Anda di halaman 1dari 8

Metronidazol

1. Nama dagang
Supplin, Flagsol, Vagizol, Flagyl, Molazol, Metrolet, Metronidazole Fresenius, Progyl,
Metrol, Rindozol, Grafazol, Sotroz, Dumozol, Trichodazol, Corsagyl, Vadazol, Trogyl,
Anmerob, Tismazol, Dimedazol, Ronazol, Fladex, Promuba, Metrofusin, Metronidazole
Ikapharmindo, Metronidazole Fima, Fortagyl, Metronidazole Ogb Dexa, Nidazole, Farnat,
Velazol, Trogiar.
2. Fungsi
Metronidazole adalah senyawa antimikroba yang merupakan obat antibiotic. Digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme protozoa
dan bakteri anaerob. Kedua jenis organisme ini dapat hidup dan berkembang biak tanpa
bantuan oksigen. Mereka sering menyebabkan infeksi pada bagian tubuh seperti rongga
perut, rongga panggul, dan gusi.
3. Sediaan
Tablet, sirup, suntik, supositoria, topikal (dioleskan pada kulit)
4. Dosis dan cara pemakaian
a. Bentuk obat oral
 Amebiasis
Dosis: 800 mg, 3 kali sehari, selama 5 hari.
 Infeksi ulkus kaki
Dosis: 200 mg, 3 kali sehari, selama 3 hari.
 Trikomoniasis
Dosis: 200 mg, 3 kali sehari, selama 7 hari.
 Giardiasis
Dosis: 400 mg, 3 kali sehari, selama 5 hari.
 Infeksi anaerob
Dosis: 400 mg, 3 kali sehari, selama 7 hari.
 Peradangan gigi dan gusi
Dosis: 200 mg, 3 kali sehari, selama 3-7 hari.
 Vaginosis bakterialis
Dosis: 400 mg, 3 kali sehari, selama 5-7 hari
b. Bentuk obat topikal
 Vaginosis bakterialis
Dosis: 0,75 % gel, satu kali sehari, selama 5 hari.
 Rosacea
Dosis: satu kali sehari, selama 8 minggu.
 Perawatan luka tumor
Dosis: 0,75 % gel, satu kali sehari.
c. Bentuk obat suntik
 Infeksi anaerob
Dosis: Dosis disesuaikan dokter dengan kondisi pasien di rumah sakit. Untuk orang
dewasa menjelang bedah Prophylaxis, dosis metronidazole adalah:
 Dosis awal sebelum pembedahan: 500 mg sebelum pembedahan dan diulang
tiap 8 jam. Atau infus 15 mg/kg infus selama 30-60 menit dan selesai sekitar 1
jam sebelum operasi
 Dosis setelah pembedahan: infus 7,5 mg/kg selama 30-60 menit setelah 6 dan
12 jam dosis awal
5. Mekanisme kerja
Farmakologi metronidazole adalah sebagai amubisida, bakterisida, dan trikomonasida.
Eliminasi terutama melalui urine.
 Farmakodinamik
Farmakodinamik metronidazole dimulai dari konversi molekul menjadi bentuk radikal
bebas short-lived nitroso oleh reduksi intraseluler. Konversi ini terjadi di dalam
sitoplasma bakteri, atau organela spesifik protozoa, dan menyebabkan obat menjadi
aktif terhadap kuman yang memiliki metabolisme anaerob. Namun, obat juga efektif
terhadap kuman yang bersifat mikroaerofili, seperti Helicobacter pylori.
Dalam bentuk konversi tersebut, obat akan bersifat sitotoksik, dan dapat
berinteraksi dengan DNA molekul, menghambat sintesis asam nukleat, dengan cara
merusak DNA kuman. Kerusakan tersebut akan berakibat degradasi DNA dan kematian
sel.
Sintesis DNA dihambat dalam waktu 30 menit, dan kuman mati dalam waktu 5
jam. Apabila konversi obat dalam sel kuman tidak dapat dilakukan, dan tidak terjadi
aktifasi obat, maka dikatakan sel tersebut sebagai sel yang resisten terhadap obat ini.
 Farmakokinetik
Farmakokinetik metronidazole berupa aspek absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasinya.
a. Absorpsi
Bioavailabilitas metronidazole adalah sebagai berikut:
 93-100%, bila obat dikonsumsi per oral, atau diberikan secara intravena
 60-80% per rektal
 20-25% per vaginal
Konsentrasi puncak dalam serum pada pemberian per oral dan intravena adalah
10 mcg/ml setelah pemberian 500 mg metronidazole dosis tunggal. Konsentrasi
puncak dicapai sekitar 1 jam setelah pemberian. Sedangkan pada pemberian rektal,
kadar konsentrasi puncak diperkirakan setengah dari pemberian oral dan intravena,
serta akan tercapai setelah sekitar 4 jam. Data mengenai absorpsi metronidazole per
vaginam masih terbatas. Diperkirakan bahwa kadar konsentrasi puncak dari
pemberian 500 mg metronidazole per vaginam adalah 2 mcg/ml, dan tercapai
setelah 8 hingga 24 jam.
