2017
PNEUMONIA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas laporan kasus pada program dokter
internship Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Aziz Marabahan. Terima kasih kepada dokter
umum selaku pendamping yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes
tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai
penyebab kematian. Infeksi saluran napas bawah akut dijumpai
dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Laporan WHO 1999.
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah
infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health
statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 78 tahun
Agama : Islam
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD H. Abdul Aziz Marabahan dengan keluhan nyeri
dada sebelah kanan sejak 5 hari SMRS. Nyeri dada terasa berat bila os batuk dan
nyeri terasa sampai menjalar ke punggung belakang. Keluhan batuk tidak berdahak ini
dirasakan sudah lebih dari 2 minggu disertai dengan keluhan mual +, sakit kepala +,
dan badan terasa hangat. Keluhan penurunan berat badan, keringat timbul pada malam
hari disangkal.
4
Riwayat Pengobatan
Os sudah mengkonsumsi obat obatan untuk mengurangi keluhannya tetapi os tidak
mengingat nama obat yang dikonsumsi.
5
• Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula kiri
• Perkusi : batas atas : ICS II garis parasternal kiri,
batas kanan : ICS IV garis parasternal kanan,
batas kiri : ICS IV garis midclavicula kiri
• Auskultasi : Takikardi, S1 dan S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
- Pulmo
• Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi –
• Palpasi : focal fremitus simetris
• Perkusi : sonor di kedua lapang paru
• Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-
wheezing -/-
f. Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus 8 x/menit
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium +, hepar dan lien tidak teraba
membesar, ginjal tidak teraba, massa tidak teraba.
- Perkusi : timpani
- Kulit : ikterik -, peteki -/-
g. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, edema -/-
2.4 RESUME
a. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD H. Abdul Aziz Marabahan dengan keluhan nyeri dada
sebelah kanan sejak 5 hari SMRS. Nyeri dada terasa berat bila os batuk dan nyeri
terasa sampai menjalar ke punggung belakang. Keluhan batuk tidak berdahak ini
dirasakan sudah lebih dari 2 minggu disertai dengan keluhan mual +, sakit kepala +,
dan badan terasa hangat. Os pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya tetapi
timbul jarang-jarang dan membaik dengan membeli obat di warung.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
6
- Frekuensi nadi : 113x/menit
- Frekuensi pernapasan : 22 x/menit
- Suhu tubuh : 36,8 oC
- Tekanan Darah : 180/100 mmHg
- SpO2 : 94 %
- Tumor paru
2.7 PENATALAKSANAAN
- O2 3 l/m
- EKG
- Rontgen Thorax – AP
- Cek darah rutin dan kiimia darah
- Captopril 25 mg sublingual jam 06.55 wita 08.00 wita 150/100 mmHg
Konsul dr.Aisyah, Sp.P - Infus RL 20 tpm
- Levofloxacin 1 x 750 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
- PO N- Acetylsistein 3x 200 mg
- Rencana Punksi Pleura
- Cek sputum BTA SPS
- Cek sputum Sitologi
2.10 PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- Ad fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang
dan mikoplasma.
pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain
8
acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau
9
pneumoniae Neisseria meningitis
Mycoplasma Staphylococcus
pneumoniae aureus
Virus Virus
Respiratory Varicella zoster virus
syncytial virus
Influenza
virus
Parainfluenza
virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles
10
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B
(adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
11
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka
yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll.
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang
pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di
rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu
Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli,
a. Pneumonia lobaris
12
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui
pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata.
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang
paling berisiko.
13
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
organ paru-paru.
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu,
toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
14
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi.
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
oksigen hemoglobin.
15
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
3.5 Diagnosis
16
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar
Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi.
Pemeriksaan Laboratorium
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
17
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus
medius kanan.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
18
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus
(lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli
yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
19
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus
bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
20
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
21
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu
bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.
1. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
berikut :
22
1. Pemberian Antibiotik
23
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
24
Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +
III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi -Batang Gram (-) Penghambat
tidak perlu -Legionalla sp Betalaktamase
di ICU -S.aureus +makrolid
M.pneumoniae
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi
dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
25
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan
paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia
bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
adalah:
hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk
memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2
yang berlebihan.
26
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan
dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential
(obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down
(obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral
terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis,
3.7 Komplikasi
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,
peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali
27
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas
aeruginosa.
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
3.8 Prognosis
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi
yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif
kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di
RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan
kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
28
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m,
29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect
Dis 2000; 31: 347-82
2. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International
antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti)
pathogens.2000-2001
3. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan
infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20;
156-60
4. Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus sputum terhadap pola kuman penderita
infeksi saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108
5. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta tahun 2000
6. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2014
7. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003
8. Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian
Pulmonologi FKUI Jakarta 1990
9. Soepandi P, Mangunnegoro H, Yunus F, Gunawan J. The pattern of microorganisms
and efficacy of new macrolide in acute LRTI. Respirology 1998; 3: 113-7
10. Sunarya N. Spektrum kuman dan pola kepekaanya terhadap antimikroba pada infeksi
paru non TB didapat dari aspirasi transtrakeal. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI
Jakarta, 2007
11. Supriyantoro. Perbandingan hasil pemeriksaan bakteriologis dari sputum dan sikatan
bronkus penderita infeksi saluran napas akut (ISNA). Tesis Bagian Pulmonologi
FKUI, Jakarta 2009
12. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2016
30