Anda di halaman 1dari 16

PERANAN OBAT METRONIDAZOLE TERHADAP AMOEBIASIS

Nama: Moch adnan ashaddany


Npm:12700165

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
DAFTAR ISI

1) HALAMAN
2) HALAMAN JUDUL
3) DAFTAR ISI
4) BAB I

a) PENDAHULUAN
5) BAB II

a) A.METRONIDAZOLE

b) B.FARMAKOKINETIK

c) C.INDIKASI

d) D.KONTRAINDIKASI DAN EFEK SAMPING

e) E.INTERAKSI

f) F.SEDIAAN DAN POSOLOGI

g) G.MUTAGENISITAS DAN KARSINOGESITAS

h) H.PENGARUH

6) BAB III

a) PENUTUP

b) DAFTAR PUSAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Amebiasis merupakan infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit

Entamoeba histolytica. Parasit ini memiliki dua bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu

bentuk aktif (trofozoit) dan bentuk pasif (kista).

Trofozoit hidup di dalam dinding usus atau hidup diantara isi usus dan memakan

bakteri. Bila terjadi infeksi, trofozoit bisa menyebabkan diare, yang juga akan

membawa trofozoit keluar dari tubuh kita. Di luar tubuh manusia, trofozoit yang rapuh

akan mati. Jika pada saat infeksi seseorang tidak mengalami diare, trofozoit biasanya

akan berubah menjadi kista sebelum keluar dari usus. Kista merupakan bentuk yang

lebih kuat dan bisa menyebar, baik secara langsung dari orang ke orang, atau secara

tidak langsung melalui air maupun makanan. (1)

Pemberian terapi pada amebiasis perlu mendapat perhatian, mengingat sekitar

90% infeksi penyebabnya (Entamoeba histolytica) di usus besar tanpa gejala

(asimtomatik), sedangkan sisanya menimbulkan manifestasi klinik yang beragam dari

disentri, perdarahan usus, perforasi usus, ameboma sampai abses hati atau organ lain.

Jenis obat, dosis dan lamanya pemberian disesuaikan dengan keadaan klinis penderita

serta manifestasi amebiasis itu sendiri. (2)

Pengobatan amebiasis sampai saat ini masih relevan untuk dibahas mengingat

penyebarannya hampir di seluruh belahan bumi, menginfeksi sekitar 10% jumlah

penduduk dan menempati urutan ke tiga penyebab kematian akibat parasit setelah

schistosomiasis dan malaria. (2)

Berdasarkan tempat kerjanya, amubisid dibagi menjadi: (1) amubisid jaringan

atau sistemik, yaitu obat yang bekerja terutama di dinding usus, hati dan jaringan ekstra

intestinal lainnya; contohnya emetin, dehidroemetin, klorokuin, (2) amubisid luminal,


yaitu yang bekerja dalam usus dan disebut juga amubisid kontak contohnya,

diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin, kiniofon, glikobiarsol, karbason, klifamid,

diklosanid furoat, tetrasiklin dan paromomisin dan (3) amubisid yang bekerja pada

lumen usus dan jaringan, contohnya obat-obat golongan nitroimidazol, seperti

metronidazol dan tinidazol. (3)

Pada makalah ini akan diuraikan amubisid yang bekerja pada lumen usus dan

jaringan yaitu metronidazol. Sampai saat ini, metronidazol sangat bermanfaat pada

pengobatan amubiasis.
BAB II

METRONIDAZOL

A. Metronidazol

Metronidazole adalah senyawa nitroamidazole yang mengandung tidak

kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % C6H9N3O3 , dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan, berupa serbuk hablur, berbentuk kristal kuning

kepucatan dengan sedikit bau, larut dalam air, eter, etanol, kloroform, dan

sedikit larut dalam dimetilformamida. (4; 5)

Gambar 1. Struktur kimia Metronidazol

Metronidazol bersifat stabil di bawah suhu normal dan tekanan, namun

dapat berubah warna setelah terpapar cahaya.

