Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING AND CRITICAL APPRAISAL

SUBCUTANEOUS EXTRALESIONAL TRIAMCINOLONE ACETONIDE INJECTION


VERSUS CONSERVATIVE MANAGEMENT IN THE TREATMENT OF CHALAZION

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengukuti


Program Pendidikan Klinik Stase Mata
di RSUD Dr Soedirman Kebumen

Oleh:
Primaniarta Subroto
12711118/16712126

Dokter Pembimbing Lapangan:


dr. Elly Soraya, Sp.M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
Subcutaneous Extralesional Triamcinolone Acetonide Injection Versus Conservative
Management in The Treatment of Chalazion
CF Chung, JSM Lai, PSH Li
Department of Ophthalmology, United Christian Hospital, Kwun Tong, Hong Kong

INTISARI

Objektif: Untuk membandingkan efikasi injeksi triamcinolone acetonide subkutan ekstralesi


dengan pengobatan konservatif pada calazion. Desain penelitian: Randomised controlled
trial. Setting: poliklinik mata pada dua Rumah sakit di Hong Kong. Pasien: Pasien yang
berumur lebih dari 18 tahun dengan calazion yang secara acak dibagi menjadi dua grup. Pada
grup 1, 12 pasien diobati dengan Lid hygiene, kompres hangat dan kloramfenikol 1% oinmen
4 kali sehari. Pada grup 2, 16 pasien diobati dengan injeksi triamcinolone acetonid 0.3 mL
(10 mg/mL) subkutan ekstralesi. Kriteria eksklusi meliputi infeksi akut calazion dengan
selulitis preseptal, calazion rekuren, kalazion yang kecil (<2 mm) dan calazion yang telah
mendapat pengobaan sebelumnya. Pengukuran hasil utama: ukuran calazion, rekurensi
calazion, tekanan intra okuli, dan komplikasi pengobatan meliputi perubahan pigmen kulit
atau atrofi dan granuloma piogenik. Hasil : terdapat hasil yang signifikan secara klinis dan
statistik antara grup 1 (58.3%) dan grup 2 (93.8%). Pada grup 1, rata-rata durasi sebelumnya
dari calazion, sebelum pengobatan lebih pendek pada kasus yang berhasil daripada kasus
yang gagal. Seorang pasien dengan multiple kalazion pada grup 2 mengalami perubahan
pigmentasi kulit pada sisi pengobatan. Kesimpulan: Injeksi subkutan Trimancinolone
acetonide ekstralesi lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan calazion konservatif
Kata Kunci: Kalazion, infeksi, subkutan, triamsinolone acetonide

Introduksi

Hordeolum internum (tanpa selulitis) adalah inflamasi purulen akut dari kelenjar meibom di
bagian tarsal kelopak mata, yang mana menimbulkan manifestasi klinis pada baian dalam,
lunak dan lesi eritem sedang. Secara histologi, akan tampak leukosit polimorfonuklear, edem,
dan kongesti vaskular pada bagian tengah kelenjar meibom. Kalazion merupakan nodul yang
keras, tidak nyeri pada kelopak mata akibat inflamasi kronik kelenjar meibom. Secara
histologi, akan ada aderah inflamasi lipogranulomatus pada bagian tengah dan daerah
disekitarnya akan terdapat lipid. Leukosit polimorfonuklear, sel plasma, limfosit dan
multinucleated giant cell dapat ditemukan pada lesi. Manajemen konservatif menggunakan
Lid hygiene, kompres hangat dan topikal antibiotik telah diteliti dapat berhasil hingga 80%
dibandingkan dengan 93% setelah injeksi kortikosteroid intralesi. Injeksi intralesi mungkin
sangat sakit, sedangkan injeksi triamcinolone acetonide ekstralesi ke jaringan ikat longgar
mungkin menimbulkan nyeri yang lebih ringan. Leinfelder dala penelitiannya menggunakan
subkonjugtiva injeksi metilprednisolon acetate untuk mengobati kalazion akut.

