Anda di halaman 1dari 119

ANALISIS KOMUNIKASI INFORMATIF PT.

JASA
RAHARJA TERHADAP KONTRUKTIVISME
MASYARAKAT DALAM PROSEDUR KLAIM
ASURANSI KECELAKAAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Pembangunan

Disusun Oleh :

Dicky Maulana Nuryana 15714007


Marlina Fitri Saragih 13515032
Gilang Arito 11514001
Vanessa Olivia Nainggolan 12513048
Helena Suzane Graciella 13515032
Idham Muchamad Fachri 12114014
Handik Yuwono 10115013
Bieqo Diar Romadhon 10713040
M Fadli Rahmat 19215070
Fadhly Wahyu 15115077

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang
telah diberikan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan
pembuatan makalah ini adalah memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi
Pembangunan.
Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Chairil Nur Siregar sebagai dosen mata kuliah Komunikasi
Pembangunan yang selama ini memberi berbagai pengetahuan tentang
Komunikasi Pembangunan secara terpadu sehingga penulis
mendapatkan inspirasi dan ide, serta pengetahuan yang cukup untuk
menyelesaikan makalah ini,
2. Orangtua penulis yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam
setiap langkah yang kami jalani.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar makalah ini
menjadi lebih baik.

Bandung, November 2017

Penulis
ABSTRAK

Seiring dengan kemajuan ekonomi dan teknologi global dewasa ini, sarana
tranportasi menjadi sangat penting dan menentukan gerak roda perekonomian
nasional. Khususnya kendaraan bermotor merupakan sarana utama guna
mendukung perekonomian tersebut. Dalam melakukan kegiatan ekonomi itulah
sering timbul risiko. Resiko yang diakibatkan dari kendaraan bermotor di jalan raya,
disebabkan karena terbatasnya ruas jalan, semakin banyaknya kendaraan bermotor,
sehingga sering tejadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian harta
maupun jiwa. Pemerintah melalui Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang
Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-undang No. 34
Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan telah membentuk
Perusahaan Negara yang bergerak dibidang Perasuransian yaitu PT Jasa Raharja
(Persero). Tugas dan tanggungjawabnya adalah melakukan pemupukan dana
melalui iuran dan sumbangan wajib untuk selanjutnya disalurkan kembali melaui
santunan jasa raharja kepada korban atau ahli waris korban kecelakaan lalu lintas
di jalan raya. PT. Jasa Raharja (Persero) adalah Badan Uasaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang perasuransian, pembinaanya dibawah
Departemen Keuangan. Badan usaha inilah yang mengelola iuran dan sumbangan
wajib, untuk selanjutnya disalurkan kepada korban/ahliwaris korban yang
mengalami kecelakaan di jalan raya sebagai santunan asuransi jasa raharja.
Ternyata di dalam kepengurusan santunan ansuransi jasa rahaja terdapat banyak
hambatan. Oleh karena itu tidak semua korban/ahli waris korban berhasil
mendapatkan jaminan asuransi jasa raharja karena kadaluwarsa atau kesalahannya.
Sedangkan santuan asuransi jasa raharjapun jumlahnya sudah tidak memadai, bila
dibandingkan penderitaan yang diterima dari risiko kecelakaan dengan besarnya
jaminan asuransi jasa raharja. Dengan demikian perlu dilakukan peninjauan
kembali atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
415/KMK.06/2001 dan No. 416/KMK.06/2001 guna memperbaiki peningkatan
iuran dan sumbangan wajib dan selanjutnya meningkatkan santunan jasa raharja
sesuai dengan perkembangan perekonomian dan peningkatan kebutuhan akan
kesehatan sekarang dan yang akan datang. Dengan demikian maka ANALISIS
KOMUNIKASI INFORMATIF PT. JASA RAHARJA TERHADAP
KONTRUKTIVISME MASYARAKAT DALAM PROSEDUR KLAIM
ASURANSI KECELAKAAN menjadi sangat penting dan stategis.

Kata Kunci : Risiko, Jaminan perlindungan, Santunan.


ABSTRACT

Advance in global economic and technological life has led to change in


transportation activity for it becomes more important and determining aspect in
national economic life. Motor vehicles have been familiar to any activity which
needs fast delivery of the economic outputs. There, risks may arise as the
antecedent. The risks may be limited road, excessive motor vehicle resulting in
traffic problem, and traffic accidents causing wounds or death. Government has
issued Governmental Act No. 33/1994 on Indemnify Cost of Passenger Accidents
and Governmental Act No. 34/1964 on Traffic Accidents Financial Aid by means
of a state-owned entity, which runs in insurance field, namely PT Jasa Raharja
(Persero). Duties and Responsibilities of this institution are to administer fund
raising, and to provide obligatory financial aid to those who are victims and/or those
who inherit the victims of traffic accidents. PT Jasa Raharja (Persero) is a state-
owned corporate body (BUMN) that is authorized in insurance. Its operation is
under supervision of Department of Finance. PT Jasa Raharja (Persero) manages
donation, either voluntary or obligatory, which in turn, are delivered to the
victims/victims inheritance of traffic accidents in form of Jasa Raharja insurance.
In fact, there are many problems against the process. Accordingly, not many of the
victims/victims inheritance who get insurance as they may have had due to expiry
date of delivery or to misconduct. It is important to point out that such insurance
sometimes does not meet the requirement in line with such risks as wounds, loss,
or even death. This basic problem makes important to perform review on the
Ministry of Finance Decree No. 415/KMK.06/2001 and No. 416/KMK.06/2001 in
order to improve the insurance quota according to future economic development
and needs for health. It assumes that INFORMATIVE COMMUNICATION
ANALYSIS PT. JASARAHARJA AGAINST CONSTRUCTIVITY OF THE
COMMUNITY IN THE ACCURACY INSURANCE CLAIM PROCEDURE
becomes significantly strategic and important.

Key words: Risk, Protection Insurance, Financial Aid.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai


kendaraan pribadi, yaitu mobil atau sepeda motor, sehingga menyebabkan
kondisi kepadatan lalu lintas meningkat setiap tahunnya. Kepadatan lalu lintas
ini termasuk salah satu faktor penyebab terjadi kecelakaan. Kecelakaan
merupakan salah satu risiko dalam transportasi. Kecelakaan yang terjadi di
Indonesia merupakan bentuk risiko yang dapat dialihkan ke pihak lain.
Terbukti dengan tersedianya perusahaan jasa asuransi di Indonesia yang
menangani risiko dari kecelakaan. Salah satunya PT. Jasa Raharja (Persero),
perusahaan asuransi yang bertujuan untuk melindungi asuransi jiwa dari bentuk
risiko yang timbul di masyarakat akibat kecelakaan lalu lintas. Peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian di kantor perwakilan PT. Jasa Raharja (Persero)
cabang kota Bandung.

Dalam asuransi kecelakaan ini ada landasan yang menjadi payung hukum
utama untuk kebijakan terkait prosedur perlindungan risiko yang sudah diambil
masyarakat di dalam proses closing asuransi kecelakaan ini di dalam
PP No.17 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang, sudah menjelaskan bagaimana bentuk
penyedia jasa asuransi terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen maupun
nasabah yang berlangganan asuransi terutama asuransi kecelakaan ini. Di
dalam PP No.17 ini terutama di dalam Pasal 1 telah dijelaskan secara tegas
bahwa Pertanggungan" ialah hubungan hukum antara penanggung dan
tertanggung, dalam hal Peraturan Pemerintah ini: antara Perusahaan Negara
sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 8 dan penumpang alat angkutan
penumpang umum yang sah, yang meliputi hak-hak dan kewajiban-kewajiban
sebagaimana termuat dalam pasal 2 ayat (1), pasal-pasal 3, 4, 7 dan jaminan
pertanggungan kecelakaan diri bagi penumpang menurut ketentuan-ketentuan
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini sebagai lex spesialis terhadap hukum
perjanjian pertanggungan kecelakaan diri yang berlaku; Kemudian dijelaskan
pula didalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang., Menimbang:
bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini sebagai langkah
pertama menuju ke suatu sistem jaminan sosial (social security) sebagaimana
ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor
II/MPRS/1960, beserta lampiran-lampirannya, dianggap perlu untuk mengadakan
dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang; bahwa sesuai dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor II/MPRS/1960, iuran dana
pertanggungan wajib yang terhimpun, yang tidak/belum akan digunakan dalam waktu
dekat untuk membayar ganti rugi, dapat disalurkan penggunaannya untuk pembiayaan
rencana-rencana pembangunan. Mengingat: Pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat
2 Undang-undang Dasar.

Didalam proses ini juga harus adanya daya dukung yang berupa
penyampaian komunikaksi informasi secara mendalam kepada masyarakat
terkait hal-hal yang perlu disampaikan untuk mengurangi tindak
penyimpangan-penyimpangan yang bisa terjadi baik itu di pihak perusahaan
sebagai penyedia jasa maupun di pihak masyarakat sebagai penerima jasa.
Sehingga tidak akan menimbulkan kerugian di salah satu pihak terkait, karena
telah berlandaskan payung hukum yang kuat. Dalam hal ini akan menimbulkan
suatu karakter simbiosis mutualisme yaitu menguntungkan antara kedua belah
pihak. Sehingga keberjalanan prosedur dan segala macam bentuk administrasi
juga akan berjalan dengan baik dan sesuai dengan sistem dan standar yang
berlaku pada saat ini.

Namun pada faktanya Hal ini tidak sebanding dengan proses komunikasi
dan informasi yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat
sebagai konsumen, sehingga ada beberapa faktor yang menyebabkan
masyarakat tidak mengetahui proses klaim jasa pada saat terjadi kecelakaan.
Dan banyak hal utama yang sebenarnya terjadi penyimpangan-penyimpangan
ini baik dipihak perusahaan maupun di pihak masyarakat yang bisa merugikan
salah satu pihak terkait, oleh karena itu harus adanya keterjalinan komunikasi
informasi yang kuat antara tiga elemen penting yaitu pemerintah, perusahaan,
dan juga masyarakat. Dalam hal tersebut, komunikasi seharusnya menjadi
sarana yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam
kemandirian untuk melakukan proses klaim jasa. Hal tersebut juga dipengaruhi
oleh belum terbentuknya satuan pemeriksaan intern yang tujuannya (Mulyadi,
2008:513) dalam pelayanan terhadap masyarakat itu sendiri maka komunikasi
dalam bidang ini sangat berkaitan untuk proses branding dan meningkatkan
nilai ekstern yang berkembang dimasyarakat sehingga aka nada suatu nilai
saling menguntungkan antara pihak penyelenggara dan masyarakat.

Menanggapi temuan tersebut, pelaksanaan sistem dan prosedur


pembayaran dan klaim yang memadai perlu dilakukan sebagai upaya dalam
mendukung pengendalian ekstern serta pengendalian kontruktivisme yang
efektif dan efisien dalam menjaga nama baik perusahaan dan menentukan
kualitas pelayanan perusahaan. Pengendalian ekstern merupakan suatu cara
untuk mengarahkan, mengawasi, dan memiliki peran penting dalam mencegah
segala upaya bentuk penyimpangan (fraud) yang mungkin terjadi, sehingga
dapat merugikan perusahaan dan pelanggan. Bagi perusahaan, pengendalian
ekstern memiliki peranan penting karena dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mengevaluasi kinerja suatu perusahaan tentang pelaksanaan kegiatan yang
sudah sesuai dengan system dan prosedur yang telah ditetapkan dalam
pembayaran klaim kecelakaan dan yang sudah sesuai dengan penjaminan mutu
masyarakat sendiri. Sedangkan untuk pelanggan nilai ektern ini akan
berkaitaan dengan persepsi masyarakat terkait proses dan prosedur klaim
asuransi jiwa ini. Maka berdasarkan latar belakang tersebut, maka peniliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “ANALISIS
KOMUNIKASI INFORMASI PT. JASA RAHARJA (PERSERO)
TERHADAP KONTRUKTIVISME MASYARAKAT DALAM
PROSEDUR KLAIM ASURANSI KECELAKAAN”.
1.2.Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah proses pemilahan bentuk-bentuk


permasalahan yang akan dikemukakan dan diselesaikan berdasarkan latar
belakang yang dikemukakan pada penelitian yang kemudian bentuk
permasalahan ini diklasifikasikan untuk dilakukan penyelesaian masalahnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis
mengidentifikasi permasalahannya sebagai berikut ini:

1. Kurangnya sosialisasi dan informasi yang diberikan pihak perusahaan


penyedia jasa asuransi kecelakaan, yaitu PT. Jasa Raharja (Persero)
kepada masyarakat terkait prosedur klaim asuransi kecelakaan.
2. Sebagian korban penerima santunan dari pihak PT. Jasa Raharja
(Persero) mendapatkan biaya santunan yang tidak sepadan
berdasarkan jenis kecelakaan terhadap premi yang dibayarkan kepada
pihak perusahaan karena ketidaklengkapan informasi yang diberikan.
3. Terdapat pro-kontra terkait prosedur klaim kecelakaan karena
kesulitan melakukan proses klaim asuransi pada pemberi jasa
asuransi, yaitu PT. Jasa Raharja (Persero).

1.3.Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang


dan identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah pada penelitian
ini sebagai berikut:

1. Apa saja proses komunikasi informatif yang diberikan oleh PT. Jasa
Raharja terkait kemudahan proses klaim asuransi kecelakaan?

2. Mengapa kontruktivisme mengenai asuransi kecelakaan yang muncul


di masyarakat cenderung menimbulkan pro dan kontra ?

3. Bagaimana proses komunikasi informasi yang seharusnya dilakukan


PT. Jasa untuk mempermudah proses klaim asuransi kecelakaan ?
1.4.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari


penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui proses komunikasi informatif yang diberikan oleh PT.


Jasa Raharja serta media yang digunakan terkait kemudahan proses
klaim asuransi kecelakaan.

2. Mengetahui kontruktivisme masyarakat sebagai penyebab timbulnya


pro-kontra terkait asuransi masyarakat.

3. Mengetahui proses komunikasi informatif yang paling efektif


digunakan untuk kemudahan proses klaim asuransi kecelakaan.

1.5.Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian yang dilakukan, tentunya selalu memberikan


manfaat yang baik berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
rumusan masalah, dan tujuan dari penelitian. Oleh karena itu penelitian yang
dilakukan ini memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi kepada pihak PT. Jasa Raharja terkait


komunikasi informatif serta media yang digunakan untuk
kemudahan proses klaim asuransi.

2. Memberikan pengetahuan terkait kontruktivisme masyarakat terkait


pro-kontra yang muncul di masyarakat serta penanganan terhadap
permasalahan tersebut.

3. Dapat memberikan informasi kepada PT. Jasa Raharja terkait


komunikasi informatif serta media yang paling efektif digunakan
untuk kemudahan proses klaim asuransi masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Teori Komunikasi


2.8.1 Deskripsi Teori
Suatu teori dan gagasan diperlukan agar setiap permasalahan
dapat diselsaikan dengan baik, sehingga dapat diterima kebenarannya
oleh masyarakat. Teori berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan
pengetahuan yang sistematis dan bimbingan penelitian ini, maka
penelitian menjabarkan beberapa teori dalam penelitian ini.
Dikutip dari Prof. Onong Uchjana Effendi, M.A (2003:241),
Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, definisi teori menurut Wilbur
Schramm dalam buku “Introduction to Mass Communication
Research”, yaitu suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan,
pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proporsi
biasa hanya bisa dilakukan dan dihasilkan serta dapar diuji
kebenarannya secara ilmiah, pada landasannya dapat dilakukan prediksi
mengenai perilaku. Dari definisi tersebut, terlihat jelas bahwa teori
adalah hasil telaah dengan metode ilmiah.

2.8.2 Pengertian Komunikasi


Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari Bahasa latin,
communication,dan perkataan ini bersumber pada kata communis.
Perkataan communis tersebut, dalam pembahasan ini sama sekali tidak
ada kaitannya dengan partai komunis yang sering dijumpai dalam
kegiatan politik. Arti communis di sini adalah sama dalam arti kata
sama makna mengenai suatu hal. Kesamaan makna dalam proses
komunikasi merupakan factor pentik karena dengan adanya kesamaan
makna antara komunikan dan komunikator, maka komunikasi dapat
berlangsung dan saling memahami.
Menurut Trenholm dan Jensen (dalam Fajar, 2009:31), komunikasi
merupakan suatu proses dengan sumber mentransmisikan pesan kepada
penerima melalui beragam saluran. Suatu proses yang mentransmisikan pesan
kepada penerima pesan melalui berbagai media yang dilakukan oleh
komunikator adalah suatu tindakan komunikasi. Selanjutnya menurut Weaver
(dalam Fajar, 2009:32), komunikasi ialah seluruh prosedur melalui pemikiran
seseorang yang dapat memengaruhi pikiran orang lain. Menurut Effendy
(2002:60), menjelaskan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian
suatu pesan dalam bentuk lambing bermakna sebagai pikiran dan perasaan
berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagai panduan
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, dengan tujuan mengubah
sikap, pandangan, atau perilaku.
Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian tersebut, jelas
bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang dengan seseorang menyatakan
sesuatu kepada orang lain. Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah
komunikasi manusia atau dalam Bahasa asing, human communication, yang
sering pula disebut komunikasi social atau komunikasi antarmanusia atau
komunikasi kemasyarakatan karena hanya pada manusia-manusia yang
bermasyarakat, komunikasi dapat terjadi. Masyarakat terbentuk dari paling
sedikit dua orang yang saling berhubungan dengan komunikasi sebagai
penjalinnya.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung maupun menggunakan
media. Contoh komunikasi langsung tanpa media adalah percakapan tatap
muka, pidato tatap muka, dan lain-lain, sedangkan contoh komunikasi
menggunakan media adalah berbicara melalui teleponn, mendengarkan berita
lewat radio atau televise, dan lain-lain. Menurut Effendy (2003:8),
komunikasi dilakukan dengan tujuan untuk perubahan sikap (attitude change),
perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behaviour
change), dan perubahan social (social change), sedangkan tujuan komunikasi
menurut Cangara (2002:22), yaitu
a. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti, Seorang
komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan
dengan sebaik-baiknya dan tuntas, sehingga dapat mengikuti
yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan.
b. Memahami orang sebagai komunikator harus mengetahui
benar aspirasi masyarakat tentang yang diinginkannya dan
tidak berkomunikasi dengan kemauan sendiri.
c. Supaya gagasan dapat diterima orang lain, komunikator
harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain
dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan
dengan memaksakan kehendak.
d. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu
Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih
banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang
kita kehendaki.
Menurut Effendy (2003: 8), komunikasi berfungsi untuk
menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate),
menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influence). Agar
komunikasi berlangsung efektif, komunikator harus tahu khalayak
mana yang akan dijadikan sasaran dan tujuan yang diinginkannya.
Komunikator harus terampil dalam membuat pesan agar komunikan
dapat menangkap pesan yang disampaikan komunikator dan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif maka pesan dalam komunikasi
harus berhasil menumbuhkan respon komunikan yang dituju.
Menurut Effendy (2002: 6), terdapat 5 (lima) komponen yang ada
dalam komunikasi, yaitu komunikator (orang yang menyampaikan
pesan), pesan (pernyataan yang didukung oleh lambang), komunikan
(orang yang menerima pesan), media (sarana yang mendukung pesan
apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya), dan efek
(dampak sebagai pengaruh dari pesan). Komunikasi berlangsung
apabila antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat
kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya,
jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain
kepadanya maka komunikasi berlangsung dan dengan kata lain
hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya jika ia
tidak mengerti maka komunikasi tidak berlangsung dan dengan kata
lain hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.
Selanjutnya, Cangara (2006: 115) menggambarkan kaitan antara
satu unsur dan unsur yang lain dalam komunikasi, yaitu

Gambar 1. Alur Komunikasi

1. Sumber
Sumber sering disebut pengirim pesan atau komunikator.
Menurut Vardiansyah (2004: 19), komunikator adalah
manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan
untuk mewujudkan komunikasinya. Sebagai pelaku utama
dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan
yang sangat penting terutama dalam mengendalikan jalannya
komunikasi. Untuk itu, seorang komunikator harus terampil
berkomunikasi dan juga kaya ide serta penuh dengan daya
kreativitas.
Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a)
satu orang, (b) banyak orang atau (c) massa. Apabila lebih
dari satu orang (banyak orang) dimana mereka relatif saling
kenal sehingga terdapat ikatan emosional yang kuat dalam
kelompoknya, maka kumpulan banyak orang ini disebut
dengan kelompok kecil. Apabila lebih dari satu orang atau
banyak orang dan relatif tidak saling kenal secara pribadi
sehingga ikatan emosionalnya kurang kuat maka disebut
dengan massa (kelompok besar). Namun, apabila banyak
orang dengan tujuan yang sama dan untuk mencapai tujuan
tersebut terdapat pembagian kerja diantara para anggotanya
maka wadah kerja yang terbentuk sebagai kesatuan banyak
orang ini lazim disebut dengan organisasi.
2. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah
sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan
pada dasarnya bersifat abstrak dan untuk membuatnya
konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan,
manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah
lambang komunikasi berupa suara, lambang, gerak-gerik,
bahasa lisan dan bahasa tulisan. Suara, lambang dan gerak-
gerik lazim digolongkan dalam pesan non-verbal sedangkan
bahasa lisan dan bahasa tulisan dikelompokkan dalam pesan
verbal (Vardiansyah, 2004: 23). Hal yang paling penting
diperhatikan adalah pesan yang disampaikan dapat
dimengerti dan dipahami oleh komunikan. Mengingat hal ini
maka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan bentuk
pesan dan cara penyajian pesan termasuk juga penentuan
saluran/media yang harus dilakukan oleh komunikator
sebagai penyampai pesan.
3. Media
Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan
untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.
Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media,
ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam
bentuknya misalnya dalam komunikasi antar pribadi panca
indera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera
manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat
dan telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi
antar pribadi.
Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat
menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya
terbuka, dengan setiap orang dapat melihat, membaca dan
mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu media cetak dan media
elektronik. Selain media komunikasi tersebut, kegiatan dan
tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat
pedesaan dapat juga dipandang sebagai media komunikasi
sosial, misalnya rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung
kesenian, dan pesta rakyat.
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang
dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang
atau lebih dan juga bisa dalam bentuk kelompok, partai atau
negara. Penerima adalah elemen terpenting dalam proses
komunikasi karena menjadi sasaran dari komunikasi. Dalam
proses komunikasi dapat dipahami bahwa keberadaan
penerima adalah akibat adanya sumber.
5. Efek
Efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Efek ini bisa terjadi pada pengetahuan,
sikap dan tingkah laku seseorang (Cangara, 2006: 25).
Menurut Vardiansyah (2004: 110), efek komunikasi dapat
dibedakan atas efek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap)
dan konatif (tingkah laku). Efek bisa terjadi dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Pada tingkat
pengetahuan, efek bisa terjadi dalam bentuk perubahan
persepsi dan perubahan pendapat. Perubahan pendapat
terjadi apabila terdapat perubahan penilaian terhadap suatu
obyek karena adanya informasi yang lebih baru.
Perubahan sikap ialah adanya perubahan internal pada
diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip sebagai
hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik
yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya. Berbeda
dengan perubahan sikap, perubahan perilaku adalah
perubahan yang terjadi dalam tindakan. Dalam komunikasi
antar pribadi dan kelompok, efek dapat diamati secara
langsung. Sebaliknya dalam komunikasi massa, efek tidak
begitu mudah diketahui sebab selain sifat massa tersebar
juga sulit dimonitor pada tingkat mana efek tersebut terjadi.
Komunikasi massa cenderung lebih banyak mempengaruhi
pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang sedangkan
komunikasi antar pribadi cenderung berpengaruh pada sikap
dan perilaku seseorang.
6. Umpan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya
adalah salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal
dari penerima, tetapi sebenarnya umpan balik juga bisa
berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meskipun
pesan belum sampai pada penerima. Contoh dari umpan
balik adalah sebagai berikut sebuah konsep surat yang
memerlukan perubahan sebelum dikirim atau alat yang
digunakan untuk menyampaikan pesan mengalami
gangguan sebelum sampai ke tujuan.
7. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat
mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat
digolongkan menjadi empat macam, yaitu lingkungan fisik,
lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan
dimensi waktu. Beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan dalam berkomunikasi, yaitu
a. Respect, merupakan sikap hormat dan menghargai
terhadap lawan bicara. Melalui sikap ini, kita belajar
untuk berhenti sejenak agar tidak mementingkan diri kita
sendiri akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan
orang lain. Melalui informasi yang telah disampaikan,
kita berusaha untuk memahami orang lain dan menjaga
sikap bahwa kita memang butuh akan informasi tersebut
b. Empati, yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri
kita pada kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Dalam
hal ini, kita berusaha untuk memahami sikap seseorang
serta ikut dalam kondisi yang sedang dialami oleh orang
tersebut sehingga hubungan emosional pun akan lebih
mudah terjalin.
c. Audible, yaitu dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Hal yang perlu dilakukan agar pesan yang
disampaikan dapat dimengerti, yaitu
- Buat pesan untuk mudah dimengerti
- Fokus pada informasi yang penting
- Gunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi
dari pesan
- Antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul
d. Clarity, yaitu kejelasan dari pesan yang disampaikan.
Kejelasan dari pesan dibutuhkan melalui symbol, bahasa
yang baik, penegasan kata dan sebagainya. Penyampaian
pesan tidak bisa hanya sekali saja akan tetapi harus
berulang kali karena sifat pesan yang biasanya pesan
yang lama akan kalah dengan pesan yang baru dan agar
pesan yang lama tidak dilupakan maka perlu diingatkan
kembali.
e. Humble, yaitu sikap rendah hati. Dengan melalui sikap
rendah hati, seseorang akan lebih menghargai orang lain,
baik sikap, maupun tindakan serta perkataannya. Melalui
sikap ini, akan lebih memudahkan seseorang untuk
menyampaikan pesan karena sikap ini lebih
mengutamakan kepentingan orang lain daripada
kepentingan sendiri.

