Paska Tambang
Paska Tambang
Pendahuluan
Industri pertambangan merupakan suatu industri yang sangat berkaitan erat dengan
lingkungan hidup di sekitarnya. Seringkali industri pertambangan dicap dapat merusak
lingkungan karena kegiatannya yang telah mengubah rona awal lingkungan. Hal ini bukan
tanpa dasar melainkan ada beberapa perusahaan tambang yang abai akan keberlanjutan bekas
tambang setelah sudah tidak lagi berproduksi, banyak lahan-lahan yang bekas tambang menjadi
rusak dan tidak dilakukan pengembalian nilai gunanya seperti awalnya.
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan bagi lingkungan antara lain:
penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya
gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan
kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro.
Dampak-dampak negatif tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja diperlukan suatu
perlakuan khusus agar dampak negatif tersebut dapat dikendalikan/diminimalisasi. Maka
diperlukannya reklamasi pada lahan-lahan bekas tambang, kebijakan tentang harusnya
dilakukan kegiatan reklamasi oleh para perusahaan tambang tertuang di dalam Undang-undang
No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan
pertambangan untuk melakukan reklamasi dan kegiatan pasca tambang atas areal tambang
yang diusahakannya.
Reklamasi hutan merupakan usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali
lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya.
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui
kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas tambang. Lahan yang telah siap tanam
pada awalnya ditanami dengan menggunakan jenis tanaman cover crop untuk mencegah
terjadinya erosi. Sedangkan revegetasi pada areal reklamasi final dilakukan dengan jenis-jenis
tanaman tertentu yang dipilih.
a. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta
udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat satu bulan setelah tidak ada lagi
kegiatan usaha pertambangan pada lahan yang terganggu. Setelah dilaksanakan penyampaikan
laporan pelaksanaan reklamasi setiap satu tahun kepada gubernur. Laporan disusun
berpedoman pada penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi pada Lampiran III
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008.
Pasal 140 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, dan IUPK merupakan wewenang dari
menteri, gubernur dan bupati/walikota. Adapun pengawasan pengelolaan lingkungan hidup,
reklamasi, dan pascatambang meliputi:
4. Pengelolaan pascatambang;
PT Bukit Asam merupakan BUMN pada bidang penambangan batubara yang memiliki
prinsip Green Mining. Green Mining untuk PTBA adalah mengedepankan pelestarian
lingkungan dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi
hambatan produksi dan menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan menjadi
bagian yang integral dalam seluruh siklus penambangan di mana aktivitas menambang adalah
bagian dari rencana penutupan tambang. Green Mining PTBA dimulai dengan perencanaan
tambang yang seksama yang memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal,
perencanaan tambang memiliki tujuan akhir menata paska tambang
1. Eksplorasi
Hal pertama yang dilakukan dalam kegiatan penambangan adalah eksplorasi. PT. Bukit
Asam melakukan kegiatan eksplorasi selain untuk mendapatkan data penyebaran dan ketebalan
batubara, dalam kegiatan ini juga dilakukan pengambilan contoh batubara dan tanah penutup.
Tanah penutup ini sangat berperan dalam kegiatan reklamasi.
2. Pembukaan Lahan
Setelah eksplorasi dilakukan, PT. Bukit Asam melakukan kegiatan pembukaan lahan.
Hasil ini didasari atas rona awal hutan sungguh kaya dengan plasma nuftah, ekosistem yang
lengkap, iklim mikro yang baik, flora dan fauna yang beraneka ragam. Oleh karenanya,
sebelum kegiatan pembukaan lahan dimulai, dilakukan kegiatan identifikasi dan dokumentasi
flora dan fauna yang ada di daerah tersebut. Beberapa jenis spesies tanaman penting dan jenis
lokal dikoleksi untuk ditanam kembali pada kegiatan rehabilitasi lahan nantinya.
Hasil akhir dari kegiatan ini yaitu didapatkannya areal bersih dari vegetasi sehingga
memudahkan proses penggalian lapisan top soil dan sub soil.
Kegiatan selanjutnya setelah pembersihan lahan yaitu kegiatan pengolahan tanah pucuk
(top soil). Tanah pucuk (top soil) adalah lapisan tanah bagian atas yang banyak mengandung
unsur hara yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. PT. Bukit Asam mengartikan tanah
pucuk (top soil) ini dengan ketebalan lapisan tanah sampai dengan ± 50-70 cm.
• Pengambilan tanah pucuk/top soil dilakukan untuk mengamankan tanah yang masih bagus
kandungan haranya. Tanah top soil dari lokasi penggalian dibawa ke lokasi penimbunan
dilakukan dengan menggunakan alat angkut Dump Truck dan dihamparkan dengan
menggunakan alat Buldozer untuk meratakan penimbunannya.
• Melakukan pengamanan stock tanah pucuk dengan tanaman LCC (Legume cover crops) agar
terhindar dari kerusakan dan erosi selain dengan LCC jika ditemukan NAF pada lapisan
batubara, maka NAF digunakan untuk melindungi stock tanah pucuk dari bahaya kontaminasi.
