Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR PUSTAKA Ewing w Galen, 1960 , Instumental method of chemical analysis, Tokyo: Kogakusha company LTD Underwood AL and

Day RA,1994, Analisa Kimia Kuantitatif, Jakarta : Penerbit Erlangga Tahid, 2002. Spektrofotometri UV-VIS : Prinsip Dasar Peralatan Dan Penelitian, Pusat Penilitian Kimia. LIPI : Bandung Vogel, 1994. Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif. Edisi ke-4. PT.Kalman Media Pusaka, Jakarta

Laporan Parktikum Titrasi Iodometri


Posted: Mei 14, 2013 in Chem-is-Try

3 Votes

TUJUAN PRAKTIKUM Mempelajari prinsip oksidasi dan reduksi Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi melalui titrasi Menentukan konsentrasi atau kadar logam dalam sampel DASAR TEORI Iodometri adalah titrasi terhadap iodium (I2) yang terdapat dalam larutan, sedangkan iodimetri adalah titrasi dengan larutan I2 standar. Potensi reduksi bormalnya dapat ditunjukkan dengan sistem reaksi reversibel sebagai berikut : I2 (p) + 2 e- 2 IDan besarnya = 0,535 volt. Persamaan tersebut menunjukan bahwa larutan jenuh iodium padat dan reaksi setengah sel, akan terjadi ion iodida dengan zat pengoksidasi seperti KMnO4 jika konsentrasi ion I- relatif lebih rendah. Pada sebagian besar titrasi iodometri, apabila dalam larutan terdapat kelebihan ion iodida (I-), maka terjadi ion tri-iodida dengan persamaan reaksi : I2(aq) + I- I3Hal ini disebabkan karena iodium larut secara cepat dalam larutan iodida. Dengan demikian, reaksi setengah sel tersebut diatas lebih baik dituliskan : I3- + 2e- 3IReaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi reduksi I2 tapi dalam larutan I-. Jadi pada titrasi iodometri, secara teoritis, ion-ion yang dapat ditentukan kadarnya adalah ion tereduksi yang mempunyai potensial elektroda lebih kecil dari 0,535 volt, misalnya ion Fe(CN)64-, Cu2+, Sn2+, Ti3+. Untuk iodometri, dasar penentuan kadar ionnya adalah I2 yang terbentuk jika ion iodida Iteroksidasi menjadi I2. Titrasi yang dilakukan pada iodometri, ion-ion yang dapat ditentukan

kadarnya adalah ion-ion yang mempunyai potensial elektroda lebih tinggi dari 0,535 volt, dan larutan baku/standar yang digunakan adalah larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3). ALAT DAN BAHAN Alat : Botol timbang Labu takar Batang pengaduk Gelas ukur Corong Pipet seukuran Botol semprot Hotplate Gelas kimia Bahan : Larutan Na2S2O3 KI Aquades Larutan KIO3 H2SO4 Sampel CARA KERJA Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 DATA PENGAMATAN Pembuatan Larutan KIO3 0,1 N Berat KiO3 = 0,3567 gram BE KIO3 = 213/6 = 35,67 Volume labu = 100 ml N = (berat )/BE X 1000/mL N = (0,3567 )/35,67 X 1000/100 = 0,1 N Standarisasi Larutan Tiosulfat dengan Larutan KIO3 No Volume (ml) KIO3 Na2S2O3 Awal Na2S2O3 Akhir Na2S2O3 Yang diperlukan 1 25 0,00 25,50 25,50 2 25 0,00 25,60 25,60 3 25 0,00 25,45 25,45 Rata-rata 25,52 V Na2S2O3 x N Na2S2O3 = V KIO3 x N KIO3 N Na2S2O3 = (V KIO3 X N KIO3)/(V Na2S2O3 ) = (25 ml x 0,1N )/(25,52 ml) = 0,0980 N Penentuan Kadar Khlor