2.8.3 Komunikasi Organisasi


Manusia merupakan makhluk sosial karena mereka hidup
bersamasama di dalam atau ditengah-tengah suatu masyarakat.
Manusia hanya bisa bertahan hidup dalam masyarakat jika mereka
menjalani kehidupan sebagai sebuah aktivitas interaksi dan kerjasama
yang dinamis dalam suatu jaringan kedudukan dan perilaku. Aktivitas
interaksi dan kerjasama itu terus berkembang secara teratur sehingga
terbentuklah wadah yang menjadi tempat manusia berkumpul yang
disebut organisasi. Organisasi juga merupakan suatu kelompok yang
mempunyai diferensiasi peranan atau kelompok yang sepakat untuk
mematuhi seperangkat norma-norma. Menurut Pauce dan Faules
(dalam Liliweri, 2004: 1), istilah organisasi sosial merujuk kepada pola-
pola interaksi sosial seperti frekuensi dan lamanya kontak antara orang-
orang, kecenderungan mengawali kontak, arah pengaruh antara orang-
orang, derajat kerja sama, perasaan tertarik dan perilaku sosial orang-
orang yang disebabkan oleh situasi sosial mereka.
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia dan dengan
adanya komunikasi yang baik, maka suatu organisasi dapat berjalan
dengan lancar dan begitu pula sebaliknya, apabila kurang atau tidak
adanya komunikasi, maka organisasi akan macet atau berantakan.
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan
penafsiran pesan antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian
dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri atas unit-unit
komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara satu dan yang
lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi
terjadi kapanpun, juga setidak-tidaknya terdapat satu orang yang
menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi yang menafsirkan
suatu pertunjukan pesan (pace dan Don F., 2005:31). Menurut
Goldhaber (1986:14), komunikasi organisasi adalah proses
menciptakan dan menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang
saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang
sering berubah. Komunikasi organisasi mempunyai peranan penting
dalam memadukan fungsi-fungsi manajemen dalam suatu perusahaan,
yaitu
1. Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan perusahaan.
2. Menyusun rencana untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Melakukan pengorganisasian terhadap sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya dengan cara efektif.
4. Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan
iklim yang menimbulkan keinginan orang untuk
memberikan kontribusi.
Mengendalikan prestasi (dalam Purba, 2006: 112) Menurut
Sriussadaporn-Charoenngam, Nongluck dab Fredric M Jabin (dalam
Mas’ud, 2004: 74), terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk
mengukur komunikasi dalam organisasi, yaitu
1. Bijaksana dan kesopanan, yaitu berkomunikasi dengan
menggunakan pilihan kata yang tepat dan disampaikan
dengan bahasa yang sopan dan halus
2. Penerimaan umpan balik, yaitu penerimaan tanggapan dari
pesan atau isi pesan yang disampaikan
3. Berbagi informasi, yaitu memberikan informasi baik
informasi kemajuan maupun permasalahan yang ada kepada
rekan sekerja maupun pimpinan
4. Memberikan informasi tugas, yaitu menyampaikan
informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas
5. Mengurangi ketidakpastian tugas, yaitu menyampaikan
informasi yang jelas dan lengkap mengenai pelaksanaan
tugas agar tugas dapat diselesaikan sesuai dengan yang
diharapkan

2.8.4 Komunikasi Organisasi Internal


Komunikasi internal yang berkaitan dengan organisasi
didefinisikan oleh Lawrence D Brennan (dalam Effendy, 2003: 122)
sebagai pertukaran gagasan diantara para pimpinan dan pegawai dalam
suatu organisasi dan lengkap dengan strukturnya yang khas serta
adanya pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam
organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlangsung.
Organisasi sebagai kerangka kekaryaan menunjukkan adanya
pembagian tugas antara orang-orang di dalam organisasi yang dapat
diklasifikasikan sebagai tenaga pimpinan dan tenaga yang dipimpin.
Untuk menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tujuan yang
akan dicapai pimpinan, dibuat peraturan sedemikian rupa sehingga
pimpinan tidak perlu berkomunikasi langsung dengan seluruh
karyawan. Pimpinan membuat kelompok-kelompok menurut jenis
pekerjaannya dan mengangkat seseorang sebagai penanggung jawab
atas kelompoknya dimana jumlah kelompok serta besarnya kelompok
tergantung pada besar kecilnya organisasi.

2.8.5 Jaringan Komunikasi Formal Organisasi


Jaringan komunikasi formal organisasi adalah komposisi
sejumlah orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Sejumlah
orang tersebut saling bertukar pesan dan pertukaran pesan tersebut
dilakukan melalui jalan tertentu yang disebut dengan jaringan
komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan
strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, tiga atau lebih
dan mungkin juga di antara keseluruhan orang dalam organisasi.
Menurut Muhammad (2007: 107), jaringan komunikasi organisasi
terbagi menjadi dua, yaitu
1. Jaringan komunikasi formal pesan yang mengalir melalui
jalan resmi dan ditentukan oleh hierarki resmi organisasi
atau oleh fungsi pekerjaan, maka pesan tersebut merupakan
jaringan komunikasi formal. Terdapat tiga bentuk utama dari
arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang
mengikuti garis komunikasi yaitu komunikasi dari bawahan
kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, dan
komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya.
2. Jaringan Komunikasi Informal pegawai yang berkomunikasi
dengan yang lainnya tanpa memperhatikan posisi dalam
organisasi, maka pengarahan arus informasi bersifat pribadi.
Jaringan komunikasi tersebut lebih dikenal dengan desas-
desus atau kabar angina.
Informasi yang diperoleh dari desas-desus adalah yang
berkenaan dengan apa yang didengar atau apa yang dikatakan orang dan
bukan apa yang diumumkan oleh yang berkuasa. Pesan yang mengalir
melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau
oleh fungsi pekerjaan merupakan pesan dalam jaringan komunikasi
formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir
dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama
atau secara horizontal. Menurut Gibson et al (1997: 57), terdapat tiga
jenis komunikasi formal dalam organisasi, yaitu
1. Komunikasi Horizontal (Komunikasi Lateral/Menyamping)
Bentuk komunikasi secara mendatar dimana terjadi
pertukaran pesan secara menyimpang dan dilakukan oleh
dua pihak yang mempunyai kedudukan yang sama, posisi
yang sama, jabatan yang se-level maupun eselon yang sama
dalam suatu organisasi. Menurut Daft (2003: 148),
komunikasi bentuk ini selain berguna untuk
menginformasikan juga untuk meminta dukungan dan
mengkoordinasikan aktivitas. Komunikasi horizontal
diperlukan untuk menghemat waktu dan memudahkan
koordinasi sehingga mempercepat tindakan (Robbins, 1996:
9). Kemudahan koordinasi ini terjadi karena adanya tingkat,
latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang relatif
sama antara pihak-pihak yang berkomunikasi serta adanya
struktur formal yang tidak ketat.
2. Komunikasi Diagonal
Komunikasi yang berlangsung dari satu pihak kepada
pihak lain dalam posisi yang berbeda, dimana kedua pihak
tidak berada pada jalur struktur yang sama. Komunikasi
diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level
yang berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung
kepada pihak lain. Komunikasi diagonal merupakan saluran
komunikasi yang jarang digunakan dalam organisasi, namun
penting dalam situasi dimana anggota tidak dapat
berkomunikasi secara efektif melalui saluran-saluran lain.
Penggunaan komunikasi ini selain untuk menanggapi
kebutuhan dinamika lingkungan organisasi yang rumit juga
akan mempersingkat waktu dan memperkecil upaya yang
dilakukan oleh organisasi (Gibson et al, 1997: 59).
3. Komunikasi Vertikal
Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan
dalam organisasi. Robbins (1996: 8), menjelaskan bahwa
komunikasi vertikal adalah komunikasi yang mengalir dari
satu tingkat dalam suatu organisasi ke suatu tingkat yang
lebih tinggi atau tingkat yang lebih rendah secara timbal
balik. Dalam lingkungan organisasi, komunikasi antara
atasan dan bawahan menjadi kunci penting kelangsungan
hidup suatu organisasi. Menurut Stonner dan Freeman
(1994: 158), dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan
dalam organisasi berlangsung secara vertikal antara atasan
dan bawahan sehingga peran komunikasi. vertikal sangat
penting dalam suatu organisasi. Pada dasarnya, komunikasi
vertikal memiliki dua pola, yaitu :
a. Komunikasi Ke Atas (Upward Communication)
Komunikasi ke atas mengacu pada pesan atau
informasi yang dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas
dalam hirarki organisasi. Para pegawai menggunakan
saluran komunikasi ini sebagai kesempatan untuk
mengungkapkan ide atau gagasan yang mereka ketahui
dan membantu para pegawai untuk menerima jawaban
yang lebih baik tentang masalah dan tanggung jawabnya
(Mulyana, 2005: 103). Komunikasi ke atas mempunyai
beberapa fungsi, yaitu
1. Pimpinan dapat mengetahui kapan bawahannya siap
untuk diberi informasi dan pimpinan dapat
mempersiapkan diri menerima apa yang disampaikan
bawahannya.
2. Pimpinan memperoleh informasi yang berharga
dalam pembuatan keputusan.
3. Komunikasi ke atas dapat memperkuat apresiasi dan
loyalitas pegawai terhadap organisasi dengan jalan
memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengajukan pertanyaan, ide dan saran tentang
jalannya organisasi.
4. Komunikasi ke atas dapat mendorong munculnya
desas desus dan memberikan kesempatan bagi
pimpinan untuk mengetahuinya.
5. Komunikasi ke atas memberikan petunjuk bagi
pimpinan apakah pegawainya menangkap arti dari
komunikasi ke bawah yang dilakukannya.
6. Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi
masalahmasalah pekerjaan dan memperkuat
keterlibatan pegawai dalam tugas-tugasnya dan
organisasi (Muhammad, 2007: 117).
Beberapa informasi yang harus diperoleh pimpinan
dari pegawainya dalam komunikasi ke atas adalah
a. Apa yang dilakukan pegawai, bagaimana
pekerjaanya, hasil yang dicapainya, kemajuan
mereka dan rencana masa yang akan datang
b. Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak
terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan
tertentu
c. Menawarkan saran atau ide bagi penyempurnaan
unitnya masingmasing ataupun organisasi secara
keseluruhan
d. Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka
mengenai pekerjaan, teman sekerja dan organisasi
(Muhammad, 2007: 118). Kenyataannya, informasi
tersebut di atas tidak disampaikan pegawai kepada
pimpinannya.
Menurut Sharma (dalam Muhammad, 2007: 118),
kesulitan menyampaikan informasi tersebut dikarenakan
beberapa hal, yaitu
a. Kecenderungan pegawai untuk menyembunyikan
perasaan dan pikirannya. Hasil studi memperlihatkan
bahwa pegawai merasa bahwa mereka akan
mendapat kesukaran apabila menyatakan apa yang
sebenarnya menurut pikiran mereka, sehingga cara
yang terbaik adalah mengikuti saja apa yang
disampaikan pimpinannya.
b. Pegawai beranggapan bahwa pimpinan tidak tertarik
pada masalah mereka. Pimpinan bisa saja tidak
memberikan respon terhadap masalah pegawainya
bahkan menahan komunikasi ke atas, hal ini
dilakukan agar pimpinan tetap memiliki pandangan
yang baik dari atasan yang lebih tinggi.
c. Kurangnya penghargaan terhadap pegawai yang
melaksanakan komunikasi ke atas. Seringkali
pimpinan tidak memberikan penghargaan yang nyata
kepada pegawai untuk memelihara keterbukaan
komunikasi ke atas.
d. Pegawai beranggapan bahwa pimpinan mereka tidak
dapat menerima dan merespon terhadap apa yang
dikatakan oleh mereka. Pimpinan terlalu sibuk untuk
mendengarkan atau pegawai susah untuk
menemuinya Kombinasi dari perasaan dan
kepercayaan pegawai tersebut menjadi penghalang
yang kuat bagi pegawai untuk menyatakan ide,
pendapat atau informasi kepada atasan. Selain
sulitnya melaksanakan komunikasi ke atas,
komunikasi yang disampaikan juga belum tentu
efektif karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lain,
yaitu
a. Komunikasi ke atas lebih mudah digunakan oleh
pembuat keputusan pengelolaan apabila pesan
tersebut disampaikan tepat waktu.
b. Komunikasi ke atas yang bersifat positif lebih
mungkin digunakan oleh pembuat komunikasi
yang bersifat negatif.
c. Komunikasi ke atas akan lebih mungkin diterima
apabila pesan tersebut mendukung kebijaksanaan
yang baru.
d. Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif
apabila komunikasi itu langsung kepada
penerima yang berkaitan dengan pesan yang
disampaikan.
e. Komunikasi ke atas akan lebih efektif apabila
komunikasi tersebut mempunyai daya tarik bagi
penerima pesan.
b. Komunikasi Ke Bawah (Downward Communication)
Menurut Lewis (dalam Muhammad, 2007: 108),
komunikasi ke bawah dilakukan untuk menyampaikan
tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat,
mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul
karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman
karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota
organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.
Secara umum, Muhammad (2007: 108) menyebutkan
bahwa komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas
lima tipe, yaitu
1. Instruksi tugas merupakan pesan yang disampaikan
kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan
dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya.
Pesan tersebut bervariasi bisa berupa perintah
langsung, diskripsi tugas, prosedur manual, program
latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan
mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan
sebagainya.
2. Rasional merupakan pesan yang menjelaskan
mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan
aktivitas tersebut dengan aktivitas lain dalam
organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi
rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi
pimpinan mengenai bawahannya. Apabila pimpinan
menganggap bawahannya pemalas atau hanya mau
bekerja apabila dipaksakan maka pimpinan
memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit.
Tetapi apabila pimpinan menganggap bawahannya
merupakan orang yang dapat memotivasi diri sendiri
dan produktif maka biasanya diberikan pesan
rasional yang banyak.
3. Ideologi merupakan perluasan dari pesan rasional
dimana dalam pesan rasional terdapat penjelasan
tugas dan kaitannya dengan perpektif organisasi
sedangkan pada pesan ideologi lebih pada mencari
sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna
memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.
4. Informasi pesan informasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik
organisasi, peraturan-peraturan organisasi,
keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak
berhubungan dengan instruksi dan rasional. Contoh
dari pesan informasi adalah buku handbook.
5. Balikan merupakan pesan yang berisi informasi
mengenai ketepatan individu dalam melakukan
pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari
balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang
telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak
ada informasi dari atasan yang mengkritik
pekerjaannya berarti pekerjaannya sudah
memuaskan. Sebaliknya apabila hasil pekerjaan
karyawan kurang baik maka balikan yang diberikan
mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap
karyawan tersebut.
Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut
dipengaruhi oleh struktur hierarki dalam organisasi.
Pesan ke bawah cenderung bertambah karena pesan
tersebut bergerak melalui tingkatan hierarki secara
berturut-turut. Hal yang perlu diperhatikan juga dalam
komunikasi ke bawah adalah pimpinan hendaknya
mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman
pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku
karyawan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Pace dan Don
F, 2005: 185), terdapat lima jenis informasi yang biasa
dikomunikasikan kepada bawahan, yaitu
1. Informasi bagaimana melakukan pekerjaan.
2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk
melakukan pekerjaan.
3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik
organisasi,
4. Informasi mengenai kinerja pegawai.
Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki
tugas Menurut Liliweri (2004: 86), terdapat beberapa
masalah yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
komunikasi ke bawah, yaitu
a. Pimpinan tidak terlalu paham mengenai downward
communication sehingga pimpinan memberikan
instruksi secara alamiah saja tanpa banyak
menjelaskan secara rinci sehingga terjadi umpan
balik yang tidak dikehendaki dan hanya didiamkan
saja.
b. Pesan tidak lengkap dan tidak jelas.
c. Kelebihan pesan membuat orang menjadi bingung.
d. Pesan melewati banyak bagian yang tidak memiliki
persepsi yang sama terhadap pesan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, Davis
(dalam Muhammad, 2007: 112) memberikan beberapa
saran dalam melaksanakan komunikasi ke bawah, yaitu
a. Pimpinan hendak lah sanggup memberikan informasi
kepada pegawainya apabila dibutuhkan. Apabila
pimpinan tidak memiliki informasi yang dibutuhkan,
pimpinan perlu mengatakan secara terus terang dan
berjanji akan mencarikan jawabannya
b. Pimpinan hendak lah membagi informasi yang
dibutuhkan oleh pegawainya
c. Pimpinan hendak lah mengembangkan suatu
perencanaan komunikasi sehingga pegawai dapat
mengetahui informasi yang diharapkannya
d. Pimpinan hendak lah berusaha membentuk
kepercayaan antara pengirim dan penerima pesan.
Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada
komunikasi terbuka yang akan mempermudah
adanya persetujuan antara pegawai dan pimpinannya.

2.2. Teori Komunikasi Informatif


Teori ini dikembangkan oleh Sannon dan Weaver (1949). Teori
informasi merupakan salah satu teori klasik, dimana teori ini
menitikberatkan pada komunikasi sebagai suatu transmisi pesan dan
bagaimana transmitter menggunakan media dalam berkomunikasi.
Dalam hal ini, jika sinyal media yang digunakan baik, maka komunikasi
akan berjalan efektif, begitu pula sebaliknya. Apabila sinyal media tidak
baik, maka komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar.
Komunikasi Informatif (informative Comunication) adalah suatu
pesan kepada seseorang atau sejumlah orang tentang hal-hal baru yang
diketahuinya. Teknik ini berdampak kognitif, pasalnya komunikan
hanya mengetahui saja. Seperti halnya dalam penyampaian berita dalam
media cetak maupun elektronik. Pada teknik informatif ini berlaku
umum, medianya menimbulkan keserempakan, serta komunikasinya
heterogen. Biasanya teknik informatif yang digunakan oleh media
bersifat asosiasi, yaitu dengan cara menumpangkan penyajian pesan
pada objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak.
Menurut sumber lain komunikasi informatif adalah suatu teknik
komunikasi yang dilakukan agar orang lain (komunikan) mengerti dan
tahu. Bisa kita temukan teknik ini pada semua bentuk komunikasi
personal, bentuk komunikasi media, ataupun bentuk komunikasi
massa.Komunikasi informatif memiliki tiga hal yang harus diperhatikan
agar komunikasi informatif ini dapat berhasil yaitu memiliki urusan
menarik perhatian, mengusahakan agar komunikan bersedia menerima
isi pesan dan komunikan bersedia menyimpan isi pesan.

2.3. Teori Komunikasi Instruktif


Komunikasi Instruktif (intructive communication) adalah suatu
perintah yang bersifat mengancam. Namun ancamannya itu
mengandung suatu yang dapat menjadikan seseorang itu untuk
melakukan perintahnya. Instruktif bersifat memerintah, nasihat-
nasihatnya bergaya. Sedangkan yang dimaksud dengan instruksi adalah
perintah atau arahan untuk melakukan suatu pekerjaan atau melakukan
suatu tugas, dan merupakan pelajaran dan petunjuk.

2.4. Teori Komunikasi Respons Kognitif


Teori Respon Kognitis dari David Aaker ini memiliki asumsi dasar
bahwa khalayak secara aktif terlibat dalam proses penerimaan informasi
dengan cara mengevaluasi informasi yang diterima berdasarkan
pengetahuan dan sikap yang dimiliki sebelumnya, yang akhirnya
mengarah pada perubahan sikap. (Aaker, 1985 :255). Teori ini
mengasumsikan bahwa ketika informasi mengubah tingkah laku
konsumen secara kuat, hal ini disebabkan konsumen mempelajarai isi
pesan yang dilihatnya yang kemudian akan mengarah ke perubahan
tingkah laku terhadap brand. Pemasar perlu mendesain pesannya secara
tepat, agar konsumen dapat mempelajari isi pesannya secara maksimal.
Proses perubahan sikap komunikan dimulai ketika informasi (Ad
Exposure) menyentuh kesadaran, pemahaman dan pengetahuan
komunikan (Cognitive Response) yang selanjutnya menimbulkan
perubahan perilaku konsumen atau khalayak. Aaker menjelaskan bahwa
yang paling menentukan dalam menentukan tingkah laku adalah adanya
pengetahuan dan sikap yang sebelumnya telah dimiliki oleh khalayak
ketika dirinya diterpa iklan.

2.5. Teori Kontruktivisme


Paradigma Konstruktivisme Teori konstruktivisme adalah
pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun
1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori
konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi
dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam
pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam
bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui
bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009:107)
Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan
subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme,
bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas
objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan.
Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam
kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud
tertentu dalam setiap wacana.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu
menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari
pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus
disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori
konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu
konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh
George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya
dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut
kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya.
Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran
suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan
kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma
konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme
(penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik,
fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam
ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut
paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang
tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa
dilakukan oleh kaum positivis.
Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog
interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam
konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada
diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto 2004:13).
Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber,
menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku
alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi
dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun
pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi
bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian
objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari
alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan
memberikan pengaruh dalam masyarakatnya.
Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi
simbolis dan perspektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi
simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif
mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya.
Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta
realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial
itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan
dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga
memantapkan realitas itu secara objektif.

2.6.Teori Inokulasi
Teori ini pada mulanya disampaikan oleh Mc Guaire, dimana
inokulasi dapat pula disebut sebagai suntikan yang mengambil analogi
pada ilmu medis. Ibaratkan orang yang tidak siap menahan penyakit
maka dia harus disuntikan vaksin untuk memperkuat daya tahan
tubuhnya. Teori ini mengemukakan bahwa lebih baik membekali
terbujuk dengan argumen sanggahan daripada membiarkanya tidak siap
menyangkal perspektif lawan.

