Anda di halaman 1dari 9

I.

JUDUL :
“Penentuan Kadar Tembaga (Cu) dalam sampel secara Iodometri”

II. TUJUAN :
Dapat menentukan kadar tembaga (Cu) dalam sampel secara tepat menggunakan
metode Iodometri

III. TEORI DASAR :

Iodometri adalah titrasi terhadap I2 bebas dengan menggunakan larutan standart


thiosulfat. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar zat-zat oksidator yang berupa zat
standart primer ataupun sampel. Contohnya seperti analisa kadar Cu yang terdapat dalam
sampel bijih tembaga.

Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-
garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI
dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat
baku.

Prinsip :
Suatu cara untuk menentukan Cu dalam sampel bijih tembaga dilakukan dengan cara
melarutkan sampel dengan asam nitrat.

3 Cu + 2 NO3- + 8 H+ → 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O

Nitrat yang ada dihilangkan dengan asam sulfat, dinetralkan kembali dengan penambahan
amonia, dan diasamkan kembali dengan asam fosfat.

Cu (II) yang terbentuk direaksikan secara kuantitatif (berlebih) dengan ion iodida (KI).

2 Cu2+ + 4 I- → 2 CuI + I2

Iodin (I2) yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan indikator amylum.

2 S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I-

Endapan CuI yang terbentuk dapat mengikat I2 yang akan terlepas pada saat titik akhir titrasi.
Untuk itu kalium thiosianat perlu ditambahkan untuk melepaskan I2 yang diikat oleh CuI.
CuI : I 2 + SCN- → CuI : SCN + I2

Natrium thiosulfat (Na2S2O3) harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
kalium iodat (KIO3). Kalium iodida (KI) ditambahkan ke dalam KIO3 dan I2 yang dibebaskan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3.

IO3 - + I- + 6H+ → 3 I + 3 H O

IV. PROSEDUR KERJA :

A. STANDARISASI LARUTAN Na2S2O3 DENGAN LARUTAN KIO3


1. Ditimbang dengan teliti sekitar 0,3 gram KIO3 dilarutkan dengan aquades sampai
100 mL dalam labu ukur. Larutan tersebut adalah KIO3 0,1000 N.

2. Ditimbang sekitar 12,5 gram Na2S2O3.5H2O dan larutkan dengan aquades yang
telah dididihkan sampai 500 ml di dalam labu ukur.

3. Ambil 20,00 mL larutan KIO3 0,1000 N dengan pipet volume, tuangkan kedalam
labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 gram KI, larutan akan berwarna coklat.

4. Titrasi larutan KIO3 tersebut dengan larutan Na2S2O3 sampai mendekati titik
ekivalen (sampai larutan berwarna coklat muda atau kuning).