Pada penelitian acak peneliti bertujuan untuk membandingkan efikasi dan keamanan
mengobati kalazion dengan injeksi subkutan triamcinolone acetonide ekstralesi dibandingkan
pengobatan konservatif pada kalazion (lid hygiene, kompres hangat, dan salep
kloramfenikol).

Metode

Pasien yang berusia lebih dari 18 tahun dengan kalazion primer atau multipel kalazion yang
datang pada poliklinik mata RS United Christian dan Rumah sakit (RS) Tseung Kwan O
antara Juli 2003 hingga Februari 2005. Kedua RS telah mendapatkan persetujuan komite etik
dan semua pasien telah menyetujui informed consent secara tertulis.

Kriteria eksklusi meliputi: (1) infeksi akut kalazion dengan selulitis preseptal, (2) pengobatan
kalazion sebelumnya, (3) kalazion rekuren, (4) Kalazion berukuran kecil (<2 mm), (5)
Riwayat peningkatan tekanan intra okuli (TIO) akibat steroid.

Durasi sejak onset, ukuran, dan lokasi dari kalazion telah didokumentasi. Jika pasien
memiliki multipel kalazion, hanya satu lesi yang secara acak akan diikutkan dalam penelitian
ini. TIO telah diukur menggunaka tonometri. Pasien telah diacak menjadi dua grup. Grup 1
pasien diobati secara konservatif dengan kompres hangat menggunakan handuk selama 10
menit empat kali sehari, membersihkan kelopak mata dengan cotton tip sticks yang dibasahi
edngan air mendidih empat kali sehari, dan salep antibiotik kloranfenikol 1% empat kali
sehari. Grup 2 pasien telah diberikan 0.3 mL Kenacort-A (triamcinolone acetonideI) suspensi
(10 mg/mL) ke jaringan subkutan dalam orbicularis okuli sekitar calazion melalui jalur
perkutaneous, menggunakan syringe tuberkulin 1 mL dengan 25-gauge needle.

Pasien diikuti selama 2 dan 4 minggu setelahnya serta pengukuran TIO. Ukuran kalazia,
komplikasi dan penyesuaian pengobatan konservatif telah dicatat. Pada grup 2, jika ukuran
kalazion masih belum mengecil setengah dari ukuran awalnya setelah diikuti dua minggu
akan diberikan injeksi subkutan triamcinolone acetonide lagi. Jika dalam 4 minggu setelah
pengobatan, kalazion masih persisten, maka dilakukan operasi incisi dan kuretase baik pada
grup 1 atau 2.

Hasil utama pengukuran adalah ukuran kalazion, rekurensi (muncul kembali pada lokasi yang
sama kurang dari 4 minggu), TIO, dan komplikasi meliputi hipopogmentasi kulit atau atrofi
dan granuloma piogenik. Keberhasilan intervensi kalazion dilihat dari berkurangnya ukuran 2
mm atau lebih kecil selama 4 minggu. Pada beberapa pasien follow up dilakukan untuk
mengetahui respon pengobatan ataupun kompliksai yang muncul

Uji Fisher digunakan untuk menganalisis hubungan data nominal, uji Mann-Whitney
digunakan untuk mendeteksi siginifikansi data ordinal antara kedua grup. Uji wilcoxon’s
digunakan untuk mendeteksi perbedaan data TIO pada grup yang sama. Sedangakan regresi
linear digunkan untuk mengontrol potensi faktor confounding dari ukuran kalazion, durasi
sebelum pengobatan dan umur pasien.