2.7.Teori Agenda Seting


Teori ini dikembangkan oleh Mc combs dan Shaw (1972). Teori
Agenda Setting beranggapan apabila media memberikan tekanan pada
suatu peristiwa maka, media tersebut akan membuat masyarakat
menganggap peristiwa itu penting. Dalam hal ini, media mempunyai efek
yang sangat kuat dalam mempengaruhi asumsi masyarakat. Sehingga
akan muncul asumsi bahwa apa yang dianggap penting oleh media akan
dianggap penting oleh masyarakat.
2.8. Gambaran Umum PT. Jasa Raharja
2.8.1 Sejarah PT. Jasa Raharja (Persero)
Sejarah Perusahaan PT. Jasa Raharja (Persero) merupakan BUMN
yang bergerak di bidang asuransi. Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak
terlepas dari kebijakan pemerintah untuk melakukan nasionalisasi
terhadap Perusahaan-Perusahaan milik Belanda dengan
diundangkannya Undang-Undang No.86 tahun 1958 tentang
Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Penjabaran dari Undang-Undang
tersebut dalam bidang asuransi kerugian dilakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan asuransi kerugian Belanda berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No.6 tahun 1960 tentang Penentuan
Perusahaan Asuransi Kerugian Belanda yang dikenakan Nasionalisasi.
Berdasarkan pengumuman Menteri Urusan Pendapatan,
Pembiayaan dan Pengawasan RI No. 294293/BUM II tanggal 31
Desember 1960, perusahaan yang dinasionalisasi tergabung dalam satu
Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) “Ika Karya”,
selanjutnya PAKN Ika Karya berubah nama menjadi Perusahaan
Negara Asuransi Kerugian (PNAK) Eka Karya[2] . Pada tanggal 1
Januari 1965, berdasarkan PP No. 8 tahun 1965 dibentuk Badan Hukum
baru dengan nama „Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa
Raharja‟ dengan tugas khusus mengelola pelaksanaan Undang-Undang
(UU) No. 33 dan Undang-Undang (UU) No. 34 tahun 1964. Pada tahun
1970, PNAK Jasa Raharja diubah statusnya menjadi Perusahaan Umum
(Perum) Jasa Raharja. Perubahan status ini dituangkan dalam Surat
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
Kep.750/KMK/IV/II/1970 tanggal 18 November 1970, yang
merupakan tindak lanjut dikeluarkannya UU. No.9 tahun 1969 tentang
Bentuk- Bentuk Badan Usaha Negara.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mengingat usaha
yang ditangani oleh Perum Jasa Raharja semakin bertambah luas, maka
pada tahun 1980 berdasarkan pp No.39 tahun 1980 tanggal 6 November
1980, status Jasa Raharja diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero) dengan nama PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja,
yang kemudian pendiriannya dikukuhkan dengan Akte Notaris Imas
Fatimah, SH No.49 tahun 1981 tanggal 28 Februari 1981, yang telah
beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Akte Notaris Imas
Fatimah, SH No.59 tanggal 19 Maret 1998 berikut perbaikannya
dengan Akta No.63 tanggal 17 Juni 1998 dibuat dihadapan notaris yang
sama.
Mulai tanggal 1 Januari 1994, Jasa Raharja melepaskan usaha
nonwajib dan surety bond, yang kembali menjalankan program asuransi
social, yaitu mengelola pelaksanaan UU No. 33 Tahun 1964 dan UU
No. 34 Tahun 1964.

2.8.2 Visi PT. Jasa Raharja (Persero)


Visi dari PT. Jasa Raharja (Persero), yaitu menjadi perusahaan
terkemuka di bidang asuransi dengan penyelengaraan program asuransi
social dan asuransi wajib, sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

2.8.3 Misi PT. Jasa Raharja (Persero)


Misi dari PT. Jasa Raharja (Persero) yaitu Catur Bakti Ekakarsa Jasa
Raharja:
1. Bakti kepada masyarakat, dengan mengutamakan
perlindungan dasar dan pelayanan prima sejalan dengan
kebutuhan masyarakat.
2. Bakti kepada negara, dengan mewujudkan keinerja terbaik
sebagai penyelenggara Program Asuransi Sosial dan Asuransi
Wajib, serta Badan Usaha Milik Negara.
3. Bakti kepada perusahaan, dengan mewujudkan keseimbangan
kepentingan adar produktivitas dapat tercapai secara optimal
demi kesinambungan Perusahaan.
4. Bakti kepada lingkungan, dengan memberdayakan potensi
sumber daya bagi keseimbangan dan kelestarian
lingkungan.

2.8.4 Pengertian Santunan


Santunan adalah dana yang dikeluarkan oleh suatu instansi untuk
diberikan kepada korban/ahli waris yang mengalami kecelakaan lalu
lintas jalan.

2.8.5 Cara Memperoleh Santunan


1. Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat.
2. Mengisi surat pengajuan santunan dengan melampirkan
a. Keterangan kecelakaan lalu lintas yang ditanda tangani
petugas Jasa Raharja dan diketahui kepolisian atau instansi
berwenang lainnya.
b. Keterangan kesehatan dari dokter atau Rumah Sakit yang
merawat.
c. Keterangan ahli waris bagi korban meninggal dunia.

2.8.6 Korban Kecelakaan yang Berhak Santunan


1. Penumpang kendaraan bermotor angkutan penumpang umum yang
sah seperti: bis, kereta api, kapal laut, pesawat udara, kapal
angkutan sungai, danau dan ferry.
2. Korban ditabrak kendaraan bermotor, seperti pejalan kaki,
penumpang kendaraan ditabrak kendaraan lain, tabrak kereta api.

2.8.7 Ketentuan Lain


Ahli waris:
1. Janda atau dudanya yang sah
2. Anak – anaknya yang sah
3. Orangtuanya yang sah
2.8.8 Gugurnya Hak Santunan
Sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) Peraturan No. 17 & 18
Tahun 1965, bahwa hak atas dana santunan menjadi gugur (kadaluarsa)
dalam hal sebagai berikut
1. Jika tuntutan pembayaran dana santunan tidak diajukan dalam
waktu enam bulan setelah terjadi kecelakaan yang
bersangkutan.
2. Jika tidak diajukan gugatan terhadap perusahaan pada
pengadilan perdata yang berwenang, dalam waktu enam bulan
sesudah tuntutan pembayaran dana snatunan ditolak secara
tertulis oleh Direksi Perusahaan.
3. Jika hak atas dana santunan tidak direalisir dengan suatu
penagihan kepada perusahaan, dalam waktu tiga bulan sesudah
hak tersebut diakui, ditetapkan atau disahkan.

2.8.9 Struktur Organisasi


Struktur organisasi yang ada di PT. Jasa Raharja (persero) sangatlah
tersusun rapih karena struktur organisasi perusahaan penting sekali, oleh
karena itu PT. Jasa Raharja (persero) menggunakan struktur organisasi
yang sesuai dengan kebutuhannya.
2.8.10 Deskripsi Jabatan
1. Kepala Cabang
Kepala Cabang Bertanggung jawab atas :
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan serta pengamanan
sumber daya di lingkungan Cabng Jawa Barat.
 Pelaksanaan seluruh bidang usaha Jasa Raharja di lingkungan
Cabang Jawa Barat.
 Terciptanya citra baik Jasa Raharja di lingkungan Cabang Jawa
Barat.
 Terselenggaranya pelaporan kegiatan Cabang untuk Kantor
Pusat.

Wewenang:
 Mengatur dan mengembangkan sumber daya manusia serta
menggunakan alat/sarana fisik yang berada di bawah pimpinan
Kepala Cabang sejauh dalam usaha memenuhi tanggung jawab
Kepala Cabang.
 Menilai pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya.
 Menentukan disetujui/tidaknya pembayaran santunan.

2. Kepala Bagian Pelayanan


Bertanggung jawab atas:
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan pekerjaan serta
pengamanan sumber daya di dalam dan dilingkungan unit kerja
yang dipimpinnya.
 Pelayanan santunan UU No. 33 tahun 1964 di cabang yang
bersangkutan.
 Pelayanan klaim asuransi umum di cabang yang bersangkutan.
Wewenang;
 Mengatur dan mengembangkan sumber daya manusia serta
menggunakan alat/ sarana fisik yang berada dibawah
pimpinannya.
 Menilai pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya kepada Kepala
Cabang.
 Menentukan terjamin/tidaknya pengajuan klaim Asuransi
Umum.
3. Kepala Sub Bagian Administrasi
Bertanggung jawab atas:
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan pekerjaan serta
pengamanan sumber daya manusia didalam dan dilingkungan
unit kerja yang dipimpinnya.
 Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan santunan/klaim di
Cabang dan Perwakilan - perwakilan.
Wewenang:
 Mengatur dan mengembangkan sumber daya manusia serta
menggunakan alat/ sarana fisik yang berada dibawah
pimpinannya.
 Menilai pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya kepada atasan
langsung.

4. Kepala Bagian SDM & Umum


Bertanggung jawab atas:
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan pekerjaan serta
pengamanan sumber daya manusia di dalam dan dilingkungan
Unit kerja yang dipimpinnya.
 Kelancaran pelayanan penunjang kegiatan operaional di kantor
Cabang.
 Tersedianya sarana fisik dan barang material yang dibutuhkan
Kantor Cabang.
Wewenang:
 Mengatur penggunaan alat/sarana fisik yang berada dibawah
pimpinan Kepala Cabang.
 Menilai pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya kepada Kepala
Cabang.

5. Kepala Sub Bagian SDM & Umum


Bertanggung jawab atas:
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaa pekerjaan serta
pengamanan sumber daya di dalam dan dilingkungan unit kerja
yang dipimpinnya.
 Pelaksanaan kesejahteraan pegawai di kantor Cabang.
Wewenang:
 Mengatur dan mengembangkan sumber daya manusia serta
menggunkan alat/sarana fisik yang berada di bawah
ppimpinannya sejauh dalam usaha memenuhi tanggung jawab
pimpinanya sejauh dalam usaha memenuhi tanggung jawabnya.
 Menilai konduite pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya kepada atasan
langsung.

6. Kepala Bagian Keuangan


Bertanggung jawab atas :
 Kelancaran dan ketertiban pelaksanaan pekerjaan serta
pengamanan sumber daya di dalam dan di lingkungan Unit
Kerja yang dipimpinannya.
 Administrasi keuangan dan kelancaran penerimaan dan
pengeluaran uang di Kantor Cabang yang bersangkutan.
Wewenang:

 Mengatur dan mengembangkan sumber daya manusia serta


menggunkan alat/sarana fisik yang berada di bawah
pimpinannya sejauh dalam usaha memenuhi tanggung jawab
pimpinanya sejauh dalam usaha memenuhi tanggung jawabnya.
 Menilai pegawai bawahannya.
 Merekomendasikan status pegawai bawahannya kepada atasan
langsung.

2.8.11 Dana Santunan


Dana Santunan adalah Dana yang dikeluarkan oleh suatu instansi
untuk diberikan kepada korban / ahli waris yang mengalami kecelakaan
lalu lintas jalan. 16 Atau Dana santunan adalah sejumlah uang yang
akan dibayarkan kepada korban dan atau ahliwaris korban yang
dihimpun dari Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
menurut Undang – Undang No.34 Tahun 1964 juncto Peraturan
Pemerintah No.18 Tahun 1965.” Korban yang berhak atas dana
santunan, menurut UU. No.34 Tahun 1964 Juncto PP.No.18 Tahun
1965, adalah pihak ketiga, yaitu
1. Setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan
yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat
kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan
tersebut.
2. Setiap orang atau mereka yang berada didalam suatu
kendaraan bermotor dan ditabrak, dimana pengemudi
kendaraan bermotor yang ditumpangi dinyatakan bukan
sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para
penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Dalam suatu penelitian rancangan penelitian digunakan untuk


penyelsaian masalah dalam penelitian hal ini ditunjukan untuk mengupas
tuntas perumusan masalah hingga didapatkan solusi akhir dari penelitian
yang dilakukan. Pada penelitian yang dilakukan ini jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan
prilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif juga merupakan suatu pendekatan induktif untuk


penyusunan pengetahuan yang menggunakan riset dan menekankan
subjektifitas serta arti pengalaman bagi individu (Brockopp, Marie T,
Hastings-Tolsma, 2000). Metode penelitian ini dipilih oleh peneliti untuk
mengungkapkan pendapat/tanggapan masyarakat tentang pengertian, dan
efektivitas serta kemudahan proses klaim asuransikecelakaan
PT.Jasaraharja.

3.2. Informan / Subjek

Penelitian ini mengunakan beberapa subjek penelitian Informan


dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat dalam berbagai kalangan.
Dan juga dari pihak PT.Jasa Raharja Teknik pengambilan informasi yang
digunakan adalah purposive sampling yaitu dengan mengambil subjek
penelitian yang memenuhi kriteria. Dimana kriteria tersebut dibuat oleh
peneliti sendiri (Norwood, 2000). Kriteria yang menjadi sampel dalam
penelitian ini, yaitu
1. Anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang tergolong
dalam dewasa pertengahan dan dewasa akhir dengan alasan
bahwa usia tersebut lebih sering berinteraksi dengan masyarakat
sekitarnya serta usia tersebut mempunyai pemikiran yang
matang dalam mengkaji kembali tentang dirinya dan lingkungan
(Widyatuti,1999),

2. masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor,

3. masyarakat yang bersedia diwawancarai. Jumlah informan yang


diambil tergantung dari jumlah replikasi kasus yang diinginkan
dengan tujuan menggali informasi dan memiliki kekhususan
yang ada yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang
muncul (Moleong, 2000) Pada penelitian ini jumlah informan
yang diambil sebanyak beberapa orang sesuai dengan
kecukupan informasi yang diperoleh (parse,1996)
mengidentifikasi bahwa untuk penelitian kualitatif diperlukan 6-
10 responden. Adapun informan yang dipilih beberapa orang
karena peneliti mempertimbangkan keterbatasan waktu, tenaga
dan biaya. PT. Jasa Raharja dijadikan sebagai informan paling
penting karena keabsahan data pada penelitian ini merujuk pada
proses komunikasi informasi yang diberikan oleh perusahaan
dan data klaim asuransi dari pihak perusahaan juga sangat
berpengaruh.

Gambar 3. Sumber Informan proses wawancara


1. PT.Jasa Raharja

PT.Jasa Raharja dijadikan sebagai informan paling penting dikarenakan


keabsahan data pada penelitian merujuk pada proses komunikasi informasi
yang diberikan oleh perusahaan, dan data klaim asuransi dari pihak
perusahaan juga sangat berpengaruh.

Nama : Bapak Agus Herman

Jabatan : Kepala Cabang PT.Jasa Raharja Provinsi Jawa Barat

Nama : Bapak Rizky

Jabatan : Wakil Kepala Cabang PT.Jasa Raharja Provinsi Jawa Barat

2. Masyarakat

Pada penelitian ini jumlah informan yang diambil sebanyak beberapa orang
sesuai dengan kecukupan informasi yang diperoleh (Parse,1996)
mengidentifikasi bahwa untuk penelitian kualitatif diperlukan 6- 10
responden.

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diambil dalam penelitian ini adalah


wawancara terhadap informan (Moleong, 2000) yang dibantu dengan
pedoman interview berstandar dalam bentuk pertanyaan open ended
(terbuka). Jumlah responden yang didapatkan dilapangan setelah dilakukan
seleksi berdasarkan kriteria subjek penelitian yang telah ditetapkan yaitu
pihak PT.Jasa Raharja dan Masyarakat umum. Wawancara dilakukan di
PT.Jasa Raharja Provinsi Jawa Barat yang terletak di Kota Bandung.
Wawancara dilakukan 1 kali dengan pewanwancara beberapa orang untuk
menanyakan beberapa topik bahasan pada perusahaan, serta berdasarkan
alur pertanyaan yang telah disepakati. Selain itu wawancarajuga
dilaksanakan pada beberapa responden dimana responden tersebut adalah
masyarakat umum, terutama golongan masyarakat yang mempunyai
kendaraan bermotor, atau masyarakat yang aktif menggunakan
kendaraanumum. Setelah terlebih dahulu dilakukan informed consent, dan
pada beberapa responden yang lain pertemuan pertama digunakan untuk
membina hubungan saling percaya.

Hal ini dilakukan dengan cara melakukan perkenalan dalam suasana


yang rileks, memberikan informed consent dan menyepakati pertanyaan
yang diberikan. Tiap orang yang diseleksi untuk dilakukan wawancara,
dengan mengajukan pertanyaan yang sama pada tiap orang yang akan
diwawancara. Metode wawancara yang dilakukan adalah berstruktur
(Moleong, 2000). Wawancara ini dimaksudkan untuk mendapatkan
keterangan (pandangan, kepercayaan, pengalaman dan pengetahuan) secara
lisan dari seseorang/informan tentang suatu hal (Notoadmodjo, 2002).

3.3.2. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan penentuan informan sesuai


dengan kriteria sampel. Sebelum memulai wawancara peneliti menciptakan
hubungan saling percaya dengan informan. Peneliti memperkenalkan diri
terlebih dahulu dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Setelah
calon informan memahami tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dan
informan tidak keberatan dengan pertanyaan yang akan diajukan serta
memahami hak-hak mereka sebagai informan.

Peneliti meminta informan menyerahkan surat keterangan dari


kampus untuk prosedur pengambilan informasi terhadap informan.
Kemudian peneliti membuat alur pertanyaan. Tahap selanjutnya dilakukan
wawancara untuk menggali informasi tentang permasalahan penelitian.
Wawancara dilakukan 1 kali selama 20-45 meni. Waktu wawancara ini
disesuaikan dengan kondisi dan situasi informan pada saat wawancara. Pada
setiap akhir wawancara ditanyakan komentar informan tentang proses
wawancara, apa yang mereka rasakan tentang wawancara tersebut dan apa
yang dapat dilakukan peneliti untuk memperbaiki proses wawancara.
Selama proses wawancara, selain menggunakan tape recorder peneliti juga
membuat catatan yang bertujuan untuk menuliskan keadaan atau situasi saat
berlangsungnya wawancara dan semua respon nonverbal yang ditunjukkan
oleh informan. Hal ini juga dimaksudkan untuk membantu peneliti agar
dapat merencanakan pertanyaan baru berikutnya serta membantu untuk
mencari pokok-pokok penting dalam wawancara, sehingga akan
mempermudah analisis. Setelah wawancara selesai, peneliti dan informan
membuat kontrak/janji untuk menentukan waktu dan tempat pelaksanaan
pertemuan berikutnya.

3.4. Analisis Data dan Uji Validitas

3.4.1. Teknik Analisis Data

Untuk analisis data yang telah diperoleh dari berbagai sumber maka
data tersebut diolah dengan langkah-langkah:

1. Data diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan untuk


menjawab masalah penelitian

2. Data diolah sesuai dengan masalah penelitian

3. Analisa data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana


sebagai jawaban terhadap masalah. Metode analisis, dalam
penelitian kualitatif, penulisan deskriptif sebagaimana yang
dikemukakan Moleong (2000) mengikuti prosedur sebagai berikut

a. Analisis deskriptif dengan mengembangkan katagori-


katagori yang relevan dengan tujuan,

b. penafsiran atas hasil analisis deskriptif dengan


berpedoman pada teori yang sesuai. Mengacu pada
pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini data yang
sudah terkumpul diolah dan diinterpretasikan secara
kualitatif dengan maksud menjawab masalah penelitian.
Data tersebut ditafsirkan menjadi katagori-katagori yang
berarti menjadi bagian dari teori atau mendukung teori
yang diformulasikan secara deskriptif (Moleong, 2000).

3.4.2. Uji Validitas Keabsahan

Hasil penelitian merupakan kredibilitas hasil riset dan kekuatan


ilmiah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dibahas
dengan strategi yang disusun untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas,
untuk itu digunakan empat area pengukuran yang spesifik yaitu:

1. Credibility (validitas internal)

2. Tranferabilitas (validitas eksternal)

3. Dependability (ketergantungan)

4. Confirmability (netral)

Lincolm dan Guba, (dalam Brockop, D, et, All, 2000), secara


operational Credibility dapat dicapai dengan teknik member check, yaitu
pada akhir wawancara setiap bahasan, peneliti mengulangi kembali garis
besar hasil wawancara baik secara lisan maupun laporan tertulis kepada
responden. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperbaiki hasil
wawancara bila ada kekeliruan. transferability (validitas eksternal) kriteria
ini dapat dilihat tergantung pembaca hasil penelitian yaitu sampai dimana
hasil penelitian digunakan dalam konteks tertentu.

Apabila pembaca merasa ada keserasian dengan situasi yang


dihadapinya maka penelitian ini memiliki transferability. Dependabillity
(derajat ketergantungan) peneliti secara seksama mengikuti semua sesi yang
berkaitan dengan interpretasi data. Semua catatan disimpan untuk rujukan
selanjutnya dan refleksi yang akan datang. comfirmability dilakukan dengan
cara melakukan diskusi dengan pembimbing dan mengikuti secara terus-
menerus semua hasil interpretasi yang berhubungan dengan analisa data.
Comfirmabiliti merupakan tahap akhir dari proses audit hasil penelitian.
comfirmability dapat dicapai apabila credibility, transferability, dan
dependabillity terpenuhi (Brockoop, D, et, All, 2000).

3.5. Penyajian Data

Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk narasi yaitu berupa
deskripsi persepsi dan kontruktivisme masyarakat tentang keefektivan
proses klaim asuransi kecelakaan PT. Jasa Raharja berdasarkan proses
komunikasi informasi yang disampaikan pihak perusahaan. Dan proses
branding serta sosialisasi yang diberikan perusahaan serta pengaruh
terhadap kemandirian masyarakat dalam proses klaim asuransi sendiri.

3.6. Tahap Penilitian

Tahap-tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini memberikan


gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan
data, sampai dengan penyusunan pelaporan. Adapun tahapan tersebut
adalah:

3.6.1 Tahapan Persiapan:

3.6.1.1 Menyusun rancangan penelitian

3.6.1.2 Menentukan lokasi penelitian

3.6.1.3 Mengurus administrasi penelitian

3.6.1.4 Melakukan pendekatan pada institusi di lokasi penelitian


untuk melakukan studi pendahuluan

3.6.1.5 Melakukan studi kepustakaan

3.6.2 Tahap Pelaksanaan:

3.6.2.1 Mendapat izin penelitian


3.6.2.2 Mendapat inform concent dari informan

3.6.2.3 Melakukan wawancara dan mengumpulkan hasil penelitian

3.6.2.4 Melakukan pengelolaan data dan analisa data

3.6.2.5 Menyusun laporan.

3.6.3 Tahap Akhir:

3.6.3.1 Penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian

3.6.3.2 Penggandaan hasil laporan.

3.7. Etika Penelitian

Peneliti menjamin hak-hak responden dengan terlebih dahulu


melakukan informed consent sebelum melakukan wawancara. Responden
berhak menolak atau tidak bersedia menjadi subjek penelitian. Dalam
meminta persetujuan, dari responden menjelaskan terlebih dahulu topik,
tujuan penelitian, teknis pelaksanaan penelitian, dan hak-hak responden.