No Volume (ml) sampel Na2S2O3 Awal Na2S2O3 Akhir Na2S2O3 Yang diperlukan 1 5 0,00 3,40 3,40 2 5 0,00 3,45 3,45 3 5 0,00 3,40 3,40 Rata-rata 3,42 NO Berat Erlenmeyer kosong (gr) Berat Erlenmeyer + sampel (gr) Berat sampel (gr) 1 133,25 139,17 5,92 2 112,48 118,36 5,88 3 133,25 139,23 5,98 Rata-rata 5,92 Berat sampel = 5,92 gram = 5920 mg Mr Cl = 35,5 gram/mol Reaksi yang terjadi: Ca(OCl)2 + 4H+ Cl2 + 2H2O + Ca2+ Cl2 + 2I- I2 + 2ClI2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Jumlah Cl2 setara dengan I2 yang dibebaskan, sedangkan mol ek I2 setara dengan jumlah molek Na2S2O3, maka berlaku Mol ek Cl2 = mol ek Na2S2O3 Mol ek Cl2 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 Mol ek Cl2 = 0,098 x 3,42 Mol ek Cl2 = 0,3350 mmol Massa Cl2 = Mol ek Cl2 x BE Massa Cl2 = 0,3350 mmol x 35,5 = 11,90 mg % Sampel = (massa Cl2 )/(massa sampel) = (11,90 mg)/(5920 mg) x 100 % = 0,21 % Penentuan kadar Cu2+ No Volume (ml) Sampel Cu Na2S2O3 Awal Na2S2O3 Akhir Na2S2O3 Yang diperlukan 1 10 0,00 2,60 2,60 2 10 0,00 2,60 2,60 3 10 0,00 2,50 2,50 Rata-rata 2,57 Penentuan Kadar Cu2+ dalam CuSO4.5H2O 4KI + 2CuSO4 2CuI + I2 + 2K2SO4 2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI Amilim + I2 amilum I2 (biru) amilumI2 + 2S2O32- amilum + 2I- + S4O62-

V Na2S2O3 = 2,57 ml N Na2S2O3 = 0,0980 N Mol ek Cu2+ = mol ek Na2S2O3 Mol ek Cu2+ = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 Mol ek Cu2+ = 0,098 x 2,57 Mol ek Cu2+ = 0,251 mmol Massa Cu2+ = Mol Cu2+ x Ar Massa Cu2+ = 0,251 mmol x 63,4 = 15,91 mg Karena sampel dalam bentuk cair dan yang diketahui volume (10 ml) maka Ppm Cu2+ = 15,91/0,01 = 1591 ppm Titrasi Iodo-Iodimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif dalam analisis kimia yang termasuk kedalam titrasi redoks. Pada titrasi ini Jenis ini, setiap perubahan kimia terjadi kenaikan bilangan oksidasi untuk Oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi menangkap elektron. Dalam proses oksidasi-reduksi ,zat reduktor akan teroksidasi sedangakn zat oksidator akan tereduksi ,sehingga terjadilah suatu reaksi yang sempurna atau proses oksidasi-reduksi (redoks) akan terjadi perpindahan electron dari zat oksidator ke zat reduktor ,sehingga terjadi reaksi.Titrasi Iodometri adalah titrasi terhadap I2 yang terdapat dalam larutan ,sedangakn iodimetri adalah titrasi dengan larutan standar I2 .Pada praktikum kali ini telah dilakukan titrasi iodometri.Sampel yang akan ditentukkan kadarnya adalah kadar khlor dalam sampel kaporit dan Cu2+ dalam CuSO4.5H2O. Prinsip kerja pada titrasi Iodometri adalah : Larutan Na2S2O3 sebagai larutan standar pada penentuan kadar sampel ( khlor dan Cu2+) distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan KIO3 sebagai larutan baku primer dengan penambahan KI dan Asam sulfat,pada titrasi ini digunakan amilum sebagai indikikator untuk mengetahui titik akhir titrasi .Kemudian sejumlah sampel (kaporit dan CuSO4.5H2O) yang akan diketahui kadar (khlor dan Cu2+) di titrasi dengan Larutan Na2S2O3 sebagai larutan standar dan sebelumnya sampel ditambahkan padatan KI dan asam sulfat 4N .Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator amilum.Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna kuning muda sesaat setelah penambahan indikator amilum. A. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan KIO3 Pada standarisasi larutan tiosulfat ,larutan KIO3 direaksikan dengan larutan asam sulfat dan padatan KI. Larutan KIO3 bertindak sebagai oksidator yang mengoksidasi KI membentuk I2 dalam suasana asam. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : KIO3 + 5 KI + 3 H2SO4 3 I2 (warna coklat) + 3 H2O + 3 K2SO4 Pada reaksi di atas electron valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO setara dengan 3 mol I, sedangkan 1 mol I setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO setara dengan 6e akibatnya BE KIO sama dengan BM/6. Kemudian Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga terbentuk warna kuning pucat yang menandakan Iodium tersebut hampir habis bereaksi dan mendekati titik