Hasil

Dua belas (4 laki-laki, 8 perempuan: usia rata-rata 38 tahun: standard deviation [SD]. 17
tahun dan 16 (7 laki-laki. 9 Perempuan: rata-rata usia 39 tahun: SD. 17 tahun) pasien dibagi
menjadi grup 1 dan grup 2. Satu pasien pada grup 2 memiliki 3 kalazion: pada kelopaka mata
kanan atas, kanan bawah dan bawah kiri. Dan hanya bagian kanan bawah yang di masukkan
dalam penelitian. Rata-rata durasi kalazion sebelum pengobatan pada grup 1 adalah 4.6 (SD
4.3) minggu dan pada grup 2 adalah 8.8 (SD 9.9) minggu (P= 0.20. Mann Whitney U test).
Ukuran rata-rata awal kalazion adalah 6.0 (SD 3.6) mm pada grup 1 dan 6.1 (SD 2.1) mm
pada grup 2 (P= 0.34, Mann Whitny U test). Karakterisitik demografi pada kedua grup
disimpulkan dalam tabel 1. Tingkat kesuksesan pada grup 1 adalah 58% (7/12 kalazion) dan
pada grup 2 tingkat adalah 94% (15/16); P= 0.036, Fisher’s exact test.

Tabel 1. Karakteristik pasien pada grup 1 dan 2


Table 2 membandingkan karakteristik tingkat keberhasilan pengobatan kalazion pada kedua
grup. Pada grup 1 lama durasi kalazion yang dapat disembuhkan adalah 2.3 (SD 2.8) minggu
dan yang gagal adalah 7.8 (SD 4.3) minggu. Perbedaan ini secara statistik dan klinis
signifikan (P= 0.01, uji Mann Whitney; tabel 3.). Pada grup 2 selama 9.1 (SD 10.1) minggu
dan 4.0 (SD. 0) minggu, P= 0.82. (tabel 3.)

Tabel 2. Karakteristik pasien terhadap respon intevensi

Dua pasien tidak menyelesaikan terapi konservatif. Karena tidak melakukan kompres hangat
tetapi kalazion membaik. Yang lainnya kompres hangat dan kloranfenikol salep digunakan
hanya 1 kali sehari. Kalazion tidak membaik dan dilanjutkan ke operasi insisi dan kuretase

Hasil rata-rata TIO sebelum pengobatan pada grup 1 dan 2 adalah 12.5 (SD 3.4) mmHg dan
12.7 (SD 2.5) mmHg, masing-masing (p= 0.78 uji Mann whitney) rata-rata TIO 2 minggu
setelah pengobatan adalah 11.9 (SD 1.7) mmHg dan 13.4 (SD 3.3) mmHg. Tidak terdapat
hasil yang signifikan sebelum dan setelah pengobatan.

Satu pasien wanita usai 30 tahun mengalami hipopigmentasi pada daerah injeksi. Pada kedua
grup tidak didapatkan granuloma setelah kedua pengobatan diberikan. Tidak terdapat pasien
yang mengalami nyeri berat selama injeksi triamcinlonoe acetonide .

Menggunakan regresi linier untuk mengendalikan faktor confounding, ukuran kalazion,


durasi kalazion dan usia pasien tidak didapatkan hasil yang signifikan, (P=0.54, 0.96 dan
0.79)
Tabel 3. Tingkat keberhasilan dan kegagalan pengobatam rata-rata durasi kalazion sebelumny

Diskusi

Secara umum pengobatan konservatif pada kalazion telah banyak dilakukan. Tetapi, pada
penelitian ini injeksi triamcinolone acetonide subkutan ekstralesi memberikan hasil yang
lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan konservatif. Ini sangat berguna ketika kalazion
tidak membaik saat pengobatan konservatif dilakukan dan dapat dilakukan dahulu sebelum
operasi insisi dan kuretase kalazion.

Pada penelitian sebelumnya durasi lamanya kalazion sebelumnya dilaporkan tidak


berhubungan dengan efektivitas injeksi triamcinolone acetonide intralesi. Meskipun
demikian, lamanya durasi kalazion sebelumnya mempengaruhi jasil pengobatan, durasi yang
lebih pendek lebih efektif menggunakan pengobatan konservatif (P= 0.014) dan injeksi
triamcinolone acetonide lebih efektif digunakan pada kalazion yang sudah lama durasinya.