3.8. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Gambar 4. Logo PT.Jasa Raharja Provinsi Jawa Barat


Gambar 5. Lokasi PT.Jasa Raharja Provinsi Jawa Barat

3.8.1. Lokasi Penelitian

Berdasarkan ketentuan yang telah diberikan pada mata kuliah


komunikasi pembangunan dengan topik pembahasan PT.Jasaraharja, maka
penelitian ini dilaksanakan di

Nama Instansi : PT. Jasa Raharja


Alamat Instansi : Jl. Soekarno Hatta No.689 A, Jatisari, Buahbatu,
Kota Bandung, Jawa Barat 40286

3.8.2. Waktu Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Komunikasi Pembangunan dan untuk melengkapi data dilaksanakan
dengan,

Rentang Pelaksanaan : 01 November 2017


Lama Pelaksanaan : 1 Hari
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian Rumusan Masalah 1


4.1.1 Teori Komunikasi Informatif
 Pihak Jasa Raharja
1. Bagaimana metode sosialisasi prosedur klaim kecelakaan dari Jasa
Raharja Putera?
Jawaban: seminar “safety driving” sopir-sopir jasa transportasi,
talkshow di radio, penyuluhan ke masyarakat di acara pengobatan
gratis. Kerjasama dengan PHRI obyek wisata dengan sosialisasi ke
masyarakat, media stiker di kereta api, plang & spanduk di obyek
wisata, bilboard di jalan raya, bbrpa cabang talkshow via radio & TV,
majalah intern obyek wisata (logo). Ikut pameran instansi pegadaian di
mall2 JR bikin bootnya. Mendatangi nasabah scr langsung.
2. Apakah ada sosialisasi menggunakan media sosial seperti facebook,
twitter dll?
Jawaban: Sosialisasi melalui media sosial belum ada tapi ada
websitenya tentang semua informasi Jasa Raharja. Di website
informasinya secara umum, untuk lebih detailnya bisa langsung
mendatangi kantor.
3. Apakah cukup efektif penyampaian media informasi yg digunakan?
Jawaban : kelebihan spanduk/baliho dan billboard adalah setiap saat
dilihat oleh pengendara sehingga bisa terekam oleh otak jadi cukup
efektif, kalau kekurangan untuk media elektronik (TV)/koran Cuma
sepintas dan mahal
 Pihak Masyarakat
1. Apakah anda mengetahui tentang prosedur klaim kecelakaan di jasa
raharja?
 Jawaban : sebagian responden tidak mengetahui tentang Jasa
Raharja. Sebagian hanya mengetahui sebatas kalau terjadi kecelakaan
bisa membuat klaim ke Jasa Raharja. Dan sebagian responden pernah
melakukan klaim, ada yang asuransinya tidak keluar dan ada yang
prosedurnya lancar.
 Jawaban : karena ketidaktahuan tentang Jasa Raharja atau karena
tidak mau ribet mengurus klaim, banyak yang menyelesaikan masalah
jika terjadi kecelakaan dengan jalan Damai, tanpa melakukan klaim
Jasa Raharja.
2. Melalui media apa saja anda mengetahui informasi tentang jasa raharja?
 Jawaban : Melalui media internet (google) dan billboard yang ada di
jalan tol.
3. Apakah menurut anda penyampaian informasi oleh jasa raharja melalui
media yang digunakan sudah efektif?
 Jawaban : penyampaian informasi kurang efektif karena masih banyak
masyarakat yang tidak mengetahui perihal Jasa Raharja

4.1.2 Teori Komunikasi Agenda Setting


 Pihak Jasa Raharja
1. Apakah ada penekanan kepada masyarakat mengenai prosedur klaim
kecelakaan agar masyarakat tidak gagap terkait procedural ?
 Jawaban : Dalam hal terkait ini, sebenarnya proses dari penekanan
dan penjabaran mengenai prosedur klaim kecelakaan sudah
dilaksanakan pihak PT.Jasa Raharja sebelum nasabah melakukan
closing ansurance, hanya saja terkadang ada beberapa nasabah yang
tidak memperhatikan betul dan asal closing saja.
2. Apakah cukup efektif penyampaian dan penekanan informasi yg
digunakan?
 Jawaban : Sangat efektif cara seperti ini justru, karna dari pihak
perusahaan sendiri hal ini melibatkan agen yang turun langsung
kepada masyaraat menjelaskan segala macam terkait procedural.
3. Apakah ada skema khusus bagaimana prosedur klaim asuransi di
PT.Jasa Raharja untuk setiap jenis kecelakaannya ?
 Jawaban : Untuk kecelakaan jalan raya PT. Jasa Raharja Persero,
didasarkan pada UU No 33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum
dan UU No 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965 tentang Dana
Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
 Untuk kecelakaan kendaraan umum maupun kecelakaan tempat
pariwisata premi yang dibayarkan itu biasanya langsung bersama
tiket yang dibeli karna premi yang dibayarkan itu dari perusahaan
transportasi umumnya atau tempat pariwisatanya, (tenant) dan
biasanya hanya berlaku sekali jalan dan untuk kelas ekonomi biasanya
premi yang masuk itu Rp. 500 rupiah/individu, untuk premi yang lain
disesuaikan dengan harga tiket yang telah dibeli, namun khusus untuk
kecelakaan kendaraan umum premi disamakan.

4.2 Hasil Penelitian Rumusan Masalah 2


4.2.1 Teori Komunikasi Kontruktivisme
 Pihak Jasa Raharja
1. Apakah ada spesifikasi kategori kecelakaan yang bisa diklaim ke Jasa
Raharja?
 Jawaban : kalau PT. Jasa Raharja Persero, didasarkan pada UU No
33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang Umum dan UU No 34 Tahun 1964 Jo
PP No 18 Tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
2. Bagaimana interpretasi bapak terhadap pemahaman masyarakat dg
kategori itu?
 Jawaban : mungkin belum paham secara mendetail namun tahu apa
itu Jasa Raharja karena informasi Jasa Raharja di website atau media
lainnya informasinya diberikan hanya secara umum, untuk detailnya
bisa langsung mendatangi kantor.
3. Menurut bapak, apakah prosedur klaim ini cukup mudah bagi
masyarakat atau sulit?
 Jawaban: termasuk mudah, tapi yang menjadi hambatan kalau ada
keterkaitan dengan eksternal seperti mobil hilang harus ada laporan ke
polisi.
4. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan Jasa Raharja?
 Jawaban: dengan metode jemput bola dari Jasa Raharja ada
tanggapan baik dari masyarakat, adapula yang berpersepsi mengira
perusahaan asuransi itu mengelak/menghindar utk membayarkan
klaim itu salah, yang ada sebenarnya Jasa Raharja berusaha mencari
untuk menyalurkan dana yang ada kepada korban.
 Pihak Masyarakat
1. Apakah anda mengetahui kategori yang masuk dalam kecelakaan
yang dapat diklaim di jasa raharja menurut UU?
 Jawaban : Saya tidak mengetahuinya
2. Apakah anda mengetahui bahwa kecelakaan individu tidak dapat
klaim kecelakaan ke Jasa Raharja?
 Jawaban : tidak, tapi saya mengetahui dari teman dan tetangga bahwa
ada yang mengalami kecelakaan akibat mengantuk dapat mengklaim
ke jasa Raharja.

4.2.2 Teori Komunikasi Inokulasi


 Pihak Jasa Raharja
1. Apakah pandangan perusahaan terkait pro-kontra yang muncul
dimasyarakat terkait prosedur klaim ?
 Jawaban : Kalo untuk prokontra ya biasa itu hal yang lumrah namun
kalo dari pihak perusahaan kebanyakan nasabah itu ya pro sih
sebenarnya karna di liat dari jaminan keamanannya juga.
2. Apakah ada solusi dari pihak perusahaan terkait pro-kontra tersebut ?
 Jawaban : Kalo solusi tidak ada hanya beberapa argument yang
memang dianggap bisa berpengaruh terhadap kondisi timbal balik
yang digunakan jadi tidak menguntungkan salah satu pihak, jadinya
menguntungkan kedua belah pihak antara masyarakat sebagai nasabah
dengan PT Jasa Raharja sebagai penyedia jasa.
3. Apakah ada penekanan terkait kontra dan argument negative yang
muncul di masyarakat mengenai sulitnya prosedur klaim ?
 Jawaban : Untuk terkait argument “mempermudah proses klaim”
sebenarnya itu sah-sah saja hanya saja kebijakan perusahaan
menerapkan hal tersebut untuk keamanan dari nasabah sendiri proses
klaim yang sebenernya itu tidak susah hanya saja nasabah yang kurang
membaca aturan klaim yang sudah jelas tertera pada brosur dan
prosedur klaim didasarkan atas keabsahan data yang masuk pada saat
terjadi kecelakaan jadi tidak akan semena-mena apabila kecelakaan
langsung bisa di klaim tanpa prosedur apaan dari pihak nasabah dan
perusahaan, karna dari perusahaan sistemnya jemput bola dan
memvalidasi data.

4.3 Hasil Penelitian Rumusan Masalah 3


4.3.1 Teori Komunikasi Respon Kognitif
 Pihak Jasa Raharja
1. Bagaimana respon masyarakat setelah mengetahui sosialisasi tentang
Jasa Raharja?
 Jawaban: Tergantung besar kecilnya kejadian, misal kendaraan lecet
tidak dilaporkan karena tidak mau ribet mengurus klaim, tapi kalau
kejadiannya besar pasti ada laporan klaim.
2. Bagaimana kesadaran masyarakat setelah adanya penyampaian
informasi oleh Jasa Raharja?
 Jawaban: Kebanyakan nasabah itu dari kalangan menengah ke atas
yg memiliki kesadaran tinggi atas pentingnya asuransi, untuk
masyarakat menengah ke bawah ada program OJK itu juga masih
susah padahal preminya hanya 50rb/tahun.
3. Apakah masyarakat menerima prosedur yg ditetapkan?
 Jawaban: ada yang keberatan. Biasanya berhubungan dengan
eksternal, misal harus proses berkas ke polda mereka merasa ribet atau
terjadi patah tulang dibawa ke dukun tulang Jasa Raharja tidak
menanggung tp akan diberi kebijakan dengan pemberian klaim kurang
dari aturan yang ditetapkan, tapi jika dibawa ke medis maka akan
diberikan sesuai aturan.
4. Apakah masyarakat yg melakukan klaim sudah menerapkan prosedur
dg baik?
 Jawaban: kebanyakan sudah dan akan dibantu pihak Jasa Raharja jika
tidak mengerti, namun ada juga yang melakukan rekayasa kecelakaan,
seperti mobil yang tidak diasuransikan saat terjadi kecelakaan, mobil
saudara yang memiliki jenis sama yang diasuransikan plat nomor
dipinjam. Solusi Jasa Raharja dengan cek nomor mesin, nomor seri
dll.
5. Dalam proses klaim, apakah ada masyarakat yg bermasalah dalam
prosedur klaimnya?
 Jawaban: pernah terjadi salah penginputan data, maka pengeklaim
akan diminta membuat surat pernyataan bahwa terjadi kesalahan
penginputan data. Pernah juga terjadi kasus yang berhubungan dengan
kepolisian, pengeklaim tidak mau mengurus berkas ke pihak
kepolisian karena merasa ribet, namun tetap harus melakukannya
karena sudah aturan dari kepolisiannya.
6. Dari klaim yg pernah ada, kebanyakan dari daerah mana?
Kota/Kabupaten? Adakah yg dari daerah pinggiran bandung?
 Jawaban: Lebih banyak dari daerah perkotaan, karena sebagian besar
nasabah merupakan kalangan menengah ke atas.
7. Apakah ada nasabah kalangan menengah ke bawah?
 Jawaban: ada juga nasabah dari menengah ke bawah, tapi biasanya
terpaksa karena pinjam uang atau karena membeli motor kredit
sehingga diharuskan membuat asuransi.
 Pihak Masyarakat
1. Apakah ada sudah menerapkan prosedurnya dengan baik?
 Jawaban : sudah
2. Apakah pernah terjadi masalah dalam proses klaim?
 Jawaban : pernah terjadi asuransi tidak turun setelah diproses

4.3.2 Teori Komunikasi Instruktif


 Pihak Jasa Raharja
1. Apakah dalam penyebaran informasi, pihak Jasa Raharja
menghimbau masyarakat untuk menyebarkan informasi/hanya
sekedar memberi informasi?
 Jawaban: untuk melalui media cetak/elektronik/internet hanya
sekedar memberikan informasi sedangkan melalui tatap langsung
diberi himbauan.
2. Bagaimana Jasa Raharja menghimbau masyarakat untuk melapor ke
Jasa Raharja jika terjadi kecelakaan?
 Jawaban: sekarang modelnya sudah jemput bola, Jasa Raharja lebih
proaktif, dan masyarakat dibantu dalam pengisian form tinggal tanda
tangan sehingga bisa memudahkan mereka.
3. Apa tindakan jasa Raharja jika ada kesalahan data dalam proses
klaim?
 Jawaban: Jika data yang diberikan masyarakat bermasalah karena
salah tulis, maka masyarakat harus membuat surat pernyataan bahwa
terjadi kesalahan penulisan.
4. Bagaimana tindakan Jasa Raharja jika ada kasus rekayasa kecelakaan
dari nasabah?
 Jawaban: Jika ada kasus rekayasa dari nasabah, maka akan langsung
di closing saja dengan menyampaikan bukti-bukti yang ada, kalau
nasabah masih tidak mengaku bisa diproses hukum.

4.4 Pernyatan Umum

Mengenai Pernjabaran oleh Bapak Agus Herman kepala PT. Jasa Raharja
Putera Wakil kepala bagian pak Rifky Jasa raharja putera adalah perusahaan
asuransi swasta BUMN, meliputi asuransi kecelakaan diri, kendaraan
bermotor, kebakaran, rekayasa industri, engineering, menringhel dll. Produk
tailor mit : menyesuaikan kebutuhan masyarakat, perlindungan obyek wisata,
sari ater, ciwalini, kolam renang2, borobudur, taman safari.
Pertanggungjawaban berdasarkan : UU No 33 Tahun 1964 Jo PP No 17
Tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
Umum menjelaskan korban yang berhak atas santunan adalah setiap
penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami
kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum,
selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu
saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan.
UU No 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan menjelaskan bahwa korban yang berhak atas santunan adalah
setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menjadi korban
akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan serta setiap
orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan
ditabrak, termasuk dalam hal ini para penumpang kendaraan bermotor dan
sepeda motor pribadi. Bagi pengemudi yang mengalami kecelakaan merupakan
penyebab terjadinya tabrakan dua atau lebih kendaraan bermotor, maka baik
pengemudi maupun penumpang kendaraan tersebut tidak dijamin dalam UU
No 34/1964 jo PP no 18/1965 termasuk korban pejalan kaki atau
pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan sengaja menerobos
palang pintu kereta api yang sedang difungsikan.
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Rumusan Masalah 1

1. Apa saja proses komunikasi informatif yang diberikan oleh PT. Jasa Raharja
terkait kemudahan proses klaim asuransi kecelakaan ?

Gambar 6. Alur Komunikasi Informatif PT.Jasa Raharja

Dalam hal ini Komunikasi Informatif adalah proses penyampaian


pesan, gagasan, harapan, perasaan dari seseorang (Komunikator) ke orang
lain atau Pihak Lain (Kominikan). Dalam penyampain pesan/gagasan perlu
dipahami siapa yang diajak berkomuniasi, hal itu meliputi pendidikan umur,
status social, kebiasaan, dan lain-lain.

Menurut Roger dan S. Schoemaker (1971) Pembangunan adalah


suatu jenis perubahan sosial dimana ide-ide baru diperkenalkan kepada
suatu sistem social untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat
kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih baik.
Sedangkan menurut Kleijans (1975) pembangunan merupakan
pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru, perluasan wawasan
manusia, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntukan kepercayaan
diri, sedangkan Pengertian pembangunan secara sederhana yaitu perubahan,
perbaikan menuju kearah yang lebih baik.

Komunikasi Pembangunan adalah proses penyampaian materi


dalam rangka meningkatkan sesuatu agar menjadi lebih baik. secara Luas
Pengertian Komunikasi Pembangunan adalah sebagai aktivitas pertukaran
pesan secara timbale balik diantara semua pihak yang terlibat dala usaha
pembangunan, terutama masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan.

Secara khusus Komunikasi pembangunan adalah segala upaya dan


cara, serta teknik penyampaian pesan atau gagasan dan keterampilan
keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat luas.

Dalam komunikasi pembangunan terutama dalam proses


penyampaian pesan secara edukatif dan efektif kepada masyarakat terdapat
beberapa unsur-unsur komunikasi yaitu :

1. Pihak Yang menyampiakan Pesan (PT.Jasa Raharja)

Komunikator sebagai pemerakarsa dari terwujudnya sebuah


perubahan. Komunikator juga berperan sebagi agen perubahan
yani menjadi pusat untuk merubah dari kondisi lemah menjadi
kuat.

Komuniukator bisa muncul dari siapa saja, dalam


komunikasi pembangunan fungsi dari PT.Jasa Raharja ini
seharusnya memberikan proseskemudahan dalam pelaksanaan
prosedur klaim melalui informasi yang disampaikannya.
Seharusnya PT.Jasa Raharja sebagai komunikator untuk
meningkatkan upaya-upaya penjaminan mutu dari nasabah atau ada
kemampuan untuk merubah/melakukan perubahan. Komunikator sebagai
agen perubahan bisa muncul dari dua hal, yaitu :

a. Muncul dari masyarakat itu sendiri (Insider)

Komunikator yang muncul dari dalam masyarakat memiliki


kelebihan yaitu lebih mengetahui kondisi masyarakat, ia lebih
tahu tentang kondisi ekonomi, social budaya masyarakat
setempat sehingga upaya yang ia laksanakan bisa betul-betul
sesuai dengan kehendak masyarakat.

Namun disisi lain kekukarangan dari komunikator jenis ini


yakni kurang obyektif/kurang leluasanya dalam bertindak
sehingga dalam bekerja ia tidak independen.

Dewasa ini istilah putra daerah semakin sering didengung-


dengungkan terutama dalam pemilihan kepala-kepala daerah.
Hal ini tentu saja karena adaya pengaharapan dari masyarakat
bahwa kepala daerah yang terpilih benar-benar mengerti tentang
kebutuhan mendasar dari rakyat yang hendak dipimpinnya.

b. Muncul dari luar Masyarakat (Outsider)

Yang dimaksudkan dengan Komunikator yang muncul dari luar


masyarakat yakni Komunikator yang sebelumnya tidak
berdomisili di dalam wilayah masyrakat yang dimaksudkan.

Kelbihan dari Komunikator ini yaitu kemampuannya untuk


bertindak secara leluasa, ia segala kebijakan yang akan
dikeluarkan olehnya kecil kemungkinannya hanya berpihak
pada satu golongan masyarakat tertentu.

Numun biasanya ketidak berpihakan tersebut tidak akan


berlangsung lama. Begitu ia berinteraksi dengan masyarakat
secara perlahan ia akan mulai membentuk satu golongan
tertentu yang tidak menutup kemungkinannya akan
diuntukngkan dalam peneluran kebijakan selanjutnya.

Kekurangan mendasar dari komunitator ini yakni ketidak


pahamannya terhadap kondisi social ekonomi masyarakatnya, ia
tidak mengetahui secara detail kondisi rill masyarakat, ia
membutuhkan banyak waktu untuk mempelajari kebetuhan
masarakat sehingga dia tidak dapat bertindak dengan cepat.

c. Sesuatu yang disampaikan (Pesan/Message)

Ketika Komunikator hendak menyampaiakn pesan maka tentu


saja pesan yang hendak disampaikan sudah ada dan sudah
dipastikan kebenarannya. Hal ini dimaksudkan supaya dampak
yang ditimbulkan oleh pesan tersebut bisa dipertanggung
jawabkan.

Sebagai contoh ketika seorang kepala desa hendak


menyampaikan program pembangunan jalan tani maka kepala
desa yang bersangkutan betul-betul mengetahi bahwa program
yang hendak disampaikan itu benar-benar ada jangan sampai
program tersebut baru sebatas wacana atau bahkan tidak ada
sama sekali.

Dalam penyampaian program perlu diperhatikan tiga hal penting yaitu :

 Secara teknik program tersebut bisa dilaksanakan masyarakat


setempat secara mudah.
 Secara ekonomis program tersebut menguntungkan dan dapat
menambah pendapatan masyarakat.
 Secara social program tersebut tidak menimbulkan keretakan
social/kesenjangan social.

3. Saluran yang digunakan dalam komunikasi (Media/Channel)


Media Komunikasi dewasa ini telah sangat canggih, suatu kejadian yang
tempatnya sangat jauh dari tempat kita hanya dalam hitungan detik telah
bisa kita ketahui. Hal ini tentu saja tidak lepas dari peranan media
komunikasi dalam menyampaikan berita tersebut.

Penggunaan media komunikasi dalam berkomunikasi disesuaikan dengan


kasus-kasus komunikasi pembangunan yang dihadapi, untuk itu kasus-
kasus komunikasi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bahagian yakni :

a) Komunikasi personal.

Komunikasi personal dilakukan atas nama personal dan dengan pendekatan


personal. Contoh komunikasi personal dalam masyarakat yaitu Orang Tua
membimbing anak, Seorang Pemuda Menyampaikan Perasaan cintanya
pada Seorang perempuan, Dosen membimbing seorang anak yang
bermasalah dengan kehadiran, atau ketika seorang caleg melakukan
pendekatan pada tokoh-tokoh masyarakat secara personal.

Pendekatan personal ini dapat menggunakan media seperti bertatap muka


langsung, telepon, Chat, surat atau sejenisnya yang sifatnya pribadi.

b) Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah system komunikasi yang dilakukan atas nama


lembaga, organisasi bukan orang perorang. Berdasarkan banyaknya orang
dalam kelompok maka komunikasi kelompok dibedakan menjadi dua yaitu
:

– Komunikasi kelompok kecil.

Komunikasi kelompok kecil dilakukan dalam kelompok yang lebih terbatas


dan dimungkinkan terjadi proses komunikasi 2 arah. Contohnya
Penyuluhan Pertanian kepada kelompok tani, penyuluhan di posyandu.

Komunikasi kelompok kecil menggunakan media bertatap muka langsung,


namun karena perkembangan teknologi maka dewasa ini juga telah
dimungkinkan dengan teleconference, Hal ini telah beberapa kali dilakukan
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono salah satunya saat memimpin
rapat cabinet dari Amerika serikat.

– Komunikasi Kelompok Besar

Komunikasi kelompok besar dilakukan dalam kelompok yang besar,


heterogen, anonym dan tidak memungkinkannya terjadi proses komunikasi
2 arah, contok komunikasi kelomok besar yakni Orasi Kampanye.

Media yang digunakan dalam komunikasi kelompok besar yaitu bertatap


muka langsung.

c) Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan system komunikasi yang penyampaiannya


ditujukan pada banyak orang dengan menggunakan media massa seperti
Televisi, Koran, Radio, spanduk dan lainnya.

Media massa merupakan suatu alat yang perkasa dalam mempengaruhi,


Dimana masyarakat tidak akan berdaya menghadapinya. Sebagai contoh
dalam kasus pidana Prita ketika menghadapi RS. Omni Internasional, peran
media sangat besar sehingga bisa membuat simpati masyarakat yang
kemudian membantu kasus hukumnya, demikian pula dalam Kasus Susno
Duaji ketika terkena kasus Cicak buaya peran medialah yang membuatnya
tenggelam.

Namun atas peran media pula Susno Duaji kemudian bak pahlawan yang
diagung-agungkan oleh sebagian masyarakat ketika membongkar berbagai
kasus di tubuh kepolisian.

Demikian hebatnya media massa sehingga ketika terjadi pergolakan politik


dalam suatu Negara seperti kudeta maka penguasaan media massa menjadi
hal penting dan tak terlupakan. Contohnya ketika terjadi Kudeta Atas PM.
Thaksin Sinawatra oleh militer Thailand maka Stasiun televisi dan radio
turut pula menjadi sasaran utama.
Demikian pula ketika terjadi pemberontakan G.30.S/PKI. RRI dan TVRI
turut serta dikuasai. Para peneliti memang telah menemukan bahwa efek
yang ditimbulkan oleh media massa sebagai media komunikasi sangat besar
akibatnya.

Contoh komunikasi pembangunan dalam komuynikasi massa yaitu:


kampanye narkoba, iklan layanan masyarakat tentang lingkungan hidup,
film documenter mengenai transmigrasi, dan penyampaian pesan dalam
pemberitaan.

4. Pihak yang menerima pesan (Komunikan/Receiver)

Komunikan atau pihak yang menerima pesan berperan sebagai sasaran


dalam komunikasi pembangunan, komunikator sebagi agen perubahan perlu
mengetahui kondisi riil dari komunikan, sehingga pesan yang hendak
disampaikan bisa diterima dengan mudah oleh pihak komunikan.

Pada masa terdahulu, sunan kali jaga menggunakan media pewayangan


untuk menyebarkan agama islam ditanah jawa, hal ini dikarenakan Sunan
kalijaga mengetahui persis kondisi masyarakat pada saat itu yang gemar
menonton pagelaran wayang.

Rusuh penertiban kuburan di koja Jakarta juga merupakan buah dari ketidak
pahaman pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kondisi masyarakatnya
sehingga dalam penertiban tersebut mengorbankan jiwa dari aparat itu
sendiri.

