Pengertian
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tetapi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri dan akibatnya
tumbuh diluar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat
menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi
kehamilan ektopik terganggu. (Sarwono, 2001)
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat
terjadi abortus atau pecah dan berbahaya bagi wanita tersebut.
Kehamilan Heteropik adalah kehamilan intrauterine yang terjadi dalam waktu yang
berdekatan dengan kehamilan ektopik.
Kehamilan Ektopik Kombinasi (Combined Ectopic Pregnancy) adalah kehamilan
intrauterine yang terjadi pada waktu bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Kehamilan
Ektopik Rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) adalah kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ekstrauterin yang lebih dulu terjadi, tapi janin sudah mati dan menjadi
litopedion.
Menurut titus klasifikasi pembagian tempat terjadinya kehamilan ektopik adalah:
1. Kehamilan tuba
a. Intertisial
b. Isthmus
c. Ampula
d. Fimbrial
2. Kehamilan ovarial
3. Kehamilan abdominal
a. Primer
b. Sekunder
4. Kehamilan tubo-ovarial
5. Kehamilan intraligamenter
6. Kehamilan servikal
7. Kehamilan tanduk rahim rudimenter
(Sofian, 2001)
B. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula tidak, atau belum, diketahui.
Ada beberapa penyebab kehamilan ektopik: (Tambayong, 2000)
1. Faktor uterus
a. Tumor rahim yang menekan tuba
b. Uterus hipoplastis
2. Faktor tuba
a. Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
b. Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
c. Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba
d. Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
e. Endometriosis tuba
f. Divertikel tuba dan kelainan kengenital lainnya
g. Perlekatan peritubal dan lekukan tuba
h. Tumor lain menekan tuba
i. Lumen kembar dan sempit
3. Faktor ovum
a. Migrasi eksterna dari ovum
b. Perlekatan membran granulosa
c. Rapid cell devision
d. Migrasi internal ovum
4. Faktor hormonal
Pemakaian pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat
5. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, dan tumbuh disaluran tuba
6. Faktor lain
a. Pemakaian IUD terjadi peradangan
b. Faktor umur
c. Faktor perokok
C. Manifestasi Klinis
1. Anamnesis: terjadi amenora, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai
beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur.
2. Jika terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET)
a. Bila terjadi rupture tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan
jiwa si ibu
b. Pada abortus tuba keluhan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa
sakit di perut dan perdarahan pervagina. Hal ini dapat dikacaukan dengan abortus
biasa.
3. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba diperut, seperti diiris dengan pisau disertai
muntah dan bisa jatuh pingsan
4. Tanda-tanda akut abdomen: nyeri tekan yang hebat, muntah, gelisah, pucat, anemis,
nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok)
5. Nyeri bahu: karena perangsangan diafragma
6. Tanda cullen: sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
7. Pada pemeriksaan ginekologi (pemeriksaan dalam) terdapat
a. Adanya nyeri ayun: dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan merasa
sakit yang sangat
b. Douglas crise: rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
c. Kavum Douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula teraba
masa retrouterin (masa pelvis)
8. Pervagina keluar decidual cast
9. Pada palpasi perut dan pada perkusi: ada tanda-tanda perdarahan intra abdominal
(shifting dullness)
10. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb seri setiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
b. Adanya lekositosis
11. Kuldoseentesis (Douglas pungsi)
12. Pemeriksaan dengan
USG (Tambayong, 2007)
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : Hb, leukosit, urine B-Hcg (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan
jumlah sel darah merah dapat meningkat.
2. USG
a. Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
b. Adanya kantung kehamilan diluar kavum uteri
c. Adanya massa kompleks di rongga panggul
3. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah
4. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi
5. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus.
Penatalaksanaan (Grace dan Borley, 2007)
Penatalaksanaan Bedah
Fernandez (1991) mengemukakan kriteria untuk menetapkan terapi hamil ektopik dengan
cara non-operatif atau dengan tindakan operasi sebagai berikut:
Skor 1 2 3
Umur gestasi/minggu Lebih 8 7-8 6
Konsentrasi Hcg Kurang 1000 5000 Lebih 5000 mlU/ml
Progesterone Kurang 5 5-10 Lebih 10
Nyeri perut Tak ada Induksi Spontan
Hematosalping Kurang 1 cm 1-3 cm Lebih 3
Perdarahan 0 1-100 cc Lebih 100 cc
intraperitonel
Jika jumlah skor diatas 6, maka indikasi dilakukan tindakan operasi laparaskopi atau
laparatomi.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang
belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam
pembedahan untuk meterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, dimana
integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, dimana salpingektomi dilakukan.
Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut diatas dapat dilakukan
melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh kedalam sayok atau tidak
stabil, maka tidak ada tempat bagii pembedahan per laparoskopi.
E. Discharge Planning
1. Biasakan hidup sehat dan bersih terutama organ intim
2. Konsultasikan dengan dokter jika ingin memakai alat kontrasepsi dan terjadi hamil
lagi
3. Rencanakan kehamilan dengan matang dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang
dapat mengganggu pembuahan kehamilan
4. Berhenti merokok
5. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom, akan mengurangi
risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi
seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit
radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada
saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
F. Patofisiologi
H. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, dan/atau intraseluler. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan karakteristik:
a. Haus
b. Kelemahan
c. Penurunan haluaran urine
d. Penurunan turgor
kulit Faktor yang
berhubungan:
a. Kegagalan mekanisme regulasi
b. Kehilangan cairan aktif
2. Risiko syok dalah berisiko terhadap ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang
dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
Faktor risiko:
a. Hipotensi
b. Hipovolemi
c. Infeksi
3. Risiko infeksi adalah mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik.
Faktor risiko:
a. Penyakit kronis (obesitas melitus, obesitas)
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjaan patogen
c. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (gangguan peristatis, kerusakan integritas
kulit, pecah ketuban dini, pecah ketubn lama, merokok, statis cairan tubuh)
d. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin)
e. Vaksinasi tidak adekuat
f. Malnutrisi
4. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik:
a. Gelisah
b. Ketakutan
c. Distres
d. Wajah tegang
e. Anoreksia
f. Sering berkemih
g. Khawatir, melamun
Faktor yang
berhubungan:
a. Perubahan dalam
b. Pemajanan toksin
c. Heredite
I. Perencanaan Keperawatan
J. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
K. Evaluasi
Evaluasi formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap
respon langsung pada intervensi keperawatan) (Poer, 2012).
Evaluasi sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu) (Poer, 2012).
L. Referensi
Grace, Pierce A dan Borley. 2007. Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017.
Jakarta: EGC.
Sofian, Amru. 2001. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri Sosial.
Edisi 3 Jilid 1 dan 2. Jakarta: EGC.