
rendah bila dibandingkan dengan peroksida yang lain serta sensitif terhadap asam.
Karakteristik dikumil peroksida sebagai berikut.
13
2. Perlakuan awal
Lateks kebun cenderung cepat menggumpal dan bereaksi dengan bakteri sehingga
menimbulkan bau. Untuk itu, perlakuan awal terhadap lateks karet alam hasil penyadapan
dari pohon karet (Havea Brasiliensis) sebelum dilakukan iradiasi adalah dengan penambahan
bahan anti koagulan amonia sebanyak 1–5 % sehingga tidak terjadi penggumpalan awal.
3. Stabilisasi dengan Kalium Hidroksida (KOH)
Kalium Hidroksida (KOH) merupakan bahan pemantap agar tidak terjadi
penggumpalan awal (prakoagulasi) pada lateks kebun pada saat ditambah emulsi normal
Butyl Akrilat (nBA). KOH diasumsikan memodifikasi permukaan dari partikel karet alam
dengan cara reaksi antara KOH dengan absorben bukan karet. Kandungan KOH yang wajib
ditambahkan untuk menstabilkan lateks tergantung pada jenis lateks. Dalam praktek, KOH
sebanyak 0,2 psk dirasa cukup untuk penambahan 5 psk nBA.
4. Penambahan normal butyl akrilat (nBA)
Normal butyl akrilat (nBA) yang dirumuskan dengan CH2=CH-COOC4H8
merupakan bahan pemeka pada proses vulkanisasi lateks karet alam iradiasi yaitu bahan
yang dapat menurunkan dosis radiasi vulkanisasi karena memiliki radikal bebas lebih banyak
daripada karet alam.
5. Iradiasi
Iradiasi bahan dilakukan menggunakan berkas elektron. Teknik radiasinya dapat
dilakukan dengan sistem batch atau kontinyu. Pada sistem batch, bahan yang diiradiasi
dalam kondisi diam atau dalam suatu wadah yang diam. Dosis serap yang diterima bahan
bisa diatur dengan mengatur lamanya iradiasi. Sedangkan pada sistem kontinyu/sinambung,
bahan dibawa menggunakan konveyor atau bahan langsung bergerak atau dialirkan ke bagian
iradiasi.
6. Perlakuan akhir
Perlakuan akhir meliputi evaluasi sifat lateks dan film karet sehingga diketahui
kualitas lateks iradiasi. Uji kualitas yang dilakukan antara lain : kadar jumlah padatan, kadar
karet kering, kadar KOH, kekentalan, kestabilan mekanik, pH serta sifat film karet (modulus,
tegangan putus, perpanjangan putus, kekerasan).
Teknik pembuatan perekat kopolimer lateks karet alam saat ini telah dikuasai dan siap
untuk diaplikasikan ke industri. Metoda pembuatannya adalah sebagai berikut : getah dari
pohon karet dicampur dengan monomer (bahan plastik) pada perbandingan tertentu,
kemudian diradiasi dengan sinar gamma atau berkas elektron dengan dosis antara 5 kGy
sampai dengan 30 kGy, maka akan terbentuk kopolimer karet alam yang jika ditambah
sedikit bahan pelengket akan menjadi perekat. Perekat yang dihasilkan ini secara langsung
14
dapat dipergunakan untuk perekat pada pembuatan panel kayu (misal kayu lapis, kayu
sambung dan papan partikel dari serbuk gergaji atau tongkol jagung). Disamping itu juga
bisa dipergunakan untuk pembuatan berbagai macam papan serat (seperti papan sabut
kelapa) serta bisa digunakan sebagai perekat sepatu, tas kain, kulit dan sebagainya.
Keunggulan dari perekat ini adalah tidak beracun, tidak mengandung bahan penyebab
kanker, tidak mencemari lingkungan, dan dapat disimpam dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu jenis perekat ini dapat diaplikasikan baik untuk industri besar maupun
industri rumah tangga.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Vulkanisasi adalah proses kimia untuk mengubah karet atau polimer terkait menjadi
bahan yang tahan lama lebih melalui penambahan belerang atau lain setara
"curatives".
2. Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi
oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum.
3. Tiga jenis metode vulkanisasi yang umum digunakan, adalah:
a. Vulkanisasi belerang
b. Vulkanisasi peroksida
c. Electron Beam Curing
16
DAFTAR PUSTAKA
17