Mayarakat sebagai pihak yang akan menerima sebuah program


pembangunan tentu saja tidak semerta-merta menerima begitu saja program
tersebut, program tersebut akan melewati beberapa tahapan yaitu
Pengenalan(awarnes), tertarik(interes), mempertimbangkan (desire),
menentukan (decision), dan melaksanakan (action).
Tahapan-tahapan tersebut bakal dipengaruhi oleh beberapa
hal/pertimbangan. Ada lima hal pokok yang mempengaruhi tingkat
penerimaan masyarakat, yakni :

a) Keuntungan Relatif (relative advantages)

Masyarakat akan mempertimbangkan apakah hal tersebut menguntungkan


atau tidak, keuntungan kecil atau besar, jika kurang menguntungkan atau
bahkan merugikan maka sebuah program pembangunan akan sulit diterima.

b) Kesesuaian (complexity)

Dalam masyarakat Indonesia, faktor adat masih sangat kental. Dan hal ini
sangat berpengaruh pada penerapan program pembangunan. Komunikator
sebagai pemerakrsa perlu mengetahui apakah program pembangunan
tersebut tidak berbenturan dengan dengan kultur masyarakat setempat.

c) Kompleksitas (Complexity)

Kompleksitas atau tingkat kerumitan program juga menjadi bahan


pertimbangan dalam penerimaan pesan pembangunan. Masyarakat dewasa
ini semakin menginginkan kemudahan dalam segala hal, jadi ketika sebuah
program dianggap rumit dan berbelit-belit akan sangat susah ketika harus
menerima keterlibatan masyarakat.

d) Triabilitas (triabilitas)

Triabilitas samadengan bisa dicobakan. Ketika masyarakat menerima suatu


program maka masyarakat tentu saja akan berusaha mencobo hal tersebut.
Sehingga triabilitas juga menjadi bahan pertimangan dalam penerimaan
program pembangunan.

e) Observasi (observability)

Pertimbangan ini adalah hal terpenting dalam penerimaan masyarakat,


obeservasi berarti bisa dilihat langsung hasilnya. Contohnya Bertahun-
tahun lamanya masyarakat petani dibeberapa Desa di Kab.barru
menggunakan sistem persemaian dalam budidaya pertanian, tetapi ketika
sistem tabur benih langsung (tabela) dicobakan dan hasilnya bisa dilihat
Maka tidak membutuhkan waktu yang lama bagi petani untuk beralih ke
teknologi tersebut.

5. Dampak yang ditimbulkan (Effect)

Dengan adanya komunikasi pembangunan maka tentunya diharapkan pesan


yang dikomunikasikan memberi dampak setelah terjadinya komunikasi.
Semua dampak yang timbul diharapkan sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh komuniukator.

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya komunikasi diantaranya yaitu:

a) Informasi (menjadi tahu).

b) Persuasif (menggugah Perasaan)

c) Mengubah Prilaku

d) Mewujudkan Partisipasi masyarakat

e) Meningkatkan pendapatan.

Sementara itu media yang berkaitan dengan proses komunikasi ini


sangat erat hubungannya dengan proses pengiklanan Berbagai defenisi
tentang iklan antara lain dikemukakan oleh : 1. “Iklan adalah segala bentuk
pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan
dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau
seluruh masyarakat” (Niken, 2007). 2. Menurut Liliweri (2011) iklan
merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bertujuan untuk
mempersuasi para pendengar, pemirsa dan pembaca agar mereka
memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu. 3. Iklan didefenisikan
sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada
masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1995). Dari berbagai pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa, iklan adalah suatu bentuk pesan yang
disampaikan kepada masyarakat luas dengan menggunakan suatu media.
Istilah periklanan merujuk kepada pemahaman keseluruhan proses yang
meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penyampaian pesan. Periklanan adalah komunikasi komersil dan
nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang
ditransmisikan kesuatu khalayak, target melalui media bersifat massal
seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeksposan langsung, reklame luar
ruang, atau kendaraan umum (Lee, 2007). Alat dalam komunikasi
periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi lainnya yang sering
dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan merupakan sistem yang
menggunakan tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon.
Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis
yaitu verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal,
lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak
secara meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna
serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya, seperti gambar benda, orang
atau binatang (Sobur, 2003). Dalam proses komunikasi informatif yang
disampaikan pihak PT.Jasa Raharja ini bentuk iklan yang digunakan salah
satunya adalah bentuk iklan dengan menggunakan billboard.

Gambar 7. Contoh Proses Iklan dan Komunikasi Informatif


Selain itu juga Plang, spanduk, billboard, karcis obyek wisata bersifat
asosiatif: menarik perhatian khalayak.

Konstruksi instruktif dilakukan saat komunikan menghubungi PT.


Jasa Raharja untuk mencari tahu teknis prosedur klaim. Menarik perhatian
komunikan, mengusahakan agar komunikan bersedia menerima dan
menyimpan isi pesan dilakukan dengan seminar, talkshow, penyuluhan, dan
pameran instansi.

5.2 Analisis Rumusan Masalah 2

2. Mengapa kontruktivisme mengenai asuransi kecelakaan yang muncul di


masyarakat cenderung menimbulkan pro dan kontra ?

Gambar 8. Skema Munculnya Pro-Kontra Terkait Asuransi

Munculnya Pro dan Kontra ini terutama terkait dengan Kendala-


Kendala Yang Di Hadapi Penumpang dan Korban Kecelakaan Lalu Lintas
di Luar Kendaraan Umum Untuk Memperoleh Klaim Asuransi pada PT Jasa
Raharja (Persero)

1. Kendala Dan Hambatan Internal


Hambatan yang timbul dalam pengelolaan PT Jasa Raharja
(persero) adalah berkaitan erat dengan sistem administrasi
personil dan keuangan. Sangat minimnya personil yang
menjalankan tugas operasional di lapangan khususnya yang
bergerak dibidang pola sosialisasi jasa raharja, penarikan iuran
wajib dan penyaluran santunan jasa raharja. Dalam hal sosialisasi
dan pelayanan keselamatan, yang berkaitan dengan pemasangan
rambu-rambu peringatan dan berkaitan dengan anggran terjadi
keterbatasan dan pro kontra dalam intern perusahaan itu sendiri
terbukti rambu rambu terpasang oleh jasa raharja sangat minim
sekali.
Selanjutnya yang berkaitan dengan penyaluran santunan jasa
raharja, PT Jasa Raharja (Persero) sebagai lembaga
pertanggungan yang bersifat sosial terkesan belum iklas dan tulus.
Contohnya yang terjadi di PT Jasa Raharja kantor perwakilan
Provinsi Jawa Barat Mempunyai kelemahan di bagian
administrasi dan keuangan dalam proses klaim asuransi ibu
Sulikah korban kecelakaan bus puspa Indah yang mengalami luka
parah pada bagian wajahnya yang timbul beberapa hambatan
dalam proses pencairan dana santunan asuransi jasa raharaja yang
terkesan berbelit-belit dari penangan kasus berkas perkara di
kepolisian sampai dengan jasa raharja .
Hal ini menyebabkan kesulitan administrasi untuk
kelengkapan proses atau mekanisme keluarnya dana santunan jasa
raharja. Menurut keterangan Masyarakat yang pernah melakukan
klaim belum melengkapi kelengkapan administrasi yaitu kwitansi-
kwitansi yang sah dari rumah sakit dan proses laporan dari
kepolisian yang belum lengkap Dari pernyataan itu dan
keterangan dari pihak Jasa Raharja tersebut muncul anggapan
bahwa lemahnya penanganan proses klaim asuransi jasa raharja
yang kurang tepat dan komprehensif timbul beberapa pertanyaan
terhadap jasa raharja yang tidak sesuai dengan tujuan dari jasa
raharja tersebut. Seharusnya korban mendapatkan pelayanan yang
tidak berbelit-belit atau petugas jasa raharja membantu korban
dengan tulus agar tercapainya tujuan dari jasa raharja yang tepat
sasaran.

Emmy Pangaribuan Simajuntak menyatakan dalam bukunya


“ Tujuan dari pertanggungan sosial (sosial insurance) adalah
untuk menyediakan sesuatu bentuk jaminan tertentu kepada
seseorang atau anggota masyarakat yang menderita kerugian
dalam memperjuangkan hidupnya dan keluarganya “ 10.Dengan
demikian maka PT Jasa Raharja (Persero), dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pertanggungan
yang bersifat sosial harus iklas dan tulus serta mementingkan
kepada penderitaan rakyat (korban/ahli waris korban). Bila dilihat
dari pemupukan dana iuran dan sumbangan wajib kiranya
cukuplah meningkat, namun disini adalah mental personil
penyelenggara PT Jasa Raharja (persero) perlu untuk di evaluasi
kinerja personilnya berkaitan dengan latar belakang, kedudukan
pendidikan dan tugas tanggung jawabnya.

Hubungan ketidak harmonisan antar personil ini terbukti


dalam kaitannya dengan anggaran operasional dalam tubuh PT
Jasa Raharja (Persero). Contoh dalam pelaksanaan operasional
dan sosialisasi penarikan iuran wajib bagi pengusaha angkutan
yang tidak sehat atau kendala lain, serta sosialisasi jasa raharja
tentang pola keselamatan di jalan raya. Kondisi seperti ini
Pimpinan Cabang segera mengambil langkah konkrit agar tidak
berlangsung terus, akibatnya akan melemahkan Perusahaan itu
sendiri. Seharusnya sosialisasi dilakukan dengan cara terpadu dan
berkala bukan secara parsial dan sendiri-sendiri contoh saat
lebaran saja, namun rutin. Pemasangan rambu-rambu perlu lebih
banyak lagi, oleh sebab itu pernyataan Emmy di atas penulis
setuju dan sampai saat ini pelayanan baik penyaluran santunan
jasa raharja ataupun sosialisasi tugas dan tanggung jawab PT Jasa
Raharja terkesan sangat lemah dan jauh dari publikasi media
cetak ataupun elektronik, sehingga beranggapan bahwa PT Jasa
Raharja (persero) sangat baik dan solid Sehingga tujuan PT Jasa
Raharja (Persero) bukan hanya sebagi pertanggungan sosial
secara mutlak tetapi perlu juga di cermati dampak sosial
masyarakat yang memperjuangkan kehidupannya berkaitan
dengan ekonomi yang semakin sulit dewasa ini. PT Jasa Raharja
(Persero) tidak transparan dalam pemupukan dana terhimpun dari
iuaran wajib dan sumbangan wajib atas Undang-undang No. 33
dan 34 Tahun 1964. Sebagai perusahaan yang mendambakan
menjadi perusahaan terkemuka di bidang asuransi dengan
mengutamakan penyelenggaraan program asuransi sosial dan
asuransi wajib sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Konsep ini
masih jauh dari kemauan dan keinginan masyarakat. PT Jasa
Raharja (Persero) khususnya Cabang perwakilan Malang belum
pernah mengumunkan berapa jumlah terhimpun dana dari
masyarakat untuk setiap tahunnya dan bagaimana penyaluran
dana tersebut.

2. Kendala dan Hambatan Eksternal


Hubungan dengan pihak pemerintah daerah dari tingkat pusat
sampai pada tingkat operasional masih dirasa belum optimal,
khususnya antar personil pelaksanaan lapangan dan operasional.
Pemeriksaaan oleh akuntan publik, atau badan lain independent
yang berhak, agar terjadi transparansi, jujur dan adil. Hubungan
dengan para pengusaha angkutan umum juga sangat lemah,
khususnya dalam hal kontrol penerimaan iuran wajib. Hubungan
dengan pihak, Dinas Perhubungan Darat, Dinas Kesehatan dengan
program Pertolongan Pada kecelakaan (P3K) atau penyuluhan dan
pemeriksaan sopir angkutan umum jarak jauh juga sangat lemah,
sehingga kecelakaan dari tahun ke tahun semakin bertambah
banyak. Hambatan eksternal mendasar adalah masih adanya
korban kecelakaan lalu lintas yang belum berhasil mendapatkan
santunan jasa raharja hanya dikarenakan korban bersalah oleh
pihak PT Jasa Raharja dan tidak dijamin oleh UU No. 33 dan 34
Tahun 1964, kesan ini sangat menghambat hubungan antara
masyarakat dengan pihak PT Jasa Raharja (Persero) dan
Kepolisian Lalu Lintas.

Tanggung jawab Perusahaan PT. Jasa Raharja (Persero) sudah


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 33 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-
undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu lintas. Didalam
pelaksanaan penyaluran santunan jasa raharja kepada korban/ahli waris
korban kecelakaan lalu lintas di jalan raya, PT Jasa Raharja (Persero)
bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia. Kerjasama
tersebut dituangkan dalam nota Perjanjian kerjasama, sesuai Keputusan
Bersama antara Kepala Kepolisian Republik Indonesia dengan Direktur
Utama PT Jasa Raharja (Persero) No. Pol. : 18/IV/IV/2004 dan Nomor :
SKEB/06/IV/2004 tanggal 22 April tahun 2004 di Jakarta, tentang Petunjuk
pelaksanaan bersama peningkatan pelayanan santunan korban kecelakaan
lalu lintas, meningkatan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan Undang-undang No. 33 Tahun 1964 dan Undang-undang No.
34 Tahun 1964 dan penanganan keselamatan lalu lintas.
Terkait Pro-Kontra yang muncul ini maka harus adanya beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu terkait pihak jasa raharja harus lebih sering
melakukan sosialisasi dalam bentuk langsung maupun dari publikasi media
cetak ataupun elektronik, sehingga beranggapan bahwa PT Jasa Raharja
(persero) sangat baik dan solid Sehingga tujuan PT Jasa Raharja (Persero)
bukan hanya sebagi pertanggungan sosial secara mutlak tetapi perlu juga di
cermati dampak sosial masyarakat yang memperjuangkan kehidupannya
berkaitan dengan ekonomi yang semakin sulit dewasa ini.  Berdasarkan
dari kasus kecelakaan yang di alami para korban seharusnya pihak jasa
raharja Seharusnya korban mendapatkan pelayanan yang tidak berbelit-belit
atau petugas jasa raharja membantu korban dengan tulus agar tercapainya
tujuan dari jasa raharja yang tepat sasaran.
Serta Masyarakat perlu lebih berusaha untuk mencari tahu tentang
asuransi kecelakaan Jasa Raharja agar kedepannya masyarakat mampu
untuk memahami proses-proses yang ada dalam pengajuan klaim jasa
raharja. Perlu adanya identitas yang jelas bagi para korban kecelakaan lalu
lintas agar penyaluran santunan jasa raharja tepat sasaran.

Gambar 9. Skema Peredaman Pro-Kontra Terkait Asuransi


5.3 Analis Rumusan Masalah 3

3. Bagaimana proses komunikasi informasi yang seharusnya dilakukan PT.


Jasa untuk mempermudah proses klaim asuransi kecelakaan ?

Penjabaran Umum mengenai perusahaan terlebih dahulu kepada


masyarakat yang Berdasarkan Pelaksanaan Undang-undang No. 33 dan 34
Tahun 1964 Oleh Perusahaan PT. Jasa Raharja (Persero). 1.1. Sejarah dan
Dasar Hukum PT Jasa Raharja (Persero) Undang-Undang Dasar Tahun
1945 Pasal 34 ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sesungguhnya semangat
yang terkandung di dalam Pasal tersebut adalah memerintahkan kepada
penyelenggara negara untuk senantiasa memberikan perlindungan dan
jaminan sosial serta memberdayakan masyarakat guna mencapai kehidupan
yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Karena suatu kebutuhan yang mendesak demi kepentingan


perlindungan kepada masyarakat banyak maka Pemerintah melalui
kebijaksanaannya membentuk badan usaha dan perundang-undangan yang
mengaturnya. Undang-undang No. 33 Tahun 1964 dan Undang-undang No.
34 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1965, Peraturan
Pemerintah tersebut ditetapkan pada tanggal 30 Maret 1965 namun
demikian mulai berlaku dengan daya surut pada tangal 1 Januari 1965 guna
membentuk Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja.
Selanjutnya Pemerintah mengambil kebijakan yang sangat setrategis dan
penting dengan menasionalisasikan atau melebur beberapa Perusahaan
Asuransi milik Belanda yang ada terlebih dahulu. Kedelapan Perusahaan
Asuransi kerugian eks Belanda yang di nasionalisasi atau dilebur tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Fa Blam & Van Dor Aa Perusahaan Asuransi Kerugian Negara