Kelarutan metronidazol dalam air dilaporkan 10 mg/mL pada suhu 20C

dan 10,5 mg/mL pada 25C. Sumber lain melaporkan kelarutan 64,8 mg /mL

pada suhu kamar dan pH 1,2, menurun menjadi sekitar 10 mg/mL pada nilai pH

antara 2,5 dan 8.0. Lindenberg et al melakukan percobaan kelarutan pada suhu

37C dalam buffer pada pH 1,2, 4,5 dan 6,8, dan disimpulkan bahwa

metronidazol sangat larut pada dosis 500 mg. (6)

Sifat fisiobiokimia
Dalam perdagangan metronidazol terdapat dalam bentuk basa dan

garam hidroklorida. Sebagai basa berupa serbuk kristal berwarna putih

hingga kuning pucat. Sedikit larut dalam air dan dalam alkohol, dan

mempunyai pKa 2,6. Injeksi metronidazol jernih, tidak berwarna, larutan

isotonik dengan pH 4,5 – 7, dengan osmolarity 297-314 mOsm/L dan

mengandung natrium fosfat, asam sitrat dan natrium klorida. Metronidazol

hidroklorida sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol, dalam

perdagangan berupa serbuk berwarna putih.

Golongan/kelas terapi: Anti-infeksi.

B. Farmakokinetik

1. Absorpsi

Metronidazol diabsorbsi dengan baik melalui jalur enteral

sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian dosis tunggal 500

mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 g/mL. Umumnya untuk

kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif rata-rata diperlukan kadar

tidak lebih dari 8 g/mL. (3; 7; 8)

Dilaporkan bahwa metronidazole akan cepat diserap dengan

bioavailabilitas (BA) lebih dari 90% dan hampir 100% . Studi

farmakokinetik yang dilaporkan dalam literatur mendukung keberadaan

BA tinggi. Dalam sebuah penelitian dengan delapan sukarelawan pria

sehat yang menerima metronidazol oral tablet 400 mg dan intravena

fraksi diserap dilaporkan lebih dari 0,98. Studi lain


melaporkan bioavailabilitas metronidazol yang diberikan per oral 500

mg adalah 111%. Farmakokinetik metronidazole juga dipelajari pada

lima wanita sehat setelah dosis oral tunggal dan diperoleh BA 100 ± 5%.

(6)

Dosis oral 250 mg, 500, 750, dan 2000 memberikan konsentrasi

plasma maksimum (Cmax) dari 6, 12, 20, dan 40 g/mL dengan waktu

untuk Cmax (tmax) mulai dari 0,25 sampai 4 jam. (6)

2. Distribusi, Metabolisme, dan Eliminasi

Metronidazol didistribusikan secara luas dan paling terlihat dalam

jaringan tubuh dan cairan. Kurang dari 20% dari metronidazole yang

beredar terikat dengan protein plasma. Volume distribusi berkisar antara

0,51 L/kg sampai 1,1 L/kg. (6)

Metronidazole dimetabolisme di hati oleh oksidasi side-chain,

menghasilkan 1-($-hidroksietil)-2-hidroksimetil-5-nitroimidazole

(sekitar 30% -65% dari kegiatan metronidazole) dan 2-metil-5-

nitroimidazole-1-il-asam asetat (tidak aktif) dan oleh konjugasi

glukoronat. (6)

Jalur utama eliminasi metronidazole dan metabolitnya adalah

melalui urin, di mana 60% -80% dari dosis diekskresikan (6-18% sebagai

bentuk asal). Urin mungkin berwarna coklat kemerahan karena

mengandung pigmen tak dikenal yang berasal dari obat. Sedangkan

ekskresi melalui tinja hanya 6 -15% dari dosis. Selain itu, metronidazol

juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan

seminal dalam kadar yang rendah. Proses ini berlangsung antara 6-14
jam, dengan nilai rata-rata 8,5 jam. (3; 6)

C. Indikasi

Dalam Daftar Obat Esensial WHO, Metronidazol diklasifikasikan

sebagai antiamuba, antigiardiasis, dan antibakteri. Literatur berbeda

menyebutkan bahwa metronidazol juga digunakan untuk mengobati Vincent’s

infection, acne rosacea, amoebiasis usus invasif, abses hati amuba, antibiotik

terkait kolitis, balantidiasis, infeksi gigi, gastritis atau ulkus yang disebabkan

oleh bakteri Helycobacter pylori, dan penyakit radang usus, serta infeksi bakteri

anaerob. (3; 4; 6)

