TITRASI IODOMETRI
Siti Masitoh
1112016200006
JAKARTA
2014
ABSTRAK
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang
bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat.
Daya reuduksi halogen berkurang dengan bertambahnya massa atom relatif. Iod
merupakan pengoksid lemah, sedangkan ion iodida seringkali bertindak sebagai zat pereduksi.
Berdasarkan data hasil praktikum didapat data bahwa kadar CuSO4 dalam sampel adalah
sebanyak 40 %, dan dari hasil perhitungan didapat konsentrasi dari Na2S2O3 adalah sebesar
0,095 M.
PENDAHULUAN
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang
bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Achmad
Mursyidi, 250: 2007).
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium
iodide berlebih dan menitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya
dipergunakan sebagai tirannya (Underwood, 298: 2002).
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak
sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens
untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang kondisi ini
dipergunakan dalam mendeteksi titik kahir dari titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu larutan
(penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari
kompleks iodin kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin (Underwood,
297: 2002).
Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan iodin masih dapat
berfungsi sebagai indikator meskipun warna yang terjadi tidak sejelas KMnO4. Umumnya lebih
disukai penggunaan larutan kanji sebagai indikator yang dengan iodin membentuk kompleks
berwarna biru cerah. Larutan kanji yang telah disimpan lama memberikan warna violet dengan
iodium. Meskipu warna ini tidak mengganggu ketajaman titik akhir titrasi, tetapi larutan kanji
yang baru perlu dibuat kembali (Mei Zega, 17: 2009).
Daya reuduksi halogen berkurang dengan bertambahnya massa atom relatif. Iod
merupakan pengoksid lemah, sedangkan ion iodida seringkali bertindak sebagai zat pereduksi
(Vogel, 117: 1979).
b. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Titrasi Iodometri
Pembakuan Na2S2O3
Persamaan Reaksi
Hasil Pengamatan
Pembakuan Na2S2O3
Volume I2 = 15 ml
Volume Na2S2O3 = 15,8 ml
Konsentrasi I2 = 0,1 M
M2 = = 0,095 M
M2 = = 0,1 M
M= x
0,1 M = x
Gr = 0,4 gr
= 40 %
Pembahasan
Pada percobaan ini akan menentukan kadar CuSO4 dengan larutan natrium tiosulfat
menggunakan sebuah indikator kanji, yang tentunya menggunakan metode titrasi iodometri yang
berprinsipkan berdasarkan rekasi redoks, yaitu serah terima elektron di mana elektron diberikan
oleh pereduksi dan diterima oleh pengoksidasi. Dalam prosedurnya dilakukan dua kali
pembakuan larutan natrium tiosulfat menggunakan larutan iodin dan satu kali proses titrasi
penentuan kadar CuSO4 menggunakan larutan natrium tiosulfat.
Di sini iod merupakan oksidator lemah sedangkan ion iodida sering bertindak sebagai
reduktor. Oleh karena itu iodium dapat diguakan sebagai reduktor dan oksidator.
Titrasi iodometri harus dilakukan dalam suasana asam agar rekasi dapat berlangsung,
maka dalam praktiukum ini analit diberika H2SO4 2M agar bersuasana asam. Dalam praktikum
ini digunakan indikator kanji sebagai pengidentifikasi titik akhir titrasi, karena sensitivitas warna
biru tua yang mempermudah pengamatan perubahan pada titik akhir titrasi. Selain itu kompleks
antara iodium dan amilum memiliki kelarutan yang amat kecil dalam air apalagi dalam larutan
asam iodida mudah untuk dioksidasikan menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid,
sehingga iod bebas ini mudah diidentifikasi dengan larutan indikator sebagai uji kepekaan
terhadap iod dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan olej indikator kanji.
Berdasarkan data hasil praktikum didapat data bahwa kadar CuSO4 dalam sampel adalah
sebanyak 40 %. Di mana dalam penentuan kadar CuSO4 ini dibutuhkan larutan Na2S2O3
sebanyak 28 ml. Sedangkan utnuk untuk penentuan konsentrasi Na2S2O3 dibutuhkan larutan I2
sebanyak 15 ml barulah dapat dihitung konsentrasi dari Na2S2O3. Dari hasil perhitungan didapat
konsentrasi dari Na2S2O3 adalah sebesar 0,095 M.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum tentang titrasi iodometri yang telah dilakukan, maka didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
3. Indikator yang digunakan adalah indikator kanji karena karena sensitivitas warna
biru tua yang mempermudah pengamatan perubahan pada titik akhir titrasi. Selain
itu kompleks antara iodium dan amilum memiliki kelarutan yang amat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2007. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan
Gravimetri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Underwood dan Day JR. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima
Bagian I. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Zega, Mei Kristian. Penetapan Kadar Tablet Antalgin secara Titrasi Iodimetri di PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. http://repository.usu.ac.id. 2009. Diakses pada 18
April 2014. Pukul 11.15 WIB.