Beberapa efek samping yang jarang pada pemberian injeksi kortikosteroid telah disampaikan
sebelumnya meliputi : depigmentasi kelopak mata, mikroembolism yang dapat menyebabkan
oklusi vaskular retina dan koroid, timbulnya granuloma. Pada penelitian ini, seorang pasien
(6.3%) kalazion mengalalmi perubahan hipopigmentasi kulit pada daerah injeksi. Hal ini
sangat sulit untuk diprediksi karena setiap pasien memiliki respon yang berbeda. Pada
penelitian sebelumnya dialorkan bahwa perubahan hipopigmentasi kulit terjadi pada psaien
berkulit hitam pada pasien kami subjek penelitian merupakan berkulit putih. Kemudian
inhalasi dan kortikosteroid nasal berhubungan dengan peningkatan TIO. Pada penelitian ini
tidak terdapat kenaikan TIO sebelum dan sesudah pemberian injeksi triamcinolone acetonide
ekstralesi.

Pada penelitian ini, kemungkinan kesalahan dapat terjadi pada saat mengukur kalazion, edem
jaringan lunak mendasari kesulitan dalam mengukur. Disamping itu, pengobatan konservatif
menggunakan handuk hangat dapat meningkatkan edem jaringan lokal dan mempengaruhi
pengukuran. Lebih lagi, menggunakan telepon untuk mengetahui respon pengobatan dan
komplikasiyang muncul dirasa bukan metode yang objektif. Jumlah subjek penelitian
termasuk kecil sehingga penelitian yang lebih banyak jumlahnya diperlukan unutk menilai
efktivitas injeksi triamcinlone acetonide intralesi dalam pengobatan kalazion.

Walaupun injeksi kortikosteroid inralesi efektif dalam pengobatan kalazion, akan


menimbulkan rasa sakit, tekanan yang tinggi karena edemnya jaringan akan lebih sulit
dilakukan injeksi karena tinggi resistensi. Sedangkan pada injeksi ekstralesi terutama
subkutan dilakukan di jaringan ikat longgar menimbulkan nyeri yang lebih ringan dan tidak
memerluka anestesi lokal. Oleh karena itu, injeksi triamcinolone acetonide subkutan
ekstralesi dapat dijadikan sebaai lini pertama pengobatan kalazion, selain mudah dan
prosedur yang cepat juga lebih efektif dibandingkan pengobatan konservatif.

Analisis PICO

Item Jawaban
Patient/Problem Kalazion
Intervention Pengobatan konservatif
Comparison Pengbatan dengan kortikosteroid
Outcome Efikasi pengobatan konservatif dengan kortikosteroid pada
pasien dengan kalazion

Pertanyaan : Bagaimanakah efikasi pengobatan konservatif dibanding pengobatan dengan


kortikosteroid pada pasien kalazion ?

Journal critical appraisal


Identitas Jurnal
Judul Artikel : Subcutaneous Extralesional Triamcinolone Acetonide Injection Versus
Conservative Management in The Treatment of Chalazion
Penulis : CF Chung, JSM Lai, PSH Li
Nama Jurnal : Hong Kong Medical Journal
Tanggal Terbit : 4 Agustus 2012
Tempat Terbit : Hong Kong, China
Critical Appraisal Worksheets: Randomised Controlled Trials

1a. R- Was the assignment of patients to treatments randomised?