(PAKN) IKA DARMA
2. Fa Bekou & Mijnssen.
3. Fa Sluijters &Co.
4. NV Assurantie Maatschappij Djakarta Perusahaan Asuransi
Kerugian Negara (PAKN) IKA DARMA.
5. . NV Assurantie Kantor Langeveldt Schroder.
6. NV Asurantie Kantor OWJ Schlencker Perusahaan Asuransi
Kerugian Negara (PAKN) IKA MULYA.
7. NV Assurantie “ Kali Besar.” PT Maskapai Asuransi Arah Baru
Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) IKA SAKTI.
Melalui Keputusan Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan
atau Menteri P3, yang dipegang oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Penunjukan Perusahaan Negara oleh Menteri ini terjadi dengan
Surat Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan
Republik Indonesia No. BAPNI-3-3 yang menetapkan.
Menunjuk Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja untuk
melaksanakan penyelenggaraan dana pertangungan wajib kecelakaan
penumpang dan dana kecelakaan lalu lintas jalan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang diatur oleh Undang-undang No. 33 Tahun 1964 dan
Undang-undang No. 34 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah No.17 dan
18 Tahun 1965 untuk melaksanakan operasionalisasi Perusahaan Asuransi
Kerugian Jasa Raharja. Sebenarnya Perusahaan Negara Asuransi Kerugian
Jasa Raharja itu sendiri didirikan berdasarkan Undang-undang No. 19 Prp.
Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, dengan suatu Peraturan Pemerintah
yaitu Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun
1965 No. 14) yang mulai berlaku pada tangal 1 Januari 1965. Selanjutnya
Perusahaan Negara Asuransi
Kerugian Jasa Raharja yang didirikan berdasarkan Undang-undang No.
19 Prp Tahun 1960 ini bergerak dibidang Asuransian Kerugian. Seiring
dengan perkembangannya maka, untuk selanjutnya di sebut Perusahaan
Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Dalam perkembangan dan tuntutan
kemajuan jaman maka, Perusahaan Negara berdasarkan ketentuan Pasal 2
dan sesuai dengan penjelasan umum sub B© di dalam penjelasan resmi atas
Undang-undang No. 9 tahun 1969 tentang Perusahaan Negara. Perusahaan
Negara terdiri atas Perseroan Terbatas, Perusahaan Umum dan Perusahaan
Jawatan. Tambahan Lembaran Negara No. 2904, ternyata bahwa sejak
tahun 1974 PN Asuransi Kerugian Jasa Raharja berubah menjadi Perum
Asuransi Kerugian Jasa Raharja, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. Kep. : 750/MK/IV/ii/1970. Perkembangan dan sejarah
singkat PT Jasa Raharja (Persero) adalah sebagai berikut :
1. (Periode Pra – 1961) Pemerintah mengadakan Rasionalisasi
Perusahaan-Perusahaan Asuransi milik Belanda.
2. (Periode Tahun 1961-1965) berdasarkan Pengumuman Menteri
Keuangan No. 294293/BUMN.II Tanggal 31 Desember 1960,
terhitung tanggal 1 Januari 1961 didirikan Perusahaan Asuransi
kerugian Negara “IKA KARYA” dan selanjutnya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 15/1961. perubahan nama Perusahaan
Asuransi Kerugian Negara “IKA KARYA” menjadi Perusahaan
Negara Asuransi Kerugian “EKA KARYA”.
3. (Periode Tahun 1965-1970) Perusahaan Asuransi Kerugian
“EKA KARYA” berganti nama menjadi Perusahaan Negara
Asuransi Kerugian menjadi “ DJASA RAHARDJA”
4. (Periode Tahun 1970-1981) Perusahaan Negara Asuransi
Kerugian “DJASA RAHARDJA” berganti nama menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Kerugian Jasa Raharja.
5. (Periode Tahun 1981-sekarang) Perusahaan Umum (Perum)
Asuransi Kerugian Jasa Raharja dialihkan bentuknya menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero). PT Asuransi Kerugian Jasa
Raharja atau disingkat PT Jasa Raharja (Persero). Dengan
demikian PT Asuransi Jasa Raharja menjadi Perusahaan
terkemuka di bidang Asuransi Wajib sejalan dengan kebutuhan
masyarakat.
Sampai saat ini PT Jasa Raharja (Persero) berkedudukan pada kantor
pusat di Jalan HR. Rasuna Said Kav C-2 Kuningan – Jakarta,2920,
Telephone. (021) 5203454. Faximile. (021) 5220284, e-mail : Pusat @
jasaraharja. Co.id, website : wwwjasaraharja. Co. id, Bebas Pulsa : 0-800-
1-33-34-64. Sedangkan Kantor Perwakilan Jawa Tengah berkedudukan di
Jalan Imam Bonjol 151 Semarang 50011 Telephone (024) 3546140. (024)
3558089 Fax. (024) 3543841. Didalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya mengelola asuransi sosial di Indonesia PT Jasa Raharja
(Persero) mempunyai semboyan atau Misi adalah sebagai berikut :
1. Bakti kepada masyarakat, dengan mengutamakan perlindungan
dasar dan pelayanan prima sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Bakti kepada Negara, dengan mewujudkan kinerja terbaik
sebagai penyelenggara program asuransi sosial dan asuransi
wajib serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
3. Bakti kepada Perusahaan, dengan mewujudkan keseimbangan
kepentingan agar produktivitas dapat tercapai secara optimal
demi kesinambungan Perusahaan.
4. Bakti kepada Lingkungan, dengan memberdayakan potensi
sumber daya bagi keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Dengan semangat tersebut diharapkan PT Jasa Raharja mampu
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat,
berdedikasi tinggi bagi Perusahaan, Negara Bangsa dan
Masyarakat.
Namun demikian misi diatas belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh PT
Jasa Raharja (Persero), karena masih adanya berbagai faktor penghambat
dan kendala dalam pengelolaan PT. Jasa Raharja (Persero) secara
menyeluruh. PT Jasa Raharja (Persero) dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya untuk mengoperasionalkannya secara nasional
Perusahaan ini membagi dalam beberapa cabang. Sedangkan cabangcabang
tersebut dibantu oleh perwakilan-perwakilan agar dalam pelaksanakannya
efektif dan efisien dalam memupuk dana dan melayani masyarakat.
Dijelaskan pembagian wilayah operasional PT Jasa Raharja (Persero)
dengan cabang-cabang dan perwakilanperwakilannya adalah sebagai
berikut : 1. Cabang DKI Jakarta dengan 3 (tiga) perwakilan ( Perwakilan
khusus Polda, Serang, dan Tangerang). 2. Cabang Jawa Barat berkedudukan
di Bandung dengan 8 (delapan ) perwakilan, (Perwakilan khusus Bandung,
Bogor, Sukabumi, Cirebon, Tasikmalaya, Karawang, Purwakarta dan
bekasi). 3. Cabang Jawa Tengan berkedudukan di Semarang dengan 6
(enam) perwakilan, (Perwakilan khusus Semarang, Surakarta, Magelang,
Purwokerto, Pekalongan dan Pati) . 4. Cabang Jawa Timur berkedudukan di
Surabaya dengan 7 (tujuh) perwakilan, (Perwakilan khusus Surabaya,
Malang, Jember, Kediri, Madiun, Bojonegoro, dan Pamekasan). 5. Cabang
Sumatera Utara berkedudukan di Medan dengan 6 (enam) perwakilan,
(Perwakilan khusus Medan, Pematang Siantar, Kisaran, Padang Sidempuan,
Kebanjahe, dan Tebing Tinggi). 6. Cabang Sulawesi Selatan berkedudukan
di Ujung Pandang dengan 3 (tiga) perwakilan, (Perwakilan Pare-Pare,
Watampone dan Palopo). 7. Cabang Sumatra Selatan berkedudukan di
Palembang dengan 4 (empat) perwakilan, (Perwakilan Tanjung Pandan,
Baturaja, Pangkal Pinang dan Lahat). 8. Cabang Bali berkedudukan di
Denpasar dengan 1 (satu) Perwakilan di Singaraja. 9. Cabang Lampung
berkedudukan di Bandar Lampung dengan 2 (dua) perwakilan, (Perwakilan
Metro dan Kotabumi) 10. Cabang Riau berkedudukan di Pekanbaru dengan
2 (dua) perwakilan, (Perwakilan Dumai dan Pulau Batam). 11. Cabang
Sumatera Barat berkedudukan di Padang dengan 2 (dua) perwakilan
(Perwakilan Bukit Tinggi dan Solok). 12. Cabang Yogyakarta
berkedudukan di Yogyakarta. 13. Cabang DI Aceh dengan 3 (tiga)
perwakilan, (Perwakilan Langsa, Lhokseumawe dan meulaboh). 14. Cabang
Irian Jaya berkedudukan di Jayapura dengan 1(satu) perwakilan di Sorong.
15. Cabang Kalimantan Selatan berkedudukan di Banjarmasin dengan 1
(satu) perwakilan di Kandangan 16. Cabang Sulawesi Utara berkedudukan
di Manado dengan 2 (dua) perwakilan ( perwakilan Kotamobagu dan
Gorontalo). 17. Cabang Kalimantan Timur berkedudukan di Balikpapan
dengan 2 (dua) perwakilan di Tarakan dan Samarinda). 18. Cabang
Kalimantan Barat berkedudukan di Pontianak dengan 1 (satu) perwakilan di
Singkawang. 19. Cabang Nusa Tenggara Timur berkedudukan di Kupang
dengan 1 (satu) perwakilan di Ende. 20. Cabang Jambi berkedudukan di
Jambi dengan 1 (satu) perwakilan di Muara Bungo. 21. Cabang Nusa
Tenggara Barat berkedudukan di Mataram dengan 2 (dua) perwakilan di
Bima dan Sumbawa Besar. 22. Cabang Sulawesi tengah berkedudukan di
Palu. 23. Cabang Maluku berkedudukan di Ambon. 24. Cabang Kalimantan
Tengah berkedudukan di Palangkaraya. 25. Cabang Bengkulu
berkedudukan di Bengkulu. 26. Cabang Sulawesi Tenggara berkedudukan
di Kendari. Dengan memperhatikan luas Negara Republik Indonesia, maka
pelaksanaan operasionalnya dibagi dalam beberpa cabang. Cabang-cabang
tersebut merupakan suatu bentuk pengelolaan perusahaan yang efektif dan
efisiensi guna mencapai keuntungan sebesar-besarnya. Pembagian-
pembagian wilayah atau cabang tersebut dalam upaya pelayanan terhadap
masyarakat secara menyeluruh. Dengan demikian maka, PT Jasa Raharja
(Persero) akan lebih kuat namun dipihak lain juga akan menghadapi kendala
yang tidak ringan. Kendala terbesar adalah dalam hal pengeluaran biaya
operasional dan belanja pegawai.
Dalam pelaksanaan Undang-undang No. 33 Tahun 1964 PT Jasa
Raharja (Persero) ditegaskan dalam Pasal 1 huruf c “ Dana pertanggungan
wajib kecelakaan penumpang ialah dana terhimpun dari iran-iuran,
terkecuali jumlah yang akan ditetapkan Menteri untuk pembayaran ganti
rugi akibat kecelakaan penumpang. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a. Tiap
penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat
terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan
perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha
/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan
kecelakaan penumpang.
Pelaksanaan Undang-undang No. 33 Tahun 1964 Tentang Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Sebagimana Perusahaan
Asuransi kerugian yang bersifat sosial lainnya, PT Jasa Raharja (Persero)
dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagaimana ditegaskan, dalam
Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
kecelakaan Penumpang. Ditegaskan dalam Pertimbangan Presiden bahwa
berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai langkah
pertama menuju kesuatu sistem jaminan sosial (social security) sebagai
mana di tetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. II/ MPRS/1960, sangat diperlukan untuk mengadakan Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang serta Iuran Dana
Pertanggungan Wajib yang terhimpun, yang tidak/belum akan digunakan
dalam waktu dekat untuk membayar ganti rugi, dapat disalurkan
penggunaannya untuk pembiayaan rencana-rencana pembangunan. Sebagai
bentuk konkrit bahwa penyelenggaraan atas negara harus memberikan
perlindungan kepada rakyatnya khususnya para penumpang angkutan
umum, pemakai sarana jalan raya dan sebagai upaya pemberdayaan
terhadap rakyatnya untuk senantiasa hidup dalam suasana kegotong
royongan.
Ditegaskan dalam Undang-undang No. 33 Tahun 1964 dalam Pasal
Pasal 3 sub c Iuran Wajib tersebut pada sub a diatas digunakan untuk
mengganti kerugian berhubung dengan : I. Kematian II. Cacat Tetap Akibat
dari kecelakaan penumpang. Pasal 4 ayat (1) Hak atas pembayaran ganti
rugi tersebut dalam pasal 3 dibuktikan semata-mata dengan surat bukti
menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri. Ayat (2) Surat bukti tersebut
pada ayat (1) diberikan kepada setiap penumpang yang wajib membayar
iuran bersama pembelian tiket. Pasal 5 Paling lambat pada tanggal 27 dari
setiap bulan, pengusaha dari perusahaan-perusahaan kendaraan tersebut
pada pasal 3 ayat (1) sub a adalah harus menyetorkan hasil penerimaan uang
iuran wajib dari para penumpang kepada Dana Pertanggungan melalui Bank
atau Badan Asuransi yang ditunjuk oleh Menteri. Pasal 6 Investasi dan Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang diatur oleh Menteri. Pasal 7
Jumlah besarnya iuran wajib dan besarnya jumlah ganti rugi tersebut dalam
Pasal 3 ayat (1) sub a serta ketentuan-ketentuan pelaksanaan lainnya dari
undang-undang ini diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undangundang
No. 33 Tahun 1964 dilaksanakan oleh Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun
1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang. Ditegaskan Dalam PP No. 17 Tahun 1965
Pasal 1 sub d “ Iuran Wajib” ialah iuran yang wajib dibayar penumpang alat
angkutan penumpang umum menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah ini.
Ditegaskan pula dalam Pasal 2 ayat (1) Untuk jaminan pertanggungan ini,
tiap penumpang kecelakaan diri dalam Peraturan Pemerintah ini, tiap
penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang
perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan
perkapalan/pelayaran nasional, untuk setiap perjalanan wajib membayar
iuran. Ayat (2) Jumlah iuran wajib yang dimaksudkan, ditentukan ole
Menteri menurut suatu tarif yang bersifat progresif. Pasl 3 ayat (1)
Iuran wajib harus dibayar bersama dengan pembayaran biaya pengangkutan
penumpang kepada pengusaha alat angkutan penumpang umum yang
bersangkutan. Ayat (2) Pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang umum
yang bersangkutan wajib memberi pertanggungan jawab seluruh hasil
pengutan iuran wajib para penumpangnya dan menyetorkannya kepada
perusahaan, setiap bulan selambat-lambatnya pada tangal 27 secara
langsung atau melalui Bank atau Badan Asuransi lain yang ditunjuk oleh
Menteri menurut cara yang ditentukan oleh Direksi Perusahaan.
Pasal 4 Iuran Wajib semata- mata dibuktikan dengan kupon
pertanggungan yang berbentuk dan hal-hal lain mengenainya ditentukan
oleh Menteri. Hal –hal mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan
penumpang, Pasal 7 Iuran-iuran yang terhimpun merupakan dana untuk
memberi jaminan pertanggungan kecelakaan diri kepada penumpang alat
angkutan umum menurut ketentuan-ketentuan berdasarkan, Peraturan
Pemerintah ini dan/atau hukum pertanggungan yang berlaku. Pasal 8 dalam
pertanggungan wajib kecelakaan penumpang diurus dan diakui oleh
Perusahaan Negara, menurut undang-undang No. 19 Prp tahun 1960
tentang Perusahaan Negara, yang khusus ditunjuk oleh Menteri untuk itu.
Perusahaan Negara tersebut merupakan penanggung Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang. Pasal 9 ayat (1) Bagian dari dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang yang tidak/belum akan digunakan dalam
waktu dekat untuk pembayaran ganti kerugian pertanggungan wajib
kecelakaan penumpang, diperbungakan dalam proyek-proyek yang
produktif dimana Pemerintah mempunyai penyertaan modal sepenuhnya
atau sebagian besar secara langsung atau tidak langsung. Ayat (2)
Pelaksanaan perbungaan menurut ayat (1) pasal ini, diselenggarakan oleh
Direksi Perusahaan menurut prinsip-prinsip lebih lanjut yang ditetapkan
oleh/dengan persetujuan/Menteri. Jaminan Pertanggungan Kecelakaan Diri
Bagi Penumpang. Pasal 10 ayat 3 dalam hal cacat yang dimaksudkan dalam
ayat 2 sub b pasal ini, ganti kerugian pertanggungan dihitung menurut daftar
dan ketentuan-ketentuan perhitungan lebih lanjut sebagai berikut :
Tabel 1 : Presentase pembayaran ganti kerugian atas kecelakaan
Penumpang menurut Pasal 10 ayat (3) PP No. 17 Tahun 1965
Pasal 11 Besarnya jumlah pembayaran ganti kerugian
pertanggungan dalam hal kematian, cacat tetap, maksimum penggantian
biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter dan penggantian biaya-biaya
penguburan, sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (2) diatas,
ditentukan oleh Menteri. Pasal 12 ayat (1) yang berhak mendapat ganti
kerugian pertanggungan dalam hal kematian, adalah jandanya/dudanya
yang sah; dalam hal tidak ada janda/duda yang sah, anak-anaknya yang sah;
dalam hal tidak ada janda/duda dan anak-anaknya yang sah; kepada orang
tuanya yang sah. Ayat (2) Dalam hal korban tidak meninggal dunia, ganti
kerugian pertanggungan diberikan kepada korban. Ayat (3) Hak untuk
mendapat pembayaran ganti kerugian pertanggungan berdasarkan Undang-
undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang Jo. Peraturan Pemerintah ini, tidak boleh diserahkan kepada
pihak lain, digadaikan atau dibuat tanggungan pinjaman, pun tidak boleh
disita untuk menjalankan pailisemen.
Penuntutan Pembayaran Ganti Kerugian Pertanggungan Pasal 15
ayat (1), Direksi Perusahaan mengatur cara melaksanakan pembayaran ganti
kerugian pertanggungan berdasarkan pasal 10 diatas secara mudah tanpa
pembebanan pada yang berhak, menurut petunjuk/dengan persetujuan
Menteri. Pasal (2) Untuk keperluan melayani tuntutan-tuntutan pembayaran
ganti kerugian pertangungan, pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang
umum, Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri berdasarkan
persetujuan dengan menteri yang bersangkutan, dan pihak-pihak lain yang
ditunjuk oleh Direksi Perusahaan, bertindak sebagai Badan Pembantu
dalam hal pelayanan tuntutan-tuntutan ganti kerugian pertanggungan
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 16 Tuntutan –tuntutan ganti
kerugian pertanggungan harus diajukan kepada Perusahaan dengan/tanpa
perantara pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang umum yang
bersangkutan dalam waktu enam bulan sesudah terjadi kecelakaan
bersangkutan. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
415/KMK.06/2001 tentang Penetapan Santunan Dan Iuran Wajib Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang
Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara.
Bahwa dalam rangka memberikan perlindungan kepada penumpang sebagai
akibat dari kecelakaan-kecelakaan yang terjadi selama di dalam alat
angkutan yang ditumpanginya, dipandang perlu meningkatkan besarnya
santunan yang diberikan kepada penumpang alat angkutan penumpang
umum di darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan laut serta di udara yang
diimbangi dengan peningkatan besarnya Iuran Wajib Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang. Pasal 1 ayat (1) Penumpang yang menjadi
korban akibat kecelakaan selama berada di dalam alat angkutan penumpang
umum di darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan, dan di laut atau ahli
warisnya berhak memperoleh santunan. Ayat (2) jumlah santunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan sebagai berikut : a. Ahli
waris dari penumpang yang meninggal dunia berhak memperoleh santunan
sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). b. Penumpang yang
mendapat cacat tetap berhak memperoleh santunan yang besarnya dihitung
berdasarkan angka prosentase sebagaimana ditetapkan dalam pasal 10 ayat
(3) Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 dari dasar santunan meninggal
dunia sebagaimana dimaksud dalam huruf (a). c. Penumpang yang
memerlukan perawatan dan pengobatan berhak memperoleh penggantian
biaya perawatan dan pengobatan dokter maksimum sebesar Rp. 5.000.000,-
(lima juta rupiah). 154 Pasal 3 Dalam hal penumpang yang meninggal dunia
akibat kecelakaan selama berada dalam alat angkutaan penumpang umum
di darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan, laut dan udara tidak
mempunyai ahli waris, kepada pihak yang menyelenggarakan penguburan
diberikan penggantian biaya penguburan sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah). Pasal 4 ayat (1) Setiap penumpang yang menggunakan alat
angkutan penumpang umum di darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan,
laut dan udara untuk setiap kali perjalanan diwajibkan membayar iuran
wajib dana pertanggungan kecelakaan penumpang. Ayat (2) Jumlah iuran
wajib dana pertanggungan kecelakaan penumpang yang menggunakan alat
agkutan penumpang umum di darat, ditentukan sebagai berikut : a.
Kendaraan bermotor umum sebesar Rp. 60,- (enam puluh rupiah). b. Kereta
api sebesar Rp. 60,- (enam puluh rupiah). Dalam pelaksanaanya pungutan
iuran wajib di bebankan pada setiap pengusaha/pemilik alat angkutan
umum, untuk selanjutnya di setorkan selambat-lambatnya setiap tanggal 27
untuk setiap bulan kepada PT Jasa Raharja (Persero) atau Cabang,
perwakilan atau badan lain yang ditunjuk. Demikianlah dasar pelaksanaan
PT Jasa 155 Raharja (Persero) dalam melaksanakan tanggung jawab
perusahaan asuransi kerugian yang bersifat sosial sebagaimana ditegaskan
dalam Undang-undang No. 33 Tahun 1964 da PP No. 17 Tahun 1965 serta
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indinesia No. 415/KMK.06/2001
tanggal 17 Juli 2001. Pada Tanggal 2 Juni 2006 Jam 10.00 – 12.00 Wib,
peneliti berdialog dengan Penanggung jawab jasa raharja di SAMSAT
Kabupaten Semarang Budi Pramono137, beliau menjelaskan secara rinci
bahwa di tentukan setiap kendaraan penumpang umum mikro bus setiap
bulan jatuh tempo tangal 27 membayar sebesar Rp. 54.000,- (lima puluh
empat ribu rupiah). Sedangkan kendaraan penumpang umum Bus setiap
bulan membayar iuran wajib asuransi jasa raharja sebesar Rp. 74.000,- (
tujuh puluh empat ribu rupiah).
Pernyataan Pimpinan PT Jasa Raharja (Persero) itu identik dengan
penelitian penulis saat berdialog dengan Sudaryanto138, Pimpinan PO
Putra Palagan pengusaha angkutan umum mikro Bus yang berkedudukan di
Ambarawa. Beliau mengungkapkan secara umum bahwa Mikro Bus
miliknya yang berjumlah sebanyak 92 unit, selalu membayar sebesar Rp.
54.000,- (lima puluh empat ribu rupiah) perbulan dan dibayarkan setiap
tanggal 27 pada setiap 137 Budi Pramono, Dialog, Tanggal 2 Juni 2006 138
Sudaryanto, Dialog dengan Pimpinan PO Putra Palagan tanggal 12 Juni
2006 156 bulannya. Ditegaskan dalam Pasal 3 ayat 2.
Tabel 2 : Daftar besarnya sumbangan wajib menurut jenisnya.

Pemupukan dana sumbangan wajib tersebut akan dilimpahkan kepada


perlindungan jaminan rakyat banyak, yaitu diantaranya adalah korban
kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor. Berhubung dengan itu penggunaan dana yang tersedia bagi
investasi harus diatur oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Guna
mengatur penggunaannya tersebut secara efektif dan efisien, maka dana-
dana yang dapat diinvestasikan, dipusatkan dalam suatu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau Perusahaan Negara yaitu PT Jasa Raharja (Persero),
sehingga terjaminlah kedua tujuan dari pemupukan dana-dana tersebut
yaitu:
1. Untuk sewaktu-waktu dapat menutup akibat keuangan disebabkan
kecelakaan lalu lintas jalan;
2. Tetap tersedianya, “ investible-funds” yang dapat dipergunakan
oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk tujuan produktif yang
non –inflatoir.

Pelaksanaan Undang-undang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana


Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Pasal 2 ayat (1) Pengusaha/pemilik alat
angkutan lalu lintas jalan diharuskan memberi sumbangan wajib setiap
tahun kepada Dana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (2). Jumlah
sumbangan wajib tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ayat (3). Dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan pengecualian dari
sumbangan wajib seperti termaksud pada ayat-ayat (1) dan (2) diatas dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 3 Paling lambat pada akhir setiap bulan
juni, pemilik/pengusaha alat angkutan seperti dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1), harus sudah membayar sumbangan wajibnya mengenai tahun yang
sedang berjalan dengan cara yang ditentukan oleh menteri, namun dalam
pelaksanaannya pembayaran sumbangan wajib bersamaan dengan
pembayaran pajak kendaraan bermotor pada SAMSAT Kabupaten/Kota di
wilayah Propinsi Jawa Tengah. Peraturan Pemerintah No. 18 Taun 1965
Tentang Ketentuan –Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan. Pasal 2 ayat (1) Tiap pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan
diwajibkan memberi sumbangan setiap tahunnya untuk Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. Jumlah sumbangan wajib tersebut ditentukan oleh
Menteri menurut suatu tarip yang bersifat progresif. (2) Pengusaha/pemilik
sepeda motor/kumbang dengan isi selinder 50 cc, atau kurang, kendaraan
ambulance, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah dan kereta
api, dibebaskan dari sumbangan wajib. Pasl 3 Sumbangan wajib untuk
sesuatu tahun takwin harus sudah dibayar lunas selambat-lambatnya pada
akhir bulan Juni tahun yang bersangkutan. Ayat Waktu dan cara
pembayaran sumbangan wajib diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 4
Sumbangan wajib dibuktikan semata-mata dengan suatu bukti yang bentuk
dan hal-hal lain mengenainya ditetapkan oleh Menteri.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :


416/KMK.06/2001 tentang Penetapan Santunan dan Sumbangan Wajib
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Pasal 3 Pengusaha /pemilik alat
angkutan lalu lintas jalan diwajibkan membayar sumbangan wajib dana
kecelakaan lalu lintas jalan setiap tahun. Ayat (1) Jumlah sumbangan wajib
dana kecelakaan lalu lintas jalan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1). Pasal
4 Setiap jenis kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dikenakan
biaya penggantian pembuatan Kartu Dana/Sertifikat sebesar Rp. 3.000,-
(tiga ribu rupiah). Pasal 5 ayat (1) Pelunasan sumbangan wajib dana
kecelakaan lalu lintas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal jatuh tempo
pengesahan ulang tahunan atau pendaftaran/perpanjangan ulang.

Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku. (1) Dalam hal pembayaran
sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan dilakukan setelah
melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
dikenakan denda sebesar 100 % (seratus persen). (2) Dengan tidak
mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan (2), direksi perusahaan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan dana
kecelakaan lalu lintas jalan ini dapat menyesuaikan batas waktu penetapan
dan besar denda sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan dengan
mempertimbangkan kondisi daerah setempat. Sistem pengelolaan penarikan
sumbangan wajib PT Jasa Raharja (Persero) menjalin hubungan dengan
instansi terkait, dengan harapan akan terjadi komunikasi yang seimbang dan
hubungan yang sinergis.

Sebagaimana Instruksi bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan,


Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor Ins/03/M/X/1999,
Nomor 29 Tahun 1999 dan Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan
Sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap (SAMSAT) dalam
penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, tanda coba kendaraan
bermotor dan pungutan pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor serta sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas
jalan142. Selanjutnya adalah Surat Keputusan Bersama Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi
Daerah, dan Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) No. :
Skep/06/X/1999, Nomor : 973-1228, dan Nomor : SKEP/02/X/1999 tentang
: Pedoman tata laksana sistem administrasi manunggal dibawah satu atap
dalam penerbitan surat tanda nomor kendaraan bermotor, surat tanda coba
kendaraan bermotor, tanda nomor kendaraan bermotor, tanda coba
kendaraan bermotor dan pungutan pajak kendaraan bermotor, bea balik
nama kendaraan bermotor serta sumbangan wajib dana kecelakaan lalu
lintas jalan. Ditegaskan dalam Bab II huruf B. Aparat pelaksana dan
koordinator. 1. Aparat pelaksana Kantor Bersama SAMSAT terdiri dari
unsur Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah, Dinas Pendapatan Daerah
Propinsi dan PT Jasa Raharja (Pesero) Cabang. 2. Penanggung jawab
kegiatan : Unit pelayanan Dipenda dan Polri b. Unit administrasi Dipenda,
Polri dan Jasa Raharja c. Unit pembayaran Dipenda (Bendaharawan
SAMSAT) d. Unit percetakan Dipenda Polri e. Unit penyerahan Polri f. Unit
arsip Polri dan Dipenda g. Unit informasi Polri dan Dipenda. Selanjutnya
ditegaskan dalam Bab III Administrasi SAMSAT Huruf G. Sumbangan
Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) 1. Pembayaran
(Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) SWDKLLJ yang
tertera pada (Surat Keterangan Pajak Daerah) SKPD juga berfungsi sebagai
pengganti polis asuransi (sertifikat). 2. Pembayaran (Sumbangan Wajib
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) SWDKLLJ yang tertera pada lembar
(Buku Tanda Coba Kendaraan) BTCK juga berfungsi sebagai pengganti
polis asuransi (sertifikat) Dengan penegasan ketentuan Undang-undang No.
34 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 serta
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
416/KMK.06/2001, fungsi tersebut harus dijalankan sebagaimana mestinya.

Tentang Penetapan Santunan dan Sumbangan Wajib Dana


Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Untuk melaksanakannya PT Jasa Raharja
(Persero) menempatkan para petugasnya di setiap Kantor SAMSAT sebagai
penanggung jawab jasa raharja. Ketentuan Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah serta keputusan bersama dalam upaya penyederhanaan
pelaksanaan dilapangan dan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan
demikian maka PT Jasa Raharja sangat konsisten dengan peraturan tersebut
terbukti penempatan petugasnya di setiap SAMSAT Kabupaten /Kota,
petugas jasa raharja selain menerima sumbangan wajib juga melayani klaim
asuransi jasa raharja dalam batas memeriksa perlengkapan administrasi
klaim asuransi dan memberikan petunjuk. Sistem penerimaan dana
sumbangan wajib menjadi satu oleh bendahara SAMSAT dan petugas jasa
rahrja tinggal cek atas berapa jumlah pembayar iuran berdasarkan jumlah
wajib pajak kendaraan bermotor. Kemudian sebelum disetor ke Dipenda
Kabupaten/Kota telah dipisahkan terlebih dahulu sesuai dengan data
administrasinya untuk selanjutnya di terimakan kepada petugas PT Jasa
Raharja (Persero). Akhirnya disetor kepada Bank yang telah ditunjuk atu PT
Jasa Raharja (Persero).