5. Tambahkan 2 mL larutan amilum 0,8%, larutan akan berwarna biru.

6. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

7. Normalitas larutan Na2S2O3 dapat dihitung.

B. PELARUTAN SAMPEL
1. Ditimbang dengan teliti 0,3000 gram sampel bijih tembaga di dalam gelas kimia
250 mL.

2. Tambahkan 5 mL larutan HNO3 4 M.

3. Larutan dipanaskan dengan suhu rendah sampai sampel melarut.

4. Larutan diuapkan sampai berwarna putih.


5. Biarkan agar dingin.

6. Tambahkan 20 mL aquades dengan hati-hati.

7. Larutan dididihkan sekitar 1-2 menit dan dinginkan kembali.

8. Tambahkan larutan NH3 (1:1) tetes demi tetes sampai warna biru gelap terbentuk.

9. Tambahkan larutan H2SO4 6 N tetes demi tetes sampai warna biru hampir hilang.

10. Tambahkan 2 mL H3PO4 85%

11. Dinginkan larutan tersebut pada suhu kamar

12. Larutan dapat dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan cara berikut :

C.TITRASI LARUTAN SAMPEL DENGAN LARUTAN Na2S2O3


1. Tambahkan 10 mL larutan KI 40% kedalam larutan sampel diatas, larutan akan
berwarna coklat.

2. Titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai berwarna kuning atau coklat muda.

3. Tambah 2 mL larutan amylum, larutan akan berwarna biru.

4. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang

5. Hitung kadar Cu dalam sampel.

V. PEMBAHASAN
Metode Iodometri merupakan metode redoks dimana menggunakan larutan baku Tio
(Na2S2O3) sebagai titran. Jenis penitarannya tergolong tidak langsung dimana ditambahkan
zat ketiga yaitu KI untuk membebaskan I2 bebas yang nantinya dititar dengan Tio. Suasana
oksidasi KI oleh ion Cu2+ menjadi I2 akan optimum pada suasana asam, oleh karena itu
ditambahkan HCl. Digunakan Erlenmeyer asah karena I2 merupakan zat yang mudah
menyublim, jika I2 menyublim maka jumlah titran akan semakin berkurang dari yang
seharusnya. Penambahan H2SO4dilakukan agar ion Cu2+ tidak terhidrolisis.
Indikator yang digunakan pada titrasi Iodometri adalah indikator kanji (amilosa) yang
akan menghasilkan warna biru ketika bereaksi dengan I2. Akan tetapi, penambahan kanji
dilakukan saat konsentrasi I2 sudah sedikit. Jika kanji ditambahkan saat I2 masih banyak,
maka kanji akan “mengurung” I2 sehingga tidak semua I2 bereaksi dengan Tio. Akibatnya,
jumlah titran yang dibutuhkan semakin sedikit dari yang seharusnya

VI. DAFTAR PUSTAKA :


1. Basset.J etc. 1994.Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2. Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.:
Erlangga.Jakarta
3. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
4. Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
I. Judul :
PENETAPAN KADAR TEMBAGA DALAM TERUSI (CuSO4 · 5H2O) SECARA GRAVIMETRI

II. Tujuan:
Menetapkan kadar Tembaga dalam Terusi (CuSO4 · 5H2O)

III. Teori Dasar


Gravimetri adalah metode analisis kuantitatif unusr atau senyawa berdasarkan bobotnya yang
diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan pemisahan dan pemanasan endapan
dandiakhiri dengan penimbangan. Untuk memperoleh keberhasilan pada analisis secara
gravimetri, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : unsur atau senyawa
yangditentukan harus terendapkan secara sempurna, bentuk endapan yang ditimbang harus
diketahui dengan pasti rumus molekulnya dan endapan yang diperoleh harus murni dan
mudah ditimbang.(Khopkar, 2003 : 25)
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses isolasi
serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bent
uk semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang
diselidiki, yang telah ditimbang. Sebagian besar penetapan-penentapan pada analisis
gravimetri menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadisenyawa
yang murni dan stabil, yag dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk yang sesuai
untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah dapat dihitung
dari pengetahuan kita tetang rumus senyawanya serta bobot atom unsur-unsur
penyusunnya.(Basset, 1994 : 472)
Dalam prosedur gravimetri apa saja yang melibatkan pengendapan, orang akhirnya harus
mengubah zat yang dipisahkan menjadi suatu bentuk yang cocok untuk ditimbang. Hal ini
perlu bahwa zat yang ditimbang murni, stabil, dan susunanya pasti agar hasil analisis itu
tepat. Bahkan jikakopresipitasi telah diminimalkan, masih tinggal masalah penyingkiran air
dan elektrolit apa saja yang ditambahkan ke dalam air pencuci. Beberapa endapan ditimbang
dalam bentuk kimia yang sama dengan waktu diendapkan. Endapan lain mengalami
perubahan kimia selama pemanggangan, dan reaksi-reaksi ini haruslah berjalan sempurna
agar hasilnya tidak salah. Prosedur yang digunakan dalam tahap terakhir ini bergantung baik
pada sifat-sifat endapan maupun pada kuatnya molekul-molekul air yang diikat oleh zat padat
itu. (Day, 2002 : 90)
Untuk menghitung analit dari berat endapan sering diperlukan suatu faktor gravimetri.Faktor
ini di definisikan sebagai jumlah gram (atau ekivalen dari 1 g) dari endapan. Perkalian berat
endapan P dengan faktor gravimetri memberikan jumlah gram analit di dalam, contoh :
Berat A = berat P x faktor gravimetri
Maka,
% A= (berat P x faktor gravimetri)/(berat contoh) x 100% (Underwood, 1999 : 68)