What is best? Where do I find the information?
Centralised computer randomisation is The Methods should tell you how patients
ideal and often used in multi-centred trials. were allocated to groups and whether or not
Smaller trials may use an independent randomisation was concealed.
person (e.g, the hospital pharmacy) to
“police” the randomization.
This paper: Yes  No  Unclear 

Comment: Subjek penelitian secara acak dibagi menjadi dua grup


1b. R- Were the groups similar at the start of the trial?
What is best? Where do I find the information?
If the randomisation process worked (that The Results should have a table of
is, achieved comparable groups) the groups "Baseline Characteristics" comparing the
should be similar. The more similar the randomized groups on a number of
groups the better it is. variables that could affect the outcome (ie.
There should be some indication of age, risk factors etc). If not, there may be a
whether differences between groups are description of group similarity in the first
statistically significant (ie. p values). paragraphs of the Results section.
This paper: Yes  No  Unclear 

Comment: Pada analisis univariat didapatkan karakteristik subjek penelitian serupa, tidak
didapatkan nilai yang signifikan. Dapat dilihat dari tabel 1. (P= 0.71, 0.91, 0.20, 0.34,
0.78)
2a. A – Aside from the allocated treatment, were groups treated equally?
What is best? Where do I find the information?
Apart from the intervention the patients in Look in the Methods section for the follow-
the different groups should be treated the up schedule, and permitted additional
same, eg., additional treatments or tests. treatments, etc and in Results for actual use.
This paper: Yes  No  Unclear 

Comment: Subjek penelitian pada kedua grup diberikan intervensi yang sama. Grup 1
dengan conservaif treatment, grup 2 dengan injeksi triamcinolone acetonide subkutan
eksralesi.
2b. A – Were all patients who entered the trial accounted for? – and were they
analysed in the groups to which they were randomised?
What is best? Where do I find the information?
Losses to follow-up should be minimal – The Results section should say how many
preferably less than 20%. However, if few patients were 9andomised (eg., Baseline
patients have the outcome of interest, then Characteristics table) and how many
even small losses to follow-up can bias the patients were actually included in the
results. Patients should also be analysed in analysis. You will need to read the results
the groups to which they were randomised section to clarify the number and reason for
– ‘intention-to-treat analysis’. losses to follow-up.
This paper: Yes  No  Unclear 

Comment: tidak terdapat subjek penelitian yang loss to follow up


3. M - Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind”
to which treatment was being received?
What is best? Where do I find the information?
It is ideal if the study is ‘double-blinded’ – First, look in the Methods section to see if
that is, both patients and investigators are there is some mention of masking of
unaware of treatment allocation. If the treatments, eg., placebos with the same
outcome is objective (eg., death) then appearance or sham therapy. Second, the
blinding is less critical. If the outcome is Methods section should describe how the
subjective (eg., symptoms or function) then outcome was assessed and whether the
blinding of the outcome assessor is critical. assessor/s were aware of the patients'
treatment.
This paper: Yes  No  Unclear 

Comment: Tidak disampaikan bahwa penelitian ini double-blind atau tidak


What were the results?

1. How large was the treatment effect?


Most often results are presented as dichotomous outcomes (yes or not outcomes that
happen or don't happen) and can include such outcomes as cancer recurrence, myocardial
infarction and death. Consider a study in which 15% (0.15) of the control group died and
10% (0.10) of the treatment group died after 2 years of treatment. The results can be
expressed in many ways as shown below.

Comment: Hasil Intervensi bisa dilihat dari pengukuran ukuran kalazion, rekurensi
(muncul kembali pada lokasi yang sama kurang dari 4 minggu), TIO, dan komplikasi
meliputi hipopogmentasi kulit atau atrofi dan granuloma piogenik. Keberhasilan
intervensi kalazion dilihat dari berkurangnya ukuran 2 mm atau lebih kecil selama 4
minggu. Hasilnya injeksi triamcinolone acetonide lebih efektif dibandingkan conservatf
therapy
What is the measure? What does it mean?

Relative Risk (RR) = risk of the The relative risk tells us how many times more
outcome in the treatment group / risk likely it is that an event will occur in the
of the outcome in the control group. treatment group relative to the control group. An
RR of 1 means that there is no difference
between the two groups thus, the treatment had
no effect. An RR < 1 means that the treatment
decreases the risk of the outcome. An RR > 1
means that the treatment increased the risk of the
outcome.

