JUDUL :
“Penentuan Kadar Tembaga (Cu) dalam sampel secara Iodometri”
II. TUJUAN :
Dapat menentukan kadar tembaga (Cu) dalam sampel secara tepat menggunakan
metode Iodometri
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-
garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI
dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat
baku.
Prinsip :
Suatu cara untuk menentukan Cu dalam sampel bijih tembaga dilakukan dengan cara
melarutkan sampel dengan asam nitrat.
Nitrat yang ada dihilangkan dengan asam sulfat, dinetralkan kembali dengan penambahan
amonia, dan diasamkan kembali dengan asam fosfat.
Cu (II) yang terbentuk direaksikan secara kuantitatif (berlebih) dengan ion iodida (KI).
2 Cu2+ + 4 I- → 2 CuI + I2
Iodin (I2) yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan indikator amylum.
2 S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I-
Endapan CuI yang terbentuk dapat mengikat I2 yang akan terlepas pada saat titik akhir titrasi.
Untuk itu kalium thiosianat perlu ditambahkan untuk melepaskan I2 yang diikat oleh CuI.
CuI : I 2 + SCN- → CuI : SCN + I2
Natrium thiosulfat (Na2S2O3) harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
kalium iodat (KIO3). Kalium iodida (KI) ditambahkan ke dalam KIO3 dan I2 yang dibebaskan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3.
IO3 - + I- + 6H+ → 3 I + 3 H O
2. Ditimbang sekitar 12,5 gram Na2S2O3.5H2O dan larutkan dengan aquades yang
telah dididihkan sampai 500 ml di dalam labu ukur.
3. Ambil 20,00 mL larutan KIO3 0,1000 N dengan pipet volume, tuangkan kedalam
labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 gram KI, larutan akan berwarna coklat.
4. Titrasi larutan KIO3 tersebut dengan larutan Na2S2O3 sampai mendekati titik
ekivalen (sampai larutan berwarna coklat muda atau kuning).
B. PELARUTAN SAMPEL
1. Ditimbang dengan teliti 0,3000 gram sampel bijih tembaga di dalam gelas kimia
250 mL.
8. Tambahkan larutan NH3 (1:1) tetes demi tetes sampai warna biru gelap terbentuk.
9. Tambahkan larutan H2SO4 6 N tetes demi tetes sampai warna biru hampir hilang.
12. Larutan dapat dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan cara berikut :
2. Titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai berwarna kuning atau coklat muda.
V. PEMBAHASAN
Metode Iodometri merupakan metode redoks dimana menggunakan larutan baku Tio
(Na2S2O3) sebagai titran. Jenis penitarannya tergolong tidak langsung dimana ditambahkan
zat ketiga yaitu KI untuk membebaskan I2 bebas yang nantinya dititar dengan Tio. Suasana
oksidasi KI oleh ion Cu2+ menjadi I2 akan optimum pada suasana asam, oleh karena itu
ditambahkan HCl. Digunakan Erlenmeyer asah karena I2 merupakan zat yang mudah
menyublim, jika I2 menyublim maka jumlah titran akan semakin berkurang dari yang
seharusnya. Penambahan H2SO4dilakukan agar ion Cu2+ tidak terhidrolisis.
Indikator yang digunakan pada titrasi Iodometri adalah indikator kanji (amilosa) yang
akan menghasilkan warna biru ketika bereaksi dengan I2. Akan tetapi, penambahan kanji
dilakukan saat konsentrasi I2 sudah sedikit. Jika kanji ditambahkan saat I2 masih banyak,
maka kanji akan “mengurung” I2 sehingga tidak semua I2 bereaksi dengan Tio. Akibatnya,
jumlah titran yang dibutuhkan semakin sedikit dari yang seharusnya
II. Tujuan:
Menetapkan kadar Tembaga dalam Terusi (CuSO4 · 5H2O)
Garam tembaga yang paling dikenal adalah terusi atau kaprisulfat pentahidrat,CuSO4.5H2O.
