Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:

BAGUS PONCO ARISANTO


NIM : 201903003

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Keluarga dengan hipertensi.


Sebagai Syarat Pemenuhan Tugas Stase Komunitas (Keluarga) Pendidikan Profesi Ners
Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto oleh :

Nama : Bagus Ponco Arisanto

NIM : 201903003

Prodi : Profesi Ners

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mojokerto, Maret 2020

Mahasiswa

( )

Mengetahui,

Pembimbing akademik Pembimbing Klinis

( ) ( )
KONSEP DASAR KELUARGA

1. Definisi Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian yang
berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992
mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri,
atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar
konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang
hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau
tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat


yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan
tinggal dalam satu tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang
satu sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan
atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dan di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah :

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial
a. Tujuan dasar keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai
suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai
perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat
serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi
kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.

b. Ciri-ciri struktur keluarga


Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33) yang
mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana
antar anggota keluarga saling ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada
keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada
perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsinya masing-masing.

2. Tipe/Bentuk Keluarga
Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh
karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat
harus memahami tipe keluarga yang ada yaitu sebagai berikut :

2.2.1 Tradisional
a. The Nuclear family (keluarga inti) : keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak
b. The dyad family : keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang
hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga usila : Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan
anak yang sudah memisahkan diri.
d. The childless family : Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar
karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The extended family : Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup
bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua
(kakek-nenek), keponakan
f. The single parent family : Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau
ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan
ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
g. Commuter family : Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah
satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota
bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
h. Multigenerational family : Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok
umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-network family : Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
j. Blended family : Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
k. The single adult living alone/single adult family : Keluarga yang terdiri dari orang
dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau
ditinggal mati)
ii. Non-Tradisional
a. The unmarried teenage mother : Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama
ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family : Keluarga dengan orang tua tiri
c. Commune family : Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas
yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama.
d. The nonmarital heterosexsual cohabiting family : Keluarga yan ghidup
bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
e. Gay and lesbian families : Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana ”marital pathners”
f. Cohabitating couple : Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan
karena beberapa alasan tertentu
g. Group-marriage family : Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat
rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang
lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
h. Group network family : Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah
tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
i. Foster family : Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
j. Homeless family : Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang : Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

3. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga


Pemegang kekuasaaan dalam keluarga dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak
ayah
2. Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak
ibu
3. Equlitarian, yang memegang dalam keluarga adalah ayah dan ibu

4. Tugas Perkembangan Keluarga


Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil.
Menurut Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga melalui
tahapanperkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola
yangsama. Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998).
1. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan
perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena
kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya. Dua orang
yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-
masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.
Adapun tugas perkembangan, yaitu :
a. Membina hubungan intim dan memuaskan.
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga, istri
dan keluarga sendiri.
2. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap
ini adalah:
a. Persiapan menjadi orang tua.
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan
kegiatan.
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiamana orang tua
berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua danbayi
yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tuadapat
tercapai.
3. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun. Tugas perkembangan :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan
rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi.
c. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus
terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
4. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada
saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal
sehingga keluarga sangat sibuk.Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki
minat sendiri. Demikian pula orang tua mempunyai aktivitas yangberbeda dengan
anak.Tugas perkembangan keluarga :
a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada
anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.
5. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun
kemudian.Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besaruntuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.Tugas perkembangan :
a. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab.Seringkali muncul konflik orang tuadan
remaja.

6. Keluarga dengan anak dewasa


Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah.Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan adaatau
tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.Tugas
perkembangan :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Membantu orang tua memasuki masa tua.
d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
7. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini
dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal
sebagai orang tua. Tugas perkembangan :
a. Mempertahankan kesehatan.
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak.
c. Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin,
menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.
8. Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal. Tugas perkembangan :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
c. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
e. Melakukan life review.
f. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada
tahap ini.

5. Struktur Keluarga
1. Struktur Keluarga Berdasarkan garis keturunan
a. Patrilinear. Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak,saudara sedarah, dalam
berbagai generasidimana hubungan itu menurut garis keturunan ayah.
b. Matriliniar.Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak, saudara dalam berbagai
generasi dimana hubungan itu menurut garis keturunan ibu.
2. Berdasarkan jenis perkawinan
a. Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dan istri.
b. Poligami adalah keluarga diman terdapat seorang suami dan lebih dari orang istri
3. Berdasarkan pemukiman
a. Patrilokal adalah pasangan suami istri,tinggal bersama atau dekat keluarga sedarah
suami
b. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan sedarah
istri.
c. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri.
4. Berdasarkan kekuasaan
a. Keluarga kabapaan. Dalam keluarga suami memegang peranan paling penting
b. Keluarga keibuan. Dalam hubungan keluarga istri memegang peranan paling penting
c. Kaluarga setara. Peranan suami istri kurang lebih seimbang.