Pengolahan tanah pucuk dilakukan dalam rangka penanganan kualitas tanah untuk
reklamasi agar tanah tersebut selalu terjaga. PT. Bukit Asam melakukan penanganan kualitas
tanah dengan cara :
o Memanfaatkan kembali tanah pucuk sebagai media tumbuh tanaman pada kegiatan
revegetasi lahan.
o Melakukan penambahan bahan organik (kompos, pupuk kandang, Kaptan, Kompos TEL)
serta pengapuran tanah untuk mempercepat pemulihan kesuburan lahan.
o Melakukan revegetasi lahan secepatnya pada lahan timbunan yang sudah final dengan
tanaman LCC dan tanaman tahunan yang adaptif.
o Melakukan perawatan tanaman revegetasi secara intensif untuk mempercepat pemulihan
lahan.
PTBA berkomitmen untuk mengembangkan areal yang sudah selesai ditambang untuk
dikelola secara bertanggung jawab, melalui kegiatan reklamasi, revegetasi dan pasca tambang.
Perseroan telah merealisasikan berbagai program reklamasi/rehabilitasi lahan bekas tambang
yang telah benar-benar selesai dari kegiatan penambangan sejalan dengan prinsip bahwa
“Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang” dan “Reklamasi adalah investasi
untuk memanfaatan lahan bekas tambang”.
Sedangkan pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka
panjang atau disebut area final, Perseroan melakukan program rehabilitasi dan revegetasi
seperti pembangunan area wisata alam Bukit Kandi, Hutan Kota, Hutan Pendidikan dan
pembangunan TAHURA (Taman Hutan Raya) Enim. Selain kegiatan revegetasi di areal
kelolaan, Perseroan juga berpartisipasi pada program Rehabilitasi DAS.
Hutan Raya Enim (Tahura Enim) adalah salah satu rencana bentuk pemanfaatan lahan
bekas tambang selain untuk hutan tanaman. Tahura Enim dibangun di atas lahan seluas 5.640
ha di lokasi pasca tambang IUP Air Laya dan IUP Banko Barat, terdiri dari tiga blok
pengembangan, yaitu blok perlindungan (696 ha), blok koleksi tanaman (2.508 ha), dan blok
pemanfaatan (2.346 ha). Tahura Enim dirancang untuk pemanfaatan yang dilakukan dalam 12
zona, yaitu:
6. Zona Peternakan
Kegiatan yang telah dilakukan dalam pembangunan Tahura Enim, Perseroan telah
melaksanakan:
1. Pada blok pemanfaatan, hasil reklamasi Kayu putih: penyulingan tanaman kayu putih
menjadi minyak kayu putih.
2. Zona penerima: pemanfaatan sarana olah raga oleh masyarakat sekitar (GOR, Bowling,
Golf, Futsal).
3. Pengembangan bibit tanaman melalui pembibitan yang diambil dari bank benih pada
lokasi Endikat dan Bukit Tapuan.
4. Pemanfaatan lahan untuk penanaman Padi Sri sebagai kegiatan Ketahanan Pangan.
Bibit tanaman yang digunakan sebagian besar hasil pembibitan sendiri dan pembelian
bibit dari masyarakat sekitar.Perawatan tanaman di daerah rehabilitasi dilakukan secara rutin,
supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pekerjaan meliputi pemberian pupuk dan
pembersihan gulma.Untuk mengetahui perkembangan daerah rehabilitasi secara menyeluruh,
dilakukan pemantauan flora dan fauna secara rutin.
Selain tanaman tersebut di atas, PTBA juga melakukan budidaya penanaman sorgum
seluas 0,33 hektar di area ex-timbunan spreader 701, agrowisata Tupak, IUP Tambang Air
Laya. Sorgum merupakan tanaman yang mempunyai potensi besar untuk dapat berkembang
sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, energi, dan industri sekaligus sebagai
alternatif ekonomis dalam mereklamasi lahan pascatambang.
Dalam rangka penyiapan bibit untuk kegiatan revegetasi, selain beli dari masyarakat,
PT Bukit Asam telah menyiapkan persemaian/pembibitan sendiri di lokasi pembibitan PT
Bukit Asam. Areal pembibitan seluas ± 2 ha dikelola secara baik dan modern dicirikan dengan
pengembangan kultur jaringan dan adanya laboratorium. Bibit-bibit tersebut digunakan untuk
kegiatan penanaman tahun berjalan dan penyulaman.
Proses produksi bibit dilakukan dari biji, Stek Pucuk, Puteran, Cabutan dan Kultur
Jaringan, serta implementasi Fungi Mikoriza terhadap bibit. Kapasitas produksi bibit per tahun
sebanyak 500.000 bibit. Jenis bibit yang diproduksi diantaranya : Jabon, Acacia mangium,
Sengon, Pulai, Trembesi dan beberapa jenis lokal serta jenis lainnya.
Pada tanggal 31 Desember 2016, Perusahaan telah menempatkan bank garansi untuk
jaminan reklamasi IUP - Operasi Produksi di area tambang Airlaya, Muara Tiga Besar, dan
Bangko Barat, masing-masing sebesar Rp19,8 miliar (nilai penuh), Rp16,8 miliar (nilai penuh),
dan Rp2,7 miliar (nilai penuh). Perusahan juga telah menempatkan deposito berjangka senilai
Rp1,3 miliar (nilai penuh) untuk IUP – Operasi Produksi Banko Tengah.