Penentuan tembaga secara gravimetri dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke
dalam larutan kupri dari larutan tembaga dalam suasa asam, yang akan menghasilkan
endapan biru pucat yaitu kupri hidroksida. Endapan ini tidak melarut lagi dalam pereaksi
berlebih. Bila campuran yang mengandung endapan tersebut dididihkan, kuprihidroksida
akan diubah menjadi kupri oksida yang berwarna hitam.(Tim Praktikum Dasar-dasar Analisis
Kimia, 2016 : 15-16)
Tembaga (II) dapat diendapkan menjadi endapan Tembaga (II) Hidroksida berwarna biru
yang dalam suhu panas terurai menjadi Tembaga (II) Oksida berwarna cokelat kehitaman.
Untuk menghindari hidrolisis, sebelum pendidihan dilakukan pengasaman dengan Asam
Sulfat. Tembaga (II) hanya dapat diendapkan dengan basa kuat, tidak dapat dengan Ammonia
berlebih karena akan larut sebagai senyawa kompleks [Cu(NH3)4](OH)2 / senyawa Tetraamin
Tembaga (II) Hidroksida. Setelah dipijarkan, sisa pijar ditimbang sebagai CuO.
Reaksi
CuSO4.5H2O ----> CuSO4 + 5H2O
CuSO4 + 2H2O ---->Cu(OH)2 + H2SO4
Cu(OH)2 + H2SO4 ----> CuSO4 +2H2O
CuSO4 + 2NaOH ----> Cu(OH)2 + Na2SO4
Cu(OH)2 (dipijarkan) -----> CuO + H2O
Bahan
Sampel terusi
Air suling
H2SO4 4 N
NaOH 4 N
Kertas lakmus merah
Kertas saring Whatman no. 541 atau 540
HCl 4 N dan BaCl2 0,5 N
Cara Kerja
Pembahasan
Ketika dilarutkan dengan air suling, sampel terusi terhidrolisis menjadi endapan
Cu(OH)2. Endapan ini tidak stabil, ion Tembaga (II) juga belum terendap sempurna serta
memang endapannya belum diinginkan. Oleh karena itu, dilarutkan kembali dengan
penambahan asam semarga dengan sampelnya, yaitu asam sulfat (H2SO4). Sebenarnya semua
asam dapat dipakai untuk menghindari hidrolisis, namun yang paling baik adalah yang
semarga dengan sampelnya.
Tembaga (II) dapat diendapkan dengan basa kuat saja, karena apabila dengan ammonia akan
larut membentuk senyawa kompleks [Cu(NH3)4](OH)2 / senyawa tetraamin tembaga (II)
hidroksida.
Dengan reaksi sebagai berikut
CuSO4 + 2NH4OH ----> Cu(OH)2 + (NH4)2SO4
Cu(OH)2 + 4NH4OH -----> [Cu(NH3)4](OH)2 + 4H2O
Dengan basa kuat seperti NaOH maupun KOH, ion tembaga (II) akan mengendap
membentuk hidroksidanya. Hidroksida ini kurang stabil, maksudnya endapan tersebut mudah
terurai menjadi oksidanya namun tidak semuanya terurai (sebagian endapan Cu(OH)2 dan
sebagian lagi CuO). Dengan kata lain, apabila pengendapan tidak dilakukan dalam suhu
panas akan menyebabkan endapan menjadi ganda. Hal ini tidak boleh terjadi dalam Analisis
Gravimetri karena salah satu syarat endapan gravimetri adalah tunggal dan murni. Demi
alasan inilah dilakukan pendidihan sebelum pengendapan, agar endapan Cu(OH)2 terurai
seluruhnya menjadi endapan CuO stabil yang berwarna kehitaman. Endapan tembaga (II)
oksida yang baik ialah yang berat dan kasar, ditandai dengan cepatnya endapan mengenap
serta cairan induknya berwarna jernih. Ini akan mempercepat proses penyaringan. Endapan
CuO yang baik tersebut dapat diperoleh dengan cara mengatur suhu yaitu harus mendidih
saat pengendapan, konsentrasi pereaksi pengendapnya yang encer, penambahan
pengendapnya yang berlebih serta sedikit-sedikit sambil diaduk dengan rata. Setelah
dilakukan pengendapan, tunggu sebentar agar endapan mengenap semuanya, jangan diaduk
lagi karena nantinya akan menyebabkan endapannya sulit mengenap. Dengan kata lain,
cairan induknya akan keruh sehingga jika disaring endapannya bocor melewati pori-pori
kertas saring. Ini merupakan kesalahan yang fatal sehingga proses analisis harus diulang dari
awal.