5. Peranan Keluarga
Posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan
pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di
dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan
sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya.
3. Peranan Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

6. Proses Keperawatan Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga terdapat
berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga
adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada
keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi
tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut
Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara
sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai
dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan
yang dilaksanakan terhadap keluarga.

Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan keperawatan, yang dapat
diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep tertentu,
teori atau falsafah (Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan keluarga


dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam
status kesehatan keluarga.

Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun secara


sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut Friedman
(1998: 55) membagi proses keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian
terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan,
rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi
perawatan.

Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan


keluarga dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu
dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta
minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga,
menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan
yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah dengan keluarga.

a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004:29).
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat
diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan
sederhana (Suprajitno: 2004).

Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi


dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga,
diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 1998: 56)

Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat
tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh
pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola hidup yang berhubungan dengan
emosi yang negative seperti emosi yang tidak terkendali atau temperamental,
ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan yang berlebihan
(Indomedia, 2002).

2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga


a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga.
Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti
mengkosumsi makanan yang banyak mengandung zat pengawet, makanan yang asin
serta emosi yang negatif

b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan


Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor
yang penting dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan
kesehatan digunakan untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).

c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu
minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum
pagi dan sore (Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan
komplikasi bila pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar
dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada
organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.

3) Status Sosial Ekonomi


a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal
hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan
kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat
dan benar.

b. Pekerjaan dan Penghasilan


Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam
melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah
satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan
bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah
satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada
keluarga.
c. Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan
dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan
kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi
berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan cemas
stres(friedmen, 1998:125).

4) Aktiftas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan
darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan
fisik, seperti olah raga.

5) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,
penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya
hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan
hipertensi.

b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.
Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali
pada hipertensi

c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya
hipertensi dimana akan menyebabkan cemas merupakan factor resiko hipertensi

6) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah
berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik
diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan.
Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati
dan rasa kepedulian yang tinggi.

b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan
yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam
hipertensi.

c. Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan,
maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran,
dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan
maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).

7) Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita
hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan
menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan
hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit (Friedman, 1998).

b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita
hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak
memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota
keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan
mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya,
salah satunya adalah disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50).
Bila keluarga tidak mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota
keluarganya, maka hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.

b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan
yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya
masalah tidak begitu menonjol (Eendy, 1998:50).

c) Merawat anggota keluarga yang sakit


Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan karena
tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis, cara
perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam keluarga.

d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat


Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu media perawatan
bagi anggota keluarga yang sakit. Lingkungan rumah yang berdebu dan asap
rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat
hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan
nyaman bagi penderita hipertensi.

e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang didapat dari
fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh terhadap penderita hipertensi.
Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga saat
penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
8) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah
yang belum terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur
sering diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan
istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.

9) Pemeriksaan fisik anggota keluarga


Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga
dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan
masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan
sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya
hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat
menyebabkan kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.

10) Koping keluarga


Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga
tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.
Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah
dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).

b. Diagnosa keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan keluarga
merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem
keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga di
dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.

Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah cara


mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta respon terhadap
masalah aktual dan resiko tinggi.

Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

“Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia


(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial dan aktual dari individu atau
kelompok dimana perawat dapat secara legal mengidentifikasi dan untuk itu pula
perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan
status kesehatan atau untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah”.

Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli, keluarga merupakan
satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan dapat diberlakukan, meskipun
demikian, diagnosa keperawatan masih berorientasi pada individu. Diagnosa yang
mungkin muncul dalam keluarga dengan penyakit hipertensi menurut Doenges
(2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi jaringan, penurunan curah
jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti injuri (diplopia).

1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan
prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan
keperawatan yang ditemukan dalam keluarga diselesaikan sekaligus, perlu
mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti
masalah penyakit.

Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan


keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga dalam
memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga yang dapat
menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga serta yang
tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
Skala untuk Menentukan Prioritas ( Maglaya, 2009)

No Kriteria Skor Bobot


.
1 Sifat masalah
Skala :
wellness 3
Aktual 3 1
Resiko 2
Potensial 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah


Skala :
Mudah 2
Sebagian 1 2
Tidak dapat 0

3 Potensi masalah untuk dicegah


Skala :
Tinggi 3
Cukup 2 1
Rendah 1

4 Menonjolnya masalah
Skala :
Segera 2
Tidak perlu 1 1
Tidak dirasakan 0

Cara Skoring :
1. Tentukan skor untuk setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.