Garam tembaga yang paling dikenal adalah terusi atau kaprisulfat pentahidrat,CuSO4.5H2O.
Penentuan tembaga secara gravimetri dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke
dalam larutan kupri dari larutan tembaga dalam suasa asam, yang akan menghasilkan
endapan biru pucat yaitu kupri hidroksida. Endapan ini tidak melarut lagi dalam pereaksi
berlebih. Bila campuran yang mengandung endapan tersebut dididihkan, kuprihidroksida
akan diubah menjadi kupri oksida yang berwarna hitam.(Tim Praktikum Dasar-dasar Analisis
Kimia, 2016 : 15-16)

Tembaga (II) dapat diendapkan menjadi endapan Tembaga (II) Hidroksida berwarna biru
yang dalam suhu panas terurai menjadi Tembaga (II) Oksida berwarna cokelat kehitaman.
Untuk menghindari hidrolisis, sebelum pendidihan dilakukan pengasaman dengan Asam
Sulfat. Tembaga (II) hanya dapat diendapkan dengan basa kuat, tidak dapat dengan Ammonia
berlebih karena akan larut sebagai senyawa kompleks [Cu(NH3)4](OH)2 / senyawa Tetraamin
Tembaga (II) Hidroksida. Setelah dipijarkan, sisa pijar ditimbang sebagai CuO.

Reaksi
CuSO4.5H2O ----> CuSO4 + 5H2O
CuSO4 + 2H2O ---->Cu(OH)2 + H2SO4
Cu(OH)2 + H2SO4 ----> CuSO4 +2H2O
CuSO4 + 2NaOH ----> Cu(OH)2 + Na2SO4
Cu(OH)2 (dipijarkan) -----> CuO + H2O

Alat dan Bahan


Alat

 Pengaduk dan policemen  Corong beserta penyangga corong


 Piala gelas 400 dan 800 ml  Tabung reaksi
 Kaca arloji  Neraca analitik
 Labu semprot  Gegep besi
 Tutup kaca  Oven
 Pembakar teklu dan meker  Cawan porselin
 Kaki tiga  Segitiga porselin
 Kasa asbes  Desikator
 Pipet tetes  Neraca Sauter

Bahan
 Sampel terusi
 Air suling
 H2SO4 4 N
 NaOH 4 N
 Kertas lakmus merah
 Kertas saring Whatman no. 541 atau 540
 HCl 4 N dan BaCl2 0,5 N

