TB Anak
TB Anak
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
1.2. Batasan Masalah
R eferat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai diagnosis dan penatalaksanaan TBC pada anak
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
3
posisi ke 5 dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang dengan urutan India, Cina,
Afrika, Nigeria, Indonesia. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.2,9
2.3 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang lurus
kadang dengan ujung melengkung, gram positif, lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak
membentuk spora, dengan ukuran panjang 2-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan . Kuman merupakan aerob wajib (obligat)
yang tumbuh pada media sintesis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan
garam amonium sebagai sumber nitrogen. MTB memiliki dinding yang sebagian besar
terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat
ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif
2,10
lagi .
Mikroskopik MTB
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam
jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
2,10
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.
4
2.4 Faktor resiko 2,3
Faktor resiko infeksi TB
Anak-anak yang terekspose dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif)
Risiko timbulnya transmisi kuman dari dewasa ke anak-anak jika orang dewasa tersebut
BTA sputum positif juga terdapat infiltrat yang luas pada lobus atas atau kavitas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat,terutama sirkulasi udara yang tidak baik serta kemiskinan
Tinggal di daerah endemis
Orang-orang pengguna obat-obatan suntik
Petugas kesehatan yang merawat pasien beresiko tinggi
5
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Penularan pada anak bisa juga
melalui kulit dan minum susu sapi 2,3,5,11
2.6 Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai
alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian
kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat
tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.2,3
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer.2,3,4
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama
2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6 Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi
TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh
terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih
negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat
sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil
kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnakan oleh imunitas seluler
spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).3
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
6
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.2,3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.3,4,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit
demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai
berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik,
paling sering di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga
bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman
di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya.
Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami
reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.2
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama)
biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam
fokus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.6
7
Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis2
*catatan :
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (ocult hematogenic spread). Kuman TB
membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik
2. Kompleks prier terdiri dari fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasi
4. Sakit TB pada keadaan ini desebutTB pasca primer
8
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ.2
2.7 Diagnosis
Konfirmasi pasti pada TB paru adalah dengan mengisolasi Mycobacterium
tuberculosis dari sputum, bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau biopsi
9
jaringan. Spesimen untuk kultur yang paling baik pada anak adalah cairan lambung pagi hari
yang diambil sebelum anak bangun dari tidur. Akan tetapi semua hal diatas memang sulit
untuk dilakukan pada anak, sehingga sebagian besar diagnosis berdasarkan gejala klinis,
gambaran radiografi thorax, dan tuberkulin test.2,3,8
Gejala sistemik/umum: .2,3,8
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik dan nafsu
makan menurun
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) dan sebab
lain telah disingkirkan
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Diare kronik yang tidak ada perbaikan setelah ditangani.
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
10
- Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB dengan BTA positif.
- Anak dengan :
i. Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk
rejan
ii. Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan mengi yang
tidak membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit
pernafasan
iii. Pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit
Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala
TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).
Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
11
Kontak TB tidak Laporan keluarga Kavitas (+) BTA (+)
jelas BTA (-) BTA tidak jelas
Tidak tahu
Uji Tuberkulin negatif Positif (≥ 10mm
atau ≥5mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan / BB/TB <90% Klinis gizi
keadaan gizi BB/U <80% buruk
BB/TB <70%
BB/U <60%
Demam tanpa ≥2 minggu
sebab jelas
Batuk ≥3 minggu
Pembesaran ≥1 cm
KGB colli, Jumlah >1
axilla, inguinal Tidak nyeri
Pembengkakan Ada pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen N / Infiltrat Kalsifikasi+infi
tidak Pembesaran KGB ltrat
jelas Konsolidasi Pembesaran
segmental/lobar KGB+infiltrat
Atelektasis
Catatan:
- Didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, (skor maksimal 14)
- Jika dijumpai skrofuloderma langsung di diagnosis TBC
- Foto rontgen bukan alat diagosis utama pada TBC anak
12
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TBC yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikan secara intrakutan pada seseorang yang telah terinfeksi TBC (kompleks primer
pada tubuhnya) akan memberikan indurasi dilokasi suntikan yang terjadi karena vasodilatasi
lokal,edema, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Uji
tuberkulin mempunyai nilai diagnostik yang tinggi terutama pada anak dengan sensitivtas dan
spesitifitas lebih dari 90%.1,2,3,7,13
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD (Purified Protein Derivate) 5 IU
sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72
jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 1,7,13
Gambar.6 Definisi positif uji tuberculin pada bayi, anak dan dewasa
Indurasi ≥ 5 mm
Kontak dengan penderita atau suspek penyakit TB
Anak-anak dengan tanda klinis dan gambaran radiologi penyakit TB
Anak-anak dengan keadaan imunosupresi seperti HIV dan tranplantasi organ
Pasien dalam pengobatan immunosupresif seperti kortikosteroid ( ≥ 15 mg/24
jam prednison atau sejenisnya selama ≥ 1 bulan )
Indurasi ≥ 10 mm
Bayi dan anak-anak usia ≤ 4 tahun
Anak-anak dengan kondisi medis lemah yang meningkatkan resiko (penyakit
ginjal, gangguan hematologi, diabetes melitus, malnutrisi, pengguna obat suntik)
13
Anak-anak yang kontak erat dengan orang dewasa yang beresiko tinggi TB
Lahir atau baru pindah ( ≤ 5 tahun ) dari negara dengan angka prevalensi TB
tinggi
Indurasi ≥15 mm
Anak-anak usia > 4 tahun atau lebih tanpa ada faktor resiko
B. Radiologis 9,13
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis pada
TB dapat juga dijumpai pada penyakit lainnya. Interpretasi foto biasanya sulit, harus hti-
hati kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Secara umum, gambaran
radiologis yang sugestif TB adalah:
Pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Kalsifikasi dengan infiltrat
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma
14
C. Serologi 9,13
Pada anak sulit mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan TB, maka di cari
pemeriksaan yang mudah pelaksanaanya yaitu pemeriksaan serologi (imunitas humoral).
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB, mycodot, Immuno
Chromatographic Test (ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satupun
pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.5
D. Mikrobiologi 13
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik
apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. Tuberkulosis dan
pemeriksaan PCR.
Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung
didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan
positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan
untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin.2,5
15
BAB III
TATALAKSANA TBC PADA ANAK
3.1 Medikamentosa
a. Pengobatan TB 2,12
Terdapat 2 fase :
fase intensif dengan tiga macam obat (2 bulan pertama) yaitu rifampisin, isoniazid,
pirazinamid
fase lanjutan dengan dua macam obat (4 bulan lebih) yaitu rifampisin dan isoniazid.
Berdasarkan American Academy of Pediatric telah mendukung regimen 6 bulan INH dan RIF
yang ditambah selama 2 bulan PZA sebagai terapi baku tuberkulosis intratorak pada anak. 3
Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk
membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.
Berbeda dengan orang dewasa, OAT anak diberikan setiap hari, bukan 2 atu 3 kali dalam
seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih
sering terjadi pada anak-anak. Dosis obat juga haus disesuaikan berat badan anak. Prisip
dasar pengobatan TBC harus dapat menembus berbagai jaringan termasuk selaput otak2,3,11
16
Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin
terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin,
gatifloxacin, ciprofoloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan
jika terjadi MDR.
Isoniazid (INH)
INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada
intrasel dan ekstrasel kuman. INH cukup murah dan sangat efektif untuk mencegah
multiplikasi basil tuberkulosis. Dalam sediaan oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan
cairan seresrospinal dapat dicapai dalam 1-2 jam dan bertahan minimal 6 – 8 jam. Isoniazid
dimetabolisme melalui asetilasi di hati. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa
diberikan(5 – 15 mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian.