Skor
X bobot
Angka Tertinggi

3. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria

2) Kriteria prioritas masalah


Penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang
menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat
diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.

Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang


sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar
diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu
keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan
keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi situasi
yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).

Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat diubah, adalah


kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang berhubungan
dengan hipertensi jika dilakukan intervensi. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah adalah faktor pengetahuan dan
tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya keluarga, di antaranya
adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu sumber daya perawatan,
diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan masalah
keperawatan serta waktu dan sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas,
organisasi seperti posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi untuk diubah (Effendy, 1998:54).

Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah
berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan dapat dikurangi atau dicegah
melalui tindakan keperawatan, misalnya dengan memberikan informasi tentang
hipertensi, cara mencegah terjadinya serta menganjurkan penderita hipertensi untuk
memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan (puskesmas, rumah
sakit, dan dokter).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah


hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan masalah hipertensi hal ini berkaitan
dengan beratnya penyakit atau hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua
perhatikan tindakan yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu tindakan untuk
mencegah dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka meningkatkan status
kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah
hipertensi berhubungan dengan jangka waktu terjadinya masalah hipertensi.
Keadaan ini erat hubungannya dengan beratnya masalah hipertensi pada keluarga
dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya
keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah hipertensi (Effendy, 1998:54).

Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga melihat dan menilai


masalah yang berhubungan dengan masalah hipertensi dalam hal berat dan
mendesak masalah hipertensi untuk diatasi melalui intervensi keperawatan.
Konsep Dasar Hipertensi

A. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi
` Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan
beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan
tekanan secara normal (Wijaya, 2013).
2. Etiologi
Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi diantaranya
karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta
kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan
berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan)
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Kebiasaan merokok
2) Konsumsi natrium/garam
3) Konsumsi lemak jenuh
4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
5) Obesitas
6) Olahraga
7) Stres
3. Tanda dan Gejala
Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis yang
dapat timbul adalah :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai rasa mual muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina
akibat hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena
kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nuctoria karena peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat
peningkatan tekanan kapiler.
Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek merusak jangka panjang
pada pembuluh darah besar dan kecil dari jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal
sebagai penyakit organ target.

4. Klasifikikasi Hipertensi
a. Klasifikasi berdasarkan Etiologi
Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah tinggi atau hipertensi
dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan sekunder:
1) Hipertensi esensial (primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum
diketahui penyebab pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi
essensial, seperti: faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet
(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium dan kalsium)
2) Hipertensi sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi dapat diketahui dengan jelas
sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder
diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,
kelainan endokrin lainya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-
obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi
Menurut Ignatavicius (2009) hipertensi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori
berdasarkan pada JNC VII (The Seventh Joint National Commitee on Prevention Detection,
Evaluation, and Treatment of High Pressure) yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)


5.
1. Optimal <120 <80

2. Normal 120-129 80-84

3. High Normal 130-139 85-89

4. Hipertensi

Grade 1 (ringan) 140-159 90-99

Grade 2 (sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (berat) 180-209 100-119

Grade 4 (sangat berat) >210 >120

Patofisiologi
Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpati.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonrtiksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitiv terhadap enorepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon vasokontrikstor
pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsa sekresi aldosterone dan
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relasasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluhdarah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Price, 2006).

WOC

Faktor predisposisi :Umur, jenis kelamin, gaya


hidup, merokok, stress, kurang olahraga, genetic,
alkohol, konsentrasi garam, obesitas
Hipertensi

Jantung Otak gGinjal Retina Pembuluh darah

Retensi pembuluh Vasokontriksi Spasme


Kerja jantung pembuluh
darah otak arteriole
meningkat Vasokontriksi
darah ginjal
afterload
Peningkatan TIK Diplopia meningkat
Resiko Rangsangan
penurunan aldosteron
perfusi jaringan Nyeri kepala Cardiac output
Resiko injury
jantung menurun
Retensi Na