Cara Kerja

1. Ditimbang sampel terusi sebanyak ± 0,5 gram.


2. Sampel dilarutkan hingga 100 mL air suling.
3. Larutan diteteskan beberapa tetes H2SO4 4N hingga biru jernih.
4. Piala gelas beserta isinya dididihkan.
5. Larutan diendapkan dengan NaOH 4 N sedikit demi sedikit hingga berlebih.
6. Dilakukan uji pengendapan sempurna (dipilih salah satu).
a. Cairan induk ditetesi pereaksi pengendapnya sebanyak ± 5 tetes di lima titik
yang berbeda. Jika sudah tidak terbentuk endapan lagi, maka pengendapan dinyatakan
sempurna.
b. Cairan induk dari piala gelas melalui pengaduk diteteskan ke kertas lakmus
merah. Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru, maka pengendapan dinyatakan
sempurna.
7. Endapan disaring dengan kertas saring Whatman no. 541 atau 540, kemudian dicuci
dengan air suling sehingga bebas pengotor Sulfat.
8. Dilakukan uji pengotor sulfat dan uji basa.
a. Uji pengotor sulfat : Dua buah tabung reaksi disiapkan. Tabung reaksi pertama
diisi dengan air filtrat sebanyak ± ¼ volume tabung, sedangkan tabung reaksi kedua diisi
dengan BaCl2 0,5 N sebanyak ± 2 mL. Kedua tabung reaksi dipanaskan, kemudian ke dalam
tabung reaksi pertama (air filtrat) dituangkan ± 1 mL HCl 4 N. Setelah itu, isi tabung reaksi
kedua dituangkan ke dalam tabung reaksi pertama, dihomogenkan kemudian dibandingkan
dengan standarnya. Standarnya dibuat dengan cara yang sama namun penggunaan air filtrat
digantikan dengan air pencucinya (dalam penetapan ini air pencuci = air suling). Jika tingkat
kejernihan filtrat dan standar sama, maka endapan telah bebas dari pengotor Sulfat.
b. Uji Basa : Air filtrat diambil dengan pengaduk melalui tangkai corong
diteteskan ke kertas lakmus merah, kemudian dibandingkan dengan standar. Standar dibuat
dengan cara yang sama namun penggunaan filtrat digantikan dengan air pencucinya. Jika
warna kertas lakmus filtrat dan standar sama, maka kelebihan basa sudah hilang.
9. Kertas saring beserta endapannya dikeringkan di oven untuk dilipat, kemudian
diperarang, dipijarkan, didinginkan di desikator, kemudian ditimbang.
10. Serangkaian tahapan pemijaran, pendinginan, penimbangan dilakukan hingga tercapai
bobot tetap (selisih lebih rendah maksimum 0,0004 g atau 0,4 mg dari bobot pemijaran
sebelumnya)