Uji pengendapan sempurna dilakukan untuk memastikan bahwa proses pengendapan sudah
sempurna, maksudnya semua ion Cu2+ telah mengendap. Dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu 1) Cairan induk diteteskan pengendapnya di berbagai titik yang berbeda (jika tak
terbentuk endapan maka sudah sempurna), dan 2) Cairan induk ditetesi ke kertas lakmus
merah (jika lakmus merah berubah menjadi biru, maka pengendapan sudah sempurna).
Kedua cara memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri, antara lain:
1. Kelebihan dan kekurangan cara pertama:
a. Kelebihan : tidak ada kemungkinan endapan berpindah/tercecer.
b. Kekurangan : menambah kelebihan basa karena meneteskan pengendap yang berupa
basa.
2. Kelebihan dan kekurangan cara kedua:
a. Kelebihan : tidak menambah kelebihan basa karena tidak meneteskan pereaksi
pengendap.
b. Kekurangan : ada kemungkinan endapan dapat tercecer melalui pengaduk. Oleh
karena itu, harus dipastikan terlebih dahulu tidak ada endapan yang menempel di pengaduk.
Pemilihan kertas saring pada penetapan ini harus disesuaikan dengan kualitas endapan. Untuk
endapan CuO yang baik (kasar, berat, cepat mengenap) digunakan kertas saring Whatman no.
541. Namun sering kali endapan CuO yang diperoleh kurang baik, sehingga jika disaring
dengan Whatman no. 541 endapan akan bocor. Oleh karena itu, jika endapannya kurang baik
maka dianjurkan untuk disaring dengan Whatman no. 540 yang memiliki pori-pori yang lebih
halus dan kecil dibandingkan no. 541.
Endapan CuO optimal dicuci dengan air suling biasa, karena jika dengan air suling panas
dikhawatirkan kelarutan endapan semakin tinggi. Pada awal proses pencucian dan
penyaringan, air filtrat akan mengalir dengan cepat karena pori-pori kertas saring belum
tertutup endapan. Namun seiring berjalannya penyaringan, endapan perlahan-lahan masuk ke
kertas saring. Akibatnya, proses penyaringan semakin lambat karena pori-porinya tertutup
endapan.
Ada uji pengotor sulfat dan ada juga uji basa. Pada dasarnya, kedua jenis pengotor ini harus
dihilangkan dengan pencucian dan pengenap-tuangkan. Pengotor Sulfat berasal dari asam
sulfat serta sampel itu sendiri (CuSO4·5H2O), sedangkan pengotor basa dikarenakan
penambahan natrium hidroksida yang berlebih (syarat pengendapan sempurna). Ion SO42- dan
Na+ tidak akan hilang walau dipijarkan, oleh karena itu harus dihilangkan dengan cara dicuci
agar tidak menambah kadar dan persen kesalahan. Mekanisme uji pengotor Sulfat dilakukan
dengan membentuk endapan BaSO4 putih (Barium Sulfat) dengan penambahan asam klorida
dan barium klorida. Jika endapan barium sulfat terbentuk, maka endapan belum bebas dari
pengotor sulfat. Untuk uji basa, dilakukan dengan melihat perubahan warna dari kertas
lakmus merah yang ditetesi air filtrat. Jika lakmus merah tetap merah, maka endapan bebas
dari kelebihan basa.
Pemijaran dilakukan untuk memperoleh senyawaan yang mantap (stabil). Endapan CuO yang
dipijarkan akan tetap menjadi sisa pijar CuO, sehingga pemijaran hanya berfungsi untuk
menghilangkan karbon dari kertas saring dan kadar air yang terikat secara fisika saja. Setelah
dipijarkan, sisa pijar kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar prakteknya.
Daftar Pustaka
Iskandar, Drs. Inowyatye; Hendrawati, Dra. Nenny; Hendrakusumah, R. Rudi;
2013, Analisis Gravimetri, Bogor : SMK – SMAK Bogor.