Absorpsi obat pada vagina tergantung faktor-faktor seperti ormulasi obat,
supositoria atau krim, dosis, keadaan fisikokemikal vagina selama pengobatan
Konsentrasi puncak dalam serum, plasma darah, dan minimum lethal
concentration (MLC) tergantung pada dosis obat. Pada pemberian metronidazole
500 mg intravena setiap 8 jam, diketahui bahwa konsentrasi serum tertinggi adalah
25 mcg/ml dan terendah adalah 15 mcg/ml.
Fungsi ginjal yang terganggu tidak mengubah waktu paruh serum dari
metronidazole, namun waktu paruh dari metabolit hidroksi akan meningkat
sebanyak 4 kali lipat dan berakumulasi di serum. Plasma clearance metronidazole
akan menurun pada penderita dengan ganguan fungsi hati.
b. Distribusi
Metronidazole secara luas didistribusikan dalam jaringan dan cairan tubuh, dengan
kadar yang secara umum sama dengan konsentrasi serum. Kadar terapeutik obat
ditemukan dalam darah, cairan serebrospinal, eksudat paru, empedu, cairan
seminal, tulang, otak, dan jaringan pelvis. Metronidazole dapat melewati sawar
darah-otak, sawar plasenta, dan ditemukan dalam saliva serta air susu ibu (ASI)
dalam konsentrasi yang sama dengan konsentrasi serum
c. Metabolism
Biotransformasi metronidazole terjadi di hepar oleh enzim CYP2C9 melalui
hidroksilasi. 2-hidroksimetronidazole merupakan produk metabolit utama.
Efektivitas antimikrobial berkisar 35-60%. Dosis tinggi tidak dianjurkan bagi
lansia, pasien yang sangat sakit, dan disfungsi hepar. Hal ini dikarenakan pada
kondisi tersebut akan terjadi metabolisme obat yang menurun sehingga
menurunkan clearance obat dalam darah.
d. Eliminasi
Metronidazole 77% diekskresikan ke urine, dan 14% ke feses. Metabolit obat yang
terutama terdapat di urine adalah berupa hasil metabolisme oksidasi rantai samping,
yaitu 5-nitroimidazole dan 2-metil-5-nitroimidazole asam asetat, dan hasil
konjugasi glukuronida. Sisanya sekitar 20% merupakan metronidazole yang tidak
diubah. Renal clearance obat sekitar 10 mL/menit/1,73 m2. Waktu paruh
metronidazol sekitar 8 jam tetapi pada neonatus memanjang sekitar 25-72 jam.
Waktu paruh juga memanjang pada penderita dengan gangguan hepar.
6. Efek samping
Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah menggunakan obat ini adalah:
 Warna urine menjadi gelap.
 Nafsu makan menurun.
 Mual.
 Konstipasi.
 Sakit perut.
 Sakit kepala.
 Pusing.
 Perubahan rasa pada lidah
7. Keamanan obat
Dapat dikonsumsi oleh anak-anak dan dewasa. Penggunaan metronidazole pada kehamilan
dikategorikan sebagai kategori B menurut FDA. Penggunaan pada ibu menyusui sebaiknya
berhati-hati karena metronidazole diekskresikan melalui ASI. Kategori B (tidak berisiko
pada beberap penelitian): belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Meski belum ada
bukti ilmiah pada manusia dan masih kontroversi, studi pada hewan percobaan
menunjukkan efek teratogenik pada fase organogenesis sehingga penggunaan
metronidazole dikontraindikasikan pada kehamilan trimester pertama.
Dexamethasone
1. Nama dagang
Alegi, Inthesa, Alerdex, Isotic, Tobrizon, Kaldexon, Asonfen, Kalmethasone, Blecidex,
Kalmethasone, Blecidex*, Kalmethasone, Cortidex, Dexa-M, Dexamethason, Novadex,
Dextaf, Sofradex, Expodex, Selexon, Etason.
2. Fungsi
Dexamethasone merupakan kelompok obat kortikosteroid. Obat ini bekerja dengan cara
mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan peradangan.
Dexamethasone digunakan untuk menangani sejumlah kondisi, seperti penyakit autoimun
(misalnya sarkoidosis dan lupus), penyakit peradangan pada usus (misalnya ulcerative
colitis dan penyakit Crohn), beberapa jenis penyakit kanker, serta alergi. Dexamethasone
juga digunakan untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi, mengobati
hiperplasia adrenal kongenital, serta digunakan untuk mendiagnosis sindrom Cushing.
3. Sediaan
Tablet, sirop, suntik, dan infus.
