6. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Sejalan dengan kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM abad 21 di atas,
pembelajaran pada kurikulum 2013 ditujukan untuk mengembangkan karakter 4C.
dan dikembangkan seperti berikut ini:
Pembelajaran berpusat pada siswa bukan berarti guru menyerahkan kontrol belajar kepada siswa
sepenuhnya. Intervensi guru masih tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang
berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa
dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar
sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk
bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya. Selain itu, guru juga berperan
sebagai pembimbing, yang berupaya membantu siswa ketika menemukan kesulitan dalam
proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya.
Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-
orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali
informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan
teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan
bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran
dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya dapat bekerja sama dengan lembaga
pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan
penglaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian,
mereka bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di
luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung
dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna
dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia
nyata.
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah
seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya,
mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran
dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam
berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan,
pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi
panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang gerak
sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau
lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu siswa
menjadi warga digital yang bertanggung jawab.
Sumber:
Pembelajaran aktif (active learning) tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik
pendidikan saat ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa semakin mengemuka
bersamaan dengan upaya mereformasi pendidikan nasional, sekitar akhir tahun 90-an. Gerakan
perubahan ini terus berlanjut hingga sekarang dan para guru terus menerus didorong untuk
dapat menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran siswanya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa inti dari reformasi pendidikan ini justru terletak pada
perubahan paradigma pembelajaran dari model pembelajaran pasif ke model pembelajaran
aktif.
Merujuk pada pemikiran L. Dee Fink dalam sebuah tulisannya yang berjudul Active Learning, di
bawah ini akan diuraikan konsep dasar pembelajaran aktif. Menurut L. Dee Fink, pembelajaran
aktif terdiri dari dua komponen utama yaitu: unsur pengalaman (experience), meliputi kegiatan
melakukan (doing) dan pengamatan (obeserving) dan dialogue, meliputi dialog dengan diri
sendiri (self) dan dialog dengan orang lain (others)
Dialog dengan diri adalah bentuk belajar dimana para siswa melakukan berfikir reflektif mengenai
suatu topik. Mereka bertanya pada diri sendiri, apa yang sedang atau harus dipikirkan, apa yang
mereka rasakan dari topik yang dipelajarinya. Mereka “memikirkan tentang pemikirannya
sendiri, (thinking about my own thinking)”, dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas, dan
tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif semata.
Dalam pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca buku teks atau mendengarkan ceramah,
pada dasarnya mereka sedang berdialog dengan “mendengarkan” dari orang lain (guru, penulis
buku), tetapi sifatnya sangat terbatas karena didalamnya tidak terjadi balikan dan pertukaran
pemikiran. L. Dee Fink menyebutnya sebagai “partial dialogue“
Bentuk lain dari dialog yang lebih dinamis adalah dengan membagi siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil (small group), dimana para siswa dapat berdiskusi mengenai topik-topik
pelajaran secara intensif. Lebih dari itu., untuk melibatkan siswa ke dalam situasi dialog
tertentu, guru dapat mengembangkan cara-cara kreatif, misalnya mengajak siswa untuk
berdialog dengan praktisi, ahli, dan sebagainya. baik yang berlangsung di dalam kelas maupun
di luar kelas, melalui interaksi langsung atau secara tertulis.
Mengamati (Observing) :
Kegiatan ini terjadi dimana para siswa dapat melihat dan mendengarkan ketika orang lain
“melakukan sesuatu (doing something)” , terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya.
Misalnya, mengamati guru sedang melakukan sesuatu. Misalnya, guru olah raga yang sedang
memperagakan cara menendang bola yang baik, guru komputer yang sedang membelajarkan
cara-cara browsing di internet, dan sebagainya,
Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya, siswa juga dapat diajak untuk
mendengarkan dan melihat dari orang lain, misalnya menyaksikan penampilan bagaimana cara
kerja seorang dokter ketika sedang mengobati pasiennya, menyaksikan seorang musisi sedang
memperagakan kemahirannya dalam memainkan alat musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga
siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik yang
sedang dipelajari, misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan mengamati dapat dilakukan secara “langsung” atau “tidak langsung.” Pengamatan
langsung artinya siswa diajak mengamati kegiatan atau situasi nyata secara langsung. Misalnya,
untuk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak langsung mengunjungi
bank-bank yang ada di daerahnya. Sedangkan pengamatan tidak langsung, siswa diajak
melakukan pengamatan terhadap situasi atau kegiatan melalui simulasi dari situasi nyata, studi
kasus atau diajak menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari seluk beluk kehidupan di
bank, siswa dapat diajak menyaksikan video tentang situasi kehidupan di sebuah bank.