Dana terhimpun selanjutnya akan disalurkan kembali kepda


korban/ahli waris korba kecelakaan di jalan raya melalui santunan jasa
raharja yang besarnya telah di tentukan sebagaimana keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia. Selain dari pada itu dana sumbangan wajib
tersebut juga sangat bermanfaat bagi pembangunan nasional. Sebagaimana
diamanatkan Undang-undang No. 34 tahun 1964. 1.4. Kerjasama PT Jasa
Raharja (Persero) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Undang-
undang No. 34 Tahun 1964 dan PP No. 18 Tahun 1965, telah
mengamanatkan kepada PT Jasa Raharja (Persero) untuk bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan pemupukan dana
sumbangan wajib. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum
dan Otonomi Daerah, dan Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) No. :
Skep/06/X/1999, Nomor : 973-1228, dan Nomor: SKEP/02/X/1999 Tangal
15 Oktober 1999. Ditegaskan dalam Bab I tentang Pendahuluan bahwa :

1. Bahwa pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal di Bawah


Satu Atap (SAMSAT) telah mampu meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban di bidang
pendaftaran kendaraan bermotor, pembayaran pajak kendaraan
bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB)
dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan
(SWDKLLJ).
2. Pada dasarnya SAMSAT harus ada pada setiap Kabupaten dan
Kota, dengan memperhatikan situasi, kondisi dan kebutuhan
daerah yang bersangkutan.
3. Pedoman tata laksana ini mengatur mekanisme penerbitan Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor (STCK), Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (TNKB), Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB),
dan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) serta Sumbangan Wajib
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) kepada
masyarakat Baik pada saat pendaftaran kendaraan bermotor baru,
perpanjangan, pengesahan, dan lain-lain sesuai dengan Peraturan-
Pemerintah No. 44 Tahun 1993.
4. Dalam pelaksanaan pelayanan di Kantor Bersama SAMSAT
masing-masing instansi dalam hal ini Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pemerintah Daerah Propinsi dan PT Jasa Raharja
(Persero) tetap berwenang dan bertanggung jawab sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
5. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993
ditetapkan bahwa :
a. Sebagai bukti pendaftaran diberikan Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB), STNK dan TNKB.
b. Masa berlaku STNK adalah 5 (lima ) tahun, setiap
tahun diadakan pengesaha kembali dan tidak
diganti.
c. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 jam
sejak permohonan diterima secara lengkap harus
diberikan bukti pendaftaran kepada pemohon atau
menolak permohonan pendaftaran.
d. Setelah permohonan pengesahan STNK diterima
secara harus sudah diberikan kepada pemohon.
lengkap oleh pelaksana pendaftaran kendaraan
bermotor dan pemohon menunjukkan bukti
pelunasan pembayaran PKB dan SWDKJJL, pada
hari itu juga STNK yang telah disahkan
e. Pengesahan STNK dilakukan setelah PKB, BBN-
KB dan SWDKJJL dibayar.
f. Apabila identitas pemilik berubah, spesifikasi teknis
kendaraan bermotor berubah, STNK hilang, rusak
dan beroperasi 3 (tiga) bulan terus menerus di
daerah lain, harus diadakan perubahan atau
penggantian STNK di daerah.
Maksud dan tujuan kerjasama tersebut adalah untuk :
1. Maksud diterbitkan Pedoman Tata Laksana ini
merupakan pedoman bagi aparat pelaksana agar
memiliki persepsi dan tindakan dalam memberikan
pelayanan di Kantor Bersama SAMSAT.
2. Tujuan diterbitkanna Pedoman Tata Laksana ini
adalah untuk meningkatkan pelayanan dalam
penerbitan STNK, STCK, TNKB, TCKB, dan
pemungutan PKB, BBN-KB serta SWDKJJL di
Kantor Bersama SAMSAT.
Ruang lingkup Pedoman Tata Laksana ini meliputi wadah,
sistem, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia dan
pembentukan TIM Pembina SAMSAT Pusat dan Daerah.
Didalam hubungan yang baik tersebut pihak PT Jasa Raharja
(Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga
memberikan kontribusi berupa biaya operasional kepada
Pemerintah Daerah yang diatur dalam, Pengorganisasian
ditegaskan dalan huruf K tentang Dana Pendukung Kegiatan
SAMSAT.
Penegasan tersebut tertuang dalam angka 4 bahwa, PT Jasa
Raharja (Persero) memberika bantuan biaya operasional
pelaksanaan SAMSAT yang ditetapkan oleh Direksi PT Jasa
Raharja (Persero) 170 Berdasarkan data tersebut diatas kerjasama
antara PT. Jasa Raharja (Peresero) dengan Pemerintah Daerah telah
berjalan dengan baik. Sehingga mencapai pada tingkat para petugas
yang berada di setiap SAMSAT Kabupaten/Kota. Dilain pihak
pelayanan pada Kantor Bersama ini juga sangat membantu
masyarakat dalam upaya sadar hukum dalam memenuhi
kewajibannya sebagai warga negara yang taat akan hukum,
khususnya dalam hal pembayaran pajak kendaraan bermotor dan
kewajiban membayar sumbangan wajib jasa raharja.
Tentunya kerjasama yang sudah baik ini perlu dipelihara agar
terjadi sinergitas dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat. Oleh sebab itu boleh dikatakan bahwa hubungan PT
Jasa Raharja (Persero) dari tingkat Pusat di Jakarta sampai pada
tingkat Cabang dan perwakilan sudah cukup baik dan harmonis.
Kerjasama tersebut merupakan pelaksanaan dari Undang-
undang No. 34 Tahun 1964 dan PP No. 18 Tahun 1965 secara
efektif, efisien dan konsekuen. Sehingga terjadi hubungan kerja
yang saling mendukung dan saling ketergantungan di dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Selanjutnya
masyarakat dalam memenuhi kewajibannya merasa mudah dan
cepat. Akhirnya pihak PT Jasa Raharja (Persero) merasa bekerja
dalam memungut sumbangan wajib dan melayani korban yang
mengurus jasa raharja juga terjamin.
Gambar 10: MEKANISME PELAYANAN PADA KANTOR SAMSAT
GAMBAR 11 : MEKANISME KEPENGURUSAN SANTUNAN JASA RAHARJA
Maksud dan tujuannya mekanisme tersebut adalah sebagai pedoman
bagi Polri dan PT Jasa Raharja (Persero) untuk meningkatkan pelayanan
santunan bagi korban/ahli waris korban kecelakaan lalu lintas di jalan raya
dalam pengurusan santunan jasa raharja. Berpedoman pada peraturan
tersebut diatas, maka PT Jasa Raharja (Persero), menetapkan sistem
pelayanan santunan jasa raharja kepada setiap korban /ahli waris korban
dengan pola terpadu. Kepolisian (Satuan lalu lintas) selaku petugas yang
memberikan pertolongan awal dan pengajuan administrasi kepengurusan
santunan kepada PT Jasa Raharja (Persero). Dengan harapan bahwa
santunan tersebut tepat sasaran dan tepat pada waktunya. Kerjasama terpadu
tersebut sebagai implementasi dari Undang-undang No. 33 Tahun 1964
tentan Dana Pertanggngan Wajib Kecelakaan penumpang dan PP No. 17
Tahun 1965 tentang Ketentuan–Ketentuan Pelaksanaan Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan penumpang. Serta Undangundang No. 34
Tahun 1964 tentang Dana kecelakaan lalu lintas jalan dan Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuanketentuan pelaksanaan
dana kecelakaan lalu lintas jalan. PT Jasa Raharja (Persero) cabang
Semarang, berpedoman pada keputusan kerjasama diatas dilanjutkan
dengan pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah dalam upaya pelaksanaan
dan pelayanan santuna jasa raharja. Dengan pola kerjasama tersebut sebagai
wujud kebersamaan dalam pelayanan terhadap masyarakat khususnya bagi
mereka yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pada Undang-
undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia maka
Pasal 13 Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
a. memelihara keamanan dan keteriban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Dengan demikian maka kerjasama antara
Kepolisian Daerah Jawa Tengan dengan pihak PT Jasa Raharja
(Persero) Cabang semarang akan semakin solit dan semakin
sinergis dalam upaya saling mendukung. Selanjutnya akan di
sajikan sistem dan syaratsyarat serta cara pengurusan santunan
jasa raharja adalah sebagai berikut :
Syarat-syarat pengajuan santunan jasa raharja
A. Untuk korban meninggal dunia tanpa biaya rawat.
1. Laporan Polisi dan sketsa gambar.
2. Surat kematian dari Rumah Sakit.
3. Surat keterangan ahli waris diisi dan disahkan oleh
Lurah/Kepala Desa (blangko disediakan jasa
raharja).
4. Photo copy KTP korban dan ahli waris korban.
5. Photo copy kartu keluarga.
6. Photo copy surat nikah bagi korban yang telah
menikah.
7. Akte kelahiran bagi korban yang belum menikah
B. Untuk korban luka-luka
1. Laporan polisi dan sketsa gambar.
2. Kwitansi asli dan sah atas biaya perawatan
/pengobatan dari Rumah Sakit/Dokter/apotik sesuai
resep dokter yang merawat.
3. Keterangan kesehatan Dokter yang merawatnya
(blangko di sediakan jasa raharja).
4. Photo copy KTP korban.
5. Surat kuasa bermeterai cukup dari korban kepada
penerima santunan (bila dikuasakan) diketahui
ketua RT tempat tinggal korban dan photo copy
KTP penerima santunan.
6. Untuk kwitansi biaya perawatan atas nama orang
lain/PO sebagai pihak yang membiayai perawatan
diperlukan Surat kuasa seperti tersebut no. 4.
7. Photo copy surat rujukan (apabila korban pindah
rumah sait lain)
C. Untuk Korban Cacat Tetap.
Seperti tersebut pada huruf B dan Surat keterangan Cacat
Tetap dari dokter yang merawat.
D. Untuk Korban Luka –luka kemudian meninggal dunia
1. Laporan Polisi dan sketsa gambar.
2. Kwitansi asli dan sah atas biaya perawatan
/pengobatan dari rumah sakit/dokter/apotik sesuai
resep dokter yang merawatnya.
3. Keterangan kesehatan dokter yang merawat
(Blangko disediakan jasa raharja).
4. Photo copy surat rujukan (apabila korban pindah
rumah sakit lain).
5. Surat Keterangan ahli waris diisi dan disahkan oleh
Lurah/Kepala Desa (blangko disediakan jasa
raharja).
6. Photo copy KTP ahli waris korban.
7. Photo copy kartu keluarga 196
8. Photo copy Surat nikah bagi orban yang telah
menikah.
9. Photo copy akte kelahiran bagi korban yang belum
menikah.

Hubungan Perusahaan Asuransi Lain Dengan Perusahaan PT.


Jasa Raharja (Persero) Terhadap Korban/Ahli Waris Korban Pada
Kecelakaan Yang Sama.

Hubungan Perusahaan Asuransi Lain dengan Perusahaan PT Jasa


Raharja (Persero). PT Jasa Raharja (Persero) adalah salah satu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) untuk melaksanakan, penyelenggaraan dana
pertanggngan wajib kecelakaan penumpang dan dana kecelakaan lalu lintas
jalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Undang-
undang No. 33 Tahun 1964 dan Undang-undang No. 34 Tahun 1964 dan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1965. Selanjutnya bagaimanakah
hubungan Perusahaan PT Jasa Raharja (Persero) dengan Perusahaan
Asuransi Lain sesama BUMN.. Secara operasional. Perusahaan- Perusahaan
Asuransi di bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia ini berdiri
sendiri-sendiri serta mempunyai dasar hukum sendiri pula, walaupun
mereka bergerak di bidang asuransi kerugian yang bersifat sosial. Sehingga
secara operasional tidak ada hubungannya sama sekali, hanya secara herarqi
mereka di bawah pembinaan Menteri Keuangan Republik Indonesia
diantaranya adalah :

1. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) Dasar hukum Asuransi


tenaga Kerja (ASTEK) adalah Undang-undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial tenaga Kerja, Lembaran Negara
No. 14 Tahun 1992 yang mulai berlaku sejak tanggal 17 Pebruari
1992. Undang – undang ini dilaksanakan dengan Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPENS) Asuransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPENS) diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai
Negeri Sipil. Lembaran Negara No. 37 Tahun 1981 yang mulai
berlaku tanggal 30 Juli 1981. Peraturan Pemerintah ini
merupakan salah satu peraturan pelaksanaan dari Undang-
undang No. 11 Tahun 1969 Tentang Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/Duda Pegawai.
3. Asuransi Sosial ABRI (ASABRI) Asuransi Soaial ABRI
(ASABRI) diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun
1991 Tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Lembaran Negara No. 87 Tahun 1991 yang mulai
berlaku tanggal 17 Desember 1991.
4. Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES) Asuransi Sosial Kesehatan
(ASKES) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991
tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Beserta
Keluarganya. Lembaran Negara No. 90 Tahun 1991 yang mulai
berlaku tanggal 23 Desember 1991. Diantara keempat
Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang bergerak di bindang Perasuransian tersebut tidak ada
hubungan hukum sama sekali. Namun dalam pembinaannya
tetap sama di bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Di
dalam pelaksanaanya atau operasionalnya juga tidak ada
hubungan hukumnya sama sekali. Undang-undang yang menjadi
dasar juga berbeda sehingga disini nampak adanya pemisahan
yang nyata atas asuransi kerugian yang bersifat sosial yang
dikelola oleh Negara, oleh sebab itu mereka berdiri sediri-sendiri
dan mempunyai tanggung jawa sendiri-sendiri pula. 3.2.
Asuransi SIM atau Asuransi Brata Bakti Polri Kapolda Jawa
Tengah dengan Surat Keputusan No. Pol. :
SKEP/1347.a/XI/1987 tanggal 16 November 1987.

Insruksi Bersama Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan


Menteri Keuangan Nomor : INS/03/M/X/1999, Nomor : 29 Tahun 1999 dan
Nomor : 6/IMK.014/1999 tentang, tentang pelaksanaan SAMSAT155. Gambar
12 : Sistem Dukungan Dari Pemerintah Pusat Hingga Pemerintah Daerah
Pertanggungan wajib yang diatur dalam Undang-undang No. 33 Tahun
1964 dan Undang-undang No. 34 Tahun 1964, sebenarnya tidak dapat digolongkan
dalam suatu pertanggungan kerugian yang murni sebab walaupun di dalam undang-
undang itu terkandung butir “ penggantian kerugian”, setelah dicermati dalam
pasal-pasal 10,11,12,15 dan 16 dan beberapa pasal lainnya yang terkandung dalam
pasal 4 Undang-undang No. 34 Tahun 1964, undang-undang tersebut cukup jelas
bahwa peristiwaperistiwa yang menimbulkan penggantian kerugian dalam dua jenis
pertanggungan wajib adalah peristiwa kematian dan cacat sebagai akibat dari
kecelakaan lalu lintas di jalan raya. 268 Bila seseorang mati atau mengalami cacat
tetap sebagai akibat dari kecelakaan alat angkutan umum, saat mana dia sebagai
penumpang, atau sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas jalan, untuk itu korban
atau ahli waris korban mendapatkan santunan jasa raharja berupa sejumlah uang,
jika korban meninggal dunia ahli warisnya berhak mendapatkan uang tunai sebesar
Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Sedangkan cacat tetap santunan jasa raharja sebesar biaya opname di


Rumah Sakit, pembelian obat dan perawatan dokter sebesar-besarnya Rp.
5.000.000,- ( lima juta rupaih). Sejumlah uang “ganti rugi” tersebut hemat penulis
tidak dapat disamakan dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh
korban atau ahli waris korban sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, sehingga
menjadi mati atau cacat tetap. Sebab kematian atau cacat tetap seseorang tidak dapat
diukur dengan nilai sejumlah uang sebagai ganti rugi pertanggungan jasa raharja.
Apalagi jika sejumlah uang diatas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia Tahun 2001, tentunya sudah tidak relefan dan memadai untuk
biaya pengobatan sekarang, karena terjadi perubahan harga di seluruh sektor
perekonomian nasional, seiring dengan jatuhnya niali rupiah terhadap dolar US dan
naiknya bahan bakar minyak dunia.

Oleh sebab itu tentunya Keputusan Menteri Keuangan yang mengaturnya


tersebut patut untuk ditinjau kembali penuh dengan kearifan dan keiklasan 269
dengan mengingat kepentingan bangsa dan negara, serta masyarakat yang lemah,
berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dewasa ini. Kerugian yang diakibatkan
kecelakaan di jalan raya, sehingga mengakibatkan hilangnya anggota badan tidak
dapat dinilai dengan sejumlah uang ganti rugi.

Kematian dan cacat tetapnya, korban kecelakaan di jalan raya juga tidak
sepantasnya jika dibandingkan dengan hilangnya sebuah benda miliknya yang
dipertanggungkan. Sebuah benda tersebut tentunya dapat ditaksir atau bila mungkin
dapat dipastikan harganya, dan selanjutnya dapat diganti dengan yang baru. Dengan
demikian maka santunan sebagai penggantian kerugian dari PT Jasa Raharja
(Persero) yang diberikan dapat disesuaikan dengan kerugian yang sebenarnya.
Santunan jasa raharja yang identik dengan penggantian kerugian sebagaiman di
jelaskan diatas adalah pertanggungan wajib yang diatur dalam Undang-undang No.
33 Tahun 1964 dan Undang-undang No. 34 Tahun 1964. Santunan jasa raharja
sebagai penggantian kerugian dalam pertanggungan wajib ini adalah hasil
penetapan pemerintah sendiri tanpa memperhitungkan kematian dan cacatnya
seseorang akibat dari kecelakaan tersebut. Memang kita sadari benar bahwa berat
ringannya kematian dari sebuah keluarga dan cacat tetapnya seseorang hanya dapat
dirasakan oleh keluarga atau orang itu sendiri.

Oleh sebab itu maka, PT Jasa Raharja (Persero) seharusnya sudah mulai
mau membuka diri untuk mau menerima masukan dan mengevaluasi kembali ganti
kerugian yang diberikan kepada korban atau ahli waris korban dengan berbagai
pertimbangan rasional atas kenaikan biaya hidup dewasa ini. Pertanggungan
kerugian sesungguhnya penggantian kerugian, itu seharusnya disetarakan agar
seimbang dengan kerugian akibat dari kecelakaan itu sendiri, sehingga terjadi
keseimbangan antara derita dengan jumlah penggantian kerugian yang berupa
santunan jasa raharja.

Mr. T.J. Dohout Mees163 berpendapat bahwa, Pertanggungan wajib itu


sebenarnya adalah tergolong pertanggungan orang (persoons verzekering) atau
sommen verzekering (pertanggungan jumlah) atau pertanggungan yang tidak
sesungguhnya. Dengan demikian maka pertanggungan wajib yang diselenggarakan
oleh PT Jasa Raharja (Persero) adalah sebagai pertanggungan orang, oleh sebab itu
obyek pertanggungannya adalah orang, sedangkan yang dimaksud dengan
pertanggungan jumlah adalah jumlah ganti rugi yang diterima oleh korban atau
ahliwaris korban sebagai tertanggung, ternyata sudah ditentukan oleh perusahaan
penanggung melalui penetapan pemerintah, dengan demikian sangat ironis jika
kerugian yang diterima korban dibandingkan dengan jumlah santunan jasa raharja
yang diterimakannya.

Bila dilihat dari kontek 163 Mr. T.J. Dohou Mees, 1953, Kort begrip V/h
Ned, Handelsrecht, hal 187. dan Mr. Dr. H. F. A. Volmar, 1953, Het Nederlands
Handelsrecht, hal. 352 271 pertanggungan sosial ( social insurance) semestinya
santunan jasa raharja itu dapat memberikan jaminan sosial tertentu kepada korban
atau ahli waris korban secara layak, sebagai bukti atas jaminan perlindungan negara
kepada rakyatnya yang sedang menerima musibah dan penderitaan. Sebenarnya
bila dicermati pertanggungan sosial mengandung dua unsur utama yang sangat
dominan, yaitu unsur menabung dan unsur tidak menabung sebagaimana
ditegaskan dalam Undang-undang No. 33 dan 34 Tahun 1964 beserta Peraturan
pemerintah No. 17 dan 18 Tahun 1965. Pertanggungan sosial yang bersifat
menabung mempunyai maksud bahwa pada saatnya nanti, peserta yang telah
membayar iuran akan mendapatkan hasil sejumlah tabungannya. Selanjutnya
adalah Pertanggungan sosial yang tidak mempunyai sifat menabung, bermakna
bahwa peserta yang membayat iuran pada saatnya nanti yang telah ditetapkan, tidak
selalu akan mendapatkan hasil tabungannya.

Hak dan kewajiban masyarakat, dalam Undang-undang No. 33 Tahun 1964


berkaitan dengan penguasa dana sebagai pihak penanggung, yang ditentukan pula
dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965. Ditegaska dalam pasal 1 sub e
sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa PT Jasa Raharja (Persero) sebagai
penguasa dana- dana yang terhimpun melalui iuran wajib ditegaskan dalam pasal 3
dan PP No. 17 Tahun 1965 pasal 3,4 dan 7 serta Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia 272 No. 415.KMK.06/2001 Pasal 4. Dengan demikian dana
terhimpun menjadi milik PT Jasa Raharja Secara Utuh, sehingga pengelolaannya
tergantung juga kepadanya.
Undang-undang dan peraturan lainnya merupakan alat dalam pengelolaan
operasional Perusahan Negara ini. Selanjutnya adalah, termaktup pada pasal 2 ayat
(1) untuk jaminan pertanggungan kecelakaan dari dalam Peraturan Pemerintah ini,
tiap penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan
penerbangan nasional, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, untuk
tiap perjalanan wajib membayar suatu iuran. Ayat (2) Jumlah iuran wajib yang
dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditentukan oleh Menteri menurut suatu tarip yang
bersifat progresif. Pasal 2 PP No. 17 Tahun 1965 ini adalah suatu usaha yang
berbentuk Perusahaan Negara sebagaimana ditegaskan dalam pasal 8 Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang diurus dan dikuasai oleh suatu
Perusahaan Negara, menurut Undang-undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang
Perusahaan Negara, yang khusus ditunjuk oleh Menteri untuk itu. Perusahaan
Negara tersebut merupakan penanggung Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang. Selanjutnya dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang
dikuasai oleh Perusahaan Negara yaitu PT Jasa Raharja (Persero).

Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 Undang-undang No. 9 Tahun 1969


adalah Perusahaan yang khusus ditunjuk oleh Menteri, Perusahaan tersebut 273
adalah PT Jasa Raharja (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
berkedudukan sebagai penanggung Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
dan penguasa dana pertanggungan. Perusahaan negara yang khusus ditunjuk oleh
Menteri, sebagaiman ditegaskan dalam Undang-undang No. 33 tahun 1964 beserta
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 menegaskan bahwa, yang dimaksud
dalam pasal 1, ditetapkan menteri adalah Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan
dan Pengawasan/Menteri P3, yang dipegang oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Selanjutnya dengan Surat Keputusan menteri urusan pendapatan,
pembiayaan, dan pengawasan Republik Indonesia Nomor BABNI-3-3 menetapkan
: “Menunjuk Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja untuk
melaksanakan penyelenggaraan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah diatur oleh undang-undang No. 33 Tahun 1964 dan Undang-
undang No. 34 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1965” 165
Dengan demikian maka PT Jasa Raharja (Persero) diberikan tugas dan
tanggungjawab untuk menyalurkan santunan jasa raharja kepada korban atau
ahliwaris korban kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Selanjutnya seiring dengan
perkembangan dan tuntutan jaman Maka pT Jasa Raharja (Persero) menjadi satu-
satunya Perusahan asuransi yang melayani santunan asuransi kecelakaan di jalan
raya.

