Anda di halaman 1dari 4

Pernyataan Profesor Kinoshita

Apakah orang-orang Indonesia tidak pernah berpikir panjang?

Mengutip koran harian kompas 24 Mei 2002, sebuah pendapat yang cukup menarik
dikemukakan oleh Prof. Toshiko Kinoshita seorang guru besar dari Universitas Wakeda,
Jepang. Menurutnya “Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hanya berorientasi pada
mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berpikir jangka panjang.
Karakteristik ini bukan hanya terlihat di kalangan masyarakat di lapisan bawah, namun juga
politisi dan pejabat pemerintahannya”. (Kompas, 24 Mei 2002)

Apakah itu hanya sebuah opini saja? Atau merupakan sebuah kebenaran dari hasil
pengamatan yang dilakukan oleh Prof. Toshiko Kinoshita? Dan kita sebagai bangsa Indonesia
apakah tetap tinggal diam saja jika dikatakan seperti itu?

Sekarang sudah tahun 2018, sudah 16 tahun dari beliau mengemukakan pendapatnya,
lalu apakah pendapat beliau ini masih bisa dipertanggungjawabkan? Tetapi sebelum kita
membahasnya, mari kita cari dahulu bagaimana cara manusia berpikir. Dari sumber-sumber di
internet banyak sekali dijelaskan bagaimana cara manusia berpikir baik dari segi psikologis
maupun dari segi saintifik. Akan tetapi dari sekian banyak referensi tersebut, kami akan
memaparkan bagaimana cara manusia berpikir yang dikemukakan oleh Jamal Harwood
seorang ekonom muslim berkebangsaan Inggris dalam bukunya yang berjudul Faith and
Progress.

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga memiliki naluri untuk
memenuhi kehidupannya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut manusia dianugerahkan
akal dan pikiran oleh Dia. Setelah berpikir ini manusia dapat memperoleh suatu proses yang
akan menentukan hasil akhir berupa kesuksesan, kesengsaraan, kenikmatan, keindahan dan
lain-lain. Pada akhirnya semua akan berakhir dalam suatu yang positif ataupun negatif
tergantung dari proses dan cara berpikir kita. Lalu menurut Jamal Harwood, proses berpikir
manusia ini bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

 Berpikir secara dangkal


Orang yang berpikir secara dangkal cenderung melihat sesuatu hanya pada
permukaannya saja serta mengambil keputusan terhadap suatu perkara tanpa
pemahaman secara menyeluruh. Misalnya seseorang yang langsung membeli
sebuah lemari yang terlihat bagus dan menarik seleranya tanpa melihat jenis
kayu serta tingkat keawetannya.

 Berpikir secara mendalam


Orang yang berpikir secara mendalam adalah kebalikan dari orang yang
berpikir secara dangkal. Ia berusaha untuk memahami suatu perkara terlebih
dahulu sebelum mengambil keputusan dengan cara menguji fakta secara
mendetail yang berkaitan dengan perkara yang ingin dipecahkan. Itu berarti
ia adalah seseorang yg ingin membeli lemari namun tidak hanya melihat
tampilan luarnya yang bagus. Ia juga memperhatikan jenis kayu, pernis dan
konstruksinya.

 Berpikir secara cemerlang


Pemikiran cemerlang tidak hanya memahami fakta, namun juga semua hal
yang berkaitan dengan fakta. Dalam hal ini, seseorang yang ingin membeli
lemari tidak hanya mencermati keindahan dan kualitasnya, namun ia
mempertimbangkan kegunaan lemari tersebut baginya, ukuran ruangan yang
akan ditempati juga kondisi keuangannya saat itu.

Lalu jika kita kaaitkan pendapat bagaimana cara manusia berpikir dari Jamal Harwood
tersebut dengan pendapat Profesor Kinoshita, dapat dikatakan sebagian besar masyarakat
Indonesia berpikir secara dangkal. Lalu apakah hal ini merupakan hal yang benar?