Metronidazol juga diindikasikan untuk drakunkuliasis sebagai alternatif

niridazol dan giardiasis. Metronidazol digunakan untuk profilaksis pascabedah

daerah abdomen, infeksi pelvik, dan pengobatan endokarditis yang disebabkan

oleh B. fragilis. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk kolitis

pseudomembranosa yang disebabkan oleh Clostridium difficile. (3)

D. Kontraindikasi dan Efek Samping

Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang

ditemukan. Efek samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala,

mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Urin mungkin menjadi gelap atau

merah kecoklatan. Muntah, diare, dan spasme usus jarang dialami. Lidah

berselaput, glositis, dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan. Efek

samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia, parestesia ekstremitas,

urtikaria, flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering

pada mulut, vagina, dan vulva. (3; 8)


Metronidazol adalah suatu nitroimidazol sehingga ada kemungkinan

dapat menimbulkan gangguan darah. Walaupun sampai saat ini belum pernah

dilaporkan adanya gangguan darah yang berat, pemberian metronidazol untuk

jangka lebih dari 7 hari hendaknya disertai dengan pemeriksaan leukosit secara

berkala, terutama pada pasien usia muda atau pasien dengan daya tahan rendah.

Neutropenia dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal setelah

pengobatan dihentikan. Pada pasien dengan riwayat penyakit darah atau dengan

gangguan SSP, pemberian obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia,

kejang, atau gejala susunan saraf pusat yang lain, maka pemberian obat harus

segera dihentikan. (3)

Metronidazole telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa

peningkatan kejadian teratogenik, prematuritas, dan kelainan pada bayi yang

dilahirkan. Namun penggunaan pada trimester pertama tidak dianjurkan.

Metronidazol mempunyai efek serupa disulfiram, sehingga mual dan muntah

terjadi bila alkohol dikonsumsi sementara obat masih berada di dalam tubuh.

Dosis metronidazol perlu dikurangi pada pasien dengan penyakit obstruksi hati

yang berat, sirosis hati, dan gangguan fungsi ginjal yang berat. Dosis

metronidazol perlu disesuaikan pada penggunaan bersama fenobarbital,

prednisone, rifampin karena meningkatkan metabolisme oksidatif metronidazol.

(3)

E. Interaksi

Pemberian metronidazole oral dapat mempotensiasi efek antikoagulan

kumarin dan warfarin, sehingga terjadi perpanjangan prothrombin time. Fenitoin

dan fenobarbital dapat meningkatkan eliminasi obat ini, sedangkan simetidin

dapat menghambat metabolisme metronidazol di hati dan menurunkan bersihan


plasma. Kemungkinan interaksi sistemik akan lebih besar pada penggunaan oral

dibandingkan topikal. (3; 9)

Omeprazol tidak mempengaruhi kinetika plasma metronidazole. Namun,

AUC metronidazol berkurang bersama jus dan Cmax mengalami penurunan.

Sedangkan pemberian metronidazol dosis tunggal pada perut kosong maupun

dengan sarapan standar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

bioavailabilitas metronidazol tetapi penyerapan metronidazol dapat terganggu

oleh makanan. (9)

F. Sediaan dan Posologi

Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125

mg/5 mL, dan suppositoria 500 mg dan 1 g. Untuk amubiasis, dosis oral yang

digunakan pada dewasa ialah 3x750 mg/hari selama 5-10 hari dan untuk anak

35-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiga dosis. Untuk trikomoniasis pada wanita

dianjurkan 3 kali 250 mg/hari selama 7-10 hari, bila perlu pengobatan ulang

boleh diberikan dengan selang 4-6 minggu. Pada terapi ulang diperlukan

pemeriksaan jumlah leukosit sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. (3)

Nama dagang

- Flagyl - Tismazol - Fladex

- Promuba - Elyzol - Mebazid

- Corsagyl - Gravazol - Nidazole

- Fortagyl - Metronidazole fresenius

- Metrolet - Trichodazol - Trogyl


- Metrofusin - Metronidazole (generic)