Melalui pola tersebut, PT Jasa Raharja (Persero) senantiasa berusaha


menyajikan pelayanan kepada masyarakat yang terbaik, selanjutnya untuk
mendapatkan angka kecelakaan yang secepatnya dengan cara menugaskan petugas-
petugas PT Jasa Raharja (Persero ) di lapangan untuk lebih pro aktif. Kerja sama
PT Jasa Raharja (Persero) dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia yang
dituangkan dalam keputusan bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) dengan No. Pol. :
KEP/IV/2004, Nomor : SKEB/06/IV/2001 tanggal 22 April 2004 itu menjadi
pijakan pelayanan dan operasional PT Jasa Raharja dalam memberikan pelayanan
terbaiknya kepada masyarakat khususnya yang sedang dan telah mengalami
kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

Dengan demikian maka, seluruh ketentuan yang berkaitan dengan iuran,


sumbangan wajib dan penyaluran santunan telah ditentukan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 415/KMK.06/2001 tentang penetapan santunan dan iuran
wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang
umum. Sehingga PT Jasa Raharja (Persero) adalah suatu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang mendapat tugas dan tanggung jawab untuk itu. Namun
demikian menurut PT.Jasa Raharja (Persero) adalah merupakan perusahaan
asuransi yang ditunjuk pemerintah untuk 155 Penjelasan Nasir Hamka, Ka Humas
PT Jasa Raharja Tanggal 11 Mei 2006 di Semarang 285 melaksanakan Undang-
undang No. 33 Tahun 1964 dan Undang-undang No. 34 Tahun 1964, harus dapat
memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat, khususnya yang sedang
dan telah mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya dan dalam pengurusan
untuk mendapatkan hak atas santunan asuransi jasa raharja. Selama ini PT Jasa
Raharja (Persero) sudah banyak menyantuni korban kecelakaan dari alat angkutan
umum baik di darat, laut maupun udara. Selain itu juga korban yang di tabrak oleh
kendaraan bermotor dan kereta api. Santunan yang diberikan kepada korban dan
atau ahli waris korban adalah berwujud uang tunai sesuai yang ditetapka oleh
Peraturan Menteri Keuangan Repblik Indonesia No. 416/KMK.06/2001 dan
416/KMK.06/2001 tentang penetapan santunan dan iuran wajib dana
pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum di
darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan, laut dan udara.laut dan udara tanggal 17
Juli 2001. Namun jika dicermati sekali lagi bahwa keputusan Menteri Keuangan
tersebut sudah waktunya untuk ditinjau kembali. ,

Keputusan Menteri untuk saat ini sudah tidak adil dan tidak manusiawi.
Sementara ini mengenai asal sumber dana Asuransi Jasa Raharja adalah dana
tersebut berasal dari premi atau iuran wajib dari penumpang alat angkutan umum
yang dihimpun oleh sementara waktu oleh para pengusaha, 286 karena dana
tersebut disatukan dengan ongkos satu tiket/karcis penumpang. Sumber dana
berikutnya berasal dari premi atau sumbangan wajib dari pemilik atau pengusaha
kendaraan bermotor yang dibayarkan pada saat membayar Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) di SAMSAT Kabupaten/Kota dimana mereka berkedudukan
sehingga seharusnya semua korban kecelakaan dijalan raya berhak mendapatkan
santunan jasa raharja. Bila terdapat kecelakaan lalu lintas di jalan raya
mengakibatkan korban meninggal dunia, maka yang menerima santunan jasa
raharja adalah ahli waris korban yang terdiri dari janda /duda dari korban, anak-
anak yang sah dari korban, dan orang tua yang sah dari korban yang meningal dunia.
Selanjutnya jika didapati korban akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya tidak ada
ahli warisnya maka PT Jasa Raharja (Persero), menyalurkannya santunan biaya
pemakaman kepada pihak yang bertanggung jawab atas pemakaman itu sebesar Rp.
1.000.000,- ( satu juta rupiah ).

Ketentuan ini di dasari oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik


Indonesia No. 415/KMK.06/2001 Pasal 3 dan Keputusan menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 416/KMK.06/2002 Pasal 2 . Bila dicermati secara teliti
keputusan Menteri Keuangan tersebut sangat bertentangan dengan rasa keadilan,
sebagaimana di jamin oleh Undang-undang No. 33 dan 34 Tahun 1964 dan PP No.
17 dan 18 Tahun 1965. Oleh sebab itu perlu adanya suatu formulasi baru untuk
merumuskan keputusan-keputusan tersebut diatas, 287 sama-sama meninggal dunia
tentunya hak yang harus diterima juga harus sama, bukan karena ahli waris ada atau
tidak ada kemudian hanya di santuni sebagai uang penguburan atau pemakaman
saja.

Dengan demikian maka PT Jasa Raharja (Persero) dalam melaksanakan


tugas dan tanggung jawabnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di bidang asuransi, sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang mendasarinya. Namun demikian dalam pencermatan
peneliti masih sangat banyak hal-hal yang perlu diperbaiki disamping sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang asuransi, juga bergerak di bidang sosial,
sehingga tidak bisa serta merta mengedepankan perasuransiannya dengan
melupakan tugas sosial, serta perlu mempertimbangkan besarnya santunan asuransi
sesuai dengan keadaan perkembangan perekonomian dewasa ini. PT Asuransi Jasa
Raharja (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di
bidang perasuransian untuk melaksanakan Undang-undang No. 33 dan 34 Tahun
1964, khususnya adalah petanggungan ganti rugi, namun sangat konsen dengan
bidang sosial. Jika korban/ahli waris korban dinyatakan tidak lengkap atau tidak
berhak berdasarkan ketentuan perundang –undangan, maka korban atau ahli waris
korban masih diberikan kesempatan untuk membuat permohonan bantuan sosial.
Setelah permohonan diterima oleh PT Jasa Raharja (Persero) maka 288 akan segera
di balas dan selanjutnya santunan sosial akan segera direalisasikan. Inilah bentuk
konkrit dari tugas dan tanggung jawab PT Jasa Raharja (Persero) terhadap bidang
sosial. Selanjutnya bagi korban yang diterima pengajuannya oleh pihak PT Jasa
Raharja (Persero) karena kelengkapan administrasi dan karena perundang-
undangan yang mengaturnya segera di bayarkan kepada korban /ahli waris korban
melalui kasir yang tersedia.
Namun karena kedudukan dan tempat tinggal korban atau ahli waris korban
yang berada diluar wilayah wewenangnya PT Jasa Raharja (Persero) cabang atau
perwakilan maka akan diberikan rujukan atau melimpahkan kepada perwakilan
terdekat dengan domisisli korban atau ahli waris korban. Inilah bentuk konkrit
kepedulian PT Jasa Raharja Persero terhadap korban atau ahli waris korban
kecelakaan lalu lintas di jalan raya. PT Jasa Raharja (Persero) dengan Moto Utama
dalam perlindungan, prima dalam pelayanan ternyata konsen dengan Undang-
undang No. 33 dan 34 Tahun 1964.

Karena telah benar-benar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya


sebagai Perusahaan Asuransi pertanggungan kerugian yang bersifat sosial, juga
berfungsi sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap rakyat yang sedang dan telah mengalami musibah
kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Oleh sebab itu PT Jasa Raharja (Persero) bukan
hanya sebagai Badan Usaha Milik Negara 289 (BUMN) yang dipergunakan sebagai
badan untuk memupuk keuangan dari masyarakat saja, tetapi juga sebagai alat
negara pelayan sosial. Tugas dan tanggung jawab PT Jasa Raharja (Persero) adalah
memupuk dana dari masyarakat berupa iuran dan sumbangan wajib berdasarkan
Undang-undang No. 33 dan 34 Tahun 1964 selanjutnya menyalurkannya melalui
santunan jasa raharja kepada korban dan ahli waris korba yang mengalami musibah
kecelakaan alat angkutan umum dan kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Hanya saja
masih sangat disayangkan bahwa belum semua korban kecelakaan di jalan raya dapt
berhasil mendapatkan santunan jasa raharja. Sehingga perlu adanya pembaharuan
dalam pengurusan pengajuan bantuan sosial atau egrasia kepada jasa raharja.
Dengan program tersebut diharapkan setiap korban kecelakaan lalu lintas di jalan
raya berhak atau santunan jasa raharja sekalipun besarnya bervariasi sesuai dengan
kebijakan direksi PT Jasa Raharja (Persero).

Besar harapan kegagalan atau gugurnya hak atas pengajuan santuanan jasa
raharja itu tidak menjadi semakin menakutkan masyarakat sebagai korban
keganasan di jalan raya. Denga demikian maka PT Jasa Raharja (Persero) sebagai
kepanjangan tangan pemerintah terhadap perlindungan terhadap rakyatnya semakin
jelas dan nyata dapat di rasakan oleh masyarakat yang sedang menderita bukan
malah sebaliknya, titik balik yang adalah ketidak percayaan masyarakat.

Ada Beberapa hal yang sebenarnya perlu ditinjau dari hal ini yaitu proses
penyederhanaan klaim asuransi dan proses menyampaikan melalui media baru
berkualitas dapat memberikan nilaiyang paling mudah dalam prosedur klaim jasa
asuransi ini. Mempertimbangkan aspek-aspek terkait sebagaimana berikut ini :

Tabel 4. Aspek yang Perlu Diperhatikan Terkait Kemudahan Prosedural

Analisis Indikator

1. Kognitif 1. Mengetahui Profil “PT. Jasa Raharja” dan


segala jenis asuransi yang di berikan.
2. Mengetahui “UU No.33 Tahun 1964 dan
PP No.17 Tahun 1965”
3. Memahami prosedur dan tata cara closing
ansurance “PT. Jasa Raharja”
4. Memahami prosedur dan tata cara klaim
pada saat terjadi kecelakaan, “PT. Jasa
Raharja”

2. Afektif 1. Menyukai procedural “PT.Jasa Raharja” dan


segala jenis asuransi yang di berikan.
2. Mengerti “UU No.33 Tahun 1964 dan
PP No.17 Tahun 1965”
3. Prosedur closing ansurance sesuai dengan
yang diinginkan oleh masyakarat
4. Kemudahan pada prosedur dan tata cara
klaim pada saat terjadi kecelakaan, “PT.
Jasa Raharja”
3. Konatif 1. Keinginan masyarakat mengikuti program
“PT. Jasa Raharja” dan segala jenis asuransi
yang di berikan.
2. Mengerti segala jenis peraturan dalam
“UU No.33 Tahun 1964 dan
PP No.17 Tahun 1965”
3. Keinginan untuk closing ansurance
berdasarkan bentuk asuransi yang di
tanggungkan baik itu asuransi kendaraan
maupun asuransi jiwa.
4. Pada say proses claim diharapkan tidak
berjangka 3 hari saja.

4. Karakteristik Responden 1. Identitas Responden

2. Pengguna Asuransi atau Bukan


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Proses komunikasi informasi yang diberikan oleh PT. Jasa Raharja yaitu
berupa seminar, talkshow, serta memanfaatkan pengobatan gratis untuk
memperkenalkan dan membuat masyarakat tahu mengenai keberadaan PT.
Jasa Raharja., Banyak masyarakat yang melakukan klaim kepada PT. Jasa
Raharja telah menjalankan prosedur dengan baik, hal ini menunjukkan
bahwa proses klaim dapat dilakukan dengan mudah, proses komunikasi
informasi harus didasarkan pada Pelaksanaan Undang-undang No. 33 tahun
1964 dan Undang-undang No. 34 Tahun 1964 Oleh PT Jasa Raharja
(Persero). PT Jasa Raharja (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang perasuransian. PT Jasa Raharja (Persero)
berdiri tanggal 1 Januari 1965 dengan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun
1965. PT Jasa Raharja Persero dalam pelaksanaannya berdasarkan pada
Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang serta Undang-undang No. 34 Tahun 1964 tentang
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Guna melaksanakan undang-undang
tersebut dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 tentang
Ketentuan Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Di
dalam melaksanakan undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut PT
Jasa Jaharja (Persero) berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 415/KMK.06/2001 tentang penetapan santunan dan
iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan
penumpang umum di darat, sungai/danau, ferry/penyeberangan, laut dan
udara. 328 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
416/KMK.06/2001 tentang Penetapan santunan dan sumbangan wajib dana
kecelakaan lalu lintas jalan. Sebagai wujud tanggung jawabnya PT Jasa
Raharja (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) tugas dan tanggung jawabnya adalah menghimpun
dana melalui iuran dan sumbangan wajib. Iuran wajib di himpun melalui
penumpang angkutan umum yang disertakan dalam pembayaran ongkos
angkutan menjadi satu dengan karcis. Karena pelaksanaannya tidak bisa
dilakukan maka PT Jasa Raharja (Persero) mempercayakan dengan
Perusahaan angkutan umum sebagai agen dan selanjutnya menyetorkannya
kepada PT Jasa Raharja setiap tangal 27 pada setiap bulan. Sumbangan
wajib di himpun melalui kantor SAMSAT pada setiap Kabupaten/Kota
dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pendapatan Daerah dan menjadi
satu dengan Pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) pada setiap
tahunnya

2. Masih terdapat masyarakat yang tidak mendapatkan klaim sesuai dengan


nominal seharusnya. Masyarakat masih kurang paham mengenai spesifikasi
kategori kecelakaan yang dapat diklaim ke PT. Jasa Raharja, munculnya
prokontra yang terjadi akibat dari kesulitan sisten sehingga memunculkan
permasalahan secara intern dan ekstern. Maka Obyek dari asuransi
kecelakaan adalah manusia perlu penyederhanaan sistem asuransi terkait
prosedur klaim. Asuransi ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang
disebabkan oleh kecelakaan. Kerugian yang timbul dari kecelakaan dapat
berupa meninggal, cacat sementara, cacat tetap, biaya pengobatan dan
perawatan rumah sakit.125 Undang-undang No. 33 Tahun 1964 Jo
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 Penumpang sah alat angkutan
penumpang umum yang telah melunasi Iuran Wajib (IW) berhak atas dana
santunan jika menjadi korban kecelakaan dari kendaraan yang
ditumpanginya, meliputi kendaraan bermotor angkutan penumpang umum,
kereta api, pesawat udara, kapal laut, kapal angkutan, danau, dan ferry.
Undang-undang No. 34 Tahun 1965 jo. Peraturan pemerintah No. 18 Tahun
1965 secara tegas bahwa masyarakat berhak atas dana santunan jika mejadi
korban tabrakan kendaraa bermotor di jalan umum (bukan sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan). Kewajiban setiap pemilik kendaraan bermotor
adalah membayar sumbangan wajib (SW) bersamaan dengan pengurusan
STNK setiap tahun yang tarifnya ditentukan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia.

3. Peran komunikasi informasi yang diberikan oleh pihak PT. Jasa Raharja
berbanding lurus terhadap kepercayaan dan konstruktivisme masyarakat,
dimana semakin jarang informasi tersebut dikomunikasikan maka
masyarakat sebagai konsumen akan semakin luntur kepercayaannya pada
proses klaim jasa asuransi. Masyarakat relatif masih ragu untuk
mendapatkan klaim jasa asuransi, sehingga hal yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan untuk mempermudah klaim adalah penyederhanaan procedural
klaim asuransi itu sendiri, dengan Dalam kegiatan ekonomi secara
keseluruhan, asuransi memegang peranan penting, karena disamping
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan-kemungkinan kerugian
yang akan terjadi, asuransi memberikan dorongan yang besar sekali ke arah
perkembangan kegiatan ekonomi.128 Tujuan utama dari santunan jasa
raharja adalah selain memberikan jaminan akan kepastian perlindungan,
negara kepada rakyatnya. Jadi jaminan sosial jasa raharja adalah
compulsary insurance yang bertujuan memberikan jaminan sosial untuk
masyarakat. Compulsary insurance dijalankan dengan paksaan (force
saving), oleh karena itu setiap warga negara diwajibkan ikut serta dangan
jalan secara gotong royong melalui iuran wajib dan sumbangan wajib.
Manes sendiri sampai pada rumusan ini “Pertanggungan adalah penutupan
timbal balik dari kebutuhan uang yang mendadak dan yang dapat ditaksir
karena timbul dari banyak rumah tangga yang menghadapi ancaman yang
sama.”129 Pertanggungan “ ialah hubungan hukum antara penanggung dan
tertanggung, dalam hal Peraturan Pemerintah ini : antara Perusahaan Negara
sebagai yang dimaksud dalam pasal 8 dan penumpang alat angkutan
penumpang umum yang sah yang meliputi hak-hak dan kewajiban-
kewajiban sebagaimana termuat dalam pasal 2 ayat (1), dan pasal 3,4,7 dan
jaminan pertanggungan kecelakaan diri bagi penumpang menurut
ketentuan-ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini sebagai lex
specialis terhadap hukum perjanjian pertanggungan kecelakaan diri yang
berlaku.130 Tujuan penyaluran santunan kepada korban kecelakaan lalu
lintas adalah untuk meringankan beban korban/ahliwaris korban serta
sebagai bentuk pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya. Dalam hal
pelaksanaannya PT Jasa Raharja (Persero) bekerja sama dengan pihak
Kepolisian lalu lintas agar dalam No. Pol KEP/18/IV/2004 dan No.
Skeb/06/IV/2004 tangal 22 April 2204 dalam rangka kerja sama untuk
meningkatkan pelayanan santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya sesuai
dengan Undang-undang No. 33 dan 34 tahun 1964 dapat tercapai. Indonesia
sebagai negara hukum modern, bertujuan untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur, merata material dan spiritual. Negara tidak hanya bertugas
memelihara ketertiban masyarakat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu
berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan masyarakat. Inti
permasalahan dari ketertiban negara dalam aktivitas ekonomi bersumber
pada politik perekonomian suatu bangsa. Munculnya corak sosial ekonomi
dalam konsep Kedaulatan berkaitan dengan mnculnya aliran Sosialisme dan
Konsep Negara Kesejahteraan. Sebab, ada konstitusi yang hanya memuat
Kedaulatan Rakyat di bidang politik atau konstitusi yang memuat
Kedaulatan Rakyat di bidang Politik dan ekonomi.132 Tujuan peyaluran
santunan asuransi jasa raharja adalah sesuai dengan misi jasa PT Jasa
Raharja catur bakti ekakarsa jasa raharja : 1. Bakti kepada masyarakat
dengan mengutamakan perlindungan dasar dan pelayanan prima sejalan
dengan kebutuhan masyarakat. 2. Bakti kepada Negara, dengan mewujutkan
kinerja terbaik sebagi penyelenggara program asuransi sosial dan asuransi
wajib serta Badan Usaha Milik Negara. 3. Bakti kepada Perusahaan, dengan
mewujudkan keseimbangan kepentingan agar produktivitas dapat tercapai
secara optimal demi kesinambungan Perusahaan. 4. Bakti kepada
Lingkungan, dengan memberdayakan potensi sumber daya bagi
keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

6.2 Saran
1. PT Jasa Raharja (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
sangat solid karena Pemerintah memberikan fasilitas berupa Undang-
undang No. 33 dan 34 Tahun 1964 dan PP No. 17 dan 18 Tahun 1965.
Dalam pelaksanaan pemupukan dana iuran dan sumbangan wajib sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
415/KMK.06/2001 dan No. 416/KMK.06/2001 tanggal 17 juli 2001
sekarang sudah tidak memadai lai. Keputusan menteri Keuangan tersebut
perlu untuk ditinjau kembali guna meningkatkan iuran dan sumbangan
wajib serta diimbangi dengan peningkatan santunan jasa raharja yang sesuai
dengan kondisi sekarang dan yang akan datang.
2. Santunan jasa raharja yang disalurkan kepada ahli waris korban meninggal
sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah ) dan korban luka berat
sebesar-besarnya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sudah tidak memadai.
Keputusan Menteri Keuangan No. 415/KMK.06/2001 dan No.
416/KMK.06/2001 sudah waktunya untuk di tinjau kembali dengan
formulasi baru, agar fungsi sosial dapat tercapai. Disarankan korban
meninggal dunia sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sedangka
luka berat atau cacat tetap sebanyak banyaknya Rp. 15.000.000,- (lima belas
juta rupiah). Biaya penguburan bagi korban tanpa ahli waris satu juta rupiah
tidak layak, sebaiknya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). 335
3. Salah dan benar atau sebagai penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas
tidak lagi dipergunakan sebagai alasan untuk menggugurkan hak atas
santunan jasa raharja ini tindakan tidak adil. Karena peristiwa kecelakaan
adalah risiko yang tidak bisa dihindari dan bisa terjadi sewaktu-waktu tanpa
diketahui terlebih dahulu. Sehingga untuk menentukan dapat dan tidaknya
hak santunan atas jasa raharja dari setiap risiko kecelakaan lalu lintas di
jalan raya bukan dari benar atau salahnya korban. Kecuali dalam hal-hal
yang bersifat perkecualian umpamanya bunuh diri atau karena mabuk ini
perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut. Dengan demikian maka tanpa
kecuali setiap korban kecelakaan lalu lintas harus mendapatkan hak atas
santunan jasa raharja, yang perlu dipertimbangkan adalah besar dan
kecilnya jumlah santunan jasa raharja. Egrasia bukan menjadi alasan
pembenar bagi PT Jasa Raharja untuk korban guna membuat permohonan
bantuan sosial jasa raharja. Korban/ahli waris korban harus diberikan
kemudahan-kemudahan dalam pengurusan atas santunan jasa raharja.
4. Kerjasama dengan Polri dan Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota dalam
upaya pemupukan iuran dan sumbangan wajib terus ditingkatkan. Agar
dalam melaksanakan pemupukan dana iuran dan sumbangan wajib berjalan
lancar. Kerjasama bukan pada level pimpinan saja dan atau hanya dalam
pemupukan dana saja suharusnya disarankan untuk dilanjutkan pada proses
sosialisasi jasa raharja dan 336 keselamatan lalu lintas di jalan raya termasuk
didalamnya adalah pemasangan rabu-rambu.
5. Pelatihan dan pendidikan – pendidikan guna peningkatan sumber daya
manusia bagi pegawai PT Jasa Raharja (Persero) perlu ditingkatkan secara
berkala dan berjenjang demi memenuhi kebutuhan perusahaan. Lebih baik
lagi jika bekerja sama dengan Perguruan Tinggi ( Negeri atau Swasta) dalam
hal penelitian-penelitian guna meningkatkan sinergitas perusahaan PT Jasa
Raharja (Persero) dimasa sekarang dan yang akan datang. 6. PT Jasa Raharja
(Persero) dalam melaksanakan Undang-undang- No. 33 dan 34 Tahun 1964
selain melaksanakan pemupukan dana melalui iuran dan sumbangan wajib
juga menyalurkan santunan jasa raharja. Selain dari pada itu akan lebih baik
lagi bila PT Jasa Raharja (Persero) melakukan terobosan dengan mendirikan
Puskesmas atau tempat klinik –klinik baik di terminal-terminal atau tempat-
tempat yang dianggap rawan kecelakaan. PT Jasa Raharja (Persero) dapat
memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan atau memeriksa
kesehatan sopirsopir yang melaksanakan perjalanan jarah jauh, guna
mengurangi kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Dengan demikian maka
perlindungan atas kesematan di jalan raya bagi pengguna sarana jalan raya
oleh PT Jasa Raharja (Persero) menjadi akan lebih terjamin.
6. PT. Jasa Raharja harus lebih gencar lagi dalam melakukan komunikasi
informatif agar masyarkat lebih mengetahui prosedur dalam melakukan
klaim.
7. Memberikan informasi secara detail mengenai kategori kecelakaan yang
dapat diklaim dan nominal yang didapatkan agar tidak terjadi pro dan kontra
pada masyarakat.
8. Mempermudah prosedur klaim agar masyarakat tidak ragu dalam
melakukan klaim ke PT. Jasa Raharja.
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddqie, Jimly 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan


Pelaksanaannya di Indonesia, Disertasi, Ichtiar Baru Van Hoeve,Jakarta.
Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, 1980, “ Simposium
Tentang Hukum Asuransi, 13-15 Nopember, 1978 di Padang, Bina Cipta
, Bandung.
Barneveld. Van. H, 1980, Pengetahuan Umum Asuransi, Karya Aksara, Jakarta.
Basah, Sjachran 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi
di Indonesia, Alumni, Bandung .
Bickelhaupt, David. L, General Insurance Black, Henry Campbell, 1979. Black’s
Law Dictionary With Pronounsiation. St. Paul Minn. West Publisng Co.
Brown, Robert.L, FSA, FCIA, ACAS, 1993, Introduction to Retemaking and Loss
Reserving for Proferty and Causality Insurance, Actex Publications,
Conneticus.
Bumi Putera, 2003, Syarat-syarat Khusus Polis Dan Anggaran Dasar AJB Bumi
Putera 1912, Jakarta.
C.S.T. Kansil, Christen S.T. Kansil (I), 2001. Hukum Perusahaan Indonesia
Bagian I,PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Copyright C. 2004 PT Jasa Raharja (Persero), Inonesia, All rights reserved.
Santoso, Edi dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Validator : XHTML-CSS, Internet Copyright C. 2004, PT Jasa Raharja,
Indonesia. All rights reserved, validator : XHTML-CSS, Imternet
West, Ricard dan Lynn H. Turner. 2008. Teori Komunikasi : Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
https://pakarkomunikasi.com/teori-komunikasi-menurut-para-ahli,
Diakses pada 30 Oktober 2017, Pukul 20.00 WIB.
https://www.jasaraharja.co.id/ Diakses pada 30 Oktober 2017, Pukul 20.00
WIB.

Anda mungkin juga menyukai