Masyarakat hanya mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri? Menurut kami hal
ini ada benarnya. Manusia pasti berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan apa
kebutuhan tersebut dipenuhi? Tentu saja dengan menggunakan uang. Dan pola pikir untuk
memperkaya diri sendiri ini mungkin ada di masyarakat Indonesia. Bukan hanya di kalangan
kecil saja, bahkan kalangan atas juga ada. Contohnya saja kasus yang sedang hangat
belakangan hari ini, mengenai kasus korupsi E-KTP yang menarik banyak orang bahkan salah
satu anggota DPR yang terkenal ikut tertarik didalamnya. Hal seperti ini bisa saja disebabkan
oleh proses penanaman nilai yang salah dimasyarakat dimana kesuksesan seseorang dilihat
berdasarkan kekayaan yang dimilikinya. Padahal salah satu mengukur kesuksesan seseorang
bukan hanya dari itu saja, contohnya melalui dampak yang bisa diberikan dari karya yang
diberikannya. Mungkin inilah yang membuat jarang sekali karya-karya bagus yang diapresiasi,
contohnya saja kasus mobil listrik karya Ricky Elson.
Kemudian untuk berpikir panjang, merupakan hal yang bisa dikatakan sulit untuk
dilakukan untuk beberapa orang. Dalam berpikir panjang dibutuhkan ilmu pengetahuan yang
mendukung, pengalaman, analisis yang mendalam yang mungkin tidak dimiliki oleh semua
orang. Selain itu berpikir panjang merupakan suatu hal yang bisa memakan waktu yang lama
untuk beberapa orang. Dimana waktu yang lama ini adalah suatu hal yang tidak disukai oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung menyukai hal yang
berbau instan, contohnya saja ketika membuat SIM. Masih banyak oknum yang memanfaatkan
kesempatan ini untuk mengais keuntungan. Lagi-lagi hal ini dilakuka untuk memperkaya
dirinya sendiri. Mental-mental inilah yang harus mulai diberantas di masyarakat Indonesia
seperti mau hal yang berbau instan dan memperkaya dirinya sendiri. Memang untuk beberapa
hal, hal yang instan adalah suatu yang baik dan malah dibutuhkan. Tetapi tidak semua yang
instan adalah sesuatu yang baik, apalagi jika hal yang instan tersebut dilakukan untuk hal yang
tidak sesuai kodratnya.

Dari hal diatas, menurut kami apa yang dikatakan oleh prof Kinoshita adalah suatu hal
yang benar, bahkan 16 tahun setelah beliau berpendapat hal ini masih menjadi suatu hal yang
benar. Lalu apakah kita sebagai mahasiswa hanya berdiam saja? Tentu saja tidak. Sebagai
mahasiswa sudah saatnya bagi kita untuk menampis hal yang dikatakan oleh Prof Kinoshita
tersebut. Kita harus bisa mengasah cara berpikir panjang dan mendalam kita. Bahkan kalau
bisa, kita harusnya melakukan cara berpikir secara cemerlang yang dikemukakan oleh Jamal
Harwood. Dan disaat-saat menjadi mahasiswa inilah waktu yang tepat bagi kita untuk
mengasah cara berpikir cemerlang kita. Selain itu dimasa depan kita harus bisa mengubah
paradigma-paradigma yang berada di masyarakat tentang bahaya mengambil kekayaan untuk
diri sendiri. Dan semoga apa yang dikatakan oleh Prof. Kinoshita ini, suatu saat bisa menjadi
suatu hal yang salah. Semoga saja.

Sumber:

Al Bisyri, Fitria. Tiga Cara Manusia Berpikir. ”https://www.kompasiana.com/marfityant/3-


cara-manusia-berpikir_552e0aa36ea834d3278b456e”, diakses 21 Januari 2017 pukul 15.32
WIB

Anda mungkin juga menyukai