Gangguan rasa
Intoleransi oedema
nyaman nyeri
aktivitas

Gangguan
keseimbangan
cairan
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah :
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal
dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
g. Foto dada dan CT scan
9. Komplikasi
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
c. Aterosklerosi pembuluh darah
d. Retinopati
e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)
f. Infark miokard
g. Angina pectoris
h. Gagal jantung
Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak, ginjal, dan retina. Hasilnya
adalah gangguan fungsional progresif dari organ-organ ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-
organ.
10. Penatalaksanaan
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi
adalah menurunkan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas
yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah
140 mmHg dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan antara lain :

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi :
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi dengan memodifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan
nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darah yai
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan rentang 18,5-
24,9 kg/m2). BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda
yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat
dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun dengan kaya serat dan protein, dan
jika berhasil menurunkan badan 2,5-5kg maka tekanan darah diastolic dapat diturunkan sebanyak
5 mmHg
2. Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih
dari 100mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain dengan
mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan
konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari, dapat menurunkan sistolik sebanyak 5 mmHg dan
diastolik sekitar 2,5 mmHg.
3. Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan
tekanan darah. Para peminum berat mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara mengurangi
asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing dengan setidaknya
menggonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan
potassium yang cukup.
5. Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi
merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung
dan stroke, maka perlu dihindari mengonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat
Meningkatkan hipertensi Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah,
maka pada penderita hipertensi dianjurkan nuntuk menghentikan kebiasaan merokok
6. aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi. Cara untuk meningkatkan
aktivitas fisik seperti melakukan olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan
berjalan cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama ≥ 3 kali seminggu.
7. Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress
sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress
dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan
memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol
system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah
8. Terapi masase (pijat)
Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran
energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika
semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan
hambatan lain maka resiko hipertensi dapat dihentikan.
b. Pengobatan Farmakologi
Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh komite dokter ahli hipertensi (Joint National
Committee on detection, evaluation and treatment of high blood preasure, USA, 2003)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE
dapat digunkan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatan meliputi:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang mengakibatkan
daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine) menghambat
aktivitas saraf simpatis
3) Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
c) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
b) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan
daya pompa jantung.
7) Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil
1. Pengkajian Keperawatan Komunitas
Pengkajian komunitas dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengarui
status kesehatan masyarakat (Anderson & Mc. Farlane). Pengkajian komunitas dilakukan
dengan mengaplikasikan beberapa teori dan konsep model asuhan keperawatan yang
releven. Informasi atau data ini dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung di
kumunitas.
a) Jenis Data Komunitas
Dalam pengkajian komunitas ada bebrapa data yang perlu dikumpulkan meliputi :
1 Data inti komunitas
Data inti komunitas yang dikaji terdiri dari :
a. sejarah / riwayat ( riwayat daerah ini, perubahan daerah ini)
b. demografi (usia,jenis kelmin,distribusi ras, distribusi etnis)
c. tipe keluarga (keluarga,bukan keluarga, kelompok)
d. status perkawinan(kawin,janda,duda,single)
e. statistic vital (kelahiran,kematian,kelompok usia dan penyebab
kematian)
f. nilai-nilai dan keyakinan dan agama
2 Data sub system komunitas
Data subsistem yang perlu di kumpulkan dalam pengkajian meliputi
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik : Kualitas air, pembungan limbah, kualitas udara,flora,
ruang terbuka, perumahan, daerah hijau, musim, binatang,kualitas
makanan dan akses.
b. Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan dan social perlu dikaji di komunitas : puskesmas,
klinik, rumah sakit, pengobatan tradisionl, agen pelayanan kesehatan
dirumah, pusat emergency, rumah perawatan, fasilitas pelayanan social,
pelayanan kesehatan mental, apakah ada yang mengalami sakit akut atau
kronis.
c. Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi meliputi
karakteristik keungan keluarga dan individu, status pekerja, kategori
pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi industry, pasar
dan pusat bisnis
d. Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan keamanan
meliputi alat transportasi penduduk datang dan keluar wikayah,
transportasi umum (bus,taksi,angkot, dll dan transprtasi privat (sumber
transportasi, transportasi untuk penyandang cacat. Layanan perlindngan
kebakaran, polisi,sanitasi dan kualitas udara.
e. Politik dan pemerintahan
data yang baru dikumpulkan meliputi : pemerintahan ( RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dsb), kelompok pelayanan masyarakat
(posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti, dll); Politik
(kegiatan yang ada di wilayah tersebut, dan peran peserta partai politik
dalam pelayanan kesehatan)
f. Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu : 1) Komunikasi formal meliputi surat kabar, radio dan
televise, telepon, internet, dan hotline; 2) Komunikasi informal meliputi :
papan pengumuman, poster, brosur, pengeras suara dari masjid, dll).
g. Pendidikan
Data terkait dengan pendidikan meliputi sekolah yang ada di komunitas,
tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan kesehatan
disekolah, program makan siang di sekolah, akses pendidikan yang lebih
tinggi.
h. Rekreasi
Data terkait dengan rekreasi yang perlu di kumpulkan meliputi : taman,
area
bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan privat, fasilitas khusus.
3 Data Persepsi
Data persepsi yang dikaji meliputi :
a. Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat yang dikaji terkait tempat tinggal yaitu bagaimana
perasaan masyarakat tentang kehidupan bermasyarakat yang di rasakan di
lingkungan tempat tinggal mereka, apa yang menjadi kekuatan mereka,
permasalahan, tanyakan pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda
( misalnya, lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu rumah tangga, dll).
b. Persepsi perawat
Persepsi perawat berupa pernyataan umum tentang kondisi kesehatan dari
masyarakat apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial
masalah yang dapat diidentifikasi.
Sumber data pada data primer berasal dari masyarakat langsung yang di
dapat dengan cara : 1) Survey epidemiologi; 2) pengamatan epidemiologi;
3) dan screening kesehatan.
Sedangkan pada data sekunder, data didapatkan dari data yang sudah ada
sebelumnya. Sumber data sekunder didapat dari :
1) Sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit, puskesmas, atau
balai pengobatan.
2) Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya kementrian
kesehatan, dinas kesehatan, atau biro pusat statistic.
3) Absensi sekolah,industry, dan perusahaan.
4) Secara internasional, data dapat diperoleh dari data WHO,seperti :
laporan populasi dan statistic vital, population bulletin, dll.
Data yang d kumpulkan dalam pengkajian keperawatan komunitas
dapat diperoleh dengan metode wawancara, angket , observasi dan
pemeriksaan. Setelah data terkumpul, analisis data komunitas dapat
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu kategorisasi, ringkasan,
perbandingan dan kesimpulan.
1) Kategorisasi. Data dapat dikategorikan dlam berbagai cara.
Pengkategorian data pengkajian komunitas diantaranya : a)
karakteristik demografi (komposisi keluarga, usia, jenis kelamin,
etnis dan kelompok ras ); b) karakteristik geografis ( batas wilayah,
jumlah dan besarnya kepala keluarga (KK), ruang public dan
jalan); c) karakteristik social-ekonomi (pekerjaan dan jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan dan pola kepemilikan rumah); d)
sumber dan pelayanan kesehatan (rumah sakit , puskesmas, klinik,
pusat kesehatan mental, dll).
2) Ringkasan . setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas
berikutnya adalah meringkas data dalam setiap kategori.
Pernyataan ringkasan disajikan dalam bentuk ukuran seperti
jumlah, bagan dan grafik.
3) Perbandingan adalah melakukan analisis data meliputi identifikasi
kesenjanggan dasa dan tidak kesesuaian. Data pembanding sangat
diperlukan untuk mentapkan pola atau kecenderungan yang ada
atau jika data tidak benar dan perlu revalidasi yang membutuhkan
data asli. Perbedaan data dapat terjadi karena terdapat ksalahan
pencatatan data. Contoh perbandingan dapat dilakukan dengan
menggunakan data hasil pengkajian kmunitas dan
membandingkannya dengan data lain yang sama yang merupakan
standart yang diteteapkan untuk suatu wilayah kabupaten/kota,
atau provinsi atau nasional. Misalnya terkait dengan angka
kematian bayi atau IMR disuatu wilayah dibandingkan IMR
standart pada tingkat kabupaten atau kota.
4) Membuat kesimpulan. Setelah data yang dikumpulkan dan dibuat
keteria, ringkasan dan dibandingkan maka tahap akhir adalah
membuat kesimpulan secara logis dari peristiwa yang kemuadian
dibuatkan pernyataan penegakkan diagnosis keperawatan
komunitas.
2. Diagnosa Keperawatan Komunitas ( NANDA (2015-2017) dan ICNP
a. Defisiensi kesehatan komunitas
b. Perilaku kesehata cenderung beresiko
c. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
d. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
e. Ketidakefektivan management therapeutic keluarga
f. Deficit pengetahuan tentang latihan
g. Resiko terjadinya penyakit
h. Resiko cidera lingkungan
i. Kemampuan mempertahankan performa kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient
Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http://


depkes.co.id/stroke.html)

Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa:
Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC

Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi
ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan             
diagnosa medis dan NANDA NIC –NOC, Jilid 1 Edisi Revisi. Media Action Publishing

Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Jogja : Mediaction Publishing.

Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai