Satuan Acara Penyuluhan Appendik
Satuan Acara Penyuluhan Appendik
Topik : Apendiksitis
Sub Pembahasan :Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi,
pemeriksaan radiologi dan laboratorium, penatalaksanaan
Sasaran : Semua Pasien dan keluarga pasien di ruang 18
Tempat : Ruang 18 RSSA Malang
Hari/Tanggal : Jum’at, 2 Maret 2012
Waktu : 1 x 30 menit ( jam 09.30 -10.00 WIB)
Penyuluh :
1. Pengertian
- Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner & Sudart 2002 :1097)
- Apendiksitis adalah salah satu peradangan pada apendiks yang berbentuk
cacing,yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long,Barbara c,1996 hal 228)
- Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiforis dan merupakan
peyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer .dkk.200:307)
- Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).
2. Anatomi
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung
inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol
pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-
rata 9 – 10 cm, terletak posteromedial caecum kira-kira 3 cm inferior valvula
ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis,
memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Persarafan para simpatis berasal
dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri
appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x,
karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan
pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka
appendiks akan mengalami gangren
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung
amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen
dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
berperan pada patofisiologi appendiks.
Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks,
ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi
tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh
sebab jaringan limfe kecil sekalisehingga jika dibandingkan dengan jumlah pada
saluran cerna dan di seluruh tubuh. ( R.Syamsu ; 1997)
3. Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab
terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti
cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya
keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X
maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal,
keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum
masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks
yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada
orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang
timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982)
4. Penyebab
- Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat
- Tumor apendiks
- Cacing ascaris
- Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica
- Hiperplasia jaringan limfe
- Benda asing
5. Klasifikasi
Apendisitis dibagi atas :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
6. Tanda dan gejala
- Sakit dan kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
- Anoreksia
- Mual
- Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar)
- Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonitis
- Nyeri lepas
- Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
- Konstipasi
- Diare
- Kencing sedikit-sedikit / Disuria
- Iritabilitas
- Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut
- Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini
nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa
- Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat
- Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.
7. Komplikasi
- Perforasi
- Peritonitis
- Infeksi luka
- Abses intra abdomen
- Obstruksi intestinum
8. Pemeriksaan radiologi
Ø foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ø Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis
apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.
Ø Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93
– 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks
9. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih
dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis
tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri
- Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit
lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika
- Pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis
akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi
- Hb (hemoglobin) nampak normal
- Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate
- Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
Ø Pencegahan
Dapat di lakukan dengan banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat
seperti buah pepeya, pisang dan sayur-sayuran seperti kangkung, kacang
panjang, serta menjaga kebersihan, tidak sering makan – makanan yang terlalu
pedas dan asam, buang air besar secara teratur, olah raga teratur, tidak makan
makanan seperti mie instan secara berlebihan.
Ø Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
o Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
o Rehidrasi
o Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
o Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
o Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Ø Operasi
o Apendiktomi.
o Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
o Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Ø Pasca operasi
o Observasi TTV.
o Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
o Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
o Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
o Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
o Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
o Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar.
o Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa
Andry
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001),
Jakarta, EGC.
Process, Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Aesculapius.
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
--------. 2010.laporanpendahuluanapendiksitis.blogspot.com
SATUAN ACARA PENYULUHAN
APENDIKSITIS
DISUSUN OLEH :
PROFESI NERS
STIKES KEPANJEN
STIKES MAHARANI
RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG
2015