Isoniazid tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup
100mg/5ml.2,3,15,16
Sediaan dalam bentuk sirup biasanya tidak stabil, sehingga tidak dianjurkan
penggunaanya. Terdapat dua kelompok pasien berdasarkan kemampuannya melakukan
asetilasi, yaitu asetilator cepat dan asetilator lambat. Asetilasi cepat lebih sering terjadi pada
orang Afrika-Amerika dan Asia daripada orang kulit putih. Anak-anak mengeliminasi
isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa. Isoniazid terdapat pada ASI yang mendapat
isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi kadar obat yang mencapai janin
atau bayi tidak membahayakan. 2,15,16
Efek toksik:
Hepatotoksisitas
Hal ini, jarang terjadi pada anak-anak. Sebagian besar pasien anak yang menggunakan
isoniazid mengalami peningkatan kadar transminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2
bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. 3-10% pasien akan
mengalami peningkatan kadar transminase darah yang cukup tinggi, tetapi hepatotoksisitas
yang bermakna secara klinis jarang terjadi dan biasanya terjadi pada remaja atau anak dengan
17
TB berat. Sebaiknya kita memantau kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tapi hal
tersebut tidak rutin dilakukan. Hepatotoksisitas akan meningkat apabila isoniazid diberikan
bersama dengan rifampisin dan pirazinamid. Penggunaan isoniazid bersama dengan
fenobarbital atau fenitoin juga dapat meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas. Dan
pemberian isoniazid tidak disarankan bila kadar trasminase naik lebih dari lima kali harga
normal atau tiga kali disertai ikterik dan atau manifestasi klinis hepatitis berupa mual, muntah
dan nyeri perut.,2,15,16
Neuritis perifer
Terjadi karena inhibisi kompetitif pada piridoksin. Manifestasi klinis neuritis prifer yang
paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Kadar piridoksin
berkurang pada anak yang menggunakan isoniazid, tetapi manifestasi klinisnya jarang
sehingga tidak diperlukan pemberian piridoksin tambahan. Akan tetapi, remaja dengan diet
yang tidak adekuat, anak-anak dengan asupan susu dan daging yang kurang, malnutrisi, serta
bayi yang hanya minum ASI, memerlukan piridoksin tambahan. Piridoksin diberikan 25-50
mg satu kali sehari atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH. 2,15,16
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah reaksi alergi, pellagra, anemia hemolitik
pada pasien defisiensi enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) dan reaksi
mirip lupus disertai ruam dan artritis. 2,15,16
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ektrasel, dapat memasuki semua
jaringan, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Obat ini
diserap dengan baik melalui sistem gatrointestinal pada saat lambung kosong (1 jam sebelum
makan) dan kadar serum puncak tercapai 2 jam. Ekskresi yang utama lewat traktus biliaris..
Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10 – 20 mg/kgbb/hari, dosis maksimal
600 mg/hari, dengan dosis pemberian satu kali perhari. Rifampisin tersedia dalam bentuk
kapsul 150 mg, 300 mg, 450 mg, sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak dengan
berbagai kisaran BB dan obat ini tidak diminum bersamaan dengan pemberian makanan
karena dapat timbul malabsorpsi. Jika diberikan dengan INH, dosis rifampisin tidak melebihi
15 mg/kgBB/hari dan dosis INH 10 mg/kgBB/hari. Distribusi rifampisin kedalam CSS lebih
baik pada keadaan selaput otak yang sedang meradang daripada keadaan normal. 2,14,17
18
Efek toksik: 2,14,17
Perubahan warna, ludah, keringat, sputum, air mata, menjadi warna oranye
kemerahan
Gangguan GIT (muntah dan mual)
Hepatotoksisitas (ikterik/hepatitis) yang biasanya ditandai dengan peningkatan kadar
trasminase serum yang asimtomatik. Dan jika rifampisin diberikan bersama INH
terjadi peningkatan resiko hepatotoksisitas yang dapat diperkecil dengan cara
menurunkan dosis harian INH mejadi maksimal 10mg/hari.
Trombositopenia terjadi karena pemberian obat secara intermittent dan kontrasepsi
oral menjadi tidak efektif
Dapat interaksi dengan beberapa obat lain, termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin,
teofilin, kloramfenikol, kortikosteroid, dan sodium warfarin.
Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan
cairan tubuh termasuk SSP, LCS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam,
diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Obat ini juga resisten terhadap kuman
Mycobacterioum bovis. Obat ini juga dapat mencapai cairan serebrospinal. Efek dari
pirazinamid sudah dapat dilihat pada awal bulan ke 2 menjalani terapi. Pemberian secara oral
sesuai dosis 15 – 30 mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari dan dalam tersedia
dalam bentuk tablet 500 mg yang bisa diberikan bersamaan dengan makan. Kadar serum
puncak 45µg/ml dalam waktu 2 jam dan toksisitas hati kecil. Pirazinamid diberikan pada fase
intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada suasana asam yang timbul akibat
jumlah kuman masih sangat banyak. 2,3,11
Athralgia, artritis
Gout akibat hiperurisemia
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemakaian dosis
Iritasi saluran cerna, anoreksia
19
Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Peran
utama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dengan dosis 15 – 20
mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari. Kadar serum puncak 5µg dalam waktu 24
jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500mg. Etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis 1 atau 2 kali
sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP. Sifat etambutol adalah bakteriostatik dan
bakterisidal. 2,3,11
Streptomisin
Kelainan pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran
berupa tinismus dan pusing
Dapat menembus plasenta sehingga hati-hati menentukan dosis pada wanita hamil
karena dapat merusak saraf pendengaran janin
20
Gambar 7. Obat TBC Lini I
Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek Samping
(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
21
Gambar 9. Regimen Pengobatan TBC anak
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
FDC adalah sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan. Untuk
menjaga kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat
yang banyak. 1,2,3
22
Catatan:
Bila BB ≥33 kg dosis sesuai tabel yang sebelumnya.
Bila BB < 5 kg sebaikna dirujuk ke RS.
Obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah).
Ethionamide
Setelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji dan
ditemukan ethionamide dan prothionamide memperlihatkan aktifitas antimikobakteri.
Mekanisme kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu menghambat sintesis asam mikolat. In-viro
kedua turunan pyridine ini bersifat bakterisid, tetapi resistensi mudah terjadi.
Dosis harian adalah 15-20 mg/kg, dosis maksimal 1 gr. Efek samping utama adalah
gangguan saluran cerna (diberikan dosis harian terbagi 2-3 kali), hepatotoksisitas (4,3%),
ethionamide memperlihatkan kekerapan efek samping yang sedikit lebih rendah dari efek
samping prothioamide. Pemeriksaan enzim hati (SGOT/SGPT) harus dimonitor setiap
bulannya, dan obat harus dihentikan jika terjadi peningkatan enzim lima kali lipat walaupun
tanpa ada gejala. Efek samping yang lain adalah neuritis, kejang, pusing, dan ginekomastia,
artalgia. Karena menembus kedalam CSS amat baik dan mungkin terutama berguna pada
kasus meningitis tuberkulosis. 11,13,14
23
abses, penetrasi obat melewati dinding sel mikobakteri terhalang, dan ini dapat menerangkan
kekurangan manjuran aminoglikosida sebagai antituberkulosis. Lebih lanjut aminoglikosida
tak dapat melintasi dinding sel, sebab itu tak berkhasiat terhadap mikobakteri intrasel.
Aminoglikosida berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang sedang membelah
dan sedikit sekali efeknya terhadap basil yang tak sedang membelah. Amikacin umumnya
aktif terhadap mikobakteri yang sudah resistan terhadap streptomycin, tetapi antara amikacin
dengan kanamycin selalu ada resistensi silang. 11,13,14
Di lain pihak mikobakteri yang sudah resisten dengan amikacin selalu resisten pula
dengan streptomycin. Capreomycin adalah obat mahal, tetapi aktif terhadap strain
mikobakteri yang sudah resisten terhadap streptomycin. Strain yang sudah resisten dengan
capreomycin masih dapat diatasi dengan amikacin, tetapi sebaliknya tidak. Capreomycin dan
kanamycin adalah obat antituberkulosis injeksi yang tersedia dalam 1 vial dengan
dosis harian adalah 15-30mg/kg (IM) atau 1 g sebagai dosis maksimal. Kanamycin
mempunyai efek samping pada nervus VIII yang menyebabkan gangguan pendengaran
sama halnya dengan capreomycin. Audiogram dapat dilakukan setiap bulannya pada saat
pasien menggunakan terapi capreomycin. Obat ini juga mempunyai efek toksis terhadap
ginjal yang menyebabkan kerusakan tubulus ginjal dengan ganggan elektrolit serta terjadi
peningkatan kreatinin. Pasien yang lebih tua umumnya lebih rentan dengan efek samping
dari capreomycin maka dosis maksimal dibatasi sampai 750 mg. 11,13,14
Beta-laktam
Co-amoxiclav dan ampicillin/sulbactam in-vitro mempunyai aktifitas terhadap M
tuberculosis. Penghambat beta-laktamase adalah esensial untuk menghambat hidrolisis oleh
beta-laktamase yang dihasilkan oleh mikobakteri, sehingga memungkinkan penetrasi
aminopenicillin meliwati dinding sel. Akan tetapi aktifitas bakterisid hanya terhadap
mikobakteri pada fase eksponensial dan tidak pada fase stasioner, sehingga diperkirakan obat
ini hanya bermanfaat untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lainnya yang
diberikan bersama. 11,13,14
Cycloserine
Cycloserine memperlihatkan efek mikobakteriostatiknya melalui penghambatan
sintesis dinding sel. Penelitian klinis yang dilakukan pada tahun 1950-an memperlihatkan
kemanjuran yang lebih rendah dibanding dengan PAS, disertai dengan efek samping
neuropsikiatrik yang terlihat pada 50% penderita yang menerima dosis 1 gram perhari.