Melakukan (Doing):
Kegiatan ini menunjuk pada proses pembelajaran di mana siswa benar-benar melakukan sesuatu
secara nyata. Misalnya, membuat desain bendungan (bidang teknik), mendesain atau
melakukan eksperimen (bidang ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-sumber sejarah
lokal (sejarah), membuat presentasi lisan, membuat cerpen dan puisi (bidang bahasa) dan
sebagainya. Sama halnya dengan mengamati (observing), kegiatan “melakukan” dapat
dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung.
Kompetensi sikap:
(untuk mata pelajaran agama dan PKN dituliskan KI 1 dan KI 2)
KI-3 :……………….
KI-4 :………………
Contoh:
C. Tujuan Pembelajaran
(Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pembelajaran dari KD yang didalamnya ada kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang ditulis dalam satu deskripsi serta memenuhi kriteria
ABCD)
Contoh:
D.Materi Pembelajaran
(disajikan dari materi yang terdapat pada indikator pencapaian kompetensi. Rincian materi
setiap pertemuan dinyatakan dalam Lampiran)
Contoh:
F. Media Pembelajaran
Contoh:
Media/Alat : Lembar Kerja, Papan Tulis/White Board, LCD, alat Lab
G. Sumber Pembelajaran
Contoh:
1. Buku Kimia Kelas X, Kementerian dan Kebudayaan Tahun 2013.
2. Internet
3. Buku/ sumber lain yang relevan.
H. Kegiatan Pembelajaran
(pada kegiatan pembelajaran sebaiknya tergambar PPK, literasi, 4C, dan HOTS)
Indikator: …
(indikator yang dirujuk untuk pembelajaran pertemuan pertama)
(Contoh di atas PPK-nya adalah religius dengan cara berdoa sebelum melaksanakan
pembelajaran)
b. Kegiatan Inti
[Kegiatan inti pada pembelajaran ini merupakan langkah-langkah dari model discovery learning,
karena diharapkan peserta didik menemukan konsep reaksi oksidasi dan reduksi secara mandiri
dan/atau berkelompok. Model ini terdiri dari 6 langkah/sintak,
yakni: 1)Stimulation(stimulasi/pemberian rangsangan), 2)Problem statement (pernyataan/
identifikasi masalah), 3) Data collection (pengumpulan data), 4)Data processing (pengolahan
data), 5)Verification (pembuktian), 6)Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)].
Contoh:
Langkah 1:
(Contoh di atas PPK-nya adalah rasa ingin tahu dan gemar membaca, 4C-nya berupa critical
thinking, ada literasi serta HOTS-nya)
Langkah 2:
(Contoh di atas terdapat 4C-nya berupa collaboration dan critical thinking)
Langkah 3:
(Contoh di atas PPK-nya adalah rasa ingin tahu, gemar membaca, kreatif, demokratis,
komunikatif, dan tanggungjawab; 4C-nya berupa colaboration, critical thinking, creativity, dan
communication; ada literasi serta HOTS-nya)
Langkah 4:
Contoh:
Lampiran:
1. Materi Pembelajaran Pertemuan 1
(materi ini dapat berupa ringkasan materi atau hand out sehingga nanti kalau
dikumpulkan bisa menjadi modul)
2. Instrumen Penilaian Pertemuan 1
(instrumen penilaian ini terdiri dari kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang
dilengkapi dengan bentuk/teknik penilaian dan instrumennya serta kisi-kisi dan
pedoman
penskorannya)
3. Materi Pembelajaran Pertemuan 2
4. Instrumen Penilaian Pertemuan 2
dan seterusnya tergantung banyak pertemuan.
Catatan : Format RPP di atas tidak baku, guru dapat mengembangkan format RPP sesuai
dengan kebutuhan dengan tidak mengurangi esensi dari RPP dan caption atau balon dalam RPP
sebenarnya tidak ada.
Demikianlah ringkasan panduan cara membuat RPP kurikulum 2013 dengan perbaikan beberapa
komponen. Jadi ini hanya lah suatu panduan untuk membuat RPP dan semuanya tergantung juga
dengan karakteristik satuan pendidikan bapak/ibu guru semua. Namun yang terpenting adalah
RPP yang baik adalah RPP yang bisa kita laksanakan dalam pembelajaran dan memberikan
perubahan kepada anak didik kita.