In our example, the RR = 0.10/0.15 = Since the RR < 1, the treatment decreases the
0.67 risk of death.

Absolute Risk Reduction (ARR) = The absolute risk reduction tells us the absolute
risk of the outcome in the control difference in the rates of events between the two
group - risk of the outcome in the groups and gives an indication of the baseline
treatment group. This is also known as risk and treatment effect. An ARR of 0 means
the absolute risk difference. that there is no difference between the two
groups thus, the treatment had no effect.

In our example, the ARR = 0.15 - 0.10 The absolute benefit of treatment is a 5%
= 0.05 or 5% reduction in the death rate.

Relative Risk Reduction (RRR) = The relative risk reduction is the complement of
absolute risk reduction / risk of the the RR and is probably the most commonly
outcome in the control group. An reported measure of treatment effects. It tells us
alternative way to calculate the RRR is the reduction in the rate of the outcome in the
to subtract the RR from 1 (eg. RRR = treatment group relative to that in the control
1 - RR) group.

In our example, the RRR = 0.05/0.15 The treatment reduced the risk of death by 33%
= 0.33 or 33% relative to that occurring in the control group.

Or RRR = 1 - 0.67 = 0.33


or 33%

Number Needed to Treat (NNT) = The number needed to treat represents the
inverse of the ARR and is calculated number of patients we need to treat with the
as 1 / ARR. experimental therapy in order to prevent 1 bad
outcome and incorporates the duration of
treatment. Clinical significance can be
determined to some extent by looking at the
NNTs, but also by weighing the NNTs against
any harms or adverse effects (NNHs) of therapy.

In our example, the NNT = 1/ 0.05 = We would need to treat 20 people for 2 years in
20 order to prevent 1 death.
2. How precise was the estimate of the treatment effect?
The true risk of the outcome in the population is not known and the best we can do is
estimate the true risk based on the sample of patients in the trial. This estimate is called
the point estimate. We can gauge how close this estimate is to the true value by looking at
the confidence intervals (CI) for each estimate. If the confidence interval is fairly narrow
then we can be confident that our point estimate is a precise reflection of the population
value. The confidence interval also provides us with information about the statistical
significance of the result. If the value corresponding to no effect falls outside the 95%
confidence interval then the result is statistically significant at the 0.05 level. If the
confidence interval includes the value corresponding to no effect then the results are not
statistically significant.

Comment : Uji Fisher digunakan untuk menganalisis hubungan data nominal, uji Mann-
Whitney digunakan untuk mendeteksi siginifikansi data ordinal antara kedua grup. Uji
wilcoxon’s digunakan untuk mendeteksi perbedaan data TIO pada grup yang sama.
Sedangakan regresi linear digunkan untuk mengontrol potensi faktor confounding dari
ukuran kalazion, durasi sebelum pengobatan dan umur pasien. Dengan CI 95%

Will the results help me in caring for my patient? (ExternalValidity/Applicability)


The questions that you should ask before you decide to apply the results of the study
to your patient are:

 Is my patient so different to those in the study that the results cannot apply?
Tidak terdapat perbedaan subjek penelitian dengan Indonesia, karena masih
dalam ras ASIA
 Is the treatment feasible in my setting?
Ya, Pengobatan konsertaif pada kalzion sudah banyak dilakukan di Indonesia dan
Trimacinolone acetonide terdaftar dalam Pusat Informasi Obat Nasional
(PIONAS)
 Will the potential benefits of treatment outweigh the potential harms of
treatment for my patient?
Beberapa efek samping pada pemberian injeksi kortikosteroid telah disampaikan
sebelumnya meliputi : depigmentasi kelopak mata, mikroembolism yang dapat
menyebabkan oklusi vaskular retina dan koroid, timbulnya granuloma. Terjadi
satu subjek penelitian (6.3%) yang mengalami hipopigmentasi pada daerah
injeksi.

Anda mungkin juga menyukai