24
Gejalanya mencakup serangan kejang, psikosis, berbicara tak jelas, mengantuk, dan koma.
Kejang dan neuropati perifer juga dapat terjadi jika diberikan bersamaan isoniazid. Untuk hal
ini perlu diberikan 150 mg pyridoxin untuk mencegah atau meringankan kejadian efek
samping neurotoksis. Dalam dosis rendah efek samping kurang kerap; dosis harian yang
digunakan adalah 15-20 mg/kg, dosis maksimal 1 gram/hari, dan kadarnya dalam darah
dianjurkan tak lebih dari 30 ng/ml. Cycloserin tersedia dalam 250 mg-kapsul. 11,13,14
Fluokinolon
Fluorokinolon menghambat trpoisomerase II (DNA gyrase), dan tropoisomerase IV
tetapi enzim ini tak ada pada mikobakteri. Sifat penting fluorokinolon adalah kemampuannya
untuk masuk ke dalam makrofag dan memperlihatkan efek mikobakterisidnya di dalam sel
itu. Yang diakui berkhasiat sebagai OAT adalah fluorokinolon generasi kedua, yaitu
ciprofloxacin, ofloxacin, dan levofloxacin. Akan tetapi jumlah kajian klinik yang meneliti
peran fluorokinolon pada pengobatan multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) masih
terbatas. Pada kajian-kajian itu oxofloxacin diberikan dalan dosis 400 mg sekali hari dan
ciprofloxacin dalam dosis 500-750 dua kali sehari. Akan tetapi belakangan ini oxofloxacin
dan ciprofloxacin dirubah dosisnya masing-masing menjadi 800 mg dan 1000 mg yang
diberikan satu kali sehari. Di dalam satu uji banding dinyatakan bahwa levofloxacin lebih
unggul khasiatnya daripada ofloxacin yang dicakupkan kedalam pengobatan penderita
multiple-drug- resistant tuberculosis (MDR-TB). 11,13,14,18
Efek samping yang berkaitan dengan penggunaan fluorokinolon mencakup gangguan
saluran cerna, efek neurologik, artopathy dan fotosensitifitas. Percobaan in-vitro dengan
fluorokinolon baru yakni gatifloxacin dan moxifloxacin, memperlihatkan aktifitas
antimikobakteri yang lebih baik dari levofloxacin. Kedua kinolon baru itu memperlihatkan
kadar hambat minimal (MIC) yang lebih rendah dari kinolon lama. Moxifloxacin dalam dosis
harian yang direkomendasikan 400 mg terlihat paling aktif terhadap M tuberculosis. Pada
penderita dengan tuberculosis aktif, diperlihatkan moxifloxacin mempunyai aktifitas
bakterisidal awal yang setara dengan rifampicin. 11,13,14
TBC milier, diberikan 4-5 macam OAT (INH, RIF,PZA, STM) atau ETM selama
2 bulan, dilanjutkan dengan INH dan RIF sampai 9-12 bulan kemudian
ditambahkan prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu yang selanjutnya
diturunkan secara perlahan-lahan hingga 2-6 minggu
TBC ekstrapulmonal
a . TBC kelenjar, dapat sembuh tanpa diobati namun bisa berkembang jadi
nekrosis. Terapi yang diberikan 2HRZ + 6HR + perbaikan gizi
27
b. Pleuritis TB, terapi sama dengan terapi TB paru bila berespon maka suhu akan
turun dalam 2 minggu terapi, cairan pleura akan diserap dalam 6 minggu. Bila
demam berlangsung hingga 2 bulan, diberikan steroid selama 2-6 minggu dengan
dosis penuh, kemudian tappering off selama 2-6 minggu
c. TBC tulang/sendi, diberikan 2 RHZE +12 RH dan terapi suportif
d. TBC SSP (meningitis TB), diberikan 2 HRZE + 10 HR dan Prednison 1-2
mg/kgBB/hari selama 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu tappering off
e. TBC kulit (skrofuloderma), diberikan 2HRZ + 6RH dan higiene yang baik
f. TBC abdomen, terapinya 4-5 macam OAT selama 2 bulan pertama + 12 RH
dan kortikosteroid 1-2 mg/kgBB selama 1-2 minggu pertama
g. TBC mata, diberikan 2 RHZ + 4 RH dan kortikosteroid topikal
h. TBC hati, terapinya 2 RE + 12HR
i. TBC ginjal, terapi 4 macam OAT pada 2 bulan pertama + 2 macam obat
selama 12 bulan.Kalau dilakukan pembedahan setelah pemberian OAT 4-6minggu
j. TBC jantung, diberikan 4-5 OAT untuk 2 bulan pertama dilanjutkan 2 OAT
hingga 12 bulan
k. TBC perinatal, terapinya 9-12 RH + 2 EZ
l. TBC-HIV, dengan terapi 2 RHZ + RH selama 9-12 bulan
28
Evalusi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secra rutin,
kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier, efusi
pleura, atau bronkopneumonia. Anak dengan TB milier perlu diulang foto toraksnya
setelah 1 bulan evaluasi pengobatan sementara pada efusi pleura TB setelah 2 minggu
31
III. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan TB
memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka biaya
yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi
kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik,
pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi
ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak
tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada orang
disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.3,5
3.8 Pencegahan
I. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis
untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah
insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus
tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih
dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang
mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin,
jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi.2,3,5,19
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%. Imunisasi
BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan spondilitis TB pada
anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap terjadinya TB milier, meningitis TB,
TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif
telah mempunyai parut BCG. Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi
umumnya tidak dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relatif
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering ditemukan adalah
ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan insidens 0,1-1%. Kontraindikasi
imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat,
gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat
badan optimal.5,1
II. Kemoprofilaksis16
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan kemoprofilaksis
sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB,
32
sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan
dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular,
terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada
akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan
sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif), maka INH
profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi status TB pasien. Jika
didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah dihentikan, sebaiknya dilakukan
uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk evaluasi lebih lanjut.2,3
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak
semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam
kelompok resiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan
imunokompromais. Contoh anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita,
menderita morbili, varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik
dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam kurun
waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12
bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi TB, tetap dievaluasi tiap bulan
untuk menilai respon dan efek samping obat.3,5
3.9 Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke
ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang dilahirkan dari orang tua yang
menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang besar untuk menderita tuberkulosis.
Kemungkinan terjadinya gangguan jalan nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada
pasien dengan pelebaran mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.11,13
4. Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman sensitif dan
pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa yang minimal. Terapi
ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada
pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon
buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple
33
terhadap OAT jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter
meresepkan rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam
menjalanin pengobatan. 11,13,14
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin, angka
kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT (terutama
isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB milier. Tanpa terapi
OAT pada TB milier maka angka kematian hampir mencapai 100%.12,14
34
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
Pulmonary TB. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain
dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari pulmonary TB.
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa manifestasi
sistemik yang dapat dialami anak yaitu, demam lama (>2 minggu) dan/atau
berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak
naik dalam 1 bulan ,anoreksia dengan failure to thrive, pembesaran kelenjar limfe
superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple, batuk lama lebih dari 3 minggu,
diare persisten serta malaise (letih, lesu, lemah, lelah).
Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada fase intensif dan
dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Obat
TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid
merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin.
35
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
37