ekivalen.Untuk mempermudah mengetahui titik akhir titrasi maka diguankan indikator amilum pada kondisi tersebut sehingga terbentuk larutan berwarna biru .Warna biru terbentuk dari I2 dan amilum dengan reaksi sbb : I2 + amilum I2-amilum Titrasi dilanjutkan hingga tercapai titik akhir titrasi dimana terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna .Pada saat titrasi, I2 tereduksi oleh natrium tiosulfat membentuk Ikembali,sedangkan S2O32- teroksidai membentuk S4O62-. Dengan reaksi sebagai berikut : I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI (tidak berwarna) + Na2S4O6 Reaksi lengkap : I2-amilum (warna biru) + 2 Na2S2O3 2 NaI (tidak berwarna) + Na2S4O6 + amilum Pada titrasi ini volume larutan tiosulfat yang diperlukan adalah 25,52 ml sehingga diketahui konsentrasi larutan tiosulfat adalah sebesar 0,098 N. B. Penentuan kadar khlor dalam sampel (kaporit) Prinsip kerja dalam penentuan kadar khlor dalam sampel (kaporit) pada dasarnya hampir sama seperti standarisasi diatas.Untuk mengetahui kadar khlor dalam persen maka terlebih dahulu sampel di timbang untuk mengetahui masa awalnya.Sampel ditambahkan KI dan Asam Sulfat sehingga dapat membentuk khlor seperti pada reaksi di bawah : Ca(OCl)2 + 4H+ Cl2 + 2H2O + Ca2+ Cl2 + 2I- I2 + 2ClJumlah Cl2 setara dengan I2 yang dibebaskan, sedangkan mol ek I2 setara dengan jumlah molek Na2S2O3 Ketika sampel kaporit di tambahkan KI dan asam sulfat maka akan menghasilkan warna coklat yang berarti warna dari iodium kemudian larutan dititrasi hingga warna coklat yang dihasilkan agak memudar sampai kuning muda .Untuk mengetahui titik akhir titrasi digunakan indikator amilum yang akan bereaksi dengan I2 membentuk I2-amilum yang akan menghasilkan warna biru kemudian titrasi dialjutkan kembali dengan larutan tiosulfat hingga tercapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.rekasi yang terjadi adalah sbb: I2 + amilum I2-amilum (biru) I2-amilum (warna biru) + 2 Na2S2O3 2 NaI (tidak berwarna) + Na2S4O6 + amilum Titik akhir titrasi tercapai ketika volume larutan tiosulfat yang diperlukan adalah 3,42 ml sehingga setelah dilakukan perhitungan terhadap berat sampel sebesar 5,92 gram kadar khlorin dalam sampel tersebut adalah sebesar 0,21 %. C. Penentuan kadar Cu2+ dalam sampel (CuSO4.5H2O) Pada penentuan kadar Cu2+ dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi.Sampel yang akan diketahui kadarnya ditambahkan dengan KI dan asam Sulfat dan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan larutan amilum 1 % sebagai indikator menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang sehingga menghasilkan warna putih keruh yang menandakan sudah tercapainya titik

akhir titrasi . Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sbb : 4KI + 2CuSO4 + (asam) 2CUI + I2 + 2K2SO4 2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI Amilim + I2 amilum I2 (biru) amilumI2 + 2S2O32- amilum + 2I- + S4O62Pada penentuan kadar Cu2+ dalam CuSO4 titrasi tercapai ketika volume tiosulfat yang diperlukan adalah 2,57 ml sehingga kadar nya adalah 1591 ppm. KESIMPULAN - Konsentrasi Na2S2O3 sebesar 0,0980 N - Kadar khlor dalam sampel kaporit sebesar 0,21 % - Kadar Cu2+ dalam sampel CuSO4 sebesar 1591 ppm DAFTAR PUSTAKA Widiawati,lilis. 2013. Laporan praktikum kimia analitik I iodometri (http://liliswidiawati.blogspot.com/2013/02/iodometri.html) [diunduh 13 Mei 2013] Syabatini,annisa.2009.iodometri dan iodimetri (http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/) [diunduh 12 Mei 2013] Afidz.2010.Laporan Praktek Iodo-Iodimetri (http://fidz91.blogspot.com/2010/08/laporanpraktek-iodo-iodimetri.html) [diunduh 12 Mei 2013] Anonim.2009.Iodometri dan iodimetri (http://fredi-36-a1.blogspot.com/2009/11/iodometri-daniodimetri.html) [diunduh 13 Mei 2013]
TITRASI IODOMETRI PENENTUAN KADAR IODA PADA GARAM DAPUR III. Prinsip Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru telah hilang. IV. Dasar Teori Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Dasar dari cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium dan iodide

I2 + 2e

2I- dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.

Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara : 1. Cara langsung Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-) Reduktor + I2 2INa2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6 2. Cara tidak langsung Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zatzat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-) Oksidator + KI I2 + 2e I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6 Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. Reaksi : H2O2 + KI + HCl I2 + KCl + 2H2O Pembakuan Larutan Na2S2O3 Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3, Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:

Oksidator + KI I2 I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6 Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer.

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut : IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.

V.

Alat dan Bahan Alat 1. Buret 50 mL 2. Beaker glass 3. Neraca analitik 4. Spatel 5. Gelas ukur 6. Labu takar 500 mL 7. labu takar 250 mL 8. pipet volume 25 mL 9. gelas arlogi 10. batang pengaduk 11. Erlenmeyer 12. Pipet ukur 5 mL 13. Botol tertutup Bahan 1. Na2S2O3 2. Na2O3 3. Air suling 4. I2 5. KI 6. H2SO4 2N 7. Amilum 8. As2O3 9. NaOH 1N 10. Garam dapur 11. Label

VI.

Cara Kerja Pembuatan Larutan NaS2O3 0,005 N

1. 0,6205 gram NaS2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca analitik 2. Dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquades dan ditambahkan 10, g Na2CO3. 3. Larutan diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL. 4. Larutan lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 mL 5. Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi label.

Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N

1. 0,0891 gram kristal KIO3 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca analitik. 2. Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL. 3. Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 500 mL. Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 mL

1. Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + volumenya. 2. H2SO4 pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah disiapkan lewat dinding.

3. Ditambahkan aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok. Standarisai NaS2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N

1. Dipipet 25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer. 2. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 2N. 3. Larutan ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan normalitasnya. 4. Saat warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum. 5. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang. 6. Dihitung normalitas NaS2O3.

Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur

1. Ditimbang 25 gram garam. 2. Ditambahkan aquades dengan volume 125 mL. 3. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat. 4. Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N. 5. Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah diketahui normalitasnya. 6. Saat warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan indicator amilum. 7. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang 8. Dihitung kadar iodum dalam garam dapur.

VII. Hasil Pengamatan Sebelum ditambahkan indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah ditambahkan H2SO4, larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang, ditambahkan indicator kanji, dan pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna biru. Setelah warna biru larutan titrat hilang, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat sebagai vol. titrasi. Perhitungan. Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N: Vol. titrasi 1 : 25 ml Vol. titrasi 2 : 25,8 ml Vol. titrasi 3 : 24,6 ml Vol. titrasi rata rata : 25,133 ml

KIO3 V1 . N1

= Na2S2O3 = V2 . N2

25 ml . 0,005 N = 25,133 ml . N2 0,125 N2 = 25,133 . N2 = 0,0049 N

Jadi normalitas dari Na2S2O3 pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N

sampel I II III

Volume Titrasi (ml) I 6,3 0,2 1,7 II 6 0,4 2 II 6 1,9 Rata-rata 6,1 0,3 1,87

Kadar Iodium 42,64 ppm 2,097 ppm 13,073 ppm

VIII. Pembahasan Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zatzat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. Cara iodometri dapat digunakan untuk menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya, larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut : IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O

Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang. IX. Simpulan 1. Untuk standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan metode iodometri karena Na2S2O3 dapat dioksidasi oleh KIO3 dengan penambahan KI dan asam sulfat. 2. Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 25,133 ml untuk titrasi 25 ml CaCO3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru. 3. Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri karena iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium garam I adalah 42,64 ppm, garam II adalah 2,097 ppm dan garam III memiliki kadar iodium 13,073 ppm. Sehingga, garam I adalah garam yang memiliki kadar iodium paling banyak. 4. Home 5. kimia dasar 6. kimia analisis 7. Instrumen 8. senyawa obat 9. Kontak Subscribe
search...

Titrasi Iodometri
in Jenis Titrasi, kimia analisis, titrasi / by S Hamdani /

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Contoh reaksi dengan Cu2+: 2 Cu 2+ I2 + + 4I2CuI + 2I+ I2 S4O62-

2S2 O32-

Perhatian

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.
Indikator

Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan

amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.

Catatan Kecil

Senin, 18 Juni 2012


iodometri - iodimetri Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (1) Bagan reaksi : Ox + 2 I- I2 + red I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6= Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. (2) Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (3) Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25oC), namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik

dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari penguraian HIO oleh cahaya matahari. (3) Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara : 4 H+ + 4 I- + O2 2 I2 + 2 H2O Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. (4) Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi : I2 + O2 HI + IO3 IO- IO3- + 2 Idalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut : S2O3= + 2 H+ H2S2O3 8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=, SO4= dan belerang koloidal. (3) Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetraionat I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=

Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping. Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika digunakan iodium sebagai titran. (4) Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : Titrasi iod bebas. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi.

Anda mungkin juga menyukai