4. Dosis dan cara pemakaian
Dosis dexamethasone tidak sama untuk setiap kasus. Dokter akan memberi resep
tergantung pada jenis kasus medis yang dialami dan jenis bentuk obat.
 Bentuk obat oral
Dosis dexamethasone yang dikonsumsi dengan cara oral baik dalam bentuk tablet atau
sirup berbeda tergantung pada usia. Untuk orang dewasa, dosis dexamethasone secara
oral adalah 0,5 – 10 mg/hari. Pada anak, dosis dexamethasone tergantung pada berat
badan, yaitu sebesar 10 – 100 mcg/kg bb/hari.
 Bentuk obat injeksi
Dosis yang diberikan dalam bentuk injeksi berbeda dengan dosis yang diberikan dalam
bentuk oral. Apabila dexamethasone diberikan dalam bentuk injeksi baik injeksi
intramuskular maupun injeksi intravena lambat (infus), dosis yang diberikan sebesar
0,5 – 24 mg untuk dewasa dan 200 – 400 mcg/kg/bb/hari untuk anak.
Pada udema serebral yang terkait dengan kehamilan, dexamethasone diberikan
melalui injeksi intravena dengan dosis awal 10 mg, lalu menjadi 4 mg melalui injeksi
intramuskular tiap 6 jam selama 2-4 hari kemudian secara bertahap dikurangi dan
dihentikan setelah 5-7 hari.
5. Mekanisme kerja
Secara farmakologi, dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal sintetis.
Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid yang poten, namun efek mineralokortikoid
minimal.
 Farmakodinamik
Dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor
glukokortikoid di sitoplasma. Kompleks antara dexamethasone dan reseptor
glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi
dan sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi
terganggu, dan edema jaringan berkurang.
Selain itu, dexamethasone juga menghambat phospholipase A2, menyebabkan
tidak terbentuk prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator inflamasi kuat.
Efek dexamethasone lainnya adalah meningkatkan sintesis surfaktan,
memperbaiki mikrosirkulasi pada paru, meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam
serum, dan menghambat mitosis.
 Farmakokinetik
Farmakokinetik dexamethasone cukup baik, dengan onset kerja obat bergantung pada
rute pemberian. Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam.
a. Absorpsi
Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%. Onset tergantung rute
pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30 – 120
menit, dan intravena 5–10 menit.
b. Distribusi
Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein sebanyak 70%.
Volume distribusi adalah 2 L/kg. Dexamethasone dapat melewati sawar plasenta.
c. Metabolisme
Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4
d. Eliminasi
Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit. Ekskresi sebagian besar melalui
urine (65%), sebagian kecil melalui feses.
e. Resistensi
Dexamethasone termasuk golongan glukokortikoid. Resistensi terhadap
glukokortikoid terjadi akibat perubahan sensitivitas reseptor glukokortikoid
(glucocorticoid receptor/GR) melalui mekanisme berikut:
 Sindrom resistensi glukokortikoid generalisata merupakan kelainan herediter.
Pada sindrom ini, efek kortisol berkurang dan terjadi kompensasi berupa
hiperaktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).
 Perubahan sensitivitas GR leukosit yang transien pada penyakit infeksi, sepsis,
keganasan, depresi mayor, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), dan
beberapa penyakit autoimun.
 Perbedaan GR yang masih dalam batas normal pada populasi akibat
polimorfisme.
Pasien dengan resistensi GR dapat menunjukkan gejala hipertensi, alkalosis
hipokalemia, dan kelelahan akibat kelebihan produksi mineralokortikoid. Pada
perempuan, dapat muncul gejala hiperandrogen, seperti jerawat, hirsutism,
kebotakan dan lain-lain. Namun, pasien tidak menunjukkan gejala seperti moon
face, obesitas sentral, striae, hiperglikemia, dan miopati. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan tes supresi dexamethasone dosis rendah
6. Efek samping
Beberapa efek samping dexamethasone yang umum adalah:
 Badan terasa lelah atau lemas.
 Gangguan pola tidur.
 Sakit kepala.
 Vertigo.
 Keringat berlebihan.
 Jerawat.
 Kulit kering dan menipis serta gampang memar.
 Pertumbuhan rambut yang tidak biasa.
 Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung.
 Mudah haus.
 Sering buang air kecil.
 Nyeri otot.
 Nyeri pada sendi atau/dan tulang.
 Sakit perut atau perut terasa kembung.
 Rentan terhadap infeksi.
7. Keamanan obat
Dapat dikonsumsi oleh anak-anak dan dewasa. Penggunaan dexamethasone pada
kehamilan masuk dalam Kategori C untuk sediaan tetes mata, dan Kategori D untuk sediaan
oral dan injeksi. Penggunaan pada ibu menyusui tidak direkomendasikan karena
diekskresikan melalui ASI. Penggunaan dexamethasone sediaan tetes mata masuk dalam
Kategori C menurut FDA. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya
efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat
hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko
terhadap janin.

Anda mungkin juga menyukai