G. Mutagenisitas dan Karsinogesitas

Penggunaan metronidazol terhadap manusia dianggap berpotensi

mutagenik, karsinogenik, dan teratogenik. Metronidazol dan metabolitnya

ditemukan dalam urin penderita yang mendapat obat bersifat mutagenik

terhadap strain Salmonella typhimuriam tertentu (Uji Ames). Pemberian oral

kronik dengan dosis yang besar pada tikus menimbulkan peningkatan sejumlah

tumor hati dan paru secara bermakna. Namun, efek ini tidak ditemukan pada

spesies bukan rodensia. Meskipun obat ini telah digunakan pada manusia lebih

dari 20 tahun, tidak ada peningkatan abnormalitas kongenital, lahir mati, atau

berat badan lahir rendah yang telah dilaporkan. Tidak ada peningkatan frekuensi

gangguan kromosom ditemukan pada penderita yang mendapatkan obat ini

dalam dosis besar. (7; 8)

H. Pengaruh

11.1 Terhadap kehamilan

Produsen menyarankan untuk menghindari penggunaan obat pada

dosis tinggi.

Faktor risiko : B (dikontraindikasikan pada trimester pertama)

Obat dapat menembus plasenta ( efek karsinogenik pada tikus);

dikontraindikasikan terhadap pengobatan trichomoniasis pada trimester pertama,

kecuali jika pengobatan alternatif tidak adekuat. Untuk keamanan dan efikasi pada

indikasi yang lain, gunakan obat pada ibu hamil hanya jika keuntungan pada ibu

hamil lebih banyak daripada potensial risiko terhadap janinnya . hamil hanya jika

keuntungan pada ibu hamil lebih banyak daripada


potensial risiko terhadap janinnya.

11.2 Terhadap ibu menyusui

Ditemukan dalam air susu, produsen menyarankan untuk

menghindari penggunaan obat dengan dosis tunggal yang besar. Masuk

kedalam air susu ibu/tidak direkomendasikan (AAP rates ’’of concern”)

11.3 Terhadap anak-anak

Keamanan dan efikasi penggunaan obat pada anak-anak belum

diketahui dengan jelas, kecuali untuk pengobatan amoebiasis. Bayi baru

lahir menunjukkan keterbatasan dalam eliminasi metronidazole. Pada bayi

berumur 28 hingga 40 minggu, waktu paro eliminasi 10,9 – 22,5 jam.

11.4 Terhadap hasil laboratorium

Interaksi dengan tes laboratorium : dapat mempengaruhi uji AST,

ALT, Trigliserida, glukosa dan LDH.


I.Contoh Resep
BAB III

PENUTUP

Metronidazol efektif membasmi amubiasis ekstraintestinal. Obat ini

membasmi secara efektif infeksi jaringan amuba (abses hati, infeksi dinding

usus, dan ekstraintestinal) dengan memperlihatkan daya amubisid langsung

setelah pemberian. Metronidazol jarang menimbulkan efek samping hebat yang

memerlukan penghentian obat. Namun, penggunaan pada wanita hamil

(terutama trimester pertama) sebaiknya dihindari


DAFTAR PUSTAKA

1. AHFS Drug Information 2005

2. Fact & Comparisons 2003

3. MIMS Indonesia 2006/2007

4. Goldsmith RS. Obat-obat antiprotozoa. Dalam: Bertram G. Katzung. Farmakologi

dasar dan klinik. Jakarta : EGC, 1998.

5. Anonymous. Terapi amubiasis. 2012; (online),

(http://www.infokesehatanpalinglengkap.com, diakses 10 September 2012).

6. Rediguieri CF, Valentina P, Diana GN, Taina MN, Hans EJ, Sabine K, Kamal KM,et

al. Biowaiver monographs for immediate release solid oral dosage

forms:metronidazole. Journal of Pharmaceutical Sciences 2011; 100.

7. . Wibowo C. Farmakoterapi rasional pada amebiasis. Cermin Dunia Kedokteran

2006, 150.
8. Syarif A, Elysabeth. Amubisid. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta

:Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

.Indonesia, 2007.

9. .Anonymous. Metronidazole. Report on carcinogens 2011, 12.

10. .Rhoihana DM. Perbandingan bioavailabilitas in vitro tablet metronidazol produk

11. generik dan produk dagang. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi

UniversitasMuhammadiyah Surakarta, 2008.

12. Lullman H, Klaus M, Albrecht Z, Detlef B. Color atlas of pharmacology. New York

:Thieme, 1999.

13. Turgut EH, Mine Ö. Bioavailability file: metronidazole. 2004, Fabad

Journal Pharmacology Science 2004; 29:39-49

Anda mungkin juga menyukai