Pembahasan
Ketika dilarutkan dengan air suling, sampel terusi terhidrolisis menjadi endapan
Cu(OH)2. Endapan ini tidak stabil, ion Tembaga (II) juga belum terendap sempurna serta
memang endapannya belum diinginkan. Oleh karena itu, dilarutkan kembali dengan
penambahan asam semarga dengan sampelnya, yaitu asam sulfat (H2SO4). Sebenarnya semua
asam dapat dipakai untuk menghindari hidrolisis, namun yang paling baik adalah yang
semarga dengan sampelnya.
Tembaga (II) dapat diendapkan dengan basa kuat saja, karena apabila dengan ammonia akan
larut membentuk senyawa kompleks [Cu(NH3)4](OH)2 / senyawa tetraamin tembaga (II)
hidroksida.
Dengan reaksi sebagai berikut
CuSO4 + 2NH4OH ----> Cu(OH)2 + (NH4)2SO4
Cu(OH)2 + 4NH4OH -----> [Cu(NH3)4](OH)2 + 4H2O
Dengan basa kuat seperti NaOH maupun KOH, ion tembaga (II) akan mengendap
membentuk hidroksidanya. Hidroksida ini kurang stabil, maksudnya endapan tersebut mudah
terurai menjadi oksidanya namun tidak semuanya terurai (sebagian endapan Cu(OH)2 dan
sebagian lagi CuO). Dengan kata lain, apabila pengendapan tidak dilakukan dalam suhu
panas akan menyebabkan endapan menjadi ganda. Hal ini tidak boleh terjadi dalam Analisis
Gravimetri karena salah satu syarat endapan gravimetri adalah tunggal dan murni. Demi
alasan inilah dilakukan pendidihan sebelum pengendapan, agar endapan Cu(OH)2 terurai
seluruhnya menjadi endapan CuO stabil yang berwarna kehitaman. Endapan tembaga (II)
oksida yang baik ialah yang berat dan kasar, ditandai dengan cepatnya endapan mengenap
serta cairan induknya berwarna jernih. Ini akan mempercepat proses penyaringan. Endapan
CuO yang baik tersebut dapat diperoleh dengan cara mengatur suhu yaitu harus mendidih
saat pengendapan, konsentrasi pereaksi pengendapnya yang encer, penambahan
pengendapnya yang berlebih serta sedikit-sedikit sambil diaduk dengan rata. Setelah
dilakukan pengendapan, tunggu sebentar agar endapan mengenap semuanya, jangan diaduk
lagi karena nantinya akan menyebabkan endapannya sulit mengenap. Dengan kata lain,
cairan induknya akan keruh sehingga jika disaring endapannya bocor melewati pori-pori
kertas saring. Ini merupakan kesalahan yang fatal sehingga proses analisis harus diulang dari
awal.
Uji pengendapan sempurna dilakukan untuk memastikan bahwa proses pengendapan sudah
sempurna, maksudnya semua ion Cu2+ telah mengendap. Dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu 1) Cairan induk diteteskan pengendapnya di berbagai titik yang berbeda (jika tak
terbentuk endapan maka sudah sempurna), dan 2) Cairan induk ditetesi ke kertas lakmus
merah (jika lakmus merah berubah menjadi biru, maka pengendapan sudah sempurna).
Kedua cara memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri, antara lain:
1. Kelebihan dan kekurangan cara pertama:
a. Kelebihan : tidak ada kemungkinan endapan berpindah/tercecer.
b. Kekurangan : menambah kelebihan basa karena meneteskan pengendap yang berupa
basa.
2. Kelebihan dan kekurangan cara kedua:
a. Kelebihan : tidak menambah kelebihan basa karena tidak meneteskan pereaksi
pengendap.
b. Kekurangan : ada kemungkinan endapan dapat tercecer melalui pengaduk. Oleh
karena itu, harus dipastikan terlebih dahulu tidak ada endapan yang menempel di pengaduk.
Pemilihan kertas saring pada penetapan ini harus disesuaikan dengan kualitas endapan. Untuk
endapan CuO yang baik (kasar, berat, cepat mengenap) digunakan kertas saring Whatman no.
541. Namun sering kali endapan CuO yang diperoleh kurang baik, sehingga jika disaring
dengan Whatman no. 541 endapan akan bocor. Oleh karena itu, jika endapannya kurang baik
maka dianjurkan untuk disaring dengan Whatman no. 540 yang memiliki pori-pori yang lebih
halus dan kecil dibandingkan no. 541.
Endapan CuO optimal dicuci dengan air suling biasa, karena jika dengan air suling panas
dikhawatirkan kelarutan endapan semakin tinggi. Pada awal proses pencucian dan
penyaringan, air filtrat akan mengalir dengan cepat karena pori-pori kertas saring belum
tertutup endapan. Namun seiring berjalannya penyaringan, endapan perlahan-lahan masuk ke
kertas saring. Akibatnya, proses penyaringan semakin lambat karena pori-porinya tertutup
endapan.
Ada uji pengotor sulfat dan ada juga uji basa. Pada dasarnya, kedua jenis pengotor ini harus
dihilangkan dengan pencucian dan pengenap-tuangkan. Pengotor Sulfat berasal dari asam
sulfat serta sampel itu sendiri (CuSO4·5H2O), sedangkan pengotor basa dikarenakan
penambahan natrium hidroksida yang berlebih (syarat pengendapan sempurna). Ion SO42- dan
Na+ tidak akan hilang walau dipijarkan, oleh karena itu harus dihilangkan dengan cara dicuci
agar tidak menambah kadar dan persen kesalahan. Mekanisme uji pengotor Sulfat dilakukan
dengan membentuk endapan BaSO4 putih (Barium Sulfat) dengan penambahan asam klorida
dan barium klorida. Jika endapan barium sulfat terbentuk, maka endapan belum bebas dari
pengotor sulfat. Untuk uji basa, dilakukan dengan melihat perubahan warna dari kertas
lakmus merah yang ditetesi air filtrat. Jika lakmus merah tetap merah, maka endapan bebas
dari kelebihan basa.
Pemijaran dilakukan untuk memperoleh senyawaan yang mantap (stabil). Endapan CuO yang
dipijarkan akan tetap menjadi sisa pijar CuO, sehingga pemijaran hanya berfungsi untuk
menghilangkan karbon dari kertas saring dan kadar air yang terikat secara fisika saja. Setelah
dipijarkan, sisa pijar kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar prakteknya.

Daftar Pustaka
 Iskandar, Drs. Inowyatye; Hendrawati, Dra. Nenny; Hendrakusumah, R. Rudi;
2013, Analisis Gravimetri, Bogor : SMK – SMAK Bogor.

